Anda di halaman 1dari 2

Jawa Abad ke-16 M Sebuah Tinjauan Kritis.

Penulis: Restu Dimas Prasetya.

Topik:Sejarah Islam di Nusantara.

Tema: Perkembangan Islam di Jawa.

Latar Belakang: Sejarah Jawa abad ke-16 M yang merupakan masa masuknya Islam ke Jawa

merupakan masa yang sangat penting dalam Sejarah Jawa, karena merupakan peralihan dari

Kerajaan Hindu-Buddha ke Kerajaan Islam.

Sayangnya, sumber-sumber tentang Sejarah Jawa abad ke-16 M dan tokoh-tokoh

pentingnya masih simpang siur, contohnya tentang identitas Raden Patah.

Nyaris tidak ada kesepakatan tentang identitas sang pendiri Kerajaan Demak ini.Babad

Tanah Jawi karya W.Olthof menyebutkan bahwa ia adalah seorang putra Raja Majapahit

yang bernama Brawijaya V, namun penelitian dua tahun yang lalu membantah hal itu,

tepatnya penelitian yang dilakukan Navida Febrina Syafaaty yang mengatakan bahwa Raden

Patah sendiri adalah keturunan dari seorang Penguasa Cirebon yang bernama Sunan

Rumenggong yang mana Sunan Rumenggong memiliki 3 anak bernama Cakrabuana,

Syarifah Mudaim, dan Lingga Hyang, ketiga anak ini dalam naskah Purwaka Caruban Nagari

karangan Pangeran Arya Cirebon disebut sebagai Walangsungsang, Rara Santang, dan Radja

Sangara ( Kian Santang), Raden Patah disebut merupakan anak Cakrabuana. 1

Sunan Rumenggong digelari pula dengan Ki Gedeng Sindangkasih karena kerajaan yang

dipimpinnya beribukota di Sindangkasih, namun tampaknya Navida Febrina telah keliru

menyamakan Sunan Rumenggong dengan Sri Baduga Maharaja, Penguasa Kerajaan Sunda

yang bukan Muslim.Kedua tokoh ini, baik Ki Gedeng Sindangkasih maupun Sri Baduga sama-

sama menyandang gelar Prabu Siliwangi, dan dalam Purwaka Caruban disebutkan bahwa

Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja masuk Islam atas dakwah Syaikh Qurro sebagaimana

dikutip oleh Ahmad Mansur Suryanegara 2 , padahal Prabu Siliwangi yang Muslim adalah Ki

Gedeng Sindangkasih, Navida menyebutkan bahwa Ki Gedeng Sindangkasih merupakan

anak dari Maulana Malik Ibrahim ( Sunan Gresik), sedangkan dalam Prasasti Batutulis di

Bogor jelas dikatakan bahwa Sri Baduga merupakan anak dari Prabu Dewa Niskala.Sehingga

hal ini jelas merupakan kekeliruan, karena perbedaan silsilah.

Banyaknya berita yang simpang siur tersebut tentu harus ditinjau secara kritis dan narasi
sejarah harus disusun ulang berdasarkan data-data yang valid.

Maka, latar belakang dari penyusunan makalah ini adalah:

1.Simpang siurnya satu silsilah dengan silsilah lainnya, silsilah yang dimaksud adalah silsilah

dinasti yang berbeda antara satu naskah dengan naskah lainnya.

2.Tumpang tindihnya informasi sejarah dari satu sumber dengan sumber lainnya, contoh

sederhana adalah kasus diatas.Tentu saja narasi sejarah versi Navida Syafaaty berbeda

1 Febrina, Navida Syafaaty:Masalah Keagamaan Dan Genealogi Raden Patah, Tesis UIN Syarif
Hidayatullah.

2 Surya Negara, Ahmad Mansur:Api Sejarah 1, 2015, Penerbit Surya Dinasti, hal.152

dengan silsilah versi sumber-sumber yang populer di masyarakat.Dalam sejarah Kerajaan

Sunda, kebanyakan orang merujuk pada Purwaka Caruban Nagari yang ditulis sangat jauh

darimasa kejadian, sedangkan dalam masalah sejarah Jawa Timur dan Jawa Tengah, orang

merujuk Babad Tanah Jawi yang jelas banyak dalam buku ini yang tidak terbukti

kevalidannya.

3.Terkadang, kesamaan nama dan gelar menyebabkan orang keliru menyusun silsilah dan

sejarah.Contoh sederhananya saja, Navida Syafaaty keliru menyamakan Sri Baduga dengan

Sunan Rumenggong karena sama-sama bergelar Prabu Siliwangi.Perlu dibedakan, bahwa

Sunan Rumenggong itu adalah anak Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik, sementara

Sri Baduga memang keturunan asli Kerajaan Sunda, dan ayahnya adalah Prabu Dewa

Niskala.

4.Kurangnya orang yang berminat mengungkap Sejarah Jawa pada abad ke-16 M ini,

sehingga sampai saat ini, sejarah tersebut masih gelap.

Anda mungkin juga menyukai