Anda di halaman 1dari 20

1

A. KOMPONEN-KOMPONEN DALAM BATUBARA

1. Air
Air dalam batubara di bagi menjadi dua bagian yaitu air bebas (free moisture), air yang
terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap normal dimana
kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama penambangan, transportasi,
penyimpanan dan lain-lain. Air lembab (moisture in air dried) yaitu air yang terikat secara
fisika dalam batubara dan mempunyai tekanan uap di bawah normal.
2. Karbon, Hidrogen dan Oksigen
Karbon, hidrogen dan oksigen merupakan unsur pertama pembentukan batubara. Dari ketiga
unsur ini dapat memberikan gambaran mengenai umur, jenis dan sifat-sifat dari batubara.
3. Nitrogen
Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen dalam batubara
terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan karbon.
4. Sulfur
Sulfur dalam batubara terdapat sebagai berikut :
a. Sulfur besi dan sering di sebut sebagai pirit sulfur
b.Sulfur sulfat dalam bentuk kalsium sulfat dan besi sulfat
c. Sulfur organik
5. A b u
Abu yang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral yang terikat
kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida, kalsium oksida, titan
oksida dan oksida alkali. Mineral-mineral ini tidak menyublim pada pembakaran di bawah
925oC. Abu yang terbentuk ini diharapkan akan keluar sebagai sisa pembakaran.
6. Klor
Pada umumnya logam-logam alkali seperti natrium, kalium dan litium terikat sebagai garam
klorida, sedangkan kadarnya antara 0,3 – 0,4%.

B. MANFAAT BATUBARA
1. Batubara sebagai bahan bakar langsung
a. Bahan bakar pada ketel uap
b. Bahan bakar untuk industri semen
c. Penggunaan batubara pada industri kecil
d. Penggunaan batubara pada rumah tangga
2. Batubara sebagai bahan bakar tidak langsung
a. Proses gasifikasi
b. Pencairan batubara
2

c. Pembriketan
d. Suspensi
3. Batubara bukan sebagai bahan bakar
a. Sebagai elektroda
b. Sebagai reduktor
c. Sebagai bahan baku industri kimia
4. Pemanfaatan sisa pembakaran batubara
a. Abu batubara dapat digunakan dalam industri bahan bagunan, industri semen
portland.
b. Gas batubara dapat digunakan sebagai bahan dasar kimia.

C. KARAKTERISTIK BATUBARA

Sifat fisik dan komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah masih berbentuk
endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi
pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang terjadi selama masa waktu geologi, cara-cara
penambangan dan pengolahan yang telah dialaminya. Dalam beberapa hal pencucian dan pengolahan
dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara tersebut menjadi dapat dimanfaatkan.
Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki lewat pencucian adalah :
1. Menghasilkan produk yang lebih uniform
2. Distribusi ukuran yang optimum
3. Kandungan moisture optimum
4. Mengurangi kandungan mineral

 Moisture (AIR)
Air yang ada di batubara akan ikut terangkut atau tersimpan bersama batubara. Bila banyaknya
dalam jumlah besar, akan meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan pada penanganannya.
Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket dan akan menyulitkan pada
hopper atau chute pada waktu menggerusnya. Adanya moisture akan menurunkan nilai panas dan
sebagian panas juga hilang pada penguapan air.
Air pada batubara terdapat pada :
1. Permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau air
permukaan
2. Rongga-rongga kapiler disebut inherent moisture
3. Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air hydrasi
4. Bagian organic dari batubara disebut air dekomposisi
3

Air permukaan mempunyai tekanan uap normal (air biasa), sedangkan inherent moisture yang berada
di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih rendah dari normal. Air total adalah jumlah air permukaan
dan inherent moisture dari batubara pada waktu analisis.
 Volatile Matter (Zat Terbang)
 Porositas
 Berat Jenis
 Grindability dan Friability
Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir halus untuk
penggunan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan batubara standar yang dipilih
sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara akan lebih sukar digerus bila index grindability-
nya lebih kecil dari 100.
 Weathering
 Komposisi Ukuran
 Kekuatan
 Abrasiveness
 Impurities Batubara
Impurities yang terbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan :
- Impurities yang akan membentuk abu
- Impurities yang mengandung sulfur
Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada.

 Kandungan Sulfur
Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat bervariasi mulai dari jumlah
yang sangat kecil (traces) sampai 4% atau lebih. S terdapat 3 bentuk utama adalah :
1. Sulfur Piritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi dalam abu,
terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa, veins, joints, balls dsb) dan mikrodeposit (partikel-
partikel halus yang terdisseminasi).
2. Sulfur Organik, jumlahnya sekitar 20 – 80 % dari sulfur total dan secara kimia terikat dalam
substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat (dan sulfida) selama
proses pembatubaraan.
3. Sulfur sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya sangat kecil
kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.
Makrodeposite dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sementara
mikrodeposit dari sulfur organik dan sulfat sulit dihilangkan.

 Sifat-sifat Plastis Batubara


4

Apabila batubara bituminous dipanaskan, ia akan mengalami suatu seri perubahan fasa :
1. Partikel batubara melunak (pada temperatur + 400oC) dan mencair.
2. Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur
3. Pemuaian berhenti pada temperatur disekitar 500 oC ketika batubara kehilangan plastisitasnya
dan mulai membeku membentuk struktur porous yang disebut kokas.
Tingkah laku batubara antara temperatur pelunakan dan temperatur pembekuan kembali
(resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara. Plastisitas akan teramati ketika telah
terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi proses depolimerisasi batubara, diikuti dengan
munculnya produk cair yang akan merubah komponen lain menjadi plastis dan gas yang membentuk
gelembung-gelembung. Ketika gelembung-gelembung lewat melalui pori-pori besar dan rekahan dari
partikel batubara, ia melawan tahan dari batubara plastis tersebut. Hasilnya seluruh batubara memuai
(swell). Pemuaian berhenti ketika batubara kembali membeku ketika produk cairselanjutnya
terdekomposisi membentuk zat terbang.

 Sifat Muai(Swelling)
Swelling properties diukur dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran pembesaran volume
batubara apabila ia dipanaskan dibawah kondisi pemanasan tertentu. FSI digunakan untuk
meramalkan kecenderungan batubara membentuk kokas bila dipanaskan pada alat tertentu. Batubara
yang FSI-nya 2 atau kurang, bukan merupakan coking coal yang baik, sedangkan yang menunjukkan
index antara 4 sampai 8 akan menunjukkan sifat coking yang baik (FSI dapat mulai 0 – 9).

D. FAKTOR-FAKTOR PEMBAKARAN

Pembakaran pada bahan bakar batubara merupakan proses pelepasan energi


panas yang dihasilkan dari reaksi combustible material dengan oksida
(oksigen dalam udara). Tujuan utama dari proses pembakaran adalah
memaksimalkan pelepasan energi dengan meminimalkan kerugian-kerugian
yang mungkin timbul selama proses pembakaran. Faktor utama yang
mempengaruhi proses pembakaran antara lain :

1. Temperature, yaitu suhu yang cukup untuk terjadinya penyalaan dan


menjaga penyalaan bahan bakar.
2. Turbulence, efek turbulensi akan berpengaruh terhadap pencampuran
antara serbuk batubara dengan oksigen pada udara. Turbulensi yang
baik menghasilkan campuran yang merata sehingga mengurangi
kerugian akibat un-burnt carbon.
3. Time, adalah kecukupan waktu untuk terjadinya tahapan-tahapan
proses pembakaran hingga semua combustible material bereaksi
sempurna dengan oksigen dan melepaskan energi panas.
5

4. Oxygen, merupakan reaktan utama pada reaksi pembakaran sehingga


kecukupan oksigen sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan
pembakaran. Oleh karena itu dalam aplikasinya selalu digunakan excess
air (oksigen berlebih) untuk menjamin kecukupan oksigen untuk reaksi.

E. PROSES PEMBAKARAN BATUBARA

Reaksi utama pada proses pembakaran batubara terdiri dari


reaksi combustible material (C, H, dan S) dengan oksigen yang menghasilkan
produk pembakaran sempurna berupa gas CO 2 dan H2O. Persamaan reaksi
pembakaran dapat dituliskan sesuai persamaan 1 sampai 3 sebagai berikut,

2H + O2 –> 2H2O (1)

2H + O2 –> 2H2O (2)

C + O2 –> CO2 (3)

Gambar 1. Proses pembakaran batubara

1. Drying

Drying merupakan proses awal batubara untuk menghilangkan moisture yang


terkandung pada permukaan ataupun pada pori-pori batubara. Proses
pengeringan ini terjadi sebelum batubara bercampur dengan udara
pembakaran di furnace. Pengeringan dimulai pada saat batubara bercampur
dengan primary air di mill, sedangkan sisa moisture yang terletak dalam pori-
6

pori yang sangat kecil pada batubara akan dikeringkan di


dalam furnace karena membutuhkan temperatur yang lebih tinggi untuk
menguapkan moisture tersebut.

2. Devolatilisasi/Pirolisis

Setelah kadar air dihilangkan maka temperatur dari partikel semakin


meningkat sehingga partikel mulai terdekomposisi dan terjadi proses
pelepasan zat–zat yang mudah menguap (volatile matter). Volatile
matter merupakan bagian dari bahan bakar padat yang bisa terbakar. Bagian
ini terdiri dari bagian yang ringan sampai berat. Bagian yang ringan akan
menguap terlebih dahulu. Volatile matter keluar rongga bahan bakar dan
memenuhi pori-pori. Hal ini menyebabkan oksigen dari luar tidak dapat
masuk kedalam partikel. Pada tahap ini terjadi pemanasan partikel tanpa
kehadiran oksigen yang disebut pirolisis. Sebagian dari gas hasil pirolisis
bereaksi dengan air dan gas produk pirolisis lain. Tabel 1 menunjukkan
reaksi- reaksi yang terjadi selama pirolisis.

Tabel 1 Reaksi Kimia pada proses devolatilisasi/pirolisis

Carbon–oxygen reaction C + ½ O2 → CO
Boudouard reaction C + CO2 → 2CO
Carbon water reaction C + H2O → CO + H2
Hydrogenation reaction C + 2H2 → CH4
Water – gas shift reaction CO + H2O → CO2 + H2
Methanation CO + 3H2 → CH4 +H2O
Hasil pirolisis terbakar dan membentuk nyala yang memperbesar
devolatilisasi. Pada bagian yang lain uap air akan mengalir keluar melewati
pori-pori sehingga temperatur pembakaran turun. Setelah seluruh air keluar
maka nyala api akan lebih besar dan temperatur naik.

3. Pembakaran Char (Kabon Tetap)

Char atau fixed carbon merupakan gumpalan matriks karbon dengan sedikit
hidrogen yang terdapat pada senyawa bahan bakar. Bagian ini sangat berpori
yang berarti luas permukaan bagian dalam sangat besar. Jika terdapat
oksigen maka akan terjadi pembakaran pada char. Char memiliki nilai kalor
yang paling tinggi dibandingkan dengan volatile matter. Ketika terjadi
pembakaran pada char, maka temperatur akan naik lebih tinggi dari
sekitarnya. Proses ini merupakan tahapan akhir dari proses pembakaran pada
bahan bakar padat.
7

Temperatur nyala adalah temperatur pada saat jumlah zat mudah terbakar
meningkat secara cepat dan tepat sebelum bereaksi dengan oksigen secara
kimia. Setiap unsur memiliki temperatur nyala yang berbeda, misalnya karbon
(C) memiliki temperatur nyala sekitar 343 oC. Pada kondisi nyata, setiap zat
tidak terbakar secara tepat pada temperatur nyala. Bentuk ruang bakar, rasio
udara terhadap bahan bakar dan beragam dampak dari campuran zat yang
mudah terbakar mempengaruhi temperatur nyala. Temperatur nyala bahan
bakar batubara umumnya berada pada temperatur nyala karbon. Komponen
volatil pada bahan bakar batubara akan terlepas seiring dengan peningkatan
temperatur, namun tidak akan terbakar sebelum temperatur nyala tercapai.

