MAKALAH Teknologi Biofuel
MAKALAH Teknologi Biofuel
ISRIYANTI SAFITRI
0002.07.25.2022
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya peradaban manusia serta kemajuan teknologi dan
transportasi, mendorong pertumbuhan industri yang dengan sendirinya akan
memberikan dampak negatif dengan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
bahan bakar minyak (BBM). Jika kondisi ini berlangsung terus menerus yang
disertai dengan menurunnya ketersediaan minyak bumi, maka lambat laun dunia
akan mengalami masalah baru yaitu krisis energi. Salah satu langkah dalam
mengatasi masalah tersebut adalah mengembangkan dan memanfaatkan bahan
bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan-bahan
dari alam yang jumlahnya sangat melimpah.
Salah satu contoh bahan bakar alternatif yang bahan bakunya
memanfaatkan limbah adalah briket. Briket merupakan bahan bakar padat yang
terbuat dari limbah organik, limbah pabrik maupun dari limbah perkotaan. Bahan
bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti bahan
bakar minyak yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara
massal. Pembuatan biobriket tergolong mudah, karena teknologinya sangat
sederhana (Syahrir, 2017).
Briket dapat menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan
energi terkhusus pada industri-industri yang memerlukan bahan bakar minyak
(BBM) dalam jumlah yang banyak. Briket dapat dibuat dari limbah organik baik
secara konvensional maupun dengan proses pirolisis, melalui tahapan karbonisasi
dan pencetakan. Standar mutu briket sesuai SNI 01-6235-2000 yaitu, nilai kalor
briket adalah 5000 kal/g, kadar air maksimal 8%, kadar abu maksimal 8% dan
kadar zat mudah menguap maksimal 15%, dan kadar karbon terikat minimal 77%
(Moeksin, 2015).
Limbah organik yang dapat dimanfaatkan menjadi briket adalah kulit
singkung. Produktivitas singkong di Indonesia cukuplah besar, yaitu sebesar
22.667.866 ton. Pada setiap bobot singkong yang dihasilkan akan menghasilkan
limbah kulit singkong sebesar 16% dari bobot tersebut (Puri, 2022). Kulit
singkong seringkali diabaikan dan dianggap sampah oleh masyarakat, sehingga
pemanfaatannya masih sangat minim Pemanfaatan kulit singkong saat ini hanya
sebatas sebagai pakan ternak. Kulit singkong juga menjadi limbah yang dihasilkan
dengan jumlah yang cukup banyak dari industri keripik singkong maupun dari
pedagang gorengan. Tentunya ini akan menjadi suatu permasalahan baru yang
ditimbulkan dengan keberadaan limbah kulit singkong. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi limbah kulit singkong adalah dengan mengolahnya
menjadi briket, hal ini dikarenakan kulit singkong mengandung karbon yang
cukup tinggi mencapai 59,31% yang berpengaruh terhadap nilai kalor briket yang
dihasilkan (Maulinda, 2015).
Pembuatan briket dari limbah kulit singkong dapat dilakukan
pengkombinasian dengan bahan baku lain dan jenis perekat, guna meningkatkan
mutu briket yang akan dihasilkan. Salah satu bahan pengkombinasi yang dapat
digunakan adalah sabut kelapa. Sabut kelapa terdiri dari 75% serat (fiber) dan
25% gabus (pitch) yang berfungsi mengikat serat-serat penyusunnya, lignin 35-
45% dan selulosa sebanyak 23-43% yang dapat berkontribusi terhadap nilai kalor
yang dihasilkan apabila digunakan sebagai campuran arang dalam pembuatan
briket dengan bahan-bahan lain seperti tempurung kelapa, kayu, bambu dan
bahkan batubara (Nurhilal dan Suryaningsih, 2018). Selain itu, mutu briket juga
dipengaruhi oleh adanya penambahan zat perekat. Bahan perekat adalah suatu zat
atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan
pada permukaannya. Perekat berperan dalam memperkuat ikatan antara partikel
arang, sehingga butiran arang dapat terikat dengan kokoh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud biobriket?
2. Bagaimana proses pembuatan biobriket kombinasi kulit singkong dan sabut
kelapa?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi biobriket
2. Mengetahui proses pembuatan biobriket kombinasi kulit singkong dan sabut
kelapa
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Biobriket
Biobriket adalah bahan bakar padat yang diperoleh dari bahan organik,
limbah industri yang diolah dengan proses karbonisasi, dan dicetak dengan
tekanan tertentu. Pada umumnya briket dapat dibuat dari semua jenis bahan
limbah organik yang tidak terpakai. Bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar
alternatif yang paling murah dan dapat dikembangkan secara masal dalam waktu
yang relatif singkat. (Sodiq, 2014). Biobriket dapat menggantikan sumber energi
tak terbarukan, yaitu bahan bakar fosil. Selain itu, pada daerah pedesaan,
biobriket dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang berpotensi
merusak ekologi hutan (Puri, 2022).
Biobriket sebagai bahan bakar nabati dalam bentuk padat dan teratur
karena dicetak dengan konfigurasi tertentu. Berikut ini manfaat biobriket :
1. Sangat mudah untuk ditranspor/didistribusikan ke daerah-daerah
penggunanya.
2. Mudah untuk disimpan di tempat-tempat penyimpanan.
3. Dengan harga yang relative murah banyak membantu rumah tangga
memperoleh bahan bakar untuk keperluan masak-memasak.
Dalam pembuatan biobriket terdapat beberapa faktor mempengaruhi kualitas
biobriket yang dihasilkan antara lain jenis bahan baku, bahan perekat, ukuran
partikel dan tekanan (Syahrir, 2017).
Arang yang bermutu baik harus mempunyai persyaratan berwarna hitam
dengan nyala kebiruan, mengkilap pada pecahannya, bersih kalau dipegang, tidak
memberi noda hitam, mengeluarkan sedikit asam dan tidak berbau, menyala terus
tanpa dikipas dan tidak memercikkan bara api, abu sisa pembakaran sekecil
mungkin tidak terlalu cepat terbakar, berdenting seperti logam, dan menghasilkan
kalor panas tinggi dan konstan.
Penentuan kualitas briket pada umumnya dilakukan terhadap komposisi
kimia seperti kadar abu, kadar air, kadar zat terbang, kandungan karbon dan nilai
kalor. Standar kualitas briket arang menurut SNI 01-6235-2000, syarat mutu
briket adalah sebagai berikut:
Parameter Nilai Standar Satuan
Kadar air 8 %
Kadar abu 8 %
Zat terbang 15 %
Kadar karbon terikat 77 %
Nilai kalor 5000 Kal/g
a) Kadar Air
Air yang terkandung dalam produk dinyatakan sebagai kadar air. Kadar air
bahan bakar padat ialah perbandingan berat air yang terkandung dalam bahan
bakar padat dengan berat kering bahan bakar padat tersebut. Semakin besar kadar
air yang terdapat pada bahan bakar padat maka nilai kalornya semakin kecil,
begitu juga sebaliknya.
Ukuran pada masing-masing briket setiap perlakuan memiliki ukuran yang
berbeda-beda, Sehingga berpengaruh pada besar kecilnya gaya tekan yang
dibutuhkan saat mencetak briket. Kadar air sangat mempengaruhi kualitas dari
produk briket. Kadar air pada produk briket diharapkan serendah mungkin agar
tidak sulit dalam penyalaan dan briket tidak banyak mengeluarkan asap pada saat
pembakaran. Penetapan kadar air ini bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis
briket, yaitu kemampuan briket untuk menyerap air dari udara sekelilingnya pada
pori- pori di permukaan produk.
b) Kadar Abu
Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan
jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat
yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari pasir dan bermacam-macam
zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak
menguntungkan karena akan membentuk kerak. Abu berperan menurunkan mutu
bahan bakar padat karena dapat menurunkan nilai kalor.
c) Kandungan Zat Terbang
Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen,
karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang- kadang terdapat juga
gas-gas yang tidak terbakar seperti CO 2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian
dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket
tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950oC. Untuk kadar
volatile matter kurang lebih dari 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala
yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Untuk kadar volatile
matter rendah antara 15%-25% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap
yang dihasilkan sedikit. Volatile matter berpengaruh terhadap pembakaran briket.
Semakin banyak kandungan volatile matter pada briket semakin mudah untuk
terbakar dan menyala.
d) Karbon Terikat
Kandungan karbon terikat yaitu kompenen yang bila terbakar tidak
membentuk gas yaitu karbon tetap atau biasanya juga disebut kandungan karbon
tetap yang terdapat pada bahan bakar padat yang berupa arang (char)
e) Nilai Kalor
Nilai kalor bahan bakar dapat diketahui dengan menggunakan kalorimeter.
nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu jumlah
tertentu bahan bakar didalam zat asam, makin tinggi berat jenis bahan bakar,
makin tinggi nilai kalor yang diperoleh. Kalor pembakaran mempunyai arti
penting pada bahan-bahan bakar, sebab nilai suatu bahan bakar ditentukan oleh
besarnya kalor pembakaran zat yang bersangkutan
Maulinda, Leni, ZA, Nasrul, Dan Sari, Dara Nurfika., (2015), Pemanfaatan Kulit
Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif, Jurnal Teknologi Kimia
Unimal, 4(2), pp 11-19.
Moeksin, Rosdiana, M.T., Kunchoro, Adi., Dan Zecy, Rengga, Ulil, Ambri.
(2015). Pengaruh Komposisi Pembuatan Biobriket Dari Campuran Serbuk
gergaji, Kulit Singkong Dan Batubara Terhadap Nilai Pembakaran,
Jurnal Teknik Kimia, 21(4), pp 20-27.
Puri, Fitria Etika., Mawardi, Radinka, Haq., Darmawan, Muhammad, Fahrul., Dan
Kurniawan, Muhammad, Fahri. (2022). Biobriket Limbah Kulit Singkong
(Manihot Esculenta) Inovasi Sumber Energi Alternatif Di Wonogiri,
Jurnal JARLITBANG Pendidikan, 8(2), pp 113-122.