Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANALISIS STUDY KASUS

NADIA SILVIA
2310070140043

FAKULTAS VOKASI
PRODI RADIOLOGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tentang
pengukuran densitas menggunakan sensitometer.

Dan harapan kami semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan
agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Padang, Januari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
a. Latar Belakang................................................................................................................1
a. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
b. Tujuan Masalah...............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
Sensitometer...........................................................................................................................3
Densitometer...........................................................................................................................5
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Film sinar-X adalah suatu media yang digunakan untuk mencatat bayangan obyek
yang dihasilkan dari proses pemotretan menggunakan sinar-X. Peng guna an film s ina r-X da
l am menghasilkan gambaran obyek sangat penting karena film mempunyai peranan dalam
memberikan perbedaan nilai densitas. Film sinar-X yang berkembang saat ini sudah banyak,
ditandai dengan merk berbeda-beda seperti Fuji, Kodak, Konica, AgFa, Cronex, Centuria dll
yang banyak digunakan di klinik ataupun rumah sakit. Setiap merk film sinar-X tersebut
memiliki perbedaan hasil gambaran yang dihasilkan. S e n s i t o m e tri m e r u p a k a n
pengukuran respon karakteristik atas eksposi dan prosesing yang dilakukan terhadap film
serta mengevaluasi densitas yang dihasilkan (Carlton dan Adler, 2001). Tingkat kehitaman
gambar yang dihasilkan setelah dikenai eksposi dan prosesing dikenal dengan densitas.
Semakin banya k endapan perak metalik yang dihasilkan, maka semakin tinggi nilai
densitasnya. Nilai densitas optik berkisar antara log10 0 yaitu 1, sampai dengan log10 10.000
yaitu 4. Densitas optik dapat diukur dengan menggunakan alat densitometer. Menurut
Bushong (2001), dengan membuat grafik hubungan antara pemaparan dengan tingkat
densitas film akan dihasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva karakteristik. Kurva
karakteristik adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara densitas optik (OD) pada
sumbu y dengan log relative exposure (LRE) pada sumbu x (Bushong, 2001). Ada tiga tahap
dalam pembuatan kurva karakteristik menurut Ball dan Price (1989), yaitu eksposi dan
prosesing film, pengukuran nilai densitas yang dihasilkan dan plotting kurva. Secara garis
besar, terdapat tiga daerah atau bagian kurva karakteristik, yaitu daerah samping kiri toe,
daerah antara toe dan shoulder dan daerah samping kanan shoulder.

Kecepatan film (Speed) adalah kemampuan film dalam menerima eksposi dalam
menghasilkan suatu tingkat densitas tertentu. Kecepatan film dipengaruhi oleh jumlah dan
ukuran butiran kristal perak halida pada emulsi film. Kecepatan film juga menunjukkan
sensitivitas film. Digambarkan pada kurva dengan bentuk kurva semakin mendekati sumbu y,
semakin besar kecepatannya atau semakin sensitif. Bila kecepatan film tinggi, maka semakin
sedikit nilai eksposi yang dibutuhkan untuk menghasilkan densitas tertentu. The American
National Standards Institute (ANSI) menyatakan kecepatan film sebagai besaran nilai eksposi
yang dibutuhkan untuk memperoleh densitas sama dengan 1. Speed point m e r u p a k a n titi
k p a d a k u r v a karakteristik suatu film dimana dihasilkan densitas sebesar OD 1.0 + b+f.

1
a. Rumusan Masalah
1. Bagaimana membuat kurva karakteristik dengan metode time scale sensitometry?
2. Bagaimana menentukan kontras film menggunakan gradient rata-rata?
3. Bagaimana menentukan letak speed point dan speed eksposure?
4. Bagaimana menentukan latitude?

b. Tujuan Masalah
1. Dapat membuat kurva karakteristik dengan metode time scale sensitometry?
2. Dapat menentukan kontras film menggunakan gradient rata-rata?
3. Dapat menentukan letak speed point dan speed eksposure?
4. Dapat menentukan latitude?

2
BAB II
PEMBAHASAN

Sensitometer
Pada awal perkembangannya, sensitometri diperkenalkan pertama kali pada abad ke19 untuk
mengevaluasi performance material fotografik. Pada bidang radiofotografi, sensitometri
adalah metode mengukur karakteristik respon film terhadap radiasi baik dari cahaya tampak
atau sinar X.Sensitometri dibuat dengan cara film diekspose dengan sinar X atau cahaya
tampak dengan nilai eksposi tertentu untuk menghasilkan serial densitas, kemudian film di
proses dan hasil densitasnya diukur dengan densitometer dan dibuat sebuah kurva yang
dikenal dengan kurva karakteristik.

Sensitometri adalah sebuah pengukuran kuantitatif dari respon film x-ray saat diekspose dan
saat processing. Kuantifikasi seperti kualitas gambar sangat penting, karena memungkinkan
kita untuk memonitor perubahan variabel radiografi dan mendiagnosa masalah peralatan jauh
sebelum mereka menjadi cukup buruk untuk menyebabkan paparan yang berulang kepada
pasien. Ketika eksposur dan processing yang dipastikan konsisten, pemantauan sensitometric
akan menunjukkan perubahan karakteristik dari film yang digunakan atau perubahan dalam
sistem reseptor secara keseluruhan. Ketika film, layar dan saat eksposur dijadikan sebagai
pemantauan, konstan sensitometric akan menunjukkan perubahan pada saat processing.
Peralatan Sensitometric jauh lebih sensitif dibandingkan mata manusia, sehingga cenderung
pada saat processing dapat dideteksi dan dikoreksi sebelum mereka menciptakan perubahan
yang terlihat dalam kualitas radiografi.

Pengukuran Sensitometric terbatas pada fungsi visibilitas dari gambar: densitas, kontras,
dan noise dalam bentuk fog. Ketiga kualitas ini tercermin dalam grafik respon densitas
sebuah film untuk eksposur. Kami sebut sebagai kurva karakteristik, kurva sensitometric,
atau H dan D kurva (dinamakan setelah Hurter dan Driffield yang mengembangkannya untuk
analisis fotografi), grafik ini dapat diproduksi dengan mengekspos film dan menentukan

3
tingkat kepadatan terhadap berbagai logaritma dari berbagai tingkat eksposur yang
menghasilkan itu.
Sebuah paparan yang dikendalikan diperlukan untuk sensitometry. Ada tiga metode untuk
mendapatkan eksposur yang sesungguhnya. Metode paling sederhana dan
paling mahal adalah dengan menggunakan penetrometer stepwedge daneksposur
media. Langkah-langkah pada gambar masing-masing diukur padadensitometer dan diplot
pada kertas grafik. Kerugian utama untuk teknik ini adalah bahwa hasil dapat dipengaruhi
oleh variasi dalam eksposur yang disebabkan oleh fluktuasi listrik di mesin x-ray. Untuk
hasil, semua variabel tersebut harusdihilangkan kecuali yang diteliti (biasanya karakteristik
film atau saat processing).
Sensitometer ini dikembangkan untuk
menghilangkan variabel paparan disensitometry. Sensitometer adalah perangkat paparan
cahaya yang secara otomatis menyesuaikan perubahan arus listrik untuk memastikan bahwa
setiap eksposur yangdibuat seragam. Hal ini sudah diatur untuk selalu memberikan jumlah
cahaya yang sama untuk film. Jika ada penurunan arus listrik, peredupan cahaya yang
dipancarkan, maka akan memperpanjang waktu bukaan sampai jumlah yang tepat
dari serangan cahaya film. Film x-ray akan ditempatkan di sensitometer dengan cara yang
sama seperti kaset. Ketika tombol eksposur ditekan, lampu merah menunjukkan bahwa
paparan berlangsung. Setelah lampu ini dipadamkan film ini dihapus dan
diproses. Ia menghasilkan gambar yang sama dengan yang diperoleh
dari stepwedge, tetapi pengukuran yang dilakukan jauh lebih handal.
Metode ketiga untuk mendapatkan eksposur sensitometry adalah dengan
menggunakan strip sebelum expose. Strip film ini disusun oleh produsen yang
hanya disimpan dalam bin film dan berjalan melalui prosesor bila diperlukan. Hal ini
menghilangkan kebutuhan untuk sensitometer, tetapi harus dipertimbangkan bahwa
jika strip disimpan dalam bin film untuk periode waktu yang lebih lama darikotak biasa dari
film disimpan, mereka mungkin menumpuk tingkat fog yang berlebihan dari usianya dan
paparan safelight dan maka tidak akan dapat diandalkansebagai indikator untuk saat ini.

Fungsi Sensitometri
1. Menilai speed relatif dari film sinar-x, misalnya menggunakan screen film atau
tidak, sebagai koreksi terhadap eksposi.
2. Untuk menilai karakteristk film pada kondisi tertentu.
3. Untuk mengevaluasi teknik factor eksposi, dan intensifying screen.

4
Densitometer
Untuk menentukan nilai densitas dibutuhkan suatu alat yang bekerja dengan pendekatan rasio
transmisi dan opasitas serta nilainya tidak besar. Alat yang digunakan semua pendekatan
diatas adalah densitometer.Densitormeter mempunyai sensor foto elektrik yang mengukur
jumlah cahaya yang ditransmisikan melalui selembar film.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
a. Fim diletakan diantara sumber cahaya dan sensor.
b. Kemudian film diletakan sehingga film menempel diantara sumber cahaya dan
sensor.
c. Selanjutnya sumber cahaya dihidupkan sehingga lampu akan menyala.
d. Cahaya yang melewati film akan ditangkap oleh sensor foto elektrik. Semakin hitam
film yang diukur,maka semakin sedikit cahaya yang dterima oleh sensor maka nilai
densitas akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan densitometer menggunakan
pendekatan opasitas.

Pada gambaran radiograf, nilai densitas bervariasi mulai dari 0,2 pada bagian yang transparan
s/d 3,5 atau 4 pada bagian yang paling gelap. Daerah abu-abu yang merupakan daerah yang
paling sering digunakan mempunyai densitas mendekati 1.
Seperti yang ditanyatan diatas bahwa nilai densitas bervariasi dari nilai dari mulai 0,2 sampai
dengan 4. Nilai paling bawah tidak bisa sampai 0 dikarenakan terdapatnya basic fog pada
masing-masing film. Seperti sudah diketahui bersama bahwa basic fog akan menyebabkan
adanya densitas yang telah dibentuk meskipun film belum dieksposi. Nilai tertinggi yang bisa
dicapai oleh sebuah film bisa sampai 4 jika film memiliki kehitaman sempurna,namun
biasanya film pada radiografi jarang yang densitasnya mencapai 4. Nilai densitas yang bisa
membentuk gambaran pada film dan bisa dilihat oleh mata biasa disebut dengan usefull
density. Nilai usefull density berkisar antara 0,25 - 2. Pada kurva karakteristik, nilai usefull
density berada pada daerah staright line portion atau daerah yang lurus pada kurva
karakteristik.

Kurva Karakteristik
Kurva karakteristik adalah grafik yang mengilustrasikan cara sebuah film atau screen film
merespon ke tingkat pencahayaan yang berbeda. Emulsi film yang berbeda, intensifying
screen dan kombinasi screen film yang berbeda merespon eksposur (pencahayaan) dengan
cara yang berbeda, dan kurva karakteristik merupakan alat yang berguna untuk
mendeskripsikan sifat sifat sensitometrik dari sebuah sistem perekaman fotografi. Saat
penghitaman yang diproduksi di film terhubung dengan prosesi yang telah diterima.
Bentuk dari kurva karakteristik juga bergantung pada proses processing.
kurva karakteristik adalah sebuah bidang dari densitas optikal (D) terhadap pencahayaan log
relatif (log E). Oleh karena itu, kurva terkadang dikenal sebagai sebuah kurva D log E .
dengan kemungkinan lain, grafik dapat disebut sebagai sebuah Hurter and Driffield atau
kurva H dan D, setelah dua pelopor dalam sensitometri.
Terdapat beberapa langkah-langkah dasar untuk menghasilkan kurva karakterstik, yaitu:

5
1. Mengeksposi dan memproduksi film
Untuk menghasilkan kurva karakteristik, kita harus menyinari film atau sistem screen
film dengan rangkaian-rangkaian eksposur yang kemajuannya dilangkah-langkah
yang diketahui sehingga eksposure relatif yang diterima dari setiap bagian dapat
direkam. Hubungan antara satu eksposur dengan yang selanjutnya diketahui sebagai
wedge factor. Nilainya seharusnya konstan sepanjang jarak eksposur, untuk
memperoleh titik datar yang berjarak dalam pembuatan. Untuk memungkinkan kurva
yang berbentuk baik saat digambar, ini biasa untuk menyediakan 21 exsposure steps
terkait dari faktor wedge sebesar 2 (1,414). Eksposur yang terendah bisa jadi
sedemikinan rupa sehingga tidak ada efek terukur yang bisa dilihat di film.
eksposur terberat harus lebih besar dari yang cukup untuk mengaktifkan setiap butir
perak halida dalam emulsi, sehingga kerapatan maksimum yang mungkin dihasilkan
seri paparan dapat dicapai dengan satu dari dua cara
1. Sensometri skala waktu dengan metode ini masing-masing area pada film terpapar
dengan intensitas radiasi yang sama, namun kisaran eksposur relatif. Jika, seperti yang
sering terjadi, unit sinar-x digunakan sebagai sumber radiasi, kemudian timer
pemaparan te adalah cara yang menyesuaikan durasi expoure.
2. Sensitisasi intensitas skala, dalam hal ini, setiap area pada film terpapar dalam
waktu yang sama (biasanya semua area terbuka bersamaan) namun intensitas radiasi
pada masing-masing daerah bervariasi. Eksposur dapat dilakukan dengan
menggunakan x-radiatin atau dengan menggunakan cahaya.

Eksposur X Ray
Dengan eksposur x-ray, variasi intensitas normalnya dihasilkan dengan melewati sinar
X-Ray melalui step-wedge yang terbuat dari bahan sejenis alumunium. Perbedaan
atenuasi disebabkan oleh step wedge menciptakan rentang intensitas yang dibutuhkan.
Kesulitan dengan cara ini adalah menemukan hubungan antara intensitas yang
ditransmisikan melalui perbedaan tingkat ketebalan. Proses kalibrasi pada langkah
pertama harus dilakukan untuk mengetahui faktor wedge, yang menghubungkan
intensitas yang ditransmisikan melalui tingkat keberhasilan, oleh karena itu eksposur
relatif diterima oleh film. Bagaimanapun, kalibrasi yang diperoleh hanya valid untuk
satu kualitas spesifik radiasi. Jika tabung kV tipe generator bertensi tinggi atau filtrasi
sinar diubah, kalibrasi ulang harus dilakukan. Komplikasi tambahan adalah faktor
wedge tidak sama untuk semua tingkat pada step-wedge karena kualitas sinar X
berubah bergantung pada jumlah tingkat ketebalan selama melewati step-wedge.

Eksposur Cahaya
Jika film itu terekspos cahaya daripada sinar-x, maka alat yang biasa digunakan
adalah sensitometer. Sumber cahaya bagian dalam memproduksi intensitas sinar yang
seragam. Sebelum mengekspos lembaran uji film, cahaya sinar melewati cahaya
attenuator dikenal sebagai skala abu-abu. Skala abu-abu mentransmisikan serangkaian
tingkat intensitas yang nilai relatifnya diketahui. Dengan demikian, eksposur relatif
yang diterima oleh film yang diujikan mudah didapat.

