PTK Full Siklus 1
PTK Full Siklus 1
Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW
yang telah membimbing umat manusia melalui lembaga pendidikan terbaik.
Alhamdulillah, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul: “PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI PADA PESERTA DIDIK
KELAS 5 SD NEGERI 27 OLO” dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya saya mengucapakan terima kasih kepada:
1. Dr, Yasmadi, M.A selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / Ketua
LPTK UIN Imam Bonjol Padang yang telah memberikan izin serta dukungan secara
moral maupun materil dalam penyelenggaraan PPG Dalam Jabatan 2023
2. Dr. Nana Sepriana, M.Pd selaku Ketua Program Studi PPG di FTIK UIN Imam
Bonjol Padang yang telah memberikan layanan dan fasilitas dalam menempuh
kegiatan PPG Dalam Jabatan 2023 ini
4. Haslidar, selaku guru pamong pada Lokakarya Penelitian Tindakan Kelas yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan
Proposal PTK ini.
5. Muryati, M.Pd selaku Kepala SD Negeri 28 Ganting Selatan yang telah memberi izin
pada peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas.
6. Seluruh tim panitia penyelenggaraan PPG Dalam Jabatan 2023 yang telah
memfasilitasi dan mendampingi rangkaian kegiatan dengan sabar dan teman-teman
yang sama-sama ikut PPG Batch 2 tahun 2023
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan demi kesempurnaan proposal kami. Penulis berharap mudah-mudahan
penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak terkait.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................
B. Pembatasan dan Rumusan masalah .........................................................
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ahmad Patoni, dkk, Dinamika Pendidikan Anak, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal. 1
2
Udin Syaefudin Sa’ud & Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan Suatu
Pendekatan Komprehensif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 6
3
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Impelmentasi Evaluasi dan Inovasi,
(Yogyakarta : Teras, 2009), hal. 13
hidupnya.4proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya,
sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam Undang-
Undang system pendidikan nasional tahun 2003 (bab 1 pasal 1) disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian diri, kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.5
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa pendidikan merupakan suatu sarana
strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa, karenanya kemajuan suatu bangsa dan
kemajuan pendidikan merupakan suatu kesinambungan. Keberhasilan proses
pendidikan secara langsung akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang berkualitas, dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan
potensi yang dimilikinya, mengubah tingkah laku kearah yang lebih baik.
Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta
didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi
kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia.6 Tujuan
pendidikan, di harapkan proses pendidikan dapat mencapai hasil secara efektif dan
efisien.7
Masalah pokok pendidikan di indonesia saat ini masih berkisar pada soal
pemerataan kesempatan, Kualitas, efisiensi dan efektifitas pendidikan. Sesuai
dengan masalah pokok tersebut serta memperhatikan isu dan tantangan masa kini
dan kecenderungan di masa depan, maka dalam rangka meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengatasi persoalan dan menghadapi
tantangan itu, perlu diciptakan pendidikan yang unggul yaitu pendidikan yang dapat
4
Kompri, Manajemen Pendidikan:Komponen- Komponen Elementer Kemajuan
Sekolah,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), hal. 35
5
UU RI No. 20 Th. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2006),
hal. 2
6
Umar Tirta Rahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 1
7
M. Jumali, et. al. Landasan Pendidikan, (Surakarta: Muhammdiyah University Press, 2008),
hal. 52
mengembangkan potensi dan kapasitas siswa secara optimal serta perlunya
pembelajaran yang efektif.8
Hal yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan
yang efektif adalah penyelenggaraan proses pembelajaran yang berkualitas pula.
Guru sebagai pelaksana pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
keberhasilan proses pembelajaran disamping faktor lainnya seperti siswa, bahan
pelajaran, motivasi, dan sarana penunjang.
Proses pembelajaran adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya suatu proses
pembelajaran yang ada disuatu lembaga pendidikan. Tujuan lembaga pendidikan
khususnya sekolahan adalah mempersiapkan anak didik agar mereka dapat hidup di
masyarakat. Dengan kata lain, tugas pendidikan yang berlangsung disekolahan
adalah mengembangkan manusia menjadi subjek yang aktif yang mampu
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya agar mereka dapat hidup dan
dapat mengembangkan kehidupannya di masyarakat yang selalu berubah.9
Pada dasarnya, pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.10 Tujuan dari
pembelajaran adalah agar siswa dapat berkembang sesuai potensi serta tugas-tugas
perkembangannya dan tugas-tugas belajar, baik dari segi kognitif, afektif, maupun
psikomotoriknya.11 Guru sebagai salah satu kependidikan sangat berperan penting
dalam upaya perbaikan pendidikan di Indonesia. Guru yang melaksanakan kegiatan
belajar mengajar disekolah sehingga keberhasilan proses belajar mengajar sangat
ditentukan oleh faktor guru.12 Interaksi atau hubungan timbal balik yang terjadi
8
Syaffrudin Nurdin, Model pembelajaran yang memperhatikan keragaman individu siswa dalam
kurikulum berbasis kompetensi, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), hal. 17
9
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal.
251
10
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Revika
Aditama, 2010), hal. 2
11
Muhammad Irham & Norvan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran,(Jakarta: Ar Ruzz Media, 2013), hal. 251-152
12
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 127
antara guru dan siswa merupakan syarat utama berlangsungnya proses belajar
mengajar.13
Pendidik/ Guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab untuk
memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian dan
kemampuan peserta didik baik jasmani maupun rohani agar mampu berdiri sendiri
memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu dan makhluk
sosial.14 Dalam rangka memberikan yang terbaik untuk anak didik, seorang guru
harus menyiapkan materi dan model pembelajaran dengan baik. Menyiapkan materi
pelajaran dengan baik sangat penting agar seorang guru dapat memberikan
penjelasan dengan baik kepada anak didiknya .
Tetapi permasalahan yang terjadi dilapangan tidak jarang seorang guru merasa
tidak bisa memberikan penjelasan dengan baik kepada anak didiknya. Hal ini bisa
terjadi karena ia tidak menguasai materi, strategi dan model pembelajaran dengan
baik pula.15 Selain itu, Kegagagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran akan
terjadi jika pemilihan model tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap
16
karakteristik dari masing-masing model pembelajaran. Kondisi tersebut
disebabkan oleh cara mengajar guru yang masih menggunakan metode ceramah
sehingga semangat belajar peserta didik menurun dan peserta didik menjadi kurang
aktif.
Agar dapat mengajar dengan efektif dan efisien, guru harus dapat
meningkatkan kesempatan belajar bagi peserta didik baik kualitas maupun kuantitas.
Kesempatan belajar dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan secara aktif dalam
belajar.17 Dengan demikian guru telah menunjukkan sikap guru professional yang
dibutuhkan pada era globalisasi. Interaksi atau hubungan timbal balik yang terjadi
antara guru dan peserta didik merupakan syarat utama berlangsungnya proses belajar
mengajar.
13
Baharuddin & Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ar Ruzz Media,
2012), hal. 12
14
Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009),hlm. 8
15
Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm.
132
16
Syaiful Bahri Djamarah dan Anwar Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), hal. 85
17
Ibid... hlm. 21
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan budi Pekerti merupakan salah
satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah. Pendidikan Agama Islam dan
budi Pekerti diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB serta
sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Agar pembelajaran PAI di SD lebih bermakna bagi peserta didik sehingga
mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
maka guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat
aktif mengikuti pembelajaran dengan baik yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran sehingga lebih bermakna. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif dalam kelompok (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif
dan menjadi lebih hidup serta menghasilkan pemahaman dan penguasaan konsep
yang maksimal.
