Anda di halaman 1dari 2

REFLEKSI MANIFESTASI

Arif Husain

Keluar dari Kotak

Mulanya kita hanyalah seonggok gradasi wujud yang lemah, dari suatu wujud yang
sempurna. Tidak lebih dari seonggok mahluk melata, namun, tidak terpisahkan
dengan Asalnya yang kudus. Maka, antara kelemahan dan kesempurnaan
tertampung mejadi daya dalam jiwa.

Karenanya, hati terus mencari realitas yang hakiki, ingin bebas dari penjara dunia.
Hati yang telah menemukan tujuannya, tidak terpenjara dalam esensi. Maka
kebangkitan jiwa hewani menuju malakuti adalah suatu orentasi jiwa. dengan daya
yang terus mengalir dari wujud yang mutlak, sangat dimungkinkan diperolehnya
maqam yang suci diatas.

Semua itu akan kembali kepada sejauh mana jiwa bergerak membentuk kualitas,
Apakah keatas ataukah kebawah. semakin keatas, semakin ia mendekati
aktualitasnya yang murni, maqam kesucian. semakin kebawa, maka semakin
mendistorsi dayanya yang terdominasi oleh kondisi pasang surut alam, maujud tak
maujud.

Naik ketangga langit itu, sebagai titik akhir kebangkitan, di tentukan oleh
kemampuan jiwa dalam melepaskan mahluk-mahluk bentuk pada imajinasi yang
mengambil peran dominan. Semuanya disandarkan pada waliullah, imajinasi ilahi,
yang menjadi faktor penggerak dan perarantara kealam akhirat.

Disinilah arti penting spritualitas sebagai syarat akhir untuk bangkit, apabila tida
demikian, maka ia akan mengaraah kebawah, jiwanya adalah binatang yang terikat
pada dunia yang hakikatnya adalah kegelapan. Sementara itu, keterikatan pada
kegelapan adalah bentuk cerminan jiwa yang buruk. Sebaliknya, jika tahapan
spritual maksimal, maka ia mencapai derajat malaikat, yang darinya memancar
cahaya ilahi.
Inilah jiwa yang telah sampai pada kondisi fana, hatinya melepaskan seluruh ikatan
dan menerima nafas arrahman, yang membetang dari Arasnya. Maka, apa yang
masuk kedalam hatinya seluruhnya adalah hikmah. Kondisi fana adalah hati yang
diam dan hanya mendengar pembicaraan ilahi. ucapannya adalah kebaikan
ontologis, suara ilahi.

Apa yang kita kemukakan menggambarkan posisi jiwa yang diperhadapkan pada
dua realitas, antara realitas yang dunia dan realitas akal. Inilah dua kediaman jiwa,
antara dunia dan akhirat. Di akhirat adalah kebahagiaan, dan dunia adalah
penderitaan, di akhirat adalah taman surga bagi, dandidunia adalah jurang neraka
jika hati tepaut disini. Jiwa adalah mizali, perantara dari dua realitas.

Karena itu, jiwa yang telah bangkit adalah jiwa yang telah sampai pada realitas akal,
maka akan bangkit dengan membawa kemampuan dari atas untuk mengelola
realitas yang dibawanya, atau dunia, dengan syariat.

Semantara yang menjadi sentral adalah jiwa, disinilah pusat seluruh upaya
perbaikan dilakukan, urusan keatas adalah upaya tazkiatunnafs, perbaikan diri,
untuk membuka hati memasuki akal, inilah tahap penyerahan diri, kurban, tawakkal.
Bimbingan batin ini hanya dapat dilakukan dalam sirat, jalan lurus yang
membentang dari akhirat ke dunia, inilah hidayah bagi siapa yang dapat masuk
kedalam wilahaynya. Inilah yang menggugurkan pesimisme dalam ahlul bait.
Bahwa, seluruh persoalan, jalan keluarnya ada didunia ini, imam zaman.

Anda mungkin juga menyukai