Anda di halaman 1dari 83

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED

HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI PADA PESERTA DIDIK
KELAS 5 SD NEGERI 27 OLO
TAHUN PELAJARAN 2023 – 2024

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)


Diajukan Sebagai Syarat untuk Mengikuti Lokakarya Penelitian Tindakan
Kelas

Pada Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan Bagi Guru


PAI

OLEH: AHMAD PEHRI,S.Pd.I


Guru SD Negeri 27 Olo Padang Barat

LPTK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW
yang telah membimbing umat manusia melalui lembaga pendidikan terbaik.
Alhamdulillah, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul: “PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI PADA PESERTA DIDIK
KELAS 5 SD NEGERI 27 OLO” dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya saya mengucapakan terima kasih kepada:

1. Dr, Yasmadi, M.A selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / Ketua
LPTK UIN Imam Bonjol Padang yang telah memberikan izin serta dukungan secara
moral maupun materil dalam penyelenggaraan PPG Dalam Jabatan 2023

2. Dr. Nana Sepriana, M.Pd selaku Ketua Program Studi PPG di FTIK UIN Imam
Bonjol Padang yang telah memberikan layanan dan fasilitas dalam menempuh
kegiatan PPG Dalam Jabatan 2023 ini

3. Dr. Gusmaneli. S.Ag, M.Pd dosen pengampu P P L yang telah banyak


memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan Proposal PTK ini.

4. Haslidar, selaku guru pamong pada Lokakarya Penelitian Tindakan Kelas yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan
Proposal PTK ini.

5. Muryati, M.Pd selaku Kepala SD Negeri 28 Ganting Selatan yang telah memberi izin
pada peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas.

6. Seluruh tim panitia penyelenggaraan PPG Dalam Jabatan 2023 yang telah
memfasilitasi dan mendampingi rangkaian kegiatan dengan sabar dan teman-teman
yang sama-sama ikut PPG Batch 2 tahun 2023

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan demi kesempurnaan proposal kami. Penulis berharap mudah-mudahan
penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak terkait.

Penulis

AHMAD PEHRI, S.Pd.I

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................
B. Pembatasan dan Rumusan masalah .........................................................
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................

BAB II KERANGKA TEORI …………………………………………………


A. Landasan Teori.......................................................................................
B. Penelitian Terdahulu...................................................................................
C. Hipotesis Penelitian ...................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................


A. Jenis Penelitian.......................................................................................
B. Variabel Penelitian......................................................................................
C. Polulasi dan Sampel ....................................................................................
D. Jenis,Sumber dan Teknik Pengumpulan Data……......................................
E. Teknis Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Pendahuluan …………………………………………………....
1. Deskripsi Siklus 1 ……………………………………………
a. Perencanaan …………………………………………………
b. Pelaksanaan ……………………………………………….
c. Pengamatan ………………………………………………..
d. Refleksi …………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam menentukan perubahan
sosial. Perubahan bertanggung jawab atas terciptanya generasi bangsa yang
paripurna, sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar haluan negara yaitu
terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya
saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
didukung oleh manusia sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta
tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.1
Pendidikan adalah suatu hal yang wajib bagi setiap individu, hal ini
digunakan sebagai penunjang perkembangan di jaman modern saat ini. Pendidikan
juga membentuk karakter setiap individu. Pendidikan mempunyai peranan penting
dalam suatu bangsa. Pendidikan harus dikembangkan secara terus menerus sesuai
dengan perkembangan zaman. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan
fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketakwaan manusia.2
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan pemerintah, melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar
sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat, pendidikan adalah interaksi
antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang
berlangsung pada lingkungan tertentu.3
Menurut Mudyaharjo dalam Kompri: Pendidikan ialah segala situasi dalam
hidup yang memengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan pada dasarnya
merupakan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan dapat pula
didefinisikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang

1
Ahmad Patoni, dkk, Dinamika Pendidikan Anak, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal. 1
2
Udin Syaefudin Sa’ud & Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan Suatu
Pendekatan Komprehensif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 6
3
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Impelmentasi Evaluasi dan Inovasi,
(Yogyakarta : Teras, 2009), hal. 13
hidupnya.4proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya,
sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam Undang-
Undang system pendidikan nasional tahun 2003 (bab 1 pasal 1) disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian diri, kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.5
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa pendidikan merupakan suatu sarana
strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa, karenanya kemajuan suatu bangsa dan
kemajuan pendidikan merupakan suatu kesinambungan. Keberhasilan proses
pendidikan secara langsung akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang berkualitas, dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan
potensi yang dimilikinya, mengubah tingkah laku kearah yang lebih baik.
Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta
didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi
kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia.6 Tujuan
pendidikan, di harapkan proses pendidikan dapat mencapai hasil secara efektif dan
efisien.7
Masalah pokok pendidikan di indonesia saat ini masih berkisar pada soal
pemerataan kesempatan, Kualitas, efisiensi dan efektifitas pendidikan. Sesuai
dengan masalah pokok tersebut serta memperhatikan isu dan tantangan masa kini
dan kecenderungan di masa depan, maka dalam rangka meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengatasi persoalan dan menghadapi
tantangan itu, perlu diciptakan pendidikan yang unggul yaitu pendidikan yang dapat

4
Kompri, Manajemen Pendidikan:Komponen- Komponen Elementer Kemajuan
Sekolah,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), hal. 35
5
UU RI No. 20 Th. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2006),
hal. 2
6
Umar Tirta Rahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 1
7
M. Jumali, et. al. Landasan Pendidikan, (Surakarta: Muhammdiyah University Press, 2008),
hal. 52
mengembangkan potensi dan kapasitas siswa secara optimal serta perlunya
pembelajaran yang efektif.8
Hal yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan
yang efektif adalah penyelenggaraan proses pembelajaran yang berkualitas pula.
Guru sebagai pelaksana pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
keberhasilan proses pembelajaran disamping faktor lainnya seperti siswa, bahan
pelajaran, motivasi, dan sarana penunjang.
Proses pembelajaran adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya suatu proses
pembelajaran yang ada disuatu lembaga pendidikan. Tujuan lembaga pendidikan
khususnya sekolahan adalah mempersiapkan anak didik agar mereka dapat hidup di
masyarakat. Dengan kata lain, tugas pendidikan yang berlangsung disekolahan
adalah mengembangkan manusia menjadi subjek yang aktif yang mampu
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya agar mereka dapat hidup dan
dapat mengembangkan kehidupannya di masyarakat yang selalu berubah.9
Pada dasarnya, pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.10 Tujuan dari
pembelajaran adalah agar siswa dapat berkembang sesuai potensi serta tugas-tugas
perkembangannya dan tugas-tugas belajar, baik dari segi kognitif, afektif, maupun
psikomotoriknya.11 Guru sebagai salah satu kependidikan sangat berperan penting
dalam upaya perbaikan pendidikan di Indonesia. Guru yang melaksanakan kegiatan
belajar mengajar disekolah sehingga keberhasilan proses belajar mengajar sangat
ditentukan oleh faktor guru.12 Interaksi atau hubungan timbal balik yang terjadi

8
Syaffrudin Nurdin, Model pembelajaran yang memperhatikan keragaman individu siswa dalam
kurikulum berbasis kompetensi, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), hal. 17
9
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal.
251
10
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Revika
Aditama, 2010), hal. 2
11
Muhammad Irham & Norvan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran,(Jakarta: Ar Ruzz Media, 2013), hal. 251-152
12
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 127
antara guru dan siswa merupakan syarat utama berlangsungnya proses belajar
mengajar.13
Pendidik/ Guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab untuk
memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian dan
kemampuan peserta didik baik jasmani maupun rohani agar mampu berdiri sendiri
memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu dan makhluk
sosial.14 Dalam rangka memberikan yang terbaik untuk anak didik, seorang guru
harus menyiapkan materi dan model pembelajaran dengan baik. Menyiapkan materi
pelajaran dengan baik sangat penting agar seorang guru dapat memberikan
penjelasan dengan baik kepada anak didiknya .
Tetapi permasalahan yang terjadi dilapangan tidak jarang seorang guru merasa
tidak bisa memberikan penjelasan dengan baik kepada anak didiknya. Hal ini bisa
terjadi karena ia tidak menguasai materi, strategi dan model pembelajaran dengan
baik pula.15 Selain itu, Kegagagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran akan
terjadi jika pemilihan model tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap
16
karakteristik dari masing-masing model pembelajaran. Kondisi tersebut
disebabkan oleh cara mengajar guru yang masih menggunakan metode ceramah
sehingga semangat belajar peserta didik menurun dan peserta didik menjadi kurang
aktif.
Agar dapat mengajar dengan efektif dan efisien, guru harus dapat
meningkatkan kesempatan belajar bagi peserta didik baik kualitas maupun kuantitas.
Kesempatan belajar dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan secara aktif dalam
belajar.17 Dengan demikian guru telah menunjukkan sikap guru professional yang
dibutuhkan pada era globalisasi. Interaksi atau hubungan timbal balik yang terjadi
antara guru dan peserta didik merupakan syarat utama berlangsungnya proses belajar
mengajar.

13
Baharuddin & Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ar Ruzz Media,
2012), hal. 12
14
Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009),hlm. 8
15
Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm.
132
16
Syaiful Bahri Djamarah dan Anwar Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), hal. 85

17
Ibid... hlm. 21
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan budi Pekerti merupakan salah
satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah. Pendidikan Agama Islam dan
budi Pekerti diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB serta
sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Agar pembelajaran PAI di SD lebih bermakna bagi peserta didik sehingga
mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
maka guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat
aktif mengikuti pembelajaran dengan baik yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran sehingga lebih bermakna. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif dalam kelompok (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif
dan menjadi lebih hidup serta menghasilkan pemahaman dan penguasaan konsep
yang maksimal.
Salah satu model yang dapat diterapkan dalam melibatkan peserta didik secara
aktif guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak
didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas- tugas yang terstruktur.18
Menurut Sunal and Hans yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa,
pembelajaran Kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi
yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja
sama selama proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk
memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman,
dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar biasnya siswa dihadapkan
pada atihan- latihan soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, Cooperative
Learning sangat baik dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling
tolong- menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.19
Oleh karena itu guru harus pandai menggunakan model yang paling tepat
untuk situasi dan kondisi yang akan dihadapinya. PAI merupakan salah satu ilmu
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai upaya untuk

18
Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), cet. II,
hal. 53
19
Isjoni, Cooperative Learning (Efektifitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2012),
hal. 12- 13
meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik, maka perlu dikembangkan
model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang
dapat meningkatkan motivasi dan banyak melibatkan keaktifan peserta didik adalah
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (Penomoran
Berpikir Bersama), Model ini memungkinkan peserta didik untuk termotivasi serta
aktif dalam pembelajaran, mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya secara mandiri.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini juga memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini dapat meningkatkan semangat
kerjasama mereka. Jadi, pembelajaran Numbered Heads Together adalah variasi
diskusi kelompok yang ciri khasnya guru menunjuk seorang peserta didik yang
mewakili kelompoknya itu sehingga kemandirian, keterkaitan, serta keberanian
peserta didik akan tercipta. Cara tersebut juga menjamin keterlibatan total peserta
didik sehingga ini merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan
tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok.20
Salah satu usaha yang dilakukan guru dalam mengantisipasi munculnya
kesulitan belajar yang dialami adalah dengan menggunakan model pembelajaran
yang bervariasi agar peserta didik dapat belajar dengan mudah dan
menyenangkan. Dalam hal ini guru harus mampu menciptakan pengajaran yang
menarik agar peserta didik tidak cepat bosan terhadap suatu pelajaran dan mampu
menumbuhkan motivasi belajar dan meningkatkan konsentrasi belajar peserta
didik. Oleh karena itu, guru dituntut untuk selalu dapat menemukan inovasi-inovasi
baru agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan yang
diharapkan. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan untuk mengembangkan
pendekatan dan memilih model pembelajaran yang efektif. Hal ini penting
terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.
Berdasarkan observasi pendahuluan terhadap peserta didik SDN 27 Olo,
terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran PAI di kelas,
salah satunya adalah rendahnya nilai Sumatif yang diperoleh peserta didik dalam
mata pelajaran PAI. Kondisi tersebut disebabkan karena beberapa faktor seperti: 1).
20
Muhammad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Jawa Timur: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah , 2005), hal. 75
Kualitas pengajaran oleh guru PAI mungkin kurang efektif dalam menyampaikan
materi. Guru perlu memastikan bahwa metode pengajaran dan strategi yang
digunakan sesuai dengan pemahaman dan tingkat perkembangan peserta didik. 2).
Kurangnya perhatian peserta didik terhadap penjelasan materi yang diberikan oleh
guru ketika dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga peserta
didik menjadi kurang aktif 3). Rendahnya motivasi dan minat siswa terhadap mata
pelajaran PAI.21
Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, maka peneliti mencoba
mengambil suatu penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
(NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti Pada Peserta Didik Kelas 5 SD Negeri 27 Olo”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka fokus
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together pada mata pelajaran PAI materi Zakat pada Peserta didik kelas
V SD Negeri 27 Olo Tahun Pelajaran 2023-2024?
2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar peserta didik dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada mata
pelajaran PAI materi Zakat Peserta didik kelas V SD Negeri 27 Olo Tahun
Pelajaran 2023-2024?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut :
1. MendeskrPAIikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) pada mata pelajaran I PAI materi Zakat peserta didik
kelas V SD Negeri 27 Olo Tahun Pelajaran 2023-2024.