Salah satu model yang dapat diterapkan dalam melibatkan peserta didik secara
aktif guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak
didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas- tugas yang terstruktur.18
Menurut Sunal and Hans yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa,
pembelajaran Kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi
yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja
sama selama proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk
memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman,
dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar biasnya siswa dihadapkan
pada atihan- latihan soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, Cooperative
Learning sangat baik dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling
tolong- menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.19
Oleh karena itu guru harus pandai menggunakan model yang paling tepat
untuk situasi dan kondisi yang akan dihadapinya. PAI merupakan salah satu ilmu
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai upaya untuk
18
Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), cet. II,
hal. 53
19
Isjoni, Cooperative Learning (Efektifitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2012),
hal. 12- 13
meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik, maka perlu dikembangkan
model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang
dapat meningkatkan motivasi dan banyak melibatkan keaktifan peserta didik adalah
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (Penomoran
Berpikir Bersama), Model ini memungkinkan peserta didik untuk termotivasi serta
aktif dalam pembelajaran, mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya secara mandiri.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini juga memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini dapat meningkatkan semangat
kerjasama mereka. Jadi, pembelajaran Numbered Heads Together adalah variasi
diskusi kelompok yang ciri khasnya guru menunjuk seorang peserta didik yang
mewakili kelompoknya itu sehingga kemandirian, keterkaitan, serta keberanian
peserta didik akan tercipta. Cara tersebut juga menjamin keterlibatan total peserta
didik sehingga ini merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan
tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok.20
Salah satu usaha yang dilakukan guru dalam mengantisipasi munculnya
kesulitan belajar yang dialami adalah dengan menggunakan model pembelajaran
yang bervariasi agar peserta didik dapat belajar dengan mudah dan
menyenangkan. Dalam hal ini guru harus mampu menciptakan pengajaran yang
menarik agar peserta didik tidak cepat bosan terhadap suatu pelajaran dan mampu
menumbuhkan motivasi belajar dan meningkatkan konsentrasi belajar peserta
didik. Oleh karena itu, guru dituntut untuk selalu dapat menemukan inovasi-inovasi
baru agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan yang
diharapkan. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan untuk mengembangkan
pendekatan dan memilih model pembelajaran yang efektif. Hal ini penting
terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.
Berdasarkan observasi pendahuluan terhadap peserta didik SDN 27 Olo,
terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran PAI di kelas,
salah satunya adalah rendahnya nilai Sumatif yang diperoleh peserta didik dalam
mata pelajaran PAI. Kondisi tersebut disebabkan karena beberapa faktor seperti: 1).
20
Muhammad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Jawa Timur: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah , 2005), hal. 75
Kualitas pengajaran oleh guru PAI mungkin kurang efektif dalam menyampaikan
materi. Guru perlu memastikan bahwa metode pengajaran dan strategi yang
digunakan sesuai dengan pemahaman dan tingkat perkembangan peserta didik. 2).
Kurangnya perhatian peserta didik terhadap penjelasan materi yang diberikan oleh
guru ketika dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga peserta
didik menjadi kurang aktif 3). Rendahnya motivasi dan minat siswa terhadap mata
pelajaran PAI.21
Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, maka peneliti mencoba
mengambil suatu penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
(NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti Pada Peserta Didik Kelas 5 SD Negeri 27 Olo”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut :
1. MendeskrPAIikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) pada mata pelajaran I PAI materi Zakat peserta didik
kelas V SD Negeri 27 Olo Tahun Pelajaran 2023-2024.
21
Observasi Pribadi di Kelas V SDN 27 Olo, tanggal 15 Oktober 2023
2. MendeskrPAIikan hasil belajar PAI melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran PAI
Materi Zakat peserta didik kelas kelas V SD Negeri 27 Olo Tahun Pelajaran
2023-2024.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) adalah:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sumbangan untuk
memperkaya khasanah ilmiah, khususnya tentang penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam
meningkatkan hasil belajar PAI di kelas.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Lembaga SD Negeri 27 Olo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam membantu meningkatkan hasil
belajar PAI dan menyusun program pembelajaran yang lebih baik sekaligus
dapat meningkatkan kreativitas guru dalam proses belajar mengajar di kelas
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
b. Bagi Peneliti Lain
Sebagai upaya untuk memperdalam pengetahuan di bidang pendidikan
dan dapat digunakan untuk menambah wawasan tentang meningkatkan mutu
pendidikan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT).
c. Bagi Perpustakaan UIN Imam Bonjol Padang
Dengan diadakan penelitian ini, maka hasil yang diperoleh diharapkan
dapat berguna untuk dijadikan bahan koleksi dan referensi juga menambah
literatur dibidang pendidikan sehingga dapat digunakan sebagai sumber
belajar atau bacaan bagi mahasiswa lainnya.
d. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar atau bacaan bagi para
pembaca lainnya.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat- perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain- lain. Setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran
untuk membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagaimana dijelaskan soekamto dalam Rohman, sebagai mana berikut:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfugsisebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas
belajar- mengajar.22
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar.23 fungsi model pembelajaran sebagai
pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksaakan
pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari
materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
tersebut, serta tingkat kemampuan siswa.
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.24 Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, tahap- tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembeajaran dapat didefinisikan
22
Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem
Pembelajaran, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), hal. 27
23
Trianto, model pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 52
24
Agus Suprijono, Cooperaive Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 46
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan pola atau kerangka yang digunakan oleh guru untuk
membimbing dan mengajar peserta didik di kelas untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar. Dengan
adanya model pembelajaran dapat membantu guru untuk memberikan perubahan
dalam proses belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran berfungsi sebagai:
(1) Langkah-langkah operasional pembelajaran
(2) Suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran
(3) Menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang,
memperlakukan, dan merespon Peserta didik
(4) Segala sarana, bahan, alat atau lingkungan belajar yang mendukung
pembelajaran
25
Rusman. Model- model Pembelajaran Mengembangkan profesionalisme guru, ( Jakarta:
Rajawali pers, 2011),hal. 203
26
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning …, hal. 4
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
27
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Berdasarkan uraian diatas,dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran
kooperatif, siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu belajar untuk dirinya
sendiri, dan membantu sesama anggota untuk belajar.
Dengan melaksanakan model pembelajaran Cooperative Learning ,
memungkinkan siswa untuk meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu
juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan
berpikir, (Thingking skill) maupun keterampilan sosial (sosial skill), seperti
keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari
orang lain, bekerja sama, rasa setiakawan, dan mengurangi timbulnya perilaku
yang menyimpang dalam kehidupan kelas.
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar
yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran,
namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.28
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan sarana untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik
dalam kegiatan belajar yang bersifat terbuka. Model pembelajaran Cooperative
Learning dapat memotivasi seluruh peserta didik untuk belajar, berdiskusi, dan
menemukan ide-ide baru. Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaiman siswa
dapat bekerja sama dalam kelompok, dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar yang baik. model kooperatif banyak digunakan dan menjadi perhatian
serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Slavin dinyatakan bahwa:
1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain.
