Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PERSIAPAN ANC, INC DAN NIFAS PADA IBU

BERKEBUTUHAN KHUSUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK
DENGAN KONDISI RENTAN
DOSEN PENGAMPU : MUSTIKA HANA HARAHAP, SST, M.KM, M.Keb

DISUSUN OLEH
KELOMPOK III
1. CHICA RAHMADANI PUTRI (23611056)
2. EFNA YANTI LUBIS (23611010)
3. KHAIRUN NISWAH (23611017)
4. NAOMI RAWATINA DONGORAN (23611026)
5. NURMI YANNA PURBA (23611028)
6. NURPA (23611029)
7. PUTRI NOVITA (23611058)
8. RIZKA YULIANTI (23611035)
9. RIZKY AZNY (23611036)
10. SALSA BILLA (23611055)
11. SASMITA (23611037)
12. SURYA DEWI (23611041)
13. TALITHA SHABRINA ALYA (23611042)
14. TRISNA FADILAH (23611044)

IKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU


2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah wajib. Adapun makalah ini mengenai
Persiapan ANC, INC dan Nifas Pada Ibu Berkebutuhan Khusus.
Kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini. Terutama pada dosen mata kuliah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun. Maka kami dengan
senang hati menerima kritikan serta saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini
Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah ini
dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang.
Pekanbaru , 18 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Persiapan ANC Pada Ibu Dengan Kebutuhan Khusus .................................. 3


B. Persiapan INC Pada Ibu Dengan Kebutuhan Khusus ................................... 14
C. Persiapan Nifas Pada Ibu Dengan Kebutuhan Khusus ................................. 18

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 25

A. Kesimpulan ................................................................................................... 25
B. Saran .............................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan Continuity Of Care (COC) merupakan asuhan secara berkesinambungan dari
hamil sampai dengan Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya penurunan AKI & AKB.
Kematian ibu dan bayi merupakan ukuran terpenting dalam menilai indikator
keberhasilan pelayanan kesehatan di Indonesia, namun pada kenyataannya ada juga
persalinan yang mengalami komplikasi sehingga mengakibatkan kematian ibu dan bayi
(Maryuani, 2011;105). Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan.
Menurut World Health Organization (WHO) didunia pada tahun 2016 Angka
Kematian Ibu (AKI) sebesar 527.000 jiwa. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
didunia sebesar 10.000.000 jiwa (WHO, 2016). Bedasarkan hasil sementara Suvei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2016 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
mencapai 26 1000 kelahiran hidup.
Penyandang disabilitas umumnya memiliki keterbatasan akses dalam memperoleh
pelayanan kesehatan Sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam
kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin yang disebabkan masih adanya pembatasan,
hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilanganhak penyandang disabilitas.
Stigma, prasangka, dan penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan
berisiko hidup dalam kemiskinan.
Salah satu permasalahan kesehatan pada penyandang disabilitas terkait kesehatan
seksual dan reproduksi, diantaranya masih kurangnya pengetahuan komprehensi
mengenai HIV dan pengetahuan kontrasepsi. Penelitian HWDI (2016) menyebutkan
hanya 5% perempuan tuna rungu dan aktif secara seksual yang menggunakan kondom
saat melakukan hubungan seks. Sementara itu 75%) responden tidak memiliki asuransi
kesehatan dan tidak tahu dimana dapat mengakses layanan kesehatan seksual dan
reproduksi. Kebutuhan seksual dan perkawinan responden juga diabaikan oleh orang tua,
pengasuh, dan keluarga. Selain itu juga dilaporkan adanya kasus perkosaan dan bentuk
kekerasan seksual lainnya di berbagai tempat seperti sekolah, rumah pribadi, tempat
kerja, dan tempat umum lainnya terhadap responden.
Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan telah menyusun Pedoman Pelayanan
Kesehatan Reproduksi bagi penyandang Disabilitas Netra dan Rungu Wicara bagi

1
Tenaga Kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat. Pedoman tersebut berisi materi
tentang kesehatan reproduksi untuk penyandang disabilitas anak dan remaja untuk dua
tipe disabilitas, yakni netra dan rungu-wicara. Mengingat upaya peningkatan kesehatan
reproduksi dilaksanakan melalui pendekatan siklus hidup, dimana kebutuhan akan
pelayanan kesehatan untuk setiap tahapan individu berbeda, serta untuk memenuhi
amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, maka
perlu disusun pedoman sebagai panduan pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi
bagi penyandang disabilitas usia dewasa (18 tahun ke atas).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pelayanan antenatal care pada ibu berkebutuhan khusus ?
2. Apa yang dimaksud dengan pelayanan persalinan pada ibu berkebutuhan khusus ?
3. Apa yang dimaksud dengan pelayanan post partum pada ibu berkebutuhan khsusu ?

C. Tujuan Penulis
1. Mengetahui pelayanan antenatal care pada ibu berkebutuhan khusus.
2. Mengetahui pelayanan persalinan pada ibu berkebutuhan khusus.
3. Mengetahui tentang pelayanan nifas pada ibu berkebutuhan khusus.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persiapan ANC Pada Ibu Berkebutuhan Khusus
1. Antenatal Care (ANC)
Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu
selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan. Kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan dianjurkan yaitu 2 kali pada
trimester 1, 1 kali pada trimester II dan minimal 3 kali pada trimester III.
Asuhan kehamilan mengutamakan pelayanan berkesinambungan (Contiiunity Of Care)
sangat penting bagi wanita hamil untuk mendapatkan pelayanan dari seseorang yang
profesional, sebab dengan begitu perkembangan kondisi ibu dan janin dapat dipantau dengan
baik. Pemberian pelayanan antenatal pada ibu berkebutuhan khusus tidak berbeda dengan ibu
hamil normal lainnya. Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus
memberikan pelayanan berkualitas sesuai standar.

2. Tujuan Antenatal Care


Setiap wanita hamil ingin memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi
kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat
diketahui, dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan
tersebut dengan melakukan pemeriksaan Antenatal Care. Tujuan pelayanan Antenatal Care
sebagai berikut :
a. Memantau kemajuan proses kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang janin di dalamnya.
b. Mengetahui adanya komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi selama kehamilan
sejak usia dini,termasuk riwayat penyakit dan pembedahan.
c. Meningkatkan dan memelihara kesehatan ibu dan bayi.
d. Mempersiapkan proses persalinan agar bayi dapat dilahirkan dengan selamat dan
meminimalkan trauma yang mungkin terjadi selama persalinan.
e. Menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga untuk menerima kelahiran anak agar
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
g. Mempersiapkan ibu untuk melewati masa nifas dengan baik dan dapat memberikan
ASI ekslusif kepada bayinya.