21
Observasi Pribadi di Kelas V SDN 27 Olo, tanggal 15 Oktober 2023
2. MendeskrPAIikan hasil belajar PAI melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran PAI
Materi Zakat peserta didik kelas kelas V SD Negeri 27 Olo Tahun Pelajaran
2023-2024.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) adalah:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sumbangan untuk
memperkaya khasanah ilmiah, khususnya tentang penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam
meningkatkan hasil belajar PAI di kelas.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Lembaga SD Negeri 27 Olo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam membantu meningkatkan hasil
belajar PAI dan menyusun program pembelajaran yang lebih baik sekaligus
dapat meningkatkan kreativitas guru dalam proses belajar mengajar di kelas
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
b. Bagi Peneliti Lain
Sebagai upaya untuk memperdalam pengetahuan di bidang pendidikan
dan dapat digunakan untuk menambah wawasan tentang meningkatkan mutu
pendidikan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT).
c. Bagi Perpustakaan UIN Imam Bonjol Padang
Dengan diadakan penelitian ini, maka hasil yang diperoleh diharapkan
dapat berguna untuk dijadikan bahan koleksi dan referensi juga menambah
literatur dibidang pendidikan sehingga dapat digunakan sebagai sumber
belajar atau bacaan bagi mahasiswa lainnya.
d. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar atau bacaan bagi para
pembaca lainnya.
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat- perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain- lain. Setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran
untuk membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagaimana dijelaskan soekamto dalam Rohman, sebagai mana berikut:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfugsisebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas
belajar- mengajar.22
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar.23 fungsi model pembelajaran sebagai
pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksaakan
pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari
materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
tersebut, serta tingkat kemampuan siswa.
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.24 Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, tahap- tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembeajaran dapat didefinisikan

22
Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem
Pembelajaran, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), hal. 27
23
Trianto, model pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 52
24
Agus Suprijono, Cooperaive Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 46
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan pola atau kerangka yang digunakan oleh guru untuk
membimbing dan mengajar peserta didik di kelas untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar. Dengan
adanya model pembelajaran dapat membantu guru untuk memberikan perubahan
dalam proses belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran berfungsi sebagai:
(1) Langkah-langkah operasional pembelajaran
(2) Suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran
(3) Menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang,
memperlakukan, dan merespon Peserta didik
(4) Segala sarana, bahan, alat atau lingkungan belajar yang mendukung
pembelajaran

2. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif ( Cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen ( beraneka
ragam).”pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara
peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara
peserta belajar itu sendiri. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi
yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. 25 Istilah Cooperative
learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran
Kooperatif.26
Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

25
Rusman. Model- model Pembelajaran Mengembangkan profesionalisme guru, ( Jakarta:
Rajawali pers, 2011),hal. 203
26
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning …, hal. 4
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
27
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Berdasarkan uraian diatas,dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran
kooperatif, siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu belajar untuk dirinya
sendiri, dan membantu sesama anggota untuk belajar.
Dengan melaksanakan model pembelajaran Cooperative Learning ,
memungkinkan siswa untuk meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu
juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan
berpikir, (Thingking skill) maupun keterampilan sosial (sosial skill), seperti
keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari
orang lain, bekerja sama, rasa setiakawan, dan mengurangi timbulnya perilaku
yang menyimpang dalam kehidupan kelas.
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar
yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran,
namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.28
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan sarana untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik
dalam kegiatan belajar yang bersifat terbuka. Model pembelajaran Cooperative
Learning dapat memotivasi seluruh peserta didik untuk belajar, berdiskusi, dan
menemukan ide-ide baru. Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaiman siswa
dapat bekerja sama dalam kelompok, dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar yang baik. model kooperatif banyak digunakan dan menjadi perhatian
serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Slavin dinyatakan bahwa:
1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain.

27
Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok ,(Bandung:
Alfabeta, 2011), hal. 11-12
28
Ibid hal ...23
2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir
kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
pengalaman.29
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan utama dalam penerapan pembelajaran kooperatif adalah untuk
membentuk semua aggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung
jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang
diperkuat oleh kegiatan belajar bersama, Artinya setelah mengikuti kelompok
belajar bersama, anggota kelompok harus menyelesaikan tugas yang sama. 30.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional
yang menerapkan sistem kompetisi , dimana keberhasilan individu
diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan siruasi dimana keberhasilan individu ditentukan
atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.31 Pembelajaran kooperatif
mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan
ini akan dirasakan manfaatnya saat siswa terjun ke masyarakat kelak.32
Siswa yang belajar menggunakan model Cooperative Learning akan
memiliki motivasi yang tinggi karena di dorong dan di dukung dari rekan
sebaya. Model pembelajaran Cooperative Learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:33
a. Hasil belajar akademik
Beberapa ahli berpendapat bahwa, model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

29
Rusman. Model- model Pembelajaran ,hal. 205-206
30
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 59-60
31
Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif , hal. 60
32
Abdul Majid, Strategi pembelajaran ,(Bandung: PT Rosdakarya , 2015), hal. 178
33
Isjoni, Cooperative Learning..., hal. 27-28
Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga cooperatif learning adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif disusun
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya.34
4. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengar sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran
kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran
yang bercirikan: (1) ”memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat”
seperti, fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan
sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai. 35 Roger dan Johnson dalam Muhammad Thobroni & Arif
Mustofa mengungkapkan lima unsur dalam Cooperatif Learning agar

34
Trianto, Model-Model Pembelajaran…, hal. 42
35
Agos Suprijono, Cooperative Learning..., hal. 58
pembelajaran mencapai hasil yang maksimal. Kelima unsur tersebut adalah
sebagai berikut:36
a. Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru perlu menciptakan suasana
belajar yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Nurhadi
menyatakan rasa saling membutuhkan tersebut dapat dicapai melalui rasa
saling ketergantungan pencapaian tujuan, saling ketergantungan dalam
menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling
ketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah atau penghargaan.
b. Tanggung Jawab Perseorangan
Dalam kelompok belajar, siswa memiliki tanggung jawab untuk
menyelesaikan tugas di kelompoknya secara baik. Meskipun dalam penilaian
ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap pelajaran secara
individu, baik buruknya skor atau nilai yang didapatkan oleh kelompok
bergantung pada seberapa baik skor atau nilai yang dikumpulkan oleh
masing-masing anggota kelompok.
c. Tatap Muka
Interaksi antar anggota kelompok sangat penting karena siswa
membutuhkan bertatap muka dan berdiskusi. Dengan adanya tatap muka ini,
antar anggota kelompok akan membentuk hubungan yang menguntungkan
untuk semua anggota. Inti hubungan yang menguntungkan ini adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan
masing-masing.
d. Komunikasi Antar Kelompok
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi yang efektif seperti bagaimana
caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan
orang tersebut. Penekanan pada aspek moral, yaitu sopan santun dalam
berkomunikasi dan menghargai pendapat orang lain, sangat penting dalam
unsur ini.
b. Evaluasi Proses Kelompok
36
Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar &Pembelajaran, (Jogjakarta: AR-Ruzz, Media,
2013), hal. 289-290
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.
5. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik dalam proses pembelajaran koopeartif lebih menekankan
kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak
hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran,
tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya
kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai
berikut:37
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran
b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen Kooperatif mempunyai tiga fungsi yaitu,
a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,
dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan.
b. Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar
proses pembelajaran berjalan dengan efektif.
c. Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik
melalui bentuk tes maupun nontes.
d. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama
perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.
37
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme Guru, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 206-207
e. Keterampilan Bekerja sama
Kemampuan bekerja sama dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
6. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif,
terdapat enam langkah utama atau tahapan. Pembelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase
ini digunakan untuk menyampaikan informasi dan bahan bacaan. Selanjutnya
siswa dikelompokkan dalam tim- tim belajar. Tahapan ini diikuti bimbingan
guru pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama. Fase
terakhir pembelajaran kooperatif adalah meliputi presentasi hasil kerja
kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari, dan
memberikan penghargaan terhadap usaha- usaha kelompok maupun individu.
Untuk lebih jelas berkaitan dengan fase- fase dalam pembelajaran kooperatif
adalah sebagaimana dalam tabel berikut.38
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan
pada tabel 1.1 yaitu:39
Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

FASE TINGKAH LAKU GURU


Guru menyampaikan semua tujuan
Fase-1
pelajaran yang ingin dicapai pada
Menyajikan tujuan dan
pelajaran tersebut dan memotivasi
memotivasi siswa
siswa belajar
Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau

38
Abdul Majid, Strategi pembelajaran ,... hal. 178-179
39
Ibid..., hal. 66-67
lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa
Fase-3 bagaimana caranya membentuk
Mengorganisasikan siswa ke kelompok belajar dan membantu setiap
dalam kelompok kooperatif kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase-4 Guru membimbing kelompok-
Membimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka
bekerja dan belajar mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar
Fase-5 tentang materi yang telah dipelajari
Evaluasi atau masing-masing kelompok
mepresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk
Fase-6
menghargai baik upaya maupun hasil
Memberikan penghargaan
belajar individu dan kelompok

7. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif ini tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi
yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi
belajaranya40. Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu model
pembelajaran adalah sebagai berikut:41
a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada
guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang
lain.

40
Isjoni, Cooperative Learning..., hal. 13
41
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2007), hal. 247-248
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain,
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala
perbedaan.
d. Interaksi selama pembelajaran kooperatif berlangsung, dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir, hal ini berguna untuk
proses pendidikan jangka panjang.
e. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
f. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan ketrampilan mengatur waktu.
g. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk menguji ide dan menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan
yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
h. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, di antaranya adalah
sebagai berikut:42
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang
butuh waktu, sangat tidak rasional jika kita mengharapkan secara otomatis
siswa dapat mengerti dan memahami filsafat pembelajaran kooperatif. Siswa
yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa
terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.
Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam
kelompok.

42
Ibid., hal. 248-249
b. Pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh
karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan
pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa
yang harus dipelajari dan dipahami tidak pernah tercapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil
kerja kelompok.
d. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan
kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, hal
ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali penerapan model
pembelajaran kooperatif.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang
hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.
Mengacu pada kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
Kooperatif diatas, maka ketika pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru
harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para
siswanya. Artinya suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa
sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat
diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan- kebiasaan kerja sama,
terutama dalam memecahkan kesulitan- kesulitan. Seorang siswa haruslah
dapat menerima pendapat dari siswa yang lainya mendengarkan di mana
letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, jika ada kekuranganya maka
perlu ditambah, dan penambahan ini harus disetujui semua anggota, yang
satu harus saling menghormati pendapat yang lain.43

9. Tinjauan Tentang Model Numbered Heads Together


Pada dasarnya , Model Numbered Heads Together (NHT) Merupakan
variasi dari diskusi kelompok. Menurut Slavin (1995), model yang
dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas
44
individu dalam diskusi kelompok. Model Numbered Heads Together (NHT)

43
Isjoni, Cooperative Learning..., hal. 26
44
Miftahul Huda, Model- model Pengajaran dan Pembelajara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013), hal. 203
atau penomoran berfikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternativ
terhadap struktur kelas tradisional.45
Model pembelajarn NHT ini adalah salah satu model dalam pembelajarn
kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Teknik ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.46 Model pembelajaran
Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe pembelajarn kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk mempelajari materi yang telah
ditentukan.
Model pembelajaran Numbered Heads Together ini mengacu pada belajar
kelompok siswa. Masing- masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan)
dengan nomor yang berbeda- beda. Misalkan, dalam pembelajaran jenis- jenis
pekerjaan lebih mengacu pada interaksi sosial sehingga pembelajaran Numbered
Heads Together dapat meningkatkan hubungan sosial antarsiswa. Setiapa siswa
mendapatkan kesempatan sama untuk menunjang timnya guna memperoleh nilai
yang maksimal sehingga termotivasi untuk belajar. Dengan demikian setiap
individu merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai47
Numbered Heads Together merupakan suatu model pembelajaran
berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas
kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa
yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu
dengan yang lain.48
Selain itu, Model Numbered Heads Together merupakan suatu model
pembelajaran dengan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

45
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2011), hal. 62
46
Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas, (Jakarta :PT Grasindo, 2002), hal. 59
47
Bassrowi Sukidin dan Suranto, Manajemen penelitian Tindakan Kelas, ( Surabaya: Insan
Cendekia, 2002), hal. 156- 157
48
Aris Shoimin, Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, ( Yogyakarta:Ar- Ruzz
Media, 2014), hal. 107- 108
mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional. Ciri khas dalam model pembelajaran ini guru hanya
menunjuk seorang peserta didik yang mewakili kelompoknya untuk melaporkan
hasil diskusi, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompoknya itu. Cara ini menjamin keterlibatan total seluruh peserta didik.
Cara ini juga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung
jawab individual dalam diskusi kelompok.
Dengan cara ini setiap peserta didik memiliki tanggung jawab yang sama
dalam diskusi sehingga tidak akan ditemukan lagi adanya peserta didik yang
pasif.49 Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
merupakan model pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor kemudian
dibuat suatu kelompok, selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari
peserta didik.50
Jadi dengan teknik tersebut selain dapat mempermudah dalam
pembelajaran, dalam pembagian tugas teknik ini juga dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab pribadi siswa terhadap keterkaitan dengan rekan-rekan
kelompoknya.
a. Langkah-langkah penerapan Model kooperatif tipe Numbered Heads
Together
Untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap
isi pelajaran maka ketika guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas,
guru menggunakan langkah- langkah model pembelajaran Numbered Heads
Together.51
Langkah-langkah dalam pembelajaran Numbered Heads Together
adalah sebagai berikut:52
1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing- masing kelompok mengerjakanya.