F. TEKNOLOGI PEMBAKARAN BATUBARA

Proses pembakaran batubara akan berlangsung dengan baik jika tersedia udara
dalam jumlah yang cukup. Proses pembakaran dimulai dari terjadinya oksidasi pada
fasa uap dan penyalaaan vollatile matter (zat terbang) yang terlepas dari batubara yang
selanjutnya menyebabkan menyalanya residu bahan padat (residual char). Tahap
penyalaan volatile matter menyebabkan kestabilan flame (nyala) dan temperatur sehingga
residu padat bisa menyala, sementara pada penyalaan residu padat terjadi mekanisme
reaksi-reaksi yang kompleks yang selanjutnya menghasilkan panas pembakaran.
Batubara dapat dibakar dengan tiga cara : di unggun tetap (fixed bed), di unggun
terfluidakan (fluidized bed) atau pulverized dan di-entrained bed ketiga sistem
pembakaran batubara tersebut dibedakan atas dasar kinematika partikel padatnya, seperti
diilustrasikan dalam Gambar II-1.
Dalam fixed bed, partikel dan gas bergerak secara counter flow. Keadaan partikel
bisa diperkirakan dengan baik sehingga memudahkan dalam pemodelan. Dalam fluidized
bed, partikel teraduk dengan baik dan kelakuan partikel lebih sulit
ditentukan/diperkirakan. Dalam entrained bed, partikel bergerak dengan cepat bersama-
sama dengan gas, partikel-partikel dan gas yang mengelilingi cenderung bergerak
bersama-sama.

1. Pembakaran dalam Unggun Tetap (Fixed Bed Combustion)


Dalam semua stokers, batubara baru bilamana diberikan panas awal, akan
mengeluarkan air dan volatile matter-nya. Residu padat, air dan volatile matter yang
lepas, dan udara pembakaran bereaksi dengan cara-cara yang berbeda, tergantung pada
konfigurasi aliran.
Ada tiga pola dasar pengumpulan batubara dan udara yang telah dikembangkan:
8

 Overfeed (spreader)
Pada pola pengumpanan overfeed, aliran batubara dan udara saling berlawanan
(countercurrent). Batubara baru yang telah diumpankan dipanaskan lewat kontak dengan
batubara yang sudah terbakar yang ada dibawahnya dan juga oleh gas- gas pembakaran
yang mengalir berlawanan arah.

 Underfeed
Pada pola pengumpanan underfeed, aliran batubara dan udara terjadi secara paralel dan
biasanya mengalir ke atas.

 Crossfeed (vibrating)
Pola pengumpanan Crossfeed merupakan pola pengumpanan udara dan bahan bakar yang
banyak diterapkan. Dalam pola ini batubara sebagai bahan bakar bergerak secara
horizontal, sementara udara bergerak dari bawah ke atas dengan sudut yang tepat.

2. Pulverized Coal Combustion

Pada pembakaran pulverized coal, partikel-partikel batubara harus cukup halus agar bisa
dimasukan oleh udara pembakaran. Ukuran batubara untuk pembakaran bahan bakar
pulverized adalah –200 mesh (-74 pm), dengan jumlah partikel batubara berukuran –200
mesh semakin banyak dari 65-70% untuk lignit dan sub-bituminus yang mudah terbakar
serta sampai 80-85% untuk batubara bituminus.
Berdasarkan abu yang dikeluarkan apakah dalam keadaan kering atau dalam bentuk lebur
(molten) oleh tanur pembakarannya maka unit proses pembakaran pulverized coal ini
dibedakan menjadi:
9

 Dry Bottom Firing

Operasi unit abu kering lebih sederhana dan lebih fleksibel terhadap perubahan jumlah
dan sifat-sifat batubara dibandingkan dengan unit wet bottom firing. Kerugian utama
unit dry bottom firing ini adalah karena ukurannya lebih besar (sehingga lebih mahal) dan
sekitar 80-90% abu harus dikeluarkan dari boiler dan presipitator hopper dalam bentuk
debu yang sangat halus.

 Wet Bottom Firing

Unit wet bottom firing ini dikembangkan untuk mengatasi masalah penanganan debu
dengan cara membuat abu lebih berat, berbentuk granular dan tinggal dalam tanur lebih
banyak dibandingkan dalam unit abu kering.
Unit proses ini mempunyai kerugian:
- Kurang fleksibel terhadap pemilihan batubara
- Lebih banyak terjadi fouling
- Korosi eksternal
- Pembentukan NOx yang lebih tinggi

 Slurry Firing

Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan agar bahan bakar lebih mudah ditransportasikan,
disimpan dan digunakan dibandingkan dalam bentuk padat. Bahan bakar dalam bentuk slurry ini
diantaranya coal-water mixtures(CWM).
- CWM merupakan campuran antara batubara berukuran halus dan air dengan perbandingan
tertentu serta dengan penambahan aditif tertentu untuk menjaga kestabilan fluida agar
batubara tidak dapat mengendap. Tujuan utama CWM adalah agar dapat ditransportasikan
dengan pipa-pipa sehingga lebih murah biaya transportasinya dibandingkan biaya
transportasi batubara dalam keadaan padat. Yang perlu diperhatikan dalam CWM ini adalah
dalam masalah penyimpanan yang membutuhkan tempat khusus, kestabilan fluida dalam
waktu tertentu, masalah dewatering baik secara termal maupun mekanik, dan masalah
keberhasilan dalam pembakaran
- Coal-Oil Mixtures(COM) COM merupakan campuranantara batubarahalus dan minyak
dengan perbandingan tertentu. COM tidak terlalu menimbulkan masalah menyangkut
keberhasilan dalam pembakaran, dibandingkan CWM.

 Tanur Cyclone

Pengembangan metode pembakaran pulverized coal diantaranya adalah dengan


menginjeksikan udara dan batubara secara tangensial dan dengan kecepatan
tinggi ke dalam tanur cyclone horizontal silindris, kemudian membakar batubara
10

tersebut bergerak mengikuti bentuk spiral.

3. Fluidized-Bed Combustion

Dalam pembakaran fluidized-bed, ukuran partikel cukup kecil sehingga bisa


diapungkan oleh aliran udara pembakaran yang bergerak dari bawah ke atas.

G. EMISI PEMBAKARAN BATU BARA

Emisi pembakaran batu bara merupakan hasil sisa pembakaran batu bara yang

terkandung. Emisi pembakaran batu bara antara lain:

1. Abu

Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler

pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat

pozzolan yang berarti abu tersebut dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar

dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat. Dengan adanya sifat

pozzolan tersebut abu terbang mempunyai prospek untuk digunakan berbagai

keperluan bangunan.

Pembakaran batubara dalam pembangkit tenaga listrik terbentuk dua jenis abu

yakni abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel abu yang terbawa gas

buang disebut abu terbang, sedangkan abu yang tertinggal dan dikeluarkan dari

bawah tungku disebut abu dasar. Sebagian abu dasar berupa lelehan abu disebut terak
11

(slag). Komposisi antara abu terbang dan abu dasar tergantung sistem

pembakarannya. Dalam tungku pulverized coal sistem basah antara 45-55 %, dan

tungku underfeed stoker 30-80 % dari total abu batubara.

Abu terbang ditangkap dengan Electric Precipitator sebelum dibuang ke udara

melalui cerobong. PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah

padat dalam bentuk abu. Jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari dapat

mencapai 500 – 1000 ton. Sebagian besar abu terbang dan abu dasar dikumpulkan

dalam pembuangan abu (ash disposal), jumlah abu tersebut demikian banyaknya

sehingga menjadi masalah dalam pembuangannya. Abu batubara tersebut banyak

dimanfaatkan untuk keperluan industri semen dan beton, bahan pengisi untuk bahan

tambang dan bahan galian serta berbagai pemanfaatan lainnya.

2. Oksida Belerang

Unsur belerang terdapat pada batubara dengan kadar bervariasi dari rendah

(jauh di bawah 1%) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam 3

bentuk yakni belerang organik, pirit dan sulfat. Ketiga bentuk belerang tersebut,

belerang organik dan belerang pirit merupakan sumber utama emisi oksida belerang.

Pembakaran batubara, semua belerang organik dan sebagian belerang pirit menjadi

SO2. Oksida belerang ini selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO 3, sedangkan

belerang sulfat disamping stabil dan sulit menjadi oksida belerang kadar relatifnya

sangat rendah dibanding belerang bentuk lainnya.

Oksida-oksida belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan

lelehan abu yang menempel dinding tungku maupun pipa boiler sehingga

menyebabkan korosi. Sebagian SO2 yang diemisikan ke udara dapat teroksidasi

menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga
12

menimbulkan turunnya hujan asam.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah

lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara juga

dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida

belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma

masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket),

sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta

berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut

adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi

batubara.

3. Oksida Nitrogen

Nitrogen umumnya terikat dengan material organik dalam batubara dan

kadarnya kurang dari 2%. Pada pembakaran, nitrogen akan dirubah menjadi oksida

nitrogen dan disebut NOx. Selain nitrogen dari batubara, NOx juga dapat terbentuk

dari nitrogen dalam udara pembakaran.

Zat nitrogen oksida ini dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah

bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat amat halus yang

menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung

dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam.

4. Karbon Monoksida15

Gas karbon monoksida (CO) terbentuk pada pembakaran tidak sempurna. gas

ini dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat

tidak berwarna, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi. Reaksi yang tidak sempurna

antara karbon dan oksigen adalah sebagai berikut:

C + ½ O2 → CO + heat
13

Gas CO merupakan polutan yang dapat mencemari lingkungan terutama

untuk para pekerja di lingkungan tertutup, selain juga menghasilkan energi lebih

rendah. Untuk pembakaran batubara dalam pembangkit listik yang modern,

pembentukan CO biasanya kecil sehingga tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah

oksigen (udara) yang dipasok biasanya sudah dihitung dan dipasok berlebih.

5. Asap dan Gas Hidrokarbon

Asap dan gas hidrokarbon terbentuk pada pembakaran yang sangat tidak

sempurna. Gas-gas hidrokarbon adalah senyawa-senyawa karbon dan hidrogen hasil

pemecahan bahan organik batubara yang belum mengalami oksida oksigen lebih

lanjut, seperti karbon monoksida pembentukan asap dan gas-gas hidrokarbon

menyebabkan rendahnya efisiensi pembakaran bahkan jauh lebih rendah dari yang

diakibatkan oleh pembentukan karbon monoksida.

6. Karbon Dioksida16

Pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, tujuan utamanya adalah

semaksimal mungkin mengkonversikan unsur utama dalam batubara yakni C

(karbon) menjadi CO₂ sehingga dihasilkan energi yang tinggi. Batubara mengandung

kadar karbon paling tinggi dibanding bahan bakar fosil lainnya seperti minyak dan

gas, maka pembakaran batubara dianggap merupakan sumber emisi CO₂ terbesar.