6
Ketika strip uji film telah terekspos dengan salah satu metode yang ditunjukkan di
atas, diproses dalam prosesor film di bagian X-Ray.

2. Mengukur densitas yang dihasilkan


Setiap densitas optik yang terekspos pada lembar uji film harus diukur dengan
menggunakan densitometer. Bergantung pada derajat kecanggihan densitometer
mungkin memiliki sumber cahaya integral atau mungkin digunakan pada iluminator
sinar x normal, pembacaan densitas mungkin berasal dari tampilan digital atau dari
tampilan analog menggunakan penunjuk dan skala yang dikalibrasi. Pada kasus lain
nilai densitas untuk setiap area yang dieksposi mungkin dapat dibaca. Nilai-nilai ini
seharusnya bisa ditabulasi sepanjang nilai yang sesuai dengan ekposur relatif. Nilai
eksposur relatif harus dikalkulasikan dan dimasukkan dalam tabel, seperti pada tabel
berikut.

Area A B C D E F G H I
Density 0.25 0.3 0.4 0.9 1.45 2.1 2.5 2.7 2.9
Relative exposure 1 2 4 8 16 32 64 128 256
Log relative exposure 0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4

3. Plotting the curve (membuat kurva)


Sumbu grafik diskalakan seperti ditunjukkan pada gambar. Skala yang sama harus
dibuat untuk kedua sumbu. Jika 2 cm menunjukan perubahan densitas terhadap 1 di
axis vertical maka ini juga menunjukan perubahan perubahan terhadap 1 di exposure
log relative di axis horizontal. Densitas axis vertical diperpanjang mulai dari nol
sampai batas maksimum densitas yang dicapai pada tes. Biasanya ini sekitar 3,5 untuk
tipe screen sinar –x, tetapi lebih tinggi , mungkin sampai 6,0, untuk film exposure
langsung. Pencahayaan horizontal log relatif diperpanjang mulai dari nol sampai ke
batas maksimum pencahayaan log relatif yang diberikan. Biasanya, ini akan ada
diantara 3,0. Nilai dari pencahayaan log relatif dan sesuai densitas lalu dibuat dan
nilai dimasukkan untuk membentuk kurva yang halus.

Karakteristik kurva yang ditampilkan

7
Berdasarkan pada gambar diatas ditunjukan bahwa grafik menampilan dua bagian
yang melengkung yang diketahui sebagai jari kaki (the Toe) dan bahu (the Shoulder).
Dengan demikian, kurva terbagi menjadi 3 bagian:
1. Bagian kiri dari jari kaki (The Toe). Termasuk bagian : dasar densitas; fog; nilai
ambang batas
2. Bagian antara jari kaki (The Toe) dan bhau (The Shoulder). Temasuk bagian:
kontras; gradiasi; garis lintang film; eksposur; speed; dan sensitas.
3. Bagian kanan dari bahu (The Shoulder). Termasuk bagian: densitas maksimum;
reversal