27
Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok ,(Bandung:
Alfabeta, 2011), hal. 11-12
28
Ibid hal ...23
2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir
kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
pengalaman.29
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan utama dalam penerapan pembelajaran kooperatif adalah untuk
membentuk semua aggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung
jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang
diperkuat oleh kegiatan belajar bersama, Artinya setelah mengikuti kelompok
belajar bersama, anggota kelompok harus menyelesaikan tugas yang sama. 30.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional
yang menerapkan sistem kompetisi , dimana keberhasilan individu
diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan siruasi dimana keberhasilan individu ditentukan
atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.31 Pembelajaran kooperatif
mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan
ini akan dirasakan manfaatnya saat siswa terjun ke masyarakat kelak.32
Siswa yang belajar menggunakan model Cooperative Learning akan
memiliki motivasi yang tinggi karena di dorong dan di dukung dari rekan
sebaya. Model pembelajaran Cooperative Learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:33
a. Hasil belajar akademik
Beberapa ahli berpendapat bahwa, model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
29
Rusman. Model- model Pembelajaran ,hal. 205-206
30
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 59-60
31
Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif , hal. 60
32
Abdul Majid, Strategi pembelajaran ,(Bandung: PT Rosdakarya , 2015), hal. 178
33
Isjoni, Cooperative Learning..., hal. 27-28
Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga cooperatif learning adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif disusun
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya.34
4. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengar sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran
kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran
yang bercirikan: (1) ”memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat”
seperti, fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan
sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai. 35 Roger dan Johnson dalam Muhammad Thobroni & Arif
Mustofa mengungkapkan lima unsur dalam Cooperatif Learning agar
34
Trianto, Model-Model Pembelajaran…, hal. 42
35
Agos Suprijono, Cooperative Learning..., hal. 58
pembelajaran mencapai hasil yang maksimal. Kelima unsur tersebut adalah
sebagai berikut:36
a. Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru perlu menciptakan suasana
belajar yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Nurhadi
menyatakan rasa saling membutuhkan tersebut dapat dicapai melalui rasa
saling ketergantungan pencapaian tujuan, saling ketergantungan dalam
menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling
ketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah atau penghargaan.
b. Tanggung Jawab Perseorangan
Dalam kelompok belajar, siswa memiliki tanggung jawab untuk
menyelesaikan tugas di kelompoknya secara baik. Meskipun dalam penilaian
ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap pelajaran secara
individu, baik buruknya skor atau nilai yang didapatkan oleh kelompok
bergantung pada seberapa baik skor atau nilai yang dikumpulkan oleh
masing-masing anggota kelompok.
c. Tatap Muka
Interaksi antar anggota kelompok sangat penting karena siswa
membutuhkan bertatap muka dan berdiskusi. Dengan adanya tatap muka ini,
antar anggota kelompok akan membentuk hubungan yang menguntungkan
untuk semua anggota. Inti hubungan yang menguntungkan ini adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan
masing-masing.
d. Komunikasi Antar Kelompok
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi yang efektif seperti bagaimana
caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan
orang tersebut. Penekanan pada aspek moral, yaitu sopan santun dalam
berkomunikasi dan menghargai pendapat orang lain, sangat penting dalam
unsur ini.
b. Evaluasi Proses Kelompok
36
Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar &Pembelajaran, (Jogjakarta: AR-Ruzz, Media,
2013), hal. 289-290
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.
5. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik dalam proses pembelajaran koopeartif lebih menekankan
kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak
hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran,
tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya
kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai
berikut:37
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran
b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen Kooperatif mempunyai tiga fungsi yaitu,
a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,
dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan.
b. Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar
proses pembelajaran berjalan dengan efektif.
c. Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik
melalui bentuk tes maupun nontes.
d. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama
perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.
37
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme Guru, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 206-207
e. Keterampilan Bekerja sama
Kemampuan bekerja sama dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
6. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif,
terdapat enam langkah utama atau tahapan. Pembelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase
ini digunakan untuk menyampaikan informasi dan bahan bacaan. Selanjutnya
siswa dikelompokkan dalam tim- tim belajar. Tahapan ini diikuti bimbingan
guru pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama. Fase
terakhir pembelajaran kooperatif adalah meliputi presentasi hasil kerja
kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari, dan
memberikan penghargaan terhadap usaha- usaha kelompok maupun individu.
Untuk lebih jelas berkaitan dengan fase- fase dalam pembelajaran kooperatif
adalah sebagaimana dalam tabel berikut.38
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan
pada tabel 1.1 yaitu:39
Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
38
Abdul Majid, Strategi pembelajaran ,... hal. 178-179
39
Ibid..., hal. 66-67
lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa
Fase-3 bagaimana caranya membentuk
Mengorganisasikan siswa ke kelompok belajar dan membantu setiap
dalam kelompok kooperatif kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase-4 Guru membimbing kelompok-
Membimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka
bekerja dan belajar mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar
Fase-5 tentang materi yang telah dipelajari
Evaluasi atau masing-masing kelompok
mepresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk
Fase-6
menghargai baik upaya maupun hasil
Memberikan penghargaan
belajar individu dan kelompok
40
Isjoni, Cooperative Learning..., hal. 13
41
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2007), hal. 247-248
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain,
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala
perbedaan.
d. Interaksi selama pembelajaran kooperatif berlangsung, dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir, hal ini berguna untuk
proses pendidikan jangka panjang.
e. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
f. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan ketrampilan mengatur waktu.
g. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk menguji ide dan menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan
yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
h. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, di antaranya adalah
sebagai berikut:42
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang
butuh waktu, sangat tidak rasional jika kita mengharapkan secara otomatis
siswa dapat mengerti dan memahami filsafat pembelajaran kooperatif. Siswa
yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa
terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.
Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam
kelompok.
42
Ibid., hal. 248-249
b. Pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh
karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan
pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa
yang harus dipelajari dan dipahami tidak pernah tercapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil
kerja kelompok.
d. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan
kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, hal
ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali penerapan model
pembelajaran kooperatif.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang
hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.
Mengacu pada kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
Kooperatif diatas, maka ketika pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru
harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para
siswanya. Artinya suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa
sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat
diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan- kebiasaan kerja sama,
terutama dalam memecahkan kesulitan- kesulitan. Seorang siswa haruslah
dapat menerima pendapat dari siswa yang lainya mendengarkan di mana
letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, jika ada kekuranganya maka
perlu ditambah, dan penambahan ini harus disetujui semua anggota, yang
satu harus saling menghormati pendapat yang lain.43
43
Isjoni, Cooperative Learning..., hal. 26
44
Miftahul Huda, Model- model Pengajaran dan Pembelajara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013), hal. 203
atau penomoran berfikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternativ
terhadap struktur kelas tradisional.45
Model pembelajarn NHT ini adalah salah satu model dalam pembelajarn
kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Teknik ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.46 Model pembelajaran
Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe pembelajarn kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk mempelajari materi yang telah
ditentukan.
