Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

LOW BACK PAIN

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Pendidikan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Saraf

DI RSUD DR SOEDIRMAN KEBUMEN

Pembimbing:
dr. Asri Damayanti, Sp.S

Disusun oleh:
Diko Koestantyo (16711035)

PENDIDIKAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2022
UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK MK
FAKULTAS
Untuk Dokter Muda
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Diko Koestantyo Tanda Tangan
NIM 16711035
Tanggal Ujian
Rumah sakit RSUD dr. Soedirman Kebumen
Gelombang Periode 12 Juni-17 Juli 2022
IDENTITAS
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Alamat : Krajan, Kedawung, Kebumen
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Rumah Sakit : 21 Juni 2022
Nomer CM : 475xxx

ANAMNESIS TANGGAL: 21 Juni 2022

(diberikan oleh O.S./Orang Tua/Keluarga/Suami/Isteri/Tetangga)

KELUHAN UTAMA : Nyeri punggung bawah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung bawah. Nyeri punggung dirasakan sejak
± 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasa menjalar dari punggung hingga pergelangan kaki kiri terutama
ketika berjalan. Ketika berjalan, pasien selalu mencondongkan badan ke kiri untuk mengurangi
nyeri. Pasien sempat berobat sebelumnya dan membaik, namun sekarang keluhan semakin
memberat.

RIWAYAT PENYKIT DAHULU :


Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat HT disangkal
Riwayat DM disangkal
RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA :
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi, DM dan stroke
pada keluarga disangkal

RIWAYAT GIZI :
Pasien makan 3 kali sehari dengan porsi sedang.

RIWAYAT LAIN YANG PERLU :


Merokok dan minum alkohol disangkal. Pasien sudah menopause.
PEMERIKSAAN

I. STATUS PRESENS

BB 60 Kg Tekanan darah : 113/75 mmHg


TB 158 cm Denyut nadi : 88x/menit
Suhu 36,4 °C Pernafasan : 18x/menit
Keadaan Umum : cukup
KGB : pembesaran KGB (-)
Status Gizi : normal
Paru-paru : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung : S1 S2 reguler

II. STATUS NEUROLOGIK


Kesadaran :
Kwantitatif : GCS E4V5M6
Kwalitatif : compos mentis
Orientasi : normal
Jalan pikiran : normal
Daya ingat kejadian
Baru : normal
Lama : normal
Kemampuan bicara : Baik
Sikap tubuh : Baik
Cara berjalan : kurang baik
Gerakan abnormal : (-)
Kepala :

 Bentuk : normocephal
 Simetri : simetris
 Ukuran : normal
 Nyeri tekan : (-)
Leher : Sikap : normal
Gerakan : bebas
Kaku kuduk :-
Bentuk vertebra : normal
Nyeri tekan vertebra : (-)
Pulsasi : normal
Bising karotis : (-) (kanan) (-) (kiri)
Bising subklavia : (-) (kanan) (-) (kiri)
Tes lhermitte : tidak dilakukan
Tes nafsiger : tidak dilakukan
Tes brudzinski : (-)
Tes valsava : tidak dilakukan
Saraf Otak :
N.I (OLFAKTORIUS) daya pembau: normal

N.II (OPTIKUS) : kanan kiri


Daya penglihatan : jelas jelas
Pengenalan warna : normal normal
Medan penglihatan : normal normal
Fundus okuli : tidak dilakukan
Papil : tidak dilakukan
Retina : tidak dilakukan
Arteri/vena : tidak dilakukan
Perdarahan : tidak dilakukan
N.III (OKULOMOTORIUS) : kanan kiri
Ptosis : (-) (-)
Grk. Mata ke (medial) : normal
(atas) : normal
(bawah) : normal
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Kanan kiri
Reflek cahaya langsung : + +
Reflek cahaya konsensual : + +
Reflek akomodatif : normal
Strabismus divergen : (-)
Diplopia : (-)

N.IV (TROKHLEARIS) kanan kiri


Gerak, mata kelateral bawah : normal normal
Strabismus konvergen : (-) (-)
Diplopia : (-) (-)

N. V (TRIGEMINUS) kanan kiri


Menggigit : normal normal
Membuka mulut : normal normal
Sensibilitas (atas) : normal normal
(tengah) : normal normal
(bawah) : normal normal
Reflek kornea : tidak dilakukan
Reflek bersin : tidak dilakukan
Reflek maseter : tidak dilakukan
Reflek zigomatikus : tidak dilakukan
Trismus : (-)

N. VI (ABDUSEN) kanan kiri


Gerakan mata ke lateral : normal normal
Strabismus konvergen : (-)
Diplopia : (-)

N. VII (FASIALIS) kanan kiri


Kerutan kulit dahi : normal normal
Kedipan mata : normal normal
Lipatan naso – labial : simetris
Sudut mulut : simetris
Mengerutkan dahi : simetris
Menutup mata : normal normal
Meringis : simetris
Mengembangkan pipi : simetris
Kanan kiri
Tiks fasial : (-)
Lakrimasi : (-)
Daya kecap lidah 2/3 depan : tidak dilakukan
Reflek fisio-palpebral : tidak dilakukan
Reflek glabella : tidak dilakukan
Reflek aurikulo-palpebral : tidak dilakukan
Tanda myerson : tidak dilakukan
Tanda chyostek : (-)
Bersiul : tidak dilakukan
N. VIII (AKUSTIKUS) kanan kiri
Mendengar suara berbisik : normal normal
Mendengar detik arloji : tidak dilakukan
Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes Weber : tidak dilakukan
Tes Schwabach : tidak dilakukan
N. IX (GLOSOFARINGEUS) kanan kiri
Arkus farings : tidak dilakukan
Daya kecap lidah 1/3 belakang: tidak dilakukan
Reflek muntah : tidak dilakukan
Sengau : (-)
Tersedak : (-)
N. X (VAGUS) kanan kiri
Denyut nadi/menit : 88
Arkus farings : tidak dilakukan
Bersuara : Normal
Menelan : normal
N. XI (AKSESORIUS) kanan kiri
Memalingkan kepala : normal normal
Sikap bahu : normal normal
Mengangkat bahu : normal normal
Trofi otot bahu : eutrofi eutrofi
N. XII (HIPOGLOSUS) kanan kiri
Sikap lidah : normal
Artikulasi : normal
Tremor lidah : (-)
Menjulurkan lidah : tidak ada kelainan
Kekuatan lidah : tidak ada kelainan
Fasikulasi lidah : tidak dilakukan

BADAN
Trofi otot punggung : eutrofi
Trofi otot dada : eutrofi
Nyeri membungkuk badan : (-)
Palpasi dinding perut : supel (+), BU (+) normal
Kolumna vertabralis; bentuk : normal
Gerakan : normal
Nyeri tekan : (-)
ANGGOTA GERAK ATAS kanan kiri
Inspeksi; drop hand : - -
Claw hand : - -
Pitcher’s hand : - -
Kontraktur : - -
Warna kulit : kuning langsat
Palpasi (sebut kelainannya) : normal

Lengan atas Lengan bawah Tangan

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Gerakan : B B B B B B
Kekuatan : 5 5 5 5 5 5
Tonus : N N N N N N
Trofi : Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas : normal
Nyeri : Rangsang nyeri (+)
Termis : tidak dilakukan
Taktil : normal
Diskriminasi : normal

Biseps Triseps radius Ulna

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri


Reflek Fisiologik: N N N N N N N N
Perluasan reflek : - - - - - - - -
Reflek silang : - - - - - - - -
Reflek patologik: kanan : hoffman (-), tromner (-)
Kiri : hoffman (-), tromner (-)
ANGGOTA GERAK BAWAH kanan kiri
Inspeksi drop foot : - -
Palpasi; udema : - -
Kontraktur : - -
Warna : kuning langsat

Tungkai atas Tungkai bawah Kaki

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Gerakan : B B B B B B
Kekuatan : 5 5 5 5 5 5
Tonus : N N N N N N
Trofi : Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas : normal
Nyeri : Rangsang nyeri (+)
Termis : tidak dilakukan
Taktil : normal
Diskriminasi : normal

Patela Akhiles

Kanan kiri kanan kiri

Reflek Fisiologik : N N N N
Perluasan reflek : - - - -
Reflek silang : - - - -
Reflek patologik :
Kanan kiri

Babinski : - -
Chaddock : - -
Oppenheim : - -
Gardon : - -
Schaeffer : - -
Gonda : - -
Bing : - -
Rossolimo : - -
Mendel bechterew : - -
Kanan kiri

Tes Lasegue : - + (40°)

Tes Patrik : - +
Kontra Patrik : - +
Tes Bragard : - +
Tes Sicard : - +
Klonus patella : - -
Klonus kaki : - -
Koordinasi langkah dan keseimbangan
Cara berjalan : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Ataksia : tidak dilakukan
Diadokhokinesis : tidak dilakukan
Rebound fenomen : tidak dilakukan
Nistagmus : tidak ada
Dismetri : tidak dilakukan
Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
Tes hidung-telunjuk-hidung : tidak dilakukan
Gerakan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Mioklanik : (-)
Atetose : (-)
Ballismus : (-)
Fungsi vegetatif
Miksi : normal
Inkontinensia urine :-
Retensio urine :-
Anuria :-
Poliuria :-
Defekasi : dalam batas normal
Inkontinensia alvi :-
Retensio alvi :-

RINGKASAN ANAMNESIS :

Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung sejak ± 1bulan yll. Jika berjalan, nyeri
semakin memberat.

RINGKASAN PEMERIKSAAN JASMANI & NEUROLOGIK :


KU: Cukup
Kesadaran: E4V5M6
Vital sign: TD: 113/75 mmHg HR: 88x/menit
T: 36,4°C RR: 18x/menit
Status neurologik:
N. cranialis: dalam batas normal
Provokasi nyeri : tes laseque (+), tes patrick (+), tes kontra patrick (+)
Pemeriksaan ekstremitas
B B 5 5 N N - -

B B 5 5 N N - -

Gerakan Kekuatan R. fisiologis R. Patologis

N N Eu Eu
- -
N N Eu Eu

Tonus Trofi Clonus


Sensibilitas: dalam batas normal

GAMBAR :

PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA PENDERITA :


Nyeri pada boyok yang menjalar sampai ke kaki kiri

Pemeriksaan tambahan yang dikerjakan :


Pemeriksaan Lab :
Hb : 12.2
GDS : 103
SGOT : 50
SGPT : 80
Diagnosis/Diagnosis banding Klinik: LBP, ichialgia

Diagnosis/Diagnosis banding Topik: Kolumna vertebralis, radiks nervus ischiadikus

Diagnosis/Diagnosis banding Kausal: HNP (Hernia Nukleus Pulposus), paraspinal


spasme, spondiloartrosis
Terapi Medikamentosa:

 Terapi umum:
1. IVFD Asering 16tpm
 Terapi khusus:
1. Inj. Pamol 4x1 gr
2. Inj Ketorolac 2x1 amp
3. Inj. Metilprednisolon 2x62,5mg
4. Inj. Ranitidin 2x1
5. PO neurodex 2x1
6. PO curcuma 3x1

Terapi Non-medikamentosa:

 Terapi rehabilitative :
1. Fisioterapi
2. Edukasi :

 Menghindari mengangkat beban berat dan faktor risiko yang


menyebabkan rasa nyeri muncul kembali
Prognosis :
Ad vitam: bonam
Ad functional: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Nyeri punggung bawah (lumbar back pain) didefinisikan sebagai nyeri di punggung
dari tingkat tulang rusuk terendah sampai ke lipatan gluteal, dengan atau tanpa nyeri menjalar
ke kaki. Episode nyeri punggung bawah disebut akut jika muncul untuk pertama kali dalam
hidup pasien, atau setelah interval bebas nyeri minimal enam bulan, dan berlangsung tidak
lebih dari enam minggu (Casser, et al, 2016). Didefinisikan sebagai kronis bila berlangsung
selama 12 minggu atau lebih (Chou, 2010).
Nyeri punggung bawah karena penyakit tertentu yang serius jarang terjadi. Selain itu,
kategori diagnostik yang berorientasi patofisiologis untuk nyeri punggung bawah seringkali
tidak memiliki implikasi yang jelas untuk pengobatan. Oleh karena itu, dalam German
National Disease Management Guideline for Low Back Pain, nyeri punggung bawah secara
pragmatis diklasifikasikan sebagai nonspesifik atau spesifik (Casser, et al, 2016).
Nyeri punggung disebut nonspesifik ketika tidak ada hubungan sebab akibat yang jelas
antara gejala, temuan fisik, dan temuan pencitraan. Nyeri punggung bawah spesifik dapat
didefinisikan sebagai adanya hubungan pato-anatomi antara nyeri dan satu atau lebih proses
patologis, seperti kompresi struktur saraf, peradangan sendi, dan/atau ketidakstabilan satu atau
lebih segmen gerakan tulang belakang (Casser, et al, 2016).
Di antara semua pasien yang nyeri punggung bawahnya memiliki penyebab spesifik
yang relevan secara klinis, 4% didiagnosis dengan herniasi diskus, 3% dengan stenosis tulang
belakang, dan 2% dengan spondylolisthesis. Kira-kira 1–4% pasien ditemukan mengalami
fraktur korpus vertebra; 0,7% memiliki tumor (primer atau metastasis), 0,2% memiliki
ankylosing spondylitis, dan 0,01% memiliki spondylodiscitis. Secara keseluruhan, 15% dari
semua kasus nyeri punggung bawah menunjukkan temuan patologis. Oleh karena itu, sekitar
80-90% kasus nyeri punggung bawah tidak spesifik, yaitu tidak memiliki korelasi pato-anatomi
yang jelas (Casser, et al, 2016)..
Nyeri punggung bawah sering disebabkan oleh gangguan fungsional non-patologis yang
dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik dan tidak dapat ditunjukkan dalam pemeriksaan
pencitraan, terutama yang berikut ini:
 disfungsi segmental (misalnya, "sumbatan”),
 sindrom sendi sakroiliaka,
 kelurusan tulang belakang yang berubah (misalnya, hiperlordosis atau pelurusan
lordosis lumbal normal),
 disfungsi otot (misalnya otot memendek),
 perubahan jaringan ikat (misalnya, pembengkakan, hipomobilitas fasia), dan
 kondisi sistemik (mis., inkoordinasi, stabilisasi dalam yang tidak memadai, atau
hipermobilitas konstan)
Epidemiologi
Nyeri punggung tersebar luas pada populasi orang dewasa. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa hingga 23% orang dewasa di dunia menderita nyeri punggung bawah
kronis. Populasi ini juga menunjukkan tingkat kekambuhan satu tahun dari 24% sampai
80%. Beberapa perkiraan prevalensi seumur hidup setinggi 84% pada populasi orang
dewasa (Casiano, et al, 2021).
Namun, prevalensinya kurang terlihat dalam literatur pediatrik. Satu studi
Skandinavia menunjukkan bahwa prevalensi titik nyeri punggung adalah sekitar 1% untuk
anak usia 12 tahun dan 5% untuk anak usia 15 tahun, dengan insiden kumulatif 50% pada
usia 18 tahun untuk wanita dan usia 20 tahun untuk pria. Tinjauan sistematis yang ekstensif
menunjukkan tingkat tahunan remaja yang menderita sakit punggung 11,8% hingga 33%
(Casiano, et al, 2021).
Prevalensi NPB cukup bervariasi, dengan hasil studi di negara-negara berkembang
menunjukkan prevalensi pertahun sekitar 22-65%. Data Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI
menyatakan sebesar 18,37% dari keseluruhan pasien nyeri adalah NPB. Prevalensi akut
dan kronik nyeri punggung bawah pada orang dewasa berlipat ganda dalam dekade terakhir
dan terus meningkat secara dramatis pada populasi usia lanjut, dapat menyerang pria
maupun wanita dan di semua kelompok etnis. Nyeri punggung bawah memiliki dampak
signifikan pada kapasitas fungsional, karena nyeri membatasi aktivitas kerja dan menjadi
penyebab utama ketidakhadiran. Beban ekonominya diwakili langsung oleh tingginya
biaya pengeluaran perawatan kesehatan dan secara tidak langsung oleh penurunan
produktivitas. Biaya ini diperkirakan akan meningkat lebih banyak lagi dalam beberapa
tahun mendatang. Menurut tinjauan tahun 2006, total biaya yang terkait dengan NPB di
Amerika Serikat melebihi $100 miliar per tahun, dua pertiganya merupakan akibat dari
hilangnya upah dan berkurangnya produktivitas (Allegri, 2016). Di Indonesia, data
epidemiologi lain memperkirakan sekitar 40% penduduk Jawa Tengah berusia antara 65
tahun pernah menderita nyeri punggung, dengan prevalensi 18,2% pada laki-laki dan
13,6% pada perempuan.
Anatomi Tulang Belakang
Tulang belakang lumbar terdiri dari lima vertebra (L1-L5). Anatomi kompleks tulang
belakang lumbar adalah kombinasi dari tulang belakang yang kuat, dihubungkan oleh
kapsul sendi, ligamen, tendon, dan otot, dengan persarafan yang luas. Tulang belakang
dirancang untuk menjadi kuat, karena harus melindungi sumsum tulang belakang dan akar
saraf tulang belakang. Pada saat bersamaan, tulang ini sangat fleksibel, sehingga dapat
menyediakan mobilitas di banyak pesawat yang berbeda.