49
Suwantini, Aktivitas Pembelajaran, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Press, 2008),
hal. 3
50
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual..., hal. 62
51
Trianto, Model-Model pembelajaran...,hal. 82
52
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual..., hal. 62-63
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakanya/ mengetahui jawabanya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
6) kesimpulan.
b. Kelebihan dan Kelemahan Model Numbered Heads Together
Di dalam setiap model pembelajaran memiliki keunggulan dan
kelemahan masing-masing. Kelebihan model Numbered Heads Together ini
antara lain:53
a. Setiap murid menjadi siap
b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh- sungguh.
c. Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai.
d. Terjadi interaksi secara intens antar siswa dalam menjawab soal..
e. Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor
yang membatasi.
Selain memiliki kelebihan dalam pembelajaran ini, juga terdapat
kelemahan yaitu:54
a. Tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena
membutuhkan waktu yang lama.
b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan
waktu yang terbatas.

10. Tinjauan Tentang Hasil Belajar


a. Pengertian Hasil Belajar
Seseorang belajar pada dasarnya didorong oleh keinginanya untuk
mengembangkan perilakunya yang efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan. Dengan demikian seseorang atau peserta didik belajar karena adanya
bermacam- macam rangsangan dari lingkungan sekitarnya sehingga terjadi
interaksi dengan lingkunganya. Dorongan ini merupakan masukan bagi
53
Aris Shoimin, Model Pembelajaran..., hal. 108- 109
54
Ibid..., hal. 109
peserta didik. Dengan belajar seseorang memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap tertentu. Perubahan perilaku yang terjadi
sebagai akibat dari proses belajar pada diri seseorang. Hal inilah yang di
sebut dengan hasil belajar. Oleh karena itu hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai kapabilitas atau kemampuan yang diperoleh seseorang sebagai
akibat dari belajar.55
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada
diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang
sopan menjadi sopan.56
Hasil Belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa
keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat dari latihan atau pengalaman
yang diperoleh. Dalam hal ini, gagne dan Briggs yang dikutip oleh Rosma
Hartiny mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang diperoleh
seseorang sesudah mengikuti proses belajar. Adanya lima kemampuan yang
diperoleh seseorang sebagai hasil belajar yaitu keterampilan intelektual,
strategi, kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap.
Keterampilan intelektual adalah suatu kemampuan yang membuat seseorang
menjadi kompeten terhadap sesuatu sehingga ia dapat mengidentifikasi
suatu gejala.
Strategi kognitif adalah kemampuan seseorang untuk dapat
mengontrol aktifitas intelektualnya dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya. Informasi verbal adalah kemampuan seseorang untuk dapat
menggunakan bahasa lisan dan tulisan dalam mengungkapkan suatu
masalah atau gagasan. Sikap adalah suatu kecenderungan pada diri
seseorang dalam menerima atau menolak suatu objek sikap, sedangkan
keterampilan motorik adalah kemampuan seseorang untuk

Rosman Hartini Sam’s, Model Penelitian Tindakan Kelas, (Yogyakarta: Teras, 2010), hal. 33
55
56
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2002), hal. 155
mengkoordinasikan semua gerakan secara teratur dan lancar dalam keadaan
sadar.57
Dengan hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (
kemampuan tertentu) sebagai akibat belajar, menurut Gagne yang dikutip
oleh Hamzah hasil belajar yaitu siswa yang mampu mengerjakan sesuatu
sebagai hasil kegiatan belajarnya atau pengalaman- pengalaman belajar
yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan- kemampuan tertentu.58
b. Bentuk Laporan Informasi Hasil Belajar
Pengertian dan bentuk laporan proses dan hasil belajar pada dasarnya
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan proses dan
hasil belajar para peserta didik dan hasil mengajar guru, pemanfaatan
informasi hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran harus didikung oleh peserta didik, orang tua atau wali
peserta didik, kepala sekolah, guru dan civitas sekolah lainya.
Pada dasarnya pelaporan kegiatan hasil belajar merupakan kegiatan
mengkomunikasikan dan menjelaskan hasil penilaian guru tentang
penambahan dan perkembangan anak. Laporan hasil penilaian proses dan
hasil belajar meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Tidak semua
mata ajar dinilai aspek psikomotornya yaitu mata ajar yang melakukan
kegiatan praktek.59
Informasi ranah kognitif dan psikomotor diperoleh peneliti dari
sistem penilaian berdasarkan tuntunan kompetensi dasar mata pelajaran PAI
Informasi ranah afektif diperoleh melalui kuesioner dan pengamatan yang
sistematik. Informasi aspek kognitif dan psikomotor diperoleh melalui
sistem penilaian sesuai dengan tuntutan indikator- indikator dari kompetensi
dasar yang telah ditetapkan.
Aspek afektif diperoleh melalui lembar pengamatan yang sistematik
dan kuesioner. Hasil penilaian kognitif dan psikomotorik peserta didik
diperoleh menggunakan penilaian berupa nilai angka yaitu (0-100) dan
penilaian menggunakan huruf yaitu (A-E) maupun deskrPAIi kualitatif

57
Rosman Hartini Sam’s, Model Penelitian Tindakan Kelas, hal. 33- 34
58
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukuranya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 17
59
Hanna Mulyasari et al (2013: 2-3): laporan Penilaian Hasil Belajar, diakses 09 April 2016
sesuai kompetensi dasar. Sedangkan deskrPAIi kualitatif dilaporkan dalam
bentuk deskrPAIi.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Hasil Belajar
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:60
1) Faktor raw input (yakni faktor murid/ anak itu sendiri) di mana tiap anak
memiliki kondisi yang berbeda-beda. Faktor ini dapat disebut sebagai
“faktor dari dalam”. Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak
yang belajar itu sendiri. Faktor individu dapat dibagi menjadi dua
bagian:
a) Kondisi fisiologis anak
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani, seperti tangannya atau kakinya (karena ini akan
mengganggu kondisi fisiologis), dan sebagainya.anak yang
kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di
bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang
kekurangan gizi biasanya cenderung lekas sembuh, capai, mudah
mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran.
Disamping kondisi yang umum tersebut, yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah
kondisi pancaindera, terutama penglihatan dan pendengaran.
Sebagian besar orang melakukan aktivitas belajar dengan
mempergunakan indera penglihatan dan pendengaran. Karena
pentingnya penglihatan dan pendengaran inilah maka guru yang baik
tentu akan memperhatikan bagaimana keadaan pancaindera,
khususnya penglihatan, dan pendengaran anak didiknya
b) Kondisi psikologis
Sebagaimana diuraikan terdahulu mengenai dasar-dasar
psikologi belajar, dimana setiap manusia atau anak didik pada
dasarnya memiliki psikologi yang berbeda-beda, maka sudah tentu
perbedaan-perbedaan itu sangat mempengaruhi proses dan hasil
60
Abu Ahmadi & Joko Tri Prasetya, SBM (Strategi Belajar Mengajar), (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2005), hal. 103
belajar. Seperti minat yang rendah, tentu hasilnya akan lain jika
dibandingkan dengan anak yang belajar dengan minat yang tinggi,
dan seterusnya.
Beberapa faktor psikologis yang dianggap utama dalam
mempengaruhi proses dan hasil belajar:
a) Minat
Minat sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar. Jika seseorang belajar dengan minat yang tinggi maka
sangat berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
b) Kecerdasan
Kecerdasan memegang peranan besar dalam menentukan
berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti
sesuatu program pendidikan.
c) Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap
proses dan hasil belajar seseorang.
d) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Penemuan-penemuan
penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika
motivasi untuk belajar bertambah.
e) Kemampuan-kemampuan kognitif
Tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam pengukuran kognitif masih
diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Sedangkan aspek afektif dan psikomotorik lebih bersikap
pelengkap dan dalam menentukan derajad keberhasilan belajar
anak di sekolah.
f) Faktor enviromental (yakni faktor lingkungan)
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil
belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alami termasuk didalamnya
adalah seperti keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan
sebagainya. Belajar pada keadaan udara yang segar, akan lebih
baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas
dan pengap.
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal
lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan
sosial yang lain, seperti mesin pabrik, keramaian lalu lintas,
gemuruhnya pasar, dan sebagainya juga berpengaruh terhadap proses
dan hasil belajar. Karena itulah disarankan agar lingkungan sekolah
didirikan di tempat yang jauh dari keramaian.

2) Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana
untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah dirancangkan.
Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor
keras (hardware), seperti:
a) Gedung perlengkapan belajar.
b) Alat-alat praktikum.
c) Perpustakaan dan sebagainya.
Adapun faktor-faktor yang bersifat lunak (software) seperti:
a) Kurikulum.
b) Bahan/program yang harus dipelajari.
c) Pedoman-pedoman belajar dan sebagainya.
Kiranya jelas bahwa faktor-faktor yang disebutkan di atas dan
faktor-faktor lain yang sejenis besar pengaruhnya terhadap hasil dan
proses belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi mengenai
keberhasilan usaha belajar, maka faktor-faktor instrumental tersebut
harus ikut diperhitungkan.
B. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan terdahulu yang menerapkan
model Numbered Heads Together, sebagai berikut beberapa penelitian terdahulu
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together:
1. Binti Sa’adah yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
pada Materi Pokok Pecahan Melalui Model Kooperatif tipe Numbered Heads
Together Pada peserta didik kelas IV MI WB Hidayatut Tullab Kamulan
Durenan Trenggalek 2012/ 1013” dalam skrPAIi tersebut telah disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi siswa. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil belajar matematika peserta didik kelas IV pada materi
pecahan pokok pecahan meningkat setelah penerapan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT). Nilai rata- rata yang siswa
pada pre test adalah 55,13 dengan prosentase ketuntasan 10,8%, pada post test
siklus 1 meningkat menjadi 69,46 dengan prosentase ketuntasan 67,57%
kemudian pada post test siklus II meningkat menjadi 79,19 dengan prosentase
61
ketuntasan 84,49%. .
2. Siti Masruroh dalam SkrPAIinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Cooperatif Lerning tipe Numbereds Heads Together (NHT) untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Materi Sumber Daya Alam bagi Siswa
Kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek Tahun Ajaran 2012/ 2013” dalam
skrPAIi tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran IPA menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar
IPA siswa kelas IV pada materi pokok Sumber Daya Alam meningkat setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT). Nilai rata- rata yang diperoleh siswa pada pre test adalah 58,15 dengan
prosentase ketuntasan 36,36% pada post test siklus I meningkat menjadi 72,90

61
Binti Sa’adah, Menggunakan Model Numbered Heads Together pada mata pelajaran
Matematika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa IV di MI WB Hidayatut Tullab Kamulan
Durenan Tenggalek 2012/2013, (IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012), hal. 109
dengan prosentase ketuntasan 54,54% kemudian pada post test siklus II
meningkat menjadi 78,63 dengan prosentase ketuntasan 81,81%.62
3. Siti Mufidatul Husnah yang berjudul “Penerapan Model pembelajaran
Numbered Heads Together untuk meningkatkan prestasi belajar PAI Siswa MIN
Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013” dalam skrPAIi
tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran PAI menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbereds Heads Together dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar PAI siswa kelas
IV pada pokok bahasan perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan
transportasi meningkat setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT). Nilai rata- rata yang diperoleh siswa pada
pre test adalah 56,13 dengan prosentase ketuntasan 32,23% pada post test siklus
I meningkat menjadi 72,57 dengan prosentase ketun tasan 54,55% kemudian
pada post test siklus II meningkat menjadi 87,27 dengan prosentase ketuntasan
87,88%.63
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti dan Judul Persamaan Perbedaan


Peneliti

Binti Sa’adah: 1. Sama-sama 1. Subyek dan


menerapkan lokasi yang
“Upaya Meningkatkan Hasil
model Numbered digunakan
Belajar Matematika pada
Heads Together penelitian berbeda.
Materi Pokok Pecahan
Melalui Model Kooperatif 2. Mata pelajaran
tipe Numbered Heads yang diteliti tidak
Together Pada peserta didik sama.
kelas IV MI WB Hidayatut

62
Siti Masruroh , Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Lerning tipe Numbereds Heads
Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA pada materi Sumber Daya Alam bagi siswa
kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek , (IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012), hal.
106
63
Siti Mufidatul Husnah, Penerapan Model pembelajaran Numbered Heads Together untuk
meningkatkan prestasi belajar IPS siswa MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran
2012/2013 ,(IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2013), hal. 104
Tullab Kamulan Durenan 3. Tujuan yang
Trenggalek 2012/ 2013” hendak dicapai
yaitu untuk
meningkatkan hasil
belajar siswa.