Model pembelajaran Numbered Heads Together ini mengacu pada belajar
kelompok siswa. Masing- masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan)
dengan nomor yang berbeda- beda. Misalkan, dalam pembelajaran jenis- jenis
pekerjaan lebih mengacu pada interaksi sosial sehingga pembelajaran Numbered
Heads Together dapat meningkatkan hubungan sosial antarsiswa. Setiapa siswa
mendapatkan kesempatan sama untuk menunjang timnya guna memperoleh nilai
yang maksimal sehingga termotivasi untuk belajar. Dengan demikian setiap
individu merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai47
Numbered Heads Together merupakan suatu model pembelajaran
berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas
kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa
yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu
dengan yang lain.48
Selain itu, Model Numbered Heads Together merupakan suatu model
pembelajaran dengan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
45
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2011), hal. 62
46
Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas, (Jakarta :PT Grasindo, 2002), hal. 59
47
Bassrowi Sukidin dan Suranto, Manajemen penelitian Tindakan Kelas, ( Surabaya: Insan
Cendekia, 2002), hal. 156- 157
48
Aris Shoimin, Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, ( Yogyakarta:Ar- Ruzz
Media, 2014), hal. 107- 108
mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional. Ciri khas dalam model pembelajaran ini guru hanya
menunjuk seorang peserta didik yang mewakili kelompoknya untuk melaporkan
hasil diskusi, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompoknya itu. Cara ini menjamin keterlibatan total seluruh peserta didik.
Cara ini juga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung
jawab individual dalam diskusi kelompok.
Dengan cara ini setiap peserta didik memiliki tanggung jawab yang sama
dalam diskusi sehingga tidak akan ditemukan lagi adanya peserta didik yang
pasif.49 Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
merupakan model pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor kemudian
dibuat suatu kelompok, selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari
peserta didik.50
Jadi dengan teknik tersebut selain dapat mempermudah dalam
pembelajaran, dalam pembagian tugas teknik ini juga dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab pribadi siswa terhadap keterkaitan dengan rekan-rekan
kelompoknya.
a. Langkah-langkah penerapan Model kooperatif tipe Numbered Heads
Together
Untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap
isi pelajaran maka ketika guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas,
guru menggunakan langkah- langkah model pembelajaran Numbered Heads
Together.51
Langkah-langkah dalam pembelajaran Numbered Heads Together
adalah sebagai berikut:52
1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing- masing kelompok mengerjakanya.
49
Suwantini, Aktivitas Pembelajaran, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Press, 2008),
hal. 3
50
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual..., hal. 62
51
Trianto, Model-Model pembelajaran...,hal. 82
52
Kokom Komalasari, Pembelajaran kontekstual..., hal. 62-63
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakanya/ mengetahui jawabanya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
6) kesimpulan.
b. Kelebihan dan Kelemahan Model Numbered Heads Together
Di dalam setiap model pembelajaran memiliki keunggulan dan
kelemahan masing-masing. Kelebihan model Numbered Heads Together ini
antara lain:53
a. Setiap murid menjadi siap
b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh- sungguh.
c. Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai.
d. Terjadi interaksi secara intens antar siswa dalam menjawab soal..
e. Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor
yang membatasi.
Selain memiliki kelebihan dalam pembelajaran ini, juga terdapat
kelemahan yaitu:54
a. Tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena
membutuhkan waktu yang lama.
b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan
waktu yang terbatas.
Rosman Hartini Sam’s, Model Penelitian Tindakan Kelas, (Yogyakarta: Teras, 2010), hal. 33
55
56
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2002), hal. 155
mengkoordinasikan semua gerakan secara teratur dan lancar dalam keadaan
sadar.57
Dengan hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (
kemampuan tertentu) sebagai akibat belajar, menurut Gagne yang dikutip
oleh Hamzah hasil belajar yaitu siswa yang mampu mengerjakan sesuatu
sebagai hasil kegiatan belajarnya atau pengalaman- pengalaman belajar
yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan- kemampuan tertentu.58
b. Bentuk Laporan Informasi Hasil Belajar
Pengertian dan bentuk laporan proses dan hasil belajar pada dasarnya
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan proses dan
hasil belajar para peserta didik dan hasil mengajar guru, pemanfaatan
informasi hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran harus didikung oleh peserta didik, orang tua atau wali
peserta didik, kepala sekolah, guru dan civitas sekolah lainya.
Pada dasarnya pelaporan kegiatan hasil belajar merupakan kegiatan
mengkomunikasikan dan menjelaskan hasil penilaian guru tentang
penambahan dan perkembangan anak. Laporan hasil penilaian proses dan
hasil belajar meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Tidak semua
mata ajar dinilai aspek psikomotornya yaitu mata ajar yang melakukan
kegiatan praktek.59
Informasi ranah kognitif dan psikomotor diperoleh peneliti dari
sistem penilaian berdasarkan tuntunan kompetensi dasar mata pelajaran PAI
Informasi ranah afektif diperoleh melalui kuesioner dan pengamatan yang
sistematik. Informasi aspek kognitif dan psikomotor diperoleh melalui
sistem penilaian sesuai dengan tuntutan indikator- indikator dari kompetensi
dasar yang telah ditetapkan.
Aspek afektif diperoleh melalui lembar pengamatan yang sistematik
dan kuesioner. Hasil penilaian kognitif dan psikomotorik peserta didik
diperoleh menggunakan penilaian berupa nilai angka yaitu (0-100) dan
penilaian menggunakan huruf yaitu (A-E) maupun deskrPAIi kualitatif
57
Rosman Hartini Sam’s, Model Penelitian Tindakan Kelas, hal. 33- 34
58
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukuranya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 17
59
Hanna Mulyasari et al (2013: 2-3): laporan Penilaian Hasil Belajar, diakses 09 April 2016
sesuai kompetensi dasar. Sedangkan deskrPAIi kualitatif dilaporkan dalam
bentuk deskrPAIi.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Hasil Belajar
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:60
1) Faktor raw input (yakni faktor murid/ anak itu sendiri) di mana tiap anak
memiliki kondisi yang berbeda-beda. Faktor ini dapat disebut sebagai
“faktor dari dalam”. Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak
yang belajar itu sendiri. Faktor individu dapat dibagi menjadi dua
bagian:
a) Kondisi fisiologis anak
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani, seperti tangannya atau kakinya (karena ini akan
mengganggu kondisi fisiologis), dan sebagainya.anak yang
kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di
bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang
kekurangan gizi biasanya cenderung lekas sembuh, capai, mudah
mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran.
Disamping kondisi yang umum tersebut, yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah
kondisi pancaindera, terutama penglihatan dan pendengaran.
Sebagian besar orang melakukan aktivitas belajar dengan
mempergunakan indera penglihatan dan pendengaran. Karena
pentingnya penglihatan dan pendengaran inilah maka guru yang baik
tentu akan memperhatikan bagaimana keadaan pancaindera,
khususnya penglihatan, dan pendengaran anak didiknya
b) Kondisi psikologis
Sebagaimana diuraikan terdahulu mengenai dasar-dasar
psikologi belajar, dimana setiap manusia atau anak didik pada
dasarnya memiliki psikologi yang berbeda-beda, maka sudah tentu
perbedaan-perbedaan itu sangat mempengaruhi proses dan hasil
60
Abu Ahmadi & Joko Tri Prasetya, SBM (Strategi Belajar Mengajar), (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2005), hal. 103
belajar. Seperti minat yang rendah, tentu hasilnya akan lain jika
dibandingkan dengan anak yang belajar dengan minat yang tinggi,
dan seterusnya.
Beberapa faktor psikologis yang dianggap utama dalam
mempengaruhi proses dan hasil belajar:
a) Minat
Minat sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar. Jika seseorang belajar dengan minat yang tinggi maka
sangat berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
b) Kecerdasan
Kecerdasan memegang peranan besar dalam menentukan
berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti
sesuatu program pendidikan.
c) Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap
proses dan hasil belajar seseorang.
d) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Penemuan-penemuan
penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika
motivasi untuk belajar bertambah.
e) Kemampuan-kemampuan kognitif
Tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam pengukuran kognitif masih
diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Sedangkan aspek afektif dan psikomotorik lebih bersikap
pelengkap dan dalam menentukan derajad keberhasilan belajar
anak di sekolah.
f) Faktor enviromental (yakni faktor lingkungan)
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil
belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alami termasuk didalamnya
adalah seperti keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan
sebagainya. Belajar pada keadaan udara yang segar, akan lebih
baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas
dan pengap.
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal
lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan
sosial yang lain, seperti mesin pabrik, keramaian lalu lintas,
gemuruhnya pasar, dan sebagainya juga berpengaruh terhadap proses
dan hasil belajar. Karena itulah disarankan agar lingkungan sekolah
didirikan di tempat yang jauh dari keramaian.
2) Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana
untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah dirancangkan.
Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor
keras (hardware), seperti:
a) Gedung perlengkapan belajar.
b) Alat-alat praktikum.
c) Perpustakaan dan sebagainya.
Adapun faktor-faktor yang bersifat lunak (software) seperti:
a) Kurikulum.
b) Bahan/program yang harus dipelajari.
c) Pedoman-pedoman belajar dan sebagainya.
Kiranya jelas bahwa faktor-faktor yang disebutkan di atas dan
faktor-faktor lain yang sejenis besar pengaruhnya terhadap hasil dan
proses belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi mengenai
keberhasilan usaha belajar, maka faktor-faktor instrumental tersebut
harus ikut diperhitungkan.
B. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan terdahulu yang menerapkan
model Numbered Heads Together, sebagai berikut beberapa penelitian terdahulu
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together:
1. Binti Sa’adah yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
pada Materi Pokok Pecahan Melalui Model Kooperatif tipe Numbered Heads
Together Pada peserta didik kelas IV MI WB Hidayatut Tullab Kamulan
Durenan Trenggalek 2012/ 1013” dalam skrPAIi tersebut telah disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi siswa. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil belajar matematika peserta didik kelas IV pada materi
pecahan pokok pecahan meningkat setelah penerapan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT). Nilai rata- rata yang siswa
pada pre test adalah 55,13 dengan prosentase ketuntasan 10,8%, pada post test
siklus 1 meningkat menjadi 69,46 dengan prosentase ketuntasan 67,57%
kemudian pada post test siklus II meningkat menjadi 79,19 dengan prosentase
61
ketuntasan 84,49%. .
2. Siti Masruroh dalam SkrPAIinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Cooperatif Lerning tipe Numbereds Heads Together (NHT) untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Materi Sumber Daya Alam bagi Siswa
Kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek Tahun Ajaran 2012/ 2013” dalam
skrPAIi tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran IPA menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar
IPA siswa kelas IV pada materi pokok Sumber Daya Alam meningkat setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT). Nilai rata- rata yang diperoleh siswa pada pre test adalah 58,15 dengan
prosentase ketuntasan 36,36% pada post test siklus I meningkat menjadi 72,90
61
Binti Sa’adah, Menggunakan Model Numbered Heads Together pada mata pelajaran
Matematika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa IV di MI WB Hidayatut Tullab Kamulan
Durenan Tenggalek 2012/2013, (IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012), hal. 109
dengan prosentase ketuntasan 54,54% kemudian pada post test siklus II
meningkat menjadi 78,63 dengan prosentase ketuntasan 81,81%.62
3. Siti Mufidatul Husnah yang berjudul “Penerapan Model pembelajaran
Numbered Heads Together untuk meningkatkan prestasi belajar PAI Siswa MIN
Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013” dalam skrPAIi
tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran PAI menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbereds Heads Together dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar PAI siswa kelas
IV pada pokok bahasan perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan
transportasi meningkat setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT). Nilai rata- rata yang diperoleh siswa pada
pre test adalah 56,13 dengan prosentase ketuntasan 32,23% pada post test siklus
I meningkat menjadi 72,57 dengan prosentase ketun tasan 54,55% kemudian
pada post test siklus II meningkat menjadi 87,27 dengan prosentase ketuntasan
87,88%.63
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Terdahulu
62
Siti Masruroh , Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Lerning tipe Numbereds Heads
Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA pada materi Sumber Daya Alam bagi siswa
kelas IV MIN Kayen Karangan Trenggalek , (IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012), hal.
106
63
Siti Mufidatul Husnah, Penerapan Model pembelajaran Numbered Heads Together untuk
meningkatkan prestasi belajar IPS siswa MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran
2012/2013 ,(IAIN Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2013), hal. 104
Tullab Kamulan Durenan 3. Tujuan yang
Trenggalek 2012/ 2013” hendak dicapai
yaitu untuk
meningkatkan hasil
belajar siswa.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “ Jika Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) diterapkan dalam proses belajar
dalam mata pelajaran PAI Materi Zakat Pekerjaan kelas V SDN 27 Olo maka hasil
belajar peserta didik akan meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Desain dan jenis penelitian ini menggunakan pola penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru, bekerja sama dengan peneliti lainnya di kelas atau di sekolah
tempat dia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan
proses dan praktis pembelajaran.64
Penelitian Tindakan Kelas berasal dari tiga kata yaitu Penelitian, Tindakan, dan
Kelas. Berikut penjelasannya:65
1. Penelitian diartikan sebagai kegiatan mencermati suatu obyek, menggunakan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan
penting bagi penelitian.
2. Tindakan diartikan sebagai sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus
kegiatan.
3. Kelas diartikan sebagai sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Dengan menggabungkan
ketiga kata tersebut, yakni Penelitian, Tindakan dan Kelas, maka dapat
disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya guru
dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan mutu pembelajaran dikelas.
Penelitian Tindakan Kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari
pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan
dalam praktek pembelajaran, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.66 Selain
itu, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) merupakan salah
64
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual.., hlm. 271
65
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Yrama Widya, 2009), hal. 12
66
Rochiati Wiraatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), hal. 13
satu jenis penelitian yang berupaya memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran di kelasnya sendiri.67
Ada empat jenis Penelitian Tindakan Kelas, yaitu Penelitian Tindakan Kelas
Diasnognik, Penelitian Tindakan Kelas Partisipasi, Penelitian Tindakan Kelas
Empiris, dan Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental. Penelitian Tindakan
Kelas yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas Partisipan artinya suatu
penelitian dikatakan sebagai Penelitian Tindakan Kelas Partisipan apabila
peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan
hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan
penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat,
dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan
melaporkan hasil penelitiannya.68
Penelitian Tindakan Kelas memiliki beberapa karakteristik, menurut Zainal
Aqib karakteristik PTK meliputi :69
1. Didasarkan pada masalah guru dalam instruksional.
2. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya.
3. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.
4. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional.
5. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Selain itu adapun yang menjadi karakteristik PTK dan yang
membedakannya dengan jenis penelitian lain dapat dilihat pada cirri-ciri sebagai
berikut:70
67
Tatag Yuli Eko Siswono, Mengajar dan Meneliti Panduan Penelitian Tindakan Kelas Untuk
Guru dan Calon Guru, (Surabaya: UNESA University Press, 2008), hal. 5
68
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan…, hal. 20
69
Ibid., hal. 16
70
Hamzah B Uno,dkk, Menjadi Peneliti…, hal. 41-43
3. Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan didalam kelas, sehingga fokus
penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa
dalam melakukan interaksi belajar mengajar.
4. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pastilah mempunyai tujuan,
termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sehubungan dengan itu tujuan
secara umum dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:71
1. Perencanaan (plan).
2. Melaksanakan tindakan (act).
3. Melaksanakan pengamatan (observe), dan
4. Mengadakan refleksi / analisis (reflection).
Secara sederhana alur pelaksanaan tindakan kelas disajikan sebagai berikut:72
71
Tukiran Taniredja, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan Profesi Guru Praktis dan
Mudah, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 20
72
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Renika Cipta,
2010), hlm. 137
Perencanaan
Pengamatan
Perencanaan
Pengamatan
?
B. Variabel Penelitian
Secara umum, variabel penelitian diartikan sebagai sebuah konsep di dalam
suatu penelitian. Konsep tersebut kemudian menjadi hal yang harus diamati atau
73
Ibid., hal. 17
diteliti oleh seorang peneliti yang melakukan penelitian. Variabel penelitian juga
bisa diartikan sebagai suatu atribut, sifat, atau nilai dari seseorang, atau objek yang
memiliki variasi tertentu untuk dipelajari.
Variabel penelitian juga memiliki arti sebagai segala sesuatu yang akan
menjadi suatu objek pengamatan di dalam sebuah penelitian. Dari pengertian
tersebut, maka kesimpulan dari variabel penelitian adalah meliputi berbagai hal
tentang faktor-faktor yang memiliki peran ketika proses penelitian tersebut
berlangsung.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Variabel Dependen (Variabel Hasil):
Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam: Variabel ini mengukur peningkatan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam setelah
menerapkan model NHT.
Hasil Belajar Budi Pekerti: Variabel ini mengukur perubahan dalam pemahaman
dan penerapan nilai-nilai budi pekerti atau moral siswa setelah menggunakan model
NHT.
74
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., hal. 107
tentang tanggapan mereka terhadap keberlangsungan proses pembelajaran dan
data mengenai hasil belajar peserta didik yang telah dilakukan.
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun
angka. Data adalah catatan fakta-fakta atau keterangan-keterangan yang akan
diolah dalam kegiatan penelitian.75 Data merupakan fakta empirik yang sudah
dikumpulkan oleh peneliti untuk memecahkan masalah atau menjawab
pertanyaan peneliti. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a) Hasil tes didik, hasil pekerjaan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang
diberikan peneliti. Tes diberikan pada awal sebelum tindakan dan tes setelah
adanya tindakan penelitian.
b) Hasil wawancara, wawancara antara peneliti dengan peserta didik dan
peneliti dengan pendidik yang digunakan untuk memperoleh gambaran
terhadap minat belajar dan pemahaman terhadap materi yang disampaikan.
c) Hasil observasi, yang diperoleh dari pengamatan teman sejawat tersebut
terhadap aktivitas praktisi dan peserta didik dengan menggunakan lembar
pengamatan yang disediakan oleh peneliti.
d) Catatan lapangan yang berisikan pelaksanaan kegiatan peserta didik dalam
pembelajaran selama penelitian berlangsung.
75
Ahmad Tanzeh, Metodologi Peneltian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 80
76
Hamzan B. Uno, Menjadi Peneliti PTK yang Profesional, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hal
104
adalah soal uraian yang dilaksanakan pada saat pra tindakan maupun pada
akhir tindakan, yang nantinya hasil tes ini akan diolah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Untuk menghitung hasil tes, baik pre test maupun post test pada
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered
Heads Together digunakan rumus percentages correction sebagai berikut :
S= X 100
Keterangan :
77
Oemar Hamalik, Teknik Pengukur dan Evaluasi Pendidikan, (Bandung : Mandar Maju, 1989),
hal 144
S : Nilai yang dicari atau yang diharapkan
R : Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar
N : Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 : Bilangan tetap.78
Adapun instrumen tes sebagaimana terlampir.
1. Observasi
Observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian
ketika peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian.79 Pengamatan
atau observasi adalah suatu tehnik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti, secara pencatatan, dan secara
sistematis.80
Pada Penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati
kegiatan di kelas selama pembelajaran. Observasi dimaksudkan untuk
mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan
tindakan serta untuk menjaring data aktifitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas peserta didik dan
guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi dimaksudkan
untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan tindakan serta untuk menjaring data aktivitas peserta didik.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan menggunakan lembar
observasi. Kriteria keberhasilan proses ditentukan dengan menggunakan
lembar observasi. Adapun untuk instrumen observasi sebagaimana
terlampir.
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang
menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek
78
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 112
79
Hamzah B. Uno, Menjadi peneliti PTK yang Profesional, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hal.
90
80
Tatag Yuli Eko Siswono, Mengajar dan…, hal. 25
responden.81 wawancara terbagi menjadi dua jenis yaitu wawancara
langsung dan tidak langsung. Wawancara secara langsung yaitu
wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara atau
guru dengan orang yang diwawancarai atau peserta didik tanpa
melalui perantara, sedangkan wawancara tidak langsung artinya
pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada peserta didik
melalui perantaraan orang lain atau media.82 Wawancara merupakan
cara untuk mengumpulkan data dengan mengadakan tatap muka
secara langsung antara orang yang bertugas mengumpulkan data
dengan orang yang menjadi sumber data atau obyek penelitian.83
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan
pendidik mata pelajaran PAI pada kelas V dan peserta didik.
Wawancara yang dilakukan dengan pendidik bertujuan untuk
memperoleh data awal tentang kegiatan pembelajaran sebelum
dilakukan penelitian. Sedangkan wawancara yang dilakukan dengan
peserta didik bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta
didik terhadap materi yang dipelajari di dalam kelas.
Sehubungan dengan instrumen wawancara ini Peneliti
menggunakan wawancara terstruktur. Adapun instrumen wawancara
sebagaimana terlampir.
3. Catatan lapangan
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang
didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka penyimpulan
data refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.84 Catatan
lapangan memuat segala kegiatan peneliti maupun peserta didik
selama proses pembelajaran dari awal sampai akhir . Peneliti meneliti
dan mencatat hal-hal yang tidak tercantum pada lembar observasi.
81
Yatim Riyanto, Metodologi penelitian pendidikan , (Surabaya: anggota IKAPI, 1996), hal. 82
82
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011 ), hal. 158
83
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian…, hal. 89
84
Ibid., hal. 209
Catatan lapangan dimaksudkan untuk melengkapi data yang tidak
terekam dalam lembar observasi.
4. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan melihat atau
mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Metode ini dilakukan
dengan melihat dokumen-dokumen resmi seperti monografi, catatan-
catatan serta buku-buku peraturan yang ada.85 Untuk lebih
memperkuat hasil penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi
berupa foto-foto pada saat peserta didik melakukan proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together pada mata pelajaran PAI materi
Jenis- jenis Pekerjaan. Adapun dokumentasi penelitian sebagaimana
terlampir.
85
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian…., hal. 89
86
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),
hal. 248
87
Tatag Yuli Eko Siswono, Mengajar & Meneliti, (Surabaya: Unesa University Press, 2008),
hal. 29
88
Ibid., hal. 29
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mempermudah peneliti membuat kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan.
