Kelompok 3 - Persaipan Anc, Inc & PNC Ibu Berkebutuhan Khusus
Kelompok 3 - Persaipan Anc, Inc & PNC Ibu Berkebutuhan Khusus
BERKEBUTUHAN KHUSUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK
DENGAN KONDISI RENTAN
DOSEN PENGAMPU : MUSTIKA HANA HARAHAP, SST, M.KM, M.Keb
DISUSUN OLEH
KELOMPOK III
1. CHICA RAHMADANI PUTRI (23611056)
2. EFNA YANTI LUBIS (23611010)
3. KHAIRUN NISWAH (23611017)
4. NAOMI RAWATINA DONGORAN (23611026)
5. NURMI YANNA PURBA (23611028)
6. NURPA (23611029)
7. PUTRI NOVITA (23611058)
8. RIZKA YULIANTI (23611035)
9. RIZKY AZNY (23611036)
10. SALSA BILLA (23611055)
11. SASMITA (23611037)
12. SURYA DEWI (23611041)
13. TALITHA SHABRINA ALYA (23611042)
14. TRISNA FADILAH (23611044)
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
A. Kesimpulan ................................................................................................... 25
B. Saran .............................................................................................................. 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan Continuity Of Care (COC) merupakan asuhan secara berkesinambungan dari
hamil sampai dengan Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya penurunan AKI & AKB.
Kematian ibu dan bayi merupakan ukuran terpenting dalam menilai indikator
keberhasilan pelayanan kesehatan di Indonesia, namun pada kenyataannya ada juga
persalinan yang mengalami komplikasi sehingga mengakibatkan kematian ibu dan bayi
(Maryuani, 2011;105). Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan.
Menurut World Health Organization (WHO) didunia pada tahun 2016 Angka
Kematian Ibu (AKI) sebesar 527.000 jiwa. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
didunia sebesar 10.000.000 jiwa (WHO, 2016). Bedasarkan hasil sementara Suvei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2016 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
mencapai 26 1000 kelahiran hidup.
Penyandang disabilitas umumnya memiliki keterbatasan akses dalam memperoleh
pelayanan kesehatan Sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam
kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin yang disebabkan masih adanya pembatasan,
hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilanganhak penyandang disabilitas.
Stigma, prasangka, dan penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan
berisiko hidup dalam kemiskinan.
Salah satu permasalahan kesehatan pada penyandang disabilitas terkait kesehatan
seksual dan reproduksi, diantaranya masih kurangnya pengetahuan komprehensi
mengenai HIV dan pengetahuan kontrasepsi. Penelitian HWDI (2016) menyebutkan
hanya 5% perempuan tuna rungu dan aktif secara seksual yang menggunakan kondom
saat melakukan hubungan seks. Sementara itu 75%) responden tidak memiliki asuransi
kesehatan dan tidak tahu dimana dapat mengakses layanan kesehatan seksual dan
reproduksi. Kebutuhan seksual dan perkawinan responden juga diabaikan oleh orang tua,
pengasuh, dan keluarga. Selain itu juga dilaporkan adanya kasus perkosaan dan bentuk
kekerasan seksual lainnya di berbagai tempat seperti sekolah, rumah pribadi, tempat
kerja, dan tempat umum lainnya terhadap responden.
Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan telah menyusun Pedoman Pelayanan
Kesehatan Reproduksi bagi penyandang Disabilitas Netra dan Rungu Wicara bagi
1
Tenaga Kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat. Pedoman tersebut berisi materi
tentang kesehatan reproduksi untuk penyandang disabilitas anak dan remaja untuk dua
tipe disabilitas, yakni netra dan rungu-wicara. Mengingat upaya peningkatan kesehatan
reproduksi dilaksanakan melalui pendekatan siklus hidup, dimana kebutuhan akan
pelayanan kesehatan untuk setiap tahapan individu berbeda, serta untuk memenuhi
amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, maka
perlu disusun pedoman sebagai panduan pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi
bagi penyandang disabilitas usia dewasa (18 tahun ke atas).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pelayanan antenatal care pada ibu berkebutuhan khusus ?
2. Apa yang dimaksud dengan pelayanan persalinan pada ibu berkebutuhan khusus ?
3. Apa yang dimaksud dengan pelayanan post partum pada ibu berkebutuhan khsusu ?
C. Tujuan Penulis
1. Mengetahui pelayanan antenatal care pada ibu berkebutuhan khusus.
2. Mengetahui pelayanan persalinan pada ibu berkebutuhan khusus.
3. Mengetahui tentang pelayanan nifas pada ibu berkebutuhan khusus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persiapan ANC Pada Ibu Berkebutuhan Khusus
1. Antenatal Care (ANC)
Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu
selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan. Kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan dianjurkan yaitu 2 kali pada
trimester 1, 1 kali pada trimester II dan minimal 3 kali pada trimester III.
Asuhan kehamilan mengutamakan pelayanan berkesinambungan (Contiiunity Of Care)
sangat penting bagi wanita hamil untuk mendapatkan pelayanan dari seseorang yang
profesional, sebab dengan begitu perkembangan kondisi ibu dan janin dapat dipantau dengan
baik. Pemberian pelayanan antenatal pada ibu berkebutuhan khusus tidak berbeda dengan ibu
hamil normal lainnya. Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus
memberikan pelayanan berkualitas sesuai standar.
3
3. Pengertian Psikologi Kebidanan Depresi Saat Kehamilan
Psikologis ibu hamil diartikan sebagai periode krisis, saat terjadinya gangguan dan
perubahan identitas peran. Definisi krisis merupakan ketidakseimbangan psikologi yang
disebabkan oleh situasi atau tahap perkembangan. Awal perubahan psikologi ibu hamil yaitu
periode syok, menyangkal, bingung, dan sikap menolak. Persepsi wanita bermacam-macam
ketika mengetahui dia hamil, seperti kehamilan suatu penyakit, kejelekan atau sebaliknya
yang memandang kehamilansebagai masa kreatifitas dan pengabdian kepada keluarga. Faktor
penyebab terjadinya perubahan psikologi wanita hamil ialah meningkatnya produksi hormon
progesteron. Hormon progesteron mempengaruhi kondisi psikisnya, akan tetapi tidak
selamanya pengaruh hormon progesteron menjadi dasar perubahan psikis, melainkan
kerentana daya psikis seseorang atau lebih dikenal dengan kepribadian.
Wanita hamil yang menerima atau sangat mengharapkan kehamilan akan lebih
menyesuaikan diri dengan perubahan. Berbeda dengan wanita hamil yang bersikap menolak
kehamilan. Mereka menilai kehamilansebagai hal yang memberatkan ataupun mengganggu
estetika tubuhnya seperti gusar, karena perut menjadi membuncit, pinggul besar, payudara
membesar, capek dan letih.
4
5. Pengaruh Psikologis Pada Ibu Hamil
a. Ambivalen
Merupakan kondisi yang menggambarkan suatu konflik atau permasalahan perasaan.
Umumnya seperti cinta dan benci. Hampir setiap wanita hamil memiliki sedikit rasa
ambivalen ini. Misalnya saja membenci makanan A menjadi tiba-tiba menyukai
makanan tersebut.
b. Perubahan Seksual
Banyak wanita hamil mengalami penurunan gairah seksual dari awal semester atau 3
bulan pertama. Tidak berarti semua wanita hamil memiliki perubahan seksual
menurun,
c. Stress
Merasa stress atau tertekan bisa saja terjadi pada ibu hamil, terutama mereka yang
sedang melewati trimester pertama. Dukungan emosional sangat penting terhadap ibu
hamil trimester pertama.
d. Sensitif
Ibu hamil sering kali merasa sensitif dan juga merasa bahwa apa yang dilakukan
orang menyinggung. Sifat sensitif ini bukan hanya mempengaruhi banyakmorang,
namun juga mood ibu tersebut.
e. Sering merasa khawatir
Ibu hamil seringkali mendapatkan bayangan akan hal buruk kehamilannya. Sehingga
sangat alamiah jika seorang ibu merasa khawatir akan segala hal yang ada, bahkan
kegiatan normal seperti minum, duduk, berdiri dan sebagainya. Bagi mereka jangan
sampai apa yang dilakukan menyebabkan kesalahan dan menjadikan kehamilannya
bermasalah apalagi sampai kehilangan janin dan lainnya.
f. Ketakutan berlebih
Ketakutan berlebih bias menjadi hal yang paling sering terjadi pada ibu hamil.