Siti Masruroh: 1. Sama-sama 1. Subyek dan


menerapkan lokasi yang
“Penerapan Model
model digunakan
Pembelajaran Cooperatif
Numbered penelitian berbeda.
Lerning tipe Numbereds
Heads
Heads Together (NHT) 2. Mata pelajaran
Together
untuk Meningkatkan Prestasi yang diteliti tidak
Belajar IPA Pada Materi 2. Tujuan yang sama.
Sumber Daya Alam bagi hendak dicapai
Siswa Kelas IV MIN Kayen peneliti
Karangan Trenggalek Tahun terdahulu yaitu
Ajaran 2012/ 2013” untuk
meningkatkan
prestasi belajar
siswa.

Siti Mufidatul Husnah: 1. Sama-sama 1. Subyek dan


menerapkan lokasi yang
“Penerapan Model
model digunakan
pembelajaran Numbered
Numbered penelitian sama.
Heads Together untuk
Heads
meningkatkan prestasi 2. Mata pelajaran
Together
belajar PAI Siswa kelas IV yang diteliti sama
2. Tujuan yang
MIN Tunggangri Kalidawir
hendak dicapai
Tulungagung Tahun Ajaran
2012/2013” peneliti
terdahulu yaitu
untuk
meningkatkan
prestasi belajar
siswa.

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “ Jika Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) diterapkan dalam proses belajar
dalam mata pelajaran PAI Materi Zakat Pekerjaan kelas V SDN 27 Olo maka hasil
belajar peserta didik akan meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Desain dan jenis penelitian ini menggunakan pola penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru, bekerja sama dengan peneliti lainnya di kelas atau di sekolah
tempat dia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan
proses dan praktis pembelajaran.64
Penelitian Tindakan Kelas berasal dari tiga kata yaitu Penelitian, Tindakan, dan
Kelas. Berikut penjelasannya:65
1. Penelitian diartikan sebagai kegiatan mencermati suatu obyek, menggunakan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan
penting bagi penelitian.
2. Tindakan diartikan sebagai sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus
kegiatan.
3. Kelas diartikan sebagai sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Dengan menggabungkan
ketiga kata tersebut, yakni Penelitian, Tindakan dan Kelas, maka dapat
disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya guru
dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan mutu pembelajaran dikelas.
Penelitian Tindakan Kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari
pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan
dalam praktek pembelajaran, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.66 Selain
itu, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) merupakan salah

64
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual.., hlm. 271
65
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Yrama Widya, 2009), hal. 12
66
Rochiati Wiraatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), hal. 13
satu jenis penelitian yang berupaya memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran di kelasnya sendiri.67
Ada empat jenis Penelitian Tindakan Kelas, yaitu Penelitian Tindakan Kelas
Diasnognik, Penelitian Tindakan Kelas Partisipasi, Penelitian Tindakan Kelas
Empiris, dan Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental. Penelitian Tindakan
Kelas yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas Partisipan artinya suatu
penelitian dikatakan sebagai Penelitian Tindakan Kelas Partisipan apabila
peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan
hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan
penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat,
dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan
melaporkan hasil penelitiannya.68
Penelitian Tindakan Kelas memiliki beberapa karakteristik, menurut Zainal
Aqib karakteristik PTK meliputi :69
1. Didasarkan pada masalah guru dalam instruksional.
2. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya.
3. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.
4. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional.
5. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Selain itu adapun yang menjadi karakteristik PTK dan yang
membedakannya dengan jenis penelitian lain dapat dilihat pada cirri-ciri sebagai
berikut:70

1. Masalah Penelitian Tindakan Kelas dipicu oleh munculnya kesadaran pada


diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini di kelas mempunyai
masalah yang perlu diselesaikan.
2. Self-reflectiIve inquiry atau penelitian melaui refleksi diri, merupakan yang
paling esensial.

67
Tatag Yuli Eko Siswono, Mengajar dan Meneliti Panduan Penelitian Tindakan Kelas Untuk
Guru dan Calon Guru, (Surabaya: UNESA University Press, 2008), hal. 5
68
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan…, hal. 20
69
Ibid., hal. 16
70
Hamzah B Uno,dkk, Menjadi Peneliti…, hal. 41-43
3. Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan didalam kelas, sehingga fokus
penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa
dalam melakukan interaksi belajar mengajar.
4. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pastilah mempunyai tujuan,
termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sehubungan dengan itu tujuan
secara umum dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:71

1. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi-kondisi belajar serta kualitas


pembelajaran.
2. Meningkatkan layanan profesional dalam konteks pembelajaran, khususnya
layanan kepada peserta didik sehingga tercipta layanan prima.
3. Memberikan kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam melakukan untuk
tindakan pembelajaran yang direncanakan secara tepat waktu dan sasarannya.
4. Memberikan kesempatan kepada guru mengadakan pengkajian secara
bertahap terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya sehingga tercipta
perbaikan yang berkesinambungan.
5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan jujur dalam
pembelajaran.
Desain PTK yang digunakan adalah menggunakan model PTK Kemmis
& Mc. Taggart yang dalam alur penelitiannya yakni meliputi langkah-langkah :

1. Perencanaan (plan).
2. Melaksanakan tindakan (act).
3. Melaksanakan pengamatan (observe), dan
4. Mengadakan refleksi / analisis (reflection).
Secara sederhana alur pelaksanaan tindakan kelas disajikan sebagai berikut:72

71
Tukiran Taniredja, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan Profesi Guru Praktis dan
Mudah, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 20
72
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Renika Cipta,
2010), hlm. 137
Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan
?

Gambar 3.1 Siklus PTK Model Kemmis dan Mc. Taggrat

Gambar diatas menunjukkan bahwa pada tahap pertama yang harus


dilakukan dalam PTK adalah rencana awal (plan) yang didalamnya terdapat
rencana dari setiap siklus meliputi RPP, model pembelajaran, media dan materi
pembelajaran. Tahap kedua adalah tindakan (action), tindakan dalam PTK yaitu
melaksanakan pembelajaran materi Jenis- jenis Pekerjaan sesuai dengan rencana
pembelajaran. Tahap ketiga melaksanakan pengamatan (observe) yaitu
pengamatan yang dilakukan di dalam kelas. Mengamati kejadian dan situasi di
dalam proses pembelajaran, kemudian mencatat hal-hal yang terjadi di dalam
kelas. Tahap keempat adalah refleksi (reflect) yaitu tahapan dimana guru
melakukan instrospeksi diri terhadap tindakan pembelajaran yang dilakukan.
Kemudian dilanjutkan dengan rencana yang direvisi (revised plan) yaitu guru
membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama
kemudian dilanjutkan dengan tindakan, observasi, dan refleksi.
Rancangan penelitian dari tindakan ini adalah rancangan penelitian
kolaborasi.73 Dalam penelitian kolaborasi ini, pihak yang melakukan tindakan
adalah peneliti sebagai guru dan yang diminta melakukan pengamatan terhadap
berlangsungnya tindakan adalah teman sejawat.

B. Variabel Penelitian
Secara umum, variabel penelitian diartikan sebagai sebuah konsep di dalam
suatu penelitian. Konsep tersebut kemudian menjadi hal yang harus diamati atau

73
Ibid., hal. 17
diteliti oleh seorang peneliti yang melakukan penelitian. Variabel penelitian juga
bisa diartikan sebagai suatu atribut, sifat, atau nilai dari seseorang, atau objek yang
memiliki variasi tertentu untuk dipelajari.
Variabel penelitian juga memiliki arti sebagai segala sesuatu yang akan
menjadi suatu objek pengamatan di dalam sebuah penelitian. Dari pengertian
tersebut, maka kesimpulan dari variabel penelitian adalah meliputi berbagai hal
tentang faktor-faktor yang memiliki peran ketika proses penelitian tersebut
berlangsung.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Variabel Dependen (Variabel Hasil):
Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam: Variabel ini mengukur peningkatan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam setelah
menerapkan model NHT.
Hasil Belajar Budi Pekerti: Variabel ini mengukur perubahan dalam pemahaman
dan penerapan nilai-nilai budi pekerti atau moral siswa setelah menggunakan model
NHT.

C. Populasi dan Sampel


1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di SD Negeri 27 Olo. Lokasi
penelitian ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa
dalam proses pembelajaran PAI peserta didik kelas V kurang memperhatikan
penjelasan materi yang disampaikan guru ketika proses pembelajaran sedang
berlangsung, sehingga peserta didik menjadi kurang aktif.
2. Subyek Penelitian
Dalam Penelitian ini yang menjadi Subjek Penelitian adalah peserta didik
kelas V SDN 27 Olo, semester II tahun ajaran 2023-2024. Peserta didiknya
berjumlah 24 anak. Diharapkan dengan adanya penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang lebih variatif, peserta
didik dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
D. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis
Ada dua macam jenis data pada umumnya yaitu data kuantitatif dan data
kualitatif yang akan di jelaskan di bawah ini, penulis lebih memfokuskan pada
data kuantitatif dalam melakukan analisis ini.
a. Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data atau informasi yang di dapatkan dalam
bentuk angka. Dalam bentuk angka ini maka data kuantitatif dapat di
proses menggunakan rumus matematika atau dapat juga di analisis dengan
sistem statistik.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan subyek dari mana data dapat diperoleh.74. Data
harus diperoleh dari sumber data yang tepat. Adapun sumber data dalam
penelitian ini adalah:
a) Sumber data primer yaitu informan (orang) yang dapat memberikan
informasi tentang data penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah
peserta didik kelas V SDN 27 Olo tahun ajaran 2023-2024. Hal ini menjadi
pertimbangan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan peserta didik
dalam pembelajaran PAI dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together.
b) Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Sumber data tersebut merupakan data hasil belajar
yang dikumpulkan oleh orang lain yaitu data pendukung dalam penelitian ini
Kepala Sekolah dan Guru SDN 27 Olo. Jenis data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini adalah: aktivitas, tempat atau lokasi, dokumentasi atau
arsip.
Dalam mendapatkan data yang diharapkan dengan menggunakan Sumber
data primer dan sekunder dapat berperan membantu mengungkap data sesuai
yang di harapkan peneliti. Terkait dengan penelitian ini yang akan dijadikan
sumber data adalah seluruh peserta didik Kelas V SDN 27 Olo, khususnya data

74
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., hal. 107
tentang tanggapan mereka terhadap keberlangsungan proses pembelajaran dan
data mengenai hasil belajar peserta didik yang telah dilakukan.
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun
angka. Data adalah catatan fakta-fakta atau keterangan-keterangan yang akan
diolah dalam kegiatan penelitian.75 Data merupakan fakta empirik yang sudah
dikumpulkan oleh peneliti untuk memecahkan masalah atau menjawab
pertanyaan peneliti. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a) Hasil tes didik, hasil pekerjaan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang
diberikan peneliti. Tes diberikan pada awal sebelum tindakan dan tes setelah
adanya tindakan penelitian.
b) Hasil wawancara, wawancara antara peneliti dengan peserta didik dan
peneliti dengan pendidik yang digunakan untuk memperoleh gambaran
terhadap minat belajar dan pemahaman terhadap materi yang disampaikan.
c) Hasil observasi, yang diperoleh dari pengamatan teman sejawat tersebut
terhadap aktivitas praktisi dan peserta didik dengan menggunakan lembar
pengamatan yang disediakan oleh peneliti.
d) Catatan lapangan yang berisikan pelaksanaan kegiatan peserta didik dalam
pembelajaran selama penelitian berlangsung.

3. Teknik Pengumpulan Data


Metode-metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
adalah sebagai berikut:
a. Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes
ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada seseorang
dengan maksud untuk mendapatkan jawaban- jawaban yang dijadikan
penetapan skor angka.76 Dalam penelitian ini, tes diberikan kepada peserta
didik guna mendapatkan datasejauh mana kemampuan peserta didik dalam
memahami materi Jenis- jenis Pekerjaan pelajaran PAI. Tes yang digunakan

75
Ahmad Tanzeh, Metodologi Peneltian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 80
76
Hamzan B. Uno, Menjadi Peneliti PTK yang Profesional, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hal
104
adalah soal uraian yang dilaksanakan pada saat pra tindakan maupun pada
akhir tindakan, yang nantinya hasil tes ini akan diolah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.

Tes yang dilakukan pada penelitian ini adalah :


a) Tes pada awal penelitian (pre test), dengan tujuan untuk mengetahui
pemahaman peserta didik tentang materi yang akan diajarkan. Dalam
penelitian ini, peneliti menyusun soal pre-test untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik yaitu terdiri dari 10 soal pilihan ganda.
Adapun soal-soalnya sebagaimana terlampir.
b) Tes pada setiap akhir tindakan (post test), dengan tujuan untuk
mengetahui peningkatan pemahaman dan hasil belajar peserta didik
terhadap materi yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together. Adapun soal-soalnya
sebagaimana terlampir.