2. Trianggulasi Metode
Trianggulasi Metode merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data.
Untuk keperluan pengecekan keabsahan data atau sebagai perbandingan.
Trianggulasi dilakukan dalam membandingkan hasil wawancara dan hasil
observasi.
7. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan tindakan ini akan dilihat dari indikator proses dan indikator
hasil belajar. Indikator proses yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah jika
ketuntasan belajar peserta didik terhadap materi mencapai 75%. Untuk
memudahkan dalam mencari tingkat keberhasilan tindakan, E. Mulyasa
mengatakan bahwa
89
Ibid.. hal. 127
Kualitas pembelajaran dapat di lihat dari segi proses dan dari segi hasil.
Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara
aktif, baik fisik maupun mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran,
disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat, belajar yang
besar, dan rasa percaya diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses
pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku yang
positif pada diri peserta didik seluruhnya atau sekurang-kurangnya (75%).90
Indikator proses pembelajaran yang ditetapkan dalam penelitian ini
adalah jika keterlibatan guru dan peserta didik pada proses pembelajaran
mencapai 75% (berkriteria cukup). Indikator proses pembelajaran dalam
penelitian ini akan dilihat dari prosentase keberhasilan tindakan yang
didasarkan pada data skor yang diperoleh dari hasil observasi guru/peneliti dan
peserta didik. Untuk menghitung observasi aktivitas guru/peneliti dan peserta
didk, peneliti menggunakan rumus prosentase sebagai berikut:
jumlah skor
Prosentase keberhasilan tindakan = 100 % 91
skor maksimal
81 % ≤ NR < 90 % B 3 Baik
71 % ≤ NR < 80 % C 2 Cukup
61 % ≤ NR < 70 % D 1 Kurang
90
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 101-
102
91
Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan..., hal. 112
92
Ibid., hal. 103
0 % ≤ NR < 60 % E 0 Sangat kurang
Indikator hasil belajar dari penelitian ini adalah jika 75% dari peserta
didik telah mencapai nilai minimal 75 dan apabila melebihi dari nilai minimal
hasil belajar dikatakan tuntas. Hal ini didasarkan pada kelas yang dikatakan
berhasil (mencapai ketuntasan) jika paling sedikit 75% dari jumlah peserta
didik mendapatkan nilai 75. Penetapan nilai 75 didasarkan atas hasil diskusi
dengan guru Kelas V SDN 27 Olo.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Karakteristik Peserta Didik Satuan Pendidikan
Latar belakang peserta didik berada pada tingkat ekonomi menengah ke
bawah, tetapi perhatian dan daya dukung orang tua pada kegiatan sekolah cukup
baik terhadap proses pembelajaran baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Sehingga pendidikan menjadi suatu proses yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat memiliki
kecakapan hidup yang sesuai minat bakat yang mengembangkan kecerdasan
spiritual, intelektual, dan kinestetik. Berdasarkan hasil analisis tersebut, sangat
diperlukan pemahaman terhadap keragaman peserta didik. Pemahaman
karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai,
aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik.
Keterangan:
A. Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
B. Siswa tidak ada yang mengantuk atau jenuh dalam proses pembelajaran
C. Siswa merasa senang dalam pembelajaran dibuktikan semangat mengikuti
pembelajaran
D. Siswa memberikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan berkaitan
dengan materi
Melihat data ini siswa yang mampu lulus KKM hanya 7 anak.
Selebihnya mendapatkan nilai di bawah KKM atau tidak tuntas, yaitu
berjumlah 23 anak. Rata-rata nilai kelas sebesar 58%. Hal ini tentu menjadi
problem pembelajaran yang harus dipecahkan karena siswa yang tuntas hanya
23%. Dengan demikian keaktifan yang rendah mengakibatkan nilai hasil
belajar yang rendah juga.
b. Siklus I
1) Perencanaan
Bendasarkan hasil pengamatan dan test yang dilakukan pada pra
siklus didapatkan kesimpulan bahwa jika hanya dengan metode
ceramah, keaktifan belajar siswa tidak akan meningkat. Yang pada
gilirannya nilai hasil belajar siswa tetap rendah. Hal ini disebabkan
tidak adanya keterlibatan siswa dalam pembelajaran sehingga otak
mereka tidak bekerja selama pembelajaran berlangsung. Siswa hanya
diminta untuk mendengarkan dan mencatat materi yang telah
dituliskan di papan tulis. Setelah itu tidak ada tindak lanjutnya.
Dalam tahapan perencanaan ini peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut:
Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siswa keaktifan
belajar siswa kurang.
Mengkaji teori pembelajaran yang sekiranya dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa dan hasil belajar siswa.
Merumuskan hipotesis tindakan.
Setelah hipotesis disusun kemudian membuat Modul Ajar mata
pelajaran PAI materi pokok Zakat. Dalam hal ini peneliti
menggunakan skenario pembelajaran dengan Model
Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).
2) Pelaksanaan
Pada tahapan ini peneliti mempraktikkan skenario yang telah
dibuat dalam tahap perencanaan, yaitu mempraktikkan Modul Ajar
yang menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT). Proses pelaksanaan siklus I diadakan pada 25 Oktober 2023.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini antara lain:
a) Guru melakukan appersepsi dan motivasi untuk menumbuhkan
semnagat belajar siswa.
b) Peserta didik menjawab pertanyaan pemantik terkait Zakat
(bernalar kritis)
- Apakah Zakat itu?
- Bagaimana cara pelaksanaan zakat itu?
c) Peserta didik menerima informasi berkaitan dengan kompetensi dan
materi yang akan dicapai
d) Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi makna zakat
e) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam
setiap kelompok mendapat nomor
f) Peserta didik dalam kelompok menerima tugas dan mengerjakannya
g) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui jawabannya
h) Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
i) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain
j) Peserta didik menyampaikan kesimpulan
k) Peserta didik menerima penguatan materi dan kesimpulan sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai
3) Pengamatan
Observing dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan
penelitian yang telah ditentukan pada saat perencanaan. Dalam hal ini
Agama Islam. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengamatan ini yaitu
antara lain:
berlangsung.
pada tahapan pra siklus. Hal ini bertujuan untuk mengukur apakah
kegiatan ini.
banyak faktor. Peneliti menilai faktor-faktor itu antara lain yaitu, rasa
Prosent
Aspek Penilaian Jumlah
No Nama Siswa ase (%)
A B C D Penguasaan
1 Adlan Dwi Putra 3 3 3 2 11 69
2 Ahmad Afandy Perman 3 3 3 3 12 75
3 Aisyah Aulia Dermawan 3 3 3 2 11 69
Aji Wahyono Putra
4 2 3 3 2 10 63
Zulkham
5 ALI AZZAM 4 3 3 3 13 81
6 AYU NISZA QUSTINA 4 3 3 3 13 81
Dzakira Talita Zahra
7 2 3 3 2 10 63
Putri
FARIZH KURNIA AL
8 4 3 4 4 15 94
DZAKI
GEOVALDO BINTANG
9 3 3 3 3 12 75
.K
10 Hafshah 2 2 2 2 8 50
IKHSAN FIKRI
11 3 3 3 4 13 81
RENDRA
12 KHAILA AIFA PUTRI 3 3 3 3 12 75
KHAIRUL
13 2 2 2 2 8 50
RAMAHDAN
Muhammad Afdal
14 4 3 3 3 13 81
Permana
Muhammad Fathan
15 3 3 4 4 14 88
Irawan
16 Muhammad Irsyad 3 3 3 4 13 81
RADHITYO
17 4 3 3 3 13 81
FRANEISA
18 RAMZIL FIRDAVA 3 3 4 3 13 81
19 Shafiah 2 2 3 2 9 56
20 Syafira Ichwansyah Putri 3 3 3 2 11 69
21 Syauqy Zikra Hadi 2 3 3 2 10 63
22 TASYA FABIOLA 2 2 3 2 9 56
Zelvin Aprillia
23 2 3 3 2 10 63
Wulandari
Jumlah 72% 71% 76% 67% 71.48
4) Refleksi
Pada tahap refleksi siklus I peneliti mengadakan langkah-langkah kegiatan
antara lain:
a) Guru memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan dapat mengkondisikan diri dalam
mempraktikkan Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT).
b) Dalam hal ini guru diharapkan dapat mengatur waktu dengan
lebih baik dan efektif lagi sehingga proses pembelajaran tidak
banyak waktu yang terbuang dan dapat belajar sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran.
c) Pengelolaan kelas harus bisa ditingkatkan kualitasnya.
Pengelolaan kelas bisa dikatakan sebagai ruh dalam
pembelajaran. Pengelolaan yang baik yaitu bagaimana siswa bisa
dengan senang mengikuti pembelajaran. Dan juga bagaimana guru
mengatur agar konsentrasi belajar anak tidak buyar pada saat
menjalani kegiatan pembelajaran di kelas.
d) Guru memberikan pengarahan tentang bagaimana pelaksanaan
teknis pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran
tematik dengan Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT). Hal ini bertujuan agar siswa pada saat melaksanakan
pembelajaran siklus II bisa lebih memahami maksud dan tujuan
serta bagaimana praktik pembelajaran yang ideal dalam
pembelajaran.
e) Guru agar lebih menciptakan proses diskusi atau umpan balik
yang diberikan guru kepada siswa. Ketika siswa dapat
menjalankan kegiatan diskusi secara baik maka proses
pembelajaran bisa dikatakan berlangsung dua kali dengan
sumber yang berbeda. Sumber pertama berasal dari guru dan yang
kedua yaitu teman-temannya sendiri.
Dalam kegiatan refleksi pada siklus I dihasilkan jumlah siswa
yang telah tuntas memenuhi nilai KKM sebanyak 17 siswa. Jumlah ini
meningkat dibandingkan pada saat pra siklus. Pada tahapan pra siklus
jumlah siswa yang lulus KKM hanya berjumlah 7 siswa. Dan
diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 58.30%. Peningkatan hasil
belajar menjadi 78.26% ini berjalan seirama dengan hasil perolehan
tabel observasi yang juga mengalami peningkatan dari pra siklus ke
siklus I.
Tabel 2.4
Rekapitulasi Hasil Nilai PAI Materi Zakat Siklus I
Jenis
No Nama Nilai Keterangan
Kelaamin
b. Siklus I
Pada proses tahapan siklus I awalnya para siswa belum
mengetahui sebetulnya bentuk kegiatan belajar apa yang akan
dilakukan guru. Sehingga mereka seakan seperti robot yang digerakkan
remot oleh gurunya. Karena mereka akan bergerak atau melakukan
aktifitas pembelajaran jika mendapat intruksi dari gurunya. Jika tidak
ada intruksi mereka hanya terdiam di bangku mereka masing-masing
seperti orang kebingungan tidak paham apa yang harus dikerjakan.
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. 2005. SBM (Strategi Belajar Mengajar). Bandung:
CV Pustaka Setia.
Anwar Zain dan Djamarah Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Midya.
Alex. 2006. Standar Kompetensi Lulusan. BNSP Indonesia. diakses tanggal 09 April
2016
Azzet Akhmad Muhaimin. 2011. Menjadi Guru Favorit. Jakarta:Ar- Ruzz Media.
Byrd& Burger. 1999. Definisi Model- Model Pembelajara. diakses 02 Februari 2016.
B Uno, Hamzah. 2012. Teori Motivasi dan Pengukuranya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Baharuddin dan Nur Wahyuni. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar
Ruzz Media.
Budianti Lala. Kajian IPS Pada Tingkat Sekolah Dasar. diakses tanggal 14 Oktober
2015.
Hamalik, Oemar. 1989. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Hana Mulyasari. 2013. Laporan penilaian Hasil Belajar. Diakses tanggal 09 April
2016.
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Metodis
dan Pragmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irham, Muhammad dan Norvan Ardy Wiyani. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jakarta: Ar Ruzz Media.
Isjoni. 2012. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar
Berkelompok. Bandung: Alfabeta.
Jumail,M. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:
PT Revika Aditama.
Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan: Komponen- komponen Elementer Kemajuan
Sekolah, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Purwo Widodo Agus dan Ngurawan Sidik. 2010. Desain Model Pembelajaran Inovatif
Berbasis Konstruktifistik, Tulungagung: STAIN tulungagung Pres.
Rahardja, Umar Tirta. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Rohman Muhammad dan Sofan Amri . 2013. Strategi dan Desain Pengembangan
Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sam’s Hartiny Rosma. 2010. Model Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta Teras
Siswono Eko. 2008. Mengajar dan Meneliti. Bnadung:PT Remaja Rosdakarya.
1. Angket ( Terlampir
2. Wawancara ( Terlampir )
3. Pengamatan / Observasi ( Terlampir)
4. Tes ( Terlampir)
5. Dokumentasi ( Terlampir)
Lampiran I
1. Angket
Identitas Responden
Nama :
Kelas :
Petunjuk pengisian angket
1. Bacalah dan pahami pertanyaan di bawah ini dengan cermat
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik.
Ceklislah (√) pertanyaan
No Pertanyaan Ya tidak
2. Wawancara
No Pertanyaan Jawaban
Lampiran III
Observasi
Observasi siswa
Tema : Memahami Zakat
Pelajaran : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Kelas :V
Hari/Tanggal : ……….. :
Tujuan Observasi ini:
a. Untuk mengetahui tingkat awal keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sebelum
menggunakan metode NHT.
b. Untuk mengetahui apa-apa saja yang menghambat prestasi belajar siswa dalam
proses pembelajaran.
c. Untuk mengetahui bagaimana dampak penggunaan metode NHT
Petunjuk :
a. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap
dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
b. Observer memberikan skor dengan petunjuk berikut:
Kualitas:
Skor Kualitas
1 Kurang
2 Cukup
3 Baik
4 Baik Sekali
Ceklis (√) pada angka yang memenuhi aspek-aspek penilaian siswa dalam proses
pembelajaran
Skor
No Indikator atau aspek yang dinilai
1 2 3 4
1. Pengetahuan (mengingat/menghafal)
3. Aplikasi/penerapan (menggunakan
Skor
No Fase Tingkah Laku Guru
1 2 3 4
1
Hasil PreTest:
4. Sikap
Instrumen penilaian unjuk kerja dapat dilihat pada instrument penilaian sikap sebagai
berikut :
Instrumen penilaian
No Indikator SL SR KD TP
1. Setelah mempelajari dan memahami materi
Zakat, aku selalu menunjukkan sikap berbagi
dan dermawan
Keterangan
SL : Selalu = sangat baik
SR : Sering = baik
KD : Kadang-kadang = cukup
TP : Tidak pernah = perlu bimbingan
DOKUMENTASI KEGIATAN PBM