Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ARIF HUSAIN

Allahumma sholli ala-Muhammad, wa ali Muhammad


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu….

Pembahasan yang akan kita uraikan dalam tulisan ini adalah Fitrah. dalam hal ini selain
tulisan ini sebagai Tugas Santri PONPES MURTADHA MUTAHHARI secara khusus Kelas PPI,
juga sebagai pengembangan Baca, tulis, Pemahaman dan Analisis

FITRAH

Apakah dalam diri manusia benar-benar terdapat masalah yang bersifat fitrah ataukah
tidak.

Sebelum jauh membehas seputar fitrah, terlebih dahulu kita harus membedakan ketiga hal
ini, yakni, Watak, Naluri dan fitrah, ketiga hal ini merupakan bawaan (alamiah). Yakni,

Watak dapat diartikan sebagai sifat dasar atau karasteristik pada sesuatu, hal ini berlaku
pada benda mati dan benda hidup.ini dapat dicontohkan seperti, air sifat dasarnya cair,
batu sifat dasarnya keras, api sifat dasarnya panas.

Naluri, istilah ini seringkali digunakan pada binatang, dan kadang juga digunakan pada
Manusia. Bahwa didalam diri binatang, terdapat kekususan-kekususan tertentu sebagai
penuntun hidupnya, dan kekususan inilah yang membedakan perjalanan hidup setiap
binatang.

Fitrah, pada dasarnya merupakan bawaan lahir Manusia (Alamiah)yang diperoleh tanpa
melalui Usaha, fitrah mirip dengan kesadaran, sebab manusia mengetahui bahwa dirinya
mengetahui apa yang ia ketahui. Artinya dalam diri manusia terdapat sekumpulan hal yang
bersifat fitrah. bukan saja berkaitan dengan masalah kebinatangan, melainkan ia juga
berkaitan dengan masalah kemanusiaan (metahewani).

Pembahasan selanjutnya ialah apakah memang betul terdapat sesuatu dalam diri
manusia yang bersifat Fitah

terdapat beberapa Teori yang akan kita sampaikan, berkaitan dengan “apakah terdapat
pengetahuan dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir atau diperoleh tanpa Usaha.
Ataukah sebaliknya.?

Teori pertama, mengatakan bahwa, semua pengetahuan yang dimiliki manusia adalah
diperoleh melalui usaha, teori ini bersandar pada ayat Al-Qur’an yang mengatakan “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dengan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan
dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-
Nahl:78) pengertian lahiriah ayat tersebut mengetakan “sesungguhnya ketika kamu
sekalian dilahirkan, kamu sekalian tidak mengetahui sesuatu apapun. “artinya lembaran
hati kalian masih bersih dan belum ada goresan apapun. Lalu kamu sekalian diberikan
pendengaran, penglihatan dan kalbu, agar dengan itu kamu sekalian dapat menuliskan
berbagai hal dilembaran hati kalian.

Teori plato, menjelaskan bahwa, Sebenarnya manusia telah mengetahui hakikat


pengetahuan. namun terjadi kelupaan, olehnya itu manusia membutuhkan pengajaran dan
belajar agar Manusia mendapatkan kembali pengetahuan yang telah dilupanya. Plato
mengatakan bahwa. Pada saat Roh berada di alam kesempurnaan (Arketipe) Roh tersebut
telah mengetahui hakikat, oleh karena ia bertempat di Alam kesempurnaan. Akan tetapi
apa yang diketahui oleh Roh tersebut Dilupakan seketika, takkala Jiwa memasuki Jasad.
Oleh karena jasad adalah Hijab antara Roh dan Arketipe.

Begitupun oleh Rene Descartes dan Imanuel Kant. Keduanya juga beranggapan bahwa
manusia memiliki pengetahuan yang fitrih atau dibawa dari lahir.

Descartes beranggapan bahwa, selain ada pengetahuan yang di dapatkan manusia melalui
Usaha, juga terdapat pengetahuan yang tidak lagi diperoleh melaui usaha. Kedua
pengetahuan tersebut masing-masing berdiri pada titik yang berpisah dan tidak memiliki
ketersambungan.

Sedang Imanuel Kant, beliau beranggapan bahwa, pengetahuan tersebutlah yang


membentuk terjadinya konsep pada manusia dan tanpanya manusia tidak mungkin
memiliki pengetahuan yang jelas. Artinya bahwa terjadinya konsep pada manusia oleh
karena terjadi pertemuan antara pengetahuan yang dibawa sejak lahir dan objek-objek
yang disaksikan

Filsuf Muslim, para pemikir Muslim mengatakan bahwa Manusia mengetahui sesuatu
melalui Fitrahnya, dengan kata lain bahwa manusia memiliki prinsip berfikir (berbeda
dengan plato), yang akan menciptakan cabang pengetahuan (diperoleh melalui
usaha),namun manusia mengawalinya pertama kali dengan pengalaman, belajar dan lain
sebagainya, dan hal itulah yang akan membentuk prinsip berfikirdan takkala menemukan
hal yang pernah ditemukan dan behkan sebagian besar yang belum pernah ditemukan,
dapat langsung diketahu karena telah terbentuk prinsip berfikir tersebut.

Teori John Locke dan David Hume, kedua Pemikir ini mengatakan bahwa, pengetahuan
diperoleh melalui indra. Bahwa, pada mulanya manusia lahir dengan kekosongan
pengetahuan apapun, dan manusia mengetahui ketika bertemu (persepsi indrawi) dengan
sesuatu dan mempelajarinya.

Jadi, Ketika kita percaya adanya fitrah dalam berfikir, maka kita meyakini adanya cabang
fitrah tersebut, karena cabang-cabang terbentuk dari prinsip itu sendiri.

Kita telah membahas seputar adanya pengetahuan yang besifat fitrah dalam diri manusia.
Selanjutnya kita akan membahas tuntutan-tuntutan fitrah yang mencaku dua hal, yakni
kebutuhan Jasmani dan Kebutuhan Rohani. tetapi kita tidak akan membahas hal ini lebih
jauh, sebab hal yang akan kita bahas ialah yang berkaitan dengan masalah-masalah tugas
saja. Meski demikian, pada bagian-bagian yang bersinggungan dengan Tugas-tugas
tersebut tetap akan kita uraikan.

Mencari kebenaran. adalah sesuatu yang dapat kita sebut dengan istilah mencari
“pengetahuan” atau kategori “penalaran terhedap alam luar”, dorongan ini ada dalam diri
manusia, yaitu dorongan untuk menemukan hakikat seperti apa adanya, dan menalarnya
sebagaimana mestinya.

Kebenaran adalah sesuatu yang dimaksud dengan istilah hikmah atau falsafah. Manusia
tidak akan cenderung pada filsafat kecuali karena adanya kecenderungan dan dorongan
untuk mengetahui dan menalar hakikat berbagai benda, sehingga kita dapat menyebutunya
dengan isltilah kesadaran Filosofis atau pencarian kebenaran. dengan demikian, keinginan
untuk mengetahui sesuatu itu merupakan kesadaran yang tersembunyi dalam diri
manusia.

Secara umum, terdapat dua penafsiran yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan
kelima kategori tersebut yakni, kebenaran dan pengetahuan, seni dan estetika, kebaikan
dan keutamaan, kreasi dan penciptaan, cinta dan ibadah, yang pada pembahasan
sebelumnya kita hanya menyinggung salah satu di atas. Yakni Kebenaran. Tetapi pada
bahasan selanjutnya, semoga kita dapat menyinggung beberapa yang belum di bahas di
awal.

Tafsir pertama yakni yang mengatakan kelima kategori tersebut bersumber pada
fitrah. Artinya mansuia merupakan realitas yang tersusun dari tubuh dan roh, dan
bahawasanya dalam roh terdapat hakikat ilahiah.

Unsur-unsur alami dalam diri manusia terkait pada alam sedangkan unsur-unsur non-
ilmiah cenderung pada hal-hal yang metafisik dan terkait dengannya. Manusai selalu
mencari kebenaran, dan ini merupakan dorongan jiwanya (roh -nya), kreativitas dan
penciptaan-seni dan ibadah, pada dasarnya merupakan refleksi dari penghambaan
terhadap kekasih sejati yang dirindukan. Kekasih yang dirindukan oleh manusia pada
hakikatnya adalah Allah SWT. Jadi, jika muncul kerinduan rohani dalam diri manusia, maka
kerinduan tersebut menghidupkan kerinduan hakiki terhadap Allah yang muncul dalam
fenomena seperti itu.

