Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Penulis megucapkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan segenap kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Jinayat” dalam rangka Melengkapi Tugas Mata
Kuliah Pendidikan Agama II.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama II dan teman-teman yang telah
membantu dan mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan
perbaikan makalah ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

BUKITTINGGI, 15 April 2023

Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………..….1

BAB I
PENDAHULUAN .......................
.......................................................
......................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….………….4


2.1 Pengertian Jinayat serta Dasar Hukumnya ............................................................ 4
2.2 Macam-macam Jinayat ........................................................................................... 7
2.3 Penggolongan Pembunuhan dalam Jinayat ............................................................. 8
2.4 Syarat-syarat Wajib Qishash ................................................................................... 11
2.5 Diyat (Denda) dan Ketentuannya ............................................................................ 15
2.6 Hukum Dakwaan Pembunuhan dengan Tidak Ada Saksi ....................................... 18
2.7 Kafarat Membunuh Orang dan Hukumannya .......................................................... 19
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................ 21

BAB II KESIMPULAN………………………………………………………………….......…21
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 21
3.2 Saran ......................................................................................................................... 22

DAFTAR
PUSTAKA ...................................
.......................................................
................... 23
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….....23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB I

PEMBAHASAN
1.1Latar belakang

Hukum pidana menurut syariat islam merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat islam
merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat
islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT. Namun dalam kenyataannya,
masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana
hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan hukum tersebut
seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia adalah negara demokrasi yang begitu menjujung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM) dimana realitas agama masyarakatnya bersifat heterogen
meskipun mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Namun disisi lain,
sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 208, ada perintah bagi setiap
muslim untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah yang di dalamnya
mengatur juga tentang Hukum Pidana Islam (HPI) sehingga memunculkan
gerakan-gerakan untuk membentuk KUHP Islam yang berbasis syari’at Islam.
Adanya ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi
manusia dari kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu:
agama, jiwa, akal, harta, dan keturunana atau harga diri. Jiwa manusia dan
darahnya adalah perkara yang sangat dijaga dalam syari’at Islam. Demikian juga
kegunaan dan fungsi anggota tubuh pun tak lepas dari penjagaan syari’at. Semua
ini untuk kemaslahatan manusia dan kelangsungan hidup mereka, sebagaimana
firman Allah Azza wa Jalla:
“Dan dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertaqwa” (Al Baqarah/2: 179)
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa” (Al Baqarah/2: 179)
Secara bahasa jinayah berasal dari kata ‘janaa dzanba yajniihi jinaayatan’
yang berarti melakukan dosa. Menurut istilah syar’i, kata jinayah berarti
menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau
membayar denda. Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk
memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak
kejahatan kriminal, seperti : pencurian, perzinahan homoseksual, minum khamar,
membunuh dan sebagainya, memberi jaminan dan perlindungan hukum kepada korban,
pelapor, saksi, masyarakat, tersangka dan terdakwa secara seimbang sesuai ajaran Islam
serta mengupayakan agar mereka yang pernah melakukan perbuatan jinayat bertaubat
sungguh-sungguh dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Jinayat secara garis besar
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: Jinayat terhadapa jiwa, yaitu pelanggaran terhadap
seseorang dengan menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun tidak sengaja dan Jinayat
terhadap

organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu organ
tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Pendidikan Agama Islam (PAI-II)


Hukum Jinayat 6
1.2 Rumusan Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.2 Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang diatas, maka Rumusan Masalah Makalah adalah sebagai
berikut :

1. Apa pengertian dari Jinayat serta dasar hukumnya?


2. Apa saja macam-macam Jinayat?
3. Apa saja pembagian 3 cara pembunuhan?
4. Apa saja syarat-syarat wajib Qisas (hukum bunuh)?
5. Apa yang dimaksud dengan Diyat (denda) dan ketentuannya?
6. Bagaimana hukum dakwaan pembunuhan dengan tidak ada saksi?
7. Apa pengertian kafarat membunuh orang dan bagaimana hukumannya?

1.3 Tujuan Penulisan makalah


1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Dari Rumusan Masalah diata, maka Tujuan Penulisan Makalah adalah sebagai
berikut :

1.Untuk mengetahui pengertian Jinayat (hukum pidana Islam) dan dasar


hukumnya dalam Islam.
2. Untuk mengetahui macam-macam Jinayat.
3. Untuk mengetahui 3 cara apa saja penggolongan pembunuhan.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat wajib Qisas (hukum membunuh).
5. Untuk mengetahui pengertian Diyat (denda) beserta ketentuannya
6. Untuk mengetahui hukum dakwaan pembunuhan apabila tidak ada saksi
7. Untuk mengetahui pengertian kafarat membunuh orang dan bagaimana
hukumannya.

BAB II
PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jinayat Serta Dasar Hukumnya


Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau
jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah
diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat
mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir
Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan
itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu
kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada
perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha’, perkataan Jinayat berarti perbuatan
perbuatan yang dilarang oleh syara’. Meskipun demikian, pada umunya fuqoha’
menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang
menurut syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqoha’ menggunakan
istilah tersebut hanya untuk perbuatan. Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jinayat adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan
hukuman had atau ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas dasar
kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Al - Quran dan Hadis
sedangkan Had adalah segala ketentuan, batasan dan mekanisme penerapan
hukuman yang sudah ada dalam Nash yaitu Al Qur’an dan hadis.
Menurut H. Sulaiman Rasjid dalam bukunya yaitu Fiqh Islam yang dimaksud
dengan jinayat meliputi beberapa hokum, yaitu membunuh orang, melukai,
memotong anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat badan, misalnya
menghilangkan salah satu pancaindera.
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar karena kejinya
perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah
yang Maha Adil dan Maha Mengetahui memberikan balasan yang layak
(setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukuman berat di dunia atau

dimasukkan ke dalam neraka di akhirat nanti .


Firman Allah SWT :

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka


balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
[an-Nisâ’/4:93]

“Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan
pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksaan yang pedih”
[Al – Baqarah 2:178]

Bagi yang membunuh tergantung tiga macam hak : (a) Hak Allah, (b) Hak
Ahli Waris, (c) Hak yang Dibunuh. Apabila ia bertobat dan menyerahkan diri
kepada ahli waris (Keluarga yang Dibunuh), dia terlepas dari hak Allah dan Hak
Ahli Waris, baik mereka melakukan qisas atau mereka mengampuninya, dengan
membayar diyat (denda) ataupun tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh,
nanti akan diganti oleh Allah di Akhirat dengan kebaikan
Sebagian fuqoha menggunakan kata jinayat untuk perbuatan yang berkaitan
dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya.
Dengan demikian istilah fiqh jinayat sama dengan hukum pidana. Dengan kata
lain jinayat atau jarimah adalah tindak pidana dalam ajaran Islam, yaitu bentuk-
bentuk perbuatan jahat yang berkaitan dengan jiwa manusia atau anggota tubuh
(pembunuhan dan perlukaan).

Dasar Hukum Hidayat Dalam Islam


Dasar Hukum Jinayat

Dalam islam dijelaskan berbagai norma atau aturan yang harus ditaati oleh
setiap mukalaf, hal itu tercantum dalam sumber fundamental islam termasuk juga
mengenai perkara jarimah atau tindak pidana dalam islam. Berikut ini merupakan
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
beberapa dalil tentang Hukum Pidana Islam dan kewajiban untuk menaati hukum
Allah SWT :

1) Q.S AL- Baqarah : 179

1) Q.S Al-Baqarahingga

mereka menjadikan kamu


hakim terhadap perkara yang
mereka
perselisihkan. Kemudian mereka
tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai oranng yang
berakal supaya kamu bertakwa

2) Q.S AL- Maidah : 49

“ Dan hnedak lah kamu memustuskan perkara di antara mereka menurut apa yang di turunkan
alllah, da anganlah kamu mengikuti hawa nafsu merela dan hati hati lah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagiaan apa yang telah di turunkan
allah kepamu, jika mereka berpaling maka ketahuilah bahwa sesunggunya allah menghedaki
akan menimpakan musibah kepada mereka di sebabkan sebagian dosa dosa mereka

orang-orang yang berakal, supaya


kamu bertakwa”

2.2 Macam-macam Jinayat


2.2 Macam macam jinayat
Para ulama membagi Jinayat atau jarimah berdasarkan aspek berat dan
ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-Qur’an atau Al-Hadist,
atas dasar ini mereka membagi menjadi 3 macam yaitu :

a). Jarimah Hudad

a) Jarimah Hudud
Menurut bahasa adalah menahan (menghukum), sedangkan menurut istilah
hudud berarti sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara’ dengan cara
didera/dipukul atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut
dapat pula berupa dipotong tanga sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan
tangan keduanya, tergantung kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini
merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi
setiap hukum. Jarimah Hudud ini dalam beberapa kasus dijelaskan dalam Q.S
An-Nur : 2, Q.S Al-Maidah : 33 dan 38 tentang pezinaan, qadzaf (menuduh
berbuat zina), meminum khamar, pencurian, perampokan, pemberontakan dan
murtad.
b). Jarimah Qishash/ Diyat

b) Jarimah Qishash/Diyat
Hukum qishash adalah pembalasan yang setimpal atas pelanggaran yang
bersifat pengerusakan badan atau menghilangkan jiwa. Diyat adalah denda
yang wajib dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh seseorang yang
terkena hukum diyat sebab membunuh atau melukai seseorang karena ada
pengampunan, keringanan hukuman dan hal lain. Pembunuhan yang terjadi
bisa dikarenakan pembunuhan dengan tidak sengaja atau pembunuhan karena
kesalahan (khoto’). Hal ini dijelaskan dalam Q.S An-Nisa: 92 tentang
pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tersalah.

