Anda di halaman 1dari 104

ANTARA RUH JIWA DAN AKAL

ANTARA SUKMA NURANI DAN SUKMA DHULMANI

Menurut para sufi, manusia adalah mahluk Allah yang paling


sempurna di dinia ini. Hal ini, seperti yang dikatakan Ibnu’Arabi
manusia bukan saja karena merupakan khalifah Allah di bumi
yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga karena ia
merupakan mazhaz (penampakan atau tempat kenyataan) asma
dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh.

Allah menjadikan Adam (manusia) sesuai dengan citra-Nya.


Setelah jasad Adam dijadikan dari alam jisim, kemudian Allah
meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Allah berfirman:
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan Aku
tiupkan kepadanya ruh-Ku (QS. 15: 29)

Jadi jasad manusia, menurut para sufi, hanyalah alat, perkakas


atau kendaraan bagi rohani dalam melakukan aktivitasnya.
Manusia pada hakekatnya bukanlah jasad lahir yang diciptakan
dari unsur-unsur materi, akan tetapi rohani yang berada dalam
dirinya yang selalu mempergunakan tugasnya.

Karena itu, pembahasan tentang jasad tidak banyak dilakukan


para sufi dibandingkan pembahasan mereka tentang ruh (al-ruh),
jiwa (al-nafs), akal (al-’aql) dan hati nurani atau jantung (al-
qalb).

RUH DAN JIWA (AL-RUH DAN AL-NAFS)

Banyak ulama yang menyamakan pengertian antara ruh dan


jasad. Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan
menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal
dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para
ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi
dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan
kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci.

Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah


ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Ruh di dalam
diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik dan
mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan terpuji,
maka lain halaya dengan jiwa. Jiwa adalah sumber akhlak
tercela, al-Farabi, Ibn Sina dan al-Ghazali membagi jiwa pada:
jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (binatang) dan jiwa
insani.

Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang


organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa
hewani, disamping memiliki daya makan untuk tumbuh dan
melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang
kecil dan daya merasa, sedangkan jiwa insani mempunyai
kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs-al-nathiqah).

Daya jiwa yang berfikir (al-nafs-al-nathiqah atau al-nafs-al-


insaniyah). Inilah, menurut para filsuf dan sufi, yang merupakan
hakekat atau pribadi manusia. Sehingga dengan hakekat, ia
dapat mengetahui hal-hal yang umum dan yang khusus, Dzatnya
dan Penciptaannya.

Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insani


(berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jiwa (nafs)
manusia mejadi pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat yang
tercela pada manusia. Itulah sebabnya jiwa manusia mempunyai
sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.

Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan


memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu
sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang
menyuruh berbuat jahat. Firman Allah, “Sesungguhnya jiwa yang
demikian itu selalu menyuruh berbuat jahat.” (QS. 12: 53)

Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-sifat


tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela
manusia yang melakukan keburukan dan yang teledor dan lalai
berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh-Nya, “Dan Aku
bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela.” (QS. 75:2).
Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat yang
tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-nafs al-
muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan, “Hai jiwa yang
tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas lagi
diridhoi, dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku, dan masuklah
ke
dalam Surga-Ku.” (QS. 89:27-30)

Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah
menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah
melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa
yangtelah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan
ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah
inilah yang telah dijamin Allah langsung masuk surga.

Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan


ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan
terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci.
Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Allah
sampaikan, “Demi jiwa serta kesempurnaannya, Allah
mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketaqwaan.” (QS.91:7-
8). Artinya, dalam jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena
itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.

AKAL

Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau
intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang
terdapat dalam otak, sedangkan “hati” adalah daya jiwa (nafs
nathiqah). Daya jiwa berpikir yang ada pada otak di kepala
disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati (jantung) di dada
disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber pengetahuan,
yaitu pengetahuan akal (ma’rifat aqliyah) dan pengetahuan hati
(ma’rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan
pengetahuan akal, para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan
hati (rasa).
Menurut para filsuf Islam, akal yang telah mencapai tingkatan
tertinggi –akal perolehan (akal mustafad)– ia dapat mengetahui
kebahagiaan dan berusaha memperolehnya. Akal yang demikian
akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan (sorga).
Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling,
berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian
akan kekal dalam kesengsaraan (neraka).

Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak mengenal


kebahagiaan, maka menurut al-Farabi, jiwa yang demikian akan
hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena
kesempurnaan manusia menurut para filsuf terletak pada
kesempurnaan pengetahuan akal dalam mengetahui dan
memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika akan
sampai ke tingkat akal perolehan.

HATI SUKMA (QALB)

Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab


qalb.Sebenarnya terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung,
bukan hati atau sukma. Tetapi, dalam pembahasan ini kita
memakai kata hati sebagaimana yang sudah biasa. Hati adalah
segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di
dada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek
kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran
yang cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang, bahkan
bangkainya.

Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang
halus, hati-nurani –daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang ada
pada hati, di rongga dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut
dengan rasa (dzauq), yang memperoleh sumber pengetahuan
hati (ma’rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini Allah berfirman,
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan
memahaminya.” (QS. 7:1-79).

Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan sementara,


bahwa menurut para filsuf dan sufi Islam, hakekat manusia itu
jiwa yang berfikir (nafs insaniyah), tetapi mereka berbeda
pendapat pada cara mencapai kesempurnaan manusia. Bagi para
filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan
akal (ma’rifat aqliyah), sedangkan para sufi melalui pengetahuan
hati (ma’rifat qalbiyah). Akal dan hati sama-sama merupakan
daya berpikir.

Menurut sufi, hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah atau
sumber ma’rifat –suatu alat untuk mengetahui hal-hal yang Ilahi.
Hal ini hanya dimungkinkan jika hati telah bersih dari
pencemaran hawa nafsu dengan menempuh fase-fase moral
dengan latihan jiwa, serta menggantikan moral yang tercela
dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh taqwa,
wara’ serta dzikir yang kontinyu, ilmu ladunni (ilmu Allah) yang
memancarkan sinarnya dalam hati, sehingga ia dapat menjadi
Sumber atau wadah ma’rifat, dan akan mencapai pengenalan
Allah Dengan demikian, poros jalan sufi ialah moralitas.

Latihan-latihan ruhaniah yang sesuai dengan tabiat terpuji adalah


sebagai kesehatan hati dan hal ini yang lebih berarti ketimbang
kesehatan jasmani sebab penyakit anggota tubuh luar hanya
akan membuat hilangnya kehidupan di dunia ini saja, sementara
penyakit hati nurani akan membuat hilangnya kehidupan yang
abadi. Hati nurani ini tidak terlepas dari penyakit, yang kalau
dibiarkan justru akan membuatnya berkembang banyak dan akan
berubah menjadi hati dhulmani –hati yang kotor.

Kesempurnaan hakikat manusia (nafs insaniyah) ditentukan oleh


hasil perjuangan antara hati nurani dan hati dhulmani. Inilah
yang dimaksud dengan firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan rugilah
orang yang mengotorinya.” (QS. 91:8-9).

Hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah


pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jika cermin
hati nurani tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh.
Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari
tuntutan hawa nafsu itulah yang justru membuat hati-nurani
bersih dan cemerlang serta mendapatkan limpahan cahaya dari
Allah Swt.

Bagi para sufi, kata al-Ghazali, Allah melimpahkan cahaya pada


dada seseorang, tidaklah karena mempelajarinya, mengkajinya,
ataupun menulis buku, tetapi dengan bersikap asketis terhadap
dunia, menghindarkan diri dari hal-hal yang berkaitan
dengannya, membebaskan hati nurani dari berbagai pesonanya,
dan menerima Allah segenap hati. Dan barangsiapa memiliki
Allah niscaya Allah adalah miliknya. Setiap hikmah muncul dari
hati nurani, dengan keteguhan beribadat, tanpa belajar, tetapi
lewat pancaran cahaya dari ilham Ilahi.

Hati atau sukma dhulmani selalu mempunyai keterkaitan dengan


nafs atau jiwa nabati dan hewani. Itulah sebabnya ia selalu
menggoda manusia untuk mengikuti hawa nafsunya.
Kesempurnaan manusia (nafs nathiqah), tergantung pada
kemampuan hati-nurani dalam pengendalian dan pengontrolan
hati dhulmani.

SIFAT RUH SEBAGAI NUR


Allah Yang Maha Suci dengan sengaja menciptakan ruh yang
menjadi sumber kehidupan seluruh makhluk-Nya dari dunia
hingga akhirat. Dan pada hakikatnya seluruh ciptaan-Nya
tersebut “Hidup” karena tidaklah Ia menciptakan suatu makhluk
melainkan padanya ada ruh yang meliputinya. Termasuk langit
dan bumi beserta isi antara keduanya pun punya ruh. Allah Yang
Hidup adalah Dzat pemberi hidup dan kehidupan pada seluruh
makhluk bangsa ruhaniah yang diwujudkan pada alam semesta.
Tidak ada yang hidup melainkan dengan sumber kehidupan, yaitu
ruh! Adapun ruh sendiri berasal daripada-Nya, dan menjadi nur
(hidup) makhluk.

Tetapi bagaimanakah sesungguhnya sifat ruh itu?

Ruh adalah sesuatu yang lembut dan halus, meliputi seluruh


keadaan makhluk dan tidaklah ia bertempat pada suatu tempat
yang sifatnya lokal dan mikro. Apabila ruh meliputi pada sesuatu
yang mati, maka hiduplah sesuatu itu. Ruh tidak dapat diukur
besar kecilnya dengan suatu wujud jasmaniah. Ruh tidak berjenis
sebagaimana jenis jasmani manusia dan makhluk lainnya. Dan
apabila ruh mensifati serta meliputi hati manusia, maka
memancarlah “himmah” dan kestabilan serta kekuasaan dalam
gerak langkah hidupnya. Dan bilamana menyelusup menyelimuti
nafsu (jiwa) serta mendominasinya, tercerminlah kemauan dan
semangat hidup dalam menata kehidupannya.

Jika ruh menguasai akal pikiran maka akal pikiran akan menjurus
kesempurnaan di dalam pandangan dan dapat menentukan suatu
sikap atas dasar pertimbangan yang matang bagi perjalanan
hidupnya. Begitulah adanya, jika ruh singgah di telinga maka
mendengarlah ia, manakala ruh berkelebat melalui mata maka
memandanglah ia, dan ketika ruh bertamasya pada mulut maka
berhamburanlah kata-kata yang punya mulut, pun bila ruh
menjalar pada tangan maka bergeraklah ia meraba dan
mengusap, juga apabila ruh mengalir pada kaki maka dapatlah
melangkah tegap ataupun gontai. Begitu pula bila ruh meliputi
dan menguasai sel–sel yang bergerak ke seluruh peredaran darah
maka tampaklah gerak hidup jasmani.

Ruh adalah golongan makhluk Allahur Rabbul ‘ alamin yang


dikekalkan kehidupannya. Adapun hidup serta kehidupan
makhluk yang diliputi ruh selalu tumbuh dan berkembang. Allah
Yang Maha Kaya menamai kehidupan langit dan bumi beserta isi
keduanya dengan isyarat “Nur” (cahaya atau kehidupan),
sebagaimana firman-Nya :
Allahu nuurus samaawaati wal ardhi …
“Allah (pemberi) cahaya (hidup) langit dan bumi ….” QS. 24 An
Nuur : Ayat 35.

Innallah khalaqa ruuhan nabiyyi shalallahu ‘alaihi wasalam min


dzaatihi wakhuliqal ‘aalamu biasrihi min nuuri muhammadin
shalallahu ‘ alaihi wasallam. (Al – HADIS )
“Sesungguhnya Allah menciptakan ruh Nabi saw, daripada Dzat-
Nya lalu diciptakan alam sekaliannya dengan rahasia-Nya dari
pada Nur Muhammad saw.”

Ruh, termasuk makhluk ciptaan-Nya yang gaib dan hidup


meliputi dimensi alam jasmaniah. Dan ruh memiliki sifat yang
berlawanan dengan jasmani. Ruh adalah Nurullah! Tapi ruh
sebagai Nurullah bukan berarti sebagaimana cahaya yang
memancar dari matahari atau lampu. Nur dalam pengertian ayat
dan Hadis tersebut di atas bermakna Hidup! Yakni suatu makhluk
yang hidup dihidupkan Allah Yang Maha Hidup dengan ruh
ciptaan-Nya! Allahul Hayyi jualah yang menghidupkannya dengan
memberikan ruh ciptaan-Nya.

Kalimat “Nur” di dalam firman Allahul ‘Azhim sangat banyak,


bahkan lebih dari tiga puluh (30) ayat yang menyebut tentang
“Nur” sekaligus meliputi atau menjadi simbol berbagai hal seperti
Muhammad Rasul Allah saw., Al Qur’aan, Agama Islam, Malaikat,
Ilmu serta Hidayah (petunjuk). Istilah “Hidup” yang meliputi
kehidupan seluruh makhluk juga dirumuskan dalam bahasa
wahyu dengan istilah “Nur”. Apabila ruh diibaratkan nur yang
terang benderang maka jasmani diibaratkan suatu tempat yang
gelap gulita semisal ruangan. Padahal tidaklah akan tampak
terang suatu cahaya bila ia tidak bertempat pada yang gelap
gulita. Begitu pula keadaan gelap pekatnya jasmani dikatakan
gelap gulita bila tidak ada sesuatu yang meneranginya.
Demikianlah pengertian “Ruh” sebagai “Nur” dalam istilah wahyu-
Nya.

RUH SEBAGAI QUDS

Dalam diri manusia yang telah disempurnakan Allah sebagai


manusia sejati (insan kamil) terdapat secuil ‘unsur yang sangat
mulia,’ yaitu yang dibahasakan dalam Al Qur’an sebagai ‘Ruhul
Quds’. Ruhul Quds bukanlah malaikat Jibril a.s., Jibril disebut
sebagai Ruhul Amin, bukan Ruh Al-Quds. Ruh Al-Quds juga
dikenal dengan sebutan Ruh min Amr, atau Ruh dari Amr Allah
(Amr = urusan, tanggung jawab). Dalam agama saudara-saudara
dari nasrani, disebut Roh Kudus.

Ruh-Nya atau Ruhul Quds ini bukan dalam pengertian bahwa


Allah memiliki ruh yang menghidupkan-Nya seperti kita. Ruh ini
merupakan ruh ciptaan-Nya, sebagaimana ruh yang menjadikan
diri kita hidup sekarang, namun dalam martabat tertingginya,
dalam tingkatannya yang paling agung dan paling dekat kepada
Allah.

Setiap ciptaan memiliki ruh. Manusia (ruh insani), tanaman (ruh


nabati), hewan (ruh hewani), bahkan benda mati pun
memilikinya. Atom-atom dalam benda mati sebenarnya ‘hidup’
dan terus berputar, dan ruh bendawi inilah yang menjadikannya
‘hidup’. Karena itu pula, benda, tumbuhan, hewan, bahkan
anggota tubuh kita kelak akan bersaksi mengenai perbuatan kita
di dunia ini. Namun demikian, ruh-ruh ini bukanlah ruh dalam
martabat tertingginya seperti Ruh Al-Quds.

Ketika Allah berkehendak untuk memperlengkapi diri seorang


manusia dengan Ruh Al-Quds, maka inilah yang menyebabkan
manusia dikatakan lebih mulia dari makhluk manapun juga.
Perhatikan juga kata ‘Ruh-Ku’ dalam ayat 38:72, yang ditiupkan
pada diri Adam saat penciptaannya:
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan
kepadanya ruh-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan
sujud kepadanya.”. (Q.S. 38:72)

Secuil ‘ruh’-Nya itu hanya diturunkan Allah pada manusia yang


telah ‘disempurnakan-Nya’, yang diizinkan-Nya untuk mencapai
derajat manusia yang sempurna (insan kamil) saja dan tidak
pada semua manusia.

Pada Adam as dan Isa as, dua manusia yang diciptakan-Nya


langsung dengan ‘tangan-Nya’ tanpa melalui proses pembuahan,
Ruh ilahiyah ‘penyempurna’ ini langsung ‘tertularkan’ ketika
mereka diciptakan. Karena itulah, dalam proses penciptaan Adam
as, setelah ditiupkannya Ruh-Nya, para malaikat pun sujud
kepada Beliau. Sedang pada kita manusia biasa yang tercipta
melalui proses alamiah atas kehendak-Nya, juga diberikan
perangkat untuk memperolehnya (tepatnya perangkat untuk
‘membuat’ Allah berkenan dan ‘percaya’ untuk menurunkannya
pada kita), yaitu qalb, syariat lahir, dan syariat batin.

Dengan demikian, bagi manusia yang belum memiliki ‘unsur’ ini


dalam dirinya, sangat wajar jika malaikat tidak akan tunduk
padanya, dan dia memang belum layak untuk ‘disujudi’. Contoh
saja, jika kita sekarang memerintahkan pada malaikat di samping
kita untuk menampakkan dirinya, apakah mereka akan tunduk
pada perintah kita itu?

Mengapa para malaikat tunduk pada para Nabi dan orang-orang


suci? Karena lewat proses perjuangan penyucian qalb dan diri
mereka masing-masing, Allah berkenan menganugerahkan Ruh-
Nya tadi kepada orang-orang itu. Bedanya dengan Adam a.s dan
Isa a.s, mereka ‘tertular’ Ruh-Nya sejak lahir, karena diciptakan
langsung dengan ‘tangan Allah’ (dalam tanda kutip); sedangkan
manusia selain mereka, untuk dapat dianugerahi Ruh Al-Quds,
harus melewati perjuangan diri. Mereka harus membuktikan pada
Allah bahwa mereka layak untuk dianugerahi ‘unsur’ yang paling
agung yang bisa didapatkan oleh makhluk ke dalam jiwanya.

Di sisi lain, ada beberapa malaikat yang tidak tunduk kepada


mereka yang memiliki Ruh Al-Quds, namun memposisikan dirinya
sejajar dengan para Insan Kamil. Mengapa? Karena beberapa
malaikat ini juga dianugerahi Ruh Al-Quds oleh Allah.
Sebagaimana manusia, tidak semua malaikat memiliki Ruh Al-
Quds. Dari para malaikat yang memilikinya, diantaranya adalah
para malaikat utama (Archangels): Jibril a.s. (Arch. Gabriel),
Mikail a.s. (Arch. Michael), Izrail a.s. (Arch. Uriel), dan Israfil a.s.
(Arch. Raphael). Kedudukan mereka diantara para malaikat
kurang lebih sama seperti kedudukan para Nabi diantara
manusia.

Dalam [2] : 253,


“Rasul-rasul (rasul: pembawa risalah—pen.) itu Kami lebihkan
sebagian mereka di atas sebagian yang lain. Di antara mereka
ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan
sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami
berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mu’jizat serta Kami
perkuat dia dengan Ruhul Quds.” (Q. S. [2] : 253)

Jadi kurang tepat jika kita mengatakan dengan terlalu mudah


bahwa manusia, atau kita, adalah makhluk yang paling mulia di
alam semesta. Manusia baru menjadi makhluk yang paling mulia
jika telah diperangkati Allah dengan ‘unsur’ ini. Jika belum
diperangkati dengan unsur ini, bahkan kedudukan manusia bisa
lebih rendah dari hewan ternak (lihat Q.S. 25:44).

Penganugerahan Ruh-Nya pada seorang manusia inilah yang


secara awam dikatakan sebagai ‘manunggaling kawulo gusti’,
atau ‘penyatuan hamba dan Tuhannya’ yang sering dilabelkan
pada kaum sufi di seluruh dunia. Padahal yang terjadi
sebenarnya, adalah penganugerahan ‘Ruh-Nya’ atau Ruh Al-Quds
kepada diri seseorang. Sebagai zat, Allah dan makhluk mustahil
menyatu.
Ruh Al-Quds inilah yang membawa penjelasan kemisian
seseorang, untuk apa seseorang diciptakan Allah, secara spesifik
orang-per-orang. Dengan kehadiran Ruh Al-Quds, seseorang
menjadi mengerti misi hidupnya sendiri. Mereka-mereka yang
telah dianugerahi Ruh Al-Quds inilah yang disebut sebagai
‘ma’rifat’, dan telah mengenal diri sepenuhnya.

“Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa Rabbahu,” kata Rasulullah.


Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Rabb-
nya. Dengan kehadiran Ruh Al-Quds ke dalam jiwanya, seseorang
menjadi mengenal dirinya, mengerti kemisian dirinya, dan
mengenal Rabb-nya melalui kehadiran Ruh-Nya itu.

Dengan mengenal dirinya secara sejati, maka mulailah seseorang


ber-agama secara sejati pula. “Awaluddiina ma’rifatullah,” kata
Ali bin Abi Thalib kwh. Awalnya ad-diin (agama) adalah
ma’rifatullah (mengenal Alah). Jadi berbeda dengan pengertian
awam bahwa mencapai makrifat adalah tujuan beragama, justru
sebaliknya: ma’rifat adalah awalnya beragama, ber-diin dengan
sejati.

Saya pribadi percaya bahwa inilah ‘trinitas’ yang dikembalikan


oleh Qur’an kepada hakikatnya semula: Allah, Ruh Al-Quds, dan
jasad sang Insan Kamil. Pengertian trinitas ini, seiring dengan
berjalannya waktu dan jauhnya aliran doktrin dari mata-airnya,
perlahan berubah menjadi sesuatu yang abstrak: tiga tetapi satu
dan satu tetapi tiga. Namun Rasulullah melaui Qur’an, secara
halus mengembalikan khazanah tritunggal ini kepada esensinya:
bukan zatnya yang satu sekaligus tiga, tetapi sebenarnya yang
terjadi adalah Allah dan Insan Kamil, melalui kehadiran Ruh Al-
Quds, telah sepenuhnya selaras dan menjadi satu kehendak.
Apapun perbuatan, perilaku dan kehendak seorang Insan Kamil
akan sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah. Sedangkan
Allah-nya sendiri, sebagai zat, tetap hanya satu. Inilah yang
dikembalikan: Allah itu satu, tidak memiliki anak, dan anggota
sistem ke-tiga-an itu terpisah, baik secara hakikat maupun zat.
Wujudnya satu, bukan tiga.
Siapa saja Insan Kamil itu? Mereka adalah semua orang yang
telah dianugerahi Allah Ruh Al-Quds ke dalam jiwanya. Semua
Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Isa as, dan para orang suci yang
ber-maqam rahmaniyah dan rabbaniyah, adalah Insan Kamil.

Ada sebuah hadits dari Rasulullah, ketika Umar melihat dajjal dan
bermaksud membunuhnya, Rasulullah mencegah beliau.
Rasulullah mengatakan, Umar tidak akan mampu membunuhnya.
Yang akan menghadapi dajjal kelak adalah Nabi Isa as di akhir
zaman. Kenapa Nabi Isa as, bukan Umar atau bahkan bukan
Rasulullah? Karena, walaupun semua orang yang telah
dianugerahi Ruh Al-Quds tidak bisa lagi disentuh iblis, hanya Nabi
Isa-lah satu-satunya orang yang oleh Allah diberi kehormatan
sebagai manusia yang memiliki Ruh Al-Quds sejak hari
kelahirannya, bahkan sejak dalam kandungan. Kenapa bukan
Adam a.s.? Karena Adam as tidak pernah dilahirkan. Beliau
‘diciptakan’, dijadikan. Menghadapi dajjal adalah hak Nabi Isa a.s.

“Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan


kepada ibumu ketika Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Quds,
kamu dapat berbicara dengan manusia ketika masih dalam
buaian dan ketika dewasa…”(Q. S. [5] : 110)

Kembali ke persoalan sebelumnya,


“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat:
“Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali
iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
mereka yang kafir”. (QS. 2:34)

Sujudnya Malaikat kepada Adam, karena dalam diri manusia yang


telah disempurnakan-Nya (Insan Kamil) ada yang disebut ‘Ruh-
Ku’ dalam ayat 38:72 tadi. Malaikat —bukan— sujud kepada sifat
jasadiyahnya Adam. Malaikat akan sujud kepada siapapun yang
dalam dirinya ada pantulan ‘citra’ Allah (yang jelas, fokus, dan
tidak blur), yaitu dengan kehadiran Ruh-Nya (Ruh Al-Quds)
dalam jiwa seseorang. Iblis tidak mampu melihat ke dalam inti
jiwa manusia tempat Ruh Al-Quds disematkan Allah, maka ia
melihat Adam tidak lebih dalam dari sekedar tanah yang
digunakan sebagai bahan jasadnya, sehingga ia enggan bersujud
(perhatikan kata yang dipakai dalam ayat tersebut: ‘kafir’:
tertutup, tidak mampu melihat kebenaran).

Kembali pada ayat: “Maka apabila telah Kusempurnakan


kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku; maka hendaklah
kamu tersungkur dengan sujud kepadanya.”. (Q.S. 38:72)

Jangan ’sujud’ kepada siapapun yang belum dianugerahi Allah


‘Ruh-Nya’ ke dalam dirinya. Allah hanya memerintahkan ’sujud’
kepada mereka yang telah disempurnakan-Nya, dan telah
dianugerahi Ruh Al-Quds kepada dirinya.

P.S. :

(1) Mereka-mereka yang telah dianugerahi Ruh Al-Quds


mempunyai kemewahan yang tiada tara: bisa berdialog (bukan
monolog maupun meminta secara sepihak saja) dengan Allah
langsung tanpa melalui ‘birokrasi’ malaikati apapun (jelas, karena
kedudukannya jadi lebih tinggi dari malaikat). Allah akan
berkenan menjawabnya langsung (lihat [2] : 253 di atas). Ia
menjadi sahabat-Nya, Kalimullah (orang yang diajak berbicara
dengan Allah). Ia menjadi keluarga-Nya (Ahlullah). Demikian
pula, karena mustahil ketika seseorang mengenal Allah tidak
takjub kepada-Nya, maka Allah-pun akan menjadi sosok yang
paling dicintai orang tersebut.

