No.1 | Hal 47-54
JRL Vol, 4
Jakarta, Januari 2008
ISSN : 2085-3866
TANTANGAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
DI ERA OTONOMI DAERAH
Lestario Widodo
Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT
BPPT Gedung 2,JI MH Thamrin No 8, Jakarta 120340
Abstract
Regional outonomy that is meant as right, authority and obligatory of the district (kabupater/kota) to regulate
and manage their own govemance and community's interests gave pressure impacts to the environmental
sustainability since its implementation in 2001. The spirit fo utilize natural resources from the district
area tend to explore the environment irresponsibly which resulted in degradation of the environmental
sustainability. The district policies had often not been assessed in detail before implementation especially
their impacts to the environment. This caused the regional autonomy went into a different direction,
therefore it needs an improvement in the level of program determination, policy and regulation applied, so
that the spirit to conduct decentralised governance will be kept on the rules of sustainable development
which is environmentally friendly.
Key words : Sustainable Development, Regional Autonomy
1. Latar Belakang
Sejak diundangkannya Undang-undang
No, 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-undang No. 25 tahun 1999, tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah yang kemudian direvisi menjadi UU
No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004,
diyakini sebagai era baru Otonomi daerah di
Indonesia. Selanjutnya pada bulan Januari tahun
2001, telah dicanangkan petaksanaannya, setelah
berbagai peraturan pemerintah pendukung kedua
undang-undang tersebut selesai dibuat. Dalam
pelaksanaannya hingga saat ini berkembang
dinamika masyarakat daerah serta timbulnya
masalah baik pada tataran masyarakat,
lingkungan serta sumberdaya alam daerah.
Konotasi otonomi cenderung diartikan
sebagai kesempatan pemerintah daerah untuk
mengambil alin peran pemerintah pusat dalam
mengeksploltas! sumberdaya alam atau mengambil
kemball hak-hak daerah atas sumberdaya alam
yang selama ini lebih banyak dimanfaatkan oleh
pemerintah pusat. Sebagai gambaran kondisi
sumberdaya alam pada pelaksanaan otonomidaerah
terkesan tidak lagi dipandang sebagai aset alam
yang harus dikelola secara lestari (berkelanjutan)
dan bertanggung jawab, namun justru semakin
dieksploitasi untuk peningkatan pendapatan asli
daerah. Diserahkannya perijinan pengelolaan dan
pengusahaan sumberdaya alam kepada Kepala
Daerah menjadikan peran Kepala Daerah menjadi
sangat sentral dan mempunyai tanggung jawab
yang besar atas kelestarian sumberdaya alam
divwilayahnya, namun disisi lain semangat otonomi
masih lebih banyak untuk mendapatkan sebanyak
mungkin materi dengan cara mengeksploitasi
sumberdaya alam demi pembangunan daerah.
Kondisi ini dimungkinkan Karena masih lemahnya
kapasitas kelembagaan dan sumberdaya daerah,
sehingga yang berkembang adalah budaya moral
hazard (aji mumpung) dengan menghasilkan
ang secara instan untuk Pendapatan Asii Daerah
(PAD).
‘Tantangan Pembangunan Berkelanjutan.....(Lestario Widodo) a7Sebagai contoh kasus Hak Pengusahaan
Hasil Hutan skala ratusan juta hektar dan ijin
Pemanfaatan Kayu yang ditandatangani Kepala
Daerah, serta perubahan fungsi hutan (konversi
hutan lindung) di luar Jawa yang menjadikan
tekanan lingkungan didaerah menjadi semakin
besar. Dengan demikian pelaksanaan otonomi
daerah temyata cenderung menciptakan
tekanan lingkungan akibat dari pemanfaatan
sumberdaya alam secara tidak bertanggung
jawab. Kondisi ini apabila dibiarkan bertarutlarut
maka pelaksanaan otonomi daerah akan jauh
dari tujuan semula, Peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pelaksanaan otonomi daerah
terancam keberlanjutannya karena kewenangan
pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak
bertanggung jawab akan berakibat pada kerusakan
lingkungan dan kelestarian sumber yang menjadi
salah satu modal utara pembangunan daerah.
2. Bahasan
2.1 Otonomi Daerah dan Emplementasinya
Otonomi daerah sesuai dengan UU No 32
Tahun 2004 diartikan sebagai hak, wewenangan
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengutus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai peraturan perundangan. Ide dasar
otonomi daerah adalah upaya mendistribusikan
kewenangan yang lebih luas pada pemerintah
daerah, sehingga memungkinkan dekatnya rakyat
pada proses pengambilan keputusan sertarentang
kendall yang lebih terukur. Pemerintah daerah
dalam era otonomi diberi kesempatan untuk
membuat dan mengembangkan kebijakannya
sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
daerah. Dengan demikian pada prinsipnya otonomi
daerah merupakan sarana untuk menjawab tiga
persoalan mendasar dalam tatanan pemerintahan
dan pelayanan terhadap publik.
+ Pertama, otonomi daerah merupakan
upaya untuk mendekatkan pemerintah
kepada rakyat.
+ Kedua, melalui otonomi daerah dapat tercipta
akuntabiltas yang terjaga dengan beik.
+ Ketiga, adalah kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dan ikut
bertanggung jawab dalam pengambilan
kebijakan di tingkat lokal.
Dalam aspek ekonomi , emplementasi
otonomi daerah yang bertujuan untuk
pemberdayaan kapasitas daerah diharapkan
mampu memberikan kesempatan bagi daerah
untuk mengembangkan dan meningkatkan
perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan
perekonomian daerah akan membawa pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatankesejahteraan
rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang
dimilikinya untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya
untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan
daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat
memberikan pelayanan maksimal kepada para
pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional,
regional maupun global.
Dalam aspek sosial budaya , emplementasi
otonomi daerah merupakan apresiasi terhadap
keanekaragaman daerah, baik itu suku bangsa,
agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi
lainnya yang terkandung di daerah.
Otonomi daerah yang diharapkan
dapat melimpahkan sebagian kewenangan
mengelola lingkungan hidup di daerah temyata
dalam pelaksanaan belum berjalan dengan
baik. Pengelolaan lingkungan hidup sering
dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu
dengan sektor yang lain. Dalam perencanaan
program masih sering terjadi tumpang tindih
antara satu sektor dan sektor lain. Walaupun
fiakui bahwa lingkungan hidup merupakan
bidang yang penting dan sangat diperlukan,
namun pada kenyataannya anggaran dearah
yang dialokasikan untuk program pengelolaan
lingkungan masih terlalu rendah. Disamping itu
sumberdaya manusia seringkali masih belum
mendukung. Personil yang seharusnya bertugas
melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup
(termasuk aparat pemda) banyak yang belum
memahami secara baik tentang arti pentingnya
lingkungan hidup.
JRL Vol. 4 No. 1, Januari 2008 : 47-512.2 Kondisi Lingkungan Hidup Daerah
Versus Pembangunan Berkelanjutan
2.2.1 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan menurut World
Commission on Environment and Development
(1990) dalam buku laporannya berjudul “Our
Common Future" adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini dengan
memperhitungkan kemampuan generasimendatang
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
Dengan demikian keseimbangan produksi dan
konsumsi tetap bersumber pada kelestarian
fungsi lingkungan yang menjadi tujuan sentral
pembangunan. Mengacu pada batasan singkat