Teknik Membaca Kurva Karakteristik


1. Ketebalan dasar film (base film thickness
Untuk mendapatkan nilai ini, sebaiknya tidak mencuci film dengan developer. Karena
penghitaman pasti akan ada disebabkan karena banyak faktor. Biasanya jika ingin
mengukur kehitamannya maka film dimasukkan langsung ke dalam fixer, sehingga
terjadi clearing total dan akan menambahkan densitas sebesar 0.05 - 0.1 dalam bentuk
fog density RR. Charlton, (1992). Menurutnya nilai OD dari ketebalan dasar film
besarnya berkisar 0.05 - 0.1, sedangkan menurut VD. Plats (1996) tidak lebih dari
0.06 OD sedangkan untuk blue base mencapai 0.2 OD. Tetapi nilai ini dalam
aplikasinya tidak dihitung tersendiri, melainkan disatukan dengan basic fog (fog
dasar).
2. Basic Fog (basic plus fog)
Untuk mendapatkan nilai ini, biasanya pada lapisan ini benar-benar
dihindari terjadinya eksposi akibat sensitometri. Sehingga jika kita menggunakan step
wedge maka ada blok dengan timbal. Dan ketika sedang memproses sebaiknya tidak
menggunakan safe light. Nilai toleransi yang diperkenankan antara 0.10 dan tidak
boleh lebih dari 0.22 (Charlton, 1992).
3. Daerah Toe (tumit)
Pada daerah ini film dipengaruhi oleh phenidone, dan di sini awal terjadinya proses
pembangkitan film radiografi. Saat ini film mengalami peningkatan densitas.
4. Daerah Straight Line (garis lurus)
Daerah ini juga disebut gamma film. Ini merupakan garis lurus kurva antara toe
dengan shoulder. Daerah ini dinamakan garis lurus, karena film bekerja secara
progresif linier dalam daerah yang luas. Nilai OD pada awalnya berkisar 0.25 sampai
0.5 dan daerah tingginya berkisar 2.0 - 3.0 OD. Menurut Charlton (1992) daerah ideal
yang biasa digunakan pada radiodiagnostik (useful range density) adalah berkisar 0.5
- 1.25 sedangkan menurut Chesney (1984) sebesar 0.25 - 2.0, daerah yang sulit
dianalisis yaitu 2.5 - 3.0, sedangkan daerah yang tidak terkena ekposi total adalah 2.3
- 3.0.
5. Daerah Shoulder (bahu)
Daerah ini dinamakan bahu karena bentuknya seperti bahu yang landai. Daerah ini
berakhir pada daerah solarisasi.

8
6. Daerah D-Max (densitas maksimal) atau puncak
Daerah ini merupakan suatu titik balik, yaitu perilaku film yang densitasnya
bertambah kemudian membalik menjadi kecil. Menurut Charlton (1992) pada daerah
ini film telah mendapat eksposi yang banyak (sesuai kapasitas film), sehingga ion
perak halida sudah terpenuhi dengan maksimal, sehingga sudah tidak dapat menerima
sejumlah elektron lagi. Dan seandainya eksposi (elektron) ditambahkan, maka yang
terjadi pelepasan elektron dari perak halida.
7. Daerah Solarisasi
Yaitu merupakan daerah anti klimaks, ketika penambahan-penambahan sejumlah
emulsi justru akan menyebabkan penurunan jumlah densitasnya.

Analisis Kurva Karakteristik


1. Daerah kabut (fog): A ↔
a) Tidak tergantung dari besarnya eksposi.
b) Tergantung dari penyimpanan film
c) Densitas dari base film.
d) Di atas densitas fog  densitas akibat eksposi.
2. Daerah tumit (toe): B ↔
a) Daerah eksposi ambang
b) Daerah terang (opasitas).
c) Daerah awal terjadinya penghitaman akibat eksposi.
d) Besarnya: 0,1 – 0,4.
3. Daerah garis lurus (straight line): C ↔ D
a) Daerah signifikan dari film radiografi.
b) Densitas berbanding lurus dengan eksposi
c) Kemiringan kurva (slope).
d) Perbedaan densitas maksimum dari eksposi yang berbeda gamma film
4. Daerah bahu (shoulder): D ↔ E
a) Daerah sangat hitam D = 3 – 4.
b) Daerah radiografi paru.
c) Daerah kelebihan eksposi

Kehitaman (Densitas)
D = Log Io/It
Io = intensitas cahaya mula-mula.
It = intensitas cahaya pada tempat yang sama setelah melewati film.
Contoh:
Bila Io = 1000; It = 10
Maka
D = Log 1000

9
10
=2

Kontras Film (C)


Merupakan nilai perbedaan derajat kehitaman. Faktor yang mempengaruhi :
a) Perbedaan koefisien atenuasi bahan ()
b) Ketebalan bahan (d)
c) Kemiringan kurva karakteristik film (gamma film)

C = D2 – D1
= gamma. (Log E2 – Log E1)

Gamma Film ()


Disebut juga Kemiringan kurva. Perbedaan densitas maksimum dari eksposi yang berbeda.
Untuk film radiografi nilainya = 4
Gamma () nilainya:
= D2 – D1
Log E2 – Log E1

Kontras
Gamma (G = tan A)
Gradient Rata-Rata
G= Dy – Dx (densitas guna)
Log Ey – log Ex ( lat. Film)
Densitas guna = net density 0.25 – 2.0. Gradient rata-rata / kontras ditentukan oleh emulsi
film, jenis film( single/double), kondisi prosesing, IS.
Latitude
Adalah kemampuan sebuah film utk mencatat suatu jangka eksposi dengan rentang tertentu.
1. Latitude Film : menggambarkan selisih antara batas atas dan bwah log eksposi relative
atau log Ey – log Ex kontras naik, lat. Film turun
2. Latitude eksposi : adalah toleransi film thd kesalahan pemilihan faktor eksposi spt kVp,
mAs, time , FFD pada saat eksposi dilakukan. Lat. Eksposi dipengaruhi oleh latitude film dan
kontrast subject.

Speed
Speed sebuah film adalah sejumlah x ray eksposi yg diperlukan utk menghasilkan nilai
densitas tertentu. Film A memiliki kecepatan relative thd film B maksudnya adalah rasio
eksposi yg diperlukan oleh film B thd film A utk memperoleh nilai densitas tertentu dengan
jumlah eksposi yg sama.

10
Speed point: titik pd kurva karakteristik dimana nilai densitasnya adalah 1 + b+f Speed
exposure point: log eksposi yg menghasilkan speed point.
Bila:
film A speed eksp point = 2,0
film B speed eksp point = 1,5

Beda speed kedua film = antilog (2,0-1,5) = 3,16.


Jadi film A 316 % kali lebih cepat dari film B.

Manfaat Kurva H & D


a) Mengetahui besar kecilnya fog level
b) Menilai kontras film
c) Menilai kecepatan film
d) Menilai densitas maximum
e) Untuk membanding satu film dengan yg lain
f) Membandingkan IS satu dengan yg lain
g) Mengetes cairan pembangkit
h) Mengetahui latitude film
i) Kontrol kualitas otomatik prosesing.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nilai densitas film
kenaikannya sebanding dengan nilai log exposure.
Selain itu, melihat kurva yang terbentuk dapat diambil beberapa kesimpulan :
a. Daerah disebelah kiri bawah, meliputi kerapatan dasar, kabut, threshold
b. Daerah antara bagian bawah dan pinggir, meliputi kontras, gradient, lintang film,
keterbukaan paparan, kecepatan dan sensitivitas

11
c. Daerah di sebelah kanan pinggir, meliputi kepadatan maksimum, dan pembalikkan.

Pemeriksaan pada kurva karakteristik ini menunjukkan bahwa kenaikan log relative dari 0
sampai 0.6 disertai oleh hampir tidak ada perubahan densitas. Tidak satupun pemaparan
yang diterima oleh film di wilayah ini cukup untuk menghasilkan efek fotografi.

DAFTAR PUSTAKA

Digital and Radiographic Imaging (A Practical Approach) 4th Edition, Pengarang: Chris
Gunn, Penerbit:Churchill Livingstone Elsevier
Anonim. (2005). Desain Penahan Ruang Sinar – X. Pusdiklat BATAN: Jakarta .
Aniati Murni A dan Suryana Setiawan. ( 1992). Pengantar Pengolahan Citra Digital. PT Elex
Media Komputindo . UI : Jakarta
Ballinger, Philip W. dan Eugene D. Frank. (2003). Merill’s Atlas of Radiographic Positions
and Radiologic Procedures, Tenth Edition, Volume Three. Mosby: Saint Louis 11.

12
Carlton, Richard R. dan Arlene M. Adler.(2001). Principles of Radiographic
Imaging : An Art and Science. Thomson Learning: USA

13

Anda mungkin juga menyukai