Gambar 1. Vertebra Lumbalis 1 dan Vertebra Lumbalis 5 (Kenhub, 2020)

Mobilitas kolom vertebral disediakan oleh sendi simfisis antara vertebra, dengan intervertebral
disc (IVD) di antaranya. Sendi facet terletak di antara dan di belakang vertebra yang berdekatan,
berkontribusi terhadap stabilitas tulang belakang. Mereka ditemukan di setiap tingkat tulang
belakang dan memberikan sekitar 20% stabilitas torsional (memutar) di leher dan segmen
punggung bawah. Ligamen membantu stabilitas sendi selama istirahat dan gerakan, mencegah
cedera akibat hiperekstensi dan hiperfleksi. Tiga ligamen utama adalah ligamen longitudinal
anterior (ALL), ligamen longitudinal posterior (PLL), dan ligamen flavum (LF). Kanal dibatasi
oleh corpus vertebra dan discus di anterior dan oleh lamina dan LF di posterior. Baik ALL dan
PLL menjalankan seluruh panjang tulang belakang, masing-masing di anterior dan posterior.
Secara lateral, saraf tulang belakang dan pembuluh darah keluar dari foramen intervertebralis. Di
bawah setiap vertebra lumbalis, ada foramen yang sesuai, dari mana akar saraf tulang belakang
keluar.
IVD terletak di antara vertebra. Mereka adalah struktur kompresibel mampu mendistribusikan
beban tekan melalui tekanan osmotik. Dalam IVD terdapat anulus fibrosus (AF) yang merupakan
struktur cincin konsentris dari kolagen pipih terorganisir, mengelilingi inti pulposus (NP) yang
kaya proteoglikan. Diskus avaskular pada masa dewasa, kecuali perifer. Saat lahir, diskus manusia
memiliki beberapa suplai vaskular tetapi pembuluh ini menghilang seiring bertambahnya usia dan
meninggalkan diskus dengan sedikit suplai darah pada orang dewasa yang sehat. Oleh karena itu,
sebagian besar proses metaboli IVD bergantung pada endplate kartilaginosa yang berdekatan
dengan korpus vertebra. Cabang meningeal dari saraf tulang belakang, lebih dikenal sebagai saraf
sinuvertebral berulang, menginervasi area di sekitar ruang diskus.

Gambar 2. Lumbar Vertebrae (Kenhub, 2020)


Tulang belakang lumbar diatur oleh empat kelompok fungsional otot, dibagi menjadi
ekstensor, fleksor, fleksor lateral, dan rotator. Vertebra lumbalis divaskularisasi oleh arteri
lumbalis yang berasal dari aorta. Cabang-cabang spinal dari arteri lumbalis memasuki
foramen intervertebralis pada setiap tingkat, membagi diri menjadi cabang anterior dan
posterior yang lebih kecil. Drainase vena paralel dengan suplai arteri.
Biasanya, ujung medula spinalis membentuk conus medullaris di dalam kanalis spinalis
lumbal di tepi bawah vertebra L2. Semua radiks nervus spinalis lumbal berasal dari
hubungan antara radiks dorsal atau posterior (sensorik somatik) dari aspek posterolateral
dari medula spinalis dan radiks ventral atau anterior (motorik somatik) dari aspek
anterolateral medula spinalis. Akar kemudian mengalir ke bawah melalui kanalis spinalis,
berkembang menjadi cauda equina, sebelum keluar sebagai sepasang saraf spinal pada
foramen intervertebralis masing-masing.
Gambar 3. Saraf Spinal L2 – L5, S1 – S5 (Kenhub, 2020)

Badan sel serabut saraf motorik dapat ditemukan di tanduk ventral atau anterior
sumsum tulang belakang, sedangkan serabut saraf sensorik berada di ganglion akar dorsal
(DRG) di setiap tingkat. Satu atau lebih cabang meningeal rekuren, yang dikenal sebagai
saraf sinuvertebral, keluar dari saraf tulang belakang lumbar. Saraf sinuvertebral, atau saraf
Luschka, adalah cabang berulang yang dibuat dari penggabungan ramus communicans abu-
abu (GRC) dengan cabang kecil yang berasal dari ujung proksimal ramus primer anterior
saraf tulang belakang. Saraf campuran polisegmentary ini secara langsung masuk kembali
ke kanalis spinalis dan mengeluarkan cabang anastomosis asendens dan desendens yang
terdiri dari serat somatik dan otonom untuk anulus posterolateral, korpus vertebra posterior
dan periostium, dan meningen ventral. Saraf sinuvertebral menghubungkan dengan
cabang-cabang dari tingkat radikular baik di atas dan di bawah titik masuk, selain sisi
kontralateral, yang berarti bahwa pelokalan nyeri dari keterlibatan saraf ini menantang.
Juga, sendi facet menerima persarafan dua tingkat yang terdiri dari komponen somatik dan
otonom. Yang pertama menyampaikan rasa sakit lokal yang terdefinisi dengan baik,
sedangkan aferen otonom mengirimkan rasa sakit yang dirujuk (Allegri, et al, 2016).
Etiologi
Nyeri punggung merupakan topik yang luas dengan banyak etiologi yang dibagi
menjadi 5 kategori (Casiano, et al, 2021):
 Mekanis/ Trauma:
Nyeri otot punggung bawah akut (keseleo) terjadi ketika terpapar
dengan kekuatan eksternal, seperti dalam tabrakan dengan seseorang atau saat
mengangkat benda berat, merusak otot dan fasia, sementara herniasi
intervertebralis lumbal terjadi ketika diskus intervertebralis kolaps dan menekan
saraf anterior, dan fraktur vertebra traumatis terjadi ketika vertebra runtuh
akibat terjatuh, dll. Nyeri punggung bawah kronis terjadi ketika penggunaan
otot dilakukan berulang-ulang, dan fraktur vertebral yang rapuh terkait dengan
osteoporosis terjadi ketika kerapuhan tulang berkembang dan keruntuhan tulang
bahkan tanpa adanya paparan kekuatan eksternal. Kehamilan juga merupakan
penyebab mekanis nyeri punggung.
 Degeneratif:
Seiring bertambahnya usia, pekerja konstruksi, insiden nyeri punggung
bawah meningkat, dan peningkatan ini disebabkan oleh perkembangan lesi yang
terkait dengan degenerasi tulang belakang lumbar dan jaringan di sekitarnya.
Degenerasi mengarah pada perkembangan spondylosis deformans, degenerasi
diskus lumbar intervertebralis, nyeri punggung bawah artikular intervertebralis,
spondilolistesis non-spondylolitik lumbar, hipostostosis ankylosing spinal, dan
stenosis spinal lumbalis. Osteoarthritis tulang belakang termasuk osteoarthritis
sendi facet, osteoarthritis sendi sakroiliaka, stenosis tulang belakang, dan
penyakit cakram degeneratif. Selain itu, fraktur kompresi osteoporosis juga
merupakan proses degeneratif.
 Inflamasi:
Hal ini disebabkan terutama karena inflamasi (seronegatif)
spondyloarthropathies seperti ankylosing spondylitis. Sakroiliitis paling sering
terlihat. Patofisiologi nyeri punggung tergantung pada etiologinya. Paling
sering, itu mungkin menjadi bagian dari proses inflamasi akut. Spondilitis
tuberkulosis atau spondilitis purulen terjadi ketika basil tuberkel atau bakteri
piogenik menghancurkan tubuh vertebral atau diskus intervertebralis.
 Onkologis:
Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, kanker lambung, kanker
payudara, kanker prostat, dll., Kadang-kadang bermetastasis ke tulang belakang
lumbar, dan penyebaran metastasis ke tulang belakang lumbar adalah salah satu
gambar patologis multiple myeloma. Ketika tumor seperti neuroma atau
angioma berkembang di lumbar atau tulang belakang, pasien mengalami nyeri
punggung bawah yang intens. Hal ini disebabkan oleh lesi litik pada tulang
belakang, kanker sumsum, atau fenomena saraf tekan dari lesi yang menempati
ruang yang berdekatan. Sering muncul sebagai fraktur patologis.
 Penyebab Lain:
Selain penyakit yang muncul dalam struktur yang menyusun punggung
bawah, yang merupakan poros tubuh, rasa sakit yang timbul dari penyakit organ
intra-abdominal, termasuk hati, kandung empedu, dan pankreas, juga terlihat di
antara penyakit yang menimbulkan nyeri punggung bawah. Nyeri juga muncul
dari organ perut posterior, termasuk uterus, ovarium, dan kandung kemih.
Adanya nyeri psikogenik yang terkait dengan histeria dan depresi juga
berpotensi menyebabkan nyeri punggung bawah.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi atau memicu timbulnya rasa sakit pada
punggung bawah dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi (Ehrlich, 2003, Wong, et al, 2017).
 Faktor risiki yang tidak dapat dimodifikasi
 Proses Degeneratif
Bukti terbaru menunjukkan bahwa penuaan normal dapat dikaitkan
dengan perubahan persepsi nyeri, pemrosesan nyeri sentral atau perubahan
neuroplastik pada respons nyeri. Baik nyeri eksperimental dan studi
neuroimaging fungsional telah menemukan bahwa orang yang lebih tua
menunjukkan peningkatan terkait usia pada ambang nyeri panas dan
mengurangi respons pada korteks somatosensorik insular tengah dan primer
menuju stimulus panas 44 ° C. Perubahan neuropsikologis terkait usia ini dalam
pemrosesan nyeri dapat mengurangi kesadaran orang tua dan pelaporan nyeri
yang dapat menyebabkan masalah / cedera kesehatan yang tidak terdiagnosis.
 Jenis kelamin
Wanita lebih rentan terhadap nyeri punggung bawah kronis daripada
pria tanpa memandang usia. Jimenez-Sanchez memperkirakan bahwa wanita
dua kali lebih mungkin mengembangkan nyeri punggung bawah kronis
daripada pria. Prevalensi yang lebih tinggi dari nyeri kronis pada wanita dapat
dikaitkan dengan mekanisme biopsikososial yang kompleks (misalnya, nyeri
yang kurang efisien, pembiasaan atau kontrol penghambatan berbahaya yang
menyebar, sensitivitas genetik, penanggulangan nyeri, dan kerentanan yang
lebih tinggi untuk mengembangkan penjumlahan temporal dari rasa sakit yang
ditimbulkan secara kimia atau mekanis). Lebih lanjut, wanita umumnya
memiliki jumlah penyakit kronis yang lebih tinggi secara bersamaan
(Osteoporosis, osteopenia, dan osteoartritis), yang diketahui sebagai faktor
risiko untuk mengembangkan nyeri punggung bawah kronis dan tekanan
psikologis pada orang dewasa yang lebih tua.
 Paparan Kerja Sebelumnya
Sementara paparan pekerjaan terhadap getaran seluruh tubuh,
mengangkat, menekuk, memutar, membungkuk, telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko potensial untuk nyeri punggung bawah dalam kelompok usia kerja,
semakin banyak bukti menunjukkan bahwa paparan pekerjaan sebelumnya
untuk pekerjaan yang berat secara fisik meningkatkan risiko nyeri punggung
bawah pada pensiunan senior.
 Pengaruh Genetik
Penelitian terbaru telah menyoroti bahwa faktor genetik memainkan peran
penting dalam memodulasi sensitivitas nyeri, respons terhadap analgesik, dan
kerentanan terhadap perkembangan nyeri kronis. Beberapa faktor genetik tidak
hanya membuat orang rentan terhadap gangguan tulang belakang (Skoliosis dan
degenerasi diskus intervertebralis) tetapi juga mengubah struktur otak yang
dapat memodifikasi pemrosesan dan persepsi nyeri sentral.
 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
 Aktifitas Fisik
Berbagai jenis dan jumlah aktivitas fisik terkait dengan nyeri punggung bawah
persisten pada orang dewasa yang lebih tua. Secara umum, aktivitas fisik sedang
atau kuat mempertinggi risiko nyeri punggung bawah tanpa memandang usia.
Sebuah studi berbasis populasi menemukan bahwa aktivitas fisik sedang
(setidaknya 30 menit intensitas sedang pada lima hari atau lebih per minggu)
dan aktivitas fisik yang kuat (setidaknya 20 menit pada tiga hari atau lebih per
minggu), aktivitas fisik secara bermakna ini dikaitkan dengan peningkatan
risiko nyeri punggung bawah persisten di antara wanita berusia lebih dari atau
sama dengan 65 tahun, dibandingkan dengan berjalan selama 30 menit pada
lima hari atau lebih dalam seminggu dan latihan kekuatan pada dua hari atau
lebih per minggu menurunkan risiko nyeri punggung bawah persisten setelah
disesuaikan dengan usia dan indeks massa tubuh (BMI)
 Merokok
Seperti pada kelompok umur lainnya, perokok lebih cenderung mengalami
nyeri punggung bawah. Diperkirakan bahwa perokok mungkin memiliki
persepsi nyeri yang berbeda dibandingkan dengan bukan perokok meskipun
efek merokok pada persepsi nyeri masih belum jelas. Namun, penelitian pada
hewan dan manusia menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan
perubahan degeneratif pada struktur tulang belakang, seperti diskus
intervertebralis. Dengan demikian, perubahan degeneratif ini dapat menekan
struktur saraf dan menyebabkan nyeri puggung bawah neuropatik.
 Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi
badan seseorang. Seseorang yang memiliki berat badan berlebih, lebih berisiko
5 kali lipat nyeri punggung bawah dibandingkan dengan orang yang memiliki
berat badan ideal, karena ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan
tertekan untuk menerima beban yang membuat jadi mudah terjadi kerusakan
dan bahaya pada stuktur tulang belakang.

Patofisiologi
Nyeri punggung bawah dapat terjadi akibat adanya kerusakan jaringan saraf dan/atau
non saraf pad apunggung bawah. Disamping saraf, kerusakan dapat pula mengenai tulang
vertebra, kapsul sendi apofisial, anulus fibrosus, otot, dan ligamentum. Pereganan,
robekan, atau kontusio jaringan-jaringan tersebut dapat terjadi akibat aktivitas seperti
mengangkat beban, gerakan memutar tulang belakang, dan whiplash injury (Harris, et al,
2017).
Patofisiologi yang mendasari NPB sangat berkaitan dengan mekanisme nyeri
nosiseptif dan nyeri neuropatik sebagai akibat dari kerusakan jaringan pada alinea
sebelumnya. Pada NPB yang kronik dan rekuren, terdapat proses patologis yang disebut
sensitisasi sentral (Harris, et al, 2017).
Nyeri nosiseptif dan neuropatik
Nyeri nosiseptif timbul akibat kerusakan pada jaringan non-neural dan aktivasi
nosiseptor. Nyeri ini menyertai aktivasi peripheral receptive terminals dari neuron aferen
primer sebagai respons terhadap stimulus kimiawi, mekanik atau termal yang berbahaya.
Di lain pihak, nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan karena lesi
primer sistem saraf somatosensorik. Secara klinis, istilah nyeri nosiseptif berarti nyeri
yang timbul (output) sebanding dnegan input nosiseptif, berbeda dengan yang terjadi pada
nyeri neuropatik (Harris, et al, 2017).
Sensitisasi senstral (SS)
Definisi SS adalah amplifikasi dari neuronal signaling di dalam sistem saraf pusat
yang meningkatkan hipersensitivitas terhadap nyeri, sehingga terjadi peningkatan respons
neuron nosiseptif di dalam sistem saraf pusat terhadap input aferen normal atau ambang
batas. Dengan kata lain, terdapat augmentasi respons susunan saraf pusat terhadap input
dari reseptor unimodalitas dan polimodalitas. Hal yang penting diingat dari patofisiologi
SS adalah peningkatan respon neuronal terhadap stimulus di dalam sistem saraf pusat
(Harris, et al, 2017).
Gangguan yang diakibatkan oleh SS terhadap sistem saraf pusat meliputi beberapa
hal, yaitu perubahan pemrosesan stimulus sensorik di otak, gangguan fungsi mekanisme
antinosiseptif desenden, dan peningkatan sumasi nyeri sekunder di temporal. Selain itu, SS
juga meningkatkan aktivitas pain neuro matrix. SS juga menignkatkan aktivitas pada area-
area yang terlibat dalam sensasi nyeri akut (insula,korteks cinguli anterior, dan korteks
prefrontal) dan yang tidak terlibat dalam sensasi nyeri akut ( berbagai nukleus di batang
otak,korteks dorsolateral, frontalis, dan korteks asosiasi parietal) (Harris, et al, 2017).
Dalam kasus lain, nyeri punggung bawah dapat dikaitkan dengan generator nyeri
yang berbeda, dengan karakteristik spesifik, seperti nyeri radikular, sindroma facet joint,
nyeri sakroiliak, nyeri diskogenik, serta stenosis spinal (Allegri, et al, 2016).
1. Nyeri Radikular
Nyeri radikular adalah nyeri yang disebabkan oleh pelepasan ektopik yang berasal
dari akar punggung yang meradang atau lesi atau ganglionnya; umumnya, nyeri menjalar
dari punggung dan bokong ke kaki dalam distribusi dermatomal. Nyeri radikular adalah
nyeri yang diradiasi sepanjang akar saraf tanpa gangguan neurologis. Meskipun
merupakan nyeri nosiseptif, ia dibedakan dari nosisepsi biasa karena pada nyeri
radikuler, akson tidak dirangsang sepanjang perjalanannya atau di terminal perifernya
tetapi dari perinevrium. Kerusakan serat sensorik menyebabkan mati rasa (terdistribusi
secara dermatom). Namun, blokade serat motorik menyebabkan kelemahan (myotomal).
Blok sensorik atau motorik dapat menyebabkan berkurangnya refleks.

2. Facet Joint Syndrome


Sendi zygapophyseal lumbar adalah prosesus artikular posterior kolom lumbar.
Mereka terbentuk dari prosesus inferior vertebra atas dan prosesus artikular superior
vertebra bawah. Mereka disuplai oleh cabang medial dorsal rami. Sendi ini memiliki
sejumlah besar ujung saraf bebas dan enkapsulasi yang mengaktifkan aferen nosiseptif
dan yang juga dimodulasi oleh serat eferen simpatis. Nyeri lumbar zygapophyseal atau
nyeri sendi "facet" telah diperkirakan mencapai hingga 30% dari kasus nyeri punggung
bawah kronik, dengan nosisepsi yang berasal dari membran sinovial, kartilago hialin,
tulang, atau kapsul fibrosa dari sendi facet.
Seperti sendi synovial lainnya, proses trauma dan inflamasi yang terjadi memiliki
manifestasi klinis berupa nyeri, kekauan, disfungsi sendir, serta spasme otot sekunder,
yang kemudian akan menyebabkan kekakuan dan degenerasi sendi yang menyebabkan
osteoarthritis.
Salah satu struktur yang terlibat pada proses degenerasi sendi adalah kapsul fibrosa
dari sendi faset yang mengandung ujung saraf endcapsulated, uncapsulated, dan bebas.
Studi imunohistokimia menunjukkan bahwa ujung saraf tersebut mengandung
neuropeptide yang memediasi dan memodulasi nosiseptor, misalnya substansi P,
calcitonin gene related peptide (CGRP), dan vasoactive intestinal peptide (VIP).
Adanya neuropeptide tersebut menandakan proses penuaan serta beban bimekanik yang
kumulatif. Mediator kimiawi dan inflamasi ini berhubungan dengan ezim proteoglikan
dan kolagenolitik yang dapat menyebabkan degradasi matriks kartilago sendi. Bila
neuropeptide ini ditemukan bersama dengan jaringan perivascular dan input aferen
nosiseptif, maka kombinasi ini dapat menjadi penghasil nyeri (pain generator).
3. Sacroilliac Joint Pain
Sendi sakroiliaka didedikasikan untuk memberikan dukungan yang stabil tetapi
fleksibel untuk tubuh bagian atas. Sendi sakroiliaka terlibat dalam gerakan sakral, yang
secara langsung mempengaruhi intervetrebral disc dan hampir pasti sendi lumbal yang
lebih tinggi. Persarafannya masih belum diketahui tetapi telah dilaporkan oleh cabang
dari ventral lumbopelvic rami. Namun, ini belum dikonfirmasi. Diperkirakan bahwa
nyeri dapat ditimbulkan oleh ketegangan ligamentum atau kapsuler, kompresi atau gaya
geser yang tidak berhubungan, hipermobilitas atau hipomobilitas, perubahan mekanika
sendi, dan disfungsi rantai myofascial atau kinetik yang menyebabkan peradangan.
Sumber nyeri sendi sakroiliaka intra-artikular termasuk osteoartritis; sumber
ekstraartikular termasuk enthesis / keseleo ligamen dan enthesopati primer. Selain itu,
perlekatan ligamentum, tendon, atau fasia dan cedera jaringan lunak kumulatif lain yang
mungkin terjadi di belakang aspek dorsal sendi sakroiliaka dapat menjadi sumber
ketidaknyamanan.
4. Lumbar Spinal Stenosis
Stenosis tulang belakang lumbal dapat bersifat bawaan atau terjangkit (atau
keduanya). Ini dapat ditentukan oleh inflamasi / jaringan parut setelah operasi tulang
belakang atau, bahkan tanpa adanya operasi sebelumnya, dengan herniasi diskus,
penebalan ligamen, atau hipertrofi prosesus artikular. Sebagian besar kasus lumbal
spinal stenosis bersifat degeneratif, terkait dengan perubahan pada tulang belakang
seiring bertambahnya usia.
5. Nyeri Diskogenik
Nyeri diskogenik karena degenerasi diskus telah diperkirakan sebagai sumber nyeri
punggung bawah kronik pada 39% kasus. Gejala-gejalanya adalah spesifik, aksial, dan
tanpa radiasi radikuler dan mereka terjadi tanpa adanya kelainan bentuk tulang belakang
atau ketidakstabilan. Secara patologis, ini ditandai dengan degradasi, dalam disk, dari
matriks nucleus pulposus dengan disertai radial dan / atau celah konsentris pada AF.
Hipotesis melibatkan kelas molekul, yang disebut kerusakan-terkait pola molekul,
termasuk asam hyaluronic dan fragmen fibronektin, mampu merangsang peradangan
diskus yang steril melalui aksi sitokin pro- inflamasi (IL-1beta, IL-6, dan IL-8) dan
matriks enzim pendegradasi (MMP-1, MMP-3, dan MMP-13). Infeksi bakteri anaerob
subklinis, didorong oleh kondisi hipoksia, dapat berperan dalam pengembangan nyeri
diskogenik. (Allegri et al., 2016).
Mekanisme Nyeri
Pada dasarnya, mekanisme nyeri dasar mengalami empat peristiwa—transduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi ketika ada rangsangan berbahaya. Misalnya, transduksi
terjadi di sepanjang jalur nosiseptif mengikuti urutan berikut: (1) peristiwa stimulus diubah
menjadi peristiwa jaringan kimia; (2) peristiwa celah sinaptik dan jaringan kimia kemudian
diubah menjadi peristiwa listrik di neuron; dan (3) peristiwa listrik di neuron ditransduksi
sebagai peristiwa kimia di sinapsis. Setelah transduksi selesai, mekanisme berikut adalah
transmisi. Ini terjadi dengan mentransmisikan peristiwa listrik di sepanjang jalur saraf,
sementara neurotransmiter di celah sinaptik mengirimkan informasi dari terminal pasca-
sinaptik satu sel ke terminal pra-sinaptik sel lain. Sementara itu, peristiwa modulasi terjadi
di semua tingkat jalur nosiseptif melalui neuron aferen primer, kornu dorsalis dan pusat otak
yang lebih tinggi melalui regulasi naik atau turun. Semua ini mengarah pada satu hasil akhir,
dan jalur nyeri telah dimulai dan diselesaikan, sehingga memungkinkan kita merasakan
sensasi nyeri yang dipicu oleh stimulus. Persepsi sinyal nosiseptif sangat kompleks, dan
terjadi terutama di somatosensori, prefrontal, insular, dan korteks singulata (Yam, et al,
2018).

(Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019)


Diagnosis
Ketika nyeri punggung bawah telah ditentukan berasal dari tulang berdasarkan riwayat,
lanjutkan ke pemeriksaan dan palpasi punggung bawah. Pertama, periksa kelengkungan
tulang belakang di bagian anterior, posterior, dan ke kanan atau kiri. Tidak ada
kelengkungan ke kanan atau kiri terlihat pada orang normal, tetapi ketika tulang belakang
melengkung ke samping dan miring hanya dalam satu arah, ditafsirkan sebagai skoliosis
dalam upaya untuk menghindari rasa sakit, dan pertimbangkan hernia lumbar
intervertebralis atau degenerasi diskus intervertebralis.

Jika pusat skoliosis berada di tulang belakang toraks dan skoliosis kompensasi
dalam arah yang berlawanan di tulang belakang lumbar memberikan tulang belakang secara
keseluruhan bentuk huruf "S", pertimbangkan skoliosis idiopatik.

Ketika punggung bagian bawah menonjol ke belakang dengan cara yang lembut,
tafsirkan sebagai kyphosis, dan pertimbangkan penyakit Scheuermann (juvenile kyphosis)
jika pasien masih muda, dan osteoporosis jika pasiennya adalah seorang wanita tua. Jika
tonjolan posterior bagian lumbal punggung curam, seringkali merupakan kasus lama
spondilitis tuberkulosis.
Gambar4. Metode Diagnosis Nyeri Punggung Bawah (Hayashi, 2004)

Keadaan di mana gerakan fleksi dan ekstensi kolom tulang belakang buruk
digambarkan sebagai "kekakuan", dan columnis tulang belakang sekaku bambu dan
menunjukkan kekakuan pada spondylosis deformans, hipostostosis tulang belakang
ankylosing, dan ankylosing spondylitis. Nyeri punggung bawah dan kekakuan pada tulang
belakang terjadi pada tahap awal spondilitis tuberkulosis dan spondilitis purulen.

Pada penyakit di mana rasa sakit timbul dengan mengetuk atau meraba prosesus
tulang belakang di pusat posterior kolom tulang belakang, ada metastasis tulang belakang
oleh tumor ganas atau patah tulang belakang selain spondilitis.

Ketika kelemahan timbul pada otot paravertebral yang berbatasan langsung dengan
tulang belakang lumbar, pertimbangkan nyeri otot punggung bawah akut (terkilir), yang
disebabkan oleh robekan otot atau fasia mendadak di area yang sama, atau nyeri punggung
bawah otot kronis. Pada stenosis spinalis lumbalis, nyeri tekan diamati di sepanjang ujung
saraf gluteus mayor di daerah superolateral bokong atau di sepanjang bagian tengah aspek
posterior paha.

Sambil menyentuh prosesus tulang belakang dari 3 lumbar vertebra bagian bawah,
minta pasien melenturkan dan memperpanjang tulang belakang lumbar, dan meraba tubuh
vertebral untuk ketidakstabilan, dengan kata lain, untuk melihat apakah mereka dislokasi
karena spondylolisthesis. Selain memeriksa punggung bagian bawah, metode lain yang
berguna dalam membuat diagnosis pasti nyeri punggung bawah adalah tes kekakuan, di
mana pasien membungkuk ke depan dan jarak antara ujung jari dan lantai diukur, dan tes
pengesahan lurus, di mana kaki diangkat dengan lutut diperpanjang dalam posisi terlentang.
Menguji sensasi, kekuatan otot, dan refleks tendon pada tungkai dan menentukan apakah
kelumpuhan hadir di area yang disuplai oleh saraf skiatik juga penting dari sudut pandang
diagnostic (Hayashi, 2004).

Klinisi sebaiknya tidak melakukan pemeriksaan pencitraan atau tes diagnostic lain
secara rutin pada pasien NPB. Pemeriksaan penunjang, seperti MRI, harus sesuai dengan
indikasi, misalnya terdapat deficit neurologis berat dan progresif atau dicurigai ada kondisi
serius yang mendasari (underlying disease). Atau ditemukannya tanda bahaya (red flags).
Ada tanda bahaya mengarah kepada jenis NPB yang memburuthkan pemeriksaan lebih
lanjut serta pengobatan segera.
Gambar 5. Tanda Bahaya NPB Akut (Cassaza, 2012)

Bila ditemukan satu atau lebih kriteria weak atau intermediate red flags
membutuhkan observasi karena akan membahayakan pasien jika diagnosis dengan
etiologi yang cukup serius terlambat ditegakkan dalam waktu kurang dari 4-6 jam. Adanya
kriteria strong red flags membutuhkan pemeriksaan penunjnag segera, kalau perlu
dikonsulkan ke subspesialis spinal (Cassaza, 2012).

Diangnosis Banding Nyeri Punggung Bawah

 Radikulopati Lumbosakral
Radikulopati Lumbosakral umumnya disebabkan oleh herniasi diskus. Istilah
herniasi menggambarkan perpindahan dari nukleus, tulang rawan atau materi
annular di luar normal ruang diskus intervertebralis. Ini mungkin
dikategorikan lebih lanjut menjadi tonjolan, ekstrusi, atau sekuestrasi. Nyeri
punggung bawah yang terkait dengan radikulopati lumbosakral biasanya
disertai oleh nyeri ekstremitas bawah parsial dan parestesia.
 Degenerative Disc Disease
Diskus adalah struktur yang dipersarafi secara nosiseptik yang mampu
menghasilkan rasa sakit. Penyakit cakram degeneratif adalah proses
degeneratif yang dimulai sejak dekade pertama atau kedua kehidupan dengan
prevalensi lebih tinggi pada atlet. Nyeri pinggang yang menjalar ke salah satu
atau kedua bokong adalah umum, meskipun hubungan antara nyeri ini dan
nyeri punggung bawah masih kontroversial. Rasa sakit dianggap "mekanis",
karena cenderung diperburuk oleh gerakan seperti menekuk, memutar, atau
mengangkat. Banyak pasien dengan nyeri ini melaporkan penurunan
ketidaknyamanan dengan ekstensi lumbar dan menyangkal gejala neurologis.
Pasien dapat melaporkan kekakuan punggung bawah setelah duduk.
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya,
dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: (Grade
I) Protrusi diskus intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus., (Grade II) Prolaps diskus intervertebral: nukleus
berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus
intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior., (Grade IV) Sequestrasi diskus intervertebral: nukleus telah
menembus ligamentum longitudinalis posterior.

 Ankylosing Spondylitis
Ankylosing spondylitis adalah salah satu dari spondyloarthropathies reumatik
seronegatif yang mempengaruhi jaringan skeletal dan ekstraskeletal. Ini
melibatkan peradangan pada enthesis dan sinovium. Ada hubungan genetik
dengan antigen histokompabilitas HLA-B27 yang ditemukan pada lebih dari
80% pasien ankylosing spondylitis. Sacroiliitis biasanya merupakan
manifestasi pertama, menunjukkan nyeri punggung bawah unilateral atau
bilateral dengan onset berbahaya. Pasien mungkin mengeluh kekakuan pagi
progresif dan postur yang memburuk atau penurunan rentang gerak trunkal.
 Fraktur Kompresi Vertebral
Fraktur kompresi vertebral adalah penyebab umum nyeri punggung bawah,
terutama pada lansia. Rincian riwayat yang relevan termasuk usia pasien dan
riwayat penggunaan steroid atau osteoporosis. Riwayat trauma sangat
berpengaruh, karena banyak pasien lanjut usia mungkin mengalami patah
tulang rapuh dengan sedikit atau tanpa trauma. Fraktur kompresi osteoporosis
mungkin tidak menunjukkan gejala.
 Referred Pain dari Pelvic Girdle
Osteoartritis pinggul, bursitis trokanterika, bursitis iskial, disfungsi sakroiliak,
sindrom piriformis, dan osteitis condensans ilii adalah contoh kondisi yang
akan merujuk nyeri ke punggung bawah
 Nyeri Kanker
Penyakit metastasis dari payudara, prostat, paru-paru, tiroid, dan ginjal
merupakan penyebab utama metastasis tulang, dan seringkali menyakitkan

Tatalaksana

Tujuan pengobatan NPB akut adalah mengurangi nyeri, mengembalikan pasien


dalam aktivitas sehari-hari, menurunkan hilangnya waktu kerja, dan mengembangkan
strategi untuk mengatasi nyeri melalui edukasi. Optimalisasi pengobatan nyeri akut dapat
mencegah nyeri menjadi kronik. Pada prinsipnya terdapat tiga penatalaksanaan, yaitu
pengobatan penyakit yang mendasarinya, tidakan operasi, dan terapi konservatif.
1. Pada NPB yang berasal dari organ abdomen dan bagian posterior abdomen, serta NPB
akibat metastasis spinal, maka pengobatan ditujukan pada pengobatan penyakit yang
mendasari tersebut.
2. Pada NPB yang dapat disembuhkan dengan operasi, tentukan indikasi dan untung rugi
tindakan operasi pada awal awitan NPB atau setelah terapi konservatif terlebih dahulu.
3. Pada NPB tanpa indikasi operasi :
a. Istirahat, membatasi aktifitas fisik, atau menggunakan korset
b. Terapi fisik; pada prinsipnya dilakukan termoterapi, namun juga dengan traksi.
Terapi fisik ini harus didahului dengan penilaian yang tepat oleh ahlinya
c. Terapi olah raga :
 Untuk meningkatkan kekuatan otot dan menghasilkan korset alami dari otot-
otot abdomen dan otot-otot punggung
 Untuk melakukan latihan peregangan dan relaksasi
 Untuk meningkatkan kekuatan tulang dengan memberikan beban mekanik pada
tulang-tulang
d. Orthoses; sebagai imobilisasi tulang belakang serta mengkoreksi kifosis dan
scoliosis
e. Terapi medikamentosa :
 Terapi kuratif dengan antibioti, atau obat anti tuberculosis untuk kasus-kasus
infeksi
 Terapi simtomatik dengan obat antiinflamasi dan analgetic
 Menghilangkan nyeri dengan blok local atau blok saraf
f. Psikoterapi; konseling untuk nyeri punggung bawah kronik dan nyeri punggung
bawah psikogenik
g. Panduan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari: panduan gaya hidup dan kerja
yang tidak baik dapat mempengaruhi timbulnya atau memperberat nyeri punggu
bawah (Harris et al, 2017)
Macam-macam Analgesik
 NSAID (Non-Steroid anti inflammation drug)
Mekanisme kerja utama NSAID adalah penghambatan pembentukan
prostaglandin (serta prostasiklin dan tromboksan) dari asam arakidonat melalui
penghambatan enzim siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2, juga dikenal
sebagai prostaglandin sintase).

(Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019)


Enzim COX-1 diekspresikan secara bervariasi di hampir semua jaringan, dan
berperan untuk mengatur proses seluler normal. COX-2 umumnya tidak
terdeteksi di sebagian besar jaringan – kecuali untuk ekspresi konstitutifnya di
otak, ginjal, dan tulang – tetapi biasanya diaktifkan dalam proses inflamasi,
yang mengarah ke produksi prostaglandin pro-inflamasi.

NSAID bekerja melalui penghambatan enzim COX, sehingga mengurangi


produksi prostaglandin dan mengurangi transduksi sinyal nosiseptif. NSAID
non-selektif, termasuk oksikam, menghambat COX-1 dan COX-2, sedangkan
inhibitor COX-2 yang lebih selektif (disebut "coxib") memiliki afinitas yang
jauh lebih besar untuk enzim COX-2.

Penghambatan enzim COX memiliki efek samping berupa ulserasi


gastrointestinal, dan penyakit kardiovaskular. Sebuah meta-analisis 2013 dari >
350.000 peserta telah menunjukkan bahwa diklofenak dan coxib dikaitkan
dengan sedikit peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (2 kejadian per 1.000
pasien-tahun). Efek ini tampaknya dimediasi oleh pergeseran keseimbangan
antara penghambatan COX-1 dan COX-2 sehingga ada pergeseran ke efek
tromboksan COX-1 yang lebih bebas, yang bersifat vasokonstriksi dan pro-
agregasi (Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).

 Paracetamol
Parasetamol adalah salah satu analgesik yang paling banyak digunakan di
dunia. Penelitian dalam dua dekade terakhir menunjukkan bahwa paracetamol
menghambat produksi prostaglandin, tetapi hanya ketika tingkat peradangan yang
rendah sehingga efektif untuk rasa sakit yang terkait dengan peradangan ringan
sampai sedang, seperti keseleo dan memar.
Proses penghambatan terjadi secara tidak langsung pada enzim COX, tetapi
melalui penghambatan situs pengikatan POX-nya, sehingga mengurangi aktivitas di
situs COX. Efek analgesik parasetamol juga dimediasi melalui mekanisme perifer dan
sentral. Secara perifer, penurunan sintesis prostaglandin mengurangi transduksi saraf
sensorik, yang menyebabkan penurunan transmisi impuls nosiseptif. Secara sentral,
parasetamol menghambat peningkatan prostaglandin sistem saraf pusat yang
diinduksi oleh transmisi nosiseptif perifer (Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).
 Opioid

Opioid dapat terbentuk dari senyawa alami, semi-sintetik atau sintetis. Obat ini
memiliki tingkat potensi yang bervariasi dan dapat bertindak sebagai agonis
(misalnya morfin, oksikodon, hidromorfon, kodein), agonis parsial (misalnya
buprenorfin), atau antagonis (misalnya nalokson) pada reseptor opioid.
Reseptor opioid diklasifikasikan sebagai mu, kappa, dan delta. Efek analgesik
agonis opioid sebagian besar dimediasi oleh aktivasi reseptor mu. Analgesia
yang dimediasi opioid terutama berasal dari sistem saraf pusat yang
merangsang penghambatan desendens di otak tengah dengan efek melemahkan
sinyal nosiseptif asenden di tanduk dorsal sumsum tulang belakang (Van
Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).

(Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019)


 Tramadol
Tramadol adalah opioid atipikal yang bekerja sentral, karena memiliki aktivitas
seperti opioid dan penghambatan reuptake neurotransmiter. Tramadol terdiri
dari campuran rasemat (+) tramadol dan (-) tramadol, dengan (+) enansiomer
membentuk metabolit M1 aktif. Enansiomer (+) juga dianggap memiliki peran
dalam penghambatan reuptake serotonin, sedangkan enansiomer (-) berperan
dalam penghambatan reuptake noradrenalin. Penghambatan reuptake serotonin
dan noradrenalin ini diperkirakan meningkatkan jalur inhibisi desenden di
medula spinalis, sementara agonis reseptor opioid menghasilkan analgesia
melalui mekanisme opioid itu sendiri (Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).
 Tapentadol
Merupakan opioid atipikal generasi baru yang bekerja dalam proses
penghambatan reuptake neurotransmitter serotonin dan noreadrenalin seperti
tramadol, tetapi dengan fokus yang lebih besar pada noradrenalin daripada
penghambatan reuptake serotonin (Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).
 Anti konvulsan
Antikonvulsan secara teoritis cocok untuk neuropati, karena sebagian besar
menunjukkan beberapa bentuk penghambatan transmisi saraf melalui modulasi
saluran ion atau modulasi neurotransmitter penghambat. Pregabalin dan
gabapentin - dikenal sebagai gabapentinoid - keduanya analog gamma-
aminobutyric acid (GABA). Kesamaan struktural mereka dengan GABA
memfasilitasi penetrasi sistem saraf pusat, tetapi mereka tidak memiliki
aktivitas GABAnergik. Mekanisme aksi utama adalah penghambatan selektif
dari subunit alfa 2-delta presinaptik yang dominan dari saluran kalsium
bergerbang tegangan dari neuron. Penghambatan saluran ini mengurangi
penembakan dan pelepasan neurotransmitter dari neuron (Van Rensburg, R., &
Reuter, H.,2019).

(Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019)


Tinjauan sistematis tahun 2013 – terdiri dari 10 ulasan dari 91 penelitian, termasuk
17.955 pasien – menemukan bahwa hanya gabapentinoid (pregabalin dan
gabapentin) yang memiliki efektivitas yang baik untuk mengobati neuropati
diabetik, neuralgia postherpetik, dan nyeri neuropatik sentral. Beberapa bukti
kualitas rendah ditemukan untuk penggunaan carbamazepine pada neuralgia
trigeminal dan neuropati diabetik. Antikonvulsan seperti fenitoin, lamotrigin,
natrium valproat, dan topiramate, serta benzodiazepin klonazepam, tidak efektif
(Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).
 Anti depresan
Mekanisme utama antidepresan dalam efek analgesik melalui jalur inhibisi
desendens di sumsum tulang belakang. Augmentasi dicapai dengan
meningkatkan konsentrasi neurotransmitter amina sinaptik (terutama serotonin
dan noradrenalin) dengan menghambat transporter yang terlibat dalam reuptake
ke terminal presinaptik. Efek analgesik antidepresan berhubungan dengan
stimulasi sistem adrenergik perifer. Juga telah dipercaya ada hubungan timbal
balik antara nyeri dan depresi: rasa sakit dapat menyebabkan (dan
memperburuk) depresi, dan depresi dapat memperburuk rasa sakit.
Antidepresan dengan penghambatan reuptake serotonergik dan
noradrenergik yang terkenal termasuk antidepresan trisiklik (TCA), seperti
amitriptyline, dan penghambat reuptake serotonin-noradrenalin (SNRI), seperti
duloxetine dan venlafaxine (Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019).

(Van Rensburg, R., & Reuter, H.,2019)


Prognosis
Nyeri punggung bawah kronis sering fluktuatif dan memiliki episode eksaserbasi akut yang
rekuren. Prognosis jumlah episode eksaserbasi akan lebih buruk pada pasien yang memiliki
riwayat serangan akut yang sangat berat dan bertahan lama
Daftar Pustaka

Allegri, M., Montella, S., Salici, F., Valente, A., Marchesini, M., Compagnone, C., Baciarello, M.,
Manferdini, M. E., & Fanelli, G. (2016). Mechanisms of low back pain: a guide for diagnosis and
therapy. F1000Research, 5, F1000 Faculty Rev-1530. https://doi.org/10.12688/f1000research.8105.2

Casazza, Brian A. 2012. Diagnosis and Treatment of Acute Low Back Pain. American Family
Physician, vol. 85. No. 4

Casiano VE, Dydyk AM, Varacallo M. Back Pain. [Updated 2021 Jul 18]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538173/

Casser, H. R., Seddigh, S., & Rauschmann, M. (2016). Acute Lumbar Back Pain. Deutsches Arzteblatt
international, 113(13), 223–234. https://doi.org/10.3238/arztebl.2016.0223

Chou R. (2010). Low back pain (chronic). BMJ clinical evidence, 2010, 1116.

Ehrlich GE. Low back pain. Bull World Health Organ. 2003;81(9):671-6. Epub 2003 Nov 14. PMID:
14710509; PMCID: PMC2572532.

Harris, S. Wiratman, W. Zairinal, R.A. 2017. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hayashi, Yasufumi. 2004,“Classification, Diagnosis, and Treatment of Low Back Pain.” Japan Medical
Association Journal (JMAJ), vol. 47. no. 5. pp. 227– 33.

Van Rensburg, R., & Reuter, H. (2019). An overview of analgesics: NSAIDs, paracetamol, and topical
analgesics Part 1. South African Family Practice, 61(sup1), S4–
S10. doi:10.1080/20786190.2019.1610228

van Rensburg, Roland & Reuter, Helmuth. (2019). An overview of analgesics - Opioids tramadol and
tapentadol (Part 2). South African Family Practice. 61. 16-23. 10.4102/safp.v61i2.5001.

van Rensburg, Roland & Reuter, Helmuth. (2019). An overview of analgesics - anticonvulsants,
antidepressants, and other medications (Part 3). South African Family Practice. 61. 59-62.
10.4102/safp.v61i3.4972.

Wong, A.Y., Karppinen, J. & Samartzis, D. 2017, Low back pain in older adults: risk
factors,management options and future directions. Scoliosis 12, 14. https://doi.org/10.1186/s13013-
017-0121-3

Yam, M. F., Loh, Y. C., Tan, C. S., Khadijah Adam, S., Abdul Manan, N., & Basir, R. (2018). General
Pathways of Pain Sensation and the Major Neurotransmitters Involved in Pain Regulation. International
journal of molecular sciences, 19(8), 2164. https://doi.org/10.3390/ijms19082164

Anda mungkin juga menyukai