(2) Tahu asal kata ‘Hadits Qudsi’? Kenapa ada perkataan Allah
yang bisa disampaikan Nabi, tapi tidak ada dalam Qur’an?
Disebut ‘Hadits Qudsi’ karena ucapan-ucapan-Nya itu
disampaikan Allah lewat Ruh Al-Quds yang telah dianugerahkan
Allah ta’ala kepada orang tersebut.

(3) Plural dari ‘Ruh’ adalah ‘Arwah’. Karena semua Ruh langsung
berasal dari Allah dan langsung pula kembali kepada-Nya, maka
—TIDAK ADA— yang namanya ‘arwah gentayangan’. Tidak ada
roh yang gentayangan, apalagi penasaran. Yang ‘gentayangan’
itu jin, atau bisa juga iblis, mungkin.
QOLBU = INTI RUHANI

>Banyak orang bingung dengan pengertian qalbu. Qalbu harus


ditulis dengan huruf ‘q’ karena teks Arabnya menggunakan huruf
(qaf). Di Indonesia banyak orang menuliskannya dengan huruf ‘k’
sehingga menjadi kalbu. Padahal ‘k’ adalah transliterasi dari (kaf)
dan kalau ditulis (kalbu) maknanya adalah anjing. Jadi jauh benar
bedanya antara qalbu (hatinurani) dengan kalbu (anjing).

Sebagian orang menerjemahkan qalbu dengan “hati”. Padahal


hati (Inggris: liver) adalah organ tubuh yang ada di kanan dada
dan fungsinya menyaring racun atau penyakit dari darah. Dalam
Bahasa Arab hati disebut dengan ‘kibdun’ atau ‘kibdatun’. Bahasa
Arab `Amiyah menyebutnya ‘kabid’. Jadi orang Arab tidak pernah
memahami qalbu sebagai hati atau liver.

Hati juga sering dijadikan sebagai terjemahan dari ‘heart’


(Inggris) yang bermakna jantung, karena itu bentuknya sering
digambarkan seperti jantung (♥).

Hati digunakan sebagai terjemahan ‘qalb’ (Arab) meskipun


bahasa Arab menyebut hati ‘kibd’. Hati digunakan sebagai
terjemahan ‘heart’ (Inggris) yang sebenarnya adalah jantung.
Lalu hati juga digunakan sebagai terjemahan dari ‘liver’ (Inggris)
atau ‘hephar’ (Latin). Jadi sebenarnya apa itu hati, apa itu qalbu?

Dua Macam Qalbu :

1. Qalbu jismani, yaitu jantung Ada hadits tentang qalbu yang


sangat populer di masyarakat, sering diucapkan oleh para ustadz
dan muballigh dalam ceramah-ceramah mereka. Tapi sayangnya
orang kurang cermat memahami makna qalbu pada hadits ini.

Abu Nu`aym menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. berkata:


“Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging; jika ia
baik maka baiklah jasad seluruhnya, jika ia rusak maka rusaklah
jasad seluruhnya; bongkahan daging itu adalah QALBU”.

Hadits di atas jelas menyebut qalbu sebagai bongkahan daging


(benda fisik) yang terkait langsung dengan keadaan jasad atau
tubuh manusia. Bongkahan daging mana yang kalau ia sakit atau
rusak maka seluruh jasad akan rusak?

Bahasa Arab mengenal qalbu dalam bentuk fisik yang di dalam


kamus didefinisikan sebagai ‘organ yang sarat dengan otot yang
fungsinya menghisap dan memompa darah, terletak di tengah
dada agak miring ke kiri’. Jadi, qalbu adalah jantung. Dokter
qalbu adalah dokter jantung. Jantung adalah bongkahan daging
yang kalau ia baik maka seluruh jasad akan baik atau sebaliknya
kalau ia rusak maka seluruh jasad akan rusak.

2. Qalbu ruhani, yaitu hatinurani. Ada juga jenis qalbu yang


kedua, sebagaimana digambarkan dalam hadits berikut:

“Sesungguhnya orang beriman itu, kalau berdosa, akan akan


terbentuk bercak hitam di qalbunya”. (HR Ibnu Majah)

Jadi kalau banyak dosa qalbu akan dipenuhi oleh bercak-bercak


hitam, bahkan keseluruhan qalbu bisa jadi menghitam. Apakah
para penjahat jantungnya hitam? Apakah para koruptor
jantungnya hitam? Tanyakanlah kepada para dokter bedah
jantung, apakah jantung orang-orang jahat berwarna hitam?
Mereka akan katakan tak ada jantung yang menghitam karena
kejahatan dan kemaksiatan yang dibuat. Lalu apa maksud hadits
Nabi di atas? Qalbu yang dimaksud dalam hadits itu adalah qalbu
ruhani. Ruh (jiwa) memiliki inti, itulah qalbu. Karena ruh (jiwa)
adalah wujud yang tidak dapat dilihat secara visual (intangible)
maka qalbu yang menjadi inti (sentral) ruh ini pun qalbu yang
tidak kasat mata. Dalam bahasa Indonesia ‘qalbu ruhani’ disebut
dengan ‘hatinurani’. Mungkin karena dianggap terlalu panjang
dan menyulitkan dalam pembicaraan, maka orang sering
menyingkatnya menjadi ‘hati’ saja. Padahal ada perbedaan besar
antara ‘hati’ dengan ‘hatinurani’ sebagaimana berbedanya ‘mata’
dengan ‘mata kaki’.

Rupanya, istilah qalbu mirip dengan heart dalam bahasa Inggris,


sama-sama memilki makna ganda. Heart dapat bermakna
jantung (heart attack, serangan jantung) dapat juga bermakna
hatinurani (you’re always in my heart, kamu selalu hadir di
hatinuraniku). Maka apabila mendengar perbincangan tentang
qalbu perhatikanlah konteksnya. Kalau yang berbicara adalah
dokter medis, tentu qalbu yang diucapkannya lebih bermakna
jantung. Tapi bila dikaitkan dengan perbincangan tentang moral,
iman atau spiritualitas, maka maknanya lebih mengarah pada
hatinurani yang wujudnya ruhaniah.

Qalbu orang yang berdosa akan menghitam. Ungkapan


‘menghitam’ di sini adalah ungkapan perumpamaan (majâzi,
metaphoric) bukan ungkapan sesungguhnya (haqîqi). Namun
bukan berarti karena dosa tak kan nampak bekas-bekas fisiknya
lalu kita akan seenaknya saja berbuat dosa. Na`ûdzubillâh min
dzâlik…

KAJIAN TENTANG HATI

Banyak ahli muslim terutama yang memperhatikan masalah


akhlak kepada Allah, mengemukakan bahwa hati manusia
merupakan kunci pokok pembahasan menuju pengetahuan
tentang Tuhan. Hati, sebagai pintu dan sarana Tuhan
memperkenalkan kesempurnaan diri-Nya. “Tidak dapat memuat
dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “Hati” hamba-Ku yang
mukmin lunak dan tenang ( HR Abu Dawud). Hanya melalui “hati
manusialah” keseimbangan sejati antara Tuhan dan kosmos bisa
dicapai.

Al Qur’an menggunakan istilah qalb (hati) 132 kali, makna dasar


kata itu ialah membalik, kembali, pergi maju mundur, berubah,
naik turun. Diambil dari latar belakangnya hati mempunyai sifat
yang selalu berubah, sebab hati adalah lokus dari kebaikan dan
kejahatan, kebenaran dan kesalahan.

Hati adalah tempat dimana Tuhan mengungkapkan diri-Nya


sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa didalam hati, dan
wahyu maupun ilham diturun-kan kedalam hati para Nabi
maupun wali-Nya.

“Ketahuilah bahwa Tuhan membuat batasan antara manusia dan


hatinya, dan bahwa kepada-Nya lah kamu sekalian akan
dikumpulkan” (QS 8: 24)

“(Jibril) menurunkan wahyu kedalam hati nuranimu dengan izin


Tuhan, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi petunjuk dan
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS 2:97)

Hati adalah pusat pandangan, pemahaman, dan ingatan (dzikir)

“Apakah mereka tidak pernah bepergian dimuka bumi ini supaya


hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang
ditelinganya untuk didengarkan, sebenarnya yang buta bukan
mata, melainkan ” hati” yang ada didalam dada.” (QS 22:46)

“memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak


dapat memahaminya, begitu pula liang telinganya telah
tersumbat” (QS 18:57)
       
        
        
      

“Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Qur’an? atau adakah


hati mereka yang terkunci?” (QS 47:24)
     
 
“Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah Kami
alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya
mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah
keterlaluan” (QS 18:28)
     
      
       
       
   

“Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari


golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak
menggunakannya untuk memaha-mi ayat-ayat Allah, mereka
mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat,
mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk
mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih
sesat lagi. Mereka adalah orang -orang yang alpa (tidak
berdzikir) ” (Qs 7:179)
       
       
       
       
 

Iman tumbuh dan bersemayam didalam hati,begitu juga


kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang
lurus. Oleh sebab itu, Allah tetap menegaskan bahwa perilaku
seseorang tidak bisa hanya sekedar syarat sah rukun syariat
saja, akan tetapi harus sampai kepada pusat iman yaitu ” hati “.

Mungkin kita hampir lupa bahwa peribadatan selalu menuntut


pemurnian hati (keikhlasan), sehingga akan menghasilkan
sesuatu yang haq serta dampak iman secara langsung.
Iman yang pernah diikrarkan oleh kaum Arab badwi dihadapan
Rasulullah bukan kategori iman yang sebenarnya, sehingga
seketika itu Allah menurunkan wahyu untuk memperingatkan
kepada mereka (Arab badwi)

“Orang-orang Badwi itu berkata: “kami telah beriman “.


Katakanlah (kepada mereka) ” Kamu belum beriman “,tetapi
katakanlah ” kami telah tunduk “, karena iman itu belum masuk
kedalam hatimu (Qs 49:14) .
        
      
       
       
Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri dan diakui oleh al
Qur’an. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut … dan
bahkan ia terdorong ingin meluap-kan kegembiraan dan
kerinduannya dengan menjerit seraya bersujud dan menangis.
Bergetar hatinya dan bertambahlah imannya. Ia begitu kokoh
dan mantap dalam setiap langkahnya karena keihsanan bersama
dengan Allah yang selalu menjaga. Ia akan selalu berbisik
kedalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan
kesulitan didunia, karena disitulah Allah meletakkan ilham
sebagai pegangan untuk menentukan sikap. Sehingga kaum
beriman akan selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan Allah
Swt.

Firman Allah Swt:

“Suatu musibah tidak akan menimpa seseorang kecuali atas izin


Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, tentu Dia
akan menunjuki “hatinya”. Dan Tuhan Maha Mengetahui segala-
galanya” (Qs 64:11)
       
      
   
“Keimanan telah ditetapkan Allah ke dalam ” hatinya ” serta
dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya” (Qs 58:22)
          
        
          
          
            
 

“Dan kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan kami


teguhkan hati mereka” (QS 18: 13-14)
         
          
           


“Dialah yang telah menurunkan ketentraman didalam hati orang-


orang yang beriman supaya bertambah keimanannya di samping
keimanan yang telah ada” (QS 48:4)
         
           

Syetan menggantikan kedudukan Allah bersemayam di istana


hati manusia yang lalai. Allah akan memalingkan dan
menghinakan orang yang lalai akan Allah, Allah akan mengunci
dan mematikan hati sehingga ia diberi gelar ” binatang ternak!
Bahkan lebih sesat dari itu. Kalau sampai terjadi seperti ini maka
tertutuplah hati untuk menerima cahaya dari Allah Swt. Maka
tidak heran jika perbuatan nya akan cenderung mengikuti
langkah-langkah syetan yang dilarang oleh Allah, syetan
menggantikan posisi Allah menduduki hati yang tertutup dan
dialah yang akan menasehati dan membimbing kejalan yang
sesat. Kekejian itu akan menyeruak kedalam kalbu melalui
hembusan ilham sehingga akal fikiran tidak mampu menghalau
datangnya petunjuk tersebut. Marah dan benci tidak pernah
direncanakan, akan tetapi ia datang langsung kepusat hati, dan
tubuh tanpa daya mengikuti kemauan sihir sang iblis . Hati
menjadi buta …!!!

Allah berfirman:

“Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha


Pemurah, Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan)
maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertai”
(Qs 43: 36)
       
   
“Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.
Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya niscaya
tidak seorangpun dari kamu sekalian bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (QS 24: 21)

Iman dan kafir terletak didalam hati, Allah telah membeberkan


berikut contoh-contohnya antara orang yang dibukakan hatinya
dan yang ditutup hatinya, serta perilaku keduanya. Maka
keputusannya terletak kepada kebebasan manusia itu sendiri
untuk memilih jalan yang sesat ataupun yang lurus. Karena disitu
akan mendapatkan bimbingan langsung baik jalan kesesatan
maupun jalan ketaqwaan.

Firman Allah:

“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), Maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaanya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy Syams 7-
10)

Ayat diatas memberikan pengertian atas pentingnya


membersihkan jiwa, sehingga apabila hal ini terjadi, maka Allah-
lah yang akan membimbing ketaqwaan, keimanan, serta
ketulusan. Namun sebaliknya Allah akan menistakan manusia
yang melalaikan akan Allah serta mengotori hatinya dengan
mengirim musuh Allah sebagai penasehat dan menuntunnya
kejalan kesesatan.

Kemudian apa langkah selanjutnya, serta bagaimana terapi untuk


mengembalikan hati yang sudah terlanjur karam dilumpur nista?

Pertama kita sudah memahami bahwa, penyebab utama dari


ketidak mampuan berbuat baik dan kesulitan menjaga dari
perbuatan keji dan mungkar serta tidak didengarnya setiap doa,
adalah “tertutupnya mata hati oleh NUR ILAHY”.

Kedua, konsentrasikan masalah mengurus hati dulu, jangan


mempersoalkan hal yang lain, karena “hati sedang menderita
sakit kronis. Kita harus perhatikan dengan sungguh-sungguh, dan
memasrahkan diri kepada Sang Pembuka Hati … Dialah yang
menutup hati kita, membutakan, mentulikan, dan mengunci mati
dan tidak memberikan kefahaman atas ayat-ayat Allah yang
turun kedalam hati.

Mari kita perhatikan kedalam, kita jenguk hati kita yang sedang
berbaring tak berdaya, disitu terlihat syetan dengan leluasa
memberikan wejangan dan petunjuk bagaimana berbuat keji dan
mungkar. Ia menuntun pikiran untuk menerawang keangkasa,
mengajaknya mi’raj keangan-angan panjang dan melupakannya
ketika badan sedang Shalat, sedang berwudhu’ dan membaca
AlQur’an dan ibadah yang lain. Kita sudah beberapaka kali
mencoba menepis ajakan itu namun apa daya kekuatan iblis
memang luar biasa, kita bukan tandingannya untuk melawan dan
mengusir nya. Ia ghaib dan licik … ia berjalan melalui aliran darah
manusia, ia bisa menembus tembok ruang dan waktu, ia ada
dalam fikiran, dan bahkan bersemayam didalam hati manusia.
Cukup sudah usaha kita untuk melawannya, namun gagal dan
gagal lagi …

Namun ada yang yang tidak “MATI”, yaitu diri sejati yang selalu
melihat keadaan hati kita yang sakit. Ialah “Bashirah” (Al
Qiyamah: 14),
     

ia tidak pernah bersekongkol dengan syetan, Ia yang mengetahui


kebohongan hati, kejahatan, dan ia selalu mengikuti fitrah Allah,
ia jujur, tawadhu’, khusyu’, kasih sayang dan adil (lihat tafsir
Sofwatut Tafasir, oleh Prof Ali As Shobuni).

Kita harus cepat mendengarkan suara dia yang selalu


mengajaknya ke arah kebajikan, Ia sangat dekat dengan Allah, Ia
sangat patuh, Ia penuh iman, Ia berbicara menurut kata Allah
(ilham), dan kedudukannya sangat tinggi diatas Syetan dan jin
sehingga mereka tidak bisa menembus untuk menggodanya (As
Shafat:8)
         
 
         

Anda bisa merasakannya sekarang … tatkala anda berbohong, ia


berkata lirih … kenapa kamu berbohong … ia tidak tidur tatkala
kita tidur … ia melihat tatkala kita bermimpi dikejar anjing … ia
melihat ketika jin menggoda dan syetan menyesatkan, namun
hati tidak kuasa mengikuti kata bashirah yang oleh Allah digelari
“RUH-KU”. Maka beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya
dan celakalah orang yang mengotorinya (As Syam:9-10)

Kita kembali kepada persoalan hati,

Mari kita perbaiki hati kita dengan cara mendatangi Allah, kita
serahkan persoalan ini … kerumitan hati yang selalu ragu-ragu …
ketidak mampuan menahan syahwat yang bergolak keras …
Mari kita contoh Nabi Yusuf ketika gejolak nafsu sudah
menguasai hatinya, Ia tidak kuasa lagi menahan syahwatnya
tatkala Julaiha datang menghampiri untuk mengajaknya berbuat
mesum … Ia cepat berpaling dan menghampiri Allah dan
mengadukannya keadaan syahwatnya yang terus menerus
mengajak kepada keburukan. Kemudian Allah mendatangkan
rahmat-Nya dan memalingkan hatinya, mengangkat kekejian
didalam hatinya, dan akhirnya Nabi Yusuf terbebas dari
perbuatan yang dilaknat Allah Swt.

Allah sendiri yang akan memalingkan hati dari perbuatan keji dan
mungkar sehingga terasa sekali sentuhan Ilahy tatkala
mengangkat kotoran hati dengan cara menggantikannya dengan
perbuatan baik dan ikhlas .

Allah berfirman:

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan


perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud
(melakukan pula) dengan wanita itu, andaikata dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan
daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih ( ikhlash)” (Yusuf:24)

Mungkin kita masih ragu-ragu … apa mungkin kita bisa


mendapatkan burhan dan bimbingan Allah dalam menghindari
perbuatan keji dan mungkar? Mari kita hindari prasangka yang
buruk terhadap Allah, kita timbulkan rasa percaya bahwa hanya
Allah lah yang mampu memberikan hidayah dan bimbingan serta
mencabut persoalan yang kita hadapi.

Pada bab penyucian jiwa, telah saya sampaikan praktek


berkomunikasi kepada Allah. saya mengharap anda telah
melakukannya dengan penuh hudhu’ dan ikhlas, sehingga anda
juga akan dibukakan rahmat dan hidayah-Nya. Amin…
Mari kita kembali mecoba berkomunikasi kepada Allah seperti
tercantum dalam bab sebelumnya.

Ketika Allah membuka Hidayah kedalam ” Hati ”

Hilangkan rasa takut tersesat didalam menempuh jalan ruhani …


bekal kita adalah tauhid, lambungkan jiwa melayang menuju
Allah … dekatkan dan berbisiklah dengan kemurnian hati …
jangan menghadap dengan konsentrasi pikiran, sebab anda akan
mengalami pusing dan tegang. Usahakanlah tubuh anda rileks
dan pasrah … biarkan hati bergerak menyebut Asma-Nya yang
Maha Agung … Ajaklah perasaan dan fikiran untuk hadir bersujud
dihadapan-Nya.

Jangan hiraukan kebisingan diluar … usahakan hati tetap teguh


menyebut nama Allah berulang-ulang … sampai datang
ketenangan dan hening serta rasa dingin didalam kalbu … kalau
anda mengalami pusing dan penat … berarti cara berdzikirnya
menggunakan kosentrasi didalam fikiran, maka ulangi dengan
cara berkomunikasi didalam jiwa/hati …

Mohonlah kepada Allah agar dibukakan hati dan dimudahkan


menempuh jalan menuju makrifat …

Biasanya … kalau kita mendapatkan ketenangan dan kekhusyu’an


didalam berkomunikasi dengan Allah … mula-mula hati menjadi
sangat terang … mudah sekali menangis terharu tatkala kita
menyebut Asma-Nya … kita tidak kuasa membendung air mata
ketika shalat … membaca AlQur’an dan melihat keagungan Allah
yang lain … hati sering bergetar manakala kita berhadapan
dengan-Nya … badan turut berguncang dan berat dirasa seakan
ada yang mendorong untuk bersujud dan menangis … keihsanan
dan tauhid kepada Allah bertambah kuat. Keyakinan bertambah
lekat, serta perubahan demi perubahan didalam kalbu semakin
terlihat. Perilaku kita akan dibimbing … perilaku hati yang semula
kaku dan cenderung kasar berubah dengan sendirinya ..menjadi
lembut … Yang semula shalat fikiran turut melayang-layang
berubah dengan kekhusyu’an dan terasa nikmatnya … dan
seterusnya …

HAL INI TIDAK AKAN PERNAH TERJADI, APABILA KITA HANYA


MENJADIKAN ARTIKEL INI SEBAGAI REFERENSI ILMU YANG
HANYA UNTUK DIPERDEBATKAN, LALU DISIMPAN DALAM ALMARI

HAKEKAT DIRI

Dalam kitab ‘Sirr al-Asrar’ yang berisi kumpulan ajaran Syaikh


Abdul Qadir al-Jilani didapati keterangan bahwa pada awalnya
manusia dicipta oleh Allah SWT di alam lâhût (alam dimensi
ketuhanan). Manusia awal itu adalah manusia yang masih
berwujud ruh (jiwa) yang sangat murni, yang disebut rûh al-
quds.

Ruh al-Quds dicipta langsung oleh Allah SWT dan didalamnya


terkandung disain serta program-program (rencana-rencana)
Allah, juga sifat-sifat Allah, yang sifatnya sangat misterius (sirri).
Maka Ruh al-Quds disebut juga Sirr (rahasia).

Allah SWT adalah cahaya (QS an-Nûr 24). Ruh al-Quds yang
dicipta langsung oleh Sang Cahaya pun mengandung cahaya
yang sangat murni, yang memiliki tingkat radiasi sangat tinggi.

Dalam kitab itu juga dikatakan bahwa alam memiliki lapis-lapis


dimensional yang berbeda:
Alam Lâhût, alam dimensi ketuhanan.
Alam Jabarût, alam ilmu, ketentuan, rencana dan takdir.
Alam Malakût, alam para malaikat, alam ruh, alam enerji.
Alam Mulki, alam fisik, alam nyata.

Ketika Rûh al-Quds akan diturunkan dari alam lâhût ke alam


jabarût ia dibalut lebih dulu dengan lapisan Ruh as-Shulthâny.
Sebab kalau tidak, radiasi cahaya Ruh al-Quds yang sangat murni
dan teramat kuat itu akan membakar semua yang ada di alam
jabarut. Ruh as-Sulthany adalah mantel (hijâb) bagi Ruh al-Quds.
Ruh as-Shulthany disebut juga dengan Fuâd.

Lalu Ruh al-Quds (Sirr) yang sudah dibalut dengan Ruh as-
Sulthany (Fu’ad) diturunkan ke alam level-3, yaitu alam malakût.
Namun alam malakut lebih materialized daripada alam-alam
sebelumnya, dan apa yang ada di dalamnya akan mudah
terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds meskipun sudah dibalut
dengan Ruh as-Sulthany. Oleh sebab itu sebelum diturunkan ke
alam malakut, Ruh al-Quds yang sudah dengan Ruh as-Sulthany,
dibalut lagi dengan Rûh ar-Rûhâny. Ruh lapis ketiga ini disebut
juga Qalbu.

Selanjutnya Ruh al-Quds (Sirr), yang sudah dibalut dengan Ruh


as-Sulthany (Fuad) dan Ruh ar-Ruhaniyah (Qalbu), diturunkan
lagi ke alam level-4 yaitu alam mulki. Inilah alam kosmik yang
sekarang dapat kita lihat secara visual dengan mata kepala kita.
Alam kosmik wujudnya sangat lahiriah dan dapat dikenali secara
empirik (terukur). Namun radiasi cahaya Ruh al-Quds, meski
sudah dibalut dengan dua lapis ruh lainnya, masih terlalu tinggi
bagi alam ini. Apa yang ada di alam mulki dapat terbakar oleh
radiasi cahaya Ruh al-Quds. Untuk itu, sebelum diturunkan ke
alam mulki, Ruh al-Quds dibalut lagi dengan lapis ke-3 yaitu Rûh
al-Jismâny yang untuk mudahnya sering disebut dengan Rûh
saja. Untuk lebih jelasnya lihatlah tabel berikut ini.

1. AlamRûh(Nafs)
2. Lâhût Rûh al-Quds Sirr
3. Jabarût Rûh as-Sulthany Fu’ad
4. Malakût Rûh ar-Rûhâny Qalbu
5. Mulki Rûh al-Jismâny Rûh

Diri (nafs) kita yang hakiki dalah diri yang berwujud ruh (jiwa).
Tubuh biologis kita hanyalah cangkang atau wadah bagi diri kita
yang sesungghnya, yaitu ruh. Di dalam rûh ada qalbu, di dalam
qalbu ada fuâd dan di dalam fuad ada sirr. Sirr adalah rahasia.
Sirr berisi rahasia-rahasia Allah untuk orang itu berupa sifat-sifat
Allah, rencana dan takdir Allah. Sirr terhubung langsung dengan
Allah SWT.

Dikenal pula istilah lubb yang jamaknya albâb. Surat Ali Imran
ayat 130* menyebut Uli al-Albâb sebagai individu yang selalu
berdzikir, berfikir, dan beribadah. Apa arti lubb? Kalau kita
menebang sebatang pohon, lalu kita perhatikan penampang
potongannya, akan terlihat di bagian tengah dari batang pohon
itu ada bagian yang berwarna kecoklatan. Itulah inti dari batang
pohon tersebut. Arab menyebutnya lubb.