3
3. Pengertian Psikologi Kebidanan Depresi Saat Kehamilan
Psikologis ibu hamil diartikan sebagai periode krisis, saat terjadinya gangguan dan
perubahan identitas peran. Definisi krisis merupakan ketidakseimbangan psikologi yang
disebabkan oleh situasi atau tahap perkembangan. Awal perubahan psikologi ibu hamil yaitu
periode syok, menyangkal, bingung, dan sikap menolak. Persepsi wanita bermacam-macam
ketika mengetahui dia hamil, seperti kehamilan suatu penyakit, kejelekan atau sebaliknya
yang memandang kehamilansebagai masa kreatifitas dan pengabdian kepada keluarga. Faktor
penyebab terjadinya perubahan psikologi wanita hamil ialah meningkatnya produksi hormon
progesteron. Hormon progesteron mempengaruhi kondisi psikisnya, akan tetapi tidak
selamanya pengaruh hormon progesteron menjadi dasar perubahan psikis, melainkan
kerentana daya psikis seseorang atau lebih dikenal dengan kepribadian.
Wanita hamil yang menerima atau sangat mengharapkan kehamilan akan lebih
menyesuaikan diri dengan perubahan. Berbeda dengan wanita hamil yang bersikap menolak
kehamilan. Mereka menilai kehamilansebagai hal yang memberatkan ataupun mengganggu
estetika tubuhnya seperti gusar, karena perut menjadi membuncit, pinggul besar, payudara
membesar, capek dan letih.

4. Depresi Dalam Kehamilan


Depresi atau Major Depressive Disorder, juga dikenal sebagai depresi unipolar,
merupakan kelainan psikiatri yang sering dijumpai. Depresi adalah penyebab utama
terjadinya kecacatan pada penderita yang berusia lima tahun keatas. Dan untuk kebanyakan
pasien, depresi adalah suatu kelainan yang menetap dan terdiri dari pada beberapa episode
rekuren. Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang sama halnya seperti
pada depresi yang terjadi pada orang awam secara umum, dimana pada kejadian depresi akan
terjadi perubahan kimiawi pada otak. Setiap trimester kehamilan memiliki risiko gangguan
psikologis masing-masing. Antenatal care berperan sangat penting bagi keselamatan ibu dan
janin, meminimalkan risiko-risiko kehamilan, dan menekan angka kematian pasca persalinan.
Hendaknya pelayanan keperawatan antenatal harus berjalan sesuai dengan standart minimal
agar ibu hamil memperoleh proses persalinan yang aman dan memuaskan.
Dari aspel biologis maupun psikologis, semuanya menyumbang kepada terjadinya
depresi, ketidaksediaan menjadi seorang ibu, halangan hidup dan tidak seimbangan sosial
ekonomi, perubahan hormon,atau adanya komplikasi selama kehamilan bisa menyumbang
kepada terjadinya depresi kehamilan.

4
5. Pengaruh Psikologis Pada Ibu Hamil
a. Ambivalen
Merupakan kondisi yang menggambarkan suatu konflik atau permasalahan perasaan.
Umumnya seperti cinta dan benci. Hampir setiap wanita hamil memiliki sedikit rasa
ambivalen ini. Misalnya saja membenci makanan A menjadi tiba-tiba menyukai
makanan tersebut.
b. Perubahan Seksual
Banyak wanita hamil mengalami penurunan gairah seksual dari awal semester atau 3
bulan pertama. Tidak berarti semua wanita hamil memiliki perubahan seksual
menurun,
c. Stress
Merasa stress atau tertekan bisa saja terjadi pada ibu hamil, terutama mereka yang
sedang melewati trimester pertama. Dukungan emosional sangat penting terhadap ibu
hamil trimester pertama.
d. Sensitif
Ibu hamil sering kali merasa sensitif dan juga merasa bahwa apa yang dilakukan
orang menyinggung. Sifat sensitif ini bukan hanya mempengaruhi banyakmorang,
namun juga mood ibu tersebut.
e. Sering merasa khawatir
Ibu hamil seringkali mendapatkan bayangan akan hal buruk kehamilannya. Sehingga
sangat alamiah jika seorang ibu merasa khawatir akan segala hal yang ada, bahkan
kegiatan normal seperti minum, duduk, berdiri dan sebagainya. Bagi mereka jangan
sampai apa yang dilakukan menyebabkan kesalahan dan menjadikan kehamilannya
bermasalah apalagi sampai kehilangan janin dan lainnya.
f. Ketakutan berlebih
Ketakutan berlebih bias menjadi hal yang paling sering terjadi pada ibu hamil.
Terkadang ibu mengalami beberapa hal yang tidak tahu alasannya. Namun ibu tiba-
tiba mengalami gajala serangan panic tertentu seperti jantungan, berdebar-debar,
pusing, gemetar, dada terasa nyeri maupun kesulitan bernafas. Ketakutan berlebihan
ini akan menjadi masalah jika benar-benar mengganggu kegiatan dan juga
mengganggu pandangan ibu terhadap kahamilannya.
g. Melakukan hal yang tidak disukai

5
Ibu hamil sering kali memilki perasaan seperti halnya melakukan hal yang mereka
suka sebelum hamil namun berubah menjadi hal yang tidak mereka sukai selama
hamil.
h. Apapun serba salah
Banyak ibu hamil merasa kewalahan dengan pengaruh psikologis yang satu ini.
Mereka tidak tahu apa yang salah dan apa yang buruk, namun dalam berbagai
kegiatan masakan dan penampilan rasanya apapun serba salah.
i. Mimpi buruk
Kekhawatiran yang berlebihan dapat membahayakan janin dan ibu. Sehingga
terkadang kekhawatiran yang berlebihan dapat terbawa kedalam mimpi dan menjadi
ketakutan tersendiri. Mimpi yang muncul saat tidur, bukan tak mungkin merupakan
representasi dari kekhawatiran dan ketakutan tersebut, atau bahkan muncul sebagai
mimpi buruk.
j. Sebal dengan suami
Kondidi ini sebenarnya tidak terjadi pada semua ibu hamil. Namun jika ibu
mengalami perubahan perasaan terhadap suami, bias jadi alas an utamanya adalah
adanya perubahan emosi yang bergejolak dan berdampak kepada orang lain dan yang
paling dekat adalah suami. Implementasi dari perubahan dan gejolak emosi ini bias
beragam dan salah satunya adalah benci.

6. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Selama Kehamilan


a. Trimester I
Trimester pertama ini sering dirujuk sebagai masa penentu. Penentuan untuk
menerima kenyataan bahwa ibu sedang hami. Segera setelah konsepsi, kadar hormone
progesterone dan estrogen dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan
timbulnya mual dan muntah pada pagi hari, lemah, lelah dan membesarnya payudara,
ibu merasa tidak sehat dan sering kali membenci kahamilannya.
b. Trimester II
Trimester kedua sering disebut periode pancaran kesehatan, saat ibu merasa sehat. Inu
sudah menerima kehamilannya dan mulai menggunakan energy serta pikirannya
secara konstruktif.
c. Trimester III
Trimester ketiga sering disebut periode menunggu dan waspada sebab pada saat ini
ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya. Rasa tidak nyaman pada

6
kehamilan timbul kembali pada trimester tiga dan banyak ibu yang merasa dirinya
jelek. Disamping itu, ibu mulai merasa sedih karena akan berpisah dari bayinya dan
kehilangan perhatian khusus yang diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu
memerlukan keterangan dan dukungan suami, keluarga dan bidan.
d. Pada awal kehamilan, seorang perempuan akan beradaptasi terhadap peran barunya
untuk menerima kehamilan dan menyesuaikan diri terhadap peran barunya kedalam
kehidupan kesehariannya. Ia harus bisa merubah konsep diri menjadi calon orangtua.
Secara bertahap, ia berubah dari seseorang yang focus pada diri sendiri, menjadi
seseorang yang berkomitmen untuk memberi kasih saying pada individu lain. Pada
tahap ini, ia memiliki tugas perkembangan untuk menerima kehamilannya. Meskipun
belum ada tanda pasti, mengidentifikasi peran baru, dan mengatur kembali
hubungannya dengan lingkungan sekitar karena kehamilannya.
e. Setelah perempuan merasakan quickening pada trimester kedua, ia mulai mengalihkan
perhatiannya kedalam kehamilannya. Ia menerima janin yang ada dalam
kandungannya, sebagai bagian yang tumbuh dan terpisah dari dirinya yang
memerlukan asuhan. Waktu dimana perempuan sudah mampu mmembedakan dirinya
dengan janin yang dikandungnya, merupan awal hubungan peran ibu dan anak yang
melibatkan sebuah tanggung jawab.
f. Pada fase akhir kehamilan, seorang perempuan mulai realistis menerima peran
sebagai ibu yang mempersiapkan diri untuk melahirkan dan mengasuh anaknya.

Pencapaian peran sebagai seorang ibu melalui perubahan psikologis dalam kehamilan
ini, merupakan tugas seorang perempuan yang harus tercapai, karena jika mengalami
kegagalan dapat memeberikan dampak negative. Depresi dalam kehamilan merupakan salah
satu dampak kegagalan pencapaian peran. Kehamilan dengan depresi, selain berpengaruh
terhadap ibu juga mempengaruhi kesejahteraan janin dalam kandungan dengan meningkatkan
resiko terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) dan kecacatan. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh gaya hidup, pemenuhan
nutrisi dan aktifitas ibu hamil dengan depresi.

7. Macam-Macam Gangguan Psikologis Kehamilan


a. Infertilitas
Infertilitas adalah suatu kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan suatu pasangan
untuk mendapatkan atau menghasilkan keturunan. Pada wanita yang mengalami

7
infertile membuatnya menjadi rendah diri, kehilangan kepercayaan diri, dan
mengalihkan perhatian pada hobi, pekerjaan, adopsi anak dan lain sebagainya.
b. Kehamilan palsu
Kehamilan palsu adalah suatu keadaan seorang wanita berada dalam kondisi
menunjukan berbagai tanda gejala kehamilan, tetapi sebenarnya tidak benar-benar
hamil.
c. Kehamilan yang tidak dikehendaki
Kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya terjadi pada remaja akibat hubungan
yang terlampau bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah sebagai akibat dari
kegagalan kontrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin bayi yang ia kandung.
d. Kehamilan dengan keguguran
Abortus spontan adalah suatu keadaan terputusnya suatu kehamilan saat fetus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus (berat 400-1000 gram atau usia kehamilan kurang
dari 28 minggu), sedangkan abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis (Rustam, M,
1998). Kehamilan dengan keguguran menimbulkan sindrom pasca abortus yang
meliputi nangis terus menerus, depresi berkepanjangan, perasaan bersalah, ketidak
mampuan untuk memaafkan diri sendiri, amarah, kesedihan mendalam dll.
e. Kehamilan dengan janin mati
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegawatan
janin dan akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak terobati
(Saifudin, A.B.,2007) pada kondisi ini wanita akan melalui beberapa tahapan proses
berduka yaitu menolak, marah, tawar menawar, depresi dan menerima.
f. Kehamilan dengan ketergantungan obat
Kehamilan dengan ketergantungan obat dapat didefinisikan sebagai kondisi suatu
kehamilan terdapat pola pengguna zat psikoaktif dan zat lain yang memiliki implikasi
berbahaya bagi wanita dan janinnya atau bayi baru lahir (Varney,2007) wanita hamil
dengan ketergantungan obat cenderung memiliki angka depresi, kepanikan, dan fobia
yang lebih tinggi dari pada pria, merasa tidak layak hamil, enggan berinteraksi dengan
pelayanan kesehatan, dan merasa berdosa terhadap janin yang dikandungnya.

8
8. Cara Mengatasi Kondisi Perubahan Psikologis Pada saat Kehamilan
Sebagai seorang bidan tugas utama dalam mengatasi gangguan psikologis pada masa
kehamilan yaitu dengan cara pendekatan terapetik/konseling dan kolaborasi dengan psikolog.
Pencapaian peran seorang ibu dlam masa kehamilan ini perlu dukungan keluarga, social dan
tenaga kesehatan yang luas. Ibu hamil perlu diberikan akses asuhan yang terintegrasi antara
fisik dan psikologis yaitu penerimaan perilakunya, partnership dan konseling. Asuhan yang
terintegrasi ini dapat mendeteksi adanya penyimpangan perilaku psikologis ibu dalam
pencapaian perannya, sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan penapisan penyimpangan
untuk menentukan jenis asuhan psikologis mana yang perlu diberikan. Berdasarkan evidence
based, asuhan terintegrasi yang diberikan mulai awal kehamilan memberikan pengaruh yang
positif terhadap kelangsungan kehamilannyaditrimester akhir, bahkan sampai proses
perslinan. Beberapa langkah mengatasi kondisi perubahan psikologis pada saat kehamilan:
1. Dapatkan informasi dari berbagai sumber tentang perubahan kondisi fisik dan
psikologis pada saat kehamilan, terutama ibu hamil untuk anak pertama.
2. Komunikasi dengan suami segala hal yang dialami oleh ibu hamil, agar terjadi saling
pengertian dan dukungan dari keluarga tentang perubahan yang dialami.
3. Untuk menjaga kesehatan dan perkembangan janin yang normal, rajin checkup/
periksa kehamilan.
4. Makan makanan yang sehat, begizi untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
5. Tetap menjaga penampilan
6. Kurangi kegiatan yang bisa membahayakan pertumbuhan dan perkembangan janin
7. Dengarkan music agar lebih rileks menghadapi setiap perubahan yang ada
8. Melakukan senam hamil untuk dapat membantu ibu hamil menormalkan perubahan
psikologis
9. Latihan pernafasan yang teratur untuk mempersiapkan fisik pada waktu melahirkan

Beberapa langkah mengatasi kondisi perubahan psikologis pada saat kehamilan pada
permasalahan yang ada :

1) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Infertilitas


Penanganannya dapat dilakukan dengan konseling pasangan mengingat kondisi ini
melibatkan kedua belah pihak yaitu suami dan istri
2) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Palsu

9
Peran konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana senyaman mungkin agar
klien merasa bebas mengepresikan pikiran-pikiran yang sulit.
3) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Luar Nikah
Penatalaksanaan yang bias dilakukan guna menangani permasalahan ini adalah dengan
konseling humanitik. Dimana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri
keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada dasarnya semua manusia itu baik.
Sebagai konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakteristik
yaitu empati, positif regard (Acceptance) dan Congruence (Genuineness).
4) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan yang Tidak Dikehendaki
Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda pada penanganan pada
kehamilan diluar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik konselingnya, karena
kehamilan ini terjadi pada wanita yang telah manikah yaitu dengan konseling pasangan.
5) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Keguguran
Konseling kejiwaan dan psikologis. Pada dasarnya konseling pada wanita post aborsi
tidak jauh berbeda dengan konseling karena kehilangan, dimana dalam konseling ini
harus memperhatikan setiap fase dalam setiap penerapannya.
6) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Janin Mati
Dalam memberikan bantuan dan konseling pada ibu dengan janin mati harus
disesuaikan dengan fase dimana ia berada. Dengan memperhatikan hal itu diharapkan
bantuan yang diberikan adalah bantuan yang tepat.
7) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan Obat
Dalam penanganan permasalahan ini perlu dilakukan konseling dengan menggunakan
pendekatan behavioristic, dimana konselor membantu klien untuk belajar bertindak
dengan cara-cara yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi
atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan dan adaptif. Tujuan konseling yang
diberikan adalah untuk mengubah tingkah laku yang maladaptive dan belajar tingkah
laku yang lebih efektif. Dalam hal ini bidan harus mampu membantu klien untuk
mengubah tingkah laku maladaptive nya yang tentu melalui tahapan-tahapan proses
yang berkelanjutan.

10
9. Peran Bidan menjangkau dan melayani ibu hamil penyandang disabilitas
Situasi yang Dihadapi Apa yang Harus Dilakukan keterangan
Uraian kondisi ibu hamil Rekomendasi cara/ respon untuk Catatan tambahan yang harus
penyandang disabilitas bidan dalam memahamidan menjadi perhatian bidan
yang harus dihadapi menghadapi kondisi ibu hamil untuk memahami
bidan dengan keragaman penyandang disabilitas dengan kondisi/situasi ibu hamil
disabilitas serta keragaman disabilitas dan penyandang disabilitas dalam
hambatannya hambatannya berinteraksi/berkomunikasi,
disabilitasnya mengingat/memahami
informasi maupun potensi
efek/pengaruh atas kondisi
tertentu yang mungkin terjadi
Hambatan komunikasi Bidan dapat mencari dan Ada kebutuhan
dan interaksi sosial menemukan orang sebagai pendampingan ibu hamil
dari ibu hamil pendukung ibu hamil penyandang penyandang disabilitas
penyandang disabilitas disabilitas (suami, ibu, anggota melalui orang terdekat.
keluarga lain atau tetangga) yang Dukungan yang diberikan
dapat dipercaya dan mamiliki diantaranya:
kemampuan untuk berinteraksi g. Membantu
serta berkomunikasi dengan komunikasi antara
kedua belah pihak bidan dengan ibu
hamil penyandang
disabilitas apabila
mengalami hambatan
komunikasi
h. Membantu
memberikan
penjelasan/ kepada
ibu hamil penyandang
disabilitas terkait
kondisi kehamilan ,
dan petunjuk yang
harus dihindari
maupun praktik baik
11
untuk menjaga
kesehatan ibu dan
bayi
i. Membantu memantau
kondisi ibu hamil
penyandang
disabilitas dan
memberikan
informasi secara
intensif kepada bidan.

10. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil pada Penyandang Disabilitas


Pemberian pelayanan antenatal pada penyandang disabilitas tidak berbeda dengan non
disabilitas. Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan
pelayanan berkualitas sesuai standar yang terdiri dari:
1. Promotif
a. Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas maupun
keluarga/pendamping tentang kehamilan (tanda bahaya kehamilan), persalinan,
Keluarga Berencana Pasca Persalinan (KBPP), dan manajemen laktasi.
b. Perlunya ditekankan dukungan dan pendampingan dari keluarga atau masyarakat
bagi ibu hamil penyandang disabilitas sehingga dapat menjalani kehamilannya
dengan selamat.
c. Pengenalan dan pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
d. Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
e. Melakukan stimulasi janin dalam kehamilan
f. Skrining kelainan kongenital
2. Preventif
a) Pemberian PMT bagi ibu hamil KEK.
b) Konseling kesehatan ibu dan anak.
3. Tatalaksana
a. Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar. Pelayanan ANC
sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali
selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada trimester pertama, satu kali pada