Terkadang ibu mengalami beberapa hal yang tidak tahu alasannya. Namun ibu tiba-
tiba mengalami gajala serangan panic tertentu seperti jantungan, berdebar-debar,
pusing, gemetar, dada terasa nyeri maupun kesulitan bernafas. Ketakutan berlebihan
ini akan menjadi masalah jika benar-benar mengganggu kegiatan dan juga
mengganggu pandangan ibu terhadap kahamilannya.
g. Melakukan hal yang tidak disukai
5
Ibu hamil sering kali memilki perasaan seperti halnya melakukan hal yang mereka
suka sebelum hamil namun berubah menjadi hal yang tidak mereka sukai selama
hamil.
h. Apapun serba salah
Banyak ibu hamil merasa kewalahan dengan pengaruh psikologis yang satu ini.
Mereka tidak tahu apa yang salah dan apa yang buruk, namun dalam berbagai
kegiatan masakan dan penampilan rasanya apapun serba salah.
i. Mimpi buruk
Kekhawatiran yang berlebihan dapat membahayakan janin dan ibu. Sehingga
terkadang kekhawatiran yang berlebihan dapat terbawa kedalam mimpi dan menjadi
ketakutan tersendiri. Mimpi yang muncul saat tidur, bukan tak mungkin merupakan
representasi dari kekhawatiran dan ketakutan tersebut, atau bahkan muncul sebagai
mimpi buruk.
j. Sebal dengan suami
Kondidi ini sebenarnya tidak terjadi pada semua ibu hamil. Namun jika ibu
mengalami perubahan perasaan terhadap suami, bias jadi alas an utamanya adalah
adanya perubahan emosi yang bergejolak dan berdampak kepada orang lain dan yang
paling dekat adalah suami. Implementasi dari perubahan dan gejolak emosi ini bias
beragam dan salah satunya adalah benci.
6
kehamilan timbul kembali pada trimester tiga dan banyak ibu yang merasa dirinya
jelek. Disamping itu, ibu mulai merasa sedih karena akan berpisah dari bayinya dan
kehilangan perhatian khusus yang diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu
memerlukan keterangan dan dukungan suami, keluarga dan bidan.
d. Pada awal kehamilan, seorang perempuan akan beradaptasi terhadap peran barunya
untuk menerima kehamilan dan menyesuaikan diri terhadap peran barunya kedalam
kehidupan kesehariannya. Ia harus bisa merubah konsep diri menjadi calon orangtua.
Secara bertahap, ia berubah dari seseorang yang focus pada diri sendiri, menjadi
seseorang yang berkomitmen untuk memberi kasih saying pada individu lain. Pada
tahap ini, ia memiliki tugas perkembangan untuk menerima kehamilannya. Meskipun
belum ada tanda pasti, mengidentifikasi peran baru, dan mengatur kembali
hubungannya dengan lingkungan sekitar karena kehamilannya.
e. Setelah perempuan merasakan quickening pada trimester kedua, ia mulai mengalihkan
perhatiannya kedalam kehamilannya. Ia menerima janin yang ada dalam
kandungannya, sebagai bagian yang tumbuh dan terpisah dari dirinya yang
memerlukan asuhan. Waktu dimana perempuan sudah mampu mmembedakan dirinya
dengan janin yang dikandungnya, merupan awal hubungan peran ibu dan anak yang
melibatkan sebuah tanggung jawab.
f. Pada fase akhir kehamilan, seorang perempuan mulai realistis menerima peran
sebagai ibu yang mempersiapkan diri untuk melahirkan dan mengasuh anaknya.
Pencapaian peran sebagai seorang ibu melalui perubahan psikologis dalam kehamilan
ini, merupakan tugas seorang perempuan yang harus tercapai, karena jika mengalami
kegagalan dapat memeberikan dampak negative. Depresi dalam kehamilan merupakan salah
satu dampak kegagalan pencapaian peran. Kehamilan dengan depresi, selain berpengaruh
terhadap ibu juga mempengaruhi kesejahteraan janin dalam kandungan dengan meningkatkan
resiko terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) dan kecacatan. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh gaya hidup, pemenuhan
nutrisi dan aktifitas ibu hamil dengan depresi.
7
infertile membuatnya menjadi rendah diri, kehilangan kepercayaan diri, dan
mengalihkan perhatian pada hobi, pekerjaan, adopsi anak dan lain sebagainya.
b. Kehamilan palsu
Kehamilan palsu adalah suatu keadaan seorang wanita berada dalam kondisi
menunjukan berbagai tanda gejala kehamilan, tetapi sebenarnya tidak benar-benar
hamil.
c. Kehamilan yang tidak dikehendaki
Kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya terjadi pada remaja akibat hubungan
yang terlampau bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah sebagai akibat dari
kegagalan kontrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin bayi yang ia kandung.
d. Kehamilan dengan keguguran
Abortus spontan adalah suatu keadaan terputusnya suatu kehamilan saat fetus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus (berat 400-1000 gram atau usia kehamilan kurang
dari 28 minggu), sedangkan abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis (Rustam, M,
1998). Kehamilan dengan keguguran menimbulkan sindrom pasca abortus yang
meliputi nangis terus menerus, depresi berkepanjangan, perasaan bersalah, ketidak
mampuan untuk memaafkan diri sendiri, amarah, kesedihan mendalam dll.
e. Kehamilan dengan janin mati
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegawatan
janin dan akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak terobati
(Saifudin, A.B.,2007) pada kondisi ini wanita akan melalui beberapa tahapan proses
berduka yaitu menolak, marah, tawar menawar, depresi dan menerima.
f. Kehamilan dengan ketergantungan obat
Kehamilan dengan ketergantungan obat dapat didefinisikan sebagai kondisi suatu
kehamilan terdapat pola pengguna zat psikoaktif dan zat lain yang memiliki implikasi
berbahaya bagi wanita dan janinnya atau bayi baru lahir (Varney,2007) wanita hamil
dengan ketergantungan obat cenderung memiliki angka depresi, kepanikan, dan fobia
yang lebih tinggi dari pada pria, merasa tidak layak hamil, enggan berinteraksi dengan
pelayanan kesehatan, dan merasa berdosa terhadap janin yang dikandungnya.
8
8. Cara Mengatasi Kondisi Perubahan Psikologis Pada saat Kehamilan
Sebagai seorang bidan tugas utama dalam mengatasi gangguan psikologis pada masa
kehamilan yaitu dengan cara pendekatan terapetik/konseling dan kolaborasi dengan psikolog.
Pencapaian peran seorang ibu dlam masa kehamilan ini perlu dukungan keluarga, social dan
tenaga kesehatan yang luas. Ibu hamil perlu diberikan akses asuhan yang terintegrasi antara
fisik dan psikologis yaitu penerimaan perilakunya, partnership dan konseling. Asuhan yang
terintegrasi ini dapat mendeteksi adanya penyimpangan perilaku psikologis ibu dalam
pencapaian perannya, sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan penapisan penyimpangan
untuk menentukan jenis asuhan psikologis mana yang perlu diberikan. Berdasarkan evidence
based, asuhan terintegrasi yang diberikan mulai awal kehamilan memberikan pengaruh yang
positif terhadap kelangsungan kehamilannyaditrimester akhir, bahkan sampai proses
perslinan. Beberapa langkah mengatasi kondisi perubahan psikologis pada saat kehamilan:
1. Dapatkan informasi dari berbagai sumber tentang perubahan kondisi fisik dan
psikologis pada saat kehamilan, terutama ibu hamil untuk anak pertama.
2. Komunikasi dengan suami segala hal yang dialami oleh ibu hamil, agar terjadi saling
pengertian dan dukungan dari keluarga tentang perubahan yang dialami.
3. Untuk menjaga kesehatan dan perkembangan janin yang normal, rajin checkup/
periksa kehamilan.
4. Makan makanan yang sehat, begizi untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
5. Tetap menjaga penampilan
6. Kurangi kegiatan yang bisa membahayakan pertumbuhan dan perkembangan janin
7. Dengarkan music agar lebih rileks menghadapi setiap perubahan yang ada
8. Melakukan senam hamil untuk dapat membantu ibu hamil menormalkan perubahan
psikologis
9. Latihan pernafasan yang teratur untuk mempersiapkan fisik pada waktu melahirkan
Beberapa langkah mengatasi kondisi perubahan psikologis pada saat kehamilan pada
permasalahan yang ada :
9
Peran konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana senyaman mungkin agar
klien merasa bebas mengepresikan pikiran-pikiran yang sulit.
3) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Luar Nikah
Penatalaksanaan yang bias dilakukan guna menangani permasalahan ini adalah dengan
konseling humanitik. Dimana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri
keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada dasarnya semua manusia itu baik.
Sebagai konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakteristik
yaitu empati, positif regard (Acceptance) dan Congruence (Genuineness).
4) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan yang Tidak Dikehendaki
Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda pada penanganan pada
kehamilan diluar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik konselingnya, karena
kehamilan ini terjadi pada wanita yang telah manikah yaitu dengan konseling pasangan.
5) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Keguguran
Konseling kejiwaan dan psikologis. Pada dasarnya konseling pada wanita post aborsi
tidak jauh berbeda dengan konseling karena kehilangan, dimana dalam konseling ini
harus memperhatikan setiap fase dalam setiap penerapannya.
6) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Janin Mati
Dalam memberikan bantuan dan konseling pada ibu dengan janin mati harus
disesuaikan dengan fase dimana ia berada. Dengan memperhatikan hal itu diharapkan
bantuan yang diberikan adalah bantuan yang tepat.
7) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan Obat
Dalam penanganan permasalahan ini perlu dilakukan konseling dengan menggunakan
pendekatan behavioristic, dimana konselor membantu klien untuk belajar bertindak
dengan cara-cara yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi
atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan dan adaptif. Tujuan konseling yang
diberikan adalah untuk mengubah tingkah laku yang maladaptive dan belajar tingkah
laku yang lebih efektif. Dalam hal ini bidan harus mampu membantu klien untuk
mengubah tingkah laku maladaptive nya yang tentu melalui tahapan-tahapan proses
yang berkelanjutan.
10
9. Peran Bidan menjangkau dan melayani ibu hamil penyandang disabilitas
Situasi yang Dihadapi Apa yang Harus Dilakukan keterangan
Uraian kondisi ibu hamil Rekomendasi cara/ respon untuk Catatan tambahan yang harus
penyandang disabilitas bidan dalam memahamidan menjadi perhatian bidan
yang harus dihadapi menghadapi kondisi ibu hamil untuk memahami
bidan dengan keragaman penyandang disabilitas dengan kondisi/situasi ibu hamil
disabilitas serta keragaman disabilitas dan penyandang disabilitas dalam
hambatannya hambatannya berinteraksi/berkomunikasi,
disabilitasnya mengingat/memahami
informasi maupun potensi
efek/pengaruh atas kondisi
tertentu yang mungkin terjadi
Hambatan komunikasi Bidan dapat mencari dan Ada kebutuhan
dan interaksi sosial menemukan orang sebagai pendampingan ibu hamil
dari ibu hamil pendukung ibu hamil penyandang penyandang disabilitas
penyandang disabilitas disabilitas (suami, ibu, anggota melalui orang terdekat.
keluarga lain atau tetangga) yang Dukungan yang diberikan
dapat dipercaya dan mamiliki diantaranya:
kemampuan untuk berinteraksi g. Membantu
serta berkomunikasi dengan komunikasi antara
kedua belah pihak bidan dengan ibu
hamil penyandang
disabilitas apabila
mengalami hambatan
komunikasi
h. Membantu
memberikan
penjelasan/ kepada
ibu hamil penyandang
disabilitas terkait
kondisi kehamilan ,
dan petunjuk yang
harus dihindari
maupun praktik baik
11
untuk menjaga
kesehatan ibu dan
bayi
i. Membantu memantau
kondisi ibu hamil
penyandang
disabilitas dan
memberikan
informasi secara
intensif kepada bidan.