Tafsir yang kedua yang tidak mengakuin hal-hal itu sebagai kondisi yang bersifat fitrih.
Dengan bersandar kepada tafsir yang lain. dalam hal ini mereka mengatakan bahwa
manusia tidak ada bedanya dengan binatang. Segala yang dibangun manusia berdasarkan
Naluri, dan bahwasanya seluruh kehidupannya hanyalah untuk mempertahankan hidup
dan berkaitan dengan kehidupannya atau dengan masalah yang lain yang berkaitan dengan
kehidupan Fisik-material.

Nilai-nilai kemanusiaan mempunyai hubungan langsung dengan Fitrah, dan fitrah dapat
ditafsirkan denngan, bahwa dalam diri manusia terdapat hakikat kemanusiaan yang suci.

Membuktikan Orisininalitas Nilai Kemanusiaan


Marksisme mengakui adanya pertentangan antara Filsafat materialisme dan pandangan
yang mengakui adanya Nilai-nilai kemanusiaan. Bahwa manusia selalu mengalami
perubahan, dengna begitu nilai kemanusiaan itu tidaklah ada. Dalam system sosialnya,
manusia selalu mengalami perubahan untuk sampai pada kesempurnaan, maka tidak
diragukan bahwa manusia memiliki Nilai Moral yang khas pada setiap Fase. Dengan ini,
mengharuskan kita harus menerima Nilai moral yang terus berubah dan megharuskan
tidak menerima Fitrah dan hal-hal lain yang non-materi.

Terdapat prinsip-prinsip dan cabang-cabang dalam etika. cabang-cabang etika bukanlah


prinsip-prinsip etika, karena prinsip-prinsip Ahlak adalah bersifat tetap dan mutlak, maka
ketika kita melepaskan ketidak berubahan dan kemutlakannya, maka kita telah
menghilangkan sifat-sifatnya sebagai etika dan memasukkannya dalam budaya. Jika sudah
demikian, maka ia hanya akan merupakan kaidah-kaidah yang subjektif seperti halnya
undang-undang.

Itu sebabnya, harus dipisahkan antara masalah-masalah konstitusional dan yang dibuat
dari hak-hak sisi bersifat orisinal (Fitrah).

Terdapat pula pemikir lain yang menganggap nilai-nilai kemanusiaan sebagai llusi, seperti
Nietze. Mereka mengatakan bahwa, semuanya itu omong kosong. Apa yang sisebut sebagai
nilai-nilai kemanusiaan tak lain adalah ilusi yang dibuat oleh sementara orang begi
kepentingan pribadi mereka. Karena itu, jika orang mampu melakukan hal yang sebaliknya,
maka lakukanlah

ANALISIS
Dijelaskan diawal bahwa, ketida sifat alamiah (bawaan lahir) harus dibedakan. Diawal
pembahasan, penulis diatas hendak mengawali pembahsannya dengan membedakan ketiga
kata tersebut, yakni, Watak, Naluri dan fitrah. lantas, muncullah pertanyaan awal kita juga.
Mengapa harus dibedakan.?

Ketiga kata diatas memiliki sisi-sisi yang sama yakni, bersifat alamiah atau bawaan
lahir. Sebagaimana diketahui bersama bahwa kata berasal dari konsep sedang konsep
berasal dari realitas. begitupun ketiga kata diatas tersebut. ketiganya berasal dari realitas

Tidak bisa dipungkiri bahwa diantara kita bisa saja memiliki perbedaan pengertian
terkait satu kata, bisa jadi juga sebaliknya.

Fitrah tidak bisa tidak ialah sesuatu yang tidak dapat di tolak eksistensinya dalam diri
kita. ia merupakan bawaan lahir manusia, namun berbeda dengan Naluri. naluri terikat
pada rantai duniawi, sedan Fitrah dapat terlepas dari rantai itu. artinya Fitrah tidak hanya
berkaitan dengan urusan materi. keberadaan fitrah dalam diri kita nampak pada perilaku-
perilaku kemanusiaan. Penolakan-penolakan terkait eksistensi fitrah dalam diri manusia
merupakan sesuatu yang lucu, oleh karena hal itu merupakan dorongan-dorongan yang
membuktikan bahwa manusai ingin mendapatkan sebuah kebenaran.
Di awal telah dikatakan bahwa kita kita tidak akan mungkin menolak eksistensi fitrah
dalam diri manusia. Lalu Bagaimana dengan berbagai Teori Filsuf yang menerima hal itu
yang berbeda penjelasan teoritisnya antara satu dengan yang lain.

Mencari Kebenaran merupakan tuntutan mendasar dalam diri kita untuk sampai
sebuah kepastian, apa bila tuntutan-tuntutan tersebut tidak dapat kita temukan dan
dibuktikan secara objektif dan rasional seperti halnya ketika kita meyakini Pengetajuan
Fitri menurut Plato, Descartes, Imanuel kant. Yang dalam hal ini tidak memiliki penjelasan
bagaimana terbentuknya Pengetahuan Fitri dalam diri manusia, maka kita hanya akan
pernah sampai pada sebuah kepastian dari objektif. Bisa jadi kita hanya keyakini sesuatu
yang tidak mampu kita pertanggungawabkan, terlebih lagi bila kita menolak eksistensi
fitrah, seperti halnya aliran yang melihat segala sesuatu menggunakan kaca mata indrwai,
kita hanya akan sama halnya mengunci diri kita dalam ruang kebinatangan yang begitu
sempit dan tidak mampu menyaksikan dan memasuki ruang kemanusiaan yang begitu
indah dan luas.

Alkhirnya sampailah kita pada pemikiran-pemikiran Muslim salah satunya yakni,


Ayatullah Murtadha mutahhari dan sebagian pemikir Muslim yang memberikan uraian
yang yang sama. Yang tidak membawa kita pada sebuah keragu-raguan, ketidak tahuan,
keyakinan buta. Sebagaimana tuntutan kepastian dalam diri kita

Bagi mereka alam tidak dapat dinafikan atas terbentuknya Prinsip berfikir dalam Diri
manusia. Begitupun ketika sebaliknya, Menolak Prinsip berfikir yang bersifat fitrih sama
halnya kita membuktikan keberadaannya. Sumbangsi teori yang telah di uraikan pada
deskiripsi di atas menjadi awal jalan kita dalam mebuka hijab-hijab kesadarn kita.

Sebagiamana Mahluk hidup, demikian halnya manusia. Dalam organisme tubuhnya


yang mekanis terdapat semacam aturan. Aturan-aturan tersebutlah yang secara otomatis
memberikan perintah pada otak. Seperti lapar oleh karena lambung telah kosong. Sehingga
ia membutuhkan makanan untuk mengisi kekosongan lambungnya. Begitupun dengan
Seksual, tidur dan beberapa peristiwa fisik. Inilah naluri, namun peristiwa itu tidak terlihat
melalui rangkaian organisme tubuh manusia melainkan keberadaannya yang secara
langsung Hadir dalam jiwa kita.

Kebutuhan Spiritual yang hadir dalam jiwa kita, ialah kebutuhan yang berhubungan
dengan kemanusiaan. Artinya bahwa, terdapat kebutuhan-kebutuhan rohani pada manusia,
seperti halnya kebutuhan pengetahuan. Hal ini merupakan hal yang tidak memerlukan
pembuktian, pembuktian dan penolakan kita hanya berupa pengukuhan kebutunan kita
terhadap pengetahuan dan pengukuhan eksistensi pengetahuan. Oleh karena kita
melakukan semua itu melalui dirinya.

kecenderungan mencari kebenaran. Pembahasan ini sedikitnya telah disinggung


diatas. Bahwa betapapun terjadi pembuktian dan penolakan kita terkait sesuatu, sama
halnya memperlihatkan bahwa betapa kita memiliki kecenderungan mencari kebenaran.
Kecenderungan ini dapat dikatakan tidak memerlukan pembuktian, sebab ia merupakan
eksistensi dalam dari kita.
Hanya saja kecenderungan kita terhadap kebenaran, ingin sampai pada kebenaran
sebagi mana kebenaran itu.

Di atas setidaknya kita telah menjelaskan sebagian nilai-nilai kemanusiaan dan itulah
nilai orisinalitas kita, yang bersifat fitri dan masih terdapat nilai-nilai orisinalitas manusia
yang tidak sempat saya jelaskan, seperti halnya Moral, estetika, . tetapi setidak-tidaknya
kita telah telah mengetahui sekurang-kurangnya bahwa terdapat nilai-nilai orisinalitas
dalam diri manusia. Kendati demikian terdapat aliran yang menolak nilai orisinal
kemanusiaa. Dengan cara pandang empiris mereka hendak mengatakan bahwa tidak
terdapat nilai orisinalitas manusia melainkan nilai-nilai yang dibuat oleh manusia itu
sendiri sesuai dengan zamannya. Dalam penolakannya ia mengatakan bahwa. Manusia
adalah mahluk yang tidak pernah tetap melainkan terikat dengan lerubahan-perubahan.

Seperti sebelumnya. Bahwa, Bagaimanapun penolakan manusia terhadap keniscayaan


fitrah begitu pula ia menerima dan mengukuhkannya.

Hal itu juga di alami oleh marxisme dengan kaca mata materialismenya, ia hanya
menya melihat perubahan-perubahan diatas permukaan dan tidak mampu menyaksikan
kepastian yang menjadi wadah perubahan-perubahan tersebut. Itulah mengapa Sehingga ia
menolak nilai-nilai orisinalitas yang tetap, oleh karena manusia senantiasa dalam
perubahan. Kendati demikian penolakannya pun bersandar pada nilai-nilai orisinalitas
yang ditolaknya. Artinya bahwa pernyataannya harus bersandar pada nilai-nilai yang pasti,
dan kedua ia telah menolak pernyataannya, sebab, ia tadak akan ingin jika pernyataannya
tersebut dikatakan tidak tetap.

Kesimpulan.

Kesalah fahaman dalam sebuah diskursus sering teradi apabila kita lalai atau lupa dalam
memberikan batasa, oleh karena itu sebelum memamasuki pembajasan awal di atas kita
telah memberikan sebuah defenisi atau batasan Perihal Fitrah. Yakni, bawaan lahir
manusia.

Fitrah sebagai bawaan lahir manusia, merupakan seauatu yang swabukti. Setiap
pembuktian dan penolalan terhadapnya merupakan fitrah itu sendiri. Bukankah ketika apa
yang saya sebutkan ini dianggap salah, tak akan mungkin ada yang menerimanya.? Ataukah
ada yang menerima ketika apa yang saya katakan ini salah.? Begitupu sebaliknya, ketika
apa yang saya katakan ini dibenarkan adanya bukankah kita akan meyakininya. Artinya
terdapat tuntutan-tuntutan kebenaran dalam diri kita dan dia adalah sesuatu yang niscaya
adanya. Itulah Fitrah kita

Tetapi landasan teoritis dari berbagai pemikiran terkait fitrah (pengetahuan yang dibawa
sejak lahir) tidak memberikan kita kepuasan ilmiah dan rasional, selain dari Filsuf muslim
dan Ayatullah Murtadha mutahharl, Yang memberikan penjelasan yang Realistis terkait
fitrah. Singkatnya mereka megatakan bahwa. Faktor luarlah yang mengkondisikan
tumbuhnya prinsip-prisip fitrah dalam diri manusia setelah tumbuh prinsip-prinsip
tersebutlah yang melahirkan cabang-cabang fitrah..
Kebutuhan-kebutuhan rohaniah dalam diri kita yang sudah jelas keberadaannya, yang saya
katakan di awal ialah sejauh apapun usaha kita untuk tidak mengakui adanya "seperti
halnya mencari ksbenaran" sejauh itu pula kita mengakui terdapat dorongan dalam diri
kita untuk ingin mendapatkan kebenaran. Ia merupakan hal yang swabukti dalam diri kita.

Kecenderungan-kecenderungan fitrawi yang merupakan nilai-nilai orisinalitas


kemanusiaan adalah suatu Keniscayaan.

Bersambung…

Wallahu A’lam Bi As-Sowaf

Anda mungkin juga menyukai