Qalbu adalah lubb bagi ruh. Intinya ruh adalah qalbu, intinya
qalbu adalah fu’ad, dan intinya fuad adalah sirr. Sirr adalah inti
dari segala inti, yang mengandung rahasia dari segala rahasia,
sehingga disebut Sirr al-Asrar (secret of the secrets). Namun
untuk tahap permulaan mempelajari tashawuf cukuplah orang
memahami ruh dan intinya saja, yaitu qalbu.

Mudah-mudahan Allah Subhaanahu Wata’aala memberikan taufiq


pada kita semua untuk istiqamah dalam agama yang telah
dibawa Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam

FITHRAH: Potensi Dasar Spiritualitas Manusia

Spiritualitas manusia berpusat pada qalbu, dan di dalam qalbu


manusia sudah ada potensi-potensi spiritual yang merupakan
format dasar kemanusiaan. Maka kalau saja manusia selalu
mengikuti suara qalbunya, itu pun sudah cukup menyelamatkan
diri dan kehidupannya.

Bukankah Rasulullah SAW berpesan kepada Wabishah: ‘istafti


nafsaka (qalbak)!’ -

“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada dirimu (qalbumu) sendiri;


suatu kebajikan adalah apa yang menenteramkan qalbumu, dan
engkaupun tenteram dengannya. Suatu kejahatan adalah apa
yang menggelisahkan qalbumu, dan mengguncang dirimu,
meskipun orang lain sudah membenarkanmu”.

Masalahnya sekarang adalah qalbu manusia sering lengah dan


lalai sehingga mudah terdorong sesat ketika dipengaruhi oleh
gejolak hawa nafsu dan terseret oleh godaan iblis/setan. Untuk
itulah Allah SWT menurunkan para rasul dengan membawa
ajaran agama sebagai pengingat bagi yang lengah, petunjuk bagi
yang bingung, penegas bagi yang ragu. Sumber ilmu (informasi)
keagamaan adalah kitab suci, tapi faktor utama dalam proses
keberagamaan adalah qalbu. Dalam proses hidup beragama kitab
suci adalah faktor sekunder. Al-Qur’an pun banyak mengarahkan
manusia untuk selalu mendengarkan suara qalbunya.

Hakikat Diri dan Inti Kemanusiaan

Hakekat diri manusia adalah diri yang ruhaniah/spiritual yang


sudah tercipta sebelum adanya tubuh biologis (basyar). Ketika
manusia masih dalam wujud ruh di alam lahut, ruh merupakan
wujud pertama manusia dalam proses penciptaannya sebelum
diturunkan ke bumi dan dimasukkan ke dalam tubuh jismaniah
(basyar). Allah mempersiapkan basyar (tubuh biologis
kebinatangan) hanya sebagai cangkang/wadah bagi si manusia
ruhaniah itu.

Inti ruh yang menjadi pusat diri manusia adalah qalbu. Di dalam
Bahasa Arab dikenal ada 2 macam qalbu; qalbu jismaniah berupa
gumpalan daging yaitu jantung, dan qalbu ruhaniah yang dalam
Bahasa Indonesia disebut hati nurani. Di dalam qalbu ruhaniah
inilah terletak fithrah (sifat-sifat asli dari Tuhan) berupa
kesadaran, perasaan, kecerdasan, iman dan iradah. Jadi, sejak
diturunkan dari sisi Allah, si manusia ruhaniah itu qalbunya tidak
kosong. Karena di dalam qalbu itu Allah SWT sudah
menempatkan potensi-potensi dasar spiritual (fithrah), bibit
iman, moralitas, ilmu dan kemerdekaan.

Asal kata Fithrah dan artinya


Apa arti kata fithrah? Sudah menjadi tradisi bahwa setiap tahun,
menjelang Hari Raya Idul Fithri kita membayar Zakat Fithrah. Di
sini jelas ada 2 kata yang populer yaitu fithri dan fithrah. Kedua
kata itu bersumber dari dari satu akar kata yang sama yakni
fathara yang mempunyai 2 makna:

* to break out = memecah, membelah; seperti kuncup bunga


yang memecah/mekar.
* to originate = muncul, memunculkan.

1. Fathara dalam arti memecah –> fithrun.Fithrun sebagai


mudhof ilayh dibaca fithri (lihat idul fithri). Dalam bahasa sehari-
hari disebut juga futhur/ifthor, artinya memecah kepuasaan.
Contohnya, di malam hari, karena tidur orang bagaikan berpuasa,
tidak makan. Maka di pagi hari, makan yang pertama adalah
makan yang memecah kepuasaannya. Itu sebabnya ia disebut
futhur/ifthar yang artinya makan yang memecah kepuasaan (to
break the fast) yang menjadi populer dengan breakfast. Maka
idul fithri adalah hari raya memecah (mengakhiri) puasa. Media-
media Arab berbahasa Inggris, seperti Arab News dan lain-lain,
menyebut Idul Fithri dengan “Fast Breaking Festive”, festival
mengakhiri puasa.

Zakatul Fithri atau Shadaqatul Fithri artinya adalah


zakat/shadaqah yang harus dibayarkan pada saat orang
melaksanakan futhur atau mengakhiri puasa. Hal ini berkaitan
dengan hadist Nabi SAW, “Puasa seseorang akan tetap
terkatung-katung antara bumi dan langit, belum diterima oleh
Allah, sebelum dibayarkan zakatul fithri/shadaqatul fithri”. Di
negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia orang pun
menyebutnya zakatul fithri/shadaqah fithri, tapi di Indonesia
istilah ini lebih dikenal zakat fithrah.

2. Fathara dalam makna yang kedua: “mencipta pertama


kali”Terdapat perbedaan antara khalaqa dengan fathara.Khalaqa
(to create): mengadakan sesuatu dari bahan material yang
memang sudah ada. Contoh: di alam sudah ada tanah liat, dari
tanah liat orang mencipta cangkir porselin. Penciptaan adalah
pengadaan sesuatu dari bahan yang memang sudah ada
sebelumnya.Fathara (to originate): mengadakan sesuatu dari
belum adanya sama sekali. Karena itu fathara lebih dahsyat dari
khalaqa, karena mengadakan sesuatu dari belum adanya sama
sekali. Di dalam Al-Qurâ’an pun istilah fathara hanya
dipergunakan untuk Allah. Misalnya: fatharas samawati wal
ardh…

Dari kata fathara yang bermakna to originate itulah terbentuk


istilah fithrah (originality). Originality adalah ciri, sifat atau
karakter original. Ciri atau sifat sejak sesuatu itu origin,
dimunculkan untuk pertama kalinya. Fithrah adalah sifat/karakter
yang mengiringi sesuatu sejak penciptaannya pertama kali.

FITHRAH: Sifat-sifat Ketuhanan

Allah SWT berfirman surat Ar-Ruum ayat 30.

“…Fithratallah allatii fatharannaasa ‘alayhaa…”…

Fithrah Allah, yang Dia mencipta manusia berdasarkan fithrah itu.


(QS. Ar-Ruum, 30:30)

Bayangkan, Allah mencipta manusia dengan sifat-sifat Allah,


karena itulah ketika manusia itu terlahir dalam hadist Nabi
dijelaskan:

Maa min mauluudin Illaa yuu ladu ‘alalfithrah

tidak satu pun bayi terlahir kecuali ia di lahirkan berdasarkan


FITHRAH

Dan dalam hadist lain yang sangat indah dan sangat populer
dikalangan dunia tasawuf:

“Takhallaquu biakhlaqillah”

Berahlaklah kalian dengan ahlak Allah


Bertingkahlah kalian dengan tingkah ke-Allah-an, jadilah kamu
‘seperti’ Allah karena manusia adalah cermin Allah. Karena
manusia dihadirkan ke bumi untuk menjadi khalifatullah atau
wakil Allah, dan di dalam qalbunya sudah diisikan sifat-sifat Allah,
maka hendaknya manusia bertingkah dengan tingkah ke-Allah-
an, dengan mewujudkan karakter ke-Allah-an.

FITHRAH: Iman

Cermati sejarah pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim AS dalam


surat Al-Anbiya’: 51-83 dan surat Al-An’am: 74-79.

“Sesungguhnya bibit iman telah turun di pusat qalbu setiap


orang..”

Juga dalam surat Al-A`raf ayat 172:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-


anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)”.

Allah memberikan bibit Iman, naluri ber-Tuhan yang


menggelisahkan orang untuk selalu tertarik, mencari, meneliti,
menjelajah, mencoba mengenali Tuhannya. Karena itu di dalam
semua budaya, semua bangsa, semua orang tahu akan adanya
Tuhan, adanya dia yang misterius itu. Lalu manusia-manusia itu
memberi nama / istilah-istilah kepada apa yang disebut Tuhan.
Maka muncullah ‘Tuhan’ dengan berbagai bahasa.

FITHRAH: Moralitas, Ilmu dan Kemerdekaan

Moralitas
“Demi diri (manusia) dengan segala kesempurnaannya, lalu
Tuhan mengilhamkannya tentang kejahatan dan ketaqwaan.”
(QS. Asy-Syams, 91:7-8)

Ilmu dan Kemerdekaan

“…Dia mengilmui Adam dengan nama-nama segalanya…”,(QS. Al-


Baqarah, 2:31-34)

“Tinggallah engkau & isterimu di dalam kebun ini dan makanlah


segala yang tersedia berlimpah, yang mana saja yang kamu
kehendaki…”,(QS. Al-Baqarah, 2:35-38)
         
         
         
           
           
           
      

Artinya sejak saat itu kepada Adam diberikan masyi’ah /


kebebasan berkehendak. You are free to make your own choice,
kamu bebas menentukan kehendakmu sendiri.

Seberapa besar kebebasan yang Allah berikan kepada Adam?


Kebebasan yang sebebas-bebasnya

Apakah kebebasan itu hanya untuk Adam dan Hawa saja?


Sepanjang di dalam kebun itu saja?

Tidak, kebebasan yang Allah berikan adalah kebebasan yang


seluas-luasnya, sedemikian luas sampai-sampai seluruh manusia
di muka bumi ini bebas bahkan untuk membangkang Allah sekali
pun.

“Kalau saja Tuhanmu menghendaki, Dia bisa membuat semua


yang ada dimuka bumi beriman kepada Dia…”,(QS. Yunus,
10:99)
“Tidak ada paksaan untuk dalam beragama; sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus…”,(QS. Al-Baqarah,
2:256)
            
        
     

Muncul pertanyaan, mengapa Allah memberikan kebebasan yang


begitu luas kepada manusia sampai-sampai manusia bebas untuk
membangkang kepada Allah sehingga manusia berbuat jahat
dimuka bumi?

Sebagai wakil Allah yang akan memimpin kehidupan di muka


bumi, manusia akan banyak menghadapi problem. Supaya bisa
menyelesaikan problem-problem itu maka manusia haruslah
merupakan makhluk yang kreatif. Maka supaya bisa kreatif itulah
Allah berikan ilmu dan kebebasan karena ilmu dan kebebasan
adalah dua bahan baku untuk munculnya kreatifitas.

Kreatifitas, yang berangkat dari ilmu pengetahuan dan


kemerdekaan, adalah salah satu dari hal-hal yang paling awal
Allah berikan kepada manusia. Dengan ilmu manusia akan
menjadi cerdas dan banyak tahu, dan dipadu dengan
kemerdekaan kecerdasan berubah menjadi daya cipta yang
dahsyat yang menyebabkan peradaban manusia berkembang
progressif.

Yang Merusak Fithrah Manusia

1. Hawa Nafsu
2. Iblis
“Wahai Adam, maukah engkau kutunjukkan pada Pohon
Keabadian (Status Quo) dan Kejayaan Tanpa Batas
(Keserakahan).”(At-Thaahaa, 20:120)

Iblis menyusup ke kebun kelimpahruahan (jannah) dan


mengiming-imingi Adam (manusia pertama di bumi) dengan janji
Keabadian dan Kejayaan Tanpa Batas dengan cara memakan
buah Pohon Terlarang. Rupanya Adam tergiur untuk
mendapatkan keabadian dan kejayaan tanpa batas, maka Adam
pun memakan buah pohon terlarang itu. Lalu apa yang terjadi?

“…maka nampaklah ‘kemaluan’ mereka berdua, dan keduanya


mencari-cari alat untuk menutupinya dengan dedaunan di kebun;
Adam telah membelakangi Tuhannya dan sesatlah ia.” (At-
Thaahaa, 20:121)
    
     
     
Ketika manusia memperturutkan hasrat keabadian dan
keserakahannya maka akan nampaklah segala hal yang
memalukan dari dirinya, terkuaklah segala aib yang
menghinakannya. Manusia menjadi telanjang dan pakaiannya
rontok. Pakaian adalah simbol keberadaban, simbol martabat dan
status sosial, yang tiada lagi berguna ketika manusia
memperturutkan hasrat keabadian dan keserakahan dengan
mengabaikan fithrahnya.

Ketika Allah SWT melarang Adam untuk mendekati pohon


terlarang itu bukan karena Allah takut akan tersaingi keabadian
dan kejayaanNya, tetapi Allah, dengan teknik learning by doing,
sedang memberi pelatihan kepada Adam tentang:

1. Suatu kebebasan bukanlah tanpa batas, harus dikendalikan.


2. Titik lemah manusia adalah hasrat keabadian & keserakahan.
3. Iblis adalah musuh yang nyata.
Adam bertaubat dan memohon ampun, Allah menerima taubat
dan mengampuni Adam. Lalu Adam dikeluarkan dari “kebun
pelatihan” untuk turun ke bumi relitas untuk menjalani missinya
sebagai hamba Allah sekaligus khalifah Allah.

Kesimpulan

1. Apa saja potensi spiritual (fithrah) yang Allah berikan


kepada manusia? Sifat-sifat Allah, Bibit Iman, Moralitas,
Ilmu dan Kemerdekaan.
2. Dimana Allah menempatkan fithrah itu?
3. Pada qalbu manusia, pusat spiritualitas manusia (hati
nurani). Sejak awalnya qalbu manusia tidak pernah kosong.
4. Apa fungsi fithrah bagi manusia? Sebagai format (image)
ketuhanan.

“Sesungguhnya Allah mencipta Adam berdasarkan citra-Nya /


image-Nya”(Hadist Qudsi)

Apa yang merusak Fithrah?

1. Hawa Nafsu dan Iblis.


2. Hawa nafsu berupa:

Hawa nafsu berupa:

 Syahwat perut;
 Syahwat kemaluan;
 Syahwat kalam;
 Syahwat tidur.

Oleh : : Admin

ANTARA JIWA , RUH DAN JASAD

Kejadian ketika Allah mengambil kesaksian dan sumpah dari


setiap jiwa memberikan informasi kepada kita, bahwa pada
hakikatnya, manusia adalah makhluk spiritual. Kemudian, setelah
kesaksian setiap jiwa di alam ruh / jiwa itu, maka Allah melalui
mekanisme alam rahiim, memberikan setiap jiwa itu jasad. Jasad
manusia pada hakikatnya adalah berasal dari bumi, dari sebagian
zat yang ada pada tanah, sari pati tanah. Banyak sekali hal yang
menyatakan tentang ini bisa kita temukan di dalam Al Qur’an.
Dan ilmu pengetahuan modern-pun telah membenarkan bahwa
jasad manusia adalah satu bentuk material yang berasal dari sari
pati tanah. Sedangkan jiwa adalah sesuatu yang berasal, kita
sebut saja, ia berasal dari langit karena jiwa substansinya bukan
berasal dari bumi...

Jiwa tidak pernah berhenti berkeinginan karena tua, tetapi karena


keterbatasan jasad yang ia gunakan di dunia saja, yang membuat
dirinya seakan-akan menjadi tua dan membatasi keinginan yang
bermacam-macam. Tetapi, jika kita renungkan, pada hakikatnya,
jiwa tidak pernah berhenti untuk berkeinginan. Hal ini
sebagaimana pernah disampaikan oleh Rasullulllah SAW, bahwa
anak adam, seandainya ia telah memiliki gunung emas (kekayaan
yang banyak) dirinya tidak akan pernah berhenti untuk
menginginkan hal itu sampai tanahlah yang akan mengisi
perutnya (kematian). Pada realitas kehidupan kita, kita sering
melihat orang yang sudah ‘berumur’, tetapi masih memiliki
semangat, kemauan, keinginan, bahkan gairah ‘seakan-akan’
mereka lupa akan usia mereka.

Inilah jiwa, yang sesungguhnya ia adalah bagian dari diri manusia


yang abadi. Jiwa tidak pernah mati, bahkan ia akan hidup abadi.
Dalam proses keabadiannya, jiwa mengalami satu fase ujian yang
harus ia lewati, yaitu kehidupan di bumi (alam dunia dengan
tujuan pokoknya, baca buku perjalanan manusia, pen), dan untuk
melakukan hal itu setiap jiwa harus hidup ‘terkurung’ dan
tergantung dalam materi yang mengikatnya, yaitu jasad. Setiap
jiwa, hanya hidup sesaat di bumi, hidup sementara bersama
jasadnya yang semakin hari semakin bertambah tua, yang
kemudian jasad yang digunakannya itu akan kembali lagi pada
bentuk semula, yaitu tanah. Dan ketika jasad yang ia gunakan
telah kembali menjadi tanah, maka jiwa setiap manusia akan
mengalami fase kehidupan selanjutnya. Untuk selengkapnya
silakan anda membaca buku perjalanan manusia yang telah
diterbitkan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hal yang


berkaitan dengan hal jiwa dan jasad. Kita semua tahu, kalau saja
jasad tidak diberi makan dan minum selama satu hari apa yang
akan terjadi..? bagaimana jika 2 hari, 3 hari, atau 8 hari ?.
Tentunya, kita semua sudah tahu jawabannya. Para dokter
mengatakan rata-rata, manusia akan kuat untuk bertahan hidup
dengan tidak makan dan minum adalah hanya 5 hari saja. Maka
lebih dari itu, hampir jarang ditemukan manusia yang masih
dalam keadaan hidup. Itulah jasad, setidaknya, jika ia masih
hidup, pastilah jasadnya akan diketemukan dalam keadaan
lemah, dan boleh jadi, tubuhnya rentan terkena penyakit, karena
sistem pertahanan tubuhnya sudah tidak berfungsi dengan baik.
Tentunya, kesadaran akan pentingnya makanan bagi jasad sudah
merupakan satu hal yang menjadi pengetahuan umum, bahkan
tidak perlu seseorang itu memperlajari teorinya secara alamiah,
ia sudah melakukan hal ini. Hanya saja, yang dapat menggangu
kesehatan jasadnya biasanya hanya tergantung dari pola makan,
dan jenis makanan yang ia konsumsi. Itulah jasad. Orang yang
menyadari pentingya makanan untuk jasad, maka ia akan
senantiasa berusaha untuk mencari makanan untuk
kelangsungan hidup jasadnya.

Setidaknya ada beberapa tingkatan dalam jasad manusia, yang


pertama ia dalam keadaan lemah, yang kedua, ia dalam keadaan
sakit, lalu kurang sehat, sehat, dan bugar, dan sangat sehat atau
bersemangat. Jasad manusia senantiasa berada di antara kondisi-
konsidi tersebut. Dan ketika seseorang menyadari pentingnya
kondisi tersebut, tentunya ia akan melakukan sesuatu agar ia
dapat mencapai kondisi tersebut. Jika ia dalam keadaan sakit,
maka ia akan berobat, dan sudah menjadi satu hal kita maklumi,
bahwa tidak semua obat yang kita minum enak rasanya. Tetapi
karena kita tahu bahwa itu adalah obat, maka dengan harapan
dan keyakinan akan sembuh, seseorang akan meminum /
memakan obat untuk kesembuhan jasadnya, walaupun ia berasa
pahit.
Demikian pula dengan jiwa setiap manusia. Jiwa juga
memerlukan ‘makanan’. Jika makanan untuk jasad ini adalah
segala sesuatu yang berasal dari bumi, maka jiwa memerlukan
‘makanan’ yang berasal dari tempat jiwa itu berasal, yaitu dari
langit. Allah sebagai pencipta manusia, telah juga menyediakan
‘makanan’ bagi jiwa itu, yaitu dengan memberikan petunjuk agar
manusia menjaga jiwa mereka dengan melakukan ritual, seperti
yang dinyatakan dalam rukun iman dan islam. Melakukan
berbagai perintah anjuran, dan larangan yang terkadang tidak
dapat dipahami oleh jasad. Dalam beberapa ayatnya Al Qur’an
menyatakan bahwa, bukan jasadnya yang mengalami kerusakan,
tetapi jiwalah yang mengalami kerusakan. Seperti pada ayat
yang secara makna menyatakan, bukan mata mereka yang buta,
atau telinga mereka yang tuli, atau seperti pada ayat mereka
memiliki mata dan telinga, tetapi mereka tidak bisa melihat dan
tidak bisa mendengar. Dan disampaikan juga oleh Rasulullah,
bahwa kedudukan hati (dalam jiwa, bukan hati dalam konteks
fisik, seperti liver atau jantung) memiliki kedudukan yang sangat
tinggi, jika hati seseorang itu baik, maka baiklah seluruh manusia
itu.

Demikian pula kondisi jiwa seseorang, ia dapat berada pada


kondisi lemah, sakit, kurang sehat, sehat dan bugar. Tentunya,
ketika jasad untuk mencapai kondisi bugar perlu berbagai latihan
dan juga makanan tambahan. Memang jasad tidak akan mati,
jika ia hanya memakan makanan pokok saja, seperti nasi, tetapi
juga dengan memakan makanan itu jasad juga tidak akan sampai
pada tingkatan kesehatan yang maksimal atau bugar. Perlunya
suplemen makanan (makanan tambahan) atas jasad sudah
merupakan hal yang sangat penting, bagi mereka yang
menyadari bagaimana harus menjaga jasad mereka. Dan, hal ini
tidak ubahnya dengan jiwa, jiwa juga memerlukan suplemen
makanan, boleh jadi, dalam kontes ritual, jiwa juga memerlukan
banyak sekali amal tambahan agar ia menjadi bugar. Ritual yang
diwajibkan oleh Allah seperti shalat lima waktu dalam konteks
pembahasan ini kita katakan sebagai makanan pokok saja. Yang
dengan itu, jiwa manusia tidak akan pernah mati, tetapi, akan
jauh lebih baik lagi kondisi jiwa seseorang itu apabila ia juga
‘memakan suplemen’ makanan jiwa yang lain dengan
memperbanyak perbuatan yang di sunnahkan oleh Rasulullah.
Maka jika ia melakukan hal itu, tentunya hal itu hanya akan
membawa kebaikan untuk kesehatan jiwa yang melakukannya.
Kesehatan jiwa, sangat berhubungan erat dengan kesehatan
jasad. Inilah hubungan yang masih menjadi pertanyaan besar
bagi para peneliti di dunia kedokteran. Hampir semua penyakit
yang di derita oleh manusia, kecuali yang sifatnya fisik, itu
disebabkan karena kondisi kejiwaan. Atau dengan isitlah populer,
kita kenal dengan kata ‘stress’. Yang kemudian akan
menghasilkan tindakan emosional yang tidak sehat, dan memicu
berbagai penyakit yang kita kenal dengan kanker, stroke,
serangan jantung, dan lain sebagainya. Dalam dunia kedokteran,
metode placebo (memberikan keyakinan pada jiwa sang pasien)
adalah hal yang sangat efekif untuk penyembuhan penyakit.

Dan pada faktanya, obat yang di konsumsi oleh pasien, ternyata


efektifitasnya hanya sekitar 25%-30%. Juga melalui fakta
tersebut, ada yang berpendapat bahwa, ketika seseorang
mengalami ganguan kesehatan, maka sesungguhnya 60% yang
ia alami adalah gangguan kejiwaan. Melalui fakta-fakta tersebut,
dunia penyembuhan saat ini, tidak bisa tidak harus mencari sati
terapi alternatif bagi sang pasien yang menderita satu penyakit,
yaitu dengan menyehatkan jiwa mereka melalui pendekatan
spiritual.

Hal ini tentunya bukan merupakan satu hal yang ‘baru’. Karena
hal ini sudah dinyatakan dalam Al Qur’an dan pada prakteknya
sudah dicontohkan secara kongkrit oleh Rasulullah saw 14 abad
yang lalu. Kesehatan yang hakiki agar dapat mencapai
kebahagiaan yang hakiki, yaitu keseimbangan antara kesehatan
jiwa dan jasad. Kebaikan dunia dan akhirat.

Tinggal yang menjadi persoalan adalah, apakah kita sudah


memberikan suplemen makanan yang cukup untuk jiwa kita, lalu
bagaimanakah kita mendeteksi ‘sakit’ yang di derita oleh jiwa
kita. Tentunya, untuk melihat jasad yang sakit kita memerlukan
cermin, atau pandangan orang lain terhadap diri kita. Demikian
pula dengan jiwa, kita memerlukan cermin agar kita bisa melihat,
di bagian manakah yang sakit pada jiwa kita. Ketika jasad
memerlukan cermin yang berasal dari bumi, maka jiwa
memerlukan cermin yang berasal dari langit, dan cermin itu,
adalah Al Qur’an.

Bercerminlah dengan Al Qur’an untuk mengukur sejauh mana


kesehatan jiwa kita. Hanya saja, tentunya, dalam prakteknya
bercermin untuk memperbaiki jasad berbeda dengan bercermin
untuk memperbaiki jiwa. Boleh jadi jiwa terasa tidak nyaman
ketika sedang melihat pada cermin tersebut, sama seperti kita
melihat bagian dari jasad kita yang tidak nyaman ketika kita
mengetahui di mana tempat sakit itu berada. Dan boleh jadi
ketika jiwa yang sakit tersebut di obati, maka akan terasa pahit
pada awalnya, tetapi sesungguhnya ia memberikan
penyembuhan, dan hal inilah proses yang telah di ajarkan Allah,
sebagaimana proses penyembuhan jasad kita.

Ketika kesadaran akan hal ini timbul dalam diri kita, maka kita
akan segera mengetahui manakah yang lebih penting, memenuhi
kebutuhan jasad kita atau jiwa kita. Faktanya, banyak di antara
mereka yang kebutuhan akan jasadnya (materil) sudah terpenuhi
tetapi dalam kehidupannya mereka tidak bahagia, atau bahkan
mereka hidup tersiksa, di amerika sendiri, pola hidup sehat
secara fisik sudah banyak dilakukan, tetapi masih banyak pula
yang terkena penyakit kanker. Keseimbangan, adalah hal yang
sangat penting untuk dilakukan, dan tentunya, kita hanya akan
melakukannya untuk jasad sesuai dengan proporsinya, sesuai
dengan episodenya, karena nanti, jasad akan kembali ke bumi,
hanya jiwalah yang akan melanjutkan perjalanannya. Dan untuk
melakukan perjalanan, tentunya jiwa memerlukan bekal ‘
kesehatan’ yang cukup.
Sudahkah kita memiliki hal itu…?

JIWA DAN RUH DALAM PANDANGAN FILSUF ISLAM


Jiwa tidak tersusun, substansinya adalah ruh yang berasal dari
substansi Tuhan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan
pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan antara jiwa
dan badan bercorak aksidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari
Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Menurut Al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya, antara lain 1. jiwa
bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah), 2. jiwa memarah (al-
quwwah al-ghadhabiyyah) dan 3. jiwa berakal (al-quwwah
al-‘aqilah). Selama ruh atau jiwa berada di badan, ia tidak akan
menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan yang
sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci,
ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di
atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan
dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh.
Hubungan jiwa dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya
dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, llahiah,
terpisah dan berbeda dari tubuh.

Ibnu Sina

Segi – segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat
dibagi menjadi dua segi yaitu :

1. Segi fisika yang membicarakan tentang macam – macam


jiwa (jiwa tumbuhan, jiwa hewan dan jiwa manusia).
Pembahasan kebaikan – kebaikan, jiwa manusia, indera dan
lain – lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam
pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
2. Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan
hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian
jiwa.

Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian :

1. Jiwa tumbuh – tumbuhan dengan daya – daya : makan,


tumbuh, berkembang biak.
2. Jiwa binatang dengan daya – daya : gerak, menangkap,
Indera bersama yang menerima segala apa yang ditangkap
oleh panca indera, Representasi yang menyimpan segala
apa yang diterima oleh indera bersama, Imaginasi yang
dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi,
Estimasi yang dapat menangkap hal – hal abstraks yang
terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi
kambing dari anjing serigala. Rekoleksi yang menyimpan hal
– hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
3. Jiwa manusia dengan daya – daya : Praktis yang
hubungannya dengan badanTeoritis yang hubungannya
adalah dengan hal – hal abstrak. Daya ini mempunyai
tingkatan :

 Akal materil yang semata – mata mempunyai potensi


untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
 Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk
berfikir tentang hal – hal abstrak.
 Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal – hal
abstrak.
 Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir
tentang hal – hal abstrak dengan tak perlu pada daya
upaya.

Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang


tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa
manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan
dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa
manusia tidak mempunyai fungsi – fungsi fisik, dan dengan
demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya
sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan
karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa
manusia untuk dapat berfikir.

Pandangan filosof Muslim tentang beberapa aspek yang berkaitan


dengan jiwa.

Mahiyat al-nafs (Makna dan esensi jiwa)


Beberapa filosof Muslim seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu
Miskawaih, Al-Kindi, Ibnu Bajjah berpendapat hampir sama
tentang makna jiwa. Mereka berpendapat bahwa jiwa adalah
jauhar (substansi) rohani sebagai form bagi jasad.

Hubungan kesatuan jiwa dengan badan merupakan kesatuan


secara accident, artinya keduanya tidak dapat dibagi-bagi, tetapi
keduanya berdiri sendiri dan mempunyai susbtansi yang berbeda,
sehingga binasanya jasad tidak membawa binasa pada jiwa.
Ibnu Sina juga menerima pendapat Aristoteles yang mengatakan
bahwa jiwa adalah substansi dan bentuk, dan jiwa memiliki
hubungan erat dengan badan. Hanya saja Ibnu Sina sejalan
dengan filosof Muslim lainnya yang menolak pendapat Aristoteles,
bahwa hubungan tersebut adalah hubungan yang esensial,
karena ini akan berimplikasi pada kefanaan jiwa. Jika jasad
hancur maka jiwa juga akan hancur. Sebab itu para filosof Muslim
kemudian lebih memilih pendapat Plato. yang mengatakan bahwa
hubungan tersebut adalah accident, yang memposisikan jiwa
kekal dan tidak binasa walaupun jasad tempat di mana jiwa
berada telah hancur.

Menurut Sirajuddin Zar, filosof Muslim membahas jiwa


mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan para filosof
Yunani, kemudian mereka menyelaraskannya dengan ajaran
Islam. Hal itu karena adanya ayat al-Quran yang menjadi tembok
penghalang dalam menyingkap tabir hakekat ruh, di mana hanya
Allah swt semata yang mengetahui urusan ruh . Jika ini benar,
maka bagi penulis di balik kesuksesan besar yang telah dicapai
para filosof Muslim dalam dunia filsafat,

Keabadian Jiwa.

Keabadian jiwa bukanlah keabadian yang haqiqi sebagaimana


keabadian dan kekekalan yang Maha Kekal. Keabadian jiwa
menurut Ibnu Sina sebagai sesuatu yang mempunyai awal tetapi
tidak mempunyai akhir . Ini berarti kekekalan jiwa adalah
kekekalan karena dikekalkan Allah pada akhirnya yang tidak
berujung, sedangkan awalnya adalah baru dan dicipta. Atau jiwa
punya akhir tidak punya awal. Lebih rinci Ibnu Sina sendiri
mengakui bahwa jiwa memiliki temporalitas, tanda
temporalitasnya adalah ketidak tentuannya dan ketidak
pastiannya kecuali dengan perantaraan tubuh. Jiwa tidak
mungkin digambarkan sebelum adanya tubuh
Dalam membuktikan kekalnya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan
tiga dalil ;

1. Burhan al-infisal (bukti perpisahan). Perpaduan jiwa dan


jasad bersifat aksiden, keduanya memiliki substansi
tersendiri, dan jika jasad mati atau hancur, jiwa tetap dan
kekal. Sementara jasad bergantung kepada jiwa untuk bisa
hidup
2. Burhan al-basatat (bukti keluasan). Jiwa adalah substansi
ruhani yang luas. Dengan keluasannya ia selalu hidup dan
tidak mati.
3. Burhan al-musyabbahat (bukti persamaan). Dalil ini bersifat
metafisika. Jiwa manusia bersumber dari akal fa’al (akal
kesepuluh) sebagai pemberi segala bentuk. Karena akal
Sepuluh adalah merupakan esensi yang berfikir, azali dan
kekal maka jiwa sebagai ma’lul (akibat)nya juga akan kekal
sebagaimana ‘illat (sebab)nya

Al-Ghazali

Dengan demikian terdapat empat bagian dari diri manusia:

1. Jiwa Berfikir (nafs nâthiqoh) atau dalam al-Qur’an disebut


sebagai nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram)
2. rûh amrî atau istilah lainnya disebut sebagai kalbu.
3. Jiwa ini adalah esensi yang hidup, aktif dan rasional.
4. Kalbu ini dipercaya memiliki substansi seperti jasad. Ia
dapat melihat segala yang tampak dengan mata dan melihat
hakekat dengan akal.

Sebagaimana sabda rasul:


‫ﻥﺎﻧﻳﻋ ﻪﺒﻠﻗﻠﻮ ﻻﺇ ﺪﺑﻋ ﻦﻤ ﺎﻤ‬
(artinya: tidak ada dari seorang hamba itu kecuali kalbunya
memili dua mata). Keduanya dapat melihat hal yang ghaib. Dan
ia pun tidak akan mati namun hanya kembali kepada Tuhan
mereka :

]23[ ‫ﺔﻳﻀﺮﻤ ﺔﻳﻀﺍﺭ ﻚﺒﺮ ﻰﻟﺇ ﻲﻌﺠْﺮ ﺍ ♦ ﺔﻨﺌﻣﻄﻣﻠﺍ ﺲﻓﻧﻠﺁ ﺎﻬﺗﻳﺃ ﺎﻳ‬

(wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada kepada Tuhanmu


dengan hati yang puas lagi diridloi). Dalam kehidupannya, jiwa ini
selalu bekerja mencari ilmu, karena ilmu adalah perhiasannya di
akherat.

1. Jasad, perangkat tubuh manusia yang kasar dan empiris.


Allah menyusun jasad ini dari saripati tanah dan disusun dan
dibangun dari sari-sari makanan. Ia terdiri dari bagian-
bagian keras dan kuat serta melaksanakan tugas-tugas
berjalan, gerakan, penginderaan yang diperintahkan oleh
ruh hewani (sebagai pelayan ruh hewani).
2. Ruh Hewani sering pula disebut sebagai nafsu. Ruh hewani
ini merupakan penggerak syahwat dan emosi. Lebih jauh
lagi Ia pula yang melahirkan keinginan-keinginan untuk
melakukan kekerasan, amarah, berbuat sadis menguasai
segala sesuatu dan lain sebagainya.[24] Ruh hewani dapat
digambarkan sebagai jasad lembut yang bertempat di dalam
kalbu. Ia bagaikan lampu menyala di dalam kaca kalbu.
Kehidupan adalah cahaya lampu itu dan darah adalah
minyaknya . emosi adalah panasnya, sedangkan kekuatan
yang menggerakkan jasad adalah ajudannya.
3. Ruh kehidupan. Ruh ini tidak menunjukkan pada ilmu serta
tidak menegtahui jalan makhluk dan kebenaran pencipta. Ia
merupakan kehidupan di saat jasad hidup, dan ia akan mati
seiring jasad mati. Dari berbagai hal yang dimiliki manusia
tersebut, maka Ghazali kemudian membaginya dalam tiga
dimensi, yakni: Jasad, ‘Aradh, serta jawhar. Jasad
sebagaimana diterangkan diatas merupakan bagian kasar.
Sementara ‘aradh (aksiden) adalah ditentukan oleh jasad
dan ruh. Ia tidak kekal setelah substansi –yakni nafs
nâthiqoh— kembali kepada sang pencipta. Sedangkan
jawhar (substansi) ialah jiwa yang tak pernah mati, jiwa
yang hanya kembali kepada Tuhan, nafs al-muthmainnah.

Lebih lanjut, dalam buku-buku Ghazali yang lain (Ma’arij al-Quds


fi Madarij Ma’rifah al-Nafs), ia tidak berbeda dengan Ibnu Sina
dalam teori hubungan antara jiwa dan akal.[25] Ibnu Sina
(demikian juga al-Ghazali) membagi jiwa menjadi 3 bagian:[26]

1. Jiwa tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini mempunyai tiga daya yaitu


daya makan, daya tumbuh, dan daya membiak.
2. Jiwa binatang. Mempunyai dua daya yaitu daya penggerak
dan daya pencerap. Daya penggerak dapat berbentuk nafsu,
amarah dan bisa pula berpindah tempat. Sedangkan daya
pencerap dapat diterima melalui pancaindera lahir (mata,
telinga, mulut, kulit dan hidung) serta indera batin, yakni;
pertama, indera bersama, bertempat di bagian depan otak
yang berfungsi menerima kesan-kesan dari pancaindera
luar. Kedua, Indera penggambar, bertempat di bagian depan
dan bertugas melepaskan kesan-kesan yang diteruskan
indera bersama. Ketiga, Indera pengreka yang berada di
otak tengah dan bertugas untuk memisahkan kesan-kesan
yang diterima kemudian digabungkan lagi. Keempat, indera
penganggap yang berada di otak tengah dan berfungsi
mengungkap arti yang dikandung gambaran itu. Dan kelima,
indera pengingat yang berada di bagian belakang otak dan
bertugas menyimpan gambar itu.
3. Jiwa manusia yang mempunyai daya berfikir. Dapat pula
disebut sebagai aql (akal), dan akal ini dibagi dua; akal
praktis yang berfungsi menangkap gambar-gambar empiris
dan akal teoritik yang berfungsi menangkap hal-hal yang tak
pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh, dan
sebagainya. Menurut Imam al-Ghazali, roh manusia
mempunyai tiga unsur yang membedakannya dengan roh
makhluk-makhluk lain iaitu hati (al-Qalb), nafsu (al-Nafs)
dan akal (al-‘Aql).

Alfarabi
Pemikiran al-Farabi yang lain adalah tentang jiwa. Menurutnya,
jiwa berasal dari pancaran Akal X (Jibril). Hubungan antara jiwa
dan jasad hanya bersifat accident (‘ardhiyyah), artinya ketika
fisik binasa jiwa tidak ikut binasa, karena substansinya berbeda.
Jiwa manusia disebut al-nafs al-nāthiqah (jiwa yang berpikir)
yang berasal dari alam Ilahi, sedang jasad berasal dari alam
khalq yang berbentuk , berkadar, bergerak, dan berdimensi.

Jiwa manusia, menurut al-Farabi, memiliki 3 daya:

1. Daya gerak (quwwah muharrikah), berupa: makan


(ghādiyah, nutrition), memelihara (murabbiyah,
preservation), dan berkembang biak (muwallidah,
reproduction);
2. Daya mengetahui (quwwah mudrikah), berupa: merasa
(hāssah, sensation) dan imajinasi (mutakhayyilah,
imagination); dan
3. Daya berpikir (al-quwwah al-nāthiqah, intellectual), berupa:
akal praktis (‘aql ‘amalī) dan akal teoretis (‘aql nazharī).

Dan al-‘aql al-nazharī terbagi pada 3 tingkatan:

1. al-‘aql al-hayūlānī (akal potensial, material intellect) yang


mempunyai “potensi berpikir” dalam arti melepaskan arti-
arti atau bentuk-bentuk (māhiyah) dari materinya;
2. al-‘aql bi al-fi’l (akal aktual, actual intellect) yang dapat
melepaskan arti-arti (māhiyah) dari materinya dan arti-arti
itu telah mempunyai wujud dalam akal yang sebenarnya
(aktual), bukan lagi dalam bentuk potensial;
3. al-‘aql al-mustafād (akal pemerolehan, acquired intellect)
yang sudah mampu menangkap bentuk murni (pure form)
tanpa terikat pada materinya karena keberadaannya (pure
form) tidak pernah menempati materi.

Al-‘aql al-mustafād bisa berkomunikasi dengan akal ke-10 (Jibril)


dan mampu menangkap pengetahuan yang dipancarkan oleh
“akal aktif” (‘aql fa’āl). Dan ‘aql fa’āl menjadi mediasi yang bisa
mengangkat akal potensial naik menjadi akal aktual, juga bisa
‫‪mengangkat akal aktual naik menjadi akal mustafad. Hubungan‬‬
‫‪antara ‘aql fa’āl dan ‘aql mustafād ibarat mata dan matahari.‬‬

‫‪STRUKTUR INSAN MENGENAI RUH, JASAD, JIWA DAN‬‬


‫‪CAHAYA ALLOH‬‬

‫‪Dalam hadits Nabi Saw. Mengemukakan bahwa“Alloh Swt‬‬


‫‪menciptakan makluk dalam kegelapan, kemudian Alloh Swt‬‬
‫‪melimpahkan cahaya-Nya”.Dalam hadits lain Rosululloh Saw‬‬
‫‪bersabda :‬‬

‫َحِد يُث اْبِن َع َّباٍس َرِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا ‪َ :‬أَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى‬
‫ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن َيُقوُل ِإَذ ا َقاَم ِإَلى الَّص اَل ِة ِم ْن َج ْو ِف الَّلْيِل‬
‫الَّلُهَّم َلَك اْلَحْم ُد َأْنَت ُنوُر الَّس َم َو اِت َو اَأْلْر ِض َو َلَك اْلَحْم ُد َأْنَت‬
‫َقَّياُم الَّس َم َو اِت َو اَأْلْر ِض َو َلَك اْلَحْم ُد َأْنَت َر ُّب الَّس َم َو اِت‬
‫َو اَأْلْر ِض َو َم ْن ِفيِهَّن َأْنَت اْلَح ُّق َوَو ْع ُد َك اْلَح ُّق َو َقْو ُلَك اْلَح ُّق‬
‫َو ِلَقاُؤ َك َح ٌّق َو اْلَج َّنُة َح ٌّق َو الَّناُر َح ٌّق َو الَّساَع ُة َح ٌّق الَّلُهَّم َلَك‬
‫َأْس َلْم ُت َو ِبَك آَم ْنُت َو َع َلْيَك َتَو َّك ْلُت َو ِإَلْيَك َأَنْبُت َو ِبَك َخ اَصْم ُت‬
‫َو ِإَلْيَك َح اَك ْم ُت َفاْغ ِفْر ِلي َم ا َقَّد ْم ُت َو َأَّخ ْر ُت َو َأْس َر ْر ُت‬
‫* َو َأْع َلْنُت َأْنَت ِإَلِهي اَل ِإَلَه ِإاَّل َأْنَت‬
‫‪Artinya : “Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya:‬‬
‫‪Sesungguhnya apabila Rosululoh s.a.w bangun pada malam hari‬‬
‫‪untuk mendirikan sembahyang, baginda akan berdoa:‬‬

‫الَّلُهَّم َلَك اْلَحْم ُد َأْنَت ُنوُر الَّس َم َو اِت َو اَأْلْر ِض َو َلَك‬


‫اْلَحْم ُد َأْنَت َقَّياُم الَّس َم َو اِت َو اَأْلْر ِض َو َلَك اْلَحْم ُد َأْنَت َر ُّب‬
‫الَّس َم َو اِت َو اأْل ْر ِض َو َم ْن ِفيِهَّن َأْنَت اْلَح ُّق َوَو ْع ُد َك اْلَح ُّق‬
‫َو َقْو ُلَك اْلَح ُّق َو ِلَقاُؤ َك َح ٌّق َو اْلَج َّنُة َح ٌّق َو الَّناُر َح ٌّق‬
‫َو الَّساَع ُة َح ٌّق الَّلُهَّم َلَك َأْس َلْم ُت َو ِبَك آَم ْنُت َو َع َلْيَك َتَو َّك ْلُت‬
‫َو ِإَلْيَك َأَنْبُت َو ِبَك َخ اَصْم ُت َو ِإَلْيَك َح اَك ْم ُت َفاْغ ِفْر ِلي َم ا‬
‫َقَّد ْم ُت َو َأَّخ ْر ُت َو َأْس َر ْر ُت َو َأْع َلْنُت َأْنَت ِإَلِهي اَل ِإَلَه ِإاَّل‬
‫َأْنَت‬
Yang bermaksud: Segala puji bagiMu. Engkau adalah cahaya
langit dan bumi. Segala puji bagiMu. Engkaulah yang mengatur
segala urusan makhluk di langit dan di bumi. Segala puji
hanyalah bagiMu. Engkau adalah Tuhan di langit dan bumi serta
semua yang terkandung di antara keduanya. Engkau adalah
benar. JanjiMu adalah benar. FirmanMu adalah benar. Peristiwa
perjumpaan denganMu (Hari Akhirat) adalah benar. Syurga
adalah benar. Neraka adalah benar. Hari Kiamat adalah benar. Ya
Alloh! Hanya kepadaMu aku berserah. KepadaMu jugalah aku
beriman. KepadaMu jugalah aku bertawakkal. KepangkuanMu
jugalah aku kembali. KepadaMu jugalah aku mengadu. KepadaMu
jugalah aku mengambil keputusan. Maka ampunilah daku,
ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan dosa-dosaku yang
akan datang, yang aku lakukan secara diam-diam ataupun
terang-terangan. Engkau adalah Tuhanku. Tiada Tuhan
melainkan Engkau”

Saudaraku… semesta alam yang Alloh Swt. Ciptakan diatur oleh


cahaya-Nya. Jika alam semesta tanpa cahaya-Nya (Ar-Rahman),
maka tak akan mampu untuk menyadari ciptaan-Nya bahkan diri
kita sendiri, tiupan (Nafakh Ruh) Ar-Rahman dan
pemeliharaannya memekarkan setiap titik ciptaan dari status
awal yang tanpa nama, huruf, dan makna sehingga terpakailah
nama bagi-Nya Wujud ‫وجود‬. Setiap ‘wujud-wujud’ yang yang di
tampakkan oleh cahaya-Nya adalah pernyataan dari himpunan
Asma’ul Husna, bakhan Asma’ul Husna itu tetap kokoh oleh Tajalli
Illahi yang terus menerus. Diantara Asma’ul Husana tak terhitung
terdapat asama agung-Nya Ismu ‘Adhom, merupakan cahaya
Alloh paling terang diantara limpahan cahaya-cahaya yang
menunjuk kepada-Nya. Cahaya agung ini meruapakan sumber
cahaya-cahaya mengambil cahaya-Nya.

‫ُهَّللا ُنوُر الَّس َم َو اِت َو اَأْلْر ِض َم َثُل ُنوِرِه َك ِم ْش َك اٍة ِفيَها ِم ْص َباٌح‬
‫اْلِم ْص َباُح ِفي ُز َج اَجٍة الُّز َج اَج ُة َك َأَّنَها َك ْو َك ٌب ُد ِّر ٌّي ُيوَقُد ِم ْن‬
‫َش َجَرٍة ُم َباَر َك ٍة َزْيُتوَنٍة اَل َش ْر ِقَّيٍة َو اَل َغْر ِبَّيٍة َيَك اُد َزْيُتَها‬
‫ُيِض يُء َو َلْو َلْم َتْمَس ْس ُه َناٌر ُنوٌر َع َلى ُنوٍر َيْهِد ي ُهَّللا ِلُنوِرِه‬
‫َم ْن َيَش اُء َو َيْض ِرُب ُهَّللا اَأْلْم َثاَل ِللَّناِس َو ُهَّللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليٌم‬
Artinya : “Alloh (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Alloh, adalah seperti sebuah lubang yang
tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya),
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Alloh
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan
Alloh memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia,
dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. An-Nur : 35)

Dengan mempergunakan cahaya-Nya Robbul’alamin menzhirkan


7 pelata langit dan bumi tanpa tiang. Kehadiran cahaya Alloh
adalah sebagai syarat utama atau sebab awal bagi tegaknya kaun
langit dan bumi, tanapa adanya cahaya Alloh alam syahadah
akan lenyap. Hanya manusia yang menyandang gelar Cahaya
Alloh ia menduduki Hamba Alloh (‘Abd). Hamba Alloh ini
merupakan segel yang menjaga pelita langit dan bumi dari
keruntuhannnya dan yang menyematkan kepada-Nya asma al-
Hafidz.”
“….Alloh membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Alloh memperbuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia, dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S.
An-Nur : 35)

Cahaya Alloh atau Hamba Alloh ini diibaratkan sebagai Misykat,


cerkuk lubang yang tak tembus yang didalamnya terdapat pelita
terang, misykat melambangkan kegelapan jasad seorang hamba
yang merupakan bertemunya dua lautan, lautan yang mengalir
dari penghambaan kepada Alloh (Ubudiyah) dan lautan yang
mengalir dari ketauhidan (Uluhiyah). Aspek penghambaan keluar
dari sisi jasad dan jiwa (Nafs), sedangkan yang dating dari aspek
Katauhidan adalah ‘Amrnya (Ruh ‘Amr) melalui Ruh Quds, yang
dilambangkan dengan pelita atau api yang terang nyalanya.

Jasad hamba merupakan wujud yang dibangun dari aspek


kebumian (al-aradh); sedangkan jiwa (nafs)nya yang karena
kejernihan wujudnya bagai kaca, dilabel oleh kata langit
(Assama’i). Jadi Assama’iddunya dan Aradh melambangkan
pasangan jiwa dan jasad, yang dijenjang tertentu keduanya
berperan sebagai cahaya Alloh Swt. Saksi Alloh Swt. Dalam
persolan ubudiyah, jiwa penghambaan merupakan imam bagi
jasad dimana pasangan ini akan bertindak sebagai pelaku utama
dalam persoalan pengungkapan khazanah : “Aku adalah
khazanah tersembunyi; maka aku rindu untuk dikenal’ karena itu
aku ciptakan makhluk agar aku diketahui” (hadits Qudsy)

Sedangakan Nafakh ruh kedalam diri hamba adalah pusat yang


ditiupkan dari sumber Ruh ‘Amr, yang dilambangkan dengan
cahaya suci yang mengisi ruang-ruang langit. Jadi Nafakh Ruh
yang berada dalam penghambaan merupakan langit pertama
(Adam) yaitu langit terdekat dengan jasad dari ketujuh langit
malakut yang berlabuh didalam jasan hamba. Jasad hama
merupakan rumah bagi Nafs dan Qalb dari nafs yang telah
diterangi cahaya ubudiyah merupakan rumah bagi ruh yang
datang dari sisi-Nya. Kehadiran ruh quds ke dalam nafs hamba
dan menetapnya ruh ini didalam qalb yang mengakibatkan
hamba tersebut digelari hamba Alloh (‘Abd/Insan kamil). “Tidak
memuatku bagiku petala langit dan bumiku, yang memuatku
hanyalah Qalb hamba-hambaku yang mu’min (hadits Qudsy)

Zujazah atau bola kaca yang jernih merupakan kejernihan qalb di


dalam nafs yang qudus. Terangnya qalb merupakan syarat utama
menetapnya api ruh di Qalb, merupakan cahaya yang memancar
dalam nafs yang diberkati Alloh Swt; tidak ada tempat bagi
cahaya kecuali cahaya; zujazah yang terang ini bagaikan sebuah
bola langit malam yang gemerlap olah taburan benda-benda
langit, bagaikan bola-bola cahaya yang berkilauan diterpa cahaya
yang meneranginya. Kaukab adalah benda langit yang menyala
tetap dan hanya bercahaya jika ada cahaya yang menerpanya,
sehingga bola langit yang dibangun oleh taburan kawakib yang
bersinar cemerlang menghiasi ruang langit pertama; ibarat qalb
yang bersinar menerangi nafs mukmin. Bersinarnya kalb dalam
kaukab ini karena adanya minyak yang menyalakanya, minyak
yang bercahaya walau tanpa disentuh api, minyak yang keluar
dari pohon yang banyak berkahnya. Pohon yang tidak tumbuh
disebelah barat juga tidak tumbuh disebelah timur, tidak tumbuh
dibarat tempat tenggelamnya ‘Matahari’ (al-Haqq), tidak pula
ditimur tempat terbitnya ‘Matahari’ (al-Haqq). Di baratnya ada
jasad ubudiyah dan ditimurnya ada uluhiyah. Pohon ini tidak
tumbuh di ufuk diri tetapi tumbuh ditengah-tengah aspek jasad
dan aspek ruh yaitu Jiwa (Nafs) hamba.

Alloh Swt menanam benih pohon ini pada suatu lahan


dipermukaan bumi diri yang telah dirahmati dengan kesucian
Tauhid (Iman) dan kesuburan, pada batas persentuhan antara
urusan bumi jasad dan langit jiwa. Dengan memohon taufiq dan
rahmat-Nya, benih ini merupakan suatu persoalan yang harus
ditumbuhkan didalam diri hamba; pohon ini ditumbuhkan dengan
: Iman, Islam dan Ihsan yang membuat senang penanamnya,
sehingga Dia memberkati pohon yang sedang tumbuh ini dengan
perawatan dan perlindungan yang baik agar tumbuh kuat dan
berbuah banyak. Alloh Swt menamai pohon kaukab ini, yang
tumbuh menjulang dari bumi diri dan cabang-cabangnya
merentang dan berbuah dilangit jiwa sebagai kalimah-kalimah
Alloh Swt.

‫َأَلْم َتَر َك ْيَف َضَرَب ُهَّللا َم َثاًل َك ِلَم ًة َطِّيَبًة َكَش َجَرٍة َطِّيَبٍة َأْص ُلَها‬
‫)ُتْؤ ِتي ُأُكَلَها ُك َّل ِح يٍن ِبِإْذ ِن‬24( ‫َثاِبٌت َو َفْر ُع َها ِفي الَّس َم اِء‬
)25( ‫َر ِّبَها َو َيْض ِرُب ُهَّللا اَأْلْم َثاَل ِللَّناِس َلَع َّلُهْم َيَتَذ َّك ُروَن‬
Artinya : “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan itu
untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Q.S. Ibrohiim : 24:
25)

Akar pohon ini adalah iman yang diteguhkan oleh Nur


ketauhidan, akarnya kokoh menghujam bumi diri dan bumi jagat
secara mutasyabih. Batang pohon melambangkan ketaqwaan
yang tumbuh di atas landasan akar keimanan yang kokoh,
sedangkan yang seperti Rosululloh Saw sabdakan buah-buah
keikhlasan yang dihasilkan dari pohon taqwa ini, dari kalimah
taqwa, adalah hasanah, sari dari hasanah adalah minyak yang
berkilauan menampakan wajah pengetahuan tersembunyi,
pengetahuan tentang al-Haqq.“Iman itu telanjang, pakaiannya
adalah taqwa, buahnya ilmu dan hiasannya adalah malu” (Hatits)

…. ‫َو اَّتُقوا َهَّللا َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُهَّللا َو ُهَّللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليٌم‬

Artinya : “…..Dan bertakwalah kepada Alloh; Alloh mengajarmu;


dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S. al-
baqoroh :282)

Tidak ada yang datang kepada cahaya kecuali cahaya, maka


kaukab qalb yang ternyalakan indah oleh minyak zaitun yang
merupakan Arsy (singgasana) bagi api al-Aziz, utusan-Nya ; Arsy
Alloh ini berdiri diatas Qursy-Nya berupa kekuasaan atas dua
kerajaan, yaitu kerajaan pelata langit nafsiyah dan bumi (jism),
malakut dan mulk. Ranting-ranting kaya minyak yang menghijau
khidr ketinggian langit jiwa merupakan gambaran suburnya
ketaqwaan, sebagai buah dari ubudiyah dan penyerahan diri yang
dalam kepada al-Malikulqudus, akan segera terquduskan oleh
medan cahaya suci-Nya yang penuh berkah, Api Ruh al-Quds.

‫اَّلِذ ي َجَعَل َلُك ْم ِم َن الَّش َج ِر اَأْلْخ َض ِر َناًرا َفِإَذ ا َأْنُتْم ِم ْنُه ُتوِقُد وَن‬
Artinya : “yaitu Alloh yang menjadikan untukmu api dari kayu
yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu
itu.”(Q.S. Yasin : 80)

‫َفَلَّم ا َج اَء َها ُنوِدَي َأْن ُبوِرَك َم ْن ِفي الَّناِر َو َم ْن َح ْو َلَها َو ُس ْبَح اَن ِهَّللا‬
‫َر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
Artinya : “Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia:
“Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu,
dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Alloh,
Tuhan semesta Alam”. (Q.S. An-naml : 8)

Qalb yang suci bagaikan bola lampu kristal yang jernih dan
tampak titik apinya, tempat bertemunya minyak dan api, dari
luarnya diterangi oleh cahaya iman sedangkan di dalamnya
diterangi ruh suci (Ruh Amr). Sehingga terberkatilah dua rumah
yaitu rumah jiwa dan rumah jasad oleh cahaya-cahaya tersebut.
Lampu jiwa ini adalah cahaya-cahaya pemandu dan sumber
kekuatan (Sulthan) bagi nafs sebagai hakikat sejati Hamba, fokus
utama pendididkan Illahi tujuan alam semesta dihamparkan, agar
mi’raj menembus tujuh lapis langit ruhani, untuk ma’rifatullah.
Maka yang disebut Hamba Alloh, cahaya Alloh atau Insan Kamil
itu adalah Hamba yang telah dinyalakan Api Jiwanya oleh Alloh
Swt, telah diperkuat oleh Cahaya Ilmu dan Cahaya Ma’rifat.
Hamba seperti inilah memiliki struktur seperti yang digambarkan
surat An-Nur ayat 35, cahaya di atas cahaya.

Misykat, Zujajah dan pohon zaitun adalah persoalan yang datang


dari aspek Ubudiyah, merupakan pasangan bagi api al-misbah
yaitu urusan yang datang dari aspek Uluhiyah-Nya; persoalan
yang diidentifikasi oleh pasangan laki-laki dan perempuan.
Lubang pada misykat yang mengarah kepada satu arah adalah
pintu-pintu indera jasad yang terbuka kelam syahadah. Jika
kaukab qalb menyala maka indera-indera jasad akan
memperoleh kekuatan tambahan, kekuatan ruhaniyah, sehingga
cahaya yang terbit pada pintu-pintu indera tidak hanya
menampakan alam syahadah, tetapi juga alam malakut yang
menyertainya, yaitu hakikat kaun, hakikat ayat-ayat Alloh, yaitu
al-Haqq apa yang menyala dilubang-lubang misykat jasad adalah
cahaya yang memperoleh saluran yang berbeda-beda ke alam
syahadah, cahaya itu yang melihat, cahaya itu yang mendengar,
cahaya itu yang merasa Dan inilah yang disebut dengan Abd
(Insan kamil).

Jasad, Jiwa, Ruh dan Hati dalam Al-Qur’an

Secara umum, manusia hanya mengenal dirinya hanya terdiri


atas jasad dan ruh. Mereka tidak memahami unsur-unsur yang
ada di dalam dirinya. Untuk melihat masalah ini, secara normatif
kita dapat menelusurinya di dalam Al-Qur’an. Kami akan
mencoba mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas
masalah tiga unsur manusia: Jasad, Jiwa dan Ruh.

Mari kita awali dengan salah sati ayat dalam Al-Qur’an Surah
Shaad [38]: 71-73, yang terjemahannya sebagai berikut:
Ingatlah ketika Tuhan mu berfirman kepada
malaikat:Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah. Maka apabila telah Ku sempurnakan kejadianya, maka Ku
tiupkan kepadanya Ruh Ku. Maka hendaklah kamu tunduk
bersujud kepadanya. Lalu seluruh malaikat itu bersujud
semuannya.

Kita juga bisa melihat pada ayat lain. Allah menjelaskan tentang
penciptaan jiwa (nafs) di dalam Surah Asy Syams [91]: 7-10,
yang terjemahannya dapat kita baca sebagai berikut: Dan demi
nafs (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah ilhamkan
kepada nafs itu jalan ketaqwaaan dan kefasikannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya dan
sesungguhnnya rugilah orang yang mengotorinya.
Selain itu, kita juga dapat menelusuri penjelasan Allah tentang
kejadian jasad (jisim) dalam Al- Quran Surah Al-Mukminun [23]:
12-14, yang artinya sebagai berikut: Dan sesungguhnya Kami
telah menciptkan manusia dari saripati dari tanah, Kemudian
jadilahlah saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang
kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, lalu tulang-
tulang ini Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan
dia makhluk berbentuk lain, maka maha suci Allah. Pencipta yang
paling baik.

Ayat tentang Jasad

Jasad atau jisim adalah angggota tubuh manusia yang terdiri atas
mata, mulut, telinga, tangan, kaki dan lain sebagainya. Ia
dijadikan atau berasal dari tanah liat yang dalam proses
penciptaan termasuk dalam derejat paling rendah di bandingkan
api dan nur. Kondisi dan sifatnya dapat mecium, meraba, dan
melihat segala sesuatu yang ada di depannya, terutama yang
bersifat material. Dari jasad ini timbullah kecenderungan dan
keinginan yang disebut Syahwat. Ini dijelaskan dalam Al-Quran
Surat Ali Imran [3]: 14, yang artinya: Dijadikan indah pada
pandangan manusia , merasa kecintaan apa-apa yang dingininya
(syahwat) iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertimbun
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatan ternakan
dan sawah ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah tempat sebaik-baik kembali.
Ayat tentang Jiwa (Nafs)

Mengenai nafs ini, kebanyakan orang menghubungkan diri


manusia atau jiwa. Padahal sesungguhnya berkaitan dengan
derejat atau kedudukan manusia yang paling rendah dan yang
paling tinggi. Jiwa ini memiliki dua jalan iaitu: (a) Menuju hawa
nafsu (nafs sebagai hawa nafsu) dan (b) Menuju hakikat manusia
(nafs sebagai diri manusia).

Hawa nafsu. Hawa nafsu lebih cenderung kepada sifat-sifat


tercela, yang menyesatkan dan menjauhkan dari Allah.
Sebagaimana Allah Taala berfirman surah (Shaad :26) yang
bermaksud:..... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah

Hubungan Hati dan Hawa Nafsu.

Hati memainkan peranan yang sangat penting dalam diri manusia


ia menjadi sasaran utama kepada Syaitan. Syaitan sedaya upaya
menutupi hati manusia dari menerima Nur llahi. Sebagaimana
sabda Rasulullah yang bermaksud: Jikalau tidak kerana syaitan-
syaitan itu menutupi hati anak Adam, pasti mereka boleh milihat
kerajaan langit Allah

Cara syaitan menutupi hati manusia itu dengan cara –cara


tertentu iaitu dengan menghidupkan hawa nafsu tercela dan yang
membawa ke arah maksiat. Semuanya sudah tersedia berada
adalam diri manusia, ianya dikenali dengan nafsu ammarah
bissu, nafsu sawiyah dan nafsu lawammah..

Para ahli tasawwuf mengatakan bahawa syaitan (anak iblis)


memasuki hati manusia melalui sembilan lubang anggota
manusia iaitu dua lubang mata, dua lubang hidung, kedua lubang
kemaluan dan lubang mulut. Buta manusia bukan buta biji
matanya tetapi buta hatinya sebagaimana bukti yang dijelaskan
dalam Firman Allah dalam surah (Al Hajj :46) bermaksud:Kerana
sesungguhnya bukan mata yang buta, tetapi yang buta ialah hati
di dalam dada.

Mereka juga mengatakan yang membutakan hati ialah kejahilan


atau tidak memahami tentang hakikat perintah Allah SWT.
Kejahilan yang tidak segera diubati akan menjadi semakin
bertimbun. Allah SWT berfirman dalam surah (Al Baqarah:2-9)
yang bermaksud: Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang
yang beriman, padahal mereka yang menipu diri sendiri,
sedangkan mereka tidak menyedarinya.

Demikian bahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaitan


melalui hawa nafsu manusia. Sehingga Rasulullah pernah
berpesan setelah kembali dari perang Badar. Beliau
bersabda :Musuhmu yangterbesar adalah nafsymu yang berada
di antara kedua lambungmu(Riwayat Al-Baihaki)

JIWA, RAGA, SUKMA, NYAWA

Sejenak kita akan membahas (lagi) ilmu tentang jiwa, tetapi


mungkin para pembaca yang budiman masih bertanya tanya apa
perbedaan antara jiwa, jasad, dan sukma. Sebelum saya
menjabarkan ketiganya, kiranya perlu saya tampilkan beberapa
cuplikan pemahaman orang lain tentang jiwa sebagai upaya
mencari komparasi dan menambah khasanah ilmu kejiwaan.

KERANCUAN MEMAKNAI JIWA, SUKMA, NYAWA, PSIKHIS

JIWA, di dalam Oxford Dictionary tertulis soul (roh), mind dan


spirit. Sementara dalam bahasa Indonesia cukup dengan padanan
yaitu jiwa. Yunani Psychê yang berarti jiwa dan logos yang berarti
nalar, logika atau ilmu. Tubuh adalah bagian yang fenomenal,
dapat ditangkap oleh pancaindera dan bersifat fana sedangkan
jiwa menurut Plato (500 SM) merupakan bagian yang memiliki
substansi tersendiri (terpisah dari jasad) dan bersifat abadi. Plato
berargumen, bahwa jiwa menempati tempat yang lebih tinggi
daripada tubuh, lebih jauh ia mengatakan bahwa tubuh adalah
kubur bagi jiwa karena tubuh menghambat kebebasan jiwa. Bagi
seorang murid Plato, yakni Aristoteles (400 SM), semua yang
hidup mempunyai jiwa seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan
tentu saja manusia. Bagi Plato jika seseorang mati, maka jiwanya
akan tetap ada dan kembali kedunia Idea di mana di sana
terdapat segala hal yang ideal (sempurna) untuk kemudian jiwa
akan mereinkarnasi diri dan menubuh kembali pada saatnya. Di
sisi lain Aristoteles muridnya, memiliki pandangan berbeda, ia
tidak setuju keduaan ala gurunya. Bagi Aristoteles tubuh dan jiwa
itu bukan keduaan melainkan kesatuan. Olehkarenanya jika
seseorang mati, maka konsekuensinya jiwapun turut mati
bersama tubuh. Mana yang benar, Plato atau Aristoteles ? Saya
kira kedua-duanya konsep Plato dan Aristoteles tetap
mengandung kelemahan-kelemahan. Bahkan jika ditelaah lebih
dalam, banyak ilmuwan kesulitan memetakan letak di mana jiwa
(nafs, hawa, nafas, soul), roh (spirit) dan raga (body). Hal ini
bukan berarti para filsuf pendahulu kita gegabah dalam
memaknai tentang jiwa. Dapat dimaklumi sebab mempelajari
tentang seluk beluk kejiwaan kita, musti menggunakan jiwa kita
sendiri. Golek latu adadamar, atau mencari bara api dengan
menggunakan obor sebagai penerang jalan. Sangatlah bisa
dimaklumi sebab pembahasan jiwa sudah bersinggungan dengan
ranah gaib yang tak tampak oleh mata wadag. Hanya saja, untuk
melengkapi pembahasan terdahulu dalam posting MENGENALI
JATI DIRI kiranya perlu dilakukan komparasi terhadap khasanah
ilmu jiwa yang telah disampaikan oleh para pendahulu kita agar
jiwa kita menjadi jiwa yang betul-betul merdeka. Merdeka lahir
dan merdeka batin.

JIWA MENURUT KI AGENG SURYO MENTARAM

Sejenak para pembaca yang budiman saya ajak mampir ke


padepokan seorang filsuf Jawa dan kondang sebagai seorang
yang linuwih dan sakti mandraguna. Beliau adalah Ki Ageng
Suryo Mentaram (kebetulan dulu tinggalnya di belakang rumah
kami). Ki Ageng Suryo Mentaram membahas ilmu jiwa yang
dikemukakan seorang filsuf Jawa sekaligus penghayat kejawen
yang pada waktu hidupnya beliau terkenal sebagai seseorang
yang memiliki ilmu linuwih dan sakti mandraguna.Baca
selanjutnya !

Ilmu jiwa sebagaimana diungkapkan Ki Ageng Suryo Mentaram


dikenal dengan dua macam jiwa. Yakni jiwa KRAMADANGSA, dan
jiwa BUKAN KRAMADANGSA. Apa yang disinyalir sebagai
jiwakramadangsa adalah jiwa yang tidak abadi disebut pula
sebagai rasa “Aku Kramadangsa”. Aku kramadangsa termasuk di
dalamnya adalah “rasa nama” atau ke-aku-an, misalnya aku
bernama Siti Ba’ilah. Aku adalah seorang musafir, aku seorang
satrio piningit, aku adalah seorang kaya raya. Ki Ageng Suryo
Mentaram mensinyalir adanya “rasa jiwa” yang bersifat abadi.
Dimaknai sebagai Aku bukan kramadangsa. Menurut Ki Ageng
Suryo Mentaram, rasa aku kramadangsaadalah ke-aku-an (naari
atau “unsur api”) yakni aku yang masih terlena, terlelap dalam
berbagai rasa aku yang terdapat di dalam lautan kramadangsa.
Sebaliknya aku bukan kramadangsa adalah aku yang telah
otonom yang sudah memiliki KESADARAN memilih mana yang
BENAR dan mana yang SALAH sehingga ia dapat dinamai “Aku
kang jumeneng pribadi”.

Menurut Ki Ageng Suryomentaram alat manusia untuk


mendapatkan pengetahuan terdiri dari tiga bagian yakni
pancaindera, rasa hati dan pengertian. Pertama, pancaindera,
seperti yang telah kita ketahui yaitu alat penglihatan (mata), alat
pendengaran (telinga), alat penciuman (hidung), alat pencecap
(lidah) dan alat peraba (kulit, misalnya: jari- jari tangan merasa
panas kena api, kulit merasa gatal terkena bulu ulat, dll). Kedua,
rasa hati, adalah suatu kesadaran diri tentang keberadaan aku di
mana aku dapat merasa senang, susah dan lain-lain. Ketiga,
adalah pengertian, kegunaan pengertian dapat menentukan
tentang hal-hal yang berasal dari pancaindera dan juga dari rasa
hati. Pengertian di sebut pula sebagai persepsi, yang pada
gilirannya akan menentukan mind-set atau pola pikir. Dengan
demikian alat pengertian ini dapat dikatakan sebagai alat yang
tertinggi tingkatan otonominya bagi manusia karena ia sudah
melampaui pengetahuan yang didapat dari alat pertama dan
kedua. Ia sudah merupakan suatu refleksi kritis, kontemplasi,
endapan yang didapat dengan cara menyeleksi hal-hal yang tidak
diperlukan kemudian hanya memilih yang berguna atau
bermanfaat saja. Sedangkan alat di luar ketiga tersebut tak
diketahui karena di dalamnya terdapat banyak hal yang masih
mysteré sulit terjangkau oleh kemampuan alat manusia.

JIWA YANG MERDEKA (KAREPING RAHSA)

Seperti yang telah saya kemukakan dan jabarkan dalam posting


terdahulu tentang MENGENALI JATI DIRI. Jiwa adalah nafas, nafs,
hawa atau nafsu. Jiwa yang telah merdeka barangkali artinya
sepadan dengan apa yang dimaksud jiwa yang mutmainah (an-
nafsul mutmainah). Rasanya sepadan dengan apa yang dimaksud
dalam konsep Ki Ageng Suryo Mentaram sebagaiaku bukan
kramadangsa. Aku bukan kramadangsa selanjutnya saya lebih
suka menyebutnya sebagai JIWA yang NURUTI KAREPING
RAHSA, lebih mudah dipahami bila saya analogikan sebagai JIWA
yang TUNDUK KEPADA SUKMA SEJATI. Sebaliknya apa yang
disebut sebagai jiwa kramadangsa, aku kramadangsa, tidak lain
adalah jiwa yang NURUTI RAHSANING KAREP. Lebih tegas lagi
saya sebut sebagai JIWA yang DITAKLUKKAN OLEH JASAD.

Barangkali perlu dipahami bahwa jiwa kramadangsa (rasa nama)


kesadarannya lebih dari jiwa yang berhasil diidentifikasi oleh
Aristoteles sebagai jiwa yang ikut mati. Saya kira Aristoteles
hanya menangkap jiwa-jiwa sebagaimana jiwa binatang dan
tumbuhan yang ikut mati. Dan Sementara itu jiwa kramadangsa
di sini adalah jiwa dengan kesadaran rendah, yang dimiliki
manusia. Jiwa kramadangsa hanya terdiri dari kumpulan seluruh
catatatan di dalam memori jasad manusia yang berisi semua
tentang dirinya dan semua yang pernah dialaminya. Tidak
seluruh memori itu bersifat abadi karena banyak catatan-catatan
in memorial dapat terlupakan bahkan lenyap bersama jasad yang
mati. Berbeda dengan “aku bukan kramadangsa”, berarti yang
dimaksudkan adalah “aku yang dapat mengatasi kramadangsa”
karena itu “aku” adalah aku yang dapat mengatur dengan baik
kramadangsa-ku.
JIWA, ROH, JASAD

Tulisan saya di sini mencoba untuk membantu menjabarkan apa


sejatinya di antara ke tiga unsur inti manusia yakni jiwa, roh dan
jasad. Tentu kami yang miskin referensi buku hanya bisa
menyampaikan berdasarkan pengalaman pribadi sebagai data
mentah untuk kemudian saya rangkum kembali dalam bentuk
kesimpulan sejauh yang bisa diketahui. Pengalaman demi
pengalaman batin, memang bersifat subyektif, artinya tak mudah
dibuktikann secara obyektif oleh banyak orang, namun saya
yakin banyak di antara para pembaca pernah merasakan, paling
tidak dapat meraba apa sesungguhnya hubungan di antara jiwa,
roh, dan jasad. Walaupun jiwa dan roh berkaitan dengan gaib,
namun bukankah entitas gaib itu berada dalam diri kita. Diri yang
terdiri dari unsur gaib dan unsur wadag (fisik), tak ada alasan
bagi siapapun untuk tidak bisa merasakan dan menyaksikan
“obyektivitas” kegaiban. Mencegah diri kita dari unsur dan
wahana yang gaib sama saja artinya kita mengalienasi
(mengasingkan) dan membatasi diri kita dari “diri sejati” yang
sungguh dekat dan melekat di dalam badan raga kita.

Sukma-Raga

Hubungan antara roh/sukma dengan raga bagaikan rangkaian


perangkat internet. Sukma atau roh dapat diumpamakan IP atau
internet protocol, yang mengirimkan fakta-fakta dan data-data
“gaib” dalam bentuk “bahasa mesin” yang akan diterima oleh
perangkat keras atauhardware. Adapun hardware di sini berupa
otak (brain) kanan dan otak kiri manusia. Sedangkan tubuh
manusia secara keseluruhan dapat diumpamakan sebagai
seperangkat alat elektronik bernama PC atau personal komputer,
note book, laptop dst yang terdiri dari rangkaian beberapa
hardware. Hardware otak tak akan bisa beroperasional dengan
sendirinya menerima fakta dan data gaib yang dikirim oleh
sukma. Hardware otak terlebih dulu harus diisi (instalation)
dengan perangkat lunak atau sofware berupa “program” yang
bernama spiritual mind atau pemikiran tentang ketuhanan, atau
pemikiran tentang yang gaib.
Sukma-Jiwa

Namun demikian, hardware otak tidak akan mampu memahami


fakta-fakta gaib tanpa adanya jembatan penghubung bernama
jiwa. Jiwa merupakan jembatan penghubung antara
sukmadengan raga. Aktivitas sukma antara lain mengirimkan
bahasa universal kepada raga. Bahasa universal tersebut dapat
berupa sinyal-sinyal gaib, pralampita, perlambang, simbol-
simbol, dalam hal ini saya umpamakan layaknya bahasa mesin, di
mana jiwa harus menterjemahkannya ke dalam berbagai bahasa
verbal agar mudah dimengerti oleh otak manusia. Tugas jiwa tak
ubahnya modem untuk menterjemahkan “bahasa mesin” atau
bahasa universal yang dimiliki oleh sukma menjadi bahasa verbal
manusia.

Namun demikian, masing-masing jiwa memiliki kemampuan


berbeda-beda dalam menterjemahkan bahasa universal atau
sinyal yang dikirim oleh sukma kepada raga, tergantung program
atau perangkat lunak (software) jenis apa yang diinstal di
dalamnya. Misalnya kita memiliki program canggih bernama Java
script, yang bisa merubah bahasa mesin ke dalam bentuk huruf
latin atau bahasa verbal, dan bisa dibaca oleh mata wadag.