12
trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga yang dilakukan oleh bidan
dan/atau dokter dan atau dokter spesialis kebidanan, baik yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR).
b. Pemeriksaan dalam ANC meliputi berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai
keadaan umum (fisik) dan psikologis penyandang disabilitas hamil.
c. Standar pelayanan ANC adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu hamil
dengan memenuhi kriteria 10 T yaitu:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas/LILA)
4) Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri);
5) Tentukan presentasi janin dan DenyutJ antung Janin (DJJ);
6) Skrining status imunisasi tetanus danberikan imunisasi Tetanus difteri (Td)
bila diperlukan
7) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
8) Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya),
pemeriksaan protein urin (bila ada indikasi); yang pemberian pelayanannya
disesuaikan dengan trimester kehamilan. Ibu hamil wajib diperiksa HIV, sifilis
dan hepatitis
9) Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan
10) Temu wicara (konseling)

Pemberian pelayanan antenatal bagi disabilitas memiliki tantangan tersendiri, seperti


pemeriksaan antropometri dan tekanan darah pada disabilitas fisik yang tidak memiliki
ekstremitas atau pemberian temu wicara/konseling pada disabilitas intelektual dan disabilitas
rungu-wicara yang membutuhkan pendampingan saat pelaksanaan konseling. Bagi tenaga
kesehatan yang melakukan pelayanan antenatal penting untuk selalu menjelaskan tahap
pemeriksaan secara rinci agar penyandang disabilitas memahami langkah-langkah
pemeriksaan yang akan diberikan.

B. Persiapan INC Pada Ibu Berkebutuhan Khusus

13
1. Intranatal Care
Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian kejadian
pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput
janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri).

2. Tujuan Asuhan Persalinan


Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai
derajad kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi
dan lengkap serta intervensi minimal dengan asuhan kebidanan persalinan yang adekuat
sesuai dengan tahapan persalinan sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang optimal.

3. Persiapan Persalinan Pada Ibu Berkebutuhan Khusus


Persalinan atau melahirkan bayi adalah suatu proses normal pada wanita usia subur.
Persalinan merupakan persiapan penting yang sangat ditunggu oleh setiap pasangan suami-
istri, menyambut kelahiran sang buah hati merupakan saat yang membahagiakan setiap
keluarga bahkan seluruh anggota masyarakat, demi kesejahtera ibu dan janin.
Persiapan persalinan adalah segala sesuatu yang disiapkan dalam hal menyambut
kelahiran anak oleh ibu hamil. Persiapan sesuatu yang disiapkan dalam hal menyambut
kelahiran anak oleh ibu hamil. Persiapan persalinan pada trimester II dan III meliputi faktor
resiko ibu danjanin, perubahan psikologi dan fisiologi, tanda tanda bahaya dan bagaimana
meresponnya, perasaan mengenai melahirkan fisiologi, tanda tanda bahayadan
bagaimana meresponnya, perasaan mengenai melahirkan dan perkembangan bayi,
tanda-tanda saat hendak melahirkan, respon terhadap kelahiran,dan perkembangan
bayi, tanda-tanda saat hendak melahirkan, respon terhadap kelahiran, ukuran-ukuran
kenyamanan situasi kelahiran cesar dan perawatan yang terpusat pada ukuran-ukuran
kenyamanan situasi kelahiran cesar dan perawatan yang terpusat pada
Persiapan persalinan merupakan salah satu program pada desa Siaga yaitu desa yang
pendudukny memiliki kesiapan kesiapan sumberdaya dan kemampuan kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan mencegah
dan mengatasi masalah masalah kesehatan, secara mandiri. Dalam program desa siaga
dimana para bidan desa, tokoh peran menangani kesehatan dan membantu

14
persalinan kepada ibu dan melakukan pemeriksaan ibu. Menurut Harumawati (2012),
menyatakan bahwa dalam persalinan ada empat hal yang perlu dipersiapkan, yaitu:
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik persiapan persalinan meliputi kesiapan kondisikesehatan ibu,
meliputi kesiapan hal-hal yang berkaitan denganperubahan fisiologis selama
hamil sampai menjelang persalinan.pengaturan kebutuhan nutrisi saat kehamilan,
serta upaya perencanaanpersiapan persalinan dan pencegahan komplikasi yang
mencakuptanda-tanda bahaya dan tanda-tanda persalinan.
2. Persiapan psikologis
Salah satu yang harus dipersiapkan ibu menjelang persalinan yaitu hindari
kepanikan dan ketakutan dan bersikap tenang, dimana ibu hamil dapat melalui
saat-saat persalinan dengan baik dan lebih siapserta meminta dukungan dari orang-
orang terdekat. Perhatian dankasih sayang tentu akan membantu memberikan
semangat untuk ibu yang akan melahirkan dan merupakan motivasi tersendiri
sehinggalebih tabah dan lebih siap dalam menghadapi persalinan.
3. Persiapan finansial
Persiapan finansial bagi ibu yang akan melahirkan merupakan suatukebutuhan yang
mutlak harus disiapkan, dimana berkaitan denganpenghasilan atau keuangan yang
dimiliki untuk mencukupi kebutuhanselama kehamilan berlangsung sampai persalinan
seperti menyiapkanbiaya persalinan, menyiapkan popok bayi dan perlengkapan lainnya.
Menyiapkan pendonor darahketika dibutuhkan transfusi darah setelah persalinan
merupakan halyang perlu dipertimbangkan dan disiapkan.
4. Persiapan kultural
bu harus mengetahui adat istiadat, kebiasaan, dan tradisi yang kurang baik terhadap
kehamilan agar persiapan yang berhubungan dengan kebiasaan tidak baik selama
kehamilan dapat dihindari. Kepercayaandan budaya akan perilaku yang pantas selama
masa kehamilan akanmempengaruhi respon suami maupun petugas kesehatan
terhadap kebutuhan ibu.