c). Jarimah Ta’zir

c) Jarimah Ta’zir
Hukum ta’zir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak ditetapkan
hukumannya dalam Al-Qur’an dan Hadist yang bentuknya sebagai hukuman
ringan. Menurut hukum islam, pelaksanaan hukum ta’zir diserahkan
sepenuhnya kepada hakim Islam. Hukum ta’zir diperuntukkan bagi seseorang
yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak memenuhi syarat
membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya.
Ta’zir ini dibagi menjadi 3 yaitu :

 Jarimah hudud atau qishash/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi


1. syarat namun sudah merupakan maksiat misalnya, percobaan pencurian,
percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga dan pencurian
aliran listrik.
 Jarimah-jarimah yang ditentukan Al-Qur’an dan Al-Hadist namun tidak
ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak
2. namun tidak di tentukan sanksinya , misalnya penghinaan sanksi palsu tidak
melakuka amanat dan menghina agama
3. di tentuka oleh ulul amri untuk meslahatkan umum dalam hal ini nilai ajaran islan
dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum

2.3 Penggolongan Pembunuhan dalam Jinayat


Bentuk perbuatan Jinayat berdasarkan cara melakukannya ada berbagai macam antara
lain pembunuhan minuman keras (Khanr), zina. Qadzaf (menuduh orang berbuat zina), mencuri
berbuat kekacuan Tetapi yang akan dibahas secara khusus adalah pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,
baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Pembunuhan biasanya memiliki motif yang berbeda,
misalnya politik, kecemburuan dendam, membela diri dan sebagainya Dasar hukumnya
sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Isra ayat 33

"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membuhnya, melainkan dengan
suatu alasan yang benar Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya kami
telah memberikan kuasa kepada ahli warisnya tetapi janganlah ahli waris itu melampara batas
dalam membunuh Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan (QS. Al-Isra,
17:33)

Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda dengan arti :

“ Tidak dihalalkan membunuh seorang jiwa yang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga
alasan kufur setelah berman, berzina setelah menikah, dan membunuh jiwa dengan tanpa hak
secara zalim dan antaya (HR. Al-Turmidziy dan al-Nasai, dengan sanad sahil).

Pembunuhan ada 3 cara, yaitu:


a) Pembunuhan sengaja
Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya
itu dengan alat yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh orang. Contoh:
membunuh dengan cara menembak melukai dengan benda tajam dengan diracun
Pembunuh diqishash dengan syarat si pelaku adalah baligh berakal sehat, disengaja
dan yang dibundnya orang baik. Hukun mi wajib di- qisas. Berarti dia wajib dibunuh
pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar
diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali
Allah memberikan hukuman yang begitu berat guna menjaga keselamatan dan
ketentraman umum Memang hukuman terhadap orang yang salah terutama adalah
untuk menakut-nakuti masyarakat, agar jangan terjadi lagi perbuatan yang buas itu
umat manusia akan hidup sentosa, aman, dan tentram sehingga membuahkan
kemakmuran.
Allah SWT berfirman,dengan arti :
"Dan dalam gisas tu ada jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hat orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertaqwa " (Al-Baqarah: 179)

b) Pembunuhan seperti sengaja


Yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng (biasanya tidak
untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang itu mati dengan
cemeti itu. Contoh memukul seseorang dengan sapu lidi, kemudian mati membakar
petasan dan melukai orang di sekitarya, Menakut-nakuti seseorang yang
menyebabkan orang tersebut meninggal karena jantungan atau kaget Pembunuh
tidak diqishash, tapi ia kena diyat atau dengan syarat si pelaku adalah baligh, berakal
sehat, tidak berniat dan yang dibunuhnya orang baik
Dalam hal ini tidak wajib pula qisas, hanya diwajibkan membayar diyat (denda)
yang berat atas keluarga yang membunuh, di angsur 3 tahun

c) Pembunuhan tersalah
adalah pembunuhan yang tidak ditujukan pada seseorang namun ia mati karena
perbuatannya. Jenis pembunuhan ini, ada 3 kemungkinan :
 Perbuatannya tanpa maksud melakukan kejahatan tapi mengakibatkan
kematian seseorang. Dalam hukum kesalahan ini disebut salah sasaran
(error In concreto) Contohnya seorang polisi ingin menembak pencuri
namun tidak sengaja tembakannya salah sasaran mengenai orang lain
sehingga tewas
 Perbuatannya ada niat untuk membunuh namun ternyata orang yang
terbunuh tidak boleh dibunuh Kesalahan terbebut dalam hukum disebut
kesalahan maksud (error in objecto). Contohnya seorang tentara
menembak seseorang yang dikira musuh, ternyata teman sendiri yang
melakukan misi penyamaran
 Perbuatan yang tidak bermaksud jahat, namun menyebabkan kematian
oran lain Contolnya seseorang penugas kebersihan yang sedang
memotong ranting pohon karena kelalaiannya ranting pohon jatuh dan
menimpa seorang pengendara yang lewat sehingga meninggal dunia.

Tuntutan bagi pembunuh, terdiri dari :


 Jika pembunuhan sengaja, maka pelaku terkena qushash atau dibunuh juga
jika tidak dimaafkan. Namun jika dimaafkan maka ia terkena diyar
mughallachah (denda berat) Di samping itu ia juga terkena hukum tambahan,
jika ia keluarga terputus hak waris dan wasiatnya Adapun dendanya berupa
harta yang senilai dengan 100 ekor unta dibayar (mai) .
Firman Allah SWT dengan arti :
“ barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaaja, maka
balasannya adalah neraka jahanam kekal ia di dalamnya, dan Allah marah
kepadanya dan mengutiknya dan menyediakan adzab yang besar baginya,"
(QS Al-Nisa,4:92)
 Jika pembunuhannya seperti disengaja, maka tidak terkena qushash, hanya ia
wajib membayar diyat (denda) diangsur selama 3 talum dan kifarali hukuman
penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan atau memerdekakan
seorang budak (hamba sahaya).
 Jika pembunuhan karena kesalahan, maka diyat wajib membayar denda
ringan (diyar mukhaffafah) dengan mengangsur 100 ekor unta dalam jangka
waktu 3 tahun
 Tuntunan denda pun diwajibkan bagi mereka yang melukai atau memotong
anggota tubuh dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Anggota yang berpasangan dan atau hidung atau lidah dengan
dendaan 100 ekor unta..
b) Salah satu anggota yang berpasangan dengan dendaan setengah
diyat. yakni 50 ekor unta
c) Melukai kepala sampai botak atm badan sampai perut
Dendaannya adalah sepertiga diyat atau kira-kira 33 ekor unta.
d) Melukai sampai terkelupas kulit di atas tulang dengan dendaan 15
ekor
e) Melukai sampai putusnya jari-jari tangan atau kaki dengan
dendaan 10 ekor unta.
f) Mengakibatkan patah terkelupas gigi, dengan dendaan 5 ekor
unta untuk satu gigi.

Hikmah dilarangnya pembunuhan, antara lain:

 Menjaga harkat, martabat dan penghargaan terhadap jiwa manusia itu sendiri
 Terciptanya kehidupan yang aman damai dan tenteram
 Efek jera, artinya pelaku akan berpikir tentang sanksi yang akan diterima

2.4 Syarat-syarat Wajib Qishash

Hukum qisas adalah salah satu bagian dan hukum pidana Islam atau biasa di istilahkan
dengan figh al-jinayah Hukum pidana Islam adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak
pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh manusia khususnya mukallaf yang
merupakan hasil dari pemahaman atas dalil- dalil hukum yang terinci di dalam al-Qur'an dan
hadis Quas yang berasal dari bahasa Arab al-qisas (pof'ala bil-fā'il mizla mă fa'ala) yang berarti
melakukan seperti apa yang telah dilakukan pelakunya Secara istilah, qishash adalah
memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya. Menurut Abdul Mujeb dan
Ibrahim Unais mendefinisikan qishash sebagai hukuman kepada pelaku kejahatan persis seperti
apa yang dilakukannya. Jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan
nyawa yang lain (membunuh), maka hukuman yang seumpal adalah dibunuh atau hukuman
mati
Ruang lingkup hukum qisas dibatasi oleh para fuqaha hanya pada tindak pidana atau
kejahatan yang berhubungan dengan jiwa (pembunuhan) dan badan (penganiayaan), atau biasa
diistilahkan dengan al-nafs wa al-jarahah (ayawa dan Inka), sebagaimana tertuang dalam surah
al-Baqarah: 178 yang berbunyi:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu gishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka. hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dan saudaranya,
hendaklah yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang dibert
maaf) membayar (dian) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian the adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat Barang siapa yang
melampaui batas sesudah ini, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash ini
ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hat orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa".

Serta dalam sunah Rasulullah SAW di antaranya adalah " Stapa yang membunuh dengan
sengaja, maka dibalas dengan membunuh (pelakunya..." (HR. Abu Dawud). Dalam hadits lain
Rasulullah SAW bersabda bahwa di antara orang-orang yang boleh dibunuh adalah seseorang
yang melakukan pembunuhan (HR. Ahmad). Atas dasar ayat-ayat dan hadits di atas, ulama filih
sepakat mengatakan bahwa hukuman terhadap pelaku pembunuhan dengan sengaja adalah
qisas

Syarat-syarat berlakunya qisas, antara lain:

Ulama fikih mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku
pembunuhan yang akan dikenai hukuman qisas Syarat-syarat yang dumaksud adalah sebagai
berikut:

1) Pelaku seorang mukalaf (balig atau berakal) Oleh sebab itu, kisas tidak dapat
dilaksanakan pada anak kecil atau orang gila. Adapun terhadap orang yang membunuh
dalam keadaan mabuk, ulama mazhab yang empat berpendapat bahwa jika orang yang
mabuk itu melakukan pembunuhan sengaja, maka ia tetap dikenai qisas, tidak ada
pengaruh keadaan mabuknya tersebut terhadap tindak pembunuhan yang
dilakukannya;
2) Pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja,
3) Unsur kesengajaan dalam pembunuhan tidak diragukan
4) Menurut ulama Mazhab Hanan pelaku pembunuhan itu melakukannya dengan
kesadaran sendiri, tanpa paksaan dari orang lain Akan tetapi jumhur ulama fikih
menyatakan bahwa sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh orang yang terpaksa di
bawah ancaman, tetap dikenai hukuman qisas
Sedangkan Syarat-syarat wajib qisas, antara lain:

1) Orang yang membunuh sudah balig dan berakal


2) Yang membunuh bukan bapak dan yang dibunuh
3) Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dan yang dibunuh. Yang dimaksud dengan
derajat disini ialah agania dan merdeka atau tidaknya. Oleh karenanya, bagi orang islam
yang membuh orang kafir tidak berlaku qisas
4) Yang dibunuh adalah orang yang terpehhara darahnya dengan Islam, atau dengan
perjanjian
Allah SWT berfirman dengan arti :

"Hat orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,
dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah yang memaofitan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah
(yang diberi maaf membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula) Yang demikian ini adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat
Barangsiapa yang melampaut batas sesudah ini, maka bagunya siksa yang sangat pedih "(Al-
Baqarah: 178)

Rasulullah SAW bersabda:

"Orang Islam tidak dibunuh sebab dia membunuh oran kafir" (Riwayat Bukhari)

Tiap-tiap dua orang yang berlaku antara keduanya qisas (Hukum Bunuh) berlaku pula antara
keduanya hukum potong atau qata, dengan syarat seperti yang telah disebutkan pada syarat
qisas, ditambah dengan syarat-syarat dibawah ini :

1) Hendaklah nama (jenis) kedua anggota itu sama, misalnya kanan dengan kanan kini
dengan kin, di bawah dengan di bawah dan seterusnya. Oleh karena im, tidak dipotong
kiri dengan kanan tidak pula kaki dengan tangan tidak dipotong ibu jari
dengan kelingking
2) Keadaan anggota yang terpotong tidak kurang dari anggota yang akan dipotong. Oleh
sebab itu tidak dipotong tangan yang sempurna dengan tangan syalal (kering. tidak
mempunyai kekuatan). Tiap tiap anggota yang terpotong dari peruasannya, berlaku
padanya qisas, berate dia harus dipotong pala. Adapun luka, tidak di qisas, tetapi jelas
dapat disamakan dengan ukuran panjang, lebar, dan dalamnya

2.5 Diyat (Denda) dan Ketentuannya


Kata diyat secara etimologi berasal dari kata "wada yadi wadyanwa diyatan Sedangkan
dayat secara terminologi syariat adalah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh pelaku
jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi disebabkan jinayat yang dilakukan
oleh si pelaku kepada korban Definisi ini mencakup diyat pembunuhan dan diyat anggota
tubuh yang dicedera, sebab harta ganti rugi ini diberikan kepada korban bila jinayatnya
tidak sampai membunuhnya dan diberikan kepada walinya bila korban terbunuh