Jiwa-Raga

Setelah jiwa berhasil menterjemahkan “bahasa mesin”, atau


bahasa universal sukma ke dalam bahasa verbal, selanjutnya
menjadi tugas otak bagian kanan manusia untuk mengolah dan
menilainya melalui spiritual mind atau pemikiran spiritual.
Semakin besar kapasitas random acces memory (RAM) yang
dimiliki otak bagian kanan, seseorang akan lebih mampu
memahami “kabar dari langit” yang dibawa oleh sukma, dan
diterjemahkan oleh jiwa. Itulah alasan perlunya kita meng
upgrade kapasitas “RAM” otak bagian kanan kita agar supaya
lebih mudah memahami fakta gaib secara logic. Sebab sejauh
yang bisa saya saksikan, kenyataan gaib itu tak ada yang tidak
masuk akal. Jika dirasakan ada yang tak masuk akal, letak
“kesalahan” bukan pada kenyataan gaibnya, tetapi karena otak
kita belum cukup menerima informasi dan “data-data gaib”.
Dimensi gaib memiliki rumus-rumus, dan hukum yang jauh lebih
luas daan rumit daripada rumus-rumus yang ada di dalam
dimensi wadag bumi. Contoh yang paling mudah, misalnya segala
sesuatu yang ada di dalam dimensi wadag bumi, mengalami
rumus atau prinsip terjadi kerusakan (mercapadha). Merca
berarti panas atau rusak, padha adalah papan atau tempat.
Mercapadha adalah tempat di mana segala sesuatunya pasti akan
mengalami kerusakan. Sementara itu di dalam dimensi gaib,
rumus kerusakan tak berlaku. Sehingga disebutnya sebagai
dimensi keabadian, atau alam kehidupan sejati, alam
kelanggengan, papan kang langgeng tan owah gingsir. Sekalipun
organ tubuh manusia, apabila dibawa ke dalam dimensi
kelanggengan, pastilah tak akan rusak atau busuk sebagaimana
pernah saya ungkapkan dalam kisah terdahulu, silahkan para
pembaca yang budiman membuka posting berjudul KUNCI
MERUBAH KODRAT. Sebaliknya, sukma yang hadir ke dalam
dimensi bumi, pastilah terkena rumus atau prinsip mercapadha,
yakni mengalami rasa cape, sakit, rasa lapar, ingin menikmati
makanan dan minuman yang ia sukai sewaktu tinggal di dimensi
bumi bersama raga. Hanya saja, sukmanya merupakan unsur
gaib, maka tak akan terkena rumus atau prinsip mengalami
kematian sebagaimana raga.

RUMUS-RUMUS KEHIDUPAN WADAG DAN GAIB

Jiwa yang terlahir ke dalam jasad manusia merupakan software


yang merdeka dan bebas menentukan pilihan. Apakah akan
menjadi jiwa yang mempunyai prinsip keseimbangan, yakni
seimbang berdiri di antara sukma dan raga, menjadi pribadi yang
seimbang lahir dan batinnya. Ataukah akan menjadi jiwa yang
berat sebelah, yakni tunduk kepada sukma, ataukah jiwa yang
menghamba kepada raga saja. Untuk menjadi pribadi yang dapat
meraih keseimbangan lahir dan batin, jiwanya harus
memperhatikan dan menghayati apa saran sang sukma (nuruti
kareping rahsa). Tak perlu meragukan kemampuan sang sukma
sebab ia tak akan salah jalan dalam menuntun seseorang
menggapai keseimbangan lahir dan batin. Pribadi yang seimbang
lahir dan batinnya akan mudah menggapai kemuliaan hidup di
dunia dan kehidupan sejati setelah raganya ajal. Sementara itu
bagi jiwa yang mau diperbudak oleh raga berarti menjadi pribadi
yang hidup dalam penguasaan lymbic section, atau insting dasar
hewani, selalu mengumbar hawa nafsu (nuruti rahsaning karep).
Tentu saja kehidupannya akan jauh dari kemuliaan sejak hidup di
mercapadha maupun kelak dalam kehidupan sejati.

Sebaliknya, bagi jiwa yang terlalu condong kepada sukma, ia


akan menjadi pribadi yang fatalis, tak ada lagi kemauan, inisiatif,
dan semangat menjalani kehidupan di dimensi wadag planet bumi
ini. Seseorang akan terjebak ke dalam pola hidup yang
mengabaikan kehidupan duniawi. Hal ini sangatlah timpang,
sebab kehidupan duniawi ini akan sangat menentukan bagimana
kehidupan kita kelak di alam keabadian. Apakah seseorang akan
menggapai kemuliaan bahkan kemuliaan Hidup di dunia
merupakan bekal di akhirat. Sebagaimana para murid Syeh Siti
Jenar yang gagal dalam memahami apa yang diajarkan oleh
gurunya. Para murid menyangka kehidupan di planet bumi ini tak
ada gunanya, bagaikan mayat bergentayangan penuh dosa.
Kehidupan dunia bagaikan penghalang dan penjara bagi roh
menuju ke alam keabadian. Jalan satu-satunya melepaskan diri
dari penjara kehidupan dunia ini adalah jalan kematian. Sehingga
banyak di antara muridnya melakukan tindakan keonaran agar
supaya menemui kematian.

NYAWA, KEMATIAN, DAN MERAGA SUKMA

Banyak orang, melalui berbagai referensi, menganggap nyawa


sama dengan jiwa. Bahkan dipahami secara rancu dengan
menyamakannya dengan roh atau sukma. Nyawa, jiwa, roh,
sukma, diartikan sama. Tetapi manakala kita menyaksikan
peristiwa meraga sukma, perjalanan astral, lantas timbul tanda
tanya besar. Bukankah saat terjadi peristiwa kematian, sukma
seseorang keluar dari jasadnya ?! Kenapa orang yang meraga
sukma tidak mengalami kematian ?! Sejak lama saya bertanya-
tanya dalam hati saya sendiri. Apa gerangan yang terjadi dan
bagimana duduk persoalannya. Bagaimanakah sebenarnya
rumus-rumus tuhan yang berlaku di dalamnya ?

Butuh waktu puluhan tahun hingga saya menemukan jawaban


logis, paling tidak nalar saya bisa menerimanya. Nyawa ibarat
“lem perekat” yang menghubungkan antara sukma dengan raga
manusia. Pada peristiwa kematian seseorang, nyawa sebagai lem
perekat tidak lagi berfungsi alias lenyap. Jika lem perekatnya
sudah tak berfungsi lagi maka lepaslah sukma dari jasad. Lain
halnya dengan meraga sukma, lem perekat masih berfungsi
dengan baik, sehingga kemanapun sukma berkelana, jasadnya
yang ditinggalkan tidak akan mati. Hanya saja lem perekat
bernama nyawa ini sistem bekerjanya berbeda dengan lem
perekat pada umunya yang benar-benar menyambung
merekatkan antara dua benda padat. Nyawa merekatkan antara
jasad dan sukma secara fleksibel, bagaikan dua peralatan yang
dihubungkan oleh teknologi nir kabel. Namun demikian nyawa
tentu saja jauh lebih canggih ketimbang teknologi bluetoothyang
bisa menghubungkan dua peralatan dalam jarak dekat maupun
jauh. Dalam khasanah spiritual Jawa, para leluhur di zaman dulu
menemukan adanya keterkaitan masing-masing unsur gaib dan
wadag manusia. Raga supaya hidup harus dihidupkan oleh
sukma, sukma diikat oleh rasa. Ikatan rasa akan pudar dan lama-
kelamaan akan habis apabila rasa tidak kuat lagi menahan
penderitaan dan trauma yang dialami oleh raga. Bila seseorang
tak kuat lagi menahan rasa sakit, kesadaran jasadnya akan
hilang atau mengalami pingsan, dan bahkan kesadaran jasadnya
akan sirna samasekali alias mengalami kematian. Di sini peristiwa
kematian adalah padamnya “alat nirkabel” atau semacam
“bluetooth” bikinan tuhan sehingga terputuslah hubungan antara
jasad dan sukma. Lain halnya dengan aksi meraga sukma, sejauh
manapun sukma berkelana ia tetap terhubung dengan raga
melalui “teknologi” bluetooth bikinan tuhan bernama nyawa

MISTERI ROH MANUSIA DAN JUMLAHNYA

a‫ِبْس ــــــــــــــــــِم اِﷲاَّر ْح َم ِن اَّر ِحيم‬


Persoalan roh, atau ruh, sejak dulu hingga kini tetap menjadi
misteri. Sebab pengetahuan manusia tentang roh sangatlah
sedikit, dan lebih banyak prasangka daripada kenyataan. Karena
itulah timbul berbagai pemikiran dan kepercayaan tentang roh.
Namun berbagai pendapat manusia tentang roh lebih banyak
menyesatkan dari pada memberi petunjuk.
Pengetahuan yang benar tentang roh tentang datang dari Allah
dan Rasul-Nya. Ini bisa kita tilik dalam sejarah kehidupan Nabi
Muhammad SAW. Ketika itu seorang Yahudi pernah bertanya
tentang roh kepada beliau, sebagaimana diabadikan di dalam Al-
Qur’an, surah Al-Isra’: 85.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh


itu termasuk urusan Tuhan-mu, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.”

Dalam riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud dikemukakan, Nabi


Muhammad SAW, pada suatu hari berjalan bertongkat di Madinah
disertai Ibnu Mas’ud, dan lewat di depan segolongan kaum
Yahudi. Salah seorang dari mereka berkata, “Mari kita bertanya
kepadanya.” Merekapun berkata; “Cobalah terangkan kepada
kami tentang roh?”

Nabi Muhammad SAW berdiri sesaat dan mengangkat kepalanya


ke langit, beliau diberi wahyu. Kemudian Nabi bersabda; “Roh itu
termasuk urusan Tuhan mu, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.”

Kata Ar-Ruh dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 24x dengan


berbagai konteks dan makna. Dari semua ayat itu tidak ada yang
berkaitan dengan manusia. Al-Maraghi dalam tafsir Al-Maraghi
juz 15 menyebutkan, ada tiga pendapat mengenai kata Ar-Ruh di
dalam Al-Qur’an.

1. Ar-ruh yang dimaksud ialah Al-Qur’an.

Al-Qur’an memang juga disebut Ar-Ruh di beberapa tempat


dalam Al-Qur’an, misalnya seperti firman Allah dalam surah Asy-
Syura:52, “Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu Ar-Ruh
(wahyu Al-Qur’an) dengan perintah kami.”
Dengan Al-Qur’an-lah kehidupan roh dan akal bisa diperoleh,
karena dengan kitab suci inilah bisa diperoleh pengenalan
mengenai Allah, para Malaikat, Nabi, dan Rasul-Nya, Kitab-
kitabNya, dan akhir zaman.

2. Ar-Ruh yang dimaksud adalah malaikat Jibril AS.

Ini pendapat Al-Hasan Bashri dan Qatadah. Jibril disebut pula Ar-
Ruh di bebagai tempat dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah SWT
surah Asy-Syura; 193); “Al-Qur’an dibawa turun oleh Ar-Ruhul
Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad).”
Juga firmanNYa surah Maryam:17 ; “Lalu kami mengutus roh
ciptaan kami (Jibril) kepadanya (Maryam).” Sementara itu, Jibril
sendiri berkata pada ayat lain, surah Maryam (64), “Dan tiadalah
kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu.”

3. Ar-Ruh yang dimaksud Ar-Ruh adalah yang membuat


tubuh manusia menjadi hidup.
Ini pendapat Jumhur, kesepakatan mayoritas ulama.

HAKIKAT ROH

Dalam penggalan pertama surah Al-Isra’ (85) disebutkan, roh


adalah urusan Allah, bukan urusan makhluk, termasuk manusia.
Hanya Allah yang tahu hakikatnya. Dan penggalan berikutnya
menyebutkan, kalaupun makhluk atau manusia tahu, karena
mereka diberi ilmu oleh Allha, dan jumlahnya hanya sedikit. Dari
yang ‘sedikit’ itu, menurut Al-Marqhi, ada dua pendapat
mengenai hakikat roh.

1. Roh adalah Jisim Nurani,

Sebangsa cahaya, yang hidup dan bergerak dari alam yang


tinggi. Tabiatnya berbeda dengan tabiat jisim yang bisa diindera
dan berjalan dalam jasad kasar. Ini sebagaimana air mengalir
dalam bunga mawar, minyak dalam zaitun, dan api dalam
bara. Ia tidak bisa digantikan, dipisah-pisahkan, maupun
dipecah-pecah. Roh memberi kepada jasad ini kehidupan dengan
segala aksesnya. Kalau tidak, jadilah kematian. Ini pendirian
yang dipegang teguh Ar-Razi dan Ibnu Qayyim dalam Kitabul Ruh
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2. Roh bukanlah Jisim dan bukan pula sebangsa Jasmani.

Ia berkaitan dengan tubuh, dengan sikap membimbing dan


mengatur saja. Ini adalah pendapat yang dianut oleh Hujjatul
Islam (Pembela Islam) Imam Al-Ghazali dan Abu Qasim Ar-
Raghib Al-Isfahani.

Orang sering menyamakan roh dengan nyawa, nafs. Kalau kita


merujuk pada Al-Qur’an jelas keduanya berbeda. Sebagaimana
pengertian di atas, roh adalah urusan Allah, sedang nafs lebih
banyak merupakan urusan manusia.

Kesalahan menganggap bahwa roh sama dengan nafs terjadi


ketika orang mengartikan ayat alam surah Shad (71), “Sungguh
Aku menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku
sempurnakan kejadiannya, dan ku-tiupkan roh-Ku kedapanya,
hendaklah kelian hormat kepadanya.”

Juga pada surah As-Sajdh (8-9);


             
          


“Setelah manusia diberi ruh, akan hidup. Tetapi mengapa ketika


mati yang merasakan adalah nafs, bukannya roh? Sebagaimana
Al-Qur’an surah Ali Imran (185) menyebutkan,” Tiap nafs
merasakan kematian.

Jadi yang keluar dari tubuh manusia ketika mati bukan roh, tetapi
nyawa atau nafs. Menurut Dr. Mustafa Mahmud, dalam bukunya
terjemahaan Al-Qur’an Kainun Hayyun, nafs merasakan kematian
tetapi tidak mati.
Ia merasakan kematian pada saat keluar dari badan. Nafs sudah
ada sebelum manusia lahir, dan akan ada sepanjang hayat.
Setelah jasad mati dan nafas keluar, ia akan kembali lagi kepada
jasadnya di hari kiamat.

Wujud nafs sebelum lahir dapat diketahui dari firman Allah, surah
Al-A’raf (172), “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-cucu Adam dari sulbi (pinggang) mereka, dan
Allah mengambil kesaksian terhadap nafs mereka seraya
berfirman, ‘Bukan aku ini Tuhanmu?’ mereka menjawab,’ Benar
(engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”

Sementara Dr. Quraish Shihab dalam makalah berjudul manusia


dalam pandangan Al-Qur’an cenderung pada pendapat bahwa,
usai ditiupkan roh kepada manusia, manusia menjadi alq akhar
(makhluk yang unik), seperti pada surah Al-Mukminun:14.

Makhluk yang unik, dalam arti berbeda dengan makhluk lain,


seperti orang utan (binatang), yang juga punya nyawa tetapi
kepadanya tidak ditiupkan roh. Karena itu, nyawa bukan sesuatu
yang menjadi manusia unik, tetapi rohlah yang membuat
manusia menjadi lain dari makhluk lainnya.

Kata nafs selalu merujuk kepada makhluk, tetapi ada juga yang
menunjuk kepada “Nafs Tuhan” (termasuk ayat mtasyabihat,
ayat yang belum diketahui secara pasti pengertian), seperti
firman-Nya, surah Al-an’am:12),

              
         
    

“Allah mewajibkan atas nafsNya menganugerahkan rahmat.


Begitu juga surah Ali Imran: 28,”
         
            
       
….. dan Allah mengingatkan kamu akan nafs-Nya. Juga, surah
Al-Maidah: 116,
          
              
               
      

“Engkau mengetahui nafs-ku (Isa), tetapi aku tidak mengetahui


nafs Engkau.”

Hanya saja, apabila nafs dinisbahkan kepada Allah, itulah zat


Allah. Nafs Iiahiah dan nafs insaniah hanya sama dalam sebutan,
tetapi pada hakikatnya sangat berbeda. Sebab, sebagaimana
disebut dalam surah Asy-Syura: 11, “Tiada sesuatu yang serupa
dengan dia.”

Apakah benar apabila seseorang telah meninggal dunia rohnya


dapat memasuki jasad orang yang masih hidup (keluarganya)
dan berkomunikasi dengan orang sekitarnya melalui jasad orang
yang masih hidup, Bagaimana pandangan Islam mengenai
hakekat keberadaan roh setelah meninggalkan dunia?

Allah swt berfirman : “Allah memegang jiwa (orang) ketika


matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang telah dia tetapkan
kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu
yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az
Zumar : 42)
        
      
        
   
Ibnu Qoyyim menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas tentang ayat
ini, dia,”Telah sampai kepadaku bahwa roh orang-orang yang
masih hidup dan roh orang-orang yang sudah mati bisa bertemu
didalam mimpi. Mereka saling bertanya lalu Allah swt menahan
roh orang-orang yang sudah mati dan melepaskan roh orang-
orang yang masih hidup menemui jasadnya.”

Ibnu Abi Hatim didalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari as


Suddiy tentang makna firman Allah swt “dan jiwa yang belum
mati di waktu tidurnya” adalah mematikannya saat tidurnya lalu
roh orang yang masih hidup bertemu dengan roh orang yang
sudah mati dan mereka saling berbincang, berkenalan. Dia
mengatakan,”lalu roh orang yang masih hidup dikembalikan
kepada jasadnya di dunia hingga sisa waktu yang telah
ditentukan sementara itu roh orang yang sudah mati
menginginkan kembali ke jasadnya namun dia tertahan.”

Bukti pertemuan antara roh orang-orang yang masih hidup


dengan roh orang-orang yang sudah mati adalah bahwa orang
yang masih hidup dapat melihat orang yang sudah mati didalam
tidurnya. Orang yang masih hidup itu meminta informasi darinya
lalu orang yang sudah mati itu memberitahukan kepadanya
tentang apa-apa yang tidak diketahui oleh orang yang masih
hidup sehingga menjadi sebuah informasi seperti tentang masa
lalu dan yang akan datang. Terkadang dia memberitahukan
kepadanya tentang harta yang dikuburnya di suatu tempat mati
yang tidak diketahui kecuali oleh dirinya atau barangkali dia
memberitahu kepadanya tentang utangnya dan menyebutkan
bukti-buktinya.

Yang lebih jelas lagi misalnya berupa pemberitahuan tentang


amal yang telah dikerjakannya yang tidak dilihat oleh seorang
pun di alam atau pemberitahuan bahwa anda akan mendatangi
kami pada waktu ini dan itu dan akan terjadi seperti apa yang
diberitahukannya atau pemberitahuan tentang perkara-perkara
yang tidak diketahui kecuali dirinya (orang yang sudah
meninggal)
Said bin al Musayyib mengatakan bahwa Abdullah bin Salam
telah bertemu dengan Salman al Farisiy. Salah seorang dari
mereka berdua mengatakan kepada yang lainnya,”Jika kamu
meninggal sebelumku maka temuilah aku dan beritahukan
kepadaku tentang apa yang kamu dapati dari Tuhanmu dan jika
aku meninggal sebelum dirimu maka aku akan menemuimu dan
memberitahukanmu (tentangnya).” Sementara itu yang lainnya
mengatakan,”Apakah orang-orang yang sudah mati dapat
bertemu dengan orang-orang yang masih hidup?” dia
berkata,”Ya. Roh-roh mereka di surga bepergian
sekehendaknya.”

Al Abbas bin Abdul Muthalib mengatakan,”Aku sangat ingin


bermimpi bertemu Umar didalam tidurku dan aku tidak pernah
dimimpikannya hingga mendekati waktu setahun aku melihatnya
mengusap keringat dari dahinya dan mengatakan,’Ini adalah
masa senggangku, hampir-hampir singgasanaku roboh jika aku
tidak bertemu Yang Maha Pengasih dan Penyayang.”

Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz mengatakan,”Aku telah melihat


ayahku didalam tidur setelah kematiannya seakan-akan dia
berada di sebuah taman dan memberikan apel-apel kepadaku
maka aku pun mengambil salah satunya! Aku bertanya,”Amal apa
yang engkau dapati paling utama?’ ayahku menjawab,”Istighfar.”
(ar Ruh hal 20 – 22)

Adapun apa yang anda tanyakan tentang roh dari orang-orang


yang sudah mati memasuki jasad dari orang yang masih hidup
lalu melakukan kegiatan sebagaimana layaknya orang yang
masih hidup seperti berbincang-bincang, bercerita dan
sebagainya maka hal ini tidaklah ada kaitannya dengan roh dari
orang-orang yang sudah mati itu. Akan tetapi itu semua adalah
tipu daya yang dilakukan oleh jin yang memasuki jasad orang
yang masih hidup tersebut.

Jin itu merasuki tubuh seseorang dan berpura-pura seolah-olah


dirinya adalah ayah dari yang pemilik tubuh yang dirasuki,
ibunya, seorang ulama atau seorang shaleh yang sudah
meninggal dan berbicara untuk menyesatkan manusia.Wallahu
A’lam.

Berikut Jumlah ROH dalam Manusia :

Menurut Ilmu batin pada diri manusia terdapat Sembilan jenis


ROH. Dan masing-masing mempunyai Fungsi sendiri-sendiri .
kesembilan Roh macam Roh yang ada pada manusia itu adalah
sebagai berikut :

1. ROH IDOFI ( ROH ILOFI ) : adalah roh yang sangat utama bagi
manusia. Roh idofi juda disebut “Johar Awal Suci”. Karena Roh
inilah maka manusia dapat hidup. Bila roh tersebut keluar dari
raga, maka manusia akan mati. Roh ini sering disebut “NYAWA” .
Roh Idofi merupaka sumber dari roh-roh lainnya. Kalau saja roh
Idofi ini keluar dari raga manusia, pastilah roh-roh lainnya pun
akan turut serta. Tetapi sebaliknya kalau salah satu roh dari roh
yang delapan buah itu keluar, maka roh Idofi akan tetap tinggal.
Dan manusia itu tetap masih hidup. Bagi mereka yang sudah
sampai pada iradat Tuhan atau kebatinan tinggi, tentu akan
menjumpai roh ini dengan penglihatannya. Dan wujudnya mirip
diri sendiri, baik rupa, suara maupun segala sesuatunya.
Bagaikan berdiri dicermin saja. Meskipun roh-roh yang lain juga
demikian, tetapi kita dapat membedakan dengan roh yang satu
ini. Alam nya roh Idofi berupa cahaya (nur) terang benderang
dan rasanya sejuk tentram ( bukan dingin ). Tentu saja kita bisa
menjumpainya bila sudah mencapai tinggkat “INSAN KAMIL”.

2. ROH RABBANI : roh inipun juga dikuasai dan diperintah oleh


Roh Idofi. Alamnya roh ini ada didalam cahaya (nur) kuning diam
tak bergerak.

3. ROH ROHANI : Roh rohani inipun juga dikuasai dan diperintah


Roh Idofi. Karna roh ini maka manusia mempunya/memiliki dua
rupa/kehendak. Kadang-kadang suka sesuatu, tetapi di lain
waktu ia tidak menyukainya. Roh ini mempengaruhi perbuatan
baik dan perbuata buruk. Roh inilah yang menempati
Roh ini sifatnya selalu mengikuti penglihata yang melihat.
Dimana pandangan kita ditempatkan, disitu roh Rohani berada.

4.ROH NURANI : Roh Ini dibawah pengaruh Roh-roh Idofi. Roh


Nurani ini mempunya Sifat terang. Karena adanya roh ini
menjadikan manusia yang bersangkutan jadi terang hatinya.
Kalau roh ini meninggalkan tubuh maka orang tersebut hatinya
menjadi gelap dan gelap pikirannya.

5.ROH KUDUS ( Roh Suci ) : Roh yang yang diwah kekuasaan


Roh Idofi juga. Roh ini mempengaruhi orang yang bersangkutan
mau memberi pertolongan kepada sesama manusia atau tidak.
Mempengaruhi berbuat kebajikan dan mempengaruhi berbuat
ibadah sesuai kepercayaan yang dianutnya.

6.ROH RAHMANI : Roh Ini dibawah pengaruh Roh Idofi Pula. Roh
ini disebut juga ROH PEMURAH. Karena diambil dari kata
“Rahman” yang artinya pemurah. Roh ini mempengaruhi manusia
bersifat social, suka memberi.

7.ROH JASMANI : Roh Ini dibawah pengaruh Roh Idofi Pula roh
ini menguasai seluruh darah dan urat syaraf manusia. Karena
adanya roh jasmani maka manusia dapat merasakan sakit,lesu,
segar dan lain sebagainya. Bila roh ini keluar dari tubuh maka
ditusuk jarumpun tubuh tidak terasa sakit. Wujudnya sama
dengan kita, hanya saja berwarna merah.

8.ROH NABATI : Roh Ini dibawah pengaruh Roh Idofi Pula. Roh ini
mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan badan.

9.ROH HEWANI : ialah roh yang menjaga raga kita. Bila roh
hewani keluar dari tubuh maka orang yang bersangkuta akan
tidur. Bila kita sedang bermimpi maka Roh Hewani itulah yang
menjumpainya. Jadi mimpi itu hasih kerja Roh Hewani yang
mengendalikan otak manusia. Ini dibawah pengaruh Roh Idofi.
Jadi kepergian Roh Hewani Kepergian dan kehadirannya diatur
oleh roh Idofi.
DAHSYATNYA PIKIRAN POSITIF

Berpikir positif adalah berpikir, menduga, dan berharap hanya


yang baik tentang suatu keadaan atau tentang seseorang. Anda
tidak akan berprasangka buruk tentang orang lain. Anda tidak
menggunjingkan desas-desus yang buruk tentang orang lain.
Anda tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain. Anda
pun tak akan berprasangka buruk bahkan terhadap diri anda
sendiri. Anda akan selalu merasa sehat, anda akan selalu yakin
bahwa anda akan sukses, anda yakin anda akan disukai banyak
orang. Akibatnya, anda pun benar-benar akan selalu sehat,
kesuksesan akan anda raih sebagai sebuah keniscayaan, dan
banyak orang akan berkerumun di sekeliling anda karena mereka
sangat menyukai pribadi anda. Bayangkan, bagaimana besar
dampaknya bila anda setiap saat terlatih menggunakan pola pikir
sedahsyat itu!

