Anda di halaman 1dari 10

I.

Tujuan Percobaan

a. Memahami prinsip-prinsip analisis kuantitatif kompleksometri


b. Menerapkan analisis kompleksometri untuk menentukan kadar magnesium
dalam sampel

II. Tinjauan Pustaka

A. Pegertian Titrasi Kompleksometri


Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai zat
pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri
adalah garam dinatrium etilendiamin tetraasetat (Na2EDTA). Ion-ion yang
dapat terukur menggunakan metode ini adalah kalsium (Ca2+) dan
mangnesium (Mg2+). Logam alkali tanah (kalsium dan Magnesium)
membentuk senyawa kompleks yang tidak stabil pada pH<10, oleh karena itu
untuk menetapkan titik akhir titrasi digunakan indikator logam dan
dapar/penyangga yang sesuai. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam
harus lebih lemah dari ikatan kompleks larutan titer dan logam. Indikator yang
banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah biru hidroksi naftol
dan Eriochrome Black T (EBT) (Anonim,1979).
Titrasi logam oleh kompleksimetri secara tradisional mrnggunakan EDTA
ketika konsentrasi 0,001 M atau lebih besar. Titrasi menggunakan EDTA
mempunyai banyak kelebihan dan kekurangan.
• Kelebihan :
1. Ramah lingkungan
2. Ekonomis
3. Stabil
4. Berlangsung dengan cepat
5. Penanganan stoikiometrik dan kuantitatifnya mudah
6. Konstanta formasi umumnya tinggi yang menghasilkan kurva titrasi
yang tajam.

• Kekurangan :

Tidak selektif karena titrasi menentukan konsentrasi total semua logam


dan biasanya tidak bisa menitrasi larutan dengan konsentrasi kurang dari
0,001M. selain itu, sebagian besar tidak stabil, karena titrasi ini mengikat
beberapa logam yang ireversibel. (Skoog et al, 2014).

Titrasi kompleksometri dapat melibatkan reaksi pembentukan kompleks


atau reaksi subtitusi ligan, dimana ligan pada ion pusat atau logam digantikan
oleh ligan. Pada titrasi kompleksometri terutama yang melibatkan EDTA, pH
sangat menentukan agar titik ekuivalensinya tepat. Untuk itu suatu buffer
diperlukan, namun agar kerja buffer sesuai dengan yang dikehendaki, maka
larutan yang akan ditambah buffer harurs neral. Penetralan larutan harus tidak
menyebabkan terjadinya pengendapan pada buffer terutama jika larutan asam
dinetralkan dengan basa (Abdul, M.M, 2005).

Dalam Farmakope Indonesia titrasi kompleksometri digunakan untuk


menentukan kadar bismuth subkarbonat, subkarbonitrat, kalsium karbonat,
kalsium klorida, kalsium gulkonat, kalsium hydrogen fossfat, kalsium
hidroksida, dan kalsium laktat (Ibnu Gholib Gandjar,dkk, 2007).

B. Macam-macam titrasi kompleksometri


Menurut Ibnu Gholib Gandjar,dkk, (2007), macam-macam titrasi
kompleksometri ada lima, yaitu :
1. Titrasi Langsung
Titrasi langsung merupakan titrasi yang mudah dan sering digunakan.
larutan ion yang akan ditetapkan akan di tambah larutan buffer pH 10 dan
indikator logam yang sesuai dengan titrasi tersebut dengan larutan baku
dinatrium adetat. Untuk mencegah pengendapan logam hidroksi atau
garam basa dengan buffer, dilakukan penambahan pembentuk kompleks,
misalnya tartrat, sitrat, atau trietanol amin.
2. Titrasi Kembali
Cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida pada
pH yang dkehendaki untuk titrasi. Senyawa yang tidak larut misalnya,
sulfat dan kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks
sangat lambat dan ion-ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil
dengan natrium edetat daripada dengan indikator.
3. Titrasi subtitusi
Titrasi ini dilakukan apabila ion logam tidak memberikan titik akhir
yang jelas atau ion tersebut membentuk kompleks dinatrium edetat lebih
stabil daripada logam lain apabila dititrasi dengan langsung atau kembali.
Kalsium, raksa, dan timbal adalah logam yang menggunakan cara ini
dengan ditambahkan indikator hitam eriokrom dan mendapatkan hasil
yang memuaskan.
4. Titrasi tidak langsung
Titrasi ini dapat digunakan untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion
yang tidak bereaksi dengan pengkelat. Contohnya batiburat yang tidak
bereaksi dengan EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan
dengan ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1.
Setelah pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks dipindahkan
dengan cara penyaringan dan dilarutkan kembali dalam larutan EDTA.
Larutan baku Zn(II) dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini
menggunakan indikator yang sesuai untuk mendeteksi titik akhir.
5. Titrasi alkalimetri
Pada titrasi ini proton dari dinatrium edetat dibebaskan oleh logam berat
dan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan reaksi
tersebut
Mn+ + H2Y2- → (MY)n-4 + 2H+
Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini sebelum ditritrasi harus
dalam suasan netral terhadap indikator yang digunakan. penetapan titik
akhir menggunakan indikator asam-basa atau secara potensiometri.
Pilihan lain suatu campuran iodat-iodida ditambahkan disamping larutan
EDTA, dan iod yang disebabkan dititrasi dengan larutan tiosulfat.

C. Kelebihan Tritasi Kompleksometri


EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi tertentu.
Selektivitas dalam titrasi dapat diukur dengan pengendalian pH, missal Md,
Cr, Ca, dan Ba dapat di titrasi pada pH 11; Mn2+, Fe, Co, Ni. Zn, Cd, Al, Pb,
Cu, Ti, dan V dapat di titrasi pada pH 4-7, terakhir pada logam Hg, Bi, Co,
Fe, Cr, Ga, In, Sc, Ti, V, dan Th dapat dititrasi dengan pH 1-4. EDTA sebagai
natrium, Na2H2Y sendiri merupakan standar primer dan tidak memerlukan
standarisasi lebih lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan.
Suatu titik ekivalensi dapat dengan mudah dicapai dalam titrasi tersebut dan
akhirnya untuk menerapkan titrasi tersebut pada operasi penentuan kadar
logam pada skala semi mikro (Khopkar, 1998)

D. EDTA
EDTA(ethylene diamine tetra acetic) adalah padatan kristal putih, sedikit
larut dalam organic. Ditemukan di Jerman Barat pada tahun 1935 dan
pelarutnya (Rudolf Pribil dan Robert A. Chalmers,1982).
EDTA dapat digunakan untuk titrasi Ca dihadapan Mg dengan seng atau
murexide sebagai indikator (Khopkar, 1998).
Menurut Khopkar (1998), titrasi EDTA mempunyai tipikal khusus yaitu
penentuan kalsium dan magnesium dalam air keras (yang umum digunakan).
Di sini total (Ca + Mg) dititrasi pada pH 10 dengan indikator EBT.
EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam
kecuali logam alkali seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks
yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi logam-
logam ini dengan EDTA dilakukan pada pH buffer ammonia pH 10.
Persamaan reaksi umum pada titrasi kompleksometri adalah:
Mn+ + Na2EDTA ↔ (MEDTA)n-4 + 2H+
Pada standarisasi Na2EDTA, digunakan indikator biru hidroksi naftol.
Menurut Anonim (1997), indikator ini bekerja pada pH 12-13 dengan
perubahan warna dari merah ke biru. Bila tidak pada pH tersebut makan titik
akhir titrasi tidak akan stabil. Sehingga, untuk menjaga kestabilan pH
digunakan NaOH encer.
EDTA berpotensi sebagai ligan seksidentat yang dapat berkontribusi
dengan sebuah ion logam melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya.
Diketahui dari spektrum inframerah dan pengukuran lainnya bahwa ion
kobalt(III) yang membentuk sebuah kompleks EDTA oktrahedral. Dalam
kasus ini, EDTA atau kuadridentat dengan satu atau gugus karboksilnya bebas
dari interasksi kuat dengan logam (Underwood, 2002)
Selektiviitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, missal mg, ca,
Cr, dan Ba dapat di titrasi pada pH 11 EDTA. Sebagian besar titrasi
kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda
dengan pengompleksannya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator jenis ini contohnya EBT; phyrocatechholviolet;
xylenol orange; calmagit; 1-(-2- piridil-azonaftol). PAN, zincon, asam
salsiliat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 1998).
Banyak nya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah
selektivitas menjadi masalah penting. Selektivitas dapat diperbaiki dengan
mengendalikan pH pemakaian pengompleks sekunder, pemilihan penitratnya
dan pengendalian laju reaksi. Misalnya Ca dan Mg dapat dititrasi pada pH 10
dengan penambahan nitrit glikolat yang menggunakan EDTA dan inikator
EBT ( Basset, 1994).
Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir (Basset, 1994) :
1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir
semua non logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan
berwarna kuat.
2. Reaksi warna harus spesifik.
3. Kompleks indikator logam harus memiliki kestabilan yang cukup.
4. Kompleks indikator harus kurang stabil dibandinng kompleks EDTA.
5. Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks indikator logam harus
sedemikian sehingga mudah diamati.

E. Kesedahan Air
Kesedahan merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion logam
valensi dua kation seperti Ca2+ dan Mg2+. Pada umumnya air sudah berasal
dari daerah dimana lapis tanah atas tebal dan ada pembentukan batu kapur
(Sutrisno,2002).
Kesedahan air dipahami menjadi kuran kapasitas air untuk mengendapkan
sabun, yang dalam praktiknya jumlah konsentrasi semua kation polivalen
hadir dalam air (Ca, Mg, Sr, Ba, Fe, Al, Mn, dll). Kemudian kekerasan
didefinisikan sebagai jumlah ca dan mg konsentrasinya, ditentukan denga
metode EDTA trimetri dan dinyatakan dalam mmol/l (ISO, 1984) atau
sebagai caco3 setara dalam mg/l. jenis anion ditemukan diagram ini yang
memmbedakan antara dua jenis kekerasan karbonat. Jumlah kekerasan
meliputi kekerasan sementara dan kekerasan permanen (Ramya,dkk,2015).
Menurut Park, et al. (2007) dan Sutrisno (2002), air dengan tingkat
kesedahan tinggi dapat menimbulkan beberapa masalah seperti menyebabkan
kerak pada katel.
Menurut Gabriel (2001), berdasarkan Jenis anion yang diikat oleh kation
(Ca2+ dan Mg2+) kesedahan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kesedahan sementara
Kesedahan yang disebabkan oleh ion Ca2+ dan Mg2+ yang berkaitan
dengan ion karbonat dan dan bikarbonat.
2. Kesedahan tetap
Kesedahan yang disebabkan oleh ion Ca2+ dan Mg2+ yang berkaitan
dengan ion Cl-, SO42-, dan NO3-. Misalnya CaCl3 dan MgSO4.
Titrasi EDTA untuk penentuan kesedahan air merupakan contoh yang baik
sekali. Kesedahan ialah besar kadar mg dan ca. Bila ditentukan jumlah kedua
kation, maka ditentukan kesedahan total dan sebaliknya dapat dicari
kesedahan parsial, yaitu kesedahan magnesium atau kesedahan kalsium saja
(Harjadi, 1993).

III. Alat dan Bahan

A. Alat
Berikut ini adalah beberapa alat yang digunakan dalam analisis
kompleksometri dapat dilihat pada tabel.
No. Nama alat Ukuran (mL) Jumlah
1. Labu ukur
2. Neraca
3. Buret
4. Pipet ukur
5. Gelas beker
6. Erlenmeyer
7. Pipet volum
8. Pipet tetes
9. Pengaduk kaca
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam analisis kompleksomteri.

B. Bahan
Berikut ini adalah beberapa bahan yang digunakan dalam analisis
kompleksometri dapat dilihat pada tabel.
Volume Kadar Densitas
No. Nama bahan Massa (g)
(mL) (%) (g/mol)
1. EDTA
2. MgSO4.7H2O
3. NH4Cl A.R
4. NH4OH pekat
5. Indikator EBT
6. Tri ethanol amine
7. Etanol absolut
8. Aquades
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam analisis kompleksometri.

IV. Cara Kerja


Berikut adalah cara kerja dari percobaan analisis kompleksometri.

A. Pembuatan Larutan Standard EDTA 0,1 M


Timbang 9,365 gram EDTA dengan teliti, masukkan ke dalam gelas
beker,larutkan dengan aquades 100 ml. Pindahkan larutan ke dalam labu
ukur 250ml dan tambahkan aquades sampai batas garis dan kocok sampai
homogen.

B. Pembuatan Larutan Buffer pH 10


Melarutkan 17,5 gram NH4Cl A.R ke dalam 142 ml NH4OH pekat
kemudian pindahkan ke dalam labu ukur 250 ml dan tambahkan aquades
sampai batas garis dan kocok hingga homogen.

C. Langkah-langkah Penentuan Magnesium dalam Larutan Sampel


Ambil 10 ml larutan sampel, encerkan dengan 40 ml air dan tambahkan 0,9
ml larutan buffer (pH = 10 ) dan 1-2 tetes indikator EBT . Titrasi dengan
larutan EDTA 0,1 M sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi
biru. Karena pembentukan kompleks tidak serentak, hendaknya pada lwaktu
mendekati titik akhir, titrasi dilakukan pelan-pelan dan hati-hati sambil
dikocok.

D. Indikator EBT dibuat dengan melarutkan 0,2 gram zat warna ini ke dalam
15 ml tri ethanol amine dan 5 ml etanol absolut.

V. Diagram Alir
A. Pembuatan Larutan Standar EDTA
9,365 g larutan
EDTA

Aquades
Neraca secukupnya
Ditambah

Dipindahkan
Gelas Labu ukur
100 mL Aquades
beker 250 mL

Kocok sampai
homogen

Gambar 1. Diagram alir pembuatan larutan standar EDTA 0,1 M

B. Pembuatan Larutan Buffer pH 10

Dilarutkan
142 mL Na4OH Gelas beker 17,5 g NH4Cl
pekat

Labu ukur Aquades


250 mL secukupnya

Kocok sampai
homogen
Gambar 2. Diagram alir pembuatan lauran buffer pH 10

C. Penentuan Magnesium dalam Larutan Sampel


10 mL larutan sampel +
10 mL air + 0,9 mL Larutan EDTA
larutan buffer pH 10

Erlenmeyer 1-2 tetes indikator EBT Buret

Dititrasi

Titrasi pelan-pelan dan


kocok hati-hati

Perubahan warna
merah ke biru
Gambar 3. Diagram alir penentuan magnesium dalam larutan sampel.

D. Indikator EBT
15 mL Trietanol
amine + 5 mL etanol
absolute

Gelas beker Dilarutkan


0,2 g zat warna ini

Gambar 4. Diagram alir indicator EBT

Anda mungkin juga menyukai