Anda di halaman 1dari 43

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PELECEHAN

SEKSUAL DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN


KEPADA KORBAN
(Studi Kasus Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)

Skripsi

Muhammad Derry Setiawan

NPM 20216600

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
2023
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang

1. Permasalahan Dan Ruang Lingkup Penelitian

a. Permasalahan Penelitian

b. Ruang Lingkup Penelitian

2. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan Penelitian

b. Kegunaan Penelitian

B. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Pidana

b. Pengertian Penegakan Hukum

c. Pengertian Pertanggung jawaban Hukum

d. Faktor Penyebab Tindak Pidana Pelecehan Seksual

e. Pengertian Memperlihatkan Alat Kelamin

C. Metode Penelitian

a. Pendekatan Masalah

b. Sumber dan Jenis Data

1) Data Sekunder

2) Data Primer

c. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data

1) Prosedur Pengumpulan Data

2) Prosedur Pengolahan Data

d. Analisis Data

D. Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan zaman juga sangat mempengaruhi perubahan budaya

yaitu cara berpikir yang kemudian mempengaruhi perilaku dalam masyarakat.

Perubahan pola pikir masyarakat tidak hanya berkembang menjadi baik, tetapi

juga bisa berkembang menjadi pola pikir yang buruk. Pembangunan ke arah yang

buruk tentu akan membuat masyarakat hidup di luar norma kehidupan sosial.

Contohnya bisa berupa penyimpangan dari standar kesopanan.1

Tindakan yang menyimpang dari kelaziman masih terus terjadi di Indonesia. Salah

satunya adalah penyimpangan dari standar kesusilaan, atau penyimpangan seksual.

Standar kesusilaan masih erat kaitannya dengan masalah seksual. Seksualitas

adalah kebutuhan setiap tanda kehidupan. Manusia tidak diragukan lagi adalah

salah satu makhluk terbaik yang diciptakan oleh Tuhan. Selain akal dan jiwa,

manusia juga memiliki nafsu, salah satunya adalah nafsu seksual. Karena dengan

daging seksual ini, manusia bisa melahirkan keturunan. Kebutuhan akan seks

merupakan salah satu kebutuhan esensial manusia, bahkan menjadi kebutuhan

yang harus dipenuhi bukan berarti pemuasan kebutuhan tersebut tidak normal.

Berdasarkan uraian di atas, ada standar kesopanan yang bertujuan untuk memaksa

orang agar tetap tinggi dalam kebajikan.

1
Andika Santoso and Eko Nurisman, “Analisis Hukum Dalam Pencegahan Tindak Pidana
Kesusilaan Eksibisionis,” Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 13, no. 1 (2022),
https://doi.org/10.31764/jmk.

1
Hukum pidana Indonesia pada pokoknya memidanakan pengedaran gambar-

gambar porno, tulisan-tulisan yang melanggar kesusilaan di samping bertujuan

melindungi mereka yang belum dewasa (Pasal 533 KUHP) juga memidana tindak

pidana susila seperti Pasal 281 KUHP mengatur pelanggaran kesusilaan di muka

umum dan mengenai menunjukkan alat kelamin, reaksi bugil berlaku terhadap

tayangan/pertunjukan yang berbau pornografi/aksi.

Ada suatu kasus yang memprihatinkan yang menarik perhatian peneliti yaitu di

Kota Bandar Lampung. Pada April tahun 2021 di Sekolah Dasar Negeri 1

Rajabasa Kota Bandar Lampung terjadi tindakan kejahatan dengan menunjukkan

alat kelaminnya, ada seorang yang mengeluarkan alat kelaminnya kepada para

siswi SD yang telah pulang sekolah kemudian para siswi berteriak dan ketakutan

hingga membuat pria tersebut tancap gas meninggalkan lokasi menggunakan

sepeda motornya.

Hal seperti ini sudah dialami para siswi hingga 7 kali, namun baru bulan april

lalu para siswi mengadukan hal tersebut kepada pihak sekolah. Karena

banyaknya yang menjadi korban dan masyarakat juga resah terhadap pelaku

tersebut, maka pihak sekolah melaporkan ke pihak yang berwajib, akan tetapi

kasus ini tidak ditangani oleh pihak kepolisian. Dan kejahatan menunjukkan alat

kelamin juga terjadi di Pusat Kota Bandar Lampung pada September 2021, ada

seorang laki-laki tua dengan sengaja menunjukan alat kelaminnya dan melakukan

pelecehan seksual kepada anak remaja umur 19 (sembilan belas) tahun dengan

kondisi keterbelakangan mental yang sering bermain didaerah tersebut, namun

pelaku hanya di pidana penjara hanya dengan hukuman 5 (lima) bulan penjara.

2
Jadi, ada 2 (dua) kasus menunjukkan alat kelamin yang terjadi di Kota Bandar

Lampung pada tahun 2021, namun hanya 1 (satu) yang dapat ditangani oleh Polres

Kota Bandar Lampung. Banyak kasus menunjukkan alat kelamin yang terjadi di

Kota Bandar Lampung tetapi belum terungkap semuanya oleh Polres Kota Bandar

Lampung sehingga membuat warga resah dan tidak nyaman atas aksi tindakan

menunjukkan alat kelamin yang dilakukan oleh pelaku.

Polres Kota Bandar Lampung yang pada umumnya adalah melaksanakan tugas

pokok kepolisian, yaitu menyelenggarakan tugas pokok dalam pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum dan pemberian

perlindungan, pelayanan kepada masyarakat, dan juga mempunyai fungsi

mengidentifikasi terhadap segala bentuk sumber pelanggaran hukum,

penyimpangan norma sosial lainnya dan sumber gangguan keamanan. Akan tetapi,

Polres Kota Bandar Lampung belum melaksanakan tugas pokok kepolisian secara

maksimal, sehingga kasus kejahatan menunjukkan alat kelamin yang terjadi di Kota

Bandar Lampung perlu dilakukan sebuah penelitian.

Berdasarkan hal tersebut, terkait dengan masalah penunjukkan alat kelamin yang

ditujukan kepada anak-anak, dapat dilihat pada salah satu kasus putusan nomor

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk yang dimulai pada akhir tahun. Saat itu tahun 2021

Terdakwa bernama Mul Sutiono melihat seorang remaja dengan kondisi

keterbelakangan mental yang berusia 19 (sembilan belas) tahun sedang bermain

dengan temannya. Pelaku melakukan pelecehan seksual pada anak tersebut dan

ternyata pelaku melakukan hal tersebut bukan untuk pertama kali, melainkan

beberapa kali.

3
Dalam kasus ini pelaku tinggal disebuah ruko kosong sehingga ketika anak-anak

bermain pasti berada didekat tempat tinggal pelaku, pelaku sering memperlihatkan

kemaluannya kepada anak-anak yang makan jajanan di warungnya. Karena

ulahnya, keluarga korban melaporkan pelaku ke polisi. Tidak lama kemudian

pelakunya pun langsung tertangkap. Selain itu, jaksa menuntut hukuman hanya 5

(lima) bulan penjara bagi pelaku karena perbuatan asusila terhadap anak dengan

kondisi keterbelakangan mental. Pengadilan Negeri Tanjung Karang mengabulkan

gugatan itu memutuskan bahwa pelaku sengaja merusak kesopanan di hadapan

orang lain dan menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara.

Dalam pengertian kejahatan dikatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang

dilarang oleh undang-undang, dimana larangan itu disertai dengan hukuman.

Pelecehan seksual merupakan penyimpangan dari standar kesusilaan, dan tentunya

penyimpangan ini tidak hanya mengganggu ketentraman pribadi. Yuni Kartika dan

Andi Najemi mengatakan bahwa “pelecehan seksual adalah suatu bentuk perilaku

seksual yang tidak diinginkan dari suatu sasaran, permintaan untuk melakukan

suatu perbuatan seksual, baik secara lisan maupun fisik, dimana peristiwa tersebut

dapat terjadi di tempat umum”.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Perempuan yang menyebutkan secara rinci terkait kasus pelecehan seksual yang

tertinggi yaitu di Provinsi Lampung, Berdasarkan keterangan hasil data pada tabel

diatas LSM Damar menyebutkan jumlah kasus pelecehan seksual terhadap

perempuan dan anak di Provinsi Lampung yang telah ditinjau selama tahun 2021-

Juli 2023 sebanyak 689 kasus pelecehan dan kekerasan seksual dan kasus

pelecehan terbanyak yaitu kasus Memperlihatkan Alat Kelamin dengan jumlah

4
kasus sebanyak 243 kasus pada tahun 2021- Juli 2023.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Perempuan yang menyebutkan secara rinci terkait kasus pelecehan seksual yang

tertinggi yaitu di Provinsi Lampung, Berdasarkan keterangan hasil data pada tabel

diatas LAP Damar menyebutkan jumlah kasus pelecehan seksual terhadap

perempuan dan anak di Provinsi Lampung yang telah ditinjau selama tahun 2021-

Juli 2023 sebanyak 689 kasus pelecehan dan kekerasan seksual dan kasus

pelecehan terbanyak yaitu kasus Memperlihatkan Alat Kelamin dengan jumlah

kasus sebanyak 243 kasus pada tahun 2021- Juli 2023.

Kejadian kasus perkara pelecehan dan kekerasan seksual berdasarkan data yang

diperoleh dari LAP Damar menyebutkan Provinsi Lampug terdapat wilayah

terbanyak terkait kasus pelecehan dan kekerasan berdasarkan keterangan hasil

pada data diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian kasus pelecehan dan kekerasan

seksual menjadi daerah terbanyak terjadi pada Kota Bandar Lampung dengan

jumlah kasus 210 kasus pada tahun 2021 – Juli 2023.

Ketidak jelasan norma yang diatur dalam Pasal 44 KUHP dalam kasus nyata, yakni

dalam kasus Ahmad Robi yang dibebaskan dari pertanggung jawaban pidana

penunjukkan alat kelamin dalam kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan yang

diberikan kepada Ahmad Darobi berbeda dengan Putusan Pengadilan tingkat

pertama yang memutus perkara tersebut, yakni Pengadilan Negeri Kebumen

menjatuhkan hukuman 1 (satu) tahun penjara. Berdasarkan hal tersebut, terdapat

perbedaan penafsiran Undang-undang Pertanggung jawaban Pidana mengenai

penyimpangan dalam peninjauan penunjukkan alat kelamin.

5
Perlindungan hukum bagi mereka yang melakukan pemaparan alat kelamin

bermasalah, padahal kegiatan tersebut jelas dikriminalisasi dalam hukum positif

Indonesia, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-

Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008.

Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini harus membahas

tentang perlindungan hukum bagi mereka yang melakukan pemaparan alat kelamin

karena kelemahan Pasal-pasal pertanggung jawaban pidana menurut Pasal 44

KUHP. Karena kelemahan pasal ini, maka terdapat perbedaan langkah atau

pembelaan hukum terhadap pelaku dalam proses hukum, yaitu terkait apakah

pelaku pemaparan alat kelamin dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya

dalam pengertian hukum positif Indonesia. terkait masalah ini.

Atas dasar permasalahan tersebut maka penulis menganggap permasalahan ini

penting untuk ditinjau secara mendalam dan menyajikannya dalam bentuk sebuah

karya tulis berupa penelitian. Supaya kasus-kasus yang sedemikian rupa dapat di

tanggulangi sesuai dengan peraturan yang sudah di tentukan. Dengan demikian

peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul

“PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PELECEHAN SEKSUAL

DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN KEPADA KORBAN (Studi

Kasus Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk).”

1. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1) Permasalahan Penelitian

a. Bagaimana faktor yang menyebabkan pelaku melakukan pelecehan

seksual dengan memperlihatkan alat kelaminnya?

6
b. Bagaimana pertanggung jawaban pidana untuk pelecehan seksual

memperlihatkan alat kelamin?

2) Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian dari masalah diatas adalah terbatas

pada kajian Hukum Pidana khususnya:

a. Faktor-faktor penyebab pelaku yang memperlihatkan alat kelamin

melakukan tindak pidana asusila.

b. Pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak asusila

memperlihatkan alat kelamin.

2. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1) Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan Yang Hendak Dicapai Dalam Penelitian Ini Adalah :

i. Untuk mengetahui, memahami, menganalisis faktor penyebab pelaku

Memperlihatkan Alat Kelamin alat kelamin dalam hukum pidana di

Indonesia serta pertanggung jawabannya.

ii. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis Pertanggung jawaban

pidana terhadap pelaku Memperlihatkan Alat Kelamin alat kelamin dalam

pandangan hukum pidana di Indonesia.

2) Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis dan praktis:

a. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian teoritis

hukum pidana tentang faktor penyebab pelaku Memperlihatkan Alat

Kelamin dalam hukum pidana di Indonesia serta pertanggung jawabannya.

7
b. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai pertimbangan

dan jalan keluar secara hukum pidana tentang faktor penyebab pelaku

Memperlihatkan Alat Kelamin alat kelamin dalam hukum pidana di

Indonesia serta pertanggung jawabannya.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pidana

Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan

oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi)

baginya atas perbuatannya yang telah melanggar hukum pidana. Secara khusus

larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana.

Kata “ pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukuman sedangkan “pemidanaan”

diartikan sebagai penghukuman.

Pidana dalam hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan dari hukum

pidana, yang apabila dilaksanakan tiada lain adalah berupa penderitaan atau rasa

tidak enak bagi yang bersangkutan disebut terpidana.

Tujuan mencantumkan pidana pada setiap larangan dari hukum pidana (tindak

pidana), disamping bertujuan untuk kepastian hukum dan dalam rangka membatasi

kekuasaan negara juga bertujuan untuk mencegah bagi orang yang berniat untuk

melanggar hukum pidana.

a. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan prosedur dilakukannya usaha agar berfungsinya atau

berdirinya kaidah-kaidah hukum secara benar sebagai pegangan berkelakuan dalam

hidup masyarakat,berbangsa dan bernegara.

Penegakan hukum, menurut Shant adalah upaya untuk menciptakan gagasan dan

rancangan hukum publik menjadi kenyataan.

9
Hukum terpengaruh oleh unsur-unsur yang terlibat dalam penegakan hukum,

misalnya polisi, jaksa sebagai aparat penegak hukum serta masyarakat pembentuk

hukum dan masyarakat pendukung hukum dalam bentuk sikap, pendapat, perilaku,

keinginan untuk menegakkan hukum.

Teori tentang sistem hukum diuraikan oleh Lawrance M. Friedman penegakan

hukum mencakup ciri substantif dan budaya hukum, maka ketiga faktor tersebul

momiliki pengaruh terhadap bagaimana penegakan hukum beroperasi.

Dari segi subjek, penegakan hukum dapat dimaknai sebagai upaya subjek yang luas

untuk menegakkan hukum, atau sebagai upaya subjek yang sempit untuk

menegakkan hukum. Penegakan hukum dalam arti luas mencakup segala hukum

dalam tiap-tiap relasi hukum.

b. Pengertian Pertanggung Jawaban Hukum

Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggungjawab. Menurut kamus besar

Bahasa Indonesia, Pengertian tanggungjawab adalah keadaan wajib menanggung

segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan,

dan sebagainya) Hak fungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikap pihak

sendiri atau pihak lain. Sedangkan pertanggungjawaban adalah perbuatan (hal

dansebagainya) bertanggung jawab sesuatu yang dipertanggung jawabkan.

Istilah labil (tidak konsekuen) menunjuk pada pertanggung jawaban hukum yaitu

tanggung gugat akibat kesalahan yang. dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan

tanggung jawab menunjuk pada pertanggung jawaban politik. Dalam ensiklopedia

administrasi, tanggungjawab adalah keharusan seseorang untuk melaksanakan

secara layaknya apa yang telah di wajibkan kepadanya.

10
Eksibisionisme merupakan salah satu penyakit dalam golongan parafilia. Paraphilia

atau fantasi seksual yang menyimpang merupakan salah satu bentuk sexual

disorder atau sexual deviation. Eksibisionis merupakan kelainan jiwa yangditandai

dengan kecendrungan untuk memperlihatkan hal-hal yang tidak senonoh, seperti alat

kelamin pada lawan jenis. Tidak jarang juga pelakunya melakukan kontak fisik pada

korban.

c. Faktor Penyebab Tindak Pidana Asusila

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran nilai-nilai moral

manusia ke arah yang tidak baik sehingga berujung kepada terjadinya tindak pidana

asusila, yaitu:

d. Kurangnya Iman

Iman adalah kepercayaan atau ketetapan hati kepada Tuhan. Manusia pasti

mengenal sang penciptanya, oleh karena itu manusia menganut suatu agama untuk

mengenal penciptanya. Melalui agama yang dianutnya manusia itu memiliki

iman.Iman dapat menjaga kita dari suatu perbuatan yang tercela, karena melalui

iman, manusia pasti bisa mengendalikan diri jika dia memiliki iman yang kuat, dan

sebaliknya.

e. Niat dan Kesempatan

Suatu peristiwa dapat dikatakan peristiwa pidana bila peristiwa itu benar-benar

peristiwa yang melanggar sistem hukum yang berlaku dan peristiwa itu memiliki

pelaku dan korban. Dalam hal mencapaitujuannya, seorang pelaku tindak pidana

harus mempunyai sebuah niat dan kesempatan di dalam dirinya sendiri.

11
f. Teknologi

Kemajuan dalam bidang teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola kehidupan

masyarakat di Indonesia dari yang hidup di kota-kota besar sampai pada pelosok

pedesaan, dari yang sudah usia senja sampai anak- anak dalam kehidupan sehari-

hari tidak lepas dari dunia teknologi.

B. Pengertian Tindak Pidana Pornografi

Pengertian pornografi, tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual

semata. Tetapi juga termasuk perbuatan erotis dan sensual yang menjijikan,

memuakkan, memalukan, orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan atau

menyentuhnya. Hal ini disebabkan oleh bangkitnya birahi seksual seseorang akan

berbeda dengan yang lain, apabila diukur perbuatan erotis atau gerak tubuh maupun

gambar, tulisan, karya seni berupa patung, alat ganti kelamin, suara dalam

nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor dan lain-lain yang

terdapat di media komunikasi baik cetak maupun elektronik, hanya di ukur dengan

perbuatan yang membangkitkan birahi seksual semata.

Secara etimologi pornografi berasal dari dua suku kata yakni pornos dan grafis.

Pornos artinya suatu perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan dengan

seksual), atau perbuatan yang bersifat tidak senonoh atau cabul. Sedangkan grafis

adalah gambar atau tulisan, yang dalam arti luas termasuk benda benda patung,

yang isi atau artinya menunujukan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat

asusila atau menyerang rasa kesusilaan masyarakat.

Definisi pornografi yang diajukan Catherine Mckinnon, seperti dikutip oleh Ninuk

Merdiana Pambudy dapat dipakai sebagai acuan internasional, yaitu: “Grafis yang

12
menunjukkan subordinasi seksual perempuan secara eksplisit melalui gambar atau

kata-kata, termasuk dehumanisasi perempuan sebagai objek sosial, benda,

komoditas, penikmat penderitaan, sasaran penghinaan, atau pemerkosaan (dengan

jalan diikat, disayat, dimutilasi, disiksa, atau bentuk-bentuk penyiksaan fisik);

menggambarkannya sebagai sasaran pemuas seksual atau perbudakan, dipenetrasi

dengan menggunakan benda atau pemuas seksual atau perbudakan secara biadab,

cedera, penyiksaan, dipertunjukkan, secara seronok atau tak berdaya, berdarah-

darah, tersiksa, atau disakiti dalam konteks dan kondisiseksual semata.”

Departemen penerangan mengartikan pornografi sebagai sebagai berikut adalah

penyajian tulisan atau gambar yaitu:

1. Mempermainkan selera rendah msyarakat semata-mata menonjolkan masalah


sex dan kemaksiatan

2. Bertentangan dengan:

a. Kaidah- kaidah moral dan tatat susila serta kesopanan;

b. Kode etik jurnalistik

c. Ajaran agama yang merupakan prima causa di Indonesia dan;

d. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kesemuanya itu dapat menimbulkan nafsu birahi, rangsangan dan pikiran- pikiran

yang tidak sehat, terutama di kalangan anak-anak muda, serta menyinggung rasa

susila masyarakat luas, yang bertanggungjawab terhadap keselamatan generasi

dimasa datang dalam membina kepribadian bangsa yang berfalsafah pancasila.

Secara singkat pornografi adalah penyajian tulisan atau gambar-gambar yang

menimbulkan nafsu birahi dan menyinggung rasa susila masyarakat.

13
M. Sofyan Pulungan, dalam artikelnya yang berjudul “Pornografi, Internet dan

RUU ITE” mengatakan bahwa beberapa tokoh telah memberikan definisi apa yang

dimaksud pornografi. Definisi tersebut terus berkembang seiring dengan dinamika

dan nilai yang ada ditengah-tengah masyarakat, pornografi bukan hanya mengacu

pada tindakan atau perbuatan seseorang. Namun sudah menjadi semacam ideologi

yang hidup subur di tengah-tengah masyarakat modern, dengan simbol utama

perjuangan pelecahan seksualitas wanita.

Atmadi, menjabarkan analisis mengenai kriteria pornografi dari segi kesusilaan,

yang terlarang bagi pers adalah:

“Pemuatan gambar atau tulisan: menimbulkan pikiran yang ceroboh;

menyinggung rasa susila; meskipun ada unsur kemanfaatannya bagi kepentingan

umum tetapi efek dominannya cenderung pada rangsangan seks dan

tersinggungnya rasa susila; ekspos tentang seks yang berlebih-lebihan;

ketelanjangan; kegiatan seks seperti masturbasi, homo seksual, sodomi, senggama,

dan lain-lain kegiatan yang menimbulkan ereksi; uraian-uraian yang memberikan

gambaran tentang cinta bebas; lain-lain bentuk gambar atau tulisan yang

cenderung kepada penarikan perhatian orang akan hal-hal yang akan dapat

menimbulkan rasa malu, memuakkan, melanggar rasa kesopanan atau

menyinggung rasa susila”

Pornografi menurut Neng Djubaidah adalah sikap, perilaku, perbuatan gerakan

tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara tunggal atau bersama-

sama, atau dilakukan antara hewan yang sengaja dipertunjukan oleh orang atau

lebih yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu birahi orang, baik perbuatan

pornografi maupun pornoaksi yang dilakukan secara heteroseksual, homoseksual,

14
lesbian, oral-seks, fellatio, cunnilingus, onani, masturbasi, anal intercourse

(sodomi) baik dilakukan oleh orang sejenis maupun berlawanan jenis kelamin, yang

ditujukan atau mengakibatkan orang yang melihatnya dan atau mendengarnya, dan

atau menyentuhnya timbul rasa yang menjijikan dan atau memuakan dan atau

memalukan, yang bertentangan dengan agama dan atau adat istiadat setempat.

Pengertian pornografi dan pornoaksi, tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan

sensual semata. Tetapi pengertian juga termasuk perbuatan erotis dan sensual yang

menjijikan, memuakkan, memalukan, orang yang melihatnya dan atau

mendengarnya dan atau menyentuhnya. Hal ini disebabkan oleh bangkitnya birahi

seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain, apabila diukur perbuatan erotis

atau gerak tubuh maupun gambar, tulisan, karya seni berupa patung, alat ganti

kelamin, suara dalam nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor dan

lain-lain yang terdapat di media komunikasi baik cetak maupun elektronik, hanya

di ukur dengan perbuatan yang membangkitkan birahi seksual semata.

2. Pornografi dan pornoaksi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

tentang Pornografi

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah diundangkan pada

tanggal 26 November 2008. Berbagai tanggapan telah terjadi dalam masyarakat

sejak difatwakannya Larangan Pornografi dan Pornoaksi oleh Majelis Ulama

Indonesia Nomor 287 Tahun 2001 yang dikeluarkan pada tanggal 22Agustus 2001.