H. METODE PENINGKATAN PEMBAKARAN

Dalam peningkatan pembakaran, terdapat beberapa metode yang digunakan, diantaranya

adalah:

1. Metode peningkatan pembakaran 2 tahap

Metode ini mengurangi udara selama proses pembakaran utama (tahap pertama)

untuk mengurangi NOx dalam proses pengurangan atmosphere, dan sepenuhnya

membakarnya dengan memberikan udara lebih banyak dari api melalui bagian atas

tungku.
14

2. Metode denitrifikasi dalam tungku (pembakaran 3 tahap)

Metode ini menyemburkan bahan bakar ke dalam bagian teratas dari api

pembakarana di dalam tungku untuk memproduksi pengurangan atmosphere yang

dapat mengurangi NOx. Lalu, seperti udara yang diproduksi lebih untuk

pembakaran penuh, NOx pun dihasilkan. Namun, NOx berkurang sekitar 50%

secara keseluruhan.

3. Metode sirkulasi gas buang

Pada metode ini gas buang pada 350-400 C dikembalikan mendekati burner untuk

mengurangi NOx dengan cara mengurangi temperatur pembakaran dan konsentrasi

O2 pada pembakaran. Metode ini membutuhkan kipas dan saluran untuk sirkulasi

gas. Semakin besar sirkulasi gas buang semakin besar pula efek pengontrolan NOx.

Namun, jika sirkulasi gas buang menjadi berlebihan, pembakaran menjadi tidak

stabil.

I. METODE PENANGANAN DEBU

1. Cyclone

Cyclone adalah system yang mengakibatkan perubahan arah aliran gas buang yang

memisahkan dan mengumpulkan partikel terbang dalam gas buang dengan

memanfaatkan daya sentrifugal partikel.

2. Bag filter: teknologi praktis

Metode ini adalah metode pengumpul debu yang menggunakan bahan saringan

kain. Metode ini sedikit dipengaruhi oleh tipe batubara dari pada precipirator

elektrostatik dan mengandalkan perform perangkap debu yang efisien dan stabil.

Kekurangan dari metode ini adalah metode ini mempunyai masalah dengan

kehilangan tekanan yang besar, instalasi memerlukan area yang luas dan

memerlukan penggantian setiap 2 atau tiga tahun sekali.


15

J. METODE BATUBARA BERSIH YANG DIGUNAKAN SELAMA

PEMBAKARAN

1. Integrated coal gasification combined cycle (IGCC)

Mengubah batubara ke dalam gas yang mudah terbakar untuk penggerak turbin gas.

Batubara tanpa gas, dibakar di tungku pembakaran menghasilkan uap, untuk

penggerak steam turbin. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk memperoleh

peningkatan efisiensi.

2. Pressurized fluidized bed combustion combined cycle (PFBCC)

Uap yang digunakan untuk menggerakkan turbine diperoleh dari panas yang dialirkan

dari boiler unggun terfluidakan. Pada saat yang bersamaan gas dari hasil pembakarana

dialirkan untuk menggerakkan turbin yang berbeda pada tekanan dan temperatur yang

tinggi. PFBCC mampu menghasilkan efisiensi yang cukup tinggi dibandingkan

dengan sistem pembangkit konvensional dengan tekanan normal.

3. Fluidized-bed combustion (FBC)

FBC mengurangi emisi SO2 dan NOx dengan pembakaran batubara bubuk secara
16

terkontrol di fluidized-bed. Sulphur dilepaskan dari batubara sebagai SO2, diserap

oleh sorben seperti batu gamping yang disuntikkan ke dalam ruang pembkaran

bersama dengan batubara. FBC beroperasi pada temperatur yang jauh lebih rendah

daripada boiler batubara bubuk konvensional, mengurangi jumlah Nox termal dalam

jumlah besar.