12
trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga yang dilakukan oleh bidan
dan/atau dokter dan atau dokter spesialis kebidanan, baik yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR).
b. Pemeriksaan dalam ANC meliputi berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai
keadaan umum (fisik) dan psikologis penyandang disabilitas hamil.
c. Standar pelayanan ANC adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu hamil
dengan memenuhi kriteria 10 T yaitu:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas/LILA)
4) Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri);
5) Tentukan presentasi janin dan DenyutJ antung Janin (DJJ);
6) Skrining status imunisasi tetanus danberikan imunisasi Tetanus difteri (Td)
bila diperlukan
7) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
8) Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya),
pemeriksaan protein urin (bila ada indikasi); yang pemberian pelayanannya
disesuaikan dengan trimester kehamilan. Ibu hamil wajib diperiksa HIV, sifilis
dan hepatitis
9) Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan
10) Temu wicara (konseling)
13
1. Intranatal Care
Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian kejadian
pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput
janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri).
14
persalinan kepada ibu dan melakukan pemeriksaan ibu. Menurut Harumawati (2012),
menyatakan bahwa dalam persalinan ada empat hal yang perlu dipersiapkan, yaitu:
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik persiapan persalinan meliputi kesiapan kondisikesehatan ibu,
meliputi kesiapan hal-hal yang berkaitan denganperubahan fisiologis selama
hamil sampai menjelang persalinan.pengaturan kebutuhan nutrisi saat kehamilan,
serta upaya perencanaanpersiapan persalinan dan pencegahan komplikasi yang
mencakuptanda-tanda bahaya dan tanda-tanda persalinan.
2. Persiapan psikologis
Salah satu yang harus dipersiapkan ibu menjelang persalinan yaitu hindari
kepanikan dan ketakutan dan bersikap tenang, dimana ibu hamil dapat melalui
saat-saat persalinan dengan baik dan lebih siapserta meminta dukungan dari orang-
orang terdekat. Perhatian dankasih sayang tentu akan membantu memberikan
semangat untuk ibu yang akan melahirkan dan merupakan motivasi tersendiri
sehinggalebih tabah dan lebih siap dalam menghadapi persalinan.
3. Persiapan finansial
Persiapan finansial bagi ibu yang akan melahirkan merupakan suatukebutuhan yang
mutlak harus disiapkan, dimana berkaitan denganpenghasilan atau keuangan yang
dimiliki untuk mencukupi kebutuhanselama kehamilan berlangsung sampai persalinan
seperti menyiapkanbiaya persalinan, menyiapkan popok bayi dan perlengkapan lainnya.
Menyiapkan pendonor darahketika dibutuhkan transfusi darah setelah persalinan
merupakan halyang perlu dipertimbangkan dan disiapkan.
4. Persiapan kultural
bu harus mengetahui adat istiadat, kebiasaan, dan tradisi yang kurang baik terhadap
kehamilan agar persiapan yang berhubungan dengan kebiasaan tidak baik selama
kehamilan dapat dihindari. Kepercayaandan budaya akan perilaku yang pantas selama
masa kehamilan akanmempengaruhi respon suami maupun petugas kesehatan
terhadap kebutuhan ibu.
15
khusus saja. Pilih konsultan kesehatan yang memiliki sikap perhatian, cepat tanggap
dan terampil.
2) Sertakan asisten rumah tangga yang terampil
Asisten rumah tangga yang terampil akan sangat membantu saat penyandang
disabilitas membutuhkan pertolongan menghadapi proses kehamilan, melahirkan,
serta pasca melahirkan. Pilih asisten rumah tangga yang dapat menemani sepanjang
waktu dan siaga. Utamakan asisten rumah tangga yang dapat berfikir kritis dan dapat
mengambil tindakan cepat untuk mengantisipasi setiap keadaan
3) Periksa keadaan rumah sakit atau kondisi tempat bersalin
Periksa penyediaan aksesibilitas dirumah sakit atau tempat bersalin
4) Pastikan ada pendampingan dari pasangan atau keluarga
Saat mendekati hari kelahiran pastikan pasangan atau keluarga dapat membantu ibu
berkebutuhan khusus ketika mulai masuk ruang perawatan sebelum melahirkan.
Sebab, pasangan atau keluarga yang dapat memberikan dukungan secara psikologis
dan menolong bila mereka harus melakukan mobilitas seperti kelaboratorium atau ke
kamar kecil.
5) Persiapan teknik khusus saat memberikan ASI kepada bayi
Beberapa rumah sakit menggunakan alat gendongan bayi yang dilengkapi tali
pengaman yang dapat digunakan. Adapula yang menggunakan teknik mendekap bayi
dengan posisi bayi tengkurap diatas dada ibunya
16
5. Persalinan Dan Kelahiran Pada Kebutuhan Khusus Secara Fisik Dan Psikologi
Ketika seorang wanita lahir dalam keterbatasan fisik, pesimistis dalam diri mungkin
hadir seiring dengan keterbatasan kemampuan. Namun, tuhan menciptakan wanita dengan
kodratnya menjadi seorang ibu, membuatnya kuat untuk bias bertahan dalam kondisi
apapun, tak terkecuali wanita difabel. Langkah-langkah pemenuhan kebutuhan fisik yang
perlu diperhatikan saat melakukan asuhan persalinan kebutuhan khusus:
a. Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas san keluarga/ pendamping
tentang kehamilan (tanda bahaya kehamilan), persalinan, nifas, KBPP dan manajemen
laktasi.
b. Memberikan konseling persalinan kepada pendamping maupun penyandang
disabilitas bahwa harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan difasilitas pelayanan
kesehatan
c. Pengenalan dan pemanfaatan buku KIA
d. Persalinan pada penyandang disabilitas dilaksanakan sesuai keadaan klinis pasien atau
sesuai hasil pemeriksaan pada masa kehamilan
e. Konseling kesehatan ibu dan anak
f. Mengenali tanda awal persalinan seperti perut mules secara teratur, keluar lendir
bercampur darah dari jalan lahir atau keluar cairan ketuban.
17
c. Tata laksana
1) Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar. Pelayanan
dilakukan minimal oleh bidan yang memiliki STR dan sesuai kewenangannya.
Persalinan normal dapat dilakukan di FKTP, namun untuk persalinan dengan
komplikasi dilakukan di FKRTL yang ditolong oleh dokter spesialis.
2) Pelayanan ibu bersalin dimulai dari kala I sampai dengan kala IV persalinan.
Pelayanan persalinan diberikan mengikuti Pedoman Asuhan Persalinan Normal.
Sebelum pelayanan persalinan dilakukan, ibu yang akan bersalin ditawarkan
pelayanan salah satu metode kontrasepsi.
3) Untuk Pedoman Asuhan Persalinan Normal, terdapat 5 aspek pelayanan yaitu:
a) Membuat keputusan klinik
b) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
c) Pencegahan infeksi
d) Pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan
e) Rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi
f) baru lahir
4) Penyandang disabilitas dapat bersalin dengan normal asal dipastikan keadaan ibu
dan bayi tidak ada komplikasi/ masalah. Untuk disabilitas intelektual maupun fisik
perlu pendampingan keluarga/orang terdekat untuk mendukung ibu pada saat
melahirkan.
18
yang artinya bayi dan “parous” yang artinya melahirkan. Jadi, puerperium bermakna
melahirkan bayi.
a. Fase taking in
Fase ini dialami pada hari pertama dan kedua pasca melahirkan. Pada fase ini, fokus
utama ibu ada pada dirinya sendiri. Ibu memerlukan istirahat yang cukup untuk
mencegah kurang tidur dan kelelahan.
b. Fase taking hold
Fase ini akan dialami ibu pada hari ketiga sampai hari kesepuluh. Pada fase ini, ibu
akan merasa khawatir akan kemampuan dan tanggung jawabnya untuk merawat bayi.
19
Penyuluhan dalam merawat bayi adalah edukasi yang tepat untuk diberikan pada fase
ini untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu.
c. Fase letting go
Fase ini dialami setelah hari kesepuluh. Pada fase ini, ibu mulai menyesuaikan diri
dengan bayinya.
20
Selama masa nifas, ibu dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan payudara agar tidak
mengganggu proses pemberian ASI dan mencegah iritasi.
h. Keluarga Berencana
Wanita pasca melahirkan dianjurkan untuk menunda kehamilan setidaknya 2 tahun agar
bayinya dapat memperoleh ASI yang cukup. Pasangan suami istri dianjurkan untuk
memilih metode kontrasepsi dan membuat perencanaan keluarga berencana.
21
Ibu yang memiliki luka perineum saat proses persalinan akan merasakan nyeri perineum.
Nyeri yang dirasakan ini akan menyebabkan ibu takut untuk bergerak pasca melahirkan.
Hal ini akan menyebabkan subinvolusi uteri, pengeluaran lokhea menjadi tidak lancar,
dan perdarahan postpartum.
g. Inkontinensia Urine
Menurut International Continence Society (ICS) dalam Bidan dan Dosen Kebidanan
Indonesia (2018), inkontinensia urine adalah pengeluaran urine yang tidak dapat
dikendalikan. Hal ini akan menyebabkan rasa tidak nyaman.
h. Nyeri Punggung
Nyeri punggung pasca melahirkan adalah gejala postpartum jangka panjang yang
disebabkan karena tegangnya postural pada sistem muskuloskeletal akibat persalinan.
i. Koksidinia
Koksidinia adalah nyeri kronis pada tulang ekor atau ujung tulang punggung yang
berdekatan dengan anus. Nyeri ini bisa dirasakan Ketika adanya tekanan secara langsung
pada tulang tersebut seperti saat duduk.
22
b. Kunjungan nifas kedua/KF2 (3 - 7 hari postpartum)
Pada kunjungan kedua, asuhan yang dilakukan meliputi memastikan involusi uteri tetap
berjalan normal, kontraksi uterus baik, TFU di bawah umbilicus, dan tidak ada
perdarahan yang abnormal, menilai adanya infeksi dan demam, memastikan ibu dapat
beristirahat dengan baik, mengonsumsi nutrisi dan cairan yang cukup, dan dapat
menyusui bayinya dengan baik, serta memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir (Sari & Rimandini, 2014)
c. Kunjungan nifas ketiga/KF3 (8 hari – 28 hari postpartum)
Asuhan yang diberikan pada kunjungan ketiga sama dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan kedua
d. Kunjungan nifas keempat (29 hari – 42 hari postpartum)
Pada kunjungan keempat, asuhan yang diberikan adalah memberikan konseling KB
secara dini dan menanyakan hal-hal yang menyulitkan ibu selama masa nifas (Sari &
Rimandini, 2014).
23
c. Tata laksana
1) Pelayanan pasca persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat)
yang kompeten dan memiliki STR.
2) Pelayanan masa nifas dilaksanakan minimal 4 kali dengan waktu kunjungan ibu dan
bayi baru lahir bersamaan yaitu:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah persalinan.
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7hari setelah persalinan.
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan.
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan.
3) Jenis pelayanan masa nifas meliputi:
a) Pelayanan pada ibu nifas
(1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu
(2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
(3) Pemeriksaan lokhia dan perdarahan
(4) Pemeriksaan jalan lahir
(5) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Ekslusif
(6) Pemberian kapsul vitamin A
(7) Pelayanan KB PP
(8) Konseling, dan Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas
b) Pelayanan pada bayi baru lahir
(1) Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
(2) Manajemen Terpadu Bayi Muda yang merupakan bagian dari Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS)
(3) Skrining Bayi Baru LahirPemberian Komunikasi, Informasi,
(4) Edukasi kepada ibu dan keluarganya.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam makalah ini terdapat penjelasan bahwa kita sebagai bidan dan tenaga
kesehatan agar dapat memberikan asuhan kepada penyandang disabilitas yang sesuai dengan
peran bidan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dimana salah satu hak bagi
penyandang disabilitas adalah memiliki hak atas kesehatan reproduksi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Armini, N. K. A., Ynitasari, E., Triharini, M., Kusumaningrum, T., Pradanie, R., & Nastiti, A.
A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Maternitas 2. In Fakultas Keperawatam Universitas
Airlangga (Vol. 1).
Fatkhiyah, N., Rejeki, S. T., & Atmoko, D. (2020). Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care
Berdasarkan Faktor Maternal. Jurnal SMART Kebidanan, 7(1), 29.
Fatimah, & Nuryaningsih. (2017). Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Kehamilan. In Journal of
Chemical Information and Modeling (Vol. 53).
Hermawan, L. C., & dkk. (2022). Buku Saku Bidan Desa untuk SIBUBA-P4K Plus. Jakarta
Pusat : Kompak
Yulizawati, Insani, A. A., Sinta, L. E., & Andriani, F. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Pada Persalinan. Siduarjo : Indonesia Pustaka.
26