Larangan Pornografi di Indonesia yang ditentukan dalam Hukum Tertulis sudah

dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai warisan dari penjajah

Hindia Belanda dan berlaku di Indonesia sejak tahun 1917, yang kemudian menjadi

15
Undang-Undang dan berlaku setelah Indonesia merdeka berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1946 hingga saat ini. Pasal-pasal yang mengatur dan

menentukan larangan dan hukuman bagi setiap orang yang melakukan tindak

pidana pornografi dan pornoaksi terdapat Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal

532, dan Pasal 533 KUHP. Tetapi ketentuan-ketentuan dalam KUHP tidak efektif,

maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008tentang pornografi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang

Pornografi pada Bab I Ketentuan Umum Pasal I Ayat I, yang dimaksud dengan

pengertian Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,

gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan

lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka

umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma

kesusilaan dalam masyarakat.

Berdasarkan pengertian tindak pidana dan pornografi tersebut, dapat diberi batasan

tindak pidana pornografi adalah perbuatan dengan segala bentuk dan caranya

mengenai dan yang berhubungan dengan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,

suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau

bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau

pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang

melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat yang dirumuskan dalam UU

pornografi dan pidana bagi siapa yang melakukan perbuatan tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pengertian

objek pornografi lebih luas daripada objek pornografi menurut KUHP. KUHP

menyebut 3 (tiga) objek, yaitu tulisan, gambar, dan benda. Adapun yang termasuk

16
benda ialah alat untuk mencegah dan menggugurkan kehamilan. Objek pornografi

menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah

diperluas sedemikian rupa termasuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,

suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau

bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi.

Dalam objek pornografi mengandung 3 (tiga) sifat, yaitu

1. Isinya mengandung kecabulan.


2. Eksploitasi seksual
3. Melanggar norma kesusilaan.

Sementara itu, KUHP menyebutnya dengan melanggar kesusilaan. Antara benda

pornografi dengan sifat kecabulan dan melanggar norma kesusilaan merupakan

suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena memuat kecabulan, maka

melanggar norma kesusilaan. Kecabulan merupakan isi dari pornografi. Pornografi

yang mengandung isi kecabulan tersebut harus terbentuk dalam suatu wujud,

misalnya dalam bentuk gambar, sketsa ilustarsi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar

bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan. Pada wujud inilah terdapat isi

kecabulan. Misalnya, dalam gambar terdapat kecabulan bila gambar tersebut

memuat secara eksplisit persenggamaan, termasuk persenggamaan yang

menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau

tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.

A. Jenis-Jenis Pornografi

Unsur-unsur tindak pidana pornografi sebagaimana yang dirumuskan di dalam

pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 44 tahun 2008. Unsur-unsur tersebut adalah

sebagai berikut:

17
1..Unsur Objektif Tindak Pidana Pornografi

a..sifat melanggar hukum sifat melanggar hukum yang dimaksud adalah erat

hubungannya dengan asas legalitas dalam hukum pidana, yakni tidak ada suatu

perbuatan yang dapat dipidana sebelum ditentukan oleh Undang- Undang bahwa

perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Dengan demikian yang dimaksud

dengan sifat melanggar hukum di sini adalah perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang,

dalam hal ini adalah Undang-Undang pornografi. Jadi, jika seseorang melakukan

suatu perbuatan dan perbuatannya tersebut adalah tidak melawan hukum

(undang-undang pornografi), maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan

sebagai tindak pidana pornografi. Berdasarkan hal tersebut, maka suatu

perbuatan yang dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana pornografi yang mana

merupakan bagian dari syarat objektif adalah sebagaimana yang dirumuskan

dalam Bab II Undang-Undang Pornografi.

b. memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,

menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,

menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat

persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan

seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang

mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak (pasal 4ayat

1).

c. Menyediakan jasa pornografi yang menyajikan secara eksplisit ketelanjangan

atau mengesankan ketelanjangan, menyajikan secara eksplisit alat kelamin,

18
mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual, menawarkan atau

mengiklankan, baik langsung atau tidak langsung layanan seksual (pasal 4 ayat

2).

d. Meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana yang dijelaskan dalam

pasal 4 ayat 1 (pasal 5).

e. memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau

menyimpan produk pornografi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1

kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundangundangan.

f. Mendanai perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.

g. Menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi (pasal 8).

h. Menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan

pornografi (pasal 9)

i. Mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum

yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau

yang bermuatan pornografi lainnya (Pasal 10).

j. Melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud

dalam pasal 4,5,6,7,8,9,10 (pasal 11).

k. Mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalah gunakan

kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi

(pasal 12).

19
BAB III
METODE PENELITIAN

Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

akan dibahas dan dipertanggung jawabkan kebenerannya, maka dalam penelitian ini

diperlukan metode tertentu. Adapun metode penelitian yang penulis pergunakan

dalam kerangka penulisan ini adalah

A. Pendekatan Masalah

Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, pendekatan

masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pendekatan

yuridis normatif dan pendekatan empiris sebgai berikut :

1. Pendekatan Yuridis Normatif adalah penelitian dorongan.

Pendekatan melalui studi kepustakaan, studi kompetitif dan studi dokumen

dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah kaidah- kaidah atau aturan-

aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Pendekatan

tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai macam peraturan

perundang-undangan, teori-teori, dan literatur-literatur yang erat hubungannya

dengan masalah dan pembahasan pada penelitian ini.

2. Pendekatan Empiris yaitu pendekatan penelitian hukum mengenai pemberlakuan

atau implementasi ketentuan hukum normatif (Kodifikasi, Undang-undang, atau

kontrak) pada peristiwa hukum tertentu. Pendekatan empiris dilakukan dengan

cara meneliti serta mengumpulkan data primer yang telah diperoleh secara

langsung pada objek penelitian melalui observasi dan wawancara dengan

narasumber pada objek penelitian yang berhubungan dengan pertanggung

20
jawaban pidana terhadap pelaku eksibionisme dalam yurisprudensi di

Indonesia.

B. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber dan jenis data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh, dalam

penelitian ini data yang digunakan meliputi 2 (dua) macam data, yaitu :

1. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum bersifat mengikuti dan terdiri dari

norma atau kaidah dasar, peraturan perundang- undangan, bahan hukum

yang tidak dikodifikasi. Adapun dalam penelitian ini bahan hukum yang

digunakan adalah:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana)

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-

undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-

hasil penelitian atau pendapat pakar hukum.12

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kamus (hukum), Ensiklopedia.

12
Sudaryono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan Mix Method (Depok: Rajawali

21
d. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan terhadap

bahan-bahan hukum, asas-asas hukum, peraturan-peraturan dengan cara

membaca, mengutip, menyalin dan menganalisis. Selanjutnya data

sekunder mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku hasil-hasil

penelitian yang berwujud laporan dan sebgainya.

e. Data Primer

Data primer melalui studi lapangan dengan 2 (dua) cara yaitu :

1. Pengamatan

Observasi adalah pengumpulan data secara langsung terhadap objek

penelitian dengan cara pengamatan langsung yang dilaksanakan pada

Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A.

a. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara (interview secara

langsung dengan alat bukti daftar pertanyaann yang bersifat terbuka

sebagai pedoman dan dapat berkembang pada saat penelitian

berlangsung. Dimana waswancara tersebut dilakukan dengan cara

menggunakan teknik sampel yaitu dengan objek penelitian yang berkaitan

dengan permasalahan dalam penelitian. Adapun wawancara tersebut

dilakukan dengan : Wali Korban, Pelaku, dan Hakim Pengadilan Negeri

Tanjung Karang Kelas I A.

C. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik data sekunder maupun data primer langkah

selanjutnya adalah melakukan kegiatan pengolahan data, yaitu

22
kegiatan merapikan data dari hasil pengumpulan data dilapangan sehingga siap

untuk dianalisis. Kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data dengan cara memriksa

data yang diperoleh mengenai kelengkapannya, klasifikasi data atau

pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dapat dilakukan

sebagai berikut :

1. Seleksi Data

Seleksi data yaitu memeriksa data atau meneliti data yang keliru, menambah serta

melengkapi data yang kurang lengkap sesuai dengan penulisan yang akan dibahas.

2. Klasifikasi data

Klasifikasi data yaitu penyusunan data yang dilakukan dengan cara mengklasifikasi,

menggolongkan dan mengelompokkan menurut pokok bahasan dengan tujuan

mempermudah menganalisis data yang telahditentukan.

3. Sistematika data

Sistematika data yaitu penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan

secara sistematika sehingga memperoleh pembahasan.

D. Analisis Data

Proses analisis data merupakan tindak lanjut dari proses pengolahan data yang

meruapakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan dan

daya pikir secara optimal. Selanjutnya, usaha untuk menemukan jawaban atas

pertanyaan mengenai perihal didalam rumusan masalah dan hal-hal yang diperoleh

dari suatu penelitian pendahuluan. Rangkaian data yang telah tersusun secara

sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisis secara yuridis

kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud

menurut kenyataan yang diperoleh dilapangan, sehingga hal tersebut benar- benar

23
dari pokok masalah yang ada disusun dan diuraikan dalam bentuk kalimat

perkalimat secara sistematis. Pada akhirnya pembahasan ini akan menuju pada suatu

kesimpulan terhadap pokok bahasan yang diteliti, merupakan gambaran umum

jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.

Fokus penelitian ini berlokasi pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang menguatkan

putusan tersebut pada 23 Desember 2021. Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut

Umum mengajukan banding. Namun, hakim mencatat bahwa pelaku dinyatakan

bersalah atas tindakan tersebut dalam surat dakwaan. Oleh karena itu, hakim

membebaskan terdakwa dalam semua proses. Namun ada sebab-sebab yang dapat

meringankan hukuman terdakwa yaitu penyakit terdakwa yaitu kelainan seksual

jenis pemaparan alat kelamin, dimana terdakwa tidak dapat mempertanggung

jawabkan perbuatannya karena mengalami gangguan seksual.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Perempuan yang menyebutkan secara rinci terkait kasus pelecehan seksual yang

tertinggi yaitu di Provinsi Lampung, seperti data yang dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut;

Tabel 1. Jumlah Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Provinsi


Lampung tahun 2021 – Juli 2023

Daftar Kasus Jumlah Kasus

Perkosaan 87
Pencabulan 224
Pelecehan Seksual Berbasis 20
Pelecehan secara Online
Memperlihatkan Alat Kelamin 243
Perdagangan Perempuan 115
Total Kasus 689
Sumber: LBH Damar Provinsi Lampung, 2023

24
Tabel 2. Jumlah Wilayah dengan Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual di
Provinsi Lampung tahun 2021 – Juli 2023

Daftar Wilayah Jumlah Kasus


Bandar Lampung 210
Tulang Bawang Barat 35
Lampung Timur 90
Lampung Tengah 52
Lampung Barat 20
Lampung Utara 80
Lampung Selatan 100
Pesawaran 20
Pringsewu 15
Tanggamus 13
Metro 27
Mesuji 12
Waykanan 15
Total 689
Sumber: LBH Damar Provinsi Lampung, 2023

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan daya memahami isi penelitian ini, maka penulisannya terbagi

dalam Bab V (lima) urutan secara utuh hasil penelitian dengan rinci sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,

permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka konsepsional, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka bab ini mengemukakan tentang pengertian

Memperlihatkan Alat Kelamin Alat Kelamin (Eksibisionisme), jenis-jenis

(Eksibisionisme), Tinjauan hukum pidana, Faktor Penyebab, dan

Pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana Memperlihatkan Alat Kelamin

alat kelamin (Eksibisionisme).

BAB III Metode Penelitian bab ini menguraikan langkah-langkah atau cara yang

25
dilakukan dalam penelitian, di dalamnya meliputi pendekatan masalah, sumber dan

jenis data, prosedur pengumpulan data serta analisis data.

BAB IV Analisis Penelitian bab ini memuat pembahasan hasil dari penelitian

mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Memperlihatkan Alat

Kelamin alat kelamin (eksibionisme) dalamyurisprudensi di Indonesia

BAB V Penutup bab ini membahas mengenai kesimpulan yang berupa jawaban

terhadap permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang merupakan

salah satu alternatif penyelesaian permasalahan yang ada, guna memperbaiki

dimasa mendatang.

26
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pertanggung Jawaban Pidana dan Faktor-faktor Perbuatan Pelaku


Melakukan Pelecehan Seksual dengan Cara Memperlihatkan Kelamin
Kepada Korban (Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk).

Fenomena maraknya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi dewasa ini, tidak

dapat dianggap sebelah mata. Apalagi yang menjadi incaran bukan hanya orang

dewasa saja melainkan anak-anak yang dilihat dari kondisi fisik maupun psikologisnya

belum siap. Menurut Dr A. Nicholas Groth ruang lingkup dari kekerasan seksual

sangat luas, mulai dari kata-kata lisan maupun tulisan yang tidak senonoh (termasuk

telepon porno), memperlihatkan alat kelamin dengan unsur kesengajaan, memanjakan

serta menimang-nimang sambil meraba, memegang bagian tubuh yang dilarang

(payudara, alat kelamin, bokong), hingga pada perbuatan oral seks dan hubungan

kelamin. (Hawari, 2021:38)

Kehadiran dari kasus kekerasan seksual ini seperti fenomena gunung es dimana

kasus-kasus yang dilaporkan masih sedikit, berbanding terbalik dengan kasus yang

tidak dilaporkan. Banyak orang yang menganggap bahwa melaporkan kasus kekerasan

seksual sama saja membuka aib sendiri. Padahal anak yang menjadi korban kekerasan

seksual harus segera ditangani supaya tidak muncul dampak negatif seperti trauma.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan

seksual mengalami trauma, kondisi trauma ini sebelum mendapatkan penanganan dan

pendampingan dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung.

Menurut Lembaga Damar, sangat dominan terbukti dengan anak yang masih sulit

mengontrol emosi, mood gampang berubah, cemas, gugup, takut, menyalahkan diri

27
sendiri, lemah, kesulitan berkomunikasi, menghindari tempat, orang atau sesuatu

yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, sulit belajar, sering menangis tiba-

tiba, gangguan tidur, lesu, gemetar dll. Dengan kondisi trauma yang seperti itu, maka

anak korban kekerasan seksual membutuhkan penanganan secara keseluruhan atas

peristiwa yang dialaminya, supaya anak tidak lagi merasa takut terhadap peristiwa

yang sudah terjadi.

Beberapa hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi trauma korban

kekerasan seksual sebelum mendapatkan penanganan dari Lembaga Advokasi

Perempuan Damar Provinsi Lampung korban yang bernama Wita Wulandari yang

berumur 19 (sembilan belas) tahun dan juga memiliki kesehatan mental

berkebutuhan khusus, maka terkait kejadian tersebut korban mengalami: kesulitan

mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung, marah, mudah untuk dibuat emosi,

mood gampang berubah dari baik keburuk dan sebaliknya terjadi begitu cepat,

cemas, gugup, sedih, berduka, takut, khawatir kejadian akan terulang, memberikan

respon emosional yang tidak sesuai, atau mengingat kembali kejadian traumatiknya.

Seperti wawancara yang peneliti lakukan dengan ibu Sely selaku direktur Lembaga

Advokasi Perempuan Damar dan juga selaku pendamping korban dalam perkara

berikut ini;

1. Posisi Kasus

Kasus Pidana Perkara Biasa ini telah diputuskan dan selesai pada tanggal 11

November 2021 oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang tanpa

ada upaya banding dari pihak Terdakwa.

2. Hasil Wawancara

Berdasarkan Infomasi yang peneliti peroleh dari para Informan sebagai Narasumber,

28
Bahwa terdakwa diajukan ke persidangan karena Terdakwa telah melakukan tindak

pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan Penuntut Umum, sebagai berikut :

Pada hari Minggu tanggal 29 Agustus 2021 sekitar jam 18.00 WIB, atau setidak-

tidaknya dalam bulan Agustus Tahun 2021 bertempat di Jalan P Antasari Kelurahan

Kalibalau Kencana Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung di depan ruko

(gudang), atau setidak–tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan

Negeri Tanjung karang, telah melakukan perbuatan pelecehan seksual dengan

seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya, lebih lanjut

Ibu Sely selaku pendamping perkara korban menyatakan;

“Awalnya waktu itu setelah saya mendapat laporan dari keluarga korban waktu itu
hari Minggu Tanggal 29 Agustus 2021 sekira pukul 18.00 WIB, korban yang
bernama Wita Wulandari Alias Salama yang melihat terdakwa sedang
memakan roti duduk di depan ruko, lalu mendekati terdakwa dengan tujuan
meminta roti, dan oleh terdakwa yang sedang dalam posisi duduk memberikan
roti miliknya, kemudian memegang pipi sebelah kanan dan memegang perut
bagian bawah dekat alat kelamin, sambil menunjukkan alat kelamin pada
korban, tidak lama kemudian saksi Siti Rahayu selaku kakak kandung dari
korban memanggil korban untuk pulang ke rumah karna korban memiliki
kelainan mental yaitu down syndrome. Namun setelah kakak korban
menjemput, adiknya sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri/pingsan. Maka
saya dan tim Lembaga Damar melakukan pendampingan kepada korban dan
bergegas melakukan Visum di Rumah sakit Bhayangkara Polda Lampung pada
tanggal 15 september 2021.”

Berdasarkan keterangan dari hasil wawancara pada tanggal 1 Agustus 2023 dengan

menghubungi Wali Korban melalui telepon seluler pada pukul 13.00 wib tersebut

ditinjau bahwa korban adalah penyandang berkebutuhan khusus, dan karena kejadian

tersebut mengakibatkan korban mengalami luka sesuai dengan Visum Et Repertum

Nomor R/VER/113/IXKES.22/2021/RSB Tanggal 15 September 2021 dari Rumah

sakit Bhayangkara Polda Lampung yang ditanda-tangani oleh dr.Chatrina Andryani,

Sp.FM., MH (Kes) yang telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang perempuan,

berumur 19 (sembilan belas tahun) pada pemeriksaan fisik yang sesuai dengan

29
gambaran berkebutuhan khusus, pada pemeriksaan dalam ditemukan cairan

kemerahan (haid) dalam batas normal, dan robekan selaput dara pada arah jam tiga

hingga enam yang diakibatkan trauma tumpul.

Bahwa untuk membuktikan pernyataan diatas Peneliti juga bertanya terkait saksi-

saksi yang berada pada kejadian tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Ibu Sely

selaku pendamping perkara korban menyatakan;

“Untuk saksi-saksinya pada kejadian tersebut ada kakaknya korban yaitu Siti
Rahayu selaku kakak kandung korban, kemudian ada Asep selaku tetangga
korban. Untuk terdakwa sendiri bernama Mul Sutiono. Menurut pernyataan
saksi waktu itu kepada saya pada hari Minggu tanggal 29 Agustus 2021 sekira
jam 18.00 wib, di Ruko Kosong yang terletak di Jalan P. Antasari, Kelurahan
Kalibalau Kencana, Kecamatan Kedamaian, Kota Bandar Lampung saat itu saksi
melihat korban sering memperagakan perbuatan yang dilakukan oleh Pak Mul
(panggilan diri terdakwa) terhadap korban, dan saat korban bertemu dengan
terdakwa, dia selalu terlihat ketakutan dan sering berkata “kakal/nakal”.
Kemudian menurut saksi bernama Asep di waktu yang sama mau membuang
sampah dan melihat korban sedang bersama terdakwa dengan posisi saling
berhadapan di depan ruko namun katanya korban saat itu berteriak namun Asep
tidak mengetahui teriakan apa yang dikatakan korban karena bicaranya tidak
jelas, saat itu korban mengenakan kaos oblong dan celana pendek.”

Berdasarkan keterangan dari ibu Sely selaku pendamping perkara Pelecehan Seksual

ditarik kesimpulan bahwa pada kejadian tersebut terdapat 2 (dua) saksi di lokasi

kejadian perkara, yang pertama yaitu Saksi 1 Sri Rahayu selaku kakak dari Korban,

yang kedua Saksi 2 Asep selaku tetangga dari korban dan terdakwa. Maka demi

memperkuat hasil analisis, Peneliti juga mewawancarai para saksi dengan melakukan

wawancara melalui telepon seluler pada tanggal 1 Agustus 2023 pada pukul 15.00

WIB dikarenakan para saksi tidak ingin ditemui secara langsung. Maka berikut

adalah pernyataan dari Saksi 1 Sri Rahayu selaku saksi dan kakak kandung korban

menyatakan;

“ Saya memang dekat sekali dengan adik saya karna dia juga dalam kondisi lemah
mental jadi saya mengetahui persis gerak gerik adik saya Wita Wulandari

30
walaupun kondisinya lemah mental/ downsyndrome. Jadi kak pada saat itu saya
melihat adik saya sering memperagakan perbuatan yang dilakukan oleh Pak Mul
(panggilan diri terdakwa) terhadap adik saya, dan saat adik saya bertemu dengan
terdakwa, dia selalu terlihat ketakutan dan sering berkata (kakal/nakal). Jadi
perbuatan cabul yang dilakukan terdakwa juga baru saya ketahui pada hari
Minggu Tanggal 29 Agustus 2021 sekira jam 18.00 wib, di Ruko Kosong. Disitu
saya menemukan adik saya dalam keadaan tidak sadarkan diri/pingsan.”

Berdasarkan kesimpulan pada hasil wawancara diatas menurut Saksi 1 yaitu Sri

Rahayu selaku kakak korban pernah melihat terdakwa memberi jajanan kepada

Korban. Sebelum Korban ditemukan saksi dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Menurut keterangan saksi, korban pernah bercerita dengan memperagakan cara

terdakwa melakukan perbuatan pelecehan seksual sambil memukul kemaluan saksi,

kemudian korban memperagakan posisi tidur dan mengatakan “Bapak Nakal”,

kemudian pada sekitar 2 (dua) bulan yang lalu saksi melihat terdakwa sedang

memeluk korban dengan posisi saling berhadapan di depan warung, saksi melihat

tangan kanan terdakwa meraba dada korban. Pada saat itu saksi melihat dari jarak

sekitar 3 (tiga) Meter, namun saksi pada saat itu belum mengetahui apakah adiknya

sering bermain bersama dengan terdakwa atau tidak.

Agar pernyataan saksi diatas dianggap kuat maka peneliti bertanya kepada saksi 2

untuk menyampaikan keterangan pada saat beliau juga berada di lokasi kejadian.

Maka berikut adalah pernyataan dari Saksi 2 Asep selaku saksi dan tetangga dari

korban dan pelaku menyatakan;

“ Sebenarnya saya juga tidak mengenal terdakwa cuma sekedar tahu bapak Mul
Sutiono karna beliau memang sehari-harinya tinggal di ruko milik pak H. Nuri.
Untuk perbuatan pelecehan seksual itu saya juga tidak pernah tau sebelumnya
tapi saya pernah melihat korban dengan terdakwa ada di ruko itu karna waktu itu
saya sedang jalan untuk membuang sampah dipinggir jalan gang dekat ruko
tempat kejadian itu dengan sepeda motor saya. Kemudian saya mendengar ada
suara korban, suaranya khas karena korban kan kelainan mental, terus saya
melihat waktu itu terdakwa sedang berdiri didepan seperti menghalangi korban
sambil memegang kedua pundak korban karna korban terlihat memberontak,

31
tapi waktu itu saya kira mereka lagi bercanda karna sepengetahuan saya mereka
bertetangga jadi saya tidak berbuat apa-apa cuma melihat dan langsung pulang
kerumah.”

Berdasarkan keterangan atas pernyataan saksi 2 diatas maka ditarik kesimpulan

bahwa terdakwa memang tinggal di ruko kosong milik bapak H. Nuri, namun saksi 2

tidak menyadari akan adanya pelecehan seksual karena pada saat saksi 2 di lokasi

kejadian saksi 2 tidak melihat adanya unsur perbuatan cabul dan pelecehan seksual.

Maka untuk saat ini perkara pelecehan seksual belum ditemukan titik temu

kebenaran konkritnya. Kemudian Peneliti melakukan turun lapangan langsung untuk

menghubungi Terdakwa terkait kasus perbuatan cabul yang dilakukan sesuai dengan

Putusan Pengadilan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk. dan wawancara dilakukan

melalui telepon seluler pada hari rabu tanggal 2 Agustus 2023 pukul 11.00 wib

dengan informasi kontak terdakwa yang Peneliti dapatkan dari ibu Sely selaku

pendamping dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung pada

korban Wita Wulandari. Namun pada saat Peneliti menghubungi terdakwa, terdakwa

tidak mau melakukan proses wawancara terkait perkara tersebut, tetapi atas bantuan

ibu Sely dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung maka

Peneliti berhasil melakukan proses wawancara, Maka berikut adalah pernyataan

dari Bapak Mul Sutiono selaku terdakwa atas Putusan Pengadilan Nomor

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk menyatakan;

“ ya saya mengenal Salama (Korban) karna anak itu memang sering main didekat
ruko tempat saya tinggal, dan saya memang benar saat itu memegang bagian
bawah perut si Salama tapi kan tidak ada buktinya saya melakukan Pelecehan
Seksual karna saya melakukan itu hanya sebatas bercanda karna saya pikir anak
itu kan cuma anak kecil dan keterbelakangan mental juga. Awalnya kejadian
waktu itu sehabis saya membeli roti, saya duduk didepan ruko, kemudian si
Salama itu mendatangi saya untuk minta roti, memang posisi dia ada didepan
saya makanya saya iseng mainin dia sambil megang bawah perutnya dan itu juga
cuma sekali dia juga tidak berontak cuma diam. Kemudian kakaknya datang
nyuruh dia pulang. Sudah itu saja yang saya lakukan dan tidak ada bukti juga

32
saya melakukan perbuatan cabul kan. Sudah ya saya sudah tidak mau bahas
masalah ini lagi kan sudah selesai juga putusannya.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan terdakwa diatas, maka ditarik kesimpulan

bahwa terdakwa sama sekali tidak mengakui bahwa beliau melakukan tindak pidana

Pelecehan Seksual dan Perbuatan Cabul dengan menunjukkan alat kelamin kepada

korban, mengelus pipi korban dan memegang perut bawah korban. Terdakwa

menyela dengan pernyataan bahwa tidak terdapat bukti bahwa terdakwa melakukan

Pelecehan Seksual dan Perbuatan Cabul.

Kemudian dikarenakan belum kuatnya kejelasan bukti perkara pada Putusan

Pengadilan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk, Peneliti kembali melakukan turun

lapangan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A untuk memecahkan ruang

lingkup dari permasalahan tindak pidana Pelecehan Seksual dan Perbuatan Cabul

yang dilakukan oleh Bapak Mul Sutiono, Peneliti melakukan wawancara dengan

turun langsung ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A dengan

menggunakan surat-surat izin penelitian dari pihak Universitas Bandar Lampung dan

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

Kota Bandar Lampung pada tanggal 1 Juli 2023 pada pukul 13.00 Wib dengan

menemui Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk

tersebut yaitu bapak Hendri Irawan, S.H., selaku Hakim Anggota pada putusan

perkara tersebut. Maka berikut adalah pernyataan dari bapak Hendri Irawan, S.H.,

menyatakan;

“ kalau yang saya tinjau lagi berdasarkan putusannya begini dek, nanti saya
berikan juga salinan putusannya bisa dibaca lagi disitu. Jadi penetapan majelis
Hakim untuk perkara Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk tanggal 11 November
2021 itu tanggal untuk penetapan hari sidang, untuk penetapan tuntutan pidana
oleh Penuntut Umum itu pada tanggal 23 Desember 2021. Penuntut Umum
udah menyatakan kalau terdakwa Mul Sutiono terbukti dan secara sah dan
meyakinkan memang bersalah berbuat tindak pidana Pelecehan Seksual.

33
Terdakwa juga menjatuhkan hukuman Pidana Penjara selama 5 bulan dan
kemudian terdakwa ditahan di tahanan rutan. Pada saat putusan ditetapkan
terdakwa juga tidak mengajukan keberatan, kemudian juga Penuntut Umum
mengajukan dua saksi untuk menjelaskan kronologi kejadian. Kemudian hasil
Visum yang diberikan oleh pendamping korban yaitu Lembaga Advokasi
Perempuan Damar Provinsi Lampung yang juga memperkuat bukti kalau
terdakwa memang dinyatakan bersalah melakukan Pelecehan Seksual dan
korban juga pada kondisi keterbelakangan mental. Dalam persidangan juga
LAP Damar Perempuan mengajukan barang bukti berupa, 1 (satu) baju kaos
tangan pendek warna merah putih dan 1 (satu) celana pendek warna hitam,
karena barang bukti tersebut merupakan milik Korban untuk memperkuat
putusan Penuntut Umum.”

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama bapak Henri selaku Hakim

Anggota dari perkara putusan tersebut ditarik kesimpulan bahwa, terdakwa

dinyatakan sah secara hukum melakukan Tindak Pidana Pelecehan Seksual dan di

Pidana Penjara selama 5 (Lima) Bulan oleh Penuntut Umum, serta dikuatkan dengan

bukti-bukti seperti pemeriksaan visum et repertum Nomor

R/VER/113/IX/KES.22/2021/RSB tanggal 15 September 2021 yang ditandatangani

oleh dokter pemeriksa dr. Chatrina Andryani, SP.FM pada kesimpulan menyebutkan

bahwa telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang perempuan umur Sembilan

belas tahun, pada pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gambaran berkebutuhan

khusus, pada pemeriksaan dalam ditemukan cairan kemerahan (haid) dalam batas

normal, dan robekan selaput dara pada arah jam pukul tiga hingga enam yang

diakibatkan trauma benda tumpul.

Kemudian untuk memperkuat bukti lagi pihak keluarga korban melakukan

pemeriksaan mental yang dibantu oleh pihak Lembaga Advokasi Perempuan Damar

melalui kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

pada tanggal 13 September 2021, dan berdasarkan Pemeriksaan Psikologi korban

Trauma Psikologi yang di tanda tangani oleh Cindani Trika Kusuma, MPsi, Psikolog

34
dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dengan hasil

pemeriksaan Psikologis bahwa korban adalah anak dengan Berkebutuhan khusus

sedang, yaitu kondisi keterbelakangan fisik dan mental anak yang diakibatkan

abnormalitas perkembangan kromosom (Kosasih, 2012), Berkebutuhan khusus

sedang menunjukkan bahwa ketika anak sudah berusia dewasa, mereka baru

mencapai tingkat kecerdasan yang setara dengan anak normal berusia 7 (tujuh)

tahun.

Mereka hampir tidak mampu untuk mengikuti kegiatan akademik, namun masih bias

di latih untuk merawat diri dan melakukan aktifitas sehari-hari, korban mengalami

keterlambatan perkembangan inteletektual dan bahasa jika dibandingkan anak

seusianya dengan perkembangan normal, korban kesulitan untuk memahami situasi

sebab akibat dan mengutarakan apa yang dialami dan dirasakan karena keterbatasan

kosa kata yang dimiliki.

Berdasarkan Hasil Kesimpulan dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa

narasumber diatas maka peneliti menganalisis hasil observasi penelitian dan

mengkaitkan dengan teori dan dasar-dasar hukum yang terkait dengan Kasus Tindak

Pidana Pelecehan Seksual dan Pencabulan pada Perempuan dan Anak.

Berdasarkan fakta- fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, Terdakwa telah didakwa oleh

Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 290 ayat

(1) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya

bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya, bahwa yang dimaksud setiap orang

adalah siapa saja yang menjadi subyek hukum sebagai pendukung hak dan

35
kewajiban, dimana perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara

hukum.

Setelah dikaitkan dasar hukum diatas dengan perkara putusan Pengadilan Nomor

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk , diketahui bahwa selama persidangan telah diajukan

terdakwa yang telah mengaku sehat jasmani dan rohani Mul Sutiono Bin R. Sutejo

(Alm), di dalam persidangan terdakwa mampu menjawab seluruh pertanyaan Majelis

Hakim, Jaksa Penuntut Umum dengan baik dan lancar, dapat mengingat serta

menerangkan yang benar sesuai dengan perbuatan terdakwa telah dilakukan. Maka

hal tersebut menunjukan bahwa perbuatan terdakwa telah maupun saat memberikan

keterangan dimuka persidangan adalah berada dalam kondisi sehat jasmani dan

rohani serta ditemukan adanya alasan pembenar dan atau alasan pemaaf sehingga

kepada terdakwa dipandang mampu bertanggung jawab atas seluruh perbuatan

pidana yang telah dilakukannya dan sesuai dengan dasar hukum tertera diatas.

2. Melakukan Perbuatan Cabul dengan Seseorang, sedang diketahuinya bahwa

orang itu pingsan atau tidak berdaya, bahwa unsur tersebut bersifat alternatif yang

artinya apabila salah satu unsur dalam unsur ini telah terpenuhi, maka dianggap telah

terbukti secara sah dan meyakinkan. Dan yang dimaksud dengan cabul adalah segala

perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji dan

kotor, tidak senonoh, yang dimaksud tidak berdaya adalah tidak mempunyai

kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan

sedikitpun.

Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas

dirinya, yang dimaksud dengan pingsan adalah tidak ingat atau tidak sadar akan

dirinya. Orang yang pingsan tidak dapat megetahui apa yang terjadi akan dirinya.

36
Setelah dikaitkan dengan hasil penelitian perkara diatas dan berdasarkan fakta

hukum yang terungkap dari keterangan saksi-saksi, korban dan pengakuan terdakwa

diketahui bahwa benar terdakwa telah berbuat tidak senonoh (tidak patut/tidak

pantas) pada korban Wita Wulandari alias Salama adalah seorang gadis yang

mengalami keterbelakangan mental maka hal tersebut sesuai dengan unsur dari Dasar

Hukum tersebut diatas.

Berdasarkan Pendapat Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang tentang Pelaku

Pelecehan Seksual Menurut Bapak Hendri Irawan, S.H., M.H, selaku hakim yang

memutus perkara ini, dalam memutus perkara menyatakan bahwa dilihat pada fakta-

fakta yang terungkap dalam persidangan, alat bukti, dan keyakinan hakim. Perbuatan

terdakwa dinyatakan sah secara hukum ketika dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut

umum terbukti benar dengan adanya alat bukti dan keterangan para saksi pada saat

persidangan. Didalam Undang-Undang diatur mengenai hukuman maksimal dan

minimal suatu perkara, mengenai tinggi rendahnya hukuman yang didapatkan oleh

pelaku tergantung pada rasa keadilan hakim.

Hukuman bagi setiap perkara Pelecehan Seksual berbeda tergantung dengan

bagaimana kasusnya (kasuistik), sebab, alasan dan hal-hal lain yang melatarbelakangi

kasus tersebut. Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam Putusan Nomor

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk.

Berdasarkan kaitannya perkara pidana Pelecehan Seksual dengan Pengaturan Hukum

tentang pertanggung jawaban Pidana terhadap Pelaku Pelecehan Seksual dengan Cara

Memperlihatkan Kelamin Kepada Korban dalam hukum Pidana Indonesia adalah

sebagai berikut yaitu terdapat beberapa Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pelecehan Seksual yaitu KUHP dan

37
Undang-undang Pornografi;

a. KUHP

Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUHP, maka terdapat pasal

yang dapat digunakan untuk menjerat tindak pidana pelecehan seksual yaitu Pasal

Pasal 281 angka 1 dan Pasal 281 angka 2 KUHP. Pasal 289 KUHP juga dapat

menjerat pelaku pelecehan seksual karena pasal ini memuat unsur pencabulan yaitu

“kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul.” Apabila pelaku tindak pidana pelecehan

seksual melakukan suatu tindak pidana kesusilaan berupa pencabulan terhadap anak

dibawah umur, maka perbuatan tersebut dapat dikenakan aturan dalam Pasal 290

KUHP dan apabila ada peraturan yang bersifat khusus maka dapat digunakan

Undang-Undang perlindungan anak.

1. Undang-undang Pornografi

Undang-undang Pornografi merupakan peraturan yang bersifat khusus dari KUHP.

Terkait dengan pengaturan mengenai pelecehan seksual, dalam Undang- Undang

Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 pengaturan delik kesusilaan difokuskan pada

perbuatan cabul yang tujuannya menimbulkanatau merangsang nafsu. Pasal-pasal

terkait yang dapat digunakan dalam menjerat pelaku pelecehan seksual ialah Pasal 4

angka 1 dan angka 2 Undang-undang Pornografi selain itu Pasal 10 Undang-undang

Pornografi juga dapat digunakan untuk menjerat pelaku pelecehan seksual.

Masih terdapat kekurangan dalam Pasal 4 maupun Pasal 10 Undang-undang

Pornografi tersebut karena dalam Pasal 4 tidak dijelaskan mengenai maksud dari kata

menyajikan ketelanjangan. Pasal 10 juga tidak jelas menuliskan apa yang dimaksud

dengan menggambarkan ketelanjangan. Tentunya hal-hal demikian membutuhkan

38
penafsiran lebih lanjut oleh penegak hukum.

Pelecehan seksual merupakan suatu perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkan

perbuatannya karena terdapat unsur kesalahan pada diri pelaku yaitu adanya kelakuan

yang bersifat melawan hukum, adanya dolus atau kesengajaan yaitu menghendaki dan

menginsyafi atau mengerti, adanya kemampuan bertanggung jawab yaitu kondisi

batin yang normal yaitu adanya akal yang dapat membedakan perbuatan yang

diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dan faktor kehendak yang dapat

menyesuaikan tingkah laku yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan tidak adanya

alasan pemaaf karena pelecehan seksual dipandang sebagai bentuk

penyimpanganseksual seperti layaknya seorang pengidap pedofil, dan bukan

merupakan suatu penyakit layaknya orang gila yang tidak mengerti, menginsyafi dan

mengontrol apa yang diperbuat dan tidak memiliki tujuan tertentu terhadap

perbuatannya.

Ketentuan yang dapat menjerat pelaku pelecehan seksual dalam RUU-KUHP 2013,

yakni diatur dalam Bab XVI Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Bagian Kesatu

mengenai Kesusilaan di Muka Umum dapat dilihat pada Pasal 467 sampai Pasal 505

Bab XVI RUU-KUHP. Istilah pelecehan seksual belum dimuat dalam penjelasan

RUU-KUHP namun penjelasan pengenai keadaan-keadaan seperti apa seseorang

dapat dipertanggung jawabkan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan yang tidak

dijelaskan pada Pasal 44 KUHP, telah ditulisdalam penjelasan RUU-KUHP 2013.

Pemerintah dalam hal ini seharusnya membuat Undang-undang yang ideal di

masa mendatang guna mengatasi permasalahan yang muncul terkait kekaburan norma

pasal 44 KUHP dan belum adanya istilah pelecehan seksual dalam hukum positif

Indonesia maupun RUU-KUHP. Diperlukan penjelasan mengenai eksibisionisme

39
yang tegas, terang, serta mencantumkan pengertian, batasan serta penjelasan terhadap

unsur-unsur pelecehan seksual.

40
DAFTAR PUSTAKA

A. Pettanasse, Prabowo, and Nashriana N. “Tinjauan Kriminologi Bagi Seseorang


Yang Mengalami Gangguan Eksibisionisme.” Disertasi, Universitas Sriwijaya,
2019.

Abdul, Muhammad. Metode Penelitian Hukum Dan Cara Pendekatan


Masalah.

Lampung: Fakultas Hukum Unila, 2002.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode PenelitianHukum,


PTRajagrafindo Persada, Jakarta, 2011.

Arifin Asikin, Zainal and Amiruddin. Pengantar Metodologi PenelitianHukum.

Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Azwar, Sarifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2005, Kamus Besar

Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, Edisi-3, Jakarta.

Martono, Nanang. Metode Penelitian Sosial Konsep-Konsep Kunci. Jakarta:PT


RajaGrafindo Persada, 2015.

Morgan, Clifford Thomas, 1986, Introduction to Psychology


(InternationalEdition), McGraw-Hill Book Co, Singapore.

Santoso, Andika, and Eko Nurisman. “Analisis Hukum Dalam Pencegahan


Tindak Pidana Kesusilaan Eksibisionis.” Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 13, no. 1 (2022). https://doi.org/10.31764/jmk.

Sophie Nandita, “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Eksibisionisme dalam


Perspektif Hukum Pidana,” Jurnal MAHUPAS: Mahasiswa Hukum Unpas,
Vol.1 No 2

Anda mungkin juga menyukai