K. PEMANFAATAN BATUBARA

• Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara merupakan salah satu sumber energi terpenting
dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pada PLTU, batubara berperan sebagai sumber
energi untuk mendidihkan air sehingga dihasilkan uap air untuk menggerakan turbin. Misalnya pada
PLTU Suralaya ( Banten ) yang menyupalai listrik untuk wilayah Jawa – Bali
• Sumber Energi Industri Beberapa industri – industri menggunakan batubara sebagai sumber energi
baik untuk tenaga penggerak mesin maupun sebagaisumber energi panas untuk pengolahan bahan
baku, seperti pada industri semen.
• Bahan bakar rumah tangga
17

L. PENANGANAN GAS BUANG BATUBARA

Gas buang batubara adalah gas yang berasal atau yang dihasilkan dari proses pembakaran

batubara. Dalam penanganan gas buang batubara terdapat tiga metode yang dapat

digunakan diantaranya adalah:

1. Desulfurisasi

Yaitu treatmen atau penanganan (pengurangan atau penghilangan) terhadap

kandungan sulfur yang terdapat di batubara. Macam-macam proses desulfurisasi:

- Metode type basah menggunakan kapur:

Didalam proses ini terjadi kontak antara sulfur dioksida (SO2) dengan slurry yang

mengandung batu kapur di dalam absorber. Hasil kontak reaksi tersebut

menghasilkan kalsium asam sulfit. Kalsium asam sulfit ini selanjutnya akan

teroksidasi dengan udara dan membentuk gypsum.

Kelebihan:

1. Gypsum mudah dipasarkan

2. Desulfurisasi tinggi: 92-96 %

3. Penghilangan debu: 70-95%

4. Operasi stabil

Kekurangan:

1. Membutuhkan area yang luas untuk instalasi

2. Membutuhkan air yang banyak’


18

3. Membutuhkan fasilitas pengolahan limbah

4. Biaya konstruksi tinggi

- Metode type basah magnesium-gypsum

Metode ini menambahkan magnesium ke dalam kapur atau batu kapur sebagai

sumber desulfurisasi

- Metode basah dengan alumunium sulfat limestone

Pada metode ini SO2 diserap oleh larutan limestone yang memiliki Ph 3.5.

Kemudian larutan tersebut teroksidasi dengan udara. Selanjutnya baru bereaksi

dengana limetsone dan menghasilkan gypsum

Keuntungan:

1. Kemampuan desulfurisasi 70-95%

2. Biaya peralatan dan fasilitas lebih sedikit dengan menggunakan hydro-cyclone

di thickener

- Metode type basah menggunakan formic acid limestone

Metode ini adalah dengan menambahkan formic acid ke lumpur limestone. Operasi

ini memungkinkan dengan nilai pH larutan penyerap antara 4.5-5.2. volume air

buangan dapat dikuranagi walaupun konsentasi larutan kalsium klorida


19

kemungkinan tinggi,

- Metode kering, semi kering

Pada metode ini, limestone, lime dan sumber desulfurisasi (termasuk CaSO)

dicampur dan ditambahkan dengan air. Kemudian pellet diproduksi dengan ukuran

3-10 mm oleh extruder. Pellet tersebut diuapkan dan akkhirnya desulfurisasi

dilakukan dengan menggunakan media penyerap kering. Adapun fitur penting pada

proses ini diantaranya adalah kemampuan untuk menghilangkan 90% debu.

- Metode desulfurisasi sederhana type kering

Pada type ini limestone dihembuskan langsung ke dala tungku dan desulfuriasasi

dapat dicapai sekitar 70-80% dengan ketersediaan semprotan pendingin diantara

pemanas udara dan dust collector.

2. Denitrifikasi

Yaitu treatment atau penanganan terhadap gas nitrogen baik yang berasal dari

batubara ataupun yang berasal dari proses pembakaran batubara. Nox dihasilkan

oleh pembakaran bahan bakar terutama terdiri dari NO dan NO2 dengan NO

biasanya dihitung lebih dari 95% dari Nox.

Metode peningkatan pembakaran utamanya mengontrol volume bahan bakar Nox


20

yang dihasilkan dengan mengurangi temperatur api di dalam boiler dan dianggap

sebagai perhitungan dasar untuk mengurangi NOx.

Anda mungkin juga menyukai