Divat ada dua masam yaitu

1) Diyat kabir (denda besar) yaitu seratus ekor outa, dengan perincian 30 ekor unta
betina umur 3 talium masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat tahun
mastik lima tahun, dan 40 ekor unta betina yang sudah hamil Diwajibkan denda berat
karena:
a) sebagai ganti hukum bunuh (qisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang
betul-betul disengaja Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh
sendiri Hal ini dilandasi hadis nabi :
"Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ta diserahkan kepada
keluarga yang terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda,
yaitu 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina
umur empat tahun masuk Inna tahun, 40 ekor unta berma yang sudah hamil"
(HR. al-Turmizi)
b) melakukan pembunuhan "semi sengaja". Denda ini wajib dibayar oleh
keluarganya, diangsur dalam waktu selama tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun
wajib dibayar sepertiga
a) Diyat Shaghir (denda ringan) banyaknya seratus ekor unta, tetapi dibagi lima 20 ekor
unta betina umur satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua tahun masuk
tiga, 20 ekor unta jantan umur dua tahun masuk tiga tahu, 20 ekor unta betina umur
tiga tahun masuk empat. 20 ekor unta jantan umur empat tahun masuk lima. Denda ini
wajib dibayar keluarga yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap akhir tahun
dibayar sepertiganya Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan
uang sebanyak harga unta tersebut. Ini pendapat sebagian ulama Ringannya denda
dipandang dari nga segi 1. Jumlahnya yang dibagi lima 2. Diwajibkan atas keluarga yang
bersangkutan 3 Diberi waktu tiga talam Berat denda dipandang dari tiga zegi juga 1.
Jumlah denda hanya dibagi tiga, sedangkan tingkat umurnya lebih besar 2 Denda
diwajibkan atas yang membunuh itu sendin 3. Denda wajib dibayar tunai (kalau yang
terbunuh perempuan) adalah seperdua dari denda lak-laki hal ini didasari hadis nabi
"dendo perempuan seperdua denda laki-lak" (HR. Amr Ibn Hazm).
Denda karena "ketidaksengajaan semata-mata adalah denda ringan Denda ini dijadikan
denda berat dari satu segi yaitu keadaannya dengan salah satu dari tiga, dan sebab
dibawah ini :
a) Apabila terjadi pembunuhan di tanah Haram Mekah
b) Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah
Zulhijah,muharam dan rajab)
c) Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh Keterangannya adalah
berdasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan Ustman.
Disempurnakan diyat sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong
anggota-anggota berikut ini atau melenyapkan manfaatnya yaitu: dus tapak
tangan, dua kaki, hidung dua telinga, dua mata, lidah dua bibir, kemaluan, dan
pelir, membisukan membutakan, menghilangkan pendengaran, menghilangkan
penciuman, dan menghilangkan akal.
Jenis diyat yang ditentukan sesuai dengan kemampuan pemilik harta yang umun
baginya. Bagi orang yang memiliki emas sebesar seribu dinar, bagi pemilik perak
sebesar sepuluh bu dirham menurut Hanafiyah dan 12 bu dirham menurut
jumbur sedangkan bagi pemilik unta adalah sebesar seratus ekor unta. Asy-
Syafi'I berkata: tidak diambil dari orang yang memiliki emas dan perak kecuali
senilai unta

Ringannya denda dipandang dari tiga segi :

a) Jumlahnya yang dibagi lima


b) Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
c) Diberi waktu selama tiga tahun

Beratnya denda dipandang dari tiga segi juga :

a) Jumlah denda yang hanya dibagi nga, sedangkan tingkat umurnya lebih besar
b) Denda diwajibkan atas yang membunuh itu sendiri
c) Denda Wajib dibayar tunai

Telah diterangkan tadi bahwa denda karena "ketidaksengajaan semata-mata adalah


denda ringan. Denda im dijadikan denda berat dari satu segi yaitu keadaannya dengan salah
anu dari tiga, dan sebab dibawah ini :

a) Apabila terjadi pembunuhan di Tanah Haram Mekah


b) Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah Zulhijah Muharam, dan
Rajab)
c) Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh
Keteranganya adalah didasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan
Usman. Dalil ini berdasarkan pada pemeriksaan sampai kepada sepakat sahabat-sahabat
atau tidaknya. Keterangan ini diambil dari Kifayatul Akhyar
Denda perempuan (kalu yang terbunuh adalah perempuan) adalah seperdua dari
denda laki-laki

Rasulullah SAW bersabda :

"Denda perempuan seperdua dari denda laki-laki" (Riwayat Am Ibnu Hazm)

Denda orang yang beragama Yahudi atau Nasrani adalah sepertiga, dan denda orang
islam dan denda orang yang beragama Majusi seperlimabelas dari denda orang Islam
Keterangannya berdasarkan perbuatan para sahabat.