Berikut adalah Persiapan Persalinan Dan Kelahiran Pada Kebutuhan Khusus:

1) Pilih konsultan kesehatan yang mengetahui kebutuhan pasien


Pastikan konsultan kesehatan terpilih adalah konsultan kesehatan yang mementingkan
kondisi kesehatan secara menyeluruh, bukan hanya terfokus pada keadaan kebutuhan

15
khusus saja. Pilih konsultan kesehatan yang memiliki sikap perhatian, cepat tanggap
dan terampil.
2) Sertakan asisten rumah tangga yang terampil
Asisten rumah tangga yang terampil akan sangat membantu saat penyandang
disabilitas membutuhkan pertolongan menghadapi proses kehamilan, melahirkan,
serta pasca melahirkan. Pilih asisten rumah tangga yang dapat menemani sepanjang
waktu dan siaga. Utamakan asisten rumah tangga yang dapat berfikir kritis dan dapat
mengambil tindakan cepat untuk mengantisipasi setiap keadaan
3) Periksa keadaan rumah sakit atau kondisi tempat bersalin
Periksa penyediaan aksesibilitas dirumah sakit atau tempat bersalin
4) Pastikan ada pendampingan dari pasangan atau keluarga
Saat mendekati hari kelahiran pastikan pasangan atau keluarga dapat membantu ibu
berkebutuhan khusus ketika mulai masuk ruang perawatan sebelum melahirkan.
Sebab, pasangan atau keluarga yang dapat memberikan dukungan secara psikologis
dan menolong bila mereka harus melakukan mobilitas seperti kelaboratorium atau ke
kamar kecil.
5) Persiapan teknik khusus saat memberikan ASI kepada bayi
Beberapa rumah sakit menggunakan alat gendongan bayi yang dilengkapi tali
pengaman yang dapat digunakan. Adapula yang menggunakan teknik mendekap bayi
dengan posisi bayi tengkurap diatas dada ibunya

4. Faktor Yang Berhubungan Dengan Persiapan Persalinan


Terdapat faktor yang berhubungan dengan persiapan persalinan di antaranya, yaitu:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pendapatan
5. Dukungan social
a.Dukungan emosional
b. Dukungan instrumental
c.Dukungan informasional
d. Dukungan penghargaan

16
5. Persalinan Dan Kelahiran Pada Kebutuhan Khusus Secara Fisik Dan Psikologi
Ketika seorang wanita lahir dalam keterbatasan fisik, pesimistis dalam diri mungkin
hadir seiring dengan keterbatasan kemampuan. Namun, tuhan menciptakan wanita dengan
kodratnya menjadi seorang ibu, membuatnya kuat untuk bias bertahan dalam kondisi
apapun, tak terkecuali wanita difabel. Langkah-langkah pemenuhan kebutuhan fisik yang
perlu diperhatikan saat melakukan asuhan persalinan kebutuhan khusus:
a. Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas san keluarga/ pendamping
tentang kehamilan (tanda bahaya kehamilan), persalinan, nifas, KBPP dan manajemen
laktasi.
b. Memberikan konseling persalinan kepada pendamping maupun penyandang
disabilitas bahwa harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan difasilitas pelayanan
kesehatan
c. Pengenalan dan pemanfaatan buku KIA
d. Persalinan pada penyandang disabilitas dilaksanakan sesuai keadaan klinis pasien atau
sesuai hasil pemeriksaan pada masa kehamilan
e. Konseling kesehatan ibu dan anak
f. Mengenali tanda awal persalinan seperti perut mules secara teratur, keluar lendir
bercampur darah dari jalan lahir atau keluar cairan ketuban.

6. Pelayanan Persalinan Pada Ibu Penyandang Disabilitas


a. Promotif
1) Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas dan keluarga/pendamping
tentang kehamilan (tanda bahaya kehamilan), persalinan, nifas, KBPP, dan
manajemen laktasi.
2) Memberikan konseling persalinan kepada pendamping maupun penyandang
disabilitas bahwa harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3) Pengenalan dan pemanfaatan buku KIA.
b. Preventif
1) Persalinan pada penyandang disabilitas dilaksanakan sesuai keadaan klinis pasien
atau sesuai hasil pemeriksaan pada saat masa kehamilan.
2) Konseling kesehatan ibu dan anak.
3) Mengenali tanda awal persalinan seperti perut mulas secara teratur, keluar lendir
bercampur darah dari jalan lahir atau keluar cairan ketuban.

17
c. Tata laksana
1) Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar. Pelayanan
dilakukan minimal oleh bidan yang memiliki STR dan sesuai kewenangannya.
Persalinan normal dapat dilakukan di FKTP, namun untuk persalinan dengan
komplikasi dilakukan di FKRTL yang ditolong oleh dokter spesialis.
2) Pelayanan ibu bersalin dimulai dari kala I sampai dengan kala IV persalinan.
Pelayanan persalinan diberikan mengikuti Pedoman Asuhan Persalinan Normal.
Sebelum pelayanan persalinan dilakukan, ibu yang akan bersalin ditawarkan
pelayanan salah satu metode kontrasepsi.
3) Untuk Pedoman Asuhan Persalinan Normal, terdapat 5 aspek pelayanan yaitu:
a) Membuat keputusan klinik
b) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
c) Pencegahan infeksi
d) Pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan
e) Rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi
f) baru lahir
4) Penyandang disabilitas dapat bersalin dengan normal asal dipastikan keadaan ibu
dan bayi tidak ada komplikasi/ masalah. Untuk disabilitas intelektual maupun fisik
perlu pendampingan keluarga/orang terdekat untuk mendukung ibu pada saat
melahirkan.

C. Persiapan Nfas Pada Ibu Berkebutuhan Khusus


1. Nifas
Masa nifas atau masa puerperium merupakan masa dimana keluarnya darah dari jalan
lahir setelah melahirkan, yang lamanya berkisar 40-60 hari. Masa ini dialami wanita dari
beberapa jam setelah melahirkan bayi dan plasenta, hingga kirakira 6 minggu setelah
melahirkan dan alat-alat kandungan kembali normal sepertikeadaan sebelum hamil.
Nifas merupakan darah yang keluar dari rahim akibat melahirkan atau setelah
melahirkan. Masa nifas terhitung setelah plasenta keluar dan selesai ketikaalat-alat
kandungan kembali ke keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu atau 42
hari. Namun pemulihan pada masa nifas secara menyeluruh memerlukan waktu 3 bulan.
Masa ini disebut juga masa puerperium. Puerperium berasal dari Bahasa latin yaitu, “puer”

18
yang artinya bayi dan “parous” yang artinya melahirkan. Jadi, puerperium bermakna
melahirkan bayi.

2. Tahapan dalam Masa Nifas


Menurut Indriyani (2013), tahapan dalam masa nifas dibagi menjadi tiga periode, yaitu :

a. Periode immediate postpartum atau puerperium dini


Periode ini dimulai segera setelah persalinan sampai 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada periode ini, seringkali terjadi masalah seperti perdarahan, sehingga harus
memeriksa kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, mengecek tekanan darah dan suhu
secara teratur.
b. Periode intermedial atau early postpartum
Periode ini terhitung sejak setelah 24 jam setelah persalinan dan berakhir pada satu
minggu pertama setelah persalinan. Pemeriksaan yang harus dilakukan pada periode ini
yaitu, memastikan tidak adanya perdarahan, involusio uteri dalam keadaan normal,
lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, dan ibu mengonsumsi makanan dan cairan
yang cukup, serta dapat menyusui bayinya dengan baik.
c. Periode late postpartum
Periode ini mulai sejak setelah 1 minggu setelah persalinan hingga sekitar 5 minggu
setelah persalinan. Pada fase ini, tetap diperlukan perawatan dan pemeriksaan sehari-
hari dan konseling KB.

3. Perubahan Psikologi Nifas


Pada minggu pertama pasca melahirkan, banyak wanita menunjukkan gejala depresi
ringan hingga berat dan gejala neurosis traumatik. Namun, biasanya akan membaik kembali
tanpa atau dengan pengobatan. (Indriyani, 2013). Adapun fase fase adaptasi ibu nifas
meliputi:

a. Fase taking in
Fase ini dialami pada hari pertama dan kedua pasca melahirkan. Pada fase ini, fokus
utama ibu ada pada dirinya sendiri. Ibu memerlukan istirahat yang cukup untuk
mencegah kurang tidur dan kelelahan.
b. Fase taking hold
Fase ini akan dialami ibu pada hari ketiga sampai hari kesepuluh. Pada fase ini, ibu
akan merasa khawatir akan kemampuan dan tanggung jawabnya untuk merawat bayi.

19
Penyuluhan dalam merawat bayi adalah edukasi yang tepat untuk diberikan pada fase
ini untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu.
c. Fase letting go
Fase ini dialami setelah hari kesepuluh. Pada fase ini, ibu mulai menyesuaikan diri
dengan bayinya.

4. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


a. Nutrisi dan Cairan
Segera setelah proses melahirkan, ibu dianjurkan untuk mengonsumsi 1 kapsul vitamin
A 200.000 IU dan mengonsumsi 1 kapsul kedua setelah 24 jam mengonsumsi kapsul
pertama. Pada masa nifas, ibu dianjurkan untuk menambahkan 500 kalori/hari dengan
gizi seimbang untuk mencukupi kebutuhan nutrisi.
b. Ambulasi
Ibu nifas normal dianjurkan untuk melakukan posisi miring kiri dan kanan pada posisi
tidur dan memperbanyak berjalan. Hal ini akan membantu proses pemulihan ibu dan
mencegah troboemboli.
c. Eliminasi
Segera setelah proses melahirkan, ibu dianjurkan untuk buang air kecil agar tidak
mengganggu kontraksi uterus. Pada 24 jam pertama, ibu juga dianjurkan untuk buang
air besar.
d. Kebersihan Diri
Setelah 2 jam pemantauan postpartum, ibu diperbolehkan mandi. Ibu dianjurkan untuk
mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah membersihkan genitalia,
mengganti pembalut minimal 2 kali sehari atau ketika pembalut tampak basah dan
kotor.
e. Istirahat
Ibu nifas dianjurkan untuk tidur malam selama 7-8 jam dan istirahat di siang hari
sekitar 2 jam. Berikan motivasi kepada keluarga untuk meringankan pekerjaan ibu
selama masa nifas.
f. Seksual
Berhubungan seksual sebaiknya dilakukan setelah 6 minggu pasca melahirkan karena
pada fase ini, masih terjadi proses pemulihan khususnya pada serviks yang baru
tertutup sempurna setelah 6 minggu.
g. Perawatan Payudara

20
Selama masa nifas, ibu dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan payudara agar tidak
mengganggu proses pemberian ASI dan mencegah iritasi.
h. Keluarga Berencana
Wanita pasca melahirkan dianjurkan untuk menunda kehamilan setidaknya 2 tahun agar
bayinya dapat memperoleh ASI yang cukup. Pasangan suami istri dianjurkan untuk
memilih metode kontrasepsi dan membuat perencanaan keluarga berencana.

5. Komplikasi pada Masa Nifas


Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada masa nifas, yaitu (Bidan dan Dosen
Kebidanan Indonesia, 2018)
a. Perdarahan Pasca Melahirkan
Perdarahan ini ditandai dengan keluarnya darah lebih dari 500 ml atau jumlah perdarahan
melebihi normal setelah melahirkan bayi. Hal ini akan memengaruhi tanda-tanda vital,
kesadaran menurun, pasien lemah, menggigil, berkeringat dingin, hiperkapnia, dan Hb
<8g%.
b. Infeksi pada Masa Nifas
Infeksi pada masa nifas ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh ibu sampai 38oC atau
lebih. Hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri pada traktus genitalia pada saat proses
persalinan.
c. Keadaan abnormal pada Payudara
Payudara yang abnormal ditandai seperti puting susu lecet, payudara bengkak, dan
puting susu datar atau tertanam.
d. Eklampsia dan Preeklampsia
Eklampsia merupakan serangan kejang secara tiba-tiba pada wanita hamil, bersalin, atau
nifas yang sebelumnya sudah menunjukkan gejala preeklampsia (Bidan dan Dosen
Kebidanan Indonesia, 2018). Eklampsia postpartum adalah serangan kejang secara tiba-
tiba pada ibu postpartum. Preeklampsia berat ditandai dengan tekanan darah >160
mmHg, proteinuria ≥2+, dan adanya edema pada ekstremitas.
e. Disfungsi Simfisis Pubis
Disfungsi simfisis pubis adalah kelainan dasar panggul dari simfisis ossis pubis hingga
os coccygeus. Hal ini disebabkan oleh persalinan yang membuat otot dasar panggul
lemah dan menurunkan fungsi otot dasar panggul.
f. Nyeri Perineum

21
Ibu yang memiliki luka perineum saat proses persalinan akan merasakan nyeri perineum.
Nyeri yang dirasakan ini akan menyebabkan ibu takut untuk bergerak pasca melahirkan.
Hal ini akan menyebabkan subinvolusi uteri, pengeluaran lokhea menjadi tidak lancar,
dan perdarahan postpartum.
g. Inkontinensia Urine
Menurut International Continence Society (ICS) dalam Bidan dan Dosen Kebidanan
Indonesia (2018), inkontinensia urine adalah pengeluaran urine yang tidak dapat
dikendalikan. Hal ini akan menyebabkan rasa tidak nyaman.
h. Nyeri Punggung
Nyeri punggung pasca melahirkan adalah gejala postpartum jangka panjang yang
disebabkan karena tegangnya postural pada sistem muskuloskeletal akibat persalinan.
i. Koksidinia
Koksidinia adalah nyeri kronis pada tulang ekor atau ujung tulang punggung yang
berdekatan dengan anus. Nyeri ini bisa dirasakan Ketika adanya tekanan secara langsung
pada tulang tersebut seperti saat duduk.