BIASAKAN DIRI BERPIKIRAN POSITIF DAN LIHATLAH APA


YANG TERJADI

PERIKSALAH PIKIRAN ANDA

Hidup kita ditentukan oleh pikiran ~ Marcus Aurelius.Sel-sel di


dalam tubuh anda akan menerjemahkan apa yang ada dalam
pikiran bawah sadar anda ke dalam sebuah gerakan atau suatu
mekanisme. Misalnya ketika pikiran bawah sadar anda sedang
bersedih, maka sel-sel tubuh anda membentuk suatu mekanisme
otomatis sehingga muncullah reaksi fisik pada tubuh anda,
misalnya menangis. Sel-sel tubuh anda tidak bisa membedakan
apakah anda betul-betul bersedih atau tidak. Misalnya anda bisa
menangis hanya karena menonton sebuah film tragedi, padahal
tragedi tersebut tidak menimpa anda.

Mekanisme otomatis di dalam tubuh anda juga bisa terlihat saat


anda mengalami gerakan refleks. Saat tangan anda mengenai
benda panas, maka secara otomatis tangan anda menjauh dari
benda panas tersebut. Hal ini terjadi karena pikiran sadar anda
mengatakan bahwa tidak enak dan bahaya jika menyentuh benda
panas sehingga harus menjauhinya. Pikiran bawah sadar
menerima perintah tersebut, dan seluruh sel di dalam tubuh
selalu melakukan apa yang diperintahkannya.

Mekanisme otomatis ini akan terus bekerja untuk berbagai hal


lainnya tergantung apa yang sudah anda programkan dalam
pikiran bawah sadar anda melalui pikiran sadar anda. Sel-sel di
dalam tubuh anda membentuk suatu mekanisme berdasarkan
panduan atau perintah dari pikiran bawah sadar anda.
Pikiran anda harus terbiasa untuk selalu positif, dan anda akan
lebih mudah mencapai cita-cita. Bukan Cuma itu, pikiran positif
serta kepercayaan diri anda akan menarik orang lain bergabung
dengan anda. Mereka tidak akan membiarkan anda berjalan
sendiri menghadapi semua masalah. Justru dengan senang hati
akan menemani dan membantu anda melewati semua kesulitan.
Dan yang lebih penting, hidup anda akan menjadi lebih
menyenangkan.

Hidup indah bukan berarti hidup penuh dengan kedamaian saja,


tetapi hidup indah adalah hidup yang dipenuhi dengan
keberhasilan. Bukankah keberhasilan itu sesuatu yang indah?
Indah meliputi kedamaian dan keberhasilan, bukan kedamaian
tetapi tanpa daya, sebab kedamaian tanpa daya bukanlah suatu
keindahan.

Anda bisa memilih pikiran-pikiran positif saja di dalam kepala


anda. Setelah memilih, anda harus memperkuat pikiran tersebut
sehingga menjadi dominan. Jika tidak, maka pikiran-pikiran
negatif akan mudah masuk ke dalam kepala anda dan akan
mengendalikan hidup anda. Jika pikiran indah mendominasi
pikiran anda maka hidup anda menjadi indah. Sistem tubuh tidak
memiliki kemampuan membedakan mana perintah yang baik
atau tidak sehingga sistem tubuh akan menurut apa saja yang
diperintahkan oleh pikiran itu. Oleh karena yang anda perlukan
adalah pikiran anda harus memilih terlebih dahulu perintah yang
akan diberikan kepada sistem tubuh anda.

Orang yang berpikiran negatif akan mencari sesuatu, baik orang,


lingkungan, atau peristiwa sebagai pembenaran kesalahan atau
tidak adanya tindakan yang diambil. Coba renungkan, berapa kali
anda mencari kambing hitam atas kekurangan atau kegagalan
yang anda lakukan? Renungkan dengan jujur, teliti dan tuliskan
sebagai bahan pembelajaran. Kejujuran dan kesadaran anda
akan menentukan keberhasilan anda selanjutnya. Mulai saat ini,
berpikirlah secara positif.

HUKUM BERPIKIR POSITIF

Pada saat keluar rumah di pagi hari, kita sendirilah yang


menentukan apakah hari itu akan jadi baik atau buruk, karena
tergantung bagaimana kita menjalankan pikiran kita. Dapat
tidaknya kita menikmati hari itu sangat tergantung pada cara kita
berpikir ~ Stanley R. Welty, Presiden Wooster Brush Company
Jika anda bersikap ramah terhadap seseorang, maka orang itu
akan ramah kepada anda. Jika anda memperlakukan anak anda
sebagai anak yang cerdas, akhirnya ia betul-betul menjadi
cerdas. Jika anda yakin bahwa upaya anda akan berhasil, maka
besar sekali kemungkinan upaya anda dapat merupakan separuh
keberhasilan. Nah, dampak pola berpikir positif itu disebut
Dampak Pygmalion.

Pikiran anda sering kali mempunyai dampak ramalan tergenapi


(fulfilling prophecy), baik positif maupun negatif. Kalau anda
menganggap tetangga anda judes sehingga anda tidak mau
bergaul dengannya, maka akhirnya ia betul-betul menjadi judes.
Kalau anda mencurigai dan menganggap anak anda tidak jujur,
akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur. Kalau anda sudah
putus asa dan merasa tidak sanggup pada awal suatu usaha,
besar sekali kemungkinannya anda betul-betul akan gagal.
Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga, dan berharap
hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang.
Bayangkan, bagaimana besar dampaknya bila anda
menggunakan pola pikir positif seperti itu. Anda tidak akan
berprasangka buruk tentang orang lain. Anda tidak
menggunjingkan desas-desus yang buruk tentang orang lain.
Anda tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain.
Kalau anda berpikir buruk tentang orang lain, selalu ada saja
bahan untuk menduga hal-hal yang buruk. Jika ada seorang
kawan memberi hadiah kepada anda, jelas itu adalah perbuatan
baik. Tetapi jika anda berpikir buruk, anda akan menjadi curiga,
“Barangkali ia sedang mencoba membujuk”, atau anda
mengomel, “Ah, hadiahnya cuma barang murah”.

Yang rugi dari pola pikir seperti itu adalah diri anda sendiri. Anda
menjadi mudah curiga. Anda menjadi tidak bahagia. Sebaliknya,
kalau anda berpikir positif, maka anda akan menikmati hadiah itu
dengan rasa gembira dan syukur, “Ia begitu murah hati.
Walaupun ia sibuk, ia ingat untuk memberi kepada saya”. Hidup
akan menjadi baik kalau anda memandangnya dari segi yang
baik. Berpikir baiklah tentang diri sendiri. Berpikir baiklah tentang
orang lain. Berpikir baiklah tentang keadaan. Berpikir baiklah
tentang Tuhan. Dampak berpikir baik seperti itu akan anda
rasakan. Keluarga menjadi hangat. Kawan menjadi bisa
dipercaya. Tetangga menjadi akrab. Pekerjaan menjadi
menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah.

Pikiran kita bergetar dan memancarkan gelombang dengan suatu


frekuensi. Besarnya frekuensi tergantung pada bentuk dan
ukuran objek yang bergetar. Oleh karena itu frekuensi yang
dikeluarkan oleh pikiran kita sesuai dengan apa yang dipikirkan
oleh pikiran kita. Semakin kuat kita memikirkan sesuatu, maka
semakin kuat getaran yang kita hasilkan. Getaran akan bergetar
dengan frekuensi yang sama tetapi akan bergetar dengan
amplitudo yang berbeda.

Getaran bisa menyebabkan suatu fenomena resonansi, yaitu


menggetarkan objek lain yang memiliki suatu kesamaan. Jika kita
memikirkan sesuatu maka akan lahir getaran yang sesuai dengan
apa yang kita pikirkan, sehingga akan terrjadi resonansi dengan
berbagai objek yang ada di alam yang memiliki suatu kesamaan
(kemiripan) tertentu. Artinya, pikiran anda akan mengarah ke
objek yang anda pikirkan dan sebaliknya objek pun akan
mengarah ke diri anda, inilah yang disebut Hukum Tarik Menarik.
Jadi bisa disimpulkan bahwa pikiran kita bersifat magnetis dan
memiliki frekuensi. Selama anda berpikir, pikiran-pikiran itu akan
dikirim ke alam dan akan menarik semua hal yang memiliki
kemiripan dengan pikiran kita. Inilah dasar dari konsep pikiran
positif, yaitu jika kita berpikir positif maka semua hal yang positif
akan menghampiri kita.

Alam semesta dengan segenap energi makrokosmosnya selalu


bekerja mencari keseimbangan. Energi makrokosmos alam
semesta tersebut selalu berhubungan dengan energi yang ada di
setiap diri manusia yang sering disebut energi mikroskosmos.
Proses ini tidak terlihat dan tidak terasa sehingga manusia
cenderung mengabaikannya. ‘Berhutang’ pada alam semesta
adalah bila seseorang berbuat hal yang buruk pada sesama atau
pada alam. Misalnya dengan merugikan orang lain atau
mengambil hak orang lain atau merusak alam, orang tersebut
telah meminjam atau berhutang pada alam semesta.
Contoh konkret berhutang pada alam semesta yang sering terjadi
adalah saat orang dengan sengaja mengambil sesuatu yang
bukan haknya. Misalnya menerima kembalian lebih saat
membayar di supermarket atau warung dan sengaja tidak
mengembalikannya. Korupsi atau mengambil barang milik kantor
sekecil apapun, atau diam saja sewaktu pelayan di rumah makan
padang tidak menghitung semua makanan yang telah masuk
perut.

Ini bukan rezeki, tetapi justru orang tersebut telah berhutang ke


alam semesta karena dia telah mengambil yang bukan haknya.
Suatu saat hutang ini akan diambil lagi dalam bentuk lain yang
biasanya akan lebih merugikan. Dalam waktu sesaat, mencuri
dan korupsi mungkin dapat membuat orang menjadi berlimpah
uang, tetapi pencuri dan koruptor tidak akan pernah menjadi
bahagia. Justru orang tersebut akan menjadi sengsara hidupnya.
Bila anda berbuat kebaikan, atau memberi uang sebisa anda
kepada orang dimana orang tersebut tidak bisa membalas
kebaikan anda, maka anda telah memancarkan energi baik dan
kebaikan anda akan dibalas dengan kebaikan. Pancaran energi
baik anda tersebut suatu saat akan dikembalikan oleh alam
semesta dengan energi baik makrokosmosnya dalam bentuk
kebaikan dengan jumlah yang lebih besar. Syaratnya adalah saat
memberi kebaikan atau uang tidak boleh dibarengi dengan
pamrih atau dengan maksud pamer. Pamrih dan pamer akan
membuat energi baik anda tidak terpancar ke alam semesta.
Buatlah mendoakan kebaikan untuk orang atau melakukan
kebaikan atau memberi uang sebisa anda pada orang yang
memerlukan sebagai hal membahagiakan hati anda, tanpa
pamrih.

APAKAH ANDA ORANG YANG BERPIKIR POSITIF?

Dengan pikiran, seseorang bisa menjadikan dunianya berbunga-


bunga atau berduri-duri ~ Socrates

Apa yang anda alami hari ini adalah dampak dari pikiran anda
kemarin. Apa yang akan anda alami esok hari adalah dampak
dari pikiran anda hari ini. Pikiran yang sedang anda bayangkan
saat ini sedang menciptakan kehidupan masa depan anda. Anda
berpikir bisa atau tidak bisa, dua-duanya akan benar. Bila anda
berpikir bisa, maka anda bisa. Tetapi bila anda berpikir tidak bisa,
maka anda tidak bisa.
Jika anda mengubah cara berpikir anda, kehidupan anda pun ikut
berubah. Jika pikiran anda berubah ke arah positif maka
kehidupan anda menuju arah yang positif. Sekali anda dapat
merangkul sepenuhnya kekuatan pikiran anda, kekuatan itu akan
mengubah cara anda menjalani kehidupan. Tak akan ada yang
dapat menghentikan orang yang bermental positif untuk
mencapai tujuannya. Sebaliknya, tak ada sesuatu pun di dunia ini
yang dapat membantu seorang yang sudah bermental negatif.
Semua orang mempunyai potensi kekuatan pikiran. Tapi tak
semua tahu dan mampu mengaktifkannya untuk mendapatkan
manfaat yang luar biasa. Berpikir itu akan melahirkan
pengetahuan, pemahaman, nilai, keyakinan dan prinsip. Pikiran
juga bisa menjadi penyebab penyakit kejiwaan dan fisik. Pikiran
bahagia membuat anda bahagia, pikiran sengsara membuat anda
sengsara. Pikiran takut membuat anda takut, dan pikiran berani
membuat anda berani.

Anda mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan, tapi anda


dapat mengendalikan pikiran anda. Pikiran positif menghasilkan
perbuatan dan hasil yang positif. Berpikir positif adalah sumber
kekuatan dan sumber kebebasan karena ia membantu anda
memikirkan solusi sampai mendapatkannya. Dengan begitu anda
bertambah mahir, percaya, dan kuat. Disebut sumber kebebasan
karena dengannya anda akan terbebas dari penderitaan dan
kungkungan pikiran negatif serta pengaruhnya pada fisik.

Hidup yang anda jalani saat ini adalah pancaran pikiran,


keputusan, dan pilihan anda. Jika anda rela menerima tantangan,
berarti anda telah merintis perubahan, kemajuan, dan
perkembangan. Anda hari ini adalah hasil keputusan anda
kemarin. Anda esok hari ditentukan oleh keputusan anda hari ini.
Prinsip perkembangannya paling kuat terdapat dalam memilih.
Anda bertanggungjawab atas pikiran anda sehingga anda harus
bertanggungjawab atas semua perbuatan anda. Kenyataan
adalah persepsi anda. Jika anda ingin mengubah kenyataan hidup
anda, mulailah dengan mengubah persepsi anda.

Ciri apakah seseorang memiliki pikiran positif atau tidak adalah


dari pencapaian dan tindakannya. Jika anda membiarkan
pencapaian anda tetap saja tanpa peningkatan, maka anda belum
berpikiran positif. Jika anda melakukan suatu tindakan yang salah
terus menerus, anda juga belum berpikiran positif. Sedangkan
ciri-ciri utama orang yang berpikiran negatif adalah mencari-cari
alasan tidak melakukan sesuatu yang baik dan sesuatu yang
tidak baik.

Dalam hal ini berpikir positif sendiri kerap mendapatkan kesulitan


untuk dipraktekkan. Banyak orang yang mengetahui tentang
konsep berpikir positif meski pemahamannya belum lengkap,
tetapi mereka tidak memberikan perhatian yang cukup kepada
pikirannya. Meskipun sudah mengenal berpikir positif, tetapi jika
perhatian anda terhadap berpikir positif kurang, maka bisa saja
anda tetap memiliki pikiran negatif. Pemahaman anda tentang
konsep berpikir positif juga masih kurang. Hanya tahu saja masih
belum cukup. Anda tahu kalau terlalu banyak makan akan
membuat badan anda gemuk, tetapi anehnya orang yang gemuk
justru banyak makan, padahal dia tidak mau gemuk. Begitu juga
anda mengenal atau mengetahui saja tentang berpikir positif
tidaklah cukup. Anda tahu harus berpikir positif, tetapi tidak tahu
caranya.

Berpikir Positif

Berpikir adalah kegiatan akal budi yang sangat aktif mengajukan


berbagai pertanyaan dan kemudian meresponsnya dengan
jawaban-jawaban. Hal itu bisa berupa penjelasan, pertimbangan,
analisis, kesimpulan, bahkan sebuah keputusan. Ada yang
berwujud ide, ada pula yang langsung berwujud kenyataan
menjadi sebuah realitas. Keduanya disebut buah pikiran.

Ada dua jenis berpikir, yaitu: pertama, berpikir yang benar-benar


berpikir sebagai suatu kegiatan akal budi (yang luhur). Kedua,
berpikir dalam arti menghitung yang hanya berhenti pada aspek
kuantitatif dari realitas.

Secara harfiah berpikir positif adalah kegiatan akal budi yang


bermanfaat, yang mewujudkan suatu tindakan keputusan atau
karya yang berguna tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga
bagi orang lain, dan kemaslahatan orang banyak. Hal tersebut
adalah sesuatu yang tidak dapat dihitung secara kuantitatif.

Berpikir positif bukanlah suatu yang bekerja secara parsial dalam


diri manusia karena berpikir positif hanya tercetus dari budi
pekerti yang luhur. Melatih diri untuk berperilaku luhur adalah
pekerjaan pertama yang harus dilakukan sebagai wadah dari
berpikir positif.
Seseorang yang berbudi luhur adalah seseorang yang berpikir
positif. Artinya, ia adalah seseorang yang senantiasa
mempertimbangkan dan memandang setiap hal dari sisi positif,
dari sisi baiknya, dari sisi manfaatnya yang lebih banyak
dibanding sisi negatifnya.

Bagaimana cara menakar predikat positif?

Anda dapat melakukannya pada diri anda sendiri melalui


pertanyaan: apakah anda sudah melakukan sesuatu yang
berguna dan bermanfaat bagi kehidupan anda? Apakah anda
sudah melakukan sesuatu yang sekecil apapun atau sesederhana
apapun bentuknya, tetapi berguna dan bermanfaat bagi orang
lain, sehingga hidup anda berguna tidak hanya diri sendiri tetapi
juga bagi orang lain dan masyarakat yang lebih luas? Semuanya
harus berawal dari keikhlasan dan niat yang baik. Jika anda
melakukannya hanya sebagai kedok semata-mata maka hal itu
akan berbalik menjadi sesuatu yang negatif.

Semua dimensi kehidupan anda hendaknya diisi dengan unsur


positif karena sesuatu yang positif adalah dinamika yang tidak
pernah meninggalkan limbah yang terbuang dengan percuma.
Berpikir positif akan menjadi sesuatu yang sangat aktif. Oleh
karena itu perjumpaan atau pertemuan dengan orang lain selalu
mendatangkan sesuatu yang berguna karena perjumpaan-
perjumpaan dengan orang lain selalu berawal dari itikad yang
baik dan senantiasa percaya bahwa dengan mendekati atau
berjumpa dengan seseorang hanya akan bermanfaat jika sisi
positif dari seseorang menjadi hal yang utama. Sikap semacam
ini secara langsung akan menempatkan anda menyatu dengan
lingkungan karena sikap dan perilaku anda ikut menjadikan
lingkungan anda sejuk dan ramah.

Nilai-nilai Dasar Berpikir Positif

Pendidikan formal dan informal memegang peranan yang sangat


penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Melalui
pendidikan, seseorang dapat menumbuhkan benih-benih positif
yang ada di dalam dirinya. Pendidikan juga memberi etika dan
bekal moralitas kepada seseorang. Keduanya menjadi medium
dan pendidikan merupakan faktor utama bagi kehidupan pribadi
dan sosial. Namun demikian terdapat nilai-nilai dasar yang
diperlukan untuk menguatkan berpikir positif di dalam diri anda.

1. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Anda harus menghargai seluruh hasil ciptaan Tuhan, termasuk di


dalamnya menghargai orang lain dan menghargai diri sendiri,
serta bersyukur atas segala yang telah anda peroleh dari-Nya.

2. Bersahabat dan menyingkirkan permusuhan.

Anda perlu melakukan segala hal secara damai dan tidak


menggunakan cara-cara kekerasan. Dukunglah orang lain dan
jangan menjatuhkannya. Bersemangatlah untuk mencari
persamaan dan bukan mencari perbedaan.

3. Optimis memandang ke depan.

Anda harus berani menghadapi realitas dan berani menatap dunia


sekeliling serta diri anda sendiri, memahami dan menghayati
dengan konkret segala sesuatu seperti apa adanya.

4. Bersedia untuk selalu saling membantu.

Anda jangan segan untuk dimintai tolong oleh orang lain. Jangan
segan pula untuk meminta tolong kepada orang lain. Nilai ini
sangat diperlukan karena pada dasarnya manusia adalah mahluk
sosial yang secara harfiah dalam hidupnya saling memerlukan
bantuan dan isi mengisi, karena tidak ada seorang pun yang
sempurna.

5. Gigih, rajin, dan pantang menyerah.

Orang yang gigih, rajin, dan pantang menyerah adalah orang


yang memiliki daya imajinasi serta kreativitas yang tinggi.

Ciri-ciri Orang Yang Berpikir Positif


Berpikir positif bukan berarti tidak berhati-hati, keduanya bisa
berjalan dalam waktu yang bersamaan tanpa melibatkan satu
sama lain.

1. Melihat masalah sebagai tantangan.


2. Menikmati hidup.
3. Terbuka pada saran dan ide.
4. Buang pikiran negatif sesaat setelah terlintas.
5. Bersyukur.
6. Tidak mendengarkan rumor.
7. Segera bertindak.
8. Menggunakan bahasa positif.
9. Peduli pada citra diri.

MENGHINDARI PIKIRAN NEGATIF

Ukuran sukses sejati terletak pada kemampuan kita merasakan


pikiran bahagia ~ Erbe Sentanu
Dalam buku “Terapi Berpikir Positif”, menyebutkan adanya tiga
tindakan yang menimbulkan efek negatif. Ketiga tindakan berikut
ini adalah tiga pembunuh utama karena efeknya mempengaruhi
jiwa orang yang melakukannya ataupun orang yang lain:

1. Mencela,

tindakan ini akan menghilangkan semangat untuk menghargai


orang lain. Sesuatu yang dicela pastilah sesuatu yang dianggap
buruk, dimana anggapan itu sangat gampang berubah,
tergantung siapa, apa, dan bagaimana. Artinya, tindakan ini
bersifat sangat subyektif.

2. Mengkritik,

tindakan ini dapat menimbulkan rasa tidak berguna dan bisa


memancing amarah. Melakukan kritik adalah hal yang tidak
mudah karena ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.
3. Membanding-bandingkan,

menimbulkan rasa rendah diri, tidak puas, dengki, maupun sedih.

Pikiran negatif menjadikan bahasa seseorang menjadi negatif dan


yang terdengar hanya keluhan. Hal itu membuat orang-orang
yang berpikir positif tidak tertarik untuk berinteraksi dengannya.
Orang yang berpikir positif memiliki pola pikir berorientasi solusi,
maju, dan berkembang. Sedangkan orang yang berpikir negatif
hanya berkutat pada problem, hingga menular kepada orang lain.
Pikiran negatif membuat seseorang merasa senang pada orang
yang mendukung pendapat negatifnya dan orang yang sejenis
yang memiliki pikiran sejenis dengannya. Jadi, pikiran negatif
melahirkan persahabatan yang negatif.

Persahabatan negatif memperkuat pikiran negatif. Dengan begitu


orang tersebut hidup dalam rotasi negatif. Permasalahan yang
dihadapi pun semakin membesar dan hidupnya semakin tidak
terarah.

Pola Pikir Negatif

Betapa sering kita terbelenggu oleh jebakan pikiran negatif.


Selalu saja ada suara-suara yang menahan diri kita untuk
melakukan perubahan yang lebih baik. Seolah kondisi yang kita
alami saat ini merupakan warisan atau bahkan takdir yang tak
akan pernah bisa berubah. Bila saat ini hidup kita pas-pasan,
maka selamanya begitulah. Apakah betul begitu? Pengalaman
buruk menjadi pemicu kuat pikiran negatif tetap tertahan dalam
pikiran. Bila anda tak bisa mendobrak pengalaman buruk itu, bisa
jadi bukan saja pikiran negatif tak akan pernah hengkang dari
pikiran, tapi bahkan akan terus bertahan dan kekal selamanya di
dalam diri anda.

Jika anda terus menjaga pikiran negatif di dalam tubuh anda,


maka tubuh anda akan terbiasa untuk membutuhkannya.
Akibatnya, segala hal akan mudah anda lihat dari kacamata
negatif.
Ciri-ciri Orang yang Berpikir Negatif:

1. Rendah diri.
2. Ketidaktahuan.
3. Generalisasi.
4. Salah persepsi.
5. Menganggap masalah secara permanen.
6. Mempertahankan status quo.
7. Obyek pikiran negatif.
8. Realitas.
9. Saya tidak bisa.
10. Alasan tersembunyi.

Mencegah dan Mengatasi Pikiran Negatif

Jika anda berpikir negatif, terutama ketika terjadi hal di luar


rencana, maka anda dengan mudah akan merasa depresi dan
tidak bisa melihat sisi baik dari kejadian tersebut. Berpikiran
negatif tidak membawa kemana-mana, kecuali membawa
perasaan tambah buruk yang akan berakibat performa anda
mengecewakan. Hal ini akan bisa menjadi seperti lingkaran yang
tidak berujung.

Jessica Padykula menyarankan teknik untuk mencegah dan


mengatasi pikiran negatif:

1. Hidup di saat ini.


2. Katakan hal positif pada diri sendiri.
3. Percaya pada kekuatan pikiran positif.
4. Jangan berdiam diri.
5. Fokus pada hal-hal positif.
6. Bergeraklah (olah raga).
7. Hadapi rasa takut anda.
8. Cobalah hal-hal baru.
9. Ubah cara pandang.
10. Berpikirlah secara positif.
11. Gunakan self-affirmation.
Memupuk Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah gambaran kondisi


kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya
diri yang bersifat semu. Untuk menumbuhkan rasa percaya diri
yang proporsional maka anda harus memulainya dari dalam diri
sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya anda yang
dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang anda
alami.

Disarankan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri:


1. Evaluasi diri secara obyektif.
2. Beri pengharapan yang jujur terhadap diri sendiri.
3. Berani mengambil resiko.
4. Mensyukuri dan menikmati karunia Tuhan.
5. Menetapkan tujuan yang realistis.

Membangun Optimisme Membumi

Dalam kehidupan sehari-hari sering sekali kita menemui orang-


orang yang memiliki optimisme begitu tinggi untuk meraih suatu
prestasi tertentu dan cenderung menganggap enteng segala
tantangan yang mungkin menghadang. Namun demikian, dibalik
sikap optimisme tersebut tidak jarang kita juga menemukan
bahwa orang tersebut cenderung tidak memiliki dasar atau
landasan kuat untuk mendukung optimismenya yang terefleksi
dalam bentuk minimnya persiapan dan rencana, ketekunan, kerja
keras, dana kemampuan yang dimiliki. Akibatnya, ia tidak pernah
berhasil mencapai prestasi yang tadinya sangat diyakini akan
dapat dicapai. Bahkan banyak yang berakhir dengan kekecewaan
dan frustrasi mendalam.

Anda selamanya tidak bisa melepaskan diri dari keterikatan


waktu. Masa lalu telah menjadi sejarah. Hal itu memberi banyak
pelajaran tentang suatu hal yang membedakan tetapi jangan
sampai anda hidup di dalamnya dan terlilit belenggunya. Masa
depan masih berupa wilayah yang penuh misteri dan keajaiban.
Sedangkan masa lalu adalah peta tentang dari mana anda dan
masa depan merupakan wilayah tentang kemana anda. Maka
tugas anda adalah menggoreskan pena imajinasi tentang masa
depan di atas kertas sejarah masa lalu.

Optimisme akan masa depan tidak dibangun di atas harapan


utopis atau impian kosong karena harapan. Impian seperti itu
bersifat gratis dan bisa dimiliki oleh semua orang dalam jumlah
sebanyak mungkin. Kalau hanya bicara harapan dan impian,
tentu semua orang ingin makmur, hidup enak, berfoya-foya,
terhormat, dan digolongkan ahli sorga. Namun dalam kenyataan
berapa persen yang bisa mewujudkan impian tersebut?

Bagaimana cara membangun optimisme yang membumi?

1. Keyakinan.

Keyakinan seperti apa yang dibutuhkan saat anda mendesain


masa depan? Anda membutuhkan keyakinan faktual sebagai
alasan mengapa anda memiliki optimisme yang kuat.
Berilah diri anda alasan yang kuat mengapa anda pantas memiliki
keyakinan tentang suatu hal. Batas anda untuk yakin dan ragu-
ragu terkadang lebih sering berupa batas kemampuan anda
untuk mengetahui bagaimana sesuatu terjadi (how something
happens). Selain keyakinan faktual, anda membutuhkan
keyakinan mental, terutama ketika anda sedang menghadapi
pekerjaan yang sifatnya start-up.

Bagaimana orang lain memberlakukan anda diawali dari


bagaimana anda memberlakukan diri anda. Jika anda tidak yakin
bahwa anda memiliki kemampuan untuk bermain secara utuh,
maka karakter hidup yang anda peragakan adalah karakter ragu-
ragu untuk sukses.
Keyakinan bahwa anda memiliki kemampuan meraih sukses
melahirkan pribadi yang puas terhadap kehidupan dan oleh
karena itu energi yang dihasilkan bersifat positif. Energi inilah
yang akan melindungi keyakinan anda dari virus yang berupa
keragu-raguan, rasa tidak berdaya, pesimisme tidak beralasan,
rasa khawatir yang berlebihan terhadap takhayul ‘jangan-jangan’
yang menyebabkan anda terseret dari garis fokus hidup anda.

2. Kontrol diri.

Kontrol diri erat kaitannya dengan bagaimana anda


menggunakan pilihan hidup. Disadari atau tidak, anda selama
hidup selalu disodorkan sejumlah pilihan seiring dengan detak
jantung anda. Mana yang akan anda pilih, anda jengkel karena
keadaan semrawut atau karena anda jengkel sehingga keadaan
menjadi semrawut. Pilihan seluruhnya di tangan anda. Anda
berpikir negatif karena keadaan yang negatif atau karena anda
berpikir negatif sehingga keadaan menjadi negatif. Terus terang
sebagai manusia biasa terkadang anda sering tergelincir ke dalam
situasi hidup bahwa realitas adalah monster yang memberi anda
kepastian sehingga di hadapannya anda tidak sempat menyadari
bahwa realitas adalah hasil pilihan anda.

Ketika kontrol diri tidak lagi berada pada kesadaran bahwa


realitas adalah hasil dari akumulasi pilihan, maka optimisme
mulai meninggalkan anda karena energi yang bekerja
membentuk format hidup anda berupa energi negatif. Saat itulah
anda tergoda untuk memilih keyakinan bahwa lebih besar
tentangan ketimbang kemampuan; lebih banyak problem
ketimbang solusi; hutang melebihi jumlah pemasukan;
keterbatasan lebih berkuasa ketimbang keunggulan anda; dan
semua yang anda lakukan pantas dianggap kenihilan belaka.

3. Kohesi.

Lingkungan memiliki energi, roh, atau kekuatan untuk


membentuk anda meskipun akhirnya keputusan tetap di tangan
anda. Lingkungan bagaikan penasihat tanpa jabatan. Sayangnya,
anda secara alami cenderung terbawa larut oleh lingkungan tanpa
keputusan yang kuat untuk menciptakan seleksi. Akibatnya, anda
menjadi sosok yang diciptakan oleh lingkungan sehingga jadilah
anda sosok yang biasa-biasa saja dan tidak pernah menempati
wilayah posisi pengambil keputusan meskipun untuk persoalan
anda sebagai manusia.

Tidak semua energi yang dikeluarkan lingkungan memiliki daya


tarik ke hal-hal negatif, tetapi kesalahan tentang lingkungan
terjadi ketika anda mengabaikan prinsip dasar kebenaran alamiah
bahwa dunia ini diciptakan dari hukum kerja sama. Jika anda
hanya memiliki satu lingkungan yang sangat terbatas, maka
lingkungan itulah yang menjadi identitas anda. Ibaratnya, seperti
katak di dalam tempurung. Padahal satu gagasan hidup menuntut
aplikasi sekian perangkat dimana masing-masing perangkat ikut
andil sesuai kekuatannya.

MELEJITKAN SUGESTI POSITIF

Semua bunga esok hari ada dalam benih hari ini. Semua hasil
esok hari ada dalam pikiran hari ini ~ Aristoteles. Kalimat apa
yang sering anda keluarkan dari mulut anda? Seberapa sering
anda mengatakannya? Itu semua sangat mempengaruhi hidup
anda dari waktu ke waktu. Kata-kata adalah awal pembentukan
sugesti pada diri anda. Dan dari sugesti itulah dapat terbentuk
diri anda seperti sekarang ini.

Sugesti merupakan rangkaian kata maupun kalimat yang


diberikan kepada seseorang untuk memberikan pengaruh sesuai
dengan makna yang ditangkap dari penyampaian kalimat
tersebut. Jadi, hal terpenting dari penanaman sugesti adalah dari
kata-kata yang anda sampaikan: apa, kapan, dan sesering apa
anda menyampaikannya.

Formula Berpikir Positif

Ubahlah cara berpikir anda, maka anda akan dapat mengubah


kehidupan anda, begitu kata pepatah. Pepatah ini juga sudah
banyak dijadikan judul buku dan judul artikel. Nah, jika anda
ingin memiliki kehidupan yang sukses dan berbahagia, berpikirlah
sukses dan bahagia. Intinya, berpikirlah positif.
Kita perlu berpikir positif agar mendapatkan hasil yang positif.
Formula rahasia berpikir positif:

1. Melihat positif.
2. Berbicara positif.
3. Mendengar positif.
4. Bertindak positif.
5. Berpikir kreatif.
6. Self-talk.
7. Biasa menjadi luar biasa.
8. Melihat ke depan.
9. Berpikir mungkin.

Memperkuat Sugesti Anda

Walau sugesti yang anda katakan terasa tidak nyata bagi anda
sekarang, tidaklah mengapa, karena pikiran sadar anda melihat
bahwa hal yang anda katakan itu sedang tidak ada pada diri anda
sekarang. Tetapi ketika semakin sering anda mengatakan sugesti
yang anda bentuk itu, lama kelamaan hal itu akan menjadi suatu
kebiasaan bagi diri anda, dan lambat laun anda akan meyakini
sugesti yang sering anda ucapkan. Ingat, kuncinya selalu di sini
adalah emosi atau perasaan anda.

Pikiran bawah sadar anda akan memerintahkan pikiran sadar


anda untuk melakukan segala sesuatu yang perlu dilakukannya.
Dan segala sesuatu yang anda lakukan akan selalu tertuju pada
apa yang telah anda sugestikan. Segala sesuatu dan solusi di
sekeliling anda yang tadinya tidak terlihat akan menunjukkan
dirinya untuk ikut membantu dan mewujudkan apa yang anda
inginkan. Segalanya akan terasa begitu mudah dan
menyenangkan untuk dilakukan.

TERAPI BERPIKIR POSITIF

Tak akan ada yang dapat menghentikan orang yang bermental


positif untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, tak ada sesuatu
pun di dunia ini yang dapat membantu seseorang yang sudah
bermental negatif ~ W.W. Ziege

Hidup yang anda jalani saat ini adalah pancaran pikiran,


keputusan, dan pilihan anda. Jika anda rela menerima tantangan
berarti anda telah merintis perubahan, kemajuan, dan
perkembangan. Ada tiga kekuatan yang menjadi sumber
keseimbangan dan berpikir positif dalam hidup. Jika salah satu
tidak ada, maka anda akan mudah berpikir negatif. Tiga kekuatan
ini terdiri dari: keputusan, pilihan, dan tanggung jawab.
Ketiganya tidak bisa dipisahkan. Jika dipisahkan maka akan
terjadi ketidakseimbangan yang mengundang frustrasi sehingga
anda akan mencela, mengkritik, dan membanding-bandingkan.

Konsentrasi dan pikiran anda menjadi negatif dan akan


melahirkan perasaan dan kenyataan hidup yang negatif. Pada
dasarnya sebagian besar orang memilih pikiran, konsentrasi, dan
perilakunya. Setiap keputusan yang diambil adalah hasil
pilihannya. Persoalannya terletak pada keberanian
bertanggungjawab. Bisa jadi seseorang menyadari dirinya
sengsara, tapi tidak tahu bahwa kesengsaraannya merupakan
hasil pikiran dan pilihannya sendiri hingga ia tidak merasa harus
bertanggungjawab. Itu sebabnya ia akan mencela orang lain
berdasarkan perasaannya, membanding-bandingkan dirinya
dengan orang lain, dan menyalahkan nasibnya.
Pengetahuan adalah kekuatan. Pengetahuan anda tentang apa
yang terjadi di dalam diri akan membantu anda untuk melakukan
perubahan dan kemajuan di jalan yang benar. Anda tidak akan
menjadi mangsa perasaan negatif yang mengganggu perasaan
jiwa dan raga.

Teknik Berpikir Optimis

Pikiran positif akan membawa kita pada keberhasilan. Pikiran


positif itu antara lain selalu berkata “saya bisa” dan “saya akan”.
Kata-kata ini adalah refleksi dari pikiran positif yang tidak
menyerah pada keadaan, apa pun keadaan yang anda lalui. DR.
Edward Banfield, sosiolog dari Harvard University
menggambarkan satu faktor penting seseorang dalam meraih
kesuksesan. Dia menemukan bahwa faktor utama yang
menyebabkan seseorang sukses adalah sikap tertentu yang ada
dalam pikiran orang tersebut.

Sikap itu adalah perspektif jangka panjang. Artinya, seseorang


yang sukses dalam berencana dan bertindak selalu memiliki
perspektif jangka panjang. Setiap keputusan yang dibuat selalu
memperhatikan akibatnya bagi masa depan dalam jangka
panjang. Tidak ada istilah bagi mereka yang berbunyi ‘bagaimana
nanti saja’, mereka lebih berpikir “nanti bagaimana?”

Berpikir jauh ke depan bukan berarti mengkhawatirkan masa


depan, tetapi lebih pada mempersiapkan masa depan. Segala
keputusan, rencana, dan tindakan akan dipertimbangkan
dampaknya di masa depan. Apakah keputusan anda saat ini akan
membawa dampak positif bagi masa depan anda? Apakah
rencana anda mendukung visi anda? Apakah tindakan anda akan
mempengaruhi masa depan anda?

Satu-satunya cara untuk membentuk perspektif jangka panjang


ini adalah dengan merumuskan visi anda saat ini. Jangan abaikan
dengan langkah sukses ini. Jangan takut untuk gagal, lebih baik
anda gagal meraih visi yang luar biasa daripada berhasil tidak
meraih apapun. Jika anda berpikir bahwa penampilan maupun
kemampuan anda berada di bawah orang lain, maka sikap anda
akan minder. Jika pikiran anda mengatakan bahwa anda memiliki
potensi yang sama dengan orang lain, maka anda akan percaya
diri. Ini adalah salah satu keajaiban pikiran yang akan
membentuk karakter. Karakter akan terbentuk pada diri kita
sesuai dengan apa yang kita pikirkan tentang diri kita.

Jika anda berpikir bahwa kegagalan itu memalukan dan


kegagalan adalah akhir segalanya, maka anda akan merasa
ketakutan saat melakukan sesuatu. Lain lagi jika berpikir bahwa
gagal adalah suatu pembelajaran dan menganggap masih ada
kesempatan lain, maka anda akan menjadi orang yang berani.
Sikap pesimis disebabkan oleh pikiran bahwa diri anda tidak
memiliki kemampuan. Sikap pesimis juga karena anda merasa
sudah ditakdirkan miskin dan keadaan di sekeliling anda tidak
mendukung. Sebaliknya, sikap optimis muncul karena pikiran
anda mengatakan bahwa segala sesuatu bisa dipelajari, siapa
tahu besok lusa Tuhan akan memberi rezeki, dan bagaimana pun
keadaannya masih ada yang bisa sukses, termasuk diri anda.
Bagaimana anda berpikir akan menentukan apakah anda orang
yang optimis atau pesimis.

Saat kita berdiri, kita melihat dunia ini tegak semua. Saat kita
berbaring, kita melihat dunia ini miring semua. Saat kita berdiri
dengan dua tangan dan kaki di atas, kita melihat dunia ini
terbalik. Saat mata kita terpejam seakan dunia ini tidak ada. Saat
kita pusing kita melihat dunia ini oleng. Dunia terlihat sesuai
dengan kondisi kita, padahal tidak ada perubahan pada dunia
tersebut.

Itulah gambaran dari sikap kita. Kita memandang sesuatu


tergantung pada sikap yang kita miliki. Jika sikap kita positif,
maka kita melihat segala sesuatu dengan positif. Sebaliknya, jika
sikap kita negatif, maka kita melihat segala sesuatu dengan
negatif. Sikap memang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
kita karena mempengaruhi cara pandang kita terhadap dunia.
Sikap adalah cara pandang atau berpikir kita terhadap sesuatu.
Sikap juga menjadi penentu tindakan dan saringan terhadap
tindakan-tindakan kita. Jadi, sikap sangat berpengaruh dalam
kehidupan kita, termasuk sukses atau gagal.

Mungkin anda perlu merenungkan sikap yang dimiliki sekarang


ini. Lihat korelasinya dengan kesuksesan anda saat ini. Perlukah
anda memperbaiki sikap? Kejujuran anda terhadap sikap anda
akan menentukan adanya perbaikan terhadap kehidupan anda.
Sikap memang sulit untuk diubah, tetapi bukan tidak bisa. Suatu
saat mungkin anda merasa dunia ini bau terasi, kemana pun
anda pergi bau terasi selalu tercium. Sebelum anda memutuskan
bahwa dunia ini penuh dengan terasi, periksalah diri anda
mungkin ada terasi pada kumis atau pakaian anda. Jika memang
ada, bersihkan terasi tersebut dan dunia pun kembali segar.
Banyaknya tekanan hidup yang harus dialami seseorang
membuat kebanyakan orang mengalami frustrasi. Beberapa
orang menghadapi beban pekerjaan yang berat hingga
mengalami stress pekerjaan. Bencana alam dan kematian orang
dekat juga bisa membuat depresi dan frustrasi. Hanya sedikit
orang yang sanggup menghindari tekanan hidup sehari-hari yang
dapat membuat orang frustrasi dan berpandangan pesimistis.
Namun, meski menghadapi kesukaran dan tekanan hidup,
berpikir secara optimis sangatlah bermanfaat.
Optimisme merupakan sikap selalu mempunyai harapan baik
dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil
yang menyenangkan. Optimisme dapat juga diartikan berpikir
positif. Jadi, optimisme lebih merupakan paradigma atau cara
berpikir.

Sewaktu mengalami kegagalan atau tekanan hidup, bagaimana


perasaan orang yang optimis? Seseorang yang berpikiran positif
atau berpikir secara optimis tidak menganggap kegagalan itu
bersifat permanen. Hal ini bukan berarti bahwa ia enggan
menerima kenyataan. Sebaliknya, ia menerima dan memeriksa
masalahnya. Lalu sejauh keadaan memungkinkan ia bertindak
untuk mengubah atau memperbaiki situasi.
Bertolak belakang dengan optimisme, pandangan pesimistis akan
menganggap kegagalan dari sisi yang buruk. Umumnya orang
pesimis sering kali menyalahkan diri sendiri atas
kesengsaraannya. Ia menganggap bahwa kemalangan bersifat
permanen dan hal itu terjadi karena sudah nasib, kebodohan,
ketidakmampuan, atau keburukannya. Akibatnya, ia pasrah dan
tidak mau berupaya.

Berpikir positif juga menjadi kunci sukses untuk mengelola


stress. Optimisme akan membuat seseorang menghadapi situasi
tidak menyenangkan dengan cara positif dan produktif. Supaya
anda bisa lebih optimistis dan memiliki pikiran serta sikap yang
positif:

1. Periksalah diri anda.


2. Ikuti gaya hidup sehat.
3. Nikmatilah pekerjaan.
4. Carilah teman yang positif.
5. Hadapi dan terima.
6. Milikilah rasa humor.
7. Catatlah hal yang baik.
8. Aturan sederhana.

Teknik Sugesti

Pikiran bawah sadar tidak dapat membedakan imajinasi dan


kenyataan. Ia tidak memiliki mekanisme untuk membedakan
mana yang nyata dan tidak nyata. Jika anda sedang bermimpi
dikejar-kejar oleh sesuatu, dalam mimpi anda benar-benar
melarikan diri dan adrenalin anda mengalir begitu deras. Jantung
anda berdenyut dengan sangat cepat. Tetapi apa yang anda
ketahui setelah terbangun dari mimpi anda? Anda akan
mengatakan, “Tidak ada apa-apa. Sebenarnya tidak ada sesuatu
yang mengejar saya. Ini hanya mimpi.....”.

Inilah mekanisme pikiran sadar anda yang mengetahui bahwa


anda sebenarnya sedang bermimpi. Tapi pikiran bawah sadar
anda tidak mengetahui bahwa anda sedang bermimpi. Buktinya
pikiran bawah sadar anda langsung memerintahkan denyut
jantung untuk berdenyut kencang dan adrenalin anda untuk
mengalir deras, karena yang pikiran bawah sadar anda rasakan
adalah bahwa anda memang sedang dikejar-kejar.

Itulah sebenarnya hal yang paling penting yang bisa


dimanfaatkan karena anda dapat mengelabuhi pikiran bawah
sadar untuk melakukan hal apa pun yang bermanfaat bagi anda,
terutama bila ada pekerjaan yang membosankan yang harus
dilakukan. Anda bahkan bisa mengelabuhinya dengan berpikir
bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan yang menarik untuk
dikerjakan. Hal ini akan sangat bermanfaat jika misalnya anda
harus melakukan pekerjaan yang tidak anda sukai sekalipun.
Bahasa yang diperlukan untuk mengelabuhi bawah sadar adalah
sugesti. Sugesti ini dapat membangun bahkan merusak diri anda.
Jadi, pastikan sugesti yang anda bentuk sudah melalui
perhitungan yang matang ketika anda menciptakannya sejak
awal. Sekali lagi, sugesti merupakan bahasa pikiran bawah sadar
anda.

Karena sugesti adalah bahasa yang dapat dimengerti bawah


sadar, maka ada aturan-aturan yang perlu diperhatikan sebelum
memberikan sugesti ke dalam pikiran bawah sadar anda:
1. Positif.
2. Kalimat saat ini.
3. Pribadi.
4. Terus menerus.
5. Perasaan atau emosi.

Teknik Afirmasi

Sikap kita adalah cermin masa lampau kita, pembicara kita di


masa sekarang dan merupakan peramal bagi masa depan kita.
Kondisi masa lalu, sekarang, dan masa depan kita dapat
tercermin dari bagaimana sikap kita sehari-hari. Sikap kita
merupakan sahabat yang paling setia, namun juga bisa menjadi
musuh yang paling berbahaya. Bagaimana sikap mental kita
adalah sebuah pilihan: positif ataukah negatif.

Jika kita seorang yang berpikiran positif, kita pasti mampu


menghasilkan sesuatu. Kita akan lebih banyak berkreasi daripada
bereaksi. Jelasnya, kita lebih berkonsentrasi untuk berjuang
mencapai tujuan-tujuan yang positif daripada terus saja
memikirkan hal-hal negatif yang mungkin saja terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari. Kehidupan dan kebahagiaan
seseorang tidak bisa diukur dengan ukuran gelar kesarjanaan,
kedudukan, maupun latar belakang keluarga. Yang dilihat adalah
bagaimana cara berpikir orang itu.

Memang kesuksesan kita lebih banyak dipengaruhi oleh cara kita


berpikir. Tempat dan keadaan tidak menjamin kebahagiaan. Kita
sendirilah yang harus memutuskan apakah kita ingin bahagia
atau tidak. Dan begitu kita mengambil keputusan, maka
kebahagiaan itu akan datang. Dengan bersikap positif bukan
berarti telah menjamin tercapainya suatu keberhasilan. Namun,
bila sikap kita positif, setidak-tidaknya kita sudah berada di jalan
menuju keberhasilan. Berhasil atau tidaknya kita nanti ditentukan
oleh apa yang kita lakukan di sepanjang jalan yang kita lalui
tersebut.

Meskipun kita memiliki tubuh yang sehat, tetapi jika kita tetap
berkata-kata yang negatif bahwa kita tidak mampu, tidak
berharga untuk menerima berkat Tuhan dan bahkan mengutuk
diri kita bahwa kita layak mendapatkan hukuman karena masa
lalu kita, akhirnya kita akan memiliki harga diri yang rendah dan
tidak dapat berjalan sesuai dengan gambar yang Tuhan miliki
tentang kita. Apa yang kita isi ke dalam roh dan pikiran kita
sangatlah penting karena itu menentukan apa yang keluar dari
mulut kita. Jika kita mengisi roh dan pikiran kita dengan pikiran
negatif, kita akan mengucapkan hal-hal negatif. Kita harus
mengucapkan kata-kata berkat kepada diri kita dan kita akan
memakan buah dari kata-kata kita. Ketika kita mengucapkan
kata-kata positif setiap hari, maka kita akan segera melihat
gambar diri kita berubah menjadi lebih baik. Kita akan merasa
lebih baik, lebih percaya diri, lebih ramah, dan menarik banyak
orang yang berpikiran positif kepada kita. Kita juga harus
mendengarnya berulang kali.

Cara Berpikir Positif di Tempat Kerja

Tak hanya berpikir dan bersikap posirif terhadap perilaku


seseorang, anda juga harus berlaku hal yang sama terhadap
situasi yang buruk atau negatif jika kondisi tersebut menyerang
anda, siapkan rencana lain untuk menghindari pikiran negatif.
Misalnya kondisi perusahaan tempat anda bekerja terkena resesi
dan hampir bangkrut. Anda bisa langsung bertindak cepat dengan
mencoba bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan kosmetik.
Meski ada rekan kerja yang mengejek anda, jangan pedulikan.
Anda melakukan hal tersebut untuk mencegah rasa putus asa
dan perasaan negatif yang mungkin timbul dengan keadaan
perusahaan tempat anda bekerja yang semakin memburuk.
Dengan memiliki rencana lain, anda akan merasa memiliki
pilihan. Jika anda perhatikan, orang-orang yang berpikir negatif
adalah mereka yang merasa tidak punya pilihan dan tidak tahu
mau kemana. Mereka merasa terhenti di situ. Jadi, setiap ada
kondisi buruk menimpa anda, segeralah cari pengalaman baru
yang bisa menimbulkan pikiran dan perasaan positif.
Tak ada yang salah dengan orang yang mencintai pekerjaannya.
Mencintai pekerjaan justru akan membuat kerja anda
menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Namun jangan sampai
pekerjaan merenggut semua sisi kehidupan anda. Berikan waktu
dengan kegiatan lain seperti melakukan hobby, berkumpul
dengan keluarga atau teman-teman, atau kegiatan lain di luar
pekerjaan.

Penelitian sudah membuktikan bahwa seseorang yang memiliki


kehidupan yang seimbang antara karier dan keluarga atau hobby,
akan lebih memiliki pikiran yang positif karena saat satu sisi
kehidupan mereka tidak berjalan dengan baik, ia bisa
menemukan keseimbangan lainnya, rasa percaya diri, harga diri,
dan kesenangan dari sisi kehidupannya yang lain.

Jangan biarkan urusan pekerjaan menguasai hidup kita. Akan


sangat menyedihkan jika di setiap saat dan setiap waktu, pikiran
kita selalu tertuju pada pekerjaan. Jadi, setiap ada hal negatif di
tempat kerja atau dimana pun, timbulkan perasaan positif
tersebut agar anda tidak menjadi orang yang mudah putus asa.

Anda mungkin juga menyukai