Disempurnakan Diyar sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong anggota-


anggota berikut ini atau melenyapkan manfaatnya, yaitu: Dua telapak tangan, dua kaki, hidung,
dua telinga, dua mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dua pelir, membisukan, dan
menghilangkan akal.

Rasulullah SAW telah berkirim surat kepada penduduk Yaman Di antara beberapa
hukum yang bekiau terangan dalam surat beliau itu ialah:

"Sesungguhnya hidung apabila dipotong seluruhnya dendanya satu diyat penuh, lidah satu
diyat penuh, dua biber satu diyat penuh, dua buah pelir sat diyar penuh, kemaluan (penis) satu
diyat penuh, dan kedua biji mata sonu diyat penuh. Mengenai kaki yang satunya adalah
setengah diya." (Riwayat Nasai).

Tiap-tiap anggota yang tidak dapat dilakukan qisas padanya tidak dapat disamakan, wajib
membayar imbuh (Pengganti Kerusakan Itu) Caranya, kita tentukan misalnya orang itu sebagai
hamba, berapa kekeruangan harganya karena kerusakan itu. Umpamanya sebelum,
mendapatkan kerusakan itu berharga Rp1.000.000,00, sesudah dirusak (dicelakakan) hanya
berharga Rp900.000.00 maka imbuhnya adalah sepersepuluh diyat

2.6 Hukum Dakwaan Pembunuhan dengan Tidak Ada Saksi

Misalnya ada seseorang terbunuh, tetapi ndak diketahui siapa yang membunuhnya,
saksipun tidak ada Keluarganya mendakwa soseorang sedangkan dakwaannya itu disertai
dengan garinah (tanda-tanda) yang kuat sampai menimbulkan sangkaan boleh jadi dakwaannya
itu benar Untuk menguatkan dakwaannya itu dimuka hakun, dia boleh bersumpah lima puluh
kah Sesudah bersumpah dia berhak mengambil diyat (denda). Tetapi kalau tidak ada tanda-
tanda yang kuat, maka orang yang terdakwa itu berhak bersumpah Hal itu menurut aturan
dakwaan yang tidak bersaksi. Adapun dakwaan yang lain dari membunuh, tidak dapat dengan
sumpah, tetapi meski ada saksi

2.7 Kafarat Membunuh Orang dan Hukumannya

Kafarat yaitu denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah atau
melanggar janji Kafarat merupakan asal kata dari "kufu" yang artinya tertutup Maksudnya,
tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran terhadap aturan syar'i
Sedangkan secara istilah, kafarat adalah denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang
telah melanggar larangan Allah tertentu. Kafarat merupakan tanda taubat kepada Allah dan
penebus dosa. Adapun macam-macam kafarat salah satunya adalah kafarat pembunuhan.

Kafarat Pembunuhan

Agama Islam sangat melindungi jiwa Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang
dilegalkan oleh syariat Karenanya, seorang yang membunuh orang lam selain dihadapkan pada
salah satu dari dua pilihan yaitu digishash atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar
kafarat. Kafarat bagi pembunuh adalah memerdekakan budak muslim Jika ia tak mampu
melakukannya maka pilihan selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini
sebagaimana diterangkan Allah dalam surat An-Nisa ayat 92 yang artinya :

“Dan tidalt layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lam), kecuali karena
tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ta memerdekakan seorang hamba zahaya yang beriman serta membayar diar yang
diserahkan kepada keluarganya (st terbunuh ini, kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. Jika ta (21 terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjangan (damat) antara mereka
dengan kamu, maka hendaklah si pembunuh membayar diar yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman .Barang siapa yang
tidak memperolehnya, maka hendaklah ia isi pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut
untuk penerimaan taubat dari pada Allah Dan adalah Allah Maha Mengetahun lagi Maha
Bijaksana." (An-Nisa:92)

Telah dijelaskan bahwa pelaku pembunuhan tidak sengaja (karena keliru) menanggung kafarat
berupa pembebasan budak muslim Apabila ia tidak mendapatkannya, maka kewajibannya
adalah berpuasa dua bulan berturut-turut. Hal inilah yang dijelaskan dalam firman Allah, yaitu
QS An-Nisa ayat 92

Imam Ibnu Qudomah dan yang lainnya menyampaikan bahwa pembunuhan tidak sengaja ini
tidak disebutkan dengan pengharaman dan juga tidak dengan pembolehan, karena
pembunuhan jenis ini sepern pembunuhan yang dilakukan orang gila. Namun, jiwa yang lenyap
tetap dijaga dan disucikan Oleh karena itu dalam hal ini diwajibkan adanya kafarat Prof Dr
Syekh Shalih bin Abdillah al- Fauzan menyamakan. "Hikmah dari pensyariatan kafarat dalam
pembunuhan tidak sengaja kembali kepada dua perkara kesalahan tersebut tidak lepas dari
kecerobohan pelaku dan melihat pada kesucian jiwa yang hilang Kafarat ini diwajibkan
sebanyak satu kali bagi satu peristiwa, dan bila membunuhnya si korban secara berulang-ulang
maka kafaratnya juga berulang Oleh karenanya bila seseorang membunuh beberapa orang
dengan tidak sengaja, maka ia pun harus membayar beberapa kafarat sesuai dengan jumlah
korban yang terbunuh .
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Jinayat meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh orang melukai memotong
anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat badan misalnya menghilangkan salah
satu pancaindera
Membunuh orang adalah dosa besar selam dari ingkar karena kejmya perbuatan
itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman unum. Allah yang Maha Adil
dan Maha Mengetahui memberikan balasan yang layak (setimpal) dengan kesalahan
yang besar itu, yaitu hukuman berat di dunia atau dimasukkan ke dalam neraka di
akhirat nanti
Terdapat tiga cara melakukan pembunuhan yaitu Betul-betul disengaja
Ketidaksengajaan semata-mata dan Seperti sengaja Orang yang melakukan Jinayat
ini bisa di Qisas atau dikenakan Diyat
Qisas yang berasal dari bahasa Arab al-qurar (yaf ala bil-fà il misla ma fa'ala) yang
berarti melakukan seperti apa yang telah dilakukan pelakunya. Secara istilah gishash
adalah memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya Menurut
Abdul Mujieb dan Ibrahim Unais mendefinisikan qushash sebagai hukuman kepada
pelaku kejahatan persis seperti apa yang dilakukannya. Jika perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa yang lain (membunuh), maka
hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
Diyat secara etimologi berasal dari kata "wada jadi wadyanwa diyatan"
Sedangkan diyat secara terminologi syariat adalah harta yang wajib dibayar dan
diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi
disebabkan jinayat yang dilakukan oleh si pelaku kepada korban Definisi ini
mencakup diyat pembunuhan dan diyat anggota tubuh yang dicedera, sebab harta
ganti rugi mi diberikan kepada korban bila jinayatnya tidak sampai membunuhnya
dan diberikan kepada walinya bila korban terbunuh.
3.2 SARAN
Jinayat adalah suatu pelanggaran terhadap badan yang didalamnya
dikenakan qisas dan diyat atau sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas
badan atau dengan lebih jelasnya merusak atau melukai seseorang baik orang itu
cedera begitu juga orang itu meninggal dunia.
Dalam makalah ini penulis ingin memberikan saran kepada pembaca Sebagai
umat muslim kita harus selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT agar terhidar
dari melakukan hal-hal yang termasuk dosa besar salah satunya adalah Jinayat
Selain hukuman di Akhirat, ada hukuman di dunia yang dapat merugikan semua
pihak yang melakukan Jayat mi baik itu dari pihak korban maupun pelaku Jinayat
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/2527-filihinayat.html

Referensi

1) Muhammad bin Ismail Ash-Shan ini. Subulus-Salam al-Müshilah Bulighil-Marām tahqiq


Muhammad Shubhi Hasan Halif, cetakan kedelapan tahun 1428 H. Där Ibnul-Jauzi KSA
7: 231 2
2) Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin, asy-Syarhul-Munti 'Ala Zadil Mustaqui, cetakan
pertama tahun 1428 H. Dar Ibaul-Jauzi KSA 14/5
3) Shalih bin fauzin al-Fauzan, Tashil al-Imam Bi Fiqhi al-Ahadits Min Bulighil-Marim,
cetakan pertama tahun 1427 H tanpa penerbit 5/117
4) Shahihi bin Fauzin al-Fauzan, Al-Mulakhashul-Fiqh, cetakan pertama tahun 1423 H
Rasah Idarah al-Buhits al-Ilmiyah wa al-Ifta KSA 2/461
5) As-Sunnah Edist 03/Tahun XIII 1430H/2009M

https://algslam.web.id/kafarat-dan-denda-bagi-pembunuhan-tersalah-tidak-sengaja/

Saleh, Hasan 2008 Kopion Figh Nabawi dan Figh Kontemporer Jakarta Rajawali Pers

Wardi, Ahmad Muslich 2004 Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta Sinar Grafika

Al Faruk Asadulloh 2009 Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam Bogor ghalia Indonesia

Rasjid, Sulaiman. 2011. Figth Elam Bandung. Sinar baru Al-Gesindo.

 Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemaslahatan


umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam dijadikan p

Anda mungkin juga menyukai