Anda di halaman 1dari 2

MUTHIA DWI PUTRI

18035150

Pendidik sangat memegang peranan penting agar proses pendidikan terhadap siswa di sekolah berjalan
maksimal dan optimal. Sebutan pendidik ini, tak hanya guru kelas dan guru bidang studi, tetapi
jugatermasuk didalamnya guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau seringkali disebut konselor.

Melihat perjalanan BK di sekolah memang sama-sama kita akui mengalami jalan yang bisa dikatakan
berat. Eksistensi BK pernah juga dipandang sebelah mata, sehingga bentuk kinerjanya tak diapresiasi
oleh beberapa pihak. Kualifikasi guru BK pun sempat dipertanyakan karena adanya beberapa sekolah
sekedar mengambil guruguru bidang studi yang secara garis besarnya tak pernah memperoleh
wawasan, kepengetahuan, dan keterampilan tentang BK. Malah BK di sekolah pernah mendapatkan
perhitungan tak positif dengan menyebut guru BK sebagai “polisi sekolah”. Pekerjaan BK yang
diidentikkan dengan “menghukumi” siswa-siswa yang diperkirakan bermasalah menguatkan pernyataan
itu. Padahal BK tak hanya berfungsi mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa.

Peran guru BK di sekolah sangat penting. Proses pendidikan di sekolah tentu saja tak sekadar
memberikan materi pelajaran eksata maupun non-eksata dan mengasah keterampilan, tetapi juga
membangun kepribadian siswa dimanapun ia berada. Guru BK di sekolah dapat memberikan layanan
agar siswa memiliki konsep diri yang sangat jelas. Layanan BK yang diberikan kepada siswa tak hanya
menyangkut persoalan belajar dan sosial. Layanan BK juga menyangkut persoalan pribadi, karir, dan
sebagainya. Dengan adanya BK di sekolah, siswa harapannya dapat mengenal dan memahami dirinya
untuk dapat mengaktualisasikan dirinya demi mencapai kehidupan yang bermakna.

Di tengah tantangan mendidik siswa di sekolah, keberadaan dan layanan BK di sekolah tentu saja perlu
mendapatkan perhatian yang sangat optimal. Optimalisasi untuk layanan BK di sekolah perlu dilakukan
dengan kehadiran guru BK yang mampu menunjukkan unjuk kerja secara profesional. Bagaimana pun,
siswa tak sekadar mendapatkan materi pelajaran di sekolah. Layanan bimbingan pribadi, bimbingan
belajar, bimbingan sosial, bimbingan karir maupun bimbingan lainnya harapannya bisa berjalan baik.

Landasan Yuridis Formal (Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Permendikbud No. 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling)

Setelah penantian yang cukup panjang akhirnya layanan BK di sekolah kini telah memperoleh dasar
legalitas yuridis formal yang lebih kokoh, yaitu dengan hadirnya Permendikbud No. 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, yang
ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan per tanggal 8 Oktober 2014.
Permendikbud ini menjadi rujukan penting, khususnya bagi para Guru BK/ Konselor dalam
menyelenggarakan dan mengadministrasikan layanan Bimbingan BK di sekolah. Hal yang dianggap baru
dari kehadiran Peraturan Menteri ini yaitu secara resmi mulai diterapkannya pola Bimbingan dan
Konseling Komprehensif, sebagaimana disampaikan dalam Pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa:
“Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a) layanan
dasar; (b) layanan peminatan dan perencanaan individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan
dukungan sistem”. (Minto Tulus, 2014)

Layanan Bimbingan dan Konseling diselenggarakan secara terprogram berdasarkan asesmen kebutuhan
(need assesment) yang dianggap penting (skala prioritas) dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan
(scaffolding). Semua peserta didik harus mendapatkan layanan bimbingan dan konseling secara
terencana, teratur, dan sistematis serta sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, Konselor atau Guru

Bimbingan dan Konseling dialokasikan jam masuk kelas selama 2 ( dua ) jam pembelajaran per minggu
setiap kelas secara rutin terjadwal.

Anda mungkin juga menyukai