Tabel 3.1. Kriteria Penilaian77


Huruf Angka 0-4 Angka 0-100 Angka 0-10 Predikat
A 4 85-100 8,5-10 Sangat baik
B 3 70-84 7,0-8,4 Baik
C 2 55-69 5,5-6,9 Cukup
D 1 40-54 4,0-5,4 Kurang
Kurang
E 0 0-39 0,0-3,9
sekali

Untuk menghitung hasil tes, baik pre test maupun post test pada
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered
Heads Together digunakan rumus percentages correction sebagai berikut :
S= X 100
Keterangan :

77
Oemar Hamalik, Teknik Pengukur dan Evaluasi Pendidikan, (Bandung : Mandar Maju, 1989),
hal 144
S : Nilai yang dicari atau yang diharapkan
R : Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar
N : Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 : Bilangan tetap.78
Adapun instrumen tes sebagaimana terlampir.
1. Observasi
Observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian
ketika peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian.79 Pengamatan
atau observasi adalah suatu tehnik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti, secara pencatatan, dan secara
sistematis.80
Pada Penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati
kegiatan di kelas selama pembelajaran. Observasi dimaksudkan untuk
mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan
tindakan serta untuk menjaring data aktifitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas peserta didik dan
guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi dimaksudkan
untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan tindakan serta untuk menjaring data aktivitas peserta didik.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan menggunakan lembar
observasi. Kriteria keberhasilan proses ditentukan dengan menggunakan
lembar observasi. Adapun untuk instrumen observasi sebagaimana
terlampir.

2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang
menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek

78
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 112
79
Hamzah B. Uno, Menjadi peneliti PTK yang Profesional, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hal.
90
80
Tatag Yuli Eko Siswono, Mengajar dan…, hal. 25
responden.81 wawancara terbagi menjadi dua jenis yaitu wawancara
langsung dan tidak langsung. Wawancara secara langsung yaitu
wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara atau
guru dengan orang yang diwawancarai atau peserta didik tanpa
melalui perantara, sedangkan wawancara tidak langsung artinya
pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada peserta didik
melalui perantaraan orang lain atau media.82 Wawancara merupakan
cara untuk mengumpulkan data dengan mengadakan tatap muka
secara langsung antara orang yang bertugas mengumpulkan data
dengan orang yang menjadi sumber data atau obyek penelitian.83
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan
pendidik mata pelajaran PAI pada kelas V dan peserta didik.
Wawancara yang dilakukan dengan pendidik bertujuan untuk
memperoleh data awal tentang kegiatan pembelajaran sebelum
dilakukan penelitian. Sedangkan wawancara yang dilakukan dengan
peserta didik bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta
didik terhadap materi yang dipelajari di dalam kelas.
Sehubungan dengan instrumen wawancara ini Peneliti
menggunakan wawancara terstruktur. Adapun instrumen wawancara
sebagaimana terlampir.

3. Catatan lapangan
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang
didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka penyimpulan
data refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.84 Catatan
lapangan memuat segala kegiatan peneliti maupun peserta didik
selama proses pembelajaran dari awal sampai akhir . Peneliti meneliti
dan mencatat hal-hal yang tidak tercantum pada lembar observasi.

81
Yatim Riyanto, Metodologi penelitian pendidikan , (Surabaya: anggota IKAPI, 1996), hal. 82
82
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011 ), hal. 158
83
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian…, hal. 89
84
Ibid., hal. 209
Catatan lapangan dimaksudkan untuk melengkapi data yang tidak
terekam dalam lembar observasi.
4. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan melihat atau
mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Metode ini dilakukan
dengan melihat dokumen-dokumen resmi seperti monografi, catatan-
catatan serta buku-buku peraturan yang ada.85 Untuk lebih
memperkuat hasil penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi
berupa foto-foto pada saat peserta didik melakukan proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together pada mata pelajaran PAI materi
Jenis- jenis Pekerjaan. Adapun dokumentasi penelitian sebagaimana
terlampir.

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis


Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan-satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.86
Dapat diketahui dalam menganalisa data pada penelitian ini ada tiga alur
yaitu reduksi data, paparan data, dan menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini,
penelitian menggunakan analisis data kualitatif model mengalir dari Milles dan
Huberman dalam Tatag Yuli Eko Siswono, yang meliputi 3 hal yaitu:87
1. Reduksi data (Data reduction)
Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui
seleksi, pemfokusan, dan pengabstrakan data mentah menjadi data yang
bermakna.88 Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

85
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian…., hal. 89
86
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),
hal. 248
87
Tatag Yuli Eko Siswono, Mengajar & Meneliti, (Surabaya: Unesa University Press, 2008),
hal. 29
88
Ibid., hal. 29
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mempermudah peneliti membuat kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam mereduksi data ini peneliti dibantu teman sejawat untuk


mendiskusikan hasil yan diperoleh dari wawancara, observasi dan catatan
lapangan, melalui diskusi ini, maka akan memperoleh hasil secara maksimal.

2 Penyajian data (Data display)


Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antara kategori. Penyajian data yang digunakan pada data Penelitian
Tindakan Kelas adalah teks yang berbentuk naratif. Melalui penyajian data,
maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Dari hasil reduksi tersebut, selanjutnya dibuat penafsiran untuk membuat


perencanaan tindakan selanjutnya hasil penafsiran dapat berupa penjelasan
tentang: (1) Perbedaan antara rancangan dan pelaksanaan tindakan; (2) Perlunya
perubahan tindakan; (3) Alternatif tindakan yang dianggap paling tepat; (4)
Anggapan peneliti, teman sejawat, dan guru yang terlibat pengamatan dan
pencatatan lapangan terhadap tindakan yang dilakukan; (5) Kendala dan
pemecahan.

5. Penarikan kesimpulan (Conclucion Drawing)


Penarikan kesimpulan adalah kegiatan yang dilakukan dalam
memberikan kesimpulan terhadap data-data hasil penafsiran. Kesimpulan dalam
penelitian ini merupakan temuan baru yang sebelumnya pernah ada. Temuan
tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Jika hasil dari
kesimpulan ini kurang kuat, maka perlu ada verifikasi. verifikasi yaitu menguji
kebenaran, kekokohan, dan mencocokkan makna-makna yang muncul dari data.
Pelaksanaan verifikasi merupakan suatu tujuan ulang pada pencatatan lapangan
atau peninjauan kembali serta bertukar pikiran dengan teman sejawat.
6. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini


difokuskan pada hasil belajar peserta didik dalam materi Jenis- jenis Pekerjaan,
dengan menggunakan teknik pemeriksaan tiga cara dari sepuluh cara yang
dikembangkan Moleong, yaitu: ketekunan pengamatan, trianggulasi, pengecekan
teman sejawat, yang akan diuraikan sebagai berikut :89
1. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti mengadakan
pengamatan secara teliti, rinci dan terus menerus selama proses penelitian.
Kegiatan ini diikuti dengan pelaksanaan wawancara secara intensif dan aktif.

2. Trianggulasi Metode
Trianggulasi Metode merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data.
Untuk keperluan pengecekan keabsahan data atau sebagai perbandingan.
Trianggulasi dilakukan dalam membandingkan hasil wawancara dan hasil
observasi.

3. Pengecekan teman sejawat


Pengecekan teman sejawat yang dimaksudkan disini adalah
mendiskusikan proses dan hasil penelitian dengan dosen pembimbing atau
teman mahasiswa yang sedang atau telah mengadakan penelitian kualitatif
atau pula orang yang berpengalaman mengadakan penelitian kualitaif.
Diharapan peneliti senantiasa berdiskusi dengan teman pengamat yang ikut
terlibat dalam pengumpulan data untuk merumuskan kegiatan pemberian
tindakan selanjutnya.

7. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan tindakan ini akan dilihat dari indikator proses dan indikator
hasil belajar. Indikator proses yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah jika
ketuntasan belajar peserta didik terhadap materi mencapai 75%. Untuk
memudahkan dalam mencari tingkat keberhasilan tindakan, E. Mulyasa
mengatakan bahwa

89
Ibid.. hal. 127
Kualitas pembelajaran dapat di lihat dari segi proses dan dari segi hasil.
Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara
aktif, baik fisik maupun mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran,
disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat, belajar yang
besar, dan rasa percaya diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses
pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku yang
positif pada diri peserta didik seluruhnya atau sekurang-kurangnya (75%).90
Indikator proses pembelajaran yang ditetapkan dalam penelitian ini
adalah jika keterlibatan guru dan peserta didik pada proses pembelajaran
mencapai 75% (berkriteria cukup). Indikator proses pembelajaran dalam
penelitian ini akan dilihat dari prosentase keberhasilan tindakan yang
didasarkan pada data skor yang diperoleh dari hasil observasi guru/peneliti dan
peserta didik. Untuk menghitung observasi aktivitas guru/peneliti dan peserta
didk, peneliti menggunakan rumus prosentase sebagai berikut:

 jumlah skor
Prosentase keberhasilan tindakan =  100 % 91
 skor maksimal

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan didasarkan pada tabel


berikut: 92

Tabel 3.2 Tingkat penguasaan (Taraf Keberhasilan Tindakan)

Tingkat Penguasaan Nilai Huruf Bobot Predikat

91% ≤ NR ≤ 100 % A 4 Sangat baik

81 % ≤ NR < 90 % B 3 Baik

71 % ≤ NR < 80 % C 2 Cukup

61 % ≤ NR < 70 % D 1 Kurang

90
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 101-
102
91
Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan..., hal. 112
92
Ibid., hal. 103
0 % ≤ NR < 60 % E 0 Sangat kurang

Indikator hasil belajar dari penelitian ini adalah jika 75% dari peserta
didik telah mencapai nilai minimal 75 dan apabila melebihi dari nilai minimal
hasil belajar dikatakan tuntas. Hal ini didasarkan pada kelas yang dikatakan
berhasil (mencapai ketuntasan) jika paling sedikit 75% dari jumlah peserta
didik mendapatkan nilai 75. Penetapan nilai 75 didasarkan atas hasil diskusi
dengan guru Kelas V SDN 27 Olo.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Karakteristik Peserta Didik Satuan Pendidikan
Latar belakang peserta didik berada pada tingkat ekonomi menengah ke
bawah, tetapi perhatian dan daya dukung orang tua pada kegiatan sekolah cukup
baik terhadap proses pembelajaran baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Sehingga pendidikan menjadi suatu proses yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat memiliki
kecakapan hidup yang sesuai minat bakat yang mengembangkan kecerdasan
spiritual, intelektual, dan kinestetik. Berdasarkan hasil analisis tersebut, sangat
diperlukan pemahaman terhadap keragaman peserta didik. Pemahaman
karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai,
aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik.

b. Karakteristik Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Pendidik dan tenaga pendidikan merupakan kesatuan yang tidak
dapat di pisahkan, karena dengan adanya pendidik dan tenaga kependidikan
semua kegiatan pedidikan bisa bejalan lancar. Pendidik dan tenaga
kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan strategi terutama
dalam upaya membentuk watak dan pengembangan kepribadian serta nilai-
nilai yang di cita-citakan.
SDN 27 Olo memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang
berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda; agama, budaya, sosial
ekonomi, dan pendidikan. Beberapa di antara mereka memiliki berbagai
keterampilan, di antaranya: Konten Kreator, Seni Tari, dan Keterampilan
lainnya. Sekolah memfasilitasi PTK dalam meningkatkan dan
mengembangkan kompetensi sesuai bidangnya
Jumlah seluruh pendidik dan tenaga kependidikan adalah sebanyak
12 orang terdiri atas 1 orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 1 orang
guru agama, 1 orang guru olahraga, 1 orang Tata Usaha, dan 1 orang
penjaga sekolah.
Jumlah tenaga pendidik di SDN 27 Olo sebanyak 9 orang, 96 %
berkualifikasi S.1 dan A.IV. berikut Tabel Tenaga Pendidik dan
Kependidikan SDN 27 Olo.

Tabel 1.1 Data Pendidik dan Kependidikan SDN 27 Olo


Status
No Nama Jabatan Pendidikan Ket
Pegawai
Telah
1 Yumlisma, S.Pd PNS Kepala Sekolah S1
Disertifikasi
Telah
2 Novelinda, S.Pd PNS Guru Kelas II S1
Disertifikasi
Telah
3 Ermaini, S.Pd PNS Guru Kelas IV S1
Disertifikasi
Telah
4 Rina Gusti, S.Pd PNS Guru Kelas V S1
Disertifikasi
Telah
5 Yeni Syofianti, S.Pd PNS Guru Kelas I S1
Disertifikasi
Guru Kelas III Belum
6 Yeni Malinda, S.Pd PNS S1
Disertifikasi
Guru Kelas VI Telah
7 Yusmardianis, S.Pd PNS S1
Disertifikasi
Belum
8 Ahmad Pehri, S.PdI PNS Guru Agama S1
Disertifikasi
Belum
9 Zulbakri, A.Ma.Pd PNS Guru PJOK D2
Disertifikasi
Tenaga
10 Hari Saputra PTT SLTA
Administrasi
11 Emi Sri Asnita PTT Penjaga Sekolah

c. Karakteristik Lingkungan dan Sarana Prasarana Satuan Pendidikan


Ditinjau dari letak geografis, Kelurahan Olo khususnya di SDN 27
Olo, dekat dengan pantai. Sehingga peserta didik, sebagian besar merupakan
penduduk di pesisir pantai. Ini membentuk karakter peserta didik
mempunyai kemampuan dasar tentang laut dan ekosistemnya, kemampuan
berenang, dan pemanfaatan hasil laut. Selain itu lokasi pantai juga menjadi
tempat wisata sehingga penting bagi sekolah untuk menanamkan karakter
mencintai lingkungan terutama pengeloalaan sampah.
Letak geografis tersebut membentuk latar belakang sosial yang
beragam. Masyarakat yang bertempat tinggal di pesisir pantai, memiliki
mata pencaharian sebagai nelayan dan pedagang. Ini membentuk
karakteristik peserta didik yang beragam baik di kemampuan kognitif
maupun psikomotor.
Mayoritas peserta didik beragaman Islam, namun tetap menghargai
keragaman dalam agama dan keyakinan. Kelurahan Olo memiliki latar sosial
budaya yang beragam. Letak geografis yang berada di dekat pantai, hal ini
berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk di sekitarnya.
Berdasarkan keragaman sosial budaya tersebut maka memperkuat alasan
Profil Pelajar Pancasila mampu diimplemetasikan secara utuh di SD Negeri
27 Olo. Maka dalam penyusunan Kurikulum Operasional, karakteristik
peserta didik dengan keragaman kemampuan dan latar belakang sosial
menjadi pertimbangan utama agar terwujud pendidikan yang berkeadilan
dalan kebhinekaan.
SD Negeri 27 Olo merupakan sekolah yang bernuansa lingkungan
yang berada di kawasan Pantai Kota Padang Propinsi Sumatera Barat.
Secara geografis SD Negeri 27 Olo terletak di tepi pantai Kota Padang
kecamatan Padang Barat. Sekolah ini berdiri pada tahun 1977 dengan luas
tanah 2.145 m2 luas bangunan 1.324 m2. Posisi sekolah yang berada di tepi
pantai dan jalan raya menciptakan kondisi yang sejuk apalagi terdapat pohon
yang rindang. Meski terletak dipinggir jalan samudera tidak membuat
suasana bising dan mengganggu aktivitas kegaiatan pembelajaran, sehingga
proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Lingkungan SD
Negeri 27 Olo ditumbuhi pohon-pohon peneduh yang rindang sehinggga
lingkungan sejuk. Dengan lingkungan yang bersih, sehat, dan asri sekolah ini
dapat meningkatkan penciptaan lingkungan belajar yang kondusif, terlihat
pada tahun 2021 SDN 27 Olo mendapatkan Penghargaan Juara 1 Tata Kelola
Lingkungan Sekolah Tingkat Kecamatan Padang Barat dan Juara Harapan II
Tingkat Kota Padang.
Tabel 1.2 Sarana Prasarana SDN 27 Olo
No Sarana/ Prasarana Jumlah
1 Ruang Kelas 6
2 Kantor/ ruang Guru 1
3 Ruang Perpustakaan 1
4 Gudang 1
5 Lapangan/ Tempat Barmain 1
6 Toilet 8
7 Ruang UKS 1
8 Tempat Parkir 1
9 Cromebook 15
10 LCD Proyektor 2
11 Laptop 2
12 Alat Olahraga 15
13 Mushalla 1

Berdasarkan tabel di atas, dari segi sarana dan prasarana SD Negeri 27


Olo memiliki fasilitas cukup dalam mendukung kegiatan pembelajaran,
memiliki 6 ruang kelas, ruang literasi, ruang guru/pendidik, gudang,
lapangan/tempat bermain, tempat parkir, 8 unit toilet. Sarana pendukung
pembelajaran yaitu 15 unit chromebook, 2 unit LCD, 3 unit laptop, alat olahraga,
media pembelajaran.

d. Karakteristik Potensi Daerah


Sesuai dengan latar belakang peserta didik dan lingkungan, sekolah
melaksanakan pendidikan berwawasan lingkungan yang berkarakter,
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dan sumber ekonomi, namun
belum sepenuhnya tenaga pendidik yang melaksanakannya. Sekolah juga
melaksanakan dan mengembangkan kegiatan sosial dan ekonomi (kegiatan
pembiasaan sekolah), kegiatan sosial seperti menjenguk PTK yang sakit,
menghadiri undangan, membantu PTK yang kurang mampu dan lain-lain.
Dalam hal ekonomi ada beberapa PTK yang aktif menjalankan usaha sampingan
di luar jam pembelajaran.
Untuk malaksanakan dan mengembangkan adat dan budaya dengan
kearifan lokal melalui pendidikan muatan lokal dan global, sekolah belum
melaksanakan pengembagan berbasis keunggulan lokal (kurikulum muatan
lokal).
2. Deskripsi Data
a. Pra Siklus

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah


satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa
dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti,
sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang
diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar,
dan lain sebagainya. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan
menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun
dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas
menjadi segar dan kondusif, di mana masing-masing siswa dapat
melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul
dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi


keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan siswa dalam kegiatan
belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka
sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala
sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Belajar aktif
adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa
secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil
belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sebelum diadakan penelitian banyak sekali siswa yang mengaku


jenuh terhadap materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
Kejenuhan ini terlihat ketika banyak siswa yang meminta memilih untuk
pulang sebelum waktunya meskipun jam pelajaran yang tersisa masih
banyak. Di samping permintaan pulang lebih awal itu banyak juga siswa
yang meminta izin ke belakang (kamar mandi/toilet) dengan alasan buang
air besar ataupun kecil. Dan yang paling biasa terjadi yaitu suasana kelas
gaduh, banyak siswa yang bermain, berlarian di kelas, bernyanyi
sendiri, atau juga mengobrol dengan teman sebangkunya.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar tentunya keadaan kelas
semacam ini menjadi penghambat utama ketercapaian tujuan
pembelajaran pada saat pembelajaran. Setelah peneliti mengadakan
observasi dan bertanya kepada salah siswa pelaku kasus-kasus seperti
yang di atas, peneliti mendapatkan gambaran semua ini berawal dari
metode pembelajaran yang menjenuhkan. Sehingga keaktifan dalam
belajar pada saat proses pembelajaran berlangsung sangat rendah. Berikut
lebih detailnya kondisi yang terjadi sebelum menggunakan Model
Pembelajaran NHT

Dalam mendapatkan informasi atau data yang berhubungan


dengan keaktifan belajar di SD Negeri 27 Olo ini peneliti menggunakan
instrument penelitian berupa lembar observasi. Indikator yang ditentukan
dalam pengisian lembar observasi terdiri 4 aspek. Baca tabel di bawah.

Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Belajar Siswa


Aspek Penilaian
Jumlah Prosent
No Nama Siswa
A B C D Penguasaan ase (%)

1 ADLAN DWI PUTRA 3 3 3 2 11 69


AHMAD AFANDY
2 3 3 3 3 12 75
PERMAN
AISYAH AULIA
3 3 3 3 2 11 69
DERMAWAN
AJI WAHYONO PUTRA
4 1 2 3 1 7 44
ZULKHAM
5 ALI AZZAM 4 3 4 3 15 94
6 AYU NISZA QUSTINA 4 3 4 3 15 94
DZAKIRA TALITA ZAHRA
7 2 3 2 2 9 56
PUTRI
FARIZH KURNIA AL
8 4 3 3 4 14 88
DZAKI
9 GEOVALDO BINTANG .K 3 3 3 4 13 81
10 HAFSHAH 1 2 2 1 6 38
11 IKHSAN FIKRI RENDRA 3 3 4 4 14 88
12 KHAILA AIFA PUTRI 3 3 3 3 12 75
13 KHAIRUL RAMAHDAN 1 2 2 1 6 38
MUHAMMAD AFDAL
14 4 3 3 3 14 88
PERMANA
MUHAMMAD FATHAN
15 3 3 4 4 14 88
IRAWAN
16 MUHAMMAD IRSYAD 3 3 3 4 13 81
17 RADHITYO FRANEISA 4 3 3 3 13 81
18 RAMZIL FIRDAVA 3 3 4 3 14 88
19 SHAFIAH 1 1 2 1 7 44
SYAFIRA ICHWANSYAH
20 3 3 3 2 11 69
PUTRI
21 SYAUQY ZIKRA HADI 1 1 3 1 7 44
22 TASYA FABIOLA 1 1 2 1 6 38
ZELVIN APRILLIA
23 1 1 2 1 7 44
WULANDARI
Jumlah 64% 67% 74% 61% 68.21

Keterangan:
A. Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
B. Siswa tidak ada yang mengantuk atau jenuh dalam proses pembelajaran
C. Siswa merasa senang dalam pembelajaran dibuktikan semangat mengikuti
pembelajaran
D. Siswa memberikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan berkaitan
dengan materi

Data indikator A mendapatkan rata-rata 64%. Data B memperoleh


rata- rata kelas sebesar 67%. Sedangkan pada indikator C didapatkan rata-rata
senilai 74%. Adapun dari indikator D diperoleh rata-rata 61%. Secara
keseluruhan dari per indikator pada tahapan pra siklus keaktifan belajar
siswa hanya didapatkan rata-rata sebesar 68.21%. Nilai ini masih jauh
dengan hasil yang diharapkan (kurang ideal) untuk meraih standar
pembelajaran yang berkualitas. Adanya angka rata-rata keaktifan yang rendah
ini memungkinkan terjadinya nilai hasil belajar yang rendah pula.
Dengan adanya persentase keaktifan yang rendah seperti yang
terungkap dalam tabel kerja di atas maka dihasilkan nilai hasil belajar seperti
yang tergambar dalam tabel di bawah. Nilai hasil belajar siswa yang diperoleh
pada pra siklus ini yaitu:
Tabel 2.2
Rekapitulasi Hasil Nilai PAI Materi Pemahaman Puasa
Pra Siklus
Jenis
No Nama Kelaamin Nilai Keterangan

1 ADLAN DWI PUTRA L 46 Tidak Tuntas


2 AHMAD AFANDY PERMAN L 80 Tuntas
3 AISYAH AULIA DERMAWAN P 80 Tuntas
AJI WAHYONO PUTRA L 26 Tidak Tuntas
4 ZULKHAM
5 ALI AZZAM L 73 Tidak Tuntas
6 AYU NISZA QUSTINA P 65 Tidak Tuntas
7 DZAKIRA TALITA ZAHRA PUTRI P 60 Tidak Tuntas
8 FARIZH KURNIA AL DZAKI L 80 Tuntas
9 GEOVALDO BINTANG .K L 73 Tidak Tuntas
10 HAFSHAH P 33 Tidak Tuntas
11 IKHSAN FIKRI RENDRA L 75 Tuntas
12 KHAILA AIFA PUTRI P 33 Tidak Tuntas
13 KHAIRUL RAMAHDAN L 46 Tidak Tuntas
14 MUHAMMAD AFDAL PERMANA L 75 Tuntas
15 MUHAMMAD FATHAN IRAWAN L 40 Tidak Tuntas
16 MUHAMMAD IRSYAD L 80 Tuntas
17 RADHITYO FRANEISA L 33 Tidak Tuntas
18 RAMZIL FIRDAVA L 79 Tuntas
19 SHAFIAH P 53 Tidak Tuntas
20 SYAFIRA ICHWANSYAH PUTRI P 46 Tidak Tuntas
21 SYAUQY ZIKRA HADI L 26 Tidak Tuntas
22 TASYA FABIOLA P 80 Tidak Tuntas
23 ZELVIN APRILLIA WULANDARI P 59 Tidak Tuntas

Melihat data ini siswa yang mampu lulus KKM hanya 7 anak.
Selebihnya mendapatkan nilai di bawah KKM atau tidak tuntas, yaitu
berjumlah 23 anak. Rata-rata nilai kelas sebesar 58%. Hal ini tentu menjadi
problem pembelajaran yang harus dipecahkan karena siswa yang tuntas hanya
23%. Dengan demikian keaktifan yang rendah mengakibatkan nilai hasil
belajar yang rendah juga.
b. Siklus I
1) Perencanaan
Bendasarkan hasil pengamatan dan test yang dilakukan pada pra
siklus didapatkan kesimpulan bahwa jika hanya dengan metode
ceramah, keaktifan belajar siswa tidak akan meningkat. Yang pada
gilirannya nilai hasil belajar siswa tetap rendah. Hal ini disebabkan
tidak adanya keterlibatan siswa dalam pembelajaran sehingga otak
mereka tidak bekerja selama pembelajaran berlangsung. Siswa hanya
diminta untuk mendengarkan dan mencatat materi yang telah
dituliskan di papan tulis. Setelah itu tidak ada tindak lanjutnya.
Dalam tahapan perencanaan ini peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut:
 Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siswa keaktifan
belajar siswa kurang.
 Mengkaji teori pembelajaran yang sekiranya dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa dan hasil belajar siswa.
 Merumuskan hipotesis tindakan.
 Setelah hipotesis disusun kemudian membuat Modul Ajar mata
pelajaran PAI materi pokok Zakat. Dalam hal ini peneliti
menggunakan skenario pembelajaran dengan Model
Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).

2) Pelaksanaan
Pada tahapan ini peneliti mempraktikkan skenario yang telah
dibuat dalam tahap perencanaan, yaitu mempraktikkan Modul Ajar
yang menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT). Proses pelaksanaan siklus I diadakan pada 25 Oktober 2023.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini antara lain:
a) Guru melakukan appersepsi dan motivasi untuk menumbuhkan
semnagat belajar siswa.
b) Peserta didik menjawab pertanyaan pemantik terkait Zakat
(bernalar kritis)
- Apakah Zakat itu?
- Bagaimana cara pelaksanaan zakat itu?
c) Peserta didik menerima informasi berkaitan dengan kompetensi dan
materi yang akan dicapai
d) Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi makna zakat
e) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam
setiap kelompok mendapat nomor
f) Peserta didik dalam kelompok menerima tugas dan mengerjakannya
g) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui jawabannya
h) Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
i) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain
j) Peserta didik menyampaikan kesimpulan
k) Peserta didik menerima penguatan materi dan kesimpulan sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai

3) Pengamatan
Observing dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan

siklus. Pada saat observasi peneliti mendasarkan pada pedoman instrumen

penelitian yang telah ditentukan pada saat perencanaan. Dalam hal ini

peneliti mengamati keaktifan belajar siswa. Kegiatan observasi

diselenggarakan pada saat pembelajaran mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengamatan ini yaitu

antara lain:

a) Guru mengobservasi apakah keaktifan belajar siswa bisa meningkat

dengan Model Pembelajaran NHT yang dilaksanakan pada siklus 1.

b) Guru mengobservasi setiap kegiatan yang dilakukan siswa dan


mencermati setiap permasalahan yang muncul selama pembelajaran

berlangsung.

Dalam kegiatan ini peneliti mengobservasi indikator kerja

keaktifan belajar siswa. Kegiatan ini sama dengan yang dilakukan

pada tahapan pra siklus. Hal ini bertujuan untuk mengukur apakah

ada peningkatan yang signifikan keaktifan belajar siswa pada tahapan

pra siklus dan siklus I. Hasil pengamatan yang diperoleh dalam

kegiatan ini.

Pada pelaksanaan siklus I keaktifan belajar siswa untuk

mengikuti mata pelajaran PAI materi pokok Zakat ada peningkatan.

Adanya peningkatan keaktifan siswa dimungkinkan dipengaruhi

banyak faktor. Peneliti menilai faktor-faktor itu antara lain yaitu, rasa

keingintahuan siswa dalam mengikuti prosedur pembelajaran yang

menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).

Faktor yang lain yaitu adanya semangat kompetensi antar kelompok

siswa yang diciptakan guru. Yaitu bagaimana guru meminta siswa

untuk berlomba menjawab pertanyaan yang diberikan pada nomor

yang terpilih. Data observasi keaktifan siswa yang dihasilkan dari

tahapan siklus I ini sebagaimana tabel di bawah.


Tabel 2.3
Indikator Keaktifan Belajar Siswa

Prosent
Aspek Penilaian Jumlah
No Nama Siswa ase (%)

A B C D Penguasaan
1 Adlan Dwi Putra 3 3 3 2 11 69
2 Ahmad Afandy Perman 3 3 3 3 12 75
3 Aisyah Aulia Dermawan 3 3 3 2 11 69
Aji Wahyono Putra
4 2 3 3 2 10 63
Zulkham
5 ALI AZZAM 4 3 3 3 13 81
6 AYU NISZA QUSTINA 4 3 3 3 13 81
Dzakira Talita Zahra
7 2 3 3 2 10 63
Putri
FARIZH KURNIA AL
8 4 3 4 4 15 94
DZAKI
GEOVALDO BINTANG
9 3 3 3 3 12 75
.K
10 Hafshah 2 2 2 2 8 50
IKHSAN FIKRI
11 3 3 3 4 13 81
RENDRA
12 KHAILA AIFA PUTRI 3 3 3 3 12 75
KHAIRUL
13 2 2 2 2 8 50
RAMAHDAN
Muhammad Afdal
14 4 3 3 3 13 81
Permana
Muhammad Fathan
15 3 3 4 4 14 88
Irawan
16 Muhammad Irsyad 3 3 3 4 13 81
RADHITYO
17 4 3 3 3 13 81
FRANEISA
18 RAMZIL FIRDAVA 3 3 4 3 13 81
19 Shafiah 2 2 3 2 9 56
20 Syafira Ichwansyah Putri 3 3 3 2 11 69
21 Syauqy Zikra Hadi 2 3 3 2 10 63
22 TASYA FABIOLA 2 2 3 2 9 56
Zelvin Aprillia
23 2 3 3 2 10 63
Wulandari
Jumlah 72% 71% 76% 67% 71.48

Keaktifan belajar siswa sebagaimana yang tertulis dalam hasil


tabel kerja observasi di atas mengindikasikan adanya peningkatan
daripada hasil observasi pada tahapan pra siklus. Indikator A
diperoleh rata-rata 72%, sedangkan dari indikator B sebesar 71%,
indikator C mencapai 76%, dan pada indikator D mendapatkan
67%. Dalam tindakan siklus I secara akumulasi per indikator
didapatkan hasil rata-rata 71% sedangkan pada saat tahapan pra
siklus hanya 66%. Peningkatan angka yang cukup yaitu 6%. Menurut
peneliti peningkatan ini dipengaruhi karena guru yang bertindak
sebagai Fasilitator pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa.
Peneliti menilai dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan
Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) ini siswa tidak
hanya diajak untuk belajar akan tetapi ada muatan permainan
sehingga memungkinkan siswa tidak merasa tegang saat proses
belajar mengajar berlangsung. Siswa akan merasa senang dalam
mengikuti arahan yang disampaikan guru. Guru tidak hanya
menyampaikan materi secara lisan semata-mata. Sehingga yang
bekerja pada saat pembelajaran berlangsung adalah siswa.

4) Refleksi
Pada tahap refleksi siklus I peneliti mengadakan langkah-langkah kegiatan
antara lain:
a) Guru memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan dapat mengkondisikan diri dalam
mempraktikkan Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT).
b) Dalam hal ini guru diharapkan dapat mengatur waktu dengan
lebih baik dan efektif lagi sehingga proses pembelajaran tidak
banyak waktu yang terbuang dan dapat belajar sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran.
c) Pengelolaan kelas harus bisa ditingkatkan kualitasnya.
Pengelolaan kelas bisa dikatakan sebagai ruh dalam
pembelajaran. Pengelolaan yang baik yaitu bagaimana siswa bisa
dengan senang mengikuti pembelajaran. Dan juga bagaimana guru
mengatur agar konsentrasi belajar anak tidak buyar pada saat
menjalani kegiatan pembelajaran di kelas.
d) Guru memberikan pengarahan tentang bagaimana pelaksanaan
teknis pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran
tematik dengan Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT). Hal ini bertujuan agar siswa pada saat melaksanakan
pembelajaran siklus II bisa lebih memahami maksud dan tujuan
serta bagaimana praktik pembelajaran yang ideal dalam
pembelajaran.
e) Guru agar lebih menciptakan proses diskusi atau umpan balik
yang diberikan guru kepada siswa. Ketika siswa dapat
menjalankan kegiatan diskusi secara baik maka proses
pembelajaran bisa dikatakan berlangsung dua kali dengan
sumber yang berbeda. Sumber pertama berasal dari guru dan yang
kedua yaitu teman-temannya sendiri.
Dalam kegiatan refleksi pada siklus I dihasilkan jumlah siswa
yang telah tuntas memenuhi nilai KKM sebanyak 17 siswa. Jumlah ini
meningkat dibandingkan pada saat pra siklus. Pada tahapan pra siklus
jumlah siswa yang lulus KKM hanya berjumlah 7 siswa. Dan
diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 58.30%. Peningkatan hasil
belajar menjadi 78.26% ini berjalan seirama dengan hasil perolehan
tabel observasi yang juga mengalami peningkatan dari pra siklus ke
siklus I.
Tabel 2.4
Rekapitulasi Hasil Nilai PAI Materi Zakat Siklus I

Jenis
No Nama Nilai Keterangan
Kelaamin

1 Adlan Dwi Putra L 100 Tuntas


2 Ahmad Afandy Perman L 100 Tuntas
3 Aisyah Aulia Dermawan P 80 Tuntas
4 Aji Wahyono Putra Zulkham L 80 Tuntas
5 ALI AZZAM L 80 Tuntas
6 AYU NISZA QUSTINA P 60 Tidak Tuntas
7 Dzakira Talita Zahra Putri P 60 Tidak Tuntas
8 FARIZH KURNIA AL DZAKI L 80 Tuntas
9 GEOVALDO BINTANG .K L 80 Tuntas
10 Hafshah P 60 Tuntas
11 IKHSAN FIKRI RENDRA L 80 Tuntas
12 KHAILA AIFA PUTRI P 80 Tuntas
13 KHAIRUL RAMAHDAN L 60 Tidak Tuntas
14 Muhammad Afdal Permana L 60 Tidak Tuntas
15 Muhammad Fathan Irawan L 100 Tuntas
16 Muhammad Irsyad L 100 Tuntas
17 RADHITYO FRANEISA L 100 Tuntas
18 RAMZIL FIRDAVA L 80 Tuntas
19 Shafiah P 80 Tuntas
20 Syafira Ichwansyah Putri P 60 Tidak Tuntas
21 Syauqy Zikra Hadi L 60 Tidak Tuntas
22 TASYA FABIOLA P 80 Tuntas
23 Zelvin Aprillia Wulandari P 80 Tuntas

Demikian laporan atas temuan-temuan yang dihasilkan dari


siklus I.Selanjutnya akan dibahas siklus II.

3. Analisa dan Pembahasan


a. Pra Siklus
Proses kegiatan belajar mengajar pada tahapan pra siklus banyak
siswa yang keaktifan belajarnya rendah. Rasa keingintahuan siswa pun
tidak begitu kuat. Fenomena ini terlihat ketika para siswa lebih suka
bermain sendiri dan tidak memperhatikan materi apa yang
disampaikan oleh guru. Dan ini terjadi pada kebanyakan siswa yang ada
di kelas. Jika ada salah satu siswa yang tidak memperhatikan maka
dampaknya akan berpengaruh pada siswa yang lain. Dari kejadian
semacam tersebut maka bisa dipastikan tujuan pembelajaran akan sulit
tercapai pada siswa.

Para siswa cenderung bosan dengan pembelajaran. Kebosanan itu


terjadi karena penggunaan metode pembelajaran yang monoton yang
digunakan oleh guru. Partisipasi mereka tidak secara total dilibatkan
dalam proses pembelajaran. Ketika pembelajaran berlangsung siswa
hanya duduk dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru.
Mereka tidak diajak aktif dalam pembelajaran. Seperti halnya siswa
tidak diberikan kesempatan untuk bertanya maupun memberikan
tanggapan atas materi yang disampaikan guru. Apalagi keterlibatan
yang berhubungan dengan fisik semisal gerakan kaki ataupun anggota
tubuh yang lain. Dengan demikian para siswa tidak bisa
mengaktualisasikan dirinya dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan
begitu mereka akhirnya bosan dan jenuh terhadap materi yang
disampaikan guru akibat pemakaian metode yang tidak menjadikan
siswa aktif dalam pembelajaran.

b. Siklus I
Pada proses tahapan siklus I awalnya para siswa belum
mengetahui sebetulnya bentuk kegiatan belajar apa yang akan
dilakukan guru. Sehingga mereka seakan seperti robot yang digerakkan
remot oleh gurunya. Karena mereka akan bergerak atau melakukan
aktifitas pembelajaran jika mendapat intruksi dari gurunya. Jika tidak
ada intruksi mereka hanya terdiam di bangku mereka masing-masing
seperti orang kebingungan tidak paham apa yang harus dikerjakan.

Dalam siklus I ini guru mengulangi pembelajaran dengan Model


Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) sebanyak dua kali. Pada
kali pertama bisa dikatakan semua siswa belum bisa menikmati proses
pembelajaran karena tidak paham langkah-langkah metode yang akan
diterapkan guru. Namun pada kali kedua para siswa sudah mulai
memahami langkah-langkah pembelajaran model NHT. Siswa mampu
memahami hal tersebut karena pada akhir pembelajaran guru
memberikan pengarahan dan evaluasi terkait masalah-masalah yang
terjadi pada praktik Model NHT yang pertama kali. Sehingga siswa
mampu memperbaiki kesalahan yang terjadi pada praktik pertama dan
diaplikasikan pada praktik yang kedua.

Pada akhir pembelajaran siklus I peneliti melakukan klarifikasi


terkait tingkat kepahaman siswa akan materi yang telah dibahas
bersama dan sejauh mana kenaikan keaktifan belajarnya. Informasi
yang diperoleh adalah siswa semakin paham akan materi yang
disampaikan dan mereka terlihat semangat dalam melakukan kegiatan
belajar. Karena tidak ada lagi siswa yang mengantuk dan terlihat
senyum ceria mereka pada saat pembelajaran.

Pada siklus I ini masih membutuhkan banyak perbaikan


berhubungan dengan kerja siswa dalam pembelajaran model NHT.
Setidaknya ada beberapa catatan yang bisa peneliti jabarkan, yaitu
antara lain:
1) Setidaknya guru sejak awal proses pembelajaran bisa memastikan
bahwa setiap siswa memang betul-betul sudah memahami praktik
pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru. Sehingga pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung tidak ada lagi siswa yang
merasa kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Caranya adalah dengan memberikan pengarahan sehubungan
dengan langkah-langkah pembelajaran model NHT.
2) Sebaiknya guru memiliki perencanaan kedua sebagai evaluasi
ketika perencanaan pertama tidak berjalan sebagaimana rencana
semula. Dengan demikian guru pun tidak akan merasa gagal
dalam pembelajaran karena ada antisipasi rencana kedua jika
rencana pertama belum bisa diterapkan sesuai perencanaan awal.
Jika demikian halnya maka tidak ada waktu yang terbuang sia-sia
karena adanya kebingungan pada rencana pertama. Antisipasi
kegagalan perencanaan pertama harus selalu ada.
3) Guru harus memperhatikan waktu dan mengatur bagaimana
carannya agar alokasi waktu tersebut bisa seefisien mungkin.
Karena pada praktiknya penerapan model berbasis siswa aktif
memakan banyak waktu. Caranya adalah dengan menghindari
kegiatan yang tidak perlu yang akan membuang-buang waktu saja.
Usahakan waktu tersebut semuanya dimanfaatkan oleh siswa untuk
belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. 2005. SBM (Strategi Belajar Mengajar). Bandung:
CV Pustaka Setia.
Anwar Zain dan Djamarah Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Midya.

Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Bandung:
PT. Rineka Cipta.

Alex. 2006. Standar Kompetensi Lulusan. BNSP Indonesia. diakses tanggal 09 April
2016
Azzet Akhmad Muhaimin. 2011. Menjadi Guru Favorit. Jakarta:Ar- Ruzz Media.
Byrd& Burger. 1999. Definisi Model- Model Pembelajara. diakses 02 Februari 2016.
B Uno, Hamzah. 2012. Teori Motivasi dan Pengukuranya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Baharuddin dan Nur Wahyuni. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar
Ruzz Media.
Budianti Lala. Kajian IPS Pada Tingkat Sekolah Dasar. diakses tanggal 14 Oktober
2015.
Hamalik, Oemar. 1989. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

_____________. 2006. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hana Mulyasari. 2013. Laporan penilaian Hasil Belajar. Diakses tanggal 09 April
2016.
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Metodis
dan Pragmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irham, Muhammad dan Norvan Ardy Wiyani. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jakarta: Ar Ruzz Media.
Isjoni. 2012. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar
Berkelompok. Bandung: Alfabeta.
Jumail,M. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:
PT Revika Aditama.
Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan: Komponen- komponen Elementer Kemajuan
Sekolah, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.

Lie Anita. 2002. Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di


Ruang- ruang Kelas, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Maunah, Binti. 2009. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Teras.


Majid Abdul. 2015. Strategi Pembelajaran, Bandung: PT Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mufidatul, Husnah Siti. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads
Together Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa MIN Tunggangri
Kalidawir Tulungagung. IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nur Muhammad, 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Departemen Pendidikan
Nasional Direktoral Jendral Pendidikan Dasar Menengah.
Nurdin, Syarifuddin. 2007. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif.
Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
____________. 2005. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu
Siswa dalam Kurikulum berbasis Kompetensi. Ciputat: PT Ciputat Press.
Patoni, Ahmad. 2004. Dinamika Pendidikan Anak. Jakarta: PT Bina Ilmu.
Purwanto, Ngalim. 2004. Prinsip- Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Purwo Widodo Agus dan Ngurawan Sidik. 2010. Desain Model Pembelajaran Inovatif
Berbasis Konstruktifistik, Tulungagung: STAIN tulungagung Pres.
Rahardja, Umar Tirta. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Rohman Muhammad dan Sofan Amri . 2013. Strategi dan Desain Pengembangan
Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.


Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Sa’adah, Binti. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered
Heads Together pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas III MI Miftahul Ulum Rejosari Kalidawir Tulungagung.
IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.
Satrio Adi. 2005.Kamus Ilmiah, Populer, Sosial, Budaya, Agama, Kedokteran, Teknik,
Politik, Hukum, Ekonomi, Komunikasi, Komputer. Kimia.Visi 7.
Sa’ud, Udin Syaefudin dan Abin Syamsuddin Makmun. 2007. Perencanaan
Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2007. Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sam’s Hartiny Rosma. 2010. Model Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta Teras
Siswono Eko. 2008. Mengajar dan Meneliti. Bnadung:PT Remaja Rosdakarya.

Shoimin, Aris. 2014. Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2011. Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran
IPS). Jakarta: Bumi Aksara.
Supriono. Agus. 2013. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suranto dan Sukidin Basrowi. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas, Surabaya:
Insan Cendekia.
Suwantini. 2008. Aktivitas Pembelajaran, Yogyakarta: Universitas Sanata Darma Press.
Taniredja, Tukiran. 2011. Model- model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
____________. 2012. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan Profesi Guru
Praktis dan Mudah. Bandung: Alfabeta.
Tanzeh, Ahmad. 2011. Metodologi Peneltian Praktis. Yogyakarta: Teras.
Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2013. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta:
AR-Ruzz Media.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Undang – undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006.
Bandung : Fokus Media.

Wahidmurni. 2010. Pengembangan Kurikulum IPS & Ekonomi di Sekolah/Madrasah.


Malang: UIN Maliki Press.
Wiraatmadja, Rochiati. 2010. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2010.
Yuli Eko Siswono, Tatag. 2008. Mengajar dan Meneliti Panduan Penelitian Tindakan
Kelas Untuk Guru dan Calon Guru. Surabaya: UNESA University Press.
Zaini, Muhammat. 2009. Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi Evaluasi
dan Inovasi. Yogyakarta: Teras.
LK 11.b: Penyusunan Instrumen PTK
Alat Instrumen Penelitian Tindakan Kelas

1. Angket ( Terlampir
2. Wawancara ( Terlampir )
3. Pengamatan / Observasi ( Terlampir)
4. Tes ( Terlampir)
5. Dokumentasi ( Terlampir)

Lampiran I
1. Angket

Identitas Responden
Nama :
Kelas :
Petunjuk pengisian angket
1. Bacalah dan pahami pertanyaan di bawah ini dengan cermat
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik.
Ceklislah (√) pertanyaan

No Pertanyaan Ya tidak

1. Apakah belajar dalam memahami Zakat itu


susah?

2. Apakah kemampuan siswa dalam memahami


materi Zakat rendah?

3. Apakah minat siswa dalam memahami zakat


ini tinggi?

4. Apakah waktu yang digunakan untuk belajar


zakat ini cukup?
Lampiran II

2. Wawancara

Lembar Wawancara Siswa


Nama siswa :
Kelas :
Hari dan Tanggal :
Tujuan Wawancara :
No. Absen :

No Pertanyaan Jawaban

1 Apakah kamu suka pembelajaran


PAI ?

2 Bagaimana pendapat kamu tentang


pembelajaran PAI?

3 Bagaimana pendapat ananda


tentang cara mengajar guru yang
digunakan dalam pembelajaran
selama ini ?

4 Pernakah ananda mengalami


pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran NHT?

5 Apakah ananda ingin pembelajaran


yang ananda ikuti materinya
dengan menggunakan model
pembelajaran NHT?

6 Apakah model pembelajaran NHT


dapat meningkatkan hasil belajaran
mu?

7 Apakah kamu senang dengan


proses pembelajaran ini?

8 Apakah kamu berusaha sendiri


dalam mengerjakan soal-soal yang
diberikan guru?
9 Apa yang kamu dapat setelah
mempelajari pelajaran PAI
menggunakan media?

10 Apakah dengan diterapkannya


model pembelajaran NHT dapat
membawa perubahan pengalaman
belajar mu?

11 Apakah pengetahuan kamu yang


diperoleh dari model pembelajaran
NHT bertambah?

12 Keterampilan apa yang kamu


peroleh setelah diterapkannya
model pembelajaran NHT?

13 Apakah kamu memperhatikan


temanmu saat berbicara baik ketika
bertanya atau menjawab?

14 Bagaimana perasaanmu belajar


sebelum dan sesudah belajar PAI
dengan model pembelajaran NHT?

Lampiran III

Observasi

Observasi siswa
Tema : Memahami Zakat
Pelajaran : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Kelas :V
Hari/Tanggal : ……….. :
Tujuan Observasi ini:
a. Untuk mengetahui tingkat awal keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sebelum
menggunakan metode NHT.
b. Untuk mengetahui apa-apa saja yang menghambat prestasi belajar siswa dalam
proses pembelajaran.
c. Untuk mengetahui bagaimana dampak penggunaan metode NHT
Petunjuk :
a. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap
dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
b. Observer memberikan skor dengan petunjuk berikut:
Kualitas:

Skor Kualitas

1 Kurang

2 Cukup

3 Baik

4 Baik Sekali

Ceklis (√) pada angka yang memenuhi aspek-aspek penilaian siswa dalam proses
pembelajaran

Skor
No Indikator atau aspek yang dinilai
1 2 3 4

1. Pengetahuan (mengingat/menghafal)

Berlatih (misalnya mencoba sendiri soal-


soal pelajaran dengan penuh keyakinan)

Berpikir kreatif (misalnya mencoba


memecahkan masalah-masalah pada latihan
soal yang mempunyai variasi berbeda
dengan contoh yang diberikan

Berpikir kritis (misalnya mampu


menemukan kejanggalan, kelemahan atau
kesalahan yang dilakukan orang lain dalam
menyelesaikan soal atau tugas).
2. Pemahaman (menginterpretasikan)

Membangun pengetahuannya sendiri


berdasarkan pengalamannya

Melakukan pengamatan atau


penyelidikan

3. Aplikasi/penerapan (menggunakan

konsep untuk memecahkan suatu


masalah)

4. Mengerjakan segala sesuatu tugas yang


diberikan guru dengan kemampuannya.

Mampu menyelesaikan permasalahan-


permasalahan soal yang diberikan oleh guru
padanya

5 Analisis (menjabarkan suatu konsep)

Aktif dalam menyelesaikan soal-soal


beberapa konsep tertentu

6 Sintesis (menggabungkan bagian- bagian


konsep menjadi suatu konsep utuh)

Menggali pengetahuannya untuk


menemukan konsep-konsep yang sedang
dipelajari)

Secara aktif terlibat langsung dalam proses


pembelajaran

7 Evaluasi (membandingkan nilai, ide,


metode, dan sebagainya)

Mampu mengulas kembali materi yang


sudah dipelajari dengan baik dan benar

Mampu mempresentasikan secara lantang


di depan kelas
Lembar Observasi Guru
Kelas :
Nama Guru :
Hari/Tanggal :
Sekolah :

Skor
No Fase Tingkah Laku Guru
1 2 3 4

1. Orientasi siswa Guru memasuki kelas tepat waktu


kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran

Guru memotivasi siswa agar terlibat


dalam kegiatan pemecahan masalah
yang dipilih.

Guru mendorong siswa untuk


melakukan kegiatan pengamatan
terhadap fenomena yang terkait
dengan CP yang akan dikembangkan.

2. Menanya, Guru membantu siswa untuk


Memunculkan mendefinisikan tugas belajar yang
Permasalahan berhubungan dengan masalah.

Guru mendorong siswa untuk


merumuskan suatu masalah terkait
dengan fenomena yang diamatinya
masalah itu dirumuskan berupa

pertanyaan yang bersifat optimis

3. Menalar dan a. Guru mendorong siswa untuk


Mengumpulkan data mengumpulkan informasi yang
relevan.

b. guru membimbing siswa


melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan pemecahan/penjelas an
atas masalah baik secara individu
maupun kelompok

4. Mengasosiasi dan guru meminta siswa untuk melakukan


Merumuskan analisis data dan merumusan jawaban
Jawaban terkait dengan masalah yang mereka
ajukan sebelumnya.

Guru membantu siswa dalam


merumuskan jawaban.

5. Mengkomunikasikan Guru memfasilitasi siswa untuk


mempersentasikan jawaban atas
permasalahan yang mereka rumuskan
sebelumnya.

Guru membantu siswa melakukan


refleksi atau evaluasi terhadap proses
pemecahan masalah yang dilakukan
Lampiran IV

3. Lembaran Tes Siswa Materi Zakat

Nama Sekolah : SDN 27 Olo


Kelas / Semester : V/1
Fase :C
Hari / Tanggal :
Nama Peserta didik :

Soal tes tertulis sebagai evaluasi

1
Hasil PreTest:

4. Sikap

Instrumen penilaian unjuk kerja dapat dilihat pada instrument penilaian sikap sebagai
berikut :
Instrumen penilaian

No Indikator SL SR KD TP
1. Setelah mempelajari dan memahami materi
Zakat, aku selalu menunjukkan sikap berbagi
dan dermawan

Keterangan
SL : Selalu = sangat baik
SR : Sering = baik
KD : Kadang-kadang = cukup
TP : Tidak pernah = perlu bimbingan
DOKUMENTASI KEGIATAN PBM

Anda mungkin juga menyukai