6. Tujuan Kunjungan Nifas


Tujuan kunjungan nifas adalah sebagai berikut.
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas
maupun bayinya

7. Jadwal Kunjungan Nifas


Menurut Kementerian Kesehatan RI (2020), jadwal kunjungan pada masa nifas sebagai
berikut.
a. Kunjungan nifas pertama/KF1 (6 jam – 2 hari postpartum)
Pada kunjungan pertama, asuhan yang perlu dilakukan adalah melakukan pencegahan
perdarahan dan meberikan konseling pencegahan akibat atonia uteri, mendeteksi dan
perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan jika diperlukan, pemberian
ASI awal, memberikan edukasi tentang cara mepererat 18 hubungan ibu dan bayi,
menjaga bayi agar tetap sehat dan mencegah hipotermi (Sari & Rimandini, 2014)

22
b. Kunjungan nifas kedua/KF2 (3 - 7 hari postpartum)
Pada kunjungan kedua, asuhan yang dilakukan meliputi memastikan involusi uteri tetap
berjalan normal, kontraksi uterus baik, TFU di bawah umbilicus, dan tidak ada
perdarahan yang abnormal, menilai adanya infeksi dan demam, memastikan ibu dapat
beristirahat dengan baik, mengonsumsi nutrisi dan cairan yang cukup, dan dapat
menyusui bayinya dengan baik, serta memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir (Sari & Rimandini, 2014)
c. Kunjungan nifas ketiga/KF3 (8 hari – 28 hari postpartum)
Asuhan yang diberikan pada kunjungan ketiga sama dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan kedua
d. Kunjungan nifas keempat (29 hari – 42 hari postpartum)
Pada kunjungan keempat, asuhan yang diberikan adalah memberikan konseling KB
secara dini dan menanyakan hal-hal yang menyulitkan ibu selama masa nifas (Sari &
Rimandini, 2014).

8. Persiapan Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan (Nifas) pada ibu


Penyandang Disabilitas
Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan (nifas) pada penyandang disabilitas
meliputi:
a. Promotif
1) Pelayanan masa nifas pada penyandang disabilitas dilaksanakan dengan melibatkan
keluarga/pendamping atau care giver, setelah sebelumnya dilaksanakan konseling
oleh petugas kesehatan.
2) Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas dan pendamping mengenai
pentingnya ASI Eksklusif bagi bayi dan anjuran untuk menyusui sampai usia 2 tahun
(dapat dilakukan sejak ANC).
3) Pengenalan dan pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
b. Preventif
1) Fasilitasi manajemen laktasi bagi penyandang disabilitas untuk memerah,
penyimpanan, dan pengiriman ASI (apabila bayi dititipkan ke keluarga), melalui
penyediaan fasilitas alat perah (breast pump), botol ASI, kulkas/lemari pendingin dan
lain sebagainya.
2) Konseling kesehatan ibu dan anak.

23
c. Tata laksana
1) Pelayanan pasca persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat)
yang kompeten dan memiliki STR.
2) Pelayanan masa nifas dilaksanakan minimal 4 kali dengan waktu kunjungan ibu dan
bayi baru lahir bersamaan yaitu:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah persalinan.
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7hari setelah persalinan.
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan.
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan.
3) Jenis pelayanan masa nifas meliputi:
a) Pelayanan pada ibu nifas
(1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu
(2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
(3) Pemeriksaan lokhia dan perdarahan
(4) Pemeriksaan jalan lahir
(5) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Ekslusif
(6) Pemberian kapsul vitamin A
(7) Pelayanan KB PP
(8) Konseling, dan Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas
b) Pelayanan pada bayi baru lahir
(1) Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
(2) Manajemen Terpadu Bayi Muda yang merupakan bagian dari Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS)
(3) Skrining Bayi Baru LahirPemberian Komunikasi, Informasi,
(4) Edukasi kepada ibu dan keluarganya.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan kebidanan komprehensif dan berkesinambungan adalah memberikan asuhan


yang menyeluruh, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan ibu, yang dilaksanakan secara
berkesinambungan sejak hamil, bersalin, sampai dengan masa nifas. Tidak terkecuali pada
ibu dengan berkebutuhan khusus. Baik berkebutuhan khusus secara fisik maupun psikologi.
Materi ini sangat penting bagi mahasiswa bidan untuk mengetahui asuhan kehamilan
pada penyandang disabilitas , asuhan persalinan pada penyandang disabilitas dan asuhan nifas
pada penyandang disabilitas. Standar pelayanan kesehatan reproduksi pada penyandang
disabilitas sama seperti standar pelayanan kesehatan reproduksi pada non disabilitas. Sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas salah
satu hak bagi penyandang disabilitas adalah memiliki hak atas kesehatan reproduksi.

B. Saran

Dalam makalah ini terdapat penjelasan bahwa kita sebagai bidan dan tenaga
kesehatan agar dapat memberikan asuhan kepada penyandang disabilitas yang sesuai dengan
peran bidan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dimana salah satu hak bagi
penyandang disabilitas adalah memiliki hak atas kesehatan reproduksi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Armini, N. K. A., Ynitasari, E., Triharini, M., Kusumaningrum, T., Pradanie, R., & Nastiti, A.
A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Maternitas 2. In Fakultas Keperawatam Universitas
Airlangga (Vol. 1).

Fatkhiyah, N., Rejeki, S. T., & Atmoko, D. (2020). Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care
Berdasarkan Faktor Maternal. Jurnal SMART Kebidanan, 7(1), 29.

Fatimah, & Nuryaningsih. (2017). Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Kehamilan. In Journal of
Chemical Information and Modeling (Vol. 53).

Hermawan, L. C., & dkk. (2022). Buku Saku Bidan Desa untuk SIBUBA-P4K Plus. Jakarta
Pusat : Kompak

Kementerian Kesehatan. (2018). Pentingnya Pemeriksaan Kehamilan (ANC) di Fasilitas


Kesehatan. Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat. Retrieved from
http://promkes.kemkes.go.id/pentingnyapemeriksaan-kehamilan-anc-di-fasilitas-kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi


bagi penyandang disabilitas usia dewasa. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Yulizawati, Insani, A. A., Sinta, L. E., & Andriani, F. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Pada Persalinan. Siduarjo : Indonesia Pustaka.

26

Anda mungkin juga menyukai