Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

K
DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR MANDIBULA DI RUANG NYI
MAS GANDASARI II RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Praktik Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh
ALIVIA BAITUL ATIQ
D0023004

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
2023/2024
BAB 1
TINJAUAN TEORI

1. Definisi Fraktur Mandibula


Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang
diakibatkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras pada
muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula
(Reksodiputro, 2017).

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya


kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia
dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi.

Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah,


hal ini disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis
fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkakan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak
ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, gigi yang longgar dan krepitasi
menunjukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin
juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan).

2. Etiologi Fraktur Mandibula


Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur
pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih
besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur
mandibula lebih sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka
lainnya.

Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan


industry atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan
perkelahian atau kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia
Hospital, dari 540 kasus fraktur, 69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik
(perkelahian), 27% akibat kecelakaan kecelakaan lalulintas, 12% akibat
kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% karena sebab
patologi.

3. Pathofisiologi Fraktur Mandibula


Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
proliferasi menjadi oedem lokal dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup adalah dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2015).
Trauma Gerakan pintir mendadak Kontrak otot ekstrem Keadaan patologis
4. PATHWAY

Fraktur

Breathing (B1) Blood (B2) Brain (B3) Blader (B4) Bowel (B5) Bone (B6)

Perubahan jaringan Perubahan jaringan Pergeseran fragmen Perubahan jaringan Penururnan Perubahan
sekitar sekitar tulang sekitar metabolisme jaringan
sekitar
Spasme otot Inflamasi
Laverasi kulit Laserasi kulit Rasa mual dan
muntah
Terputusnya Peningkatan tekanan Spasme otot Laserasi kulit
Terputusnya vena/
vena/arteri kapiler
arteri
Nafsu makan
Merangsang
menurun Ada luka
Pendarahan Pelepasan histamine neurotransmiser
Pendarahan terbuka
meningkat
Suplai oksigen oleh Protein plasma
Hipotalamus Resiko defisit
darah menurun hilang Sebagai
Kehilangan volume nutrisi
media
Reseptor nyeri cairan masuknya
Kebutuhan oksigen Edema
virus
meningkat
Presepsi nyeri Mk : Risiko
Penekanan pembuluh darah
Ketidakseimbangan
Mk : Risiko
cairan
Takipnae/ dispenae Perfusi jaringan Mk : Nyeri Akut Infeksi
menurun menurun
Mk : Pola napas
tidak efektif
MK : Perfusi perifer
tidak efektif
5. Manifestasi klinis Fraktur Mandibula
Gejala umum fraktur menurut Lukman (2018), adalah sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yamg tidak dapat digunakan dan


cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstemitas normal.
Ekstremitas tak daat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya


karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).

d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang


dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu degan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Gejala pada fraktur mandibula biasanya timbul rasa nyeri terus menerus
pendarahan oral, fungsi berubah, terjadi pembengkakan, krepitasi, sepsis pada
fraktur terbuka, dan deformitas. Jika fraktur ini mengenai korpus mandibula, akan
terlihat gerakan yang abnormal pada tempat fraktur sehingga gerakan mandibula
menjadi terbatas dan susunan gigi menjadi tidak teratur. Sebagian besar fraktur
mandibula terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan keras
atau lunak (Sukman, 2016).

6. Pemeriksaan Penunjang Fraktur Mandibula


a. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfus
atau cedera hati.

7. Penatalaksanaan Medis Fraktur Mandibula


Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk
penanganan syok (circulation), penanganan luka jaringan lunak dan
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
kedua adalah penanganan fraktur secara definitive yaitu reduksi/ reposisi
fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open
reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang
yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan
penyembuhan tulang selesai.

Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu close reduction dan
open reduction. Pada teknik tertutup (close reduction) yaitu reduksi/ reposisi
fragmen fraktur secara tertutup, reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula
dicapai dengan jalan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular.
Untuk penatalaksanaan kebanyakan fraktur mandibular dan secara spesifik
diindikasikan untuk kasus diman gigi terdapat pada semua segmen atau
segmen edentulous di sebelah proksimal dengan pergeseran yang hanya
sedikit. Pada prosedur terbuka (Open reduction) yaitu reduksi/ reposisi
fragmen fraktur secara tebuka, bagian yang fraktur dibuka dengan
pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan
menggunakan kawat atau plat. Teknik terbuka dan tertutup tidaklah selalu
dilakukan tersendiri, tetapi kadang-kadang dikombinasikan.

Pendekatan ketiga adalah modifikasi dari teknik terbuka , yaitu metode fiksasi
skeletal eksternal. Pada teknik skeletal eksternal pin ditelusupkan ke dalam
kedua segmen untuk mendapatkan tempat perlekatan alat penghubung
(connecting appliance), yang bisa dibuat dari logam atau akrilik, yang
menjembatani bagian-bagian fraktur dan menstabilkan segmen tanpa
melakukan imobilisasi mandibula.
a. Terapi Medis
Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur
condilar dapat diobati dengan analgesic, diet lunak, dan observasi. Pasien
dengan fraktur coronoideus sebaiknya diperlakukan sama. Selain itu,
pasien-pasien ini mungkin memerlukan latihan mandibula untuk
mencegah trismus. Jika fraktur mandibula membatasi gerak, terapi medis
merupakan kontraindikasi.
b. Terapi Bedah
Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk mengurangi
komplikasi dan menangani fraktur mandibula. Karena reduksi secara
terbuka (open reduction) meningkatkan resiko morbiditas.
Close reduction adalah reduksi/ reposisi fragmen fraktur secara tertutup,
untuk penatalaksanaan kebanyakan fraktur mandibular dan secara spesifik
diindikasikan untuk kasus diman gigi terdapat pada semua segmen atau
segmen edentulous di sebelah proksimal dengan pergeseran yang hanya
sedikit.

Indikasi reduksi secara tertutup (close reduction) digunakan pada kondisi-


kondisi sebagai berikut :
1) Fracture non displace (fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran
tempat)
2) Fraktur kommunitif yang sangat nyata
3) Edentulous fraktur (menggunakan prosthesis mandibula)
4) Fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi

Indikasi reduksi secara terbuka :


1) Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada angulus,
body, atau fraktur parasimfisis
2) Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
3) Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy (malunion)
4) Fraktur yang membutuhkan bone graft
5) Multiple fraktur
6) Fraktur condilar bilateral
7) Fraktur pada edentulous mandibula

Prosedur penanganan fraktur mandibula :


1) Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih
disukai pada kebanyakan fraktur.
2) Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tetutup
dan arch bar dipasang ke mandibula dan maksila
3) Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan
fraktur
4) Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan
selama 4-6 minggu dalam posisi fiksasi intermaksila
5) Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaksila apabila dilakukan
reduksi terbuka kemudian dipasangkan plat and screw.

8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif
yang telah diperoleh dari tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan oleh pasien, keluarga, rekam medik,dan pemberi layanan
kesehatan lainnya. Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan data
didapatkan, kemudian di kelompokkan dan di fokuskan sesuai dengan masalah
yang timbul.

9. Intervensi
Perencanan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan terpenuhunya kebutuhan pasien (Nikmatur,
2012). Tujuan perencanaan keperawatan adalah sebagai alat komunikasi antar
teman sejawat dan tenaga kesehatan lain, dan meningkatkan keseimbangan
asuhan keperawatan. Komponen perencanaan keperawatan meliputi:
- Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan
- Prioritas masalah, dengan kriteria: masalah yang mengancam kehidupan
merupakan prioritas pertama. Masalah yang mengancam kesehatan
seseorang adalah prioritas kedua. Masalah-masalah yang mempengaruhi
perilaku merupakan prioritas ketiga.
- Tujuan asuhan keperawatan.
- Rencana tindakan.
BAB 2
TINJAUAN KASUS
(ASUHAN KEPERAWATAN)

1. Pengkajian
a. Biodata
Data lengkap dari pasien meliputi: nama lengkap, umur, jenis kelamin,
kawin atau belum kawin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, dan alamat identitas penanggung, meliputi: nama lengkap,
jenis kelamin, umur, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
hubungan dengan pasien dan alamat.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada masalah batu uretra yaitu biasanya nyeri. Nyeri akut
atau kronik tergantung berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data
pengkajian yang lengkap mengenai data pasien di gunakan :
- Onset : Kapan nyeri terjadi atau kapan nyerinya mulai dirasakan
- Provocation: Apa yang dapat memperburuk terjadinya nyeri
- Quality of pain : bagaimana kualitas nyeri yang dirasakan pasien.
apakah panas, berdenyut, menusuk, tersayat, tertekan dan lain-lain.
- Region Radiation of pain : apakah sakit bisa reda dalam sekejap, apa
terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
- Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
(berdasarkan skala nyeri).
- Treatment : Apa usaha yang dilakukan untuk meredakan nyeri
- Understanding : Bagaimana persepsi klien tentang nyeri, apakah
pernah merasakan nyeri yang sama sebelumnya.
- Value : Tujuan/harapan untuk nyeri yang dirasakan pasien
c. Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan faktor yang mempengaruhi keluhan, bagaimana terjadinya,
bagaimana gejalanya.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pemakaian obat (jenis, dosis, cara pemakaian), riwayat masa lalu
tentang kesehatan atau penyakit yang pernah dialami, riwayat masuk
rumah sakit, atau riwayat kecelakaan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan tentang riwayat kesehatan keluarga yang dimiliki apakah ada
yang sama dialami seperti pasien.
f. Riwayat kesehatan lingkungan
Tanyakan keadaan lingkungan rumah apakah rumah yang ditinggali cukup
memadai dari segi kesehatan (ventilasi yang cukup, kondisi kamar tidur,
apakah ada tempat pembuangan kotoran atau sampah).
g. Riwayat psikososial
Tanyakan tentang masalah psikologis yang dialami pasien yang ada
hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat, keluarga, rekan kerja,
atau lainnya.
h. Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan tentang persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi
terhadap kesehatan.
 Pola aktivitas latihan
Kemampuan menata diri dengan kemampuan aktivitas seharinya saat
sakit dan sebelum sakit.
 Pola nutrisi dan metabolik
Tanyakan tentang perubahan pola nutrisi dan metabolik saat sakit dan
sebelum sakit.
 Pola eliminasi
Tanyakan tentang pola eliminasi saat sakit dan sebelum sakit.
 Pola istirahat dan tidur
Tanyakan pola istirahat dan tidur saat sakit dan sebelum sakit.
 Pola kognitif persepsi
Tanyakan tentang kondisi mental : sadar, bicara tidak jelas, gangguan
pendengaran, penglihatan, penciuman, sensorik.
 Pola toleransi dan koping terhadap stress
Tanyakan tentang mekanisme koping yang digunakan pada saat
terjadinya masalah atau kebiasaan menggunakan mekanisme koping
serta tingkat toleransi stres yang pernah atau dimiliki.
 Persepsi diri atau konsep diri
Tanyakan persepsi diri pasien dari masalah yang ada, seperti perasaan
cemas, takut.
 Pola hubungan dan peran
Tanyakan pekerjaan , status pekerjaan, hubungan dengan pasien atau
keluarga dan peran yang dilakukan.
 Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan tentang pantangan dalam agama selama sakit serta
kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain.
i. Pemeriksaan fisik
 Keadaaan umum
Ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran (komposmentis, apatis,
somnolen, sopor, koma, delirium) dan kesan gizi.
 Pemeriksaan tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu tubuh.
 Pemeriksaan kulit, rambut, dan kelenjar getah bening
Meliputi warna (sianosis, pucat,) turgor, kelembapan kulit, adanya edema.
 Pemeriksaan kepala dan leher
Inspeksi (melihat), palpasi (menekan), perkusi (mengetuk), dan auskultasi
(mendengarkan).
 Pemeriksaan dada
Inspeksi (melihat), palpasi (menekan), perkusi (mengetuk), dan auskultasi
(mendengarkan).
 Pemeriksaan abdomen
Inspeksi (melihat), Auskultasi (mendengarkan), perkusi (mengetuk), dan
palpasi (menekan).

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik
b. Risiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI

1. Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri : I.08238


(D.0077) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
menurun dengan kriteria intensitas nyeri.
hasil: - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respons nyeri non
- Meringis menurun verbal
- Gelisah menurun - Identifikasi factor yang
- Kesulitan tidur menurun memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentangnyeri.
- Identifikasi pengaruh budaya
terhadap responnyeri.
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
2. Risiko Status Menelan (L.06052) Manajemen Gangguan makan
defisit Setelah dilakukan (I.03111)
nutrisi Tindakan keperawatan Observasi
(D0032) diharapkan risiko defisit 1. Monitor asupan dan keluarnya
nutrisi dapat teratasi dengan makanan dan cairan serta
kriteria hasil : kebutuhan kalori
- Kekuatan otot mengunyah Terapeutik
meningkat 2. Timbang berat badan secara rutin
- Kekuatan otot menelan 3. Lakukan oral hygiene sebelum
meningkat makan jika perlu
- Asupan nutrisi pasien kembali 4. Rencanakan program
meningkat pengobatan untuk perawatan
dirumah (mis. Medis,konseling)
Edukasi
5. Anjurkan posisi duduk jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan jika perlu
3. Ansietas Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi Ansietas (I.09134)
(D0080) Setelah dilakukan Observasi
Tindakan keperawatan - Identifikasi tanda-tanda ansietas
diharapkan ansietas dapat - Identifikasi saat tingkat ansietas
diatasi dengan kriteria hasil : berubah
- Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik
kondisi yang dihadapi - Pahami situasi yang membubat
menurun ansietas
- perilaku tegang menurun - Gunakan pendekatan yang tenang
- perilaku gelisah menurun dan meyakinkan
Edukasi
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
Kolaborasi
- Pemberian obat antiansietas
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat dalam membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
menuju kesehatan yang lebih baik yang sesuai dengan intervensi atau rencana
keperawatan yang telah dibuat sebelumnya (Potter, 2015). Implementasi
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi tindakan keperawatan
dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
profesional antara lain
a. Independent
Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependen
Suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
c. Dependen
Pelaksanaan rencana tindakan medis (Wahyuni, 2016).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini yaitu membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan sesuai dengan perencanaan (Bararah & Januar,
2013). Evaluasi adalah perbandingan sistemik dan terperinci mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang ditetapkan, evaluasi dilakukan
berkesinambungan yang melibatkan klien dan tenaga medis lainnya. Evaluasi
dalam keperawatan yaitu kegiatan untuk menilai tindakan keperawatan yang
telah dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Ajmal S, Khan M. A, Malik S. A. (2017). Management protocol of mandibular


ractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J.
Ayub Med Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3.

Barrera J. E, Batuella T. G. (2015). Mandibular Angle Fractures: Treatment.


Pedersen, Gordon W. 2011. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa
Purwanto dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC.

Pedersen & Peterson Fonseca, 2015. Oral and Maxillofasial Surgery 3rd Ed.
Missouri: Elsevier.

Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction
Publishing Jogjakarta

Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata

Anda mungkin juga menyukai