New Proposal Haikal Fikry
New Proposal Haikal Fikry
HAIKAL FIKRY
202201070
A. Latar Belakang
Rumah sakit harus memiliki akomodasi yang adekuat dan berkualifikasi pada
yng baik. Rumah sakit bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, tetapi rumah sakit
juga dapat menjadi sumber infeksi. Saat ini infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
2013).
perlindungan yang layak. Oleh karena itu rumah sakit dalam memberikan pelayanan
ajib mematuhi standard profesi dan memperhatikan hak pasien dan tuntutan
(PPI) di rumah sakit, PPI ini sebagai salah satu komponen penilaian akreditas rumah
sakit. Menteri Kesehatan Endang Rhayu Sedyaningsih megatakan hal ini mengingat
mengatakan, dengan program PPI permasalahan penyakit infeksi ini bisa diatasi
sebagai bagian darri perlindungan pasien. Selain program PPI, setiap rumah sakit
Namun akibat prosedur pemasangan yang kurang teapat, posisi yang salah, serta
komplikasi local maupun sistemik. Komplikasi local dan terapi intravena termasuk
infiltrasi, tromboplebitis, hematoma, bekuan pada jarum dan plebitis (Smeltzer &
Bare, 2010)
Plebitis di definisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi
kimia maupun mekanik. Hal ini di karakteristik dengan adanya daerah yang memerah
dan hangat di sekitar daerah penusukkan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di
meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau
obat yang diinfuskan (terutama Ph dan tonisitasnya), Ukuran dan tempat kanula
Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui
IV. Terapi IV dapat terjadi komplikasi salah satunya flrbitis. Jumlah kejadian infeksi
iritasi kimia (jenis cairan infus), mekanis (Lokasi pemasangan infus), dan bakteri.
infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien
selama di rawat di rumah sakit dan menujukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam
pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau di derita pada daat
pasien masuk ke rumah sakit (WHO, 2002). Suatu rumah sakit dapat dikatakan
memenuhi standard pelayanan minimal rumah sakit apabila pravelensi kejadian
infeksi nosokomial kurang dari atau sama dngan 1,5% (Kemenkes RI, 2008).
Menurut Hankies dkk (2006) dalam Nurjannah (2011) tanda dan gejala
phlebitis adalah eritema, nyeri, dan peningkatan temperature kulit pada area
berdasarkan skala derajat phlebitis (Visual Infusion Phlebitis Score) mulai dari skala 0
2011).
Faktor penyebab dari phlebitis terdiri dari faktor internal dan eksternal, yang
termasuk faktor penyebab internal dari phlebitis adalah usia, status gizi, stres, kondisi
vena, faktor penyakit pasien rawat inap yang terpasang infus serta jenis kelamin
(Perry dan Potter, 2005). Sedangkan faktor eksternal dari phlebitis terdiri dari 3 jenis
yaitu faktor kimis, faktor mekanik dan faktor bakterial (Alexander, et al, 2011).
Salah satu yang memberi kontribusi terhadap faktor bakteril dari phlebitis
adalah durasi pemasangan infus yang terlalu lama. Salah satu cara untuk
mengatasinya adalah dengan merotasi infuse apabila ada kontra indikasi . Pada
penelitian yang dilakukan oleh Cristian Komaling, dkk (2014) di ketahui bahwa dari
total 21 rsponden yang lama pemasangan infus lebih ari 72 jam (>3 hari), 16
(Komaling, 2014).
The Center For Disease Control and Prevention telh menyusun penggantian
infu tidak boleh lebih dari 72 jam, kecuali untuk penanganan darah dan lipid emulsi di
di bandingkan infeksi lain yaitu sebanyak 16.435 kejadian phlebitis dari 558.328
pasien beresiko di Rumah Sakit Umum Indonesia atau lebih kurang 2,8% dan
sebanyak 293 kejadian phlebitis dari 18.800 passien yang beresiko di Rumah Sakit
Khusus atau swasta di Indonesia pada tahun 2006 atau Kurang lebh 1.5% (Depkes RI,
2013).
Kejadian phlebitis di Rumah Sakit tidak di publikasi secara luas, hanya dapat
di ketahui dalam data survailens Pengendalian Penyakit Infeksi Rumah Sakit (PPIRS)
yang bersangkutan.
intra vena). Tujuan dari pemasangan infus yaitu memperbaiki kondisi pasien dengan
yang hilang dan juga sebagai media pemberian obat dan vitamin. Pemasangan infus
yang di berikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu lama akan
dengan phlebitis Jarang dilakukan. Data Depkes RI Tahun 2013 angka kejadian
Angka Kejadian infeksi nosokomial juga telah di jadikan salah satu tolak ukur
mutu pelayanan di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi
paada pasien ketika berada di Rumah Sakit atau Ketika berada di fasilitas kesehtan
lainnya. Dari Sekian banyak jenis infeksi nosokomial, phlebitis menempati peringkat
awal bahwa pada tahun 2021 jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 1700
orang. Dan jumlah pasien rawat inap pada tahun 2022 mningkat menjadi 1750 orang,
dan pada tahun 2023 periode januari sampai dengan juli berjumlah 900 jiwa.
Hasil Penelitian ini yang dilakukan Mulyani (2010), yang menyatakan rata-
rata kejadian phlebitis waktu > 24 jam dan < 72 jam setelah pemasangan terapi
intravena terletak pada vena sefalika dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 11
responden (91,7%) sedangkan lokasi pemasangan infus terletak pada vena metacarpal
dan terjadi phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%) pemberian obat melalui wadah
Dalam penyuntikan obat atau pemberian infus intravena dan pengambilan sampel
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
lain yang berniat melakukan penelitian dengan fokus sejenis dan sebagai
2. Manfaat Institusi
Hasil Penelitian ini merupakan salah satu sumber masukan dan informasi
3. Manfaat Praktis
bidang penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1) Definisi Phlebitis
Infeksi di Rumah Sakit atau dikenal dengan infeksi Nosokomial adalah
infeksi yang diperoleh seseorang di Rumah Sakit, yang tidak di deritanya ketika
pertama kali masuk Rumah Sakit serta tidak dalam masa inkubasi atau suatu
penyakit infeksi terjasi 3X24 jam setelah pasien di rawat di Rumah Sakit. Infeksi
Nosokomial tidak saja mengenai penderita yang di rawat, tetapi juga dapat
mengenai setiap petugas Rumah Sakit (Yusuf, 2011).
Salah satu infeksi nosokomial dalah Phlebitis. Dimana phlebitis merupkan
inflamasi vena yang disebebkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini
dikarakteristikkan dengan danya daerah yang memerah dan hangat di sekitar
daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area
insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan.
Menurut Ratnawati (2010) terjadinya kejadian phlebitis, bengkak dan
trauma akibat pemasangan infus yang berulang-ulang adalah akibat tindakan
pemasangan infus yang tidak mengutamakan patient safety, sehingga pasien akan
banyak dirugikan akibatnya rentang waktu rawat inap pasien akan bertambah
panjaang.
Phlebitis merupkan peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau
iritasi kimia zat adiktif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena tanda dan
gejalanya meliputi nyeri, kemerahan di tempat iritasi atau di sepanjang jalur vena
(Carson, 2012).
Terapi Intravena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk
memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien. Infeksi dapat menjadi
komplikasi utama dari terapi intravena yang terletak pada siste infus atau tempat
memasukkan vena (Darmawan, 2008).
2) Klasifikasi phlebitis berdasarkan penyebab
Klasifikasi phlebitis berdasarkan penyebab menurut Infusion Nurses Society
(INS, 2012) adalah sebagai berikut :
a. Phlebitis Kimia
Phlebitis Kimia seringkali dikaitkan dengan cairan dan terapi intravena yang
diberikan, adalah:
1) pH dan osmolaritas cairan/ terapi intravena yang tinggi beresiko terjadinya
phlebitis. Cairan infus seringkali menyebabkan phlebitis adalah larutan
Dekstrose yang memiliki pH sekitar 3-5 dan larutan yang berisi asam amino
dan lipid dalam nutrisi parenteral yang bersifat flebitogenic dibandingkan
larutan normal salin. Obat injeksi yang diberikan intravena yang lebih sering
menyebabkan terjadinya phlebitis adalah : Kaliusm Chlorida, obat antibiotik,
Diazepam, Obat Khemoterapi, dan obat-obat lain yang dengan osmolaritas
>900 mOs/L harus diberikan melalui vena sentral.
2) Partikel Obat yang tidak larut secara sempurna selama pencampuran obat dapat
memberikan kontribusi terjadinya phlebitis.
3) Pemilihn penusukan kateter intravena pada vena di daerah proksimal sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >500 mOs/L. Hindari
penusukan infus pada vena metacarpal (punggung tangan).
4) Pengaturan aliran disesuaikan dengan besarnya kanula (kateter intravena) dan
tempat insersi. Vena di daerah distal dan ukuran kateter intravena yang tidak
sesuai, serta aliran yang terlalu cepat beresiko terhadap terjadinya phlebitis.
b. Phlebitis Mekanis
Phlebitis mekanis sering dhubungkan dengan penempatan kateter intravena.
Kateter intravena yang ditusukan pada daerah lekukkan atau area fleksi beresiko
terjadinya phlebitis disebabkan karena pada saat ekstremitas digerakkan kateter
intravena yang terpasang ikut bergerak, menyebabkan trauma pada dinding vena,
ukuran kateter intravena dipilih sesuai dengan ukuran vena, dan difikasi dengan
baik. Penggunaaan kateter intravena yang besar pada vena yang kecil dapat
mengiritasi dinding vena (The center for Disease Control and Prefention (CDC,
2012).
c. Phlebitis Bakterial
Phlebitis bakterial adalah peradangan pada vena yang disebabkan karena
adanya kolonisasi bakteri. Hal-hal yang dapat memberikan konteribusi terhadap
terjadinya phlebitis bakterial menurut Infusion Nurses New Zealend (INNZ, 2012)
adalah :
1) Teknik cuci tangan yang tidak benar / petugas tidak cuci tangan : cuci tangan
merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi
mikroorganisme dari petugas ke pasien atau sebaliknya. World Health
Organization (WHO, 2005) telah mempropagandakan melalui enam sasaran
keselamatan pasien, salah satunya yaitu “Pengurangan Resiko Infeksi” melalui
gerakkan 6 langkah cuci tangan, dan lima saat ( 5 moment) mencuci tangan.
Petugas kesehatan sebelum dan sesudah melakukan tindakan infasif harus
mencuci tangan dengan benar. Pengunaan sarung tangan juga diperlukan
karena petugas akan terpapar dengan darah pasien pada saat pemasangan
infus.
2) Peralatan yang digunakan tidak steril : kualitas peralatan yang digunkan untuk
pemasangan infus harus terjaga kesterilannya, terutama kateter intraven yang
berhubungan langssung dengan pembuluh darah.
3) Prsedur / tindakan tidak aseptic : selama prosedur pemasangan/penusukan
infus harus menggunakan tindakan aseptic. Area yang akan dilakukan
penusukan harus dibersihkan dahulu untuk meminimalkan mikroorganisme
yang ada. Bila kulit kelihtan kotor harus dibersihkan dahulu menggunakan
sabun dan air, dikeringkan lalu diberi asntiseptic alcohol 70-90%.
4) Observasi daerah pemasangan infus kurang area insersi ( tempat penusukan
infus) difiksasi menggunakan transparant dressing, untuk memudahkn perawat
melakukan observasi dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Observasi
area penusukan infus dilakukan setiap pergantian shift jaga perawat (Kozier &
Erb, 2009, 99).
5) Pemasangan Kteter intravena terlalu lama (>96 jam) lama pemasangan kateter
intravena sering dihubungkan dengan terjadinya phlebitis. Pemindahan (rotasi)
lokasi atau tempat penusukan infus adalah 72-96 jam (CDC, 2012), meskipun
beberapa literaature memperlus dukungan untuk tidak mengganti sampai 114
jam, kecuali jika ditemukan tanda phlebitis meskipun belum 72 jam.
3) Etiologi phlebitis
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis (Bayu
Rahmanto, 2010). Yaitu :
a. Hindari pemilihan pada area fleksi atau lipatan atau pada ekstremitas dengan
pergerakan maksimal.
b. Faktor-faktor pada pasien seperti adanya vena yang berkelok-kelok dan
spasme vena dapat mempengauhi kecepatan aliran (infuse lambat atau
berhenti).
c. Ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkan dengan ukuran vena sehingga
terjadinya cedera pada tunika intima vena.
d. Fiksasi yang kurang adekuat menyebabkan pergerakan kanula di dalam vena
sehingga terjadi infeksi.
1) Usia : terdapat penyakit yang terjadi atau lebih rentan pada usia tertentu.
2) Jenis Kelamin : terdapat penyakit yang menyerang jenis kelamin tertentu,
misalnya prostat pada laki-laki dan kanker cervix pada wanita.\
3) Ras : pada ras tertentu biasanya memiliki kerentangan yang berbeda untuk
beberapa jenis penyakit tertentu. Misalnya kanker pankreas lebih sering
terjadi pada populasi afrika-amerika dari pada populasi kulit putih.
4) Sosial-ekonomi : Factor social ekonomi mempengaruhi cara hidup dan
tingkat pendidikan serta ekonomi.
5) Status perkawinan : tingkat stres dan resiko penularan penyakit berbeda
antara orang yang sudah menikah dan orang yang belum menikah.
6) Riwayat Penyakit Terdahulu : orang yang memiliki penyakit kronis lebih
rentang terhadap suatu infeksi.
7) Cara hidup : life style berhubungan dengan social-ekonomi, tingkat
pendidikan.
8) Hereditas : berkaitan dengan ras dan gen / factor keturunan
9) Nutrisi : akan mempengaruhi sistem pertahnan tubuh secra umum.
10) Imunitas : imunitas alamiah (tanpa intervensi) imunitas buatan (dengan
intervensi), injeksi gamma globulin bertahan 4-5 minggu.
c. Lingkungan (Environmen)
Lingkungan adalah kondisi atau kondisi factor yang bukan bagian dari
host, tetapi mampu meningkatkan paaparan agent dan interaksinya dengan
host. Secara umum lingkungan terbagi atas tiga macam :
3) Lingkungan Social-ekonomi :
Mempengaruhi status kesehtan fisik dan mental secara individu, kehidupan
sosial, fasilitas olahraga, rekreasi, stratifikasi sosial, tngkat kesejahteraan,
sistem asuransi, bencana alam dan perang (Andi Zulkifli, 2012).
a. Derajat 1
Tanda-tanda nyeri pada tempat penusukan, eritema, dan edema, tidak ada
dtreak, tidak teraba benjolan.
b. Derajat 2
Tanda-tanda nyeri, eritema, dan edema, adaformasi streak, tidak terba
benjolan.
c. Derajat 3
Tanda-tanda yeri, eritema, ada formasi streak, teraba benjolan.
6) Manifestasi Phlebitis
Tanda dan gejala phlebitis menurut (Medicaster, 2009).
7) Komplikasi Phlebitis
Kejadian phlebitis merupakan hal yang lazim terjadi pada pemberian terapi
cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian obat melalui intravena maupun
pemberian nutrisi parenteral. Oleh karena itu sangat diperlukan pengetahuan
tentang faktor-faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis serta pemantauan
yang ketat untuk mencegah dan mengatasi kejadian phlebitis. Ada banyak hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya phlebitis yang di sepakati oleh
para ahli, antara lain :
KERANGKA KONSEP
Variabel adalah sebuah konsep yang dibedakan menjadi dua yaitu yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif, sebgai contoh, variabel kuantitatif adalah variabel berat badan,
umur, tinggi badan, sedangkan variabel kualitatif di antaranya presepsi, respons, sikap,
dan lain-lain (Hidayat, 2014). Variabel independen nya adalah sebagai berikut :
Lama pemasangan infus lebih dari 3 hari dalam terapi intravena akan terjadinya
phlebitis, karena dapat mengakibatkan tumbunhya bakteri pada area penusukan, maka
semakin lama pemasangan tanpa perawatan menyebabkan bakteri mudah tumnuh dan
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, maka dapat
dibuat bagan kerangka konsep sebagai berikut :
Kejadian
Lama Pemasangan
Infus phlebitis
Gambar : III.1
Bagan Kerangka Konsep
= Variabel Dependen
Adapun defenisi operasional dan kriteria objektif pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Lama hari yang dijalani pasien pada penggunaan terapi intravena akan
beresiko terjadinya phlebitis. Data ini mnggunakan alat ukur koesioner ( daftar
Kriteria Objektif :
Tidak lama : Pemasangan infus sebagia besar pasien dipasangi infus 48-
2. Phlebitis
yang terpasang infus. Data ini menggunakan alat ukur koesioner (Daftar
peraadaangan.
METODE PENELITIAN
1. Lokasi
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di ruangan Anggrek RSUD Luwuk
Kabupaten Banggai Tahun 2023.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada .... sampai ....... tahun 2023.
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generali yang terdiri atas : objek atau subjek yang
mempunyai kuantitatif dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiyono, 2004 dalam
Hidayat, A.A.A, 2014).
Populasi dlam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruangan Anggrek
RSUD Luwuk pada saat penelitian berjumlah .... pasien.
2. Sample
Sample adalah populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat. A.A.A, 2014).
D. Cara Pengumpulan Data
1. Angket/Koesioner
Angket/Koesioner merupakan alat ukur berupa angket atau koesioner
dengan beberapa pertanyaan. Selain itu pertanyaan-pertanyaan yang diajukam
dalam koesioner mampu menggali hal-hal yang bersifat rahasia (Hidayat. A.A.A,
2014)
Angket/Koesioner digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala
Likert yang terdiri dari 4 alternatif jawabannya selalu sangat jelas (SS) : diberi
skor 3, Setuju (S) : diberi skor 2, Tidak setuju (TS) : diberi skor 1, Sangat tidak
jelas (STS) : skor diberi 0, dan skala gutman dengan jawaban Ya skor : 1 dan
tidak skor : 0. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian phlebitis
terdiri dari 30 item pertanyaan. Dari variabel independen yang terbagi atas
kepatuhan perawat mencuci tangan, Sesuai Prosedur Oprasional (SPO)
Pemasangan infus dan lama pemasangan infus.
2. Pengumpulan Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder