BAB 1
NIHON BUNGAKU NO KEITAI
(BENTUK KESUSASTRAAN JEPANG)
Awal mula kelahiran kesusastraan Jepang sebenarnya tidak terlepas dari pengaruh sifat
dan bentuk kebudayaan pertanian. Misalnya, tentang empat musim dan pergantian
musim yang berpengaruh dalam kesusastraan Jepang, dapat dipastikan bahwa pengaruh
itu bersumber dari kebudayaan pertanian. Kebudayaan pertanian sangat memelihara dan
mengikuti perubahan musim, misalnya, pada musim semi dilakukan penyebaran bibit,
dan panen diambil pada musim gugur. Begitu pula pada setiap musim, para petani
mengadakan kegiatan masing-masing. Pengolahan lahan pertanian, yang. dimulai dari
penyebaran bibit sampai panen merupakan pekerjaan yang teramat penting, terutama
bagi petani yang menggarap sawah sebagai pekerjaan pokok mereka. Dalam pergantian
musim itulah, diadakan suatu kegiatan pembacaan doa (memanjatkan doa) dan upacara
keagamaan. Tradisi seperti ini, dalam kegiatan kesusastraan pada umumnya, akan
terlihat dalam pembuatan dan pembacean puisi serta istilah-istilah yang terdapat pada
haiku.
Ciri-citi yang terdapat dalam kesusastraan Jepang, selain adanya pengaruh dari
kebudayaan Jepang yang berpusat pada pertanian (penanaman padi dan pergantian
musim), juga ada satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya, yaitu adanya tradisi
menetap. Alasan kebiasaan menetap di suatu tempat ini sungguh jelas, yaitu berkaitan
dengan pertanian, seperti keharusan para petani untuk memindahkan bibit-bibit padi
yang mulai tumbuh, membuang alang-alang yang tidak perlu, seria keharusan mengairi
sawahnya. Kegiatan ini memerlukan perhatian khusus sehingga kebiasaan menetap
merupakan pilihan yang paling tepat.
Kehidupan menetap akan melahirkan kebiasaan tolong-menolong dan gotong-royong.
Orang yang hidup di suatu tempat biasanya membutuhkan tempat tertentu untuk
dijadikan pusat pertemuan, misalnya, untuk upacara keagamaan, tempat berdoa, dan
membaca mantera-mantera. Jika tempat berkumpul ini bertambah besar, akan lahirlah
sebuah kota.
Kebudayaan Jepang berkembang dari tempat (kota yang lahir itu), dan kesusastraan
pun lahir di tempat itu. Dengan demikian, kesusastraan pun lahir dari upacara dan
festival yang diadakan dalam masyarakat yang hidup bersama, dan dalam suasana
kehidupan masyarakat yang saling menolong. Bentuk orisinal dari kesusastraan, misal-
nya, uta (nyanyian), katari (cerita), dan odori (tarian), yang satu sama lain saling ber-
kaitan. Setelah kesusastraan lisan berkembang menjadi kesusastraan tulisan, terjadilah
suatu proses pengelompokan dalam kesusastraan Jepang. Berdasarkan adanya kesamaan
unsur-unsurnya maka nyanyian dikelompokkan dalam puisi, cerita dikelompokkan da-
lam prosa, dan tarian dikelompokkan dalam drama.
Nyanyian yang berubah bentuk menjadi puisi dapat dilihat misalnya pada bentuk
waka, renga, dan haiku. Waka bahkan menjadi dasar dari penciptaan dan penulisan puisi.
4Bentuk sastra ini mempunyai suatu ketentuan mendasar, yaitu terdiri dari 31 suku kate
yang dibagi 5, 7, 5, 7, 7 suku kata. Dari zaman kuno bentuk ini terus dipakai sampai
sekarang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa cara pengelompokan seperti itu
telah menetapkan bentuk yang terpenting dalam sejarah kesusastraan Jepang, khususnya
di bidang puisi Jepang.
Apabila waka dapat dikategorikan ke dalam bentuk puisi akan terdapat sedikit
persoalan, yaitu bahwa dalam waka tidak terdapat pengulangan hatsu on (ucapan) yang
sama sehingga sulit membedakan waka dalam kelompok puisi dengan prosa. Namun,
secara umum dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu dapat terlihat atas dasar jumlah
suku kata yang dipakai dalam puisi, yaitu lima suku kata, tujuh suku kata, dan
pengulangan suku kata. Ini yang menjadikan irama dalam puisi Jepang pendek. Dalam
kesusastraan Jepang, apabila memiliki irama lima suku kata dan tujuh suku kata, dapat
dikatakan bentuk puisi terlepas dari prosa dan ia dapat berdiri sendiri sebagai puisi.
Baik odori maupun mai-dikenal sebagai tarian yang dibawakan dalam upacara-upacara
keagamaan. Odori adalah gerakan tari yang tegak lurus, sedangkan mai adalah gerakan
tari yang berputar. Drama dengaku dan sarugaku yang lahir di desa merupakan dasar
dari drama di Jepang yang disebut noh, Sama halnya dengan noh, drama kabuki pun
lahir dari gerak dan nyanyi dari tarian Izuniino Okuni.
Sejak zaman kuno, cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut bahkan turun-
temurun akhirnya berkembang menjadi prosa. Mula-mula katari (cerita) berawal dari
mitologi, yang ikut mendukung menyatukan Yamato, dan menjadi pusat pemerintahan
dan kebudayaan pada zaman kuno. Di samping itu, katari mengalir terus di balik
perkembangan sejarah kesusastraan Jepang. Akan tetapi, setelah memasuki zaman He-
ian, katari lebih disempurnakan hingga menjadi bentuk prosa yang disebut monogatari,
dan muncul monogatari pertama yang disebut Taketori Monogatari, Selain bentuk mo-
nogatari timbul pula bentuk sefsuwa dan gunki monogatari, dan setelah masuk zaman
pramodern’ muncul kanazoshi. Kalau dilihat secara garis besar, dari dasar-dasar katari
lahirlah karya sastra yang berbentuk prosa, yang dapat dikategorikan dalam esai, yaitu
Makura no. Soshi, Hojoki, dan Tsurezure Gusa. Selain katari, berkembang pula nikki, buku’
harian yang timbul pada kesusastraan zaman Heian dan berkembang menjadi novel
(Ghishosetsu) pada zaman modern.
A. Puisi
1. Waka
Waka adalah puisi Yamato (Jepang) yang dibuat untuk mengimbangi puisi Cina. Jenis
puisi lain, seperti choke dan sedoka juga termasuk waka. Waka sendiri mulai pudar
kepopulerannya pada sekitar akhir zaman Nara. Bentuk puisi yang merupakan bentuk
awal dari puisi Jepang ini memiliki ciri khas. Waka terdiri dari 31 suku kata yang
terbagi dalam 5, 7, 5, 7, 7 suku kata dan ini merupakan cara yang paling cocok untuk
mengekspresikan perasaan dan pikiran orang Jepang.
Walaupun muncul berbagai macam dan bentuk puisi selain waka, tetapi waka yang
terdapat dalam: Manyoshu dan dibuat pada zaman Nara, Kokinshu yang dibuat pada
zaman Heian, dan Shinkokinshu yang dibuat pada zaman Kamakura, memberikan peng-
aruh yang besar terhadap kesusastraan Jepang, khususnya dalam perkembangan puisi
Jepang.
5Setiap kumpulan puisi mempunyai citi khas. Manyoshu, misalnya, warna puisinya
berkaitan dengan perasaan yang diungkapkan secara langsung ke hadapan orang di
sekitarnya, Kokinshu banyak diwarnai kehidupan bangsawan dan bersifat intelektual,
sementara Shinkokinshu lebih banyak diwarnai oleh puisi yang mengekspresikan alam
yang tidak nyata, dan tidak mengungkapkan kehidupan sehari-hari manusia. Atau,
dapat dikatakan bahwa cerita Shinkokinshu tidak realistis dan mengimajinasikan suatu
keindahan alam.
2.: Haikai
Arti haikai adalah sesuatu yang jenaka (lucu). Sejak adanya pembuatan 58 buah puisi
waka yang jenaka dalam Kokinshw maka dalam kumpulan puisi lain pun banyak dimuat
puisi yang bercorak jenaka ini. Pada zaman Chusei, puisi yang berada dalam kanshi,
‘waka, ataupun renga, kalau di dalamnya terdapat ungkapan kelucuan maka puisi ter-
sebut disebut haikai. Itulah sebabnya, dari pertengahan Chusei (abad pertengahan)
sampai permulaan Kinsei (zaman modern) sangat diminati sebagai haikai no renga yang
memfokuskan tentang kelucuan. Kemudian, karena dianggap dapat berdiri sendiri dan
terlepas dari puisi renga, maka haikai no renga mulai ditulis dengan Aviktésaja. Kalau
dilihat dari sejarahnya, pada pertengahan abad ke-14 dalam kumpulan puisi renga yang
disebut Tsukuba Shu, haiku masih merupakan bagian dari puisi renga. Namun, pada
abad ke-15 dalam Shinsentsukubashu dikatakan bahwa haiku berbeda dengan renga”
sehingga semua haiku yang berada dalam kumpulan puisi itu dikeluarkan. Pada awal
abad ke-16, melalui kumpulan haiku dari Yamazaki Sokan maupun Aragita Moritake,
terlihat jelas adanya suatu kelucuan yang tidak ada dalam renga, sehingga haiku dapat
diakui sebagai suatu karya sastra dalam bidang puisi yang baru.
Haiku dimulai dengan 17 suku kata pada bait pertama, yaitu 5, 7, 5, dan dilanjutkan
dengan 14 suku kata atau 7, 7, dan kembali lagi ke bait berikutnya dengan 17 suku kata
lalu 14 suku kata, demikian scterusnya. Aturan ini diulang-ulang sampai menghasilkan
suatu puisi yang bermakna. Puisi yang banyak dibuat oleh orang biasa ini, aturannya
masih sama dengan renga. Begitu memasuki zaman“fnodern dengan memudarkan
kepopuleran puisi renga, maka puisi haikai semakin populer dan mengalami kemajuan.
Kemudian, melahirkan berbagai macam aliran, khususnya haikai yang dibuat oleh
Matsuo Basho, yang boleh dikatakan merupakan awal kejayaannya.
3. Haiku :
Haiku sama artinya dengan bait pertama dari haikai no renga. Pada zaman Meiji,
tepatnya sekitar abad ke-20, Masaoka Shiki mengadakan pembaharuan yaitu dengan
mengambil bait pertama dari haikai, dan dijadikan puisi yang disebut haiku. Shiki
mengakui bahwa bait pertama dari haikai no renga, yang terdiri dari 5, 7, 5, atau
sebanyak 17 suku kata dapat dijadikan suatu puisi. Setelah zaman Chusei, Masaoka
Shiki membuat puisi yang lebih pendek dengan sebutan yang masih sama, yaitu haiku.
4. Kyoka
Berbeda dengan puisi waka yang mengandung aturan-aturan tetap yang mendasar, kyoka
sedikit menyimpang dan mengekspresikan sesuatu secara bebas atau dapat dikatakan
sedikit tidak sopan Karena segala sesuatu digambarkan secara bebas serta penggunaan
bahasanya pun bebas. Namun, justru ciri inilah yang merupakan ciri yang dimiliki oleh
6kyoka. Meskipun hal-hal semacam itu terlihat sedikit di dalam kumpulan puisi Ma
nyoshu maupun Kokinshu, kyoka justru sangat diminati oleh masyarakat Jepang di sekitar
pertengahan zaman Muromachi sampai zaman Sengoku, yang waktu itu moral masya-
rakat sedang mengalami kemerosotan. Setelah memasuki zaman pramodern, berkat
pedagang-pedagang dari Osaka Yuensaiteiryu, kyoka menjadi sangat digemari oleh
masyarakat pada umumnya, lebih-lebih pada zaman Tenmei (1781-1789) yang membawa
kyoka mencapai puncak kejayaannya, sehingga disebut pula dengan istilah tenmei kyoka.
Penyair yang terkenal dalam mengembangkan kyoka adalah Toikisshu, Shihosekira, dan
Shugakukanko. Tenmei kyoka sama dengan novel gesaku. yang populer pada masa itu;
isinya ringan, bebas, dan banyak mengandung kelucuan (humor). Selain masih meniru
puisi kuno, kyoka juga mengungkapkan segala macam aspek di dalam puisinya.
Setelah memasuki zaman modern, kepopuleran kyoka merosot karena tidak bernilai
tinggi dilihat dari segi kesusastraan.
5. Sen-Ryu
Sen-ry muncul hampir bersamaan waktunya dengan haiku, yaitu pada akhir zaman
Edo. Berbeda dengan haiku, isi sen-ryu banyak difokuskan pada masalah rakyat biasa.,
Ada suaty ketentuan dalam berbalas pantun di saat orang yang memilih masalah
harus melontarkan puisi sebanyak 14 suku kata, yaitu terdiri dari 7, 7 suku kata dan
sebagai balasannya harus dibuat sebanyak 17 suku kata yang terdiri dati 5, 7, 5 suku
kata, Dari aturan itulah sen-ryu lahir, yaitu dengan mengambil rumus 5, 7, 5 dengan 17
suku kata dari bait kedua, bukan bait ‘pertama yang berjumlah 7, 7 suku kata, sehingga
senryu dapat dikatakan sebagai puisi yang sudah berdiri sendiri. Kejadian tersebut
sama seperti kyoka yang mengambil dasar puisi. Sen-ryu kemudian lebih dikenal setelah
dibuat buku pada tahun 1765 yang berjudul Yanagitama.
6. Kayo
Kayo dapat dikatakan sebagai puisi yang mempergunakan irama, dan lebih condong ke
suatu nyanyian. Kayo dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu aspek kesusastraan dan seni
musik, Kayo muncul sejak zaman kuno dan populer dalam masyarakat. Bentuk kayo
dapat dilihat dalam Kojiki, Nihon Shoki, Fudoki, dan Manyoshu, tetapi karena terlalu
banyak macam dan bentuknya, tidak begitu jelas lagi perbedaannya. Pada awal zaman’
Heian, dikenal Kagura Uta dan Saibara yang berpusat di istana, dan kayo sering
dibawakan dalam upacara-upacara yang diadakan di sana. Pada akhir zaman Heian
dikenal imayo di kalangan masyarakat umum. Imayo dikumpulkan dalam suatu buku
berjudul Ryojinhisho oleh Goshirakawain. Kayo mencapai masa kejayaannya ketika
memasuki zaman Chusei dan dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan. Dalam per
temuan-pertemuan tersebut diselenggarakan dengaku, sarugaku, dan cerita panjang
(Heike Monogatari). Nama kayo kemudian lebih dikenal dengan nama kouta pada akhir
zaman Chusei (awal zaman pramodern) sampai diterbitkan suatu buku yang disebut
Konginshu. Pada waktu yang sama lahir joruri yang berbentuk cerita dan bersamaan itu
pula datang alat musik shamisen melalui Pulau Ryukyu. Alat musik ini bersatu dengan
joruri sehingga perpaduan tersebut membentuk drama joruri yang sangat mempengaruhi
perkembangan kayo pada zaman pramodern.7. Kindaishi (Puisi Modern)
Shintaishisho, kumpulan puisi terjemahan yang diterbitkan pada Meiji 15 (1882) adalah
puisi Eropa pertama yang diperkenalkan di Jepang. Puisi terjemahan tersebut diper-
kenalkan untuk membuka wilayah puisi yang keadaannya berbeda dengan puisi waka
dan haikai, Dalam percobaan menerjemahkan bermacam-macam puisi shintaishi, Omokage
yang berbentuk puisi shintaishi — sebuah puisi yang sudah disempurnakan keindahan-
nya ~ diterjemahkan oleh Mori Ogai dan kawan-kawan. Begitu pula Shimazaki Toson
telah berhasil menyusun secara orisinal dunia puisi yang liris berdasarkan bentuk puisi
Eropa berjudul Wakanashu yang diterbitkan pada Meiji 30 (1897).
Puisi modern Perancis Kaichoon terjemahan Ueda Bin pada Meiji 38 (1905) mem-
berikan pengaruh yang kuat terhadap puisi simbolik, antara lain, Skin Cho-shu dan
Ariyakeshu karya Kambara Ariyake serta Hakuyokyu karya Susukida Kyukin.
Majalah Myojo dan Subaru pada Meiji 40-an (sekitar 1907-an) merupakan wadah para
penulis muda yang berpotensi untuk menyaiurkan karya-karyanya secara berturut-turut.
Penyair yang menonjol pada masa itu adalah Kitahara Hakushu. Gaya penulisan Ha-
kushu bersifat keindahan dan kaya akan simbolisasi musik dan sensasi kehidupan.
Orang yang pertama menciptakan puisi kogojiyushi (puisi bebas lisan) adalah Kawaji
Ryuko. Puisi bebas lisan ini memberikan benturan keras terhadap puisi waka dan haikai
yang sudah mempunyai bentuk yang mapan. Minat para penyair kemudian berpaling
kepada kogojiyushi.
Dotei adalah hasil karya pertama puisi kogojiyushi dari syair Takamura Kotaro pada
Taisho 3 (1914). Terwujudnya kumpulan puisi yang menampilkan ciri individualistis
baru tercapai setelah mengambil bentuk puisi yang disebut kogojiyushi. Setelah puisi
Dotei, puisi Jepang berubah dari puisi yang bersajak menjadi kogojiyushi. Kogojiyushi
disusun dan disempurnakan oleh Hagiwara Sakutaro dalam kumpulan puisi Tsuki ni
Hoeru pada tahun 1917.
B. Prosa
1. Shinwa (Mitologi Jepang) /.
Mitologi berdampingan dengan tata cara yang telah diuraikan pada bab pendahuluan
dalam buku ini dan salah satu jenis kesusastraan ini cukup penting dalam analogi
Kkebudayaan tradisional masyarakat primitif. Biasanya mitologi menceritakan drama
dewa-dewa dan asal mula kejadian masyarakat primitif lama. Adakalanya cerita mukashi
banashi, cerita lama dan legenda, dimasukkan ke dalam mitologi. Kedua-duanya
merupakan hasil kebudayaan kuno yang utama dan melahirkan Kesusastraan yang
sama-sama primitif.
Peneliti mitologi Jepang di antara cendekiawan Japanologi zaman pramodern adalah
Motoori no Norinaga. Penelitian mitologi Jepang yang sesungguhnya baru dimulai pada
zaman modern, yaitu setelah masuknya ilmu mitologi (imu hikayat purbakala) ke
Jepang. Ilmu mitologi diteliti oleh bermacam-macam disiplin ilmu seperti psikologi
dalam, antropologi, sejarah, etnologi, bibliografi, dan mitologi perbandingan. AKhir-akhir
ini ilmu mitologi adalah bidang yang sedang populer di Jepang.
Sebagai dokumen tertulis mitologi Jepang adalah Kojiki, Nihon Shoki, Fudoki, dan
Manyoshu. Kojiki dan Nihon Shoki adalah dokumen tertulis berwarna politik yang mem-
benarkan hak keluarga kaisar. Kojiki adalah buku yang mengemukakan pandangan
8sejarah berdirinya bermacam-macam keluarga bangsawan dan Nihon Shoki adalah yang
bersifat nasional atas dasar kerja sama antara setiap bangsawan. Adapun Fudoki dan
Manyoshit merupakan cerita yang tidak bisa dimasukkan dalam sistematika mitologi
Karena menuntut introspeksi dan perbaikan
2. Monogatari
Jstilah monogatari adalah terminologi yang cocok untuk pengisahan. Biasanya yang
termasuk monogatari adalah tsukuri monogatari, uta monogatari, rekishi monogatari, gunki
monogatari, dan setsuwa monogatari. Di sini akan diterangkan sedikit mengenai
monogatari dengan mengambil dua contoh, yaitu uta monogatari dan tsukuri_ mo-
nogatari, wh
Monogatari muncul pada abad ke-10. Setelah itu berturut-turut muncul bermacam-
macam karya monogatari. Isi ceritanya berasal dari kisah yang disampaikan dari mulut
ke mulut di antara rakyat sejak zaman Kodai dan dengan ditemukannya tulisan Kata-
kana maka faktor tersebut menambah dan menunjang penulisan monogatari. Monogatari
juga merupakan hasil persiapan dari penulisan kebudayaan istana zaman Heian. Uta
monogatari yang lahir pada awal abad ke-10 dibagi dalam dua jenis, yaitu Yamato
Monogatari dan Ise Monogatari yang mengisahkan kehidupan sehari-hari para bangsawan.
Kisah ini ditulis berdasarkan cerita dari mulut ke mulut dan kisah yang disertai oleh
waka; sedangkan tsukuri monogatari terditi dari Taketori
monogatari yang panjang seperti Yoru no Nezame, Kyoi
Monogatari, Hamamatsu Chunagon Monogatari, dan
Torikaebaya Monogatari, juga pada cerita pendeknya,
yaitu Tsutsumi Chunagon Monogatari. Seluruh karya ini
eas 3 RE | Monogatari dan Utsubo Monogatari. Utsubo Monogatari
BO { | banyak mengandung kisah roman dan cerita tradisi
SI WEA, Eye | Kuno. Pada awal abad ke-l1, Genji Monogatari karya
Reac# EGS | Murasaki Shikibu termasuk dalam sepuluh besar
7 & et {i % | kesusastraan dunia. Kalau kita tinjau dari sudut
b 13 43.4% 7 7 | seiarahnya, Genji Monogatari adalah turunan dari kedua
oT tel SY Ye jenis monogatari di atas yang menjadi karya sastra
SG 34224 | desar dunia
See at ea tao se Hal yang tidak dapat dielakkan adalah karya-Karya
Shale 2 yang terbit setelah monogatari meniru gaya Genji
t } ; t 43 Monogatari. Kenyataan tersebut dapat ditemukan pada
x 3
2 as
5 ie Fa4@
D3 Lax
Roe
6
Ise. Monogateri merefleksikan kehancuran dan kemerosotan masyarakat
Sumber: Odagii Hideo, Bungaky bangsawan yang dikisahkan secara sentimental dan
Gairon, 1986 mendalam.
3. Rekishi Monogatari
Catatan sejarah Jepang Nihon Shoki ada di antara enam sejarah nasional Jepang yang
ditulis dalam kalimat Kambum (kalimat yang dalam tulisan kanji Cina). Sebaliknya,
rekishi monogatari ditulis dalam tulisan Kana. Rekishi monogatari selain menggam-
barkan fakta sejarah juga mengandung nilai-nilai kesusastraan, separuhnya bersifat
sejarah dan separuhnya lagi bersifat kesusastraan. Eika Monogatari adalah karya pertama
9yang diterbitkan. Okagami, Mizukagami, dan Imakagami adalah karya yang dirampungkan
pada akhir zaman Heian, Karya yang diselesaikan pada zaman Kamakura adalah
Masukagami, Jumlah seluruh kagami ada empat yang disebut juga Kagami Mono.
4. Gunki Monogatari (Hikayat Gunki)
Gunki monogatari biasa disebut juga dengan gunki, adalah kisah peperangan yang bahan
ceritanya diambil dari fakta sejarah yang sesungguhnya. Pemikiran yang menyokong
karya ini didasarkan pada pemikiran Buddha dan Konfusius. Kalimatnya terdiri dari
campuran kalimat Kambun (kalimat Cina terdiri dari Kanji) dan Wabun (kalimat
Jepang). Dari dua macam campuran kalimat ini lahirlah kalimat yang spesifik. Karya
perdana dari gunki monogatari adalah Shomonki. Karya ini menggambarkan pemberon-
takan militer Taira Masakado. Nasib Taira Masakado dilukiskan secara tragedi, kepah-
lawanan, dan kronologi. Dalam Shomonki terdapat bentuk-bentuk kalimat baru hasil
campuran dari Wabun dan Kambun.
Memasuki abad pertengahan, hampir seluruh cerita mengambil bentuk dan susunan
gunki monogatari. Karena zaman pertengahan merupakan zaman di saat peperangan
antara kaum bangsawan dan samurai yang baru bangkit sering terjadi maka banyak
cerita yang sumber penulisannya diangkat dari peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi
masyarakat. Karya gunki yang lain adalah Hogen Monogatari, Heiji Monogatari, dan
Heike Monogatari. Heike Monogatari menggambarkan peperangan antara keluarga Taira
dengan keluarga Genji yang menampilkan pandangan Mujokan. Heike Monogatari me-
rupakan karya terbaik dengan bentuk kalimat yang spesifik. Dalam Heike Monogatari,
felenaages Geatukan dh pondangan Mija, bubeda halagu degen Toilet, kala
terakhir gunki monogatari yang diciptakan pada akhir abad pertengahan yang banyak
melukiskan kesedihan dan kebengisan kelompok samurai di medan perang.
5. Setsuwa Bungaku (Sastra Setsuwa)
Bentuk sastra selswwa baru dinilai kembali pada zaman modern. Keistimewaan yang
paling utama dari setsuwa yang dahulu disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut,
sekarang disampaikan secara tertulis. Oleh karena itu, kehidupan yang penuh gairah
dan penuh kesederhanaan di dalam kesusastraan Heian tidak dapat ditemukan. Karya
perdana setsuwa diciptakan pada awal abad ke-9 dengan judul Nihon Ryoiki. Karya ini
ditulis dalam kumpulan cerita Buddha yang disebut Bukkyo Setsuwa. Lebih dari separuh
karya ini berisikan anjuran terhadap kepercayaan Buddha. Karya setsuwa yang terbaik
adalah Konjaku Monogatari yang muncul pada akhir zaman Heian dan Ujishui Monogatari
yang muncul pada zaman Kamakura. /<
6. Zuihitsu Bungaku (Kesusastraan Zuihitsu)
Kesusastraan zuihitsw adalah kesusastraan yang menceritakan pengalaman, kesan-kesan,
dan hal-hal yang dilihat dan didengar oieh pengarang yang bersifat bebas. Zuihitsu
dapat dimasukkan juga sebagai esai. Bentuk kesusastraan ini bermula dari kisah Makura
no Soshi karya Seishonagon. Karya ini menceritakan gambaran alam dan manusia sampai
hal yang sekecil-kecilnya dalam kalimat yang mudah dicerna, berbobot, dan bersifat
intelektual. Genji Monogatari selain merupakan kesusastraan wanita pada zaman Heian
juga mewakili kesusastraan zuihitsu, dan banyak mempengaruhi kesusastraart’zuihitsu
10zuihitsu_ pada zaman berikutnya. Karya kesusastraan zuihitsu pada abad pertengahan
adalah Hojoki karya Kamono Chomei dan Tsurezure Gusa karya Yoshida Kenko. Dalam
Hojoki digambarkan kerusakan-kerusakan akibat bencana alam secara realistis, dan
Kepekatan ideologi kesusastraan mujokan. Selain itu, Hojoki adalah karya sastra yang
mewakili kesusastraa Inja (Inja : orang-orang yang sudah mengundurkan diri dari dunia
ramai atau disebut juga pertapa.)
7. Nikki Bungaku (Kesusastraan Catatan Harian)
Catatan harian merupakan bentuk kesusastraan yang terbentuk sejak zaman Heian (abad
ke-10). Untuk mencapai taraf bahwa nikki adalah karya sastra haruslah dilihat bahwa
tulisan dalam nikki adalah kegiatan yang menggambarkan pribadi penulis; dapat atau
tidaknya dia mengungkapkan perasaan atau nilai kebenaran manusia. Bentuk kesusas-
traan ini diciptakan oleh Kino Tsurayuki, seorang sastrawan terkenal pada zaman Heian
dengan memunculkan sebuah bukunya yang berjudul Tosa Nikki (Catatan Harian dari
Tosa). Tsurayuki di samping menggambarkan perjalanan pelayarannya pada masa lalu,
secara sederhana dia juga menulis dengan huruf Kana bentuk kalimat bahasa wanita
pada masa itu, yang mengungkapkan kesedihan dan penderitaan manusia. Tampaknya
gambaran psikologis dari Tsurayuki yang mengalami berbagai masalah, sangat me-
mungkinkan bagi dirinya untuk menulis huruf Kana, dan sejak itulah nikki (catatan
harian) diangkat sebagai bentuk karya sastra.
Di pihak lain, para wanita yang suaminya mempunyai kedudukan sebagai bang-
sawan dan karena adanya sistem perkawinan, memungkinkan seorang suami dapat
beristri banyak, dan lain-lain. Selain itu, wanita pun dihadapkan pada bermacam-macam
kesulitan dan kontradiksi dalam kehidupannya, dari keputusasaan, kesedihan, dan pen-
deritaan, maka dituliskan semua perasaan itu sebagai catatan harian. Penulisnya adalah
para wanita yang berasal dari kelas rendah yang mempunyai kedudukan bangsawan.
Bagi kaum wanita, bangsawan pada zaman itu membentuk batas kehidupan tersendiri,
yaitu ditujukan pada penguasaan huruf Kana yang sempurna dan sebagai keharusan dia
harus dapat belajar dan menciptakan waka. Hal ita merupakan alasan utama berkem-
bangnya catatan harian dan kesusastraan- monogatari pada zaman Heian. Dapat di-
katakan bahwa dalam sejarah kesusastraan Jepang tidak ada zaman lain selain zaman
Heian yang memungkinkan kaum wanita secara tradisional mengembangkan kesusas-
tran.
Salah seorang istri yang mempunyai kedudukan, yaitu Fujiwara Michizuna, dapat
menggambarkan kehidupan masa lampaunya -- yang mengungkapkan betapa susahnya
dia melakukan pengabdian selama hidupnya -- secara psikologis dalam catatan harian-
nya yang berjudul Kagero Nikki (Catatan Harian Laron). Kemudian, Waizumi Shikibu Nikki
karya Waizumi Shikibu yang sempat terkenal sebagai penulis tembang yang bersema-
ngat pada zaman Heian, mengungkapkan kisah cinta yang membawa berita secara
lembut penuh perasaan. Catatan harian lainnya, yaitu Genji Monogatari ditulis oleh
Murasaki Shikibu. Ia menggambarkan secara objektif pengalaman pengabdiannya yang
menyenangkan. Dari buku ini dapat dipahami arti belas kasih pribadi yang diungkapkan
secara psikologis. Adapun catatan harian Sarashina Nikki karya Sugawara no
Takasuenomusume merupakan gambaran secara liris dari kehidupan Sugawara no
Takasuenomusume selama 40 tahun.
uw8. Kiko Bungaku (Kesusastraan Catatan Perjalanan)
Kiko (catatan perjalanan) berkembang bersamaan waktunya dengan bentuk kesusastraan
nikki pada zaman Heian. Seperti telah diuraikan di atas bahwa catatan harian Tosa Nikki
mempunyai dua kemungkinan. Jika penulisannya berisi pengungkapan tentang aspek
psikologi pribadi pengarangnya maka itu yang disebut nikki, tetapi jika penulisannya
menceritakan perjalanan dari Tosa sampai ke Kyoto, catatan itu disebut kiko atau
catatan perjalanan. Dengan demikian, selain berbentuk catatan harian, Tosa Nikki juga
dapat ditentukan merupakan karya kiko.
‘Buku catatan perjalanan dapat diketahui keberadaannya sejak zaman Kamakura
Muromachi, dan hal itu disebabkan oleh adanya perpindahan kekuasaan atau politik
dari kekuasaan bangsawan di Kyoto ke Kamakura yang memungkinkan terjadinya
kegiatan rutin dan dari perjalanan itu terciptalah suatu catatan harian. Dengan demikian,
tampak karya-karya tersebut juga merupakan catatan perjalanan dari Abutsuni pada
abad pertengahan seperti Izayoi Nikki (Catatan Harian 16 Malam), Kajdoki (Catatan
Perjalanan Sepanjang Pantai Pasifik), sampai Tokan Kiko (Catatan Perjalanan Antar Tokyo
dan Sekitarnya). Pada akhir zaman pertengahan, terdapat catatan perjalanan kunjungan
ke tempat orang-orang yang terpencil, seperti karya utama dari Sogi, yaitu Shirakawa
Kiko dan Tsukushi Doki, kemudian karya dari Socho yaitu Azumaji no Tsuto dan lain-lain.
Adapun catatan perjalanan yang merupakan jenis populer salah satunya dapat
ditemukan pada zaman pramodern, misalnya Okuno Hosomichi (Jalan Setapak).
Kemudian, karya-karya lainnya yang serupa ditinjau dari bidang kesusastraan, mulai
mendapat penghargaan yang tinggi.
9, Kanbungaku (Kesusastraan Aksara Cina)
Beberapa karya yang ditulis dengan aksara Cina sebagai bahasa asing, menurut zaman-
nya, berkembang pada zaman Nara hingga zaman pramodern. Aksara Kanji - sebagai
bahasa asing di Jepang — dipergunakan oleh kaum bangsawan, samurai, dan para
pendeta. Akan tetapi, dalam Tosa Nikki, Kino no Tsurayuki mempergunakan huruf Kana,
suatu hal yang berbeda dengan kebiasaannya dalam penulisan nikki (catatan harian).
Dia biasa menulis dengan huruf laki-laki, yaitu aksara Kanji. Dia membuka tabir ke arah
penulisan kesusastraan prosa dengan menggunakan huruf Kana. Lalu, apa sebabnya pria
kebanyakan menulis prosa tidak dengan huruf Jepang (Kana), tetapi cenderung memper-
gunakan aksara Kanji? Ternyata hal ini disebabkan oleh jalur pendidikan formal mereka
yang pada masa itu mempergunakan Kambun (karya beraksara Kanji).
‘Adanya penggunaan aksara Kanji berarti pula bahwa pada zaman itu aksara tersebut
merupakan huruf resmi. Seperti telah diutarakan tadi bahwa kaum bangsawan, golongan
samurai, dan para pendeta, telah menyusun struktur tingkat intelektual Jepang; sedang-
kan masyarakat pada umumnya tidak mengerti huruf atau masih dalam keadaan buta
aksara. Sistem ini terus berlangsung hingga zaman pramodern. Setelah mencapai zaman
ptamodern, pendidikan Terakoya telah menjadi pendidikan umum. Dengan demikian,
penguasaan terhadap huruf meningkat dengan pesat dan meluas. Zaman pramodern
yang berlatar belakang seperti ini, telah menyebabkan timbulnya kebudayaan yang
dinamakan kebudayaan orang kota atau kebudayaan masyarakat bias.
Apabila ditinjau dari pelaku kebudayaan atau kesusastraan, zaman Heian merupakan
zaman kaum bangsawan; sedangkan zaman Kamakura dan Murothachi (zaman perte-
12ngahan) merupakan zaman kaum samurai, dan yang mereka pelajari sebagai ilmu
pengetahuan dan pendidikan formal adalah Kambun atau sastra Klasik beraksara Kanji
Dengan latar belakang sejarah seperti itu kesusastraan Klasik beraksara Kanji Jepang,
sesungguhnya tidak sampai merakyat, hanya sampai pada tingkat penguasa. Banyak di
antara mereka menulis karya kesusastraan klasik beraksara Kanji.
Kumpulan syair klasik beraksara Kanji yang tertua dan masih tersimpan adalah
karya-karya yang diciptakan pada tahun 751 yang berjudul Kaifusho dalam bentuk prosa,
dan Manyoshu dalam bentuk puisi. Keduanya merupakan karya yang bernilai tinggi.
Awal zaman Heian, yaitu pada masa Saga Tenno, adalah masa keemasan kebudayaan
To dari Korea. Saat itu himpunan syair pilihan pada masa itu juga telah diterbitkan,
seperti Bunka Shureishu dan Keikokushu. Dari sinilah titik tolak kesusastraan kaum
bangsawan, kalangan samurai dan para pendeta hingga berlangsung 1000 tahunan.
Mereka telah terbentuk sebagai sastrawan yang berpengetahuan dan sebagai akibat dari
pengaruh kesusastraan Cina, mereka telah menghasilkan karya sastra berbentuk syair
Klasik yang beraksara Kanji
10. Otogizoshi
Sering dikatakan bahwa cerita yang berbentuk buku bacaan banyak diciptakan sejak
akhir zaman pertengahan hingga zaman pramodern. Kadang-kadang dikatakan juga
bahwa kata-kata yang digunakan dalam bentuk kesusastraan seperti sebutan monogatari
bermula dari zaman Muromachi dan shosetsu bermula dari zaman pertengahan. Banyak
pula cerita yang tanpa diketahui nama pengarang (anonim) serta tanpa menyebutkan
tahun penulisannya, Bila dibandingkan dengan pengarang maupun pembaca monogatari
(cerita) dari zaman Heian dan zaman Kamakura yang sebagian besar adalah bangsawan,
maka pengarang dan pembaca ofogizoshi dikenal jauh lebih luas dan merakyat. Juga
boleh dikatakan merupakan ujung pangkal dari kesusastraan masyarakat kota pada
zaman pramodern (kesusastraan rakyat pada umumnya).
Arti kata otogi adalah sesuatu yang dapat menjadi pasangan, Dengan kata populernya
adalah cerita yang menyenangkan dan membuat rileks pembaca. Akan tetapi, karena
buku ini banyak memuat gambar-gambar berwarna, maka tanpa membaca huruf pun
sebetulnya pembaca sudah merasa senang. Kesusastraan monogatari yang diciptakan
pada zaman Heian hingga medio pertengahan berkenaan dengan pengarangnya dan
bersamaan pula dengan surutnya pengaruh kaum bangsawan. Akhirnya, penulisan buku
ini tidak dapat berlanjut dan menemui jalan buntu. Bentuk sastra ini kemudian berubah
menjadi kanazoshi dan ukiyozoski pada zaman pramodern, bila dilihat dari peran pembaca
yang ditujukan bagi masyarakat pada umumnya.
11. Kanazoshi (Buku Bacaan Beraksara Kana)
Pada awal zaman Edo, hampir satu abad lamanya, bentuk kesusastraan shosetsu (novel)
dan zuihitsu (esai) isinya berwawasan sangat kompleks. Oleh Karena itu, buku bacaan
tersebut biasanya mengandung tema pencerahan dan pendidikan. Buku tersebut mem-
Punyai nilai lebih dibandingkan dengan buku bacaan seperti buku-buku informasi
perjalanan, atau buku-buku hiburan yang bila ditinjau dari nilai sastranya, sangat
Kurang atau rendah mutu isinya. Akan tetapi, seperti telah diutarakan di atas bahwa
bentuk kesusastraan tampak sebagai pembatas buku-buku sebelumnya, yaitu buku+ba-
¢aan otogizoshi. Dalam berbagai ragam sastra, muncul pula tanda-tanda lahirnya buku
13bacaan lain yang disebut ukiyozoshi. Di samping itu, sejak bentuk kesusastraan ini
mulai berpisah dari bentuk sastra salinan atau turunan menjadi sastra penerbitan atau
lazimnya disebut buku barang cetakan — apabila ditinjau dari sudut sejarah kesusastraan
Jepang — merupakan peristiwa yang sangat penting. Sejak itu buku-buku pada zaman
pramodern merupakan barang dagangan yang populer. Seperti telah diuraikan sebelum-
nya bahwa kesusastraan pada zaman pramodern merupakan kesusastraan masyarakat
kota. Dengan kata lain, merupakan kesusastraan rakyat. Di samping itu, dengan pesat-
nya perkembangan buku bacaan ini telah mengantarkannya menjadi buku bacaan
masyarakat pada umumnya.
12. Ukiyozoshi (Bacaan Hiburan)
Kalau otogizoshi berkembang di pusat kota Kyoto, maka ukiyozoshi timbul, berkembang,
dan digemari oleh masyarakat kota Osaka sebagai karya sastra hiburan yang benar-
benar diminati masyarakat. Pada tahun 1682 yaitu sejak diciptakannya sebuah buku
berjudul Koshoku Ickidai Otoko (Percintaan Seorang Pria), hampir 80 tahun lamanya
bentuk kesusastraan ini berlangsung. Sesungguhnya, kata ukiyo adalah kata yang banyak
digunakan di kota Edo, yang berarti dunia hiburan, atau kenyataan sekarang; sedangkan
koshoku berasal dari kata genjifsu yang berarti kenyataan. Bahan cerita buku ukiyozoshi
adalah yang biasanya berkaitan erat dengan tempat-tempat hiburan, panggung san-
diwara, serta kehidupan ekonomi masyarakat perkotaan.
Pada periode Genroku di zaman Edo, yaitu pada masa kejayaan Saikaku, muncul
pengarang pantun haikai yaitu Matsuo Basho, dan pengarang drama joruri yang dapat
disaksikan di kemudian hari yaitu Chikamatsu Monzaemon dan lain-lain. Masa itu
merupakan masa renaisancenya Jepang.
Saikaku lahir di kalangan masyarakat kota
BRE & Osaka. Dia terjun ke dunia sastra dan berperan
Re i Ps
SS 58 sebagai seorang guru haikai. Sebagai guru
2.23.2 B: BB Bai 8
. Bx hu #h Mt | haikai yang beraliran Danrinha, dia dikenal
z Bese BR hh yang
i. TERS = $2 Ht] dengan’ kegiatannya sebagai sastrawan yang
y 44% BLE { 52 a" terkemuka. Dia menerbitkan novel yang
2 bee = a Qe memiliki sifat-sifat feminin dengan judul
LB B B 5 4 3} 3 Koshoku Ichidai Otoko (Percintaan Seorang Pria);
e ELE menggambarkan masalah amoral dalam percin-
BR REBIR 2 eR taan (koshoku), dan mendapat sambutan ha-
ngat dari kalangan masyarakat pembaca. Selain
menjadi best seller, Koshoku Ichidai Otoko
merupakan simbol taraf kemajuan dari teknik
percetakan buku sebagai barang dagangan.
Sejak saat itu Saikaku dengan penuh sema-
ngat melanjutkan karya penulisannya di
bidang buku bacaan ukiyozoshi yang dirintis-
nya sendiri. Di antara buku-bukunya yang
terkenal kemudian adalah Nippon Eidaigura dan
acer Seken Munezatyo. Kalau novel sebelumnya
Hideo, Bungaku Gairon, 1986 menggambarkan karakter para pedagang yang
4tergolong dalam masyarakat kapitalisme, maka novel-novel berikutnya — baik ditinjau
dari pilihan tema maupun pesan-pesannya ~ lebih jauh menggambarkan latar belakang
kehidupan sehari-hari yang banyak diderita oleh masyarakat kelas menengah ke bawah,
dan ini merupakan karya sastra Saikaku yang paling tinggi. Tidak dapat dimungkiri lagi
bahwa kenyataan-kenyataan di atas pengaruhnya sangat besar pada kesusastraan Jepang
modern. Tampaknya, tidak berlebihan kalau Saikaku dikatakan telah menunjukkan
ciri-ciri sastra klasik yang bernilai tinggi di tingkat mancanegara.
13. Yomihon
Yomihon adalah buku bacaan yang tidak termasuk karya ilmiah, tetapi hanya merupakan
buku bacaan biasa yang mengandung nilai sastra. Yomihon bersumber dari karya Tsuga
Teisso yang berjudul Hayabu Soshi yang ditulis pada zaman pramodern, termasuk karya
sastra yang dipandang sebagai hasil dari pengaruh kuat novel Cina Hakuwa Shosetsu
Pada tahun Bunka (18041817) Akebono Soshi katya Santo Kyoden, Chinsetsu Yu-
miharitsugi, Nanso Satomi Hakkenden karya Kyokutei Bakin ditetapkan sebagai buku
kesusastraan. Keistimewaan karya-karya tersebut ialah adanya unsur sejarah, dan materi
ceritanya berkisah tentang -keadaan sesungguhnya. Pola pemikiran yang mendukung
keseluruhan novel yang panjang ini didasarkan pada pola filsafat atau pemikiran
Konfusius dan Buddha, dengan sebutan kanzen choaku, kejahatan yang dikalahkan oleh
kebaikan.
Tokoh pertama yang menganut pola pikir kanzen choaku adalah Takizawa Bakin. Dia
juga termasuk penulis novel profesional yang pertama di Jepang, dan sampai zaman
modern sekarang ini, yomihon karangan Bakin tetap dibaca dan disukai banyak orang.
14, Kusazoshi
Kusazoshi adalah novel bergambar yang dibuat pada pertengahan sampai akhir zaman
Edo. Kusazoshi terdiri dati akabori, kurobon, aobon, dan kibyoshi. Kusazoshi termasuk
kesusastraan yang paling populer pada’akhir zaman Edo. Biasanya novel bergambar ini
digunakan sebagai hadiah yang dipertukarkan pada tahun baru. Oleh karena itu,
kusazoshi selalu dicetak pada setiap tahun baru.
15. Sharebon
Sharebon adalah bentuk novel yang berasal dari pertengahan sampai akhir zaman Edo.
Materi ceritanya diambil dari kehidupan wanita penghibur (yuri). Salah satu keis-
timewaan sharebon adalah permainan kalimatnya yang ditulis dalam bentuk percakapan
secara realistis, di samping adanya usaha untuk menonjolkan filsafat yuri zaman Edo
yang disebut fsu, yaitu orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman luas
dalam suatu hal. Perubahan-perubahan yang terjadi digambarkan dengan sikap lucu dan
menarik.
Orang pertama yang mempopulerkan sharebon adalah Santo Kyoden. Kensei Shi-
juhatte yang merupakan karya terbaiknya ternyata peredarannya mendapat tekanan
pihak Bakufu. Tidak lama kemudian, muncul pengarang-pengarang penting lain yang
15karya-karyanya dipandang mempunyai nilai tinggi, di antaranya adalah Shikitei Samba
dan Jippensha Itsuku. Sharebon kemudian digantikan oleh ninjobon dan kokkeibon.
16. Ninjobon
Ninjobon adalah kelanjutan dari sharebon yang ceritanya berkisar pada masalah percin:
taan. Ninjobon diutamakan untuk pembaca wanita dan anak-anak. Biasanya disajikan
dalam bentuk rangkaian kalimat percakapan jinobun atau penjelasan jalan cerita. Cara
penulisan ninjobon kemudian dilanjutkan oleh sastrawan-sastrawan modern Kenyusha.
Pengarang terbaik ninjobon adalah Tamenaga Shunsui. Dia pulalah yang dianggap
sebagai perintis lahirnya kesusastraan ninjobon. Karya terbaik yang pernah dihasilkan
‘Tamenaga Shunsui adalah Shunsoku Umegayomi.
17. Kokkeibon
Kokkeibon adalah salah satu jenis novel yang muncul pada akhir zaman Edo. Setelah
zaman modern, khazanah novel-novel dalam kesusastraan Jepang disebut sebagai novel
Edo. Kokkeibon dibagi dalam dua periode, yaitu periode awal dan periode akhir.
Pengarang yang mewakili periode awal adalah Furai Sanjin (Hiragagennai). Furyushé
Dokenden karya Furai Sanjin yang terbit pada tahun 1763 memperlihatkan kemahiran
pengarang dalam merangkai cerita lucu menjadi sebuah satire atau sindiran yang sangat
tajam.
Pada periode akhir zaman Edo bermunculanlah para pengarang berbakat dan karya~
karya yang dihasilkan pada periode ini mempunyai ciri yang sangat khas, seperti yang
dapat ditemukan pada Dochu Hizakurige karya Jippensha Itsuku. Seperti telah dikatakan
sebelumnya bahwa sharebon yang mendapat tekanan pihak Bakufu, oleh Pemerintah
Edo kemudian dihidupkan kembali dalam bentuk cerita-cerita lucu selama 20 tahun.
Karya ini terbit sebagai cerita bersambung dan mendapat sambutan yang. baik dari
pembacanya. Selanjutnya, muncul Shikitei Samba dengan karya terbaiknya Ukiyo Buro
dan Ukiyo Doko. Kedua karya ini menggambarkan kehidupan pedagang Edo dengan
Jatar belakang sento, pemandian umum di Jepang, dan kamidoko, tempat mencukur
rambut sebagai tempat pergaulan rakyat Edo. Penggambaran ceritanya disusun lewat
kalimat lucu dengan teknik dialog yang sopistikatif.
18. Kindai Shosetsu (Novel Modern)
Sejarah kesusastraan Jepang dibagi atas kesusastraan lama (termasuk kesusastraan yang
Jahir sebelum zaman Edo) dan kesusastraan modern yang ditandai dengan dimulainya
zaman Meiji. Tentu saja kesusastraan modern banyak diwarisi kesusastraan lama selain
banyak dipengaruhi kebudayaan Eropa. Seandainya kesusastraan Jepang tidak bertemu
dengan kesusastraan Eropa bisa jadi tidak akan ada peristiwa lahir dan terwujudnya
Kesusastraan modern Jepang. Mengenai masalah modernisasi kesusastraan Jepang mo-
dern akan diuraikan secara terinci pada bab lain. Oleh Karena itu, dalam bab ini
pembicaraan akan dibatasi pada masalah peralihan zaman dari zaman Edo sampai
zaman modern Jepang. i
Perubahan Meiji pada tahun 1868 adalah perubahan revolusioner dalam susunan
politik Jepang. Akan tetapi, sesungguhnya perubahan itu terjadi secara wajar dan tidak
16langsung. Kalau ditinjau dari segi bentuk novel populer pada awal zaman Meiji adalah
yomihon, kokkeibon, dan ninjobon. Ketiga jenis kesusastraan ini merupakan wujud
Kesusastraan akhir zaman Edo. Pengarang yang menulis ketiga bentuk sastra tersebut
dinamakan gesakusha atau pengarang yang karya-karyanya lebih bersifat hiburan. Pe-
ngarang gesaku yang mewakili zaman itu adalah Kanagaki Robun. Robun adalah
pengarang yang peka melihat keadaan zaman, keadaan kebudayaan, dan kebiasaan
masyarakat yang lahir sesudah Meiji. Dengan teknik gesaku, Robun melukiskan
kebiasaan masyarakat pada zaman baru dan umumnya mengeksploitasikan selera-selera
rendah melalui dialog seperti yang terdapat dalam kokkeibon. Karya terbaik Robun
adalah Seiyodochu Hizakurige dan Aguranabe. Karya-karya tersebut mendapat reputasi
baik dan banyak dibaca sampai Meiji 20. Akan tetapi, setelah timbul Jiyuminken Undo
atau gerakan kebebasan hak pada zaman Meiji 10, ditulislah novel-novel politik untuk
keperluan penyebarluasan propaganda politik. Karya terbaik dari novel politik tersebut
antara lain, Keikokubidan karya Yano Ryuhei dan Kajin no Kigu karya Tokai Sanshi.
19. Kritik Sastra (Hyoron)
Objek yang akan dibahas pada bagian ini adalah kritik sastra pada khususnya, dan
kesenian pada umumnya. Perjalanan sejarah kritik sastra (hyoron) Jepang, dapat ditinjau
Kembali sampai dengan Manyoshu dan Kakyo Hyoshiki (772) Pada "Kokinshu Jo", yaitu
pendahuluan Kokinshu,-ada suatu keinginan menyusun risalah waka yang sangat kuat
sehingga perlu pula dibicarakan teori waka. "Kokinshu Jo" boleh dikatakan adalah cikal
bakal kritik sastra.
Sesungguhnya, kritik sastra yang banyak ditulis sampai zaman modern terutama
sekali adalah Karon (risalah waka) dan hairon (risalah haiku). Contoh kritik sastra yang
menonjol adalah Koraifu Taisho karya Fujiwara Shunsei dan Kindai Shuka karya Fujiwara
Teika yang juga menyusun Shinkokinshu. Mumyosho adalah karonsho — teori waka — yang
paling penting, merupakan karya Kamono Chomei. Memasuki zaman Muromachi, Zeami
mengeluarkan nohgakusho, buku tentang noh yang disebut Yugen Noh.
Pada zaman Edo, hairon disebarluaskan sebagai pengganti karon dan rengaron.
Hairon yang terkenal adalah Kyorai karya Mukai Kyorai dan Sanzoshi karya Hattori
Tobo. Karena Basho tidak menulis kritik maka murid-muridnya melanjutkan dan mem-
bukukan tulisan Basho. Oleh sebab itu pula, di dalam buku tersebut diuraikan penger-
tian pandangan kesusastraan haikai Basho yang terdiri dari wabi dan sabi
Untuk menerangkan kesusastraan dan kesenian melalui kritik dan analisis, kesusas-
traan dan kesenian sebagai objek penelitian, dituntut mempunyai kualitasnya sendiri.
Oleh karena itu, hubungan antara kesusastraan dan kesenian dengan kehidupan
masyarakat mutlak perlu diterangkan.
Cc. Drama
Kelahiran drama Jepang dapat dikatakan relatif terlambat. Pada zaman pertengahan
terdapat noh, kyogen, dan kowakamai. Pada zaman pramodern diciptakan kabuki dan
ningyo joruri, sandiwara yang menggunakan boneka sebagai tokohnya. Kabuki dan
ningyo joruri adalah wakil dari kebudayaan chonin atau pedagang. Kedua drama ini
sampai sekarang masih tetap dipertunjukkan. Kabuki dan+aingyo joruri adalah teater
rakyat yang berada di tengah kota, sedangkan noh merupakan drama khusus sebagai
7tontonan untuk para Daimyo yang berkuasa pada zaman Edo. Noh lahir pada zaman
Shogun Ahikaga.
Tada zaman modern, drama Eropa sengaja didatangkan ke Jepang. Pengaruhnya
ternyata cukup Iuas. Terbukti dengan munculnya berbagai perhimpunan Kesusastraan
dan teater bebas atau jiyugekijo. Di samping pertunjukan drama modern Eropa, masa itu
pun skenario baru mulai banyak ditulis.
Zeami — pengarang drama Klasik pada zaman pertengahan — dan Chikatmatsu
Monzaemon ~ pengarang pada zaman pramodern - berperanan sangat penting dalam
perkembangan drama Jepang. Zeami adalah pengarang yohyoku dan nohgakusho. Selain
ftu, dia juga penulis skenario sekaligus seorang aktor noh. Dalam menulis yokyok,
Zeami mempergunakan dasar teori yugen yang diseragamkan dan materinya diambil
Gari sastra Jama dalam bentuk kalimat yang indah disertai dengan retorika. Sementara
itu, dia juga menyempurnakan estetika yugenbi, keindahan yang sudah diperhalus ke
dalam noh yang disebut reugen, menggambarkan kehidupan manusia di dalam dunia
imaji. Akan halnya Chikamatsu, dia pun menulis karya sastra dengan teorinya sendiri,
sama seperti Zeami. Seni, menurut Chikamatsu, adalah rekaman realitas dan fike
sionalitas. Pemikiran seperti ini sampai sekarang masih berlaku. Berdasarkan teori yang
berlatar belakang pemikiran seperti itu, Chikamatsu berhasil membawa dan me-
nempatkan karyanya yang berjudul Sonezaki Shinju sebagai karya terbaiknya.
18