Tafsir Surat Al-Ashr
Tafsir Surat Al-Ashr
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat
kepada kita semua terutama kepada diri Khatib pribadi untuk senantiasa berusaha
meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala
dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Hadirin jamaah shalat Jum’at yang berbahagia
Pada siang hari yang penuh kemuliaan ini, Khatib akan menyampaikan tafsir surat
Al-‘Ashr.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Surat Al-‘Ashr adalah surat Makkiyyah menurut mayoritas ahli tafsir. Menurut
sebagian yang lain, Madaniyyah. Ia terdiri dari tiga ayat, empat belas kata dan enam puluh
delapan huruf.
َو ٱْلَعْص ِر
Artinya, “Demi Ashar.”
Ayat ini diawali dengan sumpah. Allah bersumpah dengan ‘Ashr. Sebagian
ulama menafsirkannya dengