Anda di halaman 1dari 31

TERJEMAHAN NASKAH SANGHYANG TATWA AJNYANA

Isi terjemahan Naskah Sanghyang Tatwa Ajnyana :

Inilah ajaran yang harus diperhatikan. Ini adalah untuk diamalkan oleh
orang yang lewat dari raga, yang lepas dari bayu sabda hidep. Lewat dari
rasa jasmani, lebih dari hidup, yang mengingat ajaran Sang Manon, lewat
dari ruh yang agung, lebih dari yang tak tergambarkan acintya pada nyana
ajnyana, ruh dalam ketiadaan. Ini dari yang sekarang, yang menunjukkan
kepada raga, yang dinamakan bayu sabda hi /1v/dep, yang melihat dan
mendengar, dengan rasa, jasmani, hidupnya ruh, mengingat ajaran Sang
Manon yang agung, yang dinamakan sekarang, yaitu kegaiban bayu sabda
hidep. Demikian.

Ini yang mempunyai raga, yang mengeluarkan bayu sabda hidep, yang
selalu melihat dan mendengar, yang menyebabkan adanya rasa pada
jasmani, yang menyebabkan hidupnya ruh, inti kegaiban /2r/ yang agung.
Demikian. Ini adalah bersatunya ruh raga jasmani, yang
mengeluarkan bayu, takkan terkena bayu. Ini adalah yang
mengeluarkan sabda takkan terkena sabda. Ini adalah yang
mengeluarkan hidep takkan terkena hidep. Ini yang mendengar takkan
terdengar. Ini yang melihat takkan terlihat. Ini yang terasa takkan terasa.
Ini adalah yang menghidupkan takkan terkena hidup. Takkan tertunjukkan
dengan ruh kita sedunia. Ialah yang rata dan menyebabkan rata, namanya
ruh kita sedunia, yang dinamakan kita sedunia tidak kena, dinamailah Dia
Yang Agung, dalam kegaiban yang tidak terlihat dan terdengar, tidak teraba
dan tak terpikirkan. Dialah

yang menyebabkan ruh yang tak tertunjukkan. Demikian.


Ini untuk diamalkan /3r/ dalam pangkal ruh bersatunya bayu sabda
hidep. Ini untuk diamalkan ruh dalam keabadian ajaran
kedalaman hidep hilang dengan sebutan, untuk
mengangkat ajnyana melepaskan nyana ruh Sang Manon. Ini kehampaan
ruh dalam keabadian Sang Manon. Tembus dari angkasa, terang benderang,
lewat dari panjangnya siang, bersinar terang sekekeliling
dunia/3v/. Meskipun tiada siang tetap terang terus-menerus. Untuk ruh
penglihatan kepada kegaiban hidep Sang Manon untuk menuju kesejatian,
melihat dunia gaib.

Ini untuk mengunjungi ibu dan ayah di niskala, untuk ruh pada kesucian,
pada ruh lepas dalam nyana. Untuk mengangkat kelepasan ajnyana,
karena yang menyebabkan ruh menghilangkan /4r/ yang halus, tidak
kehilangan ruh dalam ajnyana. Kembali lagi ke niskala, ruh pada nyana,
datang kepada ketiadaan, kepada asalnya, bening bersih jernih, hening
jernih di dunia, sampailah nyana kepada ibu dan ayah. Demikian.

Ini untuk menjaga bumi, lenyapnya bumi dari pretiwi, raga yang bersih
lepas dari dunia, kehampaan dengan ketiadaan. /4v/ Lepas hilang tanpa
sebab, melesat lepas hilang dari angkasa. Ruh pada pretiwi menjaga pengisi
bumi. Ruh di dunia menjaga raga jasmani. Ruh di angkasa
menjaga sirah tresna di dunia. Bersama-sama melepaskan sendi niskala,
untuk menyelesaikan tapa. Demikian.

Ini untuk kebenaran mengamalkan ruh pada nyana. /5r/ Yang


menyebabkan adanya rasa, angan-angan, yang mengeluarkan bayu sabda
hidep dengan yang melihat dan mendengar. Menggunakan ruh yang halus
pada ajnyana, yang terlepas kembali dari pretiwi. Lewat nyata dari dunia,
kehampaan dengan ketiadaan, yang lewat dari kenyataan di dunia lebih,
kembali ruh jasmani hampa paramarta, selubung yang nyata, yang
lewat /5v/ dari angkasa, yang lebih dari pengisi bumi, yang halus pada
tidur dan bangun, pada siang dengan malam, ruh nyana, yang menjadi
ruh ajnyana, yang menyebabkan benar hidep teringat selalu pada cita-cita.
Berpadu kepada ruh nyana yang diingat. Ruh bersatu
dengan niskala, supaya tidak tersesat kepada ibu dan ayah kepada niskala.
Demikian.

Ini /6r/ ruh darma yang disimpan pada ajnyana, ialah permulaan
pada sabda, asal kepandaian. Ruh pada hidep dengan cita-cita. Dia yang tak
terlihat tak terdengar. Ruh yang tak terlihat tak terdengar. Dia adalah ruh
yang melihat tapi tak terlihat oleh yang melihat. Dia adalah ruh pada
pendengaran yang tak terdengar oleh yang mendengar. Dia adalah ruh
pada bayu, yang tak /6v/ terkena bayu. Dia adalah ruh pada sabda yang
tak terkena sabda oleh yang bersabda. Dia adalah hidep yang tak
terkena hidep oleh hidep. Dia adalah ruh pada rasa yang tak terasa oleh
yang merasa. Dia adalah ajaran yang takkan terikuti oleh yang mengikuti.
Dia adalah ruh yang mengingat yang tak teringat oleh yang mengingat.

Tunggallah ruh pada keabadian Sang Manon, yang menunjuk tapi


tak /7r/ tertunjukkan, ruh yang menunjuk tapi tak tertunjuk, ruh pada
keabadian ajnyana, yang lepas dari tato ajnyana yang agung pada ruh yang
tidak tertunjukkan ruh dari yang ruh katanya ini, tidak teratasi oleh yang
tinggi, tidak terbawahi oleh yang rendah, tidak terkena utara oleh utara,
tidak terkena selatan oleh selatan, tidak terkena barat /7v/ oleh barat, tidak
terkena timur oleh timur. Tidak terkena jauh tidak terkena dekat. Dialah
yang wenang kasar dan wenang ruh. Dialah yang wenang ada dan wenang
tiada. Terlepas ruh dari kebadian cahaya ajnyana, yaitu dengan ruh yang
sejati, pandita, niskala, ajnyana. Demikian.

Ini untuk diamalkan oleh yang terlepas dari ruh bayu sabda
hidep lebih /8r/ lepas ruh pada kekerasan nyana, wenang tiada,
mengangkat ajnyana, ruh pada jasmani, menghilangkan raga,
menghilangkan pertiwi, menghilangkan dunia, kesunyian dunia, melepaskan
angkasa, lewat dari penglihatan manusia, kembali menjadi satu rupa dengan
ruh jasmani. Badan menembus beningnya rupa, bayang-bayang
menembus dewata.

Heningnya pakaian /8v/ menembus nyana, berangkat dari bwana


larang, lewat dari penglihatan, tata, dewata, dari sorga hiyang kelepasan
datang menembus buana, mulia tercapai sebagai puncak kesucian. Lewat
dari situ, datang menembus ke larang mayana, kebeningan buana. Lewat
dari situ, datanglah ke lenggang bwana. Lewat dari situ tempat tinggal di
buana tetap yang sunyi /9r/ terpisah,

dilepaskan dari niskala. Datang ke puncak lenggang herang, yaitu


bayangan heneng buana. Lewat lepas dari situ datanglah ke puncak heneng
terus linglang buana. Hilang lepas dari situ, lewat dari sorga, para tata
dewata, hiyang kelepasan, lewat tiada, dari situ, samapai terlihat, tata
buana niskala. /9v/

Semua turun dari niskala, menyambut tingkah

Sanghiyang hayu, bahagia, menopang sanghyang ajnyana, tidak menerima


laku permata di buana, sari dari jiwa yang agung, yang langgeng, yang
kuat, permata pada nyana, dingin dari sari, yang rupanya sungguh mulia,
lidah pada badan yang kuat, mulia rupanya, terus bagus sungguh rupanya,
sari ajnyana. /10r/ Lima bayangan yang bening menembus buana, keluar
sari wewangian dari jasmani, diliputi dengan wewangian kumaratna,
wewangian luar biasa semerbak, seluruh buana, sungguh
sarinya ajnyana. Setelah selamat kebenaran sanghyang ajnyana, setelah
rasa sungguh sempurna, sempurna abadi dari niskala, sungguh. Hilanglah
mengangkat ajnyana, rasa pada nyana, dari niskala.

Lepaslah perjalanannya./10v/ Sama cepat perjalanannya niskala,


mengiringkan rasa, selesai dari sari pekerti yang benar, suka dalam
perjalanannya.

Pekerti tersebut, melakukan pekerti yang selamat, sama-sama suka


bahagia, sangat mendalam perasaan hatinya yang sungguh kuat, sama-
sama indah kelakuannya, mengikuti wujud yang indah,
menguasai hidep dengan satu pikiran, memusatkan sabda dengan suka cita,
satu tingkah, satu karma,

satu perasaan, /11r/ sepertimbangan, satu tingkah, baik, mulia,


pusat ajnyana, sama semuanya sejajar tiang nyana, sama-sama selesai
pada kedamaian nyana, jasmani nyana, memusatkan ajnyana.

Setelah selamat sempurna, kepergiannya hilang lepas dari


buana, niskala. Lepaslah ia dengan pelan jalannya, datang mewangi di
buana. Tidak ada perkataannya /11v/ kepada sang pandita. Dari awal sang
pandina membuat semua yang hilang dari dewa, hilang dari dewata, hilang
dari kesorgaan, hilang dari kahyangan, hilang dari ajnyana, dari keagungan
sang pandita. Mendapat ajaran yang sejati, abadi sunyi terus-menerus
pada ajnyana, abadi di buana. Demikian.
Sang pandita yang wenang lewat dari pokok, yang wenang lebih dari jati,
yang /12r/ wenang lepas dari pokok, wenang mengeluarkan keagungan,
menghilangkan ajnyana, wenang pada kotor. Sempurna lepas bebas hilang
tanpa sebab. Sang pandita bersatu jati-nya kepada niskala, ruh bersatu
dalam ketiadaan. Sang pandita yang hilang pada ketiadaan, wenang tiada,
karena satu pokok dari asal, pada kejadian ketiadaan. Yaitu yang dikira
isi /12v/ dia yang utama, tinggal di puncak negara, permatanya sabar,
semua memuliakan nyana, yang untuk keturunanannya, sri lénggang maya
tembus bening, permata di buana, tempat duduknya permata bening,
bayangannya dian di buana, tempat duduknya bertingkat di tengah puncak,
permata tembus bening, dipakai pada badan seperti rupanya

bayangan pada ajnyana. Mengurangi /13r/ permata bayangan tembus


bening di buana.

Di hulu meniru buana, di puncaknya meniru angkasa, bersinar terang


sebuana, keluarlah kesaktian yang sejati. Keluar cahaya, sinar di buana,
sempurna, sejatinya keturunannya. Bening diam terus-menerus. Demikian.

Selesai semua terkuasai lengkap kepandaiannya, pada keturunannya,


semua, dia para pembesar, semua, dia matang desa, nu
nangganan, paracita, yang

/13v/ agung, dia dan parasorga, kedekatan pada dewata, dari sorga
hiyang, kelepasan dewata agung, pada sorga kelepasan, kelepasan dari
manusia, bertapa dalam usaha, yang mulia membangun kebaikan, menuju
sorga dalam darma, Sanghyang Atma Wisesa.

Tidak pergi dari gerbang keselamatan, tidak lewat dari kesorgaan /14r/
dewata. Dewa manusia terkuasai oleh dewata. Dewata jatiniskala yang
mulia memusatkan bumi, kelebihan pada ajnyana, mahaagung, tempat di
buana, menerangi kedatangan para sorga. Bukan yang lewat dari situ, yang
mulia melakukan tapa. Tidak lepas dari itu, yang mulia memusatkan
menciptakan keselamatan, /14v/ memperhitungkan sanghyang atma,
dikatakan wenang, agung, tidak lewat dari tata hiyang dewata, dari sorga
kahiyangan.

Hanya seorang, lewat dari kelepasan yang sakti, para tata dewata lewat
dari kesorgaan, lebih dari

para aci, lewat dari para cita, naik dari niskala, sesampainya kepada /15r/
yang agung. Yang agung kemudian memerintah melakukan kepada
para geulangan, semua yang mulia, pembesar, kepada yang mulia,
bersambungan semua datang berkumpul, bertempat di cita nagara. Permata
agung, bertempat di cita gelang negara, permata buana, bertempat di
puncak negara, permatanya diam, bertempat di cita bayangannya, permata
yang bening, bertempat /15v/n di cita negara, permatanya diam. Semua
berada bersatu dalam kebenaran sanghyang ajnyana, bertempat di puncak
lenggang nagara permata yang agung, semua berkumpul melindungi,
semua berkumpul yang mengumpulkan, ke kedatuan yang agung, kedatuan
Sri Margawindu buana, yang terhampar bening berkilauan, seperti permata
emas terpisah bersilangan permata /16r/ emas, semburat tembus buana,
bercahaya terhampar sekelilingnya. Bayangan pada diamnya buana, bening
tahtanya, permatanya bayangan, kedudukan jati heneng, pada keajegan
permata bayangan, bening pada lingga cahaya buana, dipuncaki oleh
dewata, seluruhnya sempurna berdaulat, bersembunyi pada ajnyana.

Demikian yang dijadikan kedudukan yang berkuasa, setelah berkumpul


yang mengumpulkan, /16v/ semua dia berkuasa, semua dia matang desa,
melingkari para cita. Kata yang berkuasa, “Adapun aku akan menyuruh
mengumpulkan, aku akan membawa pertemuan kepada yang mulia para
pembesar, yang berkuasa, ramah, bersama-sama dengan ajnyana.
Barangkali menjadi susah dari

keadaan, yang menyebabkan kami gembira, kepada yang mulia pembesar.


Demikian. Dengan sabdaku /17r/ ini, kami meminta maaf, kebodohan yang
dipelihara, melihat yang terhalangi, yang menjadikan kami meminta
diwaspadai dengan kehawatiran nyana. Sabdaku sekarang ini, jagalah
dengan sungguh-sungguh kelurusan. Kalau bengkok betulkan, kalau kurang
tambahi, kalau bukan balikkan, kalau salah nasihati kami. Demikian.

Yang menyebabkan /17v/ kami membawa dihadap titisan suara, tirta


ajnyana, pertengahan nyana, ajaran nyana, sabda yang agung, kepada
yang mulia pembesar, semua wenang berkuasa. Barangkali yang menyertai
keselamatan, kepada yang mulia berdaulat, kesucian nyana, menjelajah
kepada jati, menitis suara turun dari tengah, semua mengisi kebaikan,
daulat, utama, mulia / 18r/ windu, sanghiyang hayu, semua mengeluarkan
pengasih jati, daulat, pusatnya ajnyana, semua menitis tunggal puluh, yang
mulia matangdesa, semua wenang berkuasa. Itulah yang menyebabkan
kami gembira, kepada yang mulia para penguasa. Demikian. Menceritakan
tempat keasrian cita, negeri permata yang agung, tunggal baik, bersedia
semua kepada yang /18v/ mulia pembesar, menerima ajnyana, kepada
yang mulia berkuasa, menerima sabda utama. Demikian.

Kalau begitu sanghyang sahur, menitis suara ke bawah,


kebenaran sanghyang ajnyana, dari tengah, ingin mengendalikan
pikiran hidep kamu, terlihat, terdukung, terbangun, baik, bahagia, benar,
setia,

suci, pusat sanghyang ajnyana. Itulah yang menyebabkan kami /19r/


berhamba tidak akan salah rasa, dapat membayar ajnyana, menitis suara ke
bawah dari tengah. Hanya itulah yang kami jadikan pengabdian kalau diakui,
diperhatikan, memusatkan ajnyana, pengertian tunggal yang baik, dari
yang berkuasa. Demikian.

Menjadikannya jati, kata yang berkuasa, “Yang menyebabkan aku


menyediakan kebaikan, kepada manusia sejagat, karena sanghyang
sahur sekarang /19v/. Yang menyebabkan aku menyebarkan pada orang
banyak, untuk lawan aku bersenang-senang, bersedia tunggal baik kepada
yang berkuasa, kata penduduk dalam cita, lenggang negeri permata buana.
Demikian. Kami hamba yang sanggup memusatkan ajnyana, bersedia, suka,
baik, semuanya bukan yang terawasi nyana, suka menyertai ajnyana,
tunggal yang terkuasai, memusatkan /20r/ ajnyana.

Ujar yang kuasa,”Kalau sudah terkendali terkuasai lengkap tersedia


bersatu semuanya, telah sanggup berkumpul yang mengumpulkan, semua
wenang berkuasa, kamu semua matang desa, yang mulia semua pembesar,
kepada kedatuan yang kuasa, yaitu kedatuan si raga heneng, pusatnya
membangun kemuliaan sebuana. Bumi pun tembus pada diam yang
bening, /20v/ lenggang bayangannya, seperti permata di angkasa, yang
terhampar bening berkilauan, seperti permata, emas, mirah, yang dipakai,
seperti permata pada emas, halaman tembus ke buana, bercahaya
terhampar sekelilingnya, bayangannya pada kediaman buana,

beningnya tahta, permatanya bayangan, kedudukan jati heneng, yaitu


keajegan permata bayangan, bening cerah cahaya buana, dipuncaki oleh
dewata, seluruhnya /21r/ sempurna berdaulat, bersembunyi pada ajnyana.
Demikian yang dijadikan kedudukan yang berkuasa, setelah berkumpul yang
mengumpulkan, semua dia berkuasa. Kata yang berkuasa,”hanya itu kalau
sudah sanggup bersedia, pengertian yang satu, demikian.
Menerima sabda yang kuasa, bertempat pada cita raga rasa yang agung.
Demikian.

Setelah sanggup berkumpul yang mengumpulkan, /21v/


memusatkan ajnyana, mengutamakan sanghyang ajnyana. Hanya itu
barangkali terlalu lama bertingkah di luar. Brangkali tidak teringatkan oleh
kita, demikian. Segera berangkatkan dia pada nyana, demikian. Naikkan dia
keturunannya semua tiga orang yang menunggu pada keaadan manusia,
pujian mengangkat sanghyang atma, yaitu aci wisesa, berangkat /22r/ dari
buana, jati suda, datang ke buana niskala, naik ke buana jati tan hana.

Ujar yang berkuasa,”Ayolah bersihkan badan sejati, badan yang


berkuasa. Ayolah bersihkan badan sejati, badan sanghyang ajnyana. Pada
jiwa aci wisesa, setelah aci rupa jati, sabar, bagus, sejuk, rapih, jujur,
bening, lemah lembut, menyelesaikan rupa jati heneng, ramping, tampan,
semampai, cantik, pantas, indah, /22v/ tembus rupanya pada bayangan
sejati berwibawa, pada busana tembus bening pada bayangan permata
buana, sabuknya bukahantara,

berisi permata, emas, diikat dengan pacarcina, dipinggiran pacarkeling, di


tengah direka-reka dengan permata dewata, tembus bagusnya sampai ke
ujung kediaman. Benangnya semua bening diselingi dengan bunga-bungaan,
berkilauan antaranya, bermekaran bunga /23r/ masalarang, rapih
pakaiannya, pakaian selengkapnya, untuk menegakkan ajnyana.

Ini yang memakai selendang embun basah bagus di ujungnya kuwung-


kuwung, di pinggirnya tejahening, di tengahnya tejawarna.
Gemerlapan, bening, terang benderang bersinar dengan keagungannya.
Rapih pemusatan sangyang hayu, rapih dalam kepandaian, cita bayangan
tanda, menyumbang /23v/ bahan busana.

Untuk dipakai duduk di singgasana, setelah duduk benar


memusatkan ajnyana, lidah suci yang berwibawa, mulia sanghyang ajnyana,
pada jiwa yang agung, dinaikkan pada singgasana, semua dengan istri yang
diberikan sebagai bibit dari niskala, yang sungguh-sungguh pada tempat
waktu dia menjadi manusia, yang memegang ajnyana,
mengangkat /24r/ sanghyang ajnyana, pendengaran dijadikan keinginan.
Sesampainya ke batang asal setibanya ke pohon asal, semua sudah duduk
pada singgasana, singgasana sri lenggang maya, tembus bagai beningnya
permata buana, tempat duduk permata yang bening, bayangannya diam di
buana, tempat kedudukan dinaikkan ke puncak tengah, permata tembus
beningnya, badan /24v/ berkilauan seperti bayangan ajnyana yang terus
menerus, permatanya
tembus bening ke buana, pangkalnya meniru buana, puncaknya meniru
angkasa, memancar terang sebuana, keluar kesaktian sejati, keluar cahaya
terang nyana di buana, suci sejatinya singgasana, bening diam selamanya,
pada buana pada singgasana.

Kainnya permata diselingi emas, berlatar permata emas berkilauan/25r/


bening, kainnya bercahaya, pendengaran dan kesaktian, di pinggirnya
bertatahkan cakramanik, diselingi permata mirah, di depannya permata
berkedip-kedip, permata emas mirah, di belakangya talilaya, diberi bunga
dari permata emas, berpuncak permata mirah, rumbai-rumbainya mirah
manikam, diselingi bunga acung, bunga tunjung dirangakaikan, diam
di ujungnya, kecil hasil /25v/ merangkaikan, ialah bunga windu larangan,
yaitu bunga yang bening berkilauan, seperti bayangan emas pindah,
berwibawa bening warnanya, keluar diam dari pangkalnya, berkilauan bagai
kilat, keluar kesaktian dari pusat kedudukan, keluar dari ajnyana, keluarnya
dari ajnyana, semua keluar kesaktian, kesaktian sejati pada jasmani,
kenyataan ruh pada nyana, /26r/ yang menjadikan pusat jasmani.

Setelah genap dan lengkap, pada wadah tujuh panggung, pada wadah
permata mirah segala, untuk menyertai ajnyana, untuk memusatkan pada
pangkal, semua yang mulia pembesar, semua yang wenang berkuasa. Ujar
yang berkuasa,”Marilah kita berangkat, semua menjadi tujuan yang tunggal,
bunyi-bunyian semua sudah /26v/ lengkap, badan

jasmani sudah bening, permata dan emas mirah, gongnya sudah mengkilat,
permata tembaga mengkilat, dipadu dengan emas dan perak, diwarnai
dengan galuga dan haretal, permata benang emas bersinar, bersusun
bening berkilauan berselang-seling, tetabuhan untuk penyemangat, gong
pada wadahnya yang rata, gamelan tunggal satu pasang /27r/, pemberian
yang kuasa, untuk dimasukkan kedalam pangkal, untuk peneguh
singgasana, menjadikan keinginan di dunia, kalau sudah sampai ke pangkal.

Ujar yang berkuasa,”marilah kita berangkat!

Bersinar bening berkilauan. Ditaburkan ke atas singgasana, taburannya


permata mirah dan emas, yang menaburkan sama-sama berlenggang tiada
putusnya, /27v/ berjalanlah singgasananya sepanjang jalan, taburannya
jatuh bening berkilauan, tersembur menghampar bening, berkialuan
berselang-seling, halaman tembus pada kediaman, tiang batu permata
mirah, bening berlenggang semua, tunggul bersih kiri kanan, permata
cermin mirah intan, pertanda berjalan di depan, bening payungnya seperti
kencana, tutupnya permata /28r/ acimaya, bening mirah semuanya,
berlatar permata emas, bening kuning suci diam, bening
puncaknya pasiaman, bersinar bayangan permata sutra, diikat dengan
benang emas bening berkilauan, berkilauan seperti sayap muda.

Gamelan ramai ditabuh di belakang, gamelan terus ditabuh, pertanda


berangkat /28v/ dari kedatuan yang agung, gong bersahutan dengan

suara gamelan, gong ditabuh bersamaan dengan


menabuh baananan dan babatakan, ditabuh sambil berjalan pelan-pelan,
yang pulang menumpang sendiri, tanpa ada yang berbicara,
nama babatakan-nya, sudah diberi di-pulang geulis, baik hati kami
sejatinya, /29r/ suara gamelan mempercepat singgasana,
menyertai ajnyana, sejahtera bahagia, menyangga sangyang ajnyana, suka
tersedia semuanya, tanpa ada yang mengawasi, semua yang mulia
pembesar, semua wenang berkuasa, yang membimbing kepada asal yang
kuasa, menyampaikan kepada pangkalnya, sudah lepas di buruan ageung,
melewati /29v/ pintu larangan, setibanya ke tempat, ke pusat asal
keselamatan yang agung, kemudian berkata kepada yang mulia wenang,
semua yang mulia pembesar, semua yang mulia kuasa, bersedia bertuhan
satu sungguh-sungguh kepada yang kuasa, menyembah dan berbakti
sepenuh hati ke hadapan nyana nyu(k)mana, menguasai ajnyana, kami
hamba mengindahkan /30r/ sanghyang darma, aturan yang mahakuasa,
kepada yang mulia pencipta nyana, kepada asal mula jadi, kepada yang
mahaasal, kepada yang menjadi awal adanya nyana, kepada pokok
adanya ajnyana. Sampai kepada asal ajnyana, datang kepada mula jadi,
berakhir pada pretiwi, datang ke asal, berakhir di angkasa, datang kepada
permulaan, berakhir di buana, datang kepada asal, /30v/ berakhir
di niskala,datang kepada awal, berakhir pada ketiadaan, datang kepada asal
ketiadaan. Setibanya kepada ketiadaan, datang kepada asal kelepasa,
berakhir pada ketidaktertunjukkan, yang menjadi asal pada asal

kejadian yang lebih, yang menciptakan ajnyana, yang mengeluarkan hana,


setibanya kepada ketiadaan, yang mengadakan ketiadaan, menciptakan
buana jati /31r/ niskala. Dari pangkal penghabisan langgeng gaib, terus
menerus di buana, tunggal penghabisan bening bersih, pada kelanggengan
yang bersih, bersih di puncak tertinggi, terus-menerus di buana, pada
ketiadaan, namanya nista keleng.

Yang mahakuasa dan semua yang mulia pembesar, semua wenang


berkuasa, semua sudah ada di hadapan, menghaturkan kepada asal /31v/
menuntun kepada asal, kepada asal mula jadi, sudah sampai kepada
pangkal, sudah datang kepada asal, sudah sampai kepada jati, datang
kepada asal permata ajnyana.

Berkata yang kuasa, “Maaf, hambaku mengindahkan ajnyana ke


hadapan, barangkali berada dari sekarang, untuk
diingatkan sanghyang hidep, kalau hanya /32r/ini. Ijinkanlah kami
akan membubarkan itu, hambaku keluar sabda dari dunia, petunjuk nyana.
Anakku, yang kuasa, jangan cepat-cepat dibubarkan karena aku akan
berbicara sekarang, aku akan menanyakan perintah, barangkali dilanjutkan
karena hasil menimbang oleh yang menjadikan, mengisi pada tempat pada
anugrah dari yang mulia /32v/ para wenang, semua yang mulia tunggal
puluh, pasti benar suara ajnyana dari dunia, semua yang mulia matangdesa,
menjadi tunggal sedia semua. Kalau gaduh tenangkan supaya jelas benar
suara ajnyana, kepada sembilan delapan tujuh, enam lima, empat tiga, dua
satu.

Semua mengeluarkan anugerah untuk jati /33r/ dipusatkan semua


mengadakan pada tempatnya, untuk tempat anugerah semua yang mulia
pembesar, supaya jelas kedudukannya yang sejati.

Demikianlah anakku yang kuasa, supaya jelas akhirnya dalam


keselamatan.” Berkata yang kuasa,”aku terima ajnyana, mahapremana,
demikian hambaku. Kalau begitu sanghyang sahur, tidak ada yang enak
membayar anjyana, /33v/ kalau begitu sanghyang sahur, sudah berakhir
pada ajnyana, datang kepada hambaku hanya itu kami mendengarkan
dengan jelas, tempat memusatkan pesan sanghyang hidep. Anakku yang
kuasa, baiklah kalau akan dibubarkan, pada yang mulia wenang kuasa,
hanya itu, aku akan menyuruh ibu membersihkannya dulu.

Kata yang kuasa,”marilah /34r/ kita satukan tujuan ke hadapan, ijinkan


kami untuk bubar, laku yang baik menyembah yang sejati, menyembah
berbakti kepada puncak yang suci, ke hadapan yang mulia penyebab
kejadian nyana.” Kata sanghyang hidep, “baiklah dibubarkan, kita bicarakan
di luar, semua yang mulia matangdesa, supaya jelas kedudukannya yang
sejati, jangan ada yang salah, supaya semua /34v/ bersedia suka
menyenangkan orang sejagat, karena aku ingin bersama-sama, bersatu
pada kebahagiaan menerima sanghyang ajnyana, karena aku ingin disertai
didukung dibangun. Adapun sebabnya aku berkata demikian, karena hanya
ada satu ini yang pergi dari manusia, yang mendapat kewaspadaan nyana,
mengamalkan

sanghyang darma, yang datang kepada /35r/ pangkal yang menuju kepada
kesejatian, yang datang kepada asal, datang kepada pangkal asal mula
jadinya ajnyana.

Lepas dari pusat keselamatan, lewat dari desa para dewata, dari tata
sorga kelepasan, tidak lewat dari sorga kahyangan, dari sorga para dewata,
karena para dewata semua sudah dikuasai, yang menyebabkan
kesusahan /35v/ sebuana, yang menyebabkan goncang sejagat, yang
menyebabkan gaduh di bumi, semua sudah tergelar, sebentar tapa, untuk
menetapkan ajnyana, ke dunia kepada pusat pangkal keselamatan.” Kata
yang kuasa,”sudah sanggup satu tujuan, bersedia rata semuanya, baik
orang sejagat, hanya itu, kita mendengarkan, selesai /36r/ yang
memusatkan ajnyana, hanya itu, kita nanti diluar mengerjakan pada tempat
untuk anugerah.
Setelah sampai ke asal, setelah datang ke pangkal, sudah tiba pada jati,
ke asal ada dahulu dari niskala, yaitu awal mula dari ketiadaan,
asal kesejatian, awal keberadaan ajnyana, yang terpilih dari /36v/ dunia
ketiadaan, pada ajaran ajnyana, kepada ibuku Tan Hana Jati, asal kejadian
yang sejati di pretiwi, permulaan adanya di buana, asal berada di angkasa,
ibuku Tan Hana Jati, mewujudkan ruh pada inti kesejatian hidup di buana,
tunggal pertiwi dengan angkasa, pada keabadian yang tunggal pada
penghabisan buana. Lepas pertiwi /37r/ lepas angkasa, lepas buana, lepas
siang lepas malam, lepas air abadi, bening bersih, sunyi selamanya,
langgeng

di buana, pada akhir yang terang abadi, diam bersih, sunyi tembus pada
terang, langgeng selamanya di buana, lepas dari langgeng, dari
kelanggengan, sunyi selamanya, dari buana, dari perubahan di ketiadaan,
tunggal langgeng pada /37v/ ketiadaan buana, di niskala, pada ketiadaan,
asal ajnyana, asal ruh pangkal nyana, tempat sanghyang ajnyana,
asal kejadian, bersatunya pada tunggal pretiwi dengan angkasa, yaitu
tunggalnya ajnyana, demikian.

Ujar yang sempurna, “asal kekuasaan dari dunia pada ketiadaan, melihat
pada amal perbuatan, datang bersama /38r/ wadah tujuh panggung, pada
wadah permata mirah semua, dari belakang pengiring gangsa rari, ditabuh
dengan gong, dipukul dengan keras. Yang melihat keluar cipta dari ajnyana,
keluarlah sabda ajaran, kemudian menyuruh ibunya Tan Hana Jati, pada
asal inti pada aci, asal sejati permulaan ajnyana, berjalanlah
mendatangi wangsana, /38v/ jangan dibiarkan turun sendiri, dari atas
kepada wangsana, kembali pulang supaya datang ke pelataran, yang
menerima ajnyana. Ibuku Tan Hana Jati, ke hadapan sanghyang hidep
mohon ijin memberi tahu, barangkali kami tergesa-gesa, tidak sabar tergoda
memburu dengan pemikiran, tidak terdengar dengan sanghyang hidep,
hanya itu. Marilah /39r/ aku menyertai keselamatan, berjalan bergantian
dengan wangsana. Ibuku berhias diri, berlama-lama memberi nasihat
dengan darma, serta dengan anak ajnyana. Ibuku turun menuju ke
kediamannya, semua ikut turun mengindahkan ajnyana, semua datang ke
kediaman.

Ujar ibuku demikian,”Anakku mendekatlah ke sini, sanghyanag atma,


/39v/ ajnyana, aci wisesa, menerima ajnyana, dari
asal ajnyana, sanghyang atma, atma aci wisesa. Kemudian ijinkanlah
mengabdi berbakti menyembah ke hadapan(mu). Hanya itu anakku, mohon
dimaklumi, kami takut tidak tahu bertutur dan gurulagu. Hanya itu
kemampuan kami, tidak tahu tingkah tatakrama. /40r/ Hanya itu yang
menyebabkan kami takut segan khawatir sekali, barangkali dikatakan terlalu
percaya diri, memandang matahari tanpa silau, barangkali tergesa-gesa
tidak sabar, terlalu cepat melangkah, tebal muka tidak tahu malu,
barangkali menyebalkan, kekesalan, kehinaan, kemalangan.
Barangkali /40v/ terkena dengan perputaran waktu, kebiadaban
pada ajnyana. Hanya itu, itulah yang menyebabkan kami mohon dimaklumi.
Hanya itu, kami kalau terbimbing laku di jalan, kami bersama-sama
mengikuti ajnyana.

Sanghyang atma sudah selesai yang


menyatukan mewaspadakan ajnyana. Kata ibuku demikian,” Aku menjawab
sabda utama. /41r/ Anakku sanhyang ajnyana, apa yang menyebabkan
malu dan khwatir? Aku ini pesuruh dari dunia, pengganti pada wangsana,
pada wangsana diri. Anakku, janganlah engkau salah merasa, bukan aku
yang menghalangi mengganggu tapa, menggagalkan keselamatan, karena
aku adalah yang sejati. Anakku segeralah bangkit berdiri dari pusat /41v/
kedudukan turun dari atas wangsana, kemudian memohon dimaklumi.

Ujar ibuku demikian,”Biarlah aku terima tangan sanghyang ajnyana,


malas yang turun ke bangunan. Ibuku berhias dengan keindahan rasa, turun
dari cipta sendiri, dipangku dengan nyaman pada gendongan permata
bayangan yang indah asri suci sejati. /42r/ Ibuku, menggerakkan kaki dan
tangan semua siap menerima, kebahagiaan sanghyang ajnyana, ikut
menurut kepada yang memangku sangyhang hayu. Ibuku membawa naik ke
buana, berakhir pada diri, pada pangkal kesempurnaan di buana,
meninggalkan dasakalesa, melepaskan dasamala, melepaskan rajatamah,
pada kesempurnaan pangkal /42v/ mala. Ibuku sudah mengembalikan
hakikat waktu, berangkat ke buana jati, kepada inti kesempurnaan kencana,
bening pada tiang puncak mirah, puncak emas semuanya. Ibuku tiba ke
bangunan, yang kemudian masuk ke gerbang, dengan meru permata bening
berkilauan, terang siang puncaknya permata emas bercahaya, pendengaran
dengan kesaktian semua. /43r/ Ibuku duduk di (tepi) jalan, berhenti dulu.

Sanghyang ajnyna diturunkan dari pangkuan, mendudukkan ajnyana,


sang atma aci wisesa, di tempat itu membersihkan badan sejati, membasuh
sang atma aci wisesa, yang terang bening berkilauan, dari jati lenggang
maya. Keluar dari hulunya diam, keluar dari permata manik, dengan /43v/
gayung perak dan permata segala.
Ini adalah rajah untuk melepas rajatamah semuanya. Kekuatan untuk
menghancurkan musuh, untuk menghilangkan ruh mala jati. Keluarkan dari

diri sejati, lepaskan dari rasa, bayu sabda hidep, lihat dan dengarkan tutur,
putuskan dari buana. Ini untuk memisahkan bayangan. Ingat,
putuslah mana. Ingat, /44r/ putuslah buana. Ingat, putuslah mala. Ingat,
putuslah taya. Ingat, putuslah ratna. Ingat, putuslah hilang. Ingat, putuslah
musnah.

Ujar ibuku demikian,”Marilah kita bersihkan sanghyang ajnyana.” Ujar


ibuku,”tidak ada permata, semua tidak ada bayangan. Anakku bukalah
pakaianmu!” Setelah sang atma meleepaskan pakaian, ibuku memangku
pada tempat duduk, /44v/ berpindah duduknya ke
petilasan sanghyang ajnyana. Ibuku, semua siap sedia mengharumkan diri,
semuanya indah, menegakkan ajnyana, sedia menghaluskan ajnyana.
Sudah menjadi dewata, cemerlang pikiran pada batas akhir nyana, bening
diri. Sudah menjadi inti rupa sejati, lenggang sempurna rupa atma. Sudah
tetap pada rupa yang sejati. Sudah /45r/ menjadi badan yang tanpa rupa,
dari akhir rupa sejati, lewat dari bayangan yang bening tetap. Sudah
dikuasai oleh nyana, sempurna rasa sejati paripurna pada ajnyana. Setelah
badan tetap pada kesejatian, mulia sejati utama. Sudah sempurna sejati dan
agung. Sudah tetap pada kesejatian ajnyana. Ibuku Tan Hana Jati semua,
Ibuku Tan Hana /45v/ Ratna, Ibuku Tan Hana Maya, sudah selesai
membasuh nyana, berangkat dari kelepasan rajatama, ditabur dengan
permata emas, dengan taburan bening berkilauan, terhampar pada tiang
mirah. Ibuku memangku dari tempat berjemur, setelah masuk ibuku ke
gerbang, memusatkan ajnyana. Ibuku menyarikan nyana, sari
busana /46r/
sanghyang ajnyana dibukakan. Ketika permatanya tembus pada rasa,
bening suci terbuka lenggang, bayangannya pada rupa yang sempurna.

Busana itu untuk memberangkatkan ajnyana kepada asal ajnyana,


kesejatian awal pada diri, kepada pangkal nyana, tempat sanghyang
ajnyana, pada asal mula, berakhir pada dewata.

Ujar ibuku,”Marilah /46v/ kita berangkat! Sudah menjadi atma dengan


rupanya yang sejati paripurna. Setelah menjadi inti budi sejati, sudah
menjadi rasa budi nyana, sudah tetap pada budi yang selamat. Sudah
menjadi ajnyana, tetap sempurna, ibuku berangkat dari gerbang membawa
dan menuju tempat akhir pada tan hana, datang ke dunia akhir
pada ajnyana. Pada kelepasan berakhir/47r/ pada kelepasan, dari kelepasan
tanpa tertunjukkan, dari yang menunjukkan tanpa tertunjukkan,
tanpa bayu tanpa hidup, tanpa permata tanpa keindahan, tanpa atma
tanpa aci, tanpa panas tanpa dingin, tanpa hujan tanpa angin, lepas dari
kesunyian ketiadaan, lepas dari /47v/ dari matahari, lepas dari pertapaan,
lepas pada kelepasan, tanpa siang tanpa malam, lepas terang abadi, dari
pangkal akhir yang menyebabkan terang di buana, dari asal mula kesejatian
di buana, asal keberadaan akhir. Dari asal lepas asal tidak tertunjukkan.
Dari asal siapa yang membuat /48r/ asal, yaitu yang
mengeluarkan ajnyana dari ketiadaan keluar ketiadaan, dinamai dengan
ketiadaan, yaitu yang lepas, mengerti dan tahu oleh asal, demikian.

Ibuku semua datang ke asal memangku ajnyana, datang ke pangkal


membawa sanghyang ajnyana, ke tempat bersatunya ibu dan ayah pada
kelepasan /48v/ terakhir yang tak tampak, dari niskala pada kelepasan awal
sejati, dari akhir ketiadaan, dari pangkal akhir pada ajnyana, lewat dari
pangkal akhir yang bening bersih, lebih dari akhir yang tetap bersih, lewat
dari kekuatan permata akhir di buana, yang langgeng pada akhir /49r/
selamanya, dari kelepasan akhir kata yang indah, dari kerendahan mana,
berakhir pada ketiadaan, lepas dari tempat asal, karena lepas dari yang
lepas mengerjakan kelepasan alam baka, bermacam-macam tempat yang
mulia wenang, semuanya agung, menurut aturan niskala, dari asal
menitipkannya di buana, demikian. Setelah datang /49v/ ke pangkal,
sampai ke asal sanghyang darma, datang ke tempat ibu dan ayah, berkata
ibuku ke hadapan (kami),”maaf, kami bertanya, perintah pikiran kita
wujudkan. Demikian.

Ujar dari asal,”Ibu, segeralah dudukkan aku menyertai keselamatan,


pusatkanlah pada ajnyana, satukan sempurnakan diri, supaya siap sedia
berbahagia /50r/ menerima sanghyang ajnyana.

Ibuku semua sudah selesai genap penuh lengkap mendukung,


membangun, memusatkan pada kedudukan wadah ajnyana, inti kehidupan
sari yang tetap, bening inti semuanya, bertabur dengan inti yang indah,
bening dalam segala rasa, intinya atma berada di tengah sari yang tetap,
bening dan lenggang, semuanya /50v/ sudah diperindah, lepas inti rupa
yang sejati, sudah disempurnakan sanghyang ajnyana, sudah menjadi sejati
pada pusat

ajnyana, sudah ditempatkan dengan nyaman sang atma inti keagungan,


dipersalin dengan busana sejati, tembus tetap bening pada bayangannya,
bening permata buana, sudah dipersalin dengan sanghyang ajnyana,
dipusatkan didudukkan, pendengaran dengan /51r/ anugerah ibu dan ayah,
yang dijadikan sari penjelmaan dua puluh, yang sempurna ajnyana, suci
semuanya.

Dengan ketentuan dari asal mendudukkan ajnyana, yang menahbiskan,


kemudian mengangkat permaisuri, dengan pentahbisan, bukti pikiran yang
sempurna, lebih suci, dengan permaisuri yang bernama Terusna Larang,
sempurna bening pada bayangan ketiadaan. Tetap pada inti beningnya
bayangan, /51v/ sempurna pikiran pada ketiadaan. Bening pada ketiadaan,
sempurna lebih suci. Inti pada sari kesempurnaan, bayangan suci. Setelah
ibu dan ayah mengukuhkan ajnyana, pada tempat kelepasan dari kilau-
kemilau dari lenggang, bersih dari tetap bersih, lepas dari akhir buana, dari
buana kosong pada kedalaman sejati, di situlah untuk dijadikan
tempat /52r/ bagi orang luar, dia lepas dari itu, pada tempat kelepasan
akhir ibu dan ayah, demikian. Setelah dari asal yang memusatkan pada
tempat nya, kata yang kuasa,”hanya itu kami bertanya kepada yang mulia
pembesar, semua wenang berkuasa. Kata yang menguasai di cita nagara
permata agung,”kami terima sabda yang kuasa, hanya itu
bila /52v/ selesai lengkap berkumpul, siap sedia bersatu semuanya
setujuan, halaman hijau pada kedudukan sejati, sudah terperciki kemuliaan
suara ajnyana orang sejagat.

Ujar yang kuasa, ”marilah kita siap sedia mengadakan tempat untuk
menempatkan anugerah. Bukan untuk memperbanyak pekerjaan, bukan inti
pada /53r/ kesejatiannya, pada kekosongan buana kedalaman tempat
ketiadaan, suci ajnyana dari luar, di situlah untuk mengadakan tempat yang
agung, mengadakan tempat permata yang tetap, tembus langgeng di
buana. Bukan untuk memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena
kesejatian isinya. Pada anugerah sepuluh yang dijelmakan ajnyana,
semuanya suci. Tinggal di /53v/ tempatnya pikiran, bayangan, bukti pikiran
yang tetap, tembus pada bayangan kuning, keindahan pada bukti, bening
pada bayangan sempurna.

Demikianlah yang ajnyana sempurna, penetapan yang kuasa. Tempat


tinggal pada cita negara, permata yang agung, mengadakan tempat pada
kekosongan buana langgeng, pada kekosongan tempat terdalam,
mengadakan tempat asal permata, pangkal /54r/ keadaan, tembus langgeng
buana. Bukan untuk memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena
kesejatian isinya, pada anugerah sepuluh ketetapan ajnyana, namanya
pikiran yang sempurna, sempurna bayangan suci. Pikiran yang bening
sempurna lebih suci, keindahan pikiran, bening pada bayangan, lebih pada
kesucian.

Demikian ketetapannya, tempat tinggal /54v/ di cita negara, permata


yang agung, ke tempat tinggal kosong di tempat terdalam, ke ketiadaan,
suci ajnyana, tempat tinggal pada pikiran yang bening,

negara permata buana, mengadakan tempat asal yang lenggang pada asal
yang awal, permata asal kelanggengan di buana. Bukan untuk
memperbanyak pekerjaan, bukan intinya, karena kesejatian isinya, pada
sepuluh ketetapan /55r/ yang sempurna, suci semuanya, namanya pada
pikiran kosong yang tetap bening pada bayangan suci. Pikiran bayangan
sempurna asal yang suci, inti keindahan bayangan yang tetap, tempat
tinggal di puncak negara, permata yang tetap, mengadakan tempat asal
pada puncak ujung kelanggengan di buana, asal permata, asal yang tetap.
Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan intinya, karena /55v/ isinya, pada
sepuluh ketetapan ajnyana, suci semuanya. Namanya pikiran yang suci,
bayangannya mulia bening, pikiran kosong pada kesucian, bening pada
bayangan kesucian. Kosong pada kesucian, bening pada kesempurnaan,
bayangan yang suci.

Demikianlah tempat tinggal di puncak negara, permata yang tetap,


semuanya ada, dengan peneguh semuanya ada, tetabuhan /56r/ gembira
meramaikan ajnyana, menetapkan ketiadaan yang suci ajnyana, demikian.

Tempat tinggal pada cita, bayangan permata yang bening, mengadakan


tempat asal bayangan, permulaan pada permata, tembus langgeng pada
kebeningan. Bukan mempetbanyak pekerjaan, bukan inti karena sejatinya
isi, lengkap diiringi serba tetabuhan /56v/ gembira keramaian ajnyana,
sepuluh ketetapan sari ajnyana. Sekujur tubuh suci

semuanya, namanya cita yang suci, bayangan yang bening, cita yang
bening, bayangan yang suci, cita pada bayangan yang tetap, yang bening
suci. Demikian. Itulah ketentuan pada ketiadaan suci ajnyana. Demikian.

Tempat tinggal di cita /57r/ negara, permata yang tetap, mendiami


tempat pada kekosongan di buana langgeng, pada kekosongan yang
terdalam, pada tempat asal bening pada permata, asal mula yang tetap dan
langgeng, yang terus yang tetap. Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan
intinya karena sejatinya, intinya sepuluh ketetapan tubuh yang sempurna,
suci semuanya.

Semua mengadakan iringan tetabuhan


gembira /57v/ keramaian ajnyana. Demikian. Isinya sari anugerah,
namnya sari pada cita, bayangan yang suci, yang lebih dari pada beningnya
sari pada kebeningan, lebih pada bayangan yang suci tetap, sari pada
kesucian, lebih dari bayangan yang bening. Demikian. Itulah ketentuannya
pada ketiadaan, suci ajnyana. Demikian.

Tempat tinggal di puncak beningnya negara, permata yang agung.


Mengadakan /58r/ tempat pada tempat asal ketiadaan, asalnya lenggang,
pada terus yang tetap, pada kelanggengan buana. Bukan memperbanyak
pekerjaan, bukan intinya, karena sejatinya, semuanya lengkap, pengiring
tetabuhan gembira keramaian pemusatan ajnyana. Baik ketentuannya,
sepuluh kesempurnaan, suci semuanya, namanya cita lenggang pada
bayangan, cita sari pada /58v/ kesempurnaan, bening

banyangan pada kesucian, inti pada perasaan, sempurna, bayangan pada


kebeningan.

Itulah ketentuannya, pada ketiadaan agung, suci ajnyana, demikian. Ini


yang menentukan keluarnya dari buana ketiadaan, yang
mendirikan ajnyana. Demikian. Ini asal keadaan, asal pada akhir
dalam ajnyana, kenyataan ajaran, ujar pada sabda /59r/. Ini tempat tinggal
buana, buana asal niskala, mengadakan tempat pada tempat awal yang
lenggang, terus bening pada asal selamanya, langgeng di buana, di niskala.
Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena kesejatiannya.
Semua genap lengkap mengiringi kegembiraan keramaian, memasukki
ketentuan ajnyana. Sepuluh ketentuan /59v/ yang mulia sempurna, semua
suci. Namanya cita yang bening, bayangan pada kesucian, cita suci mulia,
bayangan yang bening, cita yang bening, bayangan yang mulia, mulia suci.

Itulah ketentuannya, kepada ketiadaan yang agung, suci ajnyana,


demikian. Ini yang menentukan ajnyana, demikian. Keluar dari
buana niskala, yang mendirikan sanghyang /60r/ hayu, demikian. Tempat
tinggal di puncak yang tetap, yang terus bersih di buana, mengadakan
tempat pada tempat asal yang tetap, yang terus langgeng di buana. Bukan
memperbanyak pekerjaan, bukan intinya, karena kesejatiannya. Isinya
sepuluh ketentuan yang sempurna. Mulia suci semuanya. Namanya inti pada
bayangan, bening permata pada kesucian, inti pada
kesucian, /60v/ bayangan yang bening, inti yang bening, bayangan yang
suci, tiga petunjuk

sempurna, mulia isi buana. Semua genap lengkap dengan pengiring


kegembiraan memasuki ajnyana. Semuanya ada, ketentuan ajnyana,
demikian. Itulah ketentuannya, pada ketiadaan yang agung, suci ajnyana.

Ini yang menentukan keluarnya dari buana niskala, /61r/


mendirikan sanghyang ajnyana. Tempat tinggal di puncak lenggang bening
pada bayangan tetap buana, mengadakan tempat pada tempat asal yang
lenggang, yang bening terus pada akhir bayangan, di tengah langgeng
buana. Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena
kesejatiannya, mengadakan tempat pada kekosongan buana
langgeng, /61v/ pada kekosongan yang terdalam, sepuluh ketentuan
utama, suci semua. Namanya inti pada lenggang, bayangan yang bening,
inti yang lenggang, bayangan yang suci, inti yang suci yang lenggang,
bayangan yang bening, demikian.

Itulah ketentuannya, genap lengkap sedia, gembira bahagia


menerima sanghyang ajnyana, demikian. Pada ketiadaan /62r/ yang agung,
suci pada nyana, demikian. Semua keluar ketentuan ajnyana,
mendirikan nyana pada sanghyang ajnyana, demikian. Semua keluar dari
buana niskala, demikian. Tempat tinggal terus yang lenggang di buana,
mengadakan tempat pada tempat asal yang bening, asal yang lenggang
buana, pada kelanggengan tunggal buana, demikian. /62v/ Bukan
memperbanyak pekerjaan, bukan intinya, karena kesejatiannya,
pada niskala, isinya sepuluh

kemuliaan yang sempurna, suci semuanya. Namanya cita pada bayangan


yang tetap. Cita bayangan yang bening. Cita bayangan yang kuning. Semua
genap lengkap mengiringkan kegembiraan dengan bahagia,
menerima sanghyang ajnyana, demikian. Itulah ketentuan ketiadaan yang
agung, /63r/ suci, demikian.

Ini yang membuat ketentuan dari tembusnya lenggang buana,


mendirikan ajnyana, demikian. Semua keluar dari niskala, bukan dari para
sorga pada dewata, yang mengadakan tempat dari niskala kesejatiannya.
Demikian. Karena yang menjadikan sorga dewata, demikian. Tempat tinggal
yang terus suci, bayangan yang bening di buana. Mengadakan /63v/ tempat
pada asal beningnya bayangan yang tetap, langgeng, suci di buana,
demikian. Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena
kesejatiannya dari niskala, demikian. Isinya sepuluh ketentuan yang
sempurna, mulia suci semuanya, demikian. Namanya bening pada
bayangan, inti yang sempurna, bayangan yang bening, inti /64r/ bayangan
yang suci. Semua genap lengkap pengiring bergembira bahagia nyana,
menerima sanghyang ajnyana, demikian. Itulah ketentuannya, pada
ketiadaan yang agung, suci ajnyana, demikian.

Ini yang menentukan dari terus yang suci, bayangan yang bening buana.
Mendirikan ajnyana, demikian. Semua mengeluarkan nyana dari niskala,
demikian. /64v/ Tempat tinggal pada terus buana, asal yang suci, puncak
yang bening, demikian. Mengadakan tempat pada tempat asal di buana,

pada terus yang lenggang yang suci, pada kelanggengan puncak yanag
bening, demikian. Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena
kesejatiannya di niskala. Semua genap lengkap pengiring gembira
bahagia nyana, /65r/ mulia sempurna, menerima sanghyang ajnyana,
demikian. Isinya sepuluh ketentuan mulia sempurna, suci semuanya,
demikian. Namanya inti bayangan tetap, beningnya inti bayangan, inti yang
suci, bayangan yang mulia suci, demikian. Itulah ketentuannya, pada
ketiadaan yang agung, suci ajnyana. Demikian.

Ini yang menentukan /65v/ terus buana, permulaan pada kesucian


puncak yang bening, demikian. Menegakkan ajnyana, demikian. Semua
mengarahkan kepada nyana dari niskala, demikian. Tempat tinggal di buana
suci, bayangan pada puncak yang bening, asal tunggal berakhir
pada ajnyana, di niskala, demikian. Mengadakan tempat pada tempat asal
pada asal /66r/ kesucian, asal bayangan, di tengah langgeng bening,
di niskala, demikian. Bukan memperbanyak pekerjaan, bukan intinya karena
kesejatiannya, demikian. Semua genap lengkap pengiring gembira, mulia,
bahagia, suci, utama, sempurna, nyana, menerima sanghyang ajnyana,
demikian. Isinya sepuluh ketetapan yang utama, sempurna, suci semuanya,
demikian. Namanya /66v/ mutiara cita yang tetap. Mutiara cita yang
bening. Mutiara cita yang suci, demikian. Itulah ketetapan pada ketiadaan
yang agung, suci ajnyana, demikian.
Ini dari buana suci, bayangan pada puncak yang bening,
menetapkan ajnyana, menegakkan sanghyang ajnyana, demikian. Dari
nsikala semua mengosongkan tempat /67r/ pada kekosongan buana,
langgeng pada kekosongan terdalam, kepada yang lebih dari
kesucian ajnyana, demikian. Semua permata, nyana, niskala,
tunggal ajnyana, demikian. Sabda ajaran yang agung, genap
tunggal nyana dari niskala ke dunia, pada ajnyana, demikian.

Ujar yang kuasa, kalau sudah tercapai suara yang sempurna, permata
tunggal pada ajnyana, /67v/ tidak terawasi nyana dari niskala. Semua
mengadakan tempat pada kekosongan di buana, langgeng pada kekosongan
terdalam yang sejati, dari luar ada yang lebih suci, tempat di dunia
ketiadaan, pada akhir yang tak tertunjukkan pada asal mula berakhir
di ajnyana. Pada kekuatan permata berakhir di buana, pada /68r/ awal
kekuatan berakhir dalam ketiadaan, pada kelepasan asal berakhir
pada ajnyana, demikian. Itulah wejangan terakhir yang mulia setia
menegakkan keselamatan, yang berhasil membawa darma, yang setia
pada ajnyana, yang mendapat kekuatan rasa, tidak akan merasa bingung
pada diri, demikian. Tempat tinggal di buana tetap, yang sunyi terpisah dari
manusia.

Setelah /68v/ tercapai kesejatian, sudah sampai kepada asal datang


kepada pangkal, ibu dan ayah sudah satu permata mulia, sempurna
pada ajnyana. Dari ibu dan ayah mendapat kekuasaan di niskala, sudah
diberi jagatpramana, nyana, wenang sejajar, berkuasa, pada ajnyana.
Sudah dibawa ke tempat
yang menyenangkan, bahagia tercapai, /69r/ nyana yang tak terputus,
umur yang tak ada putusnya, ajnyana, wenang berkuasa, semau-maunya
dalam nyana, wenang berkuasa, di buana niskala, demikian. Karena yang
wenang menerima sanghyang ajnyana, yang menopang
menegakkan ajnyana, kepada asal mula ketiadaan, demikian. Setelah
selesai yang bertapa, kuasa dengan ajnyana, asal dari darma, asal niskala,
dasar ketiadaan, /69v/ demikian.

Ini pustaka keluar dari asal mula pada ketiadaan, demikian. Yang tidak
ada lebih pintu ajnyana, demikian. Tempat tinggal di buana tetap, sunyi,
terpisah, pada tempat untuk nyukmana, membuat pustaka, demikian. /70r/

Sumber : Sanghyang Tatwa Ajnyana, Teks dan terjemahan oleh : Tien


Wartini; Ruhaliah; Mamat Ruhimat; Aditia Gunawan. Diterbitkan atas
kerjasama Perpustakaan nasional RI dan Pusat Studi Sunda

Anda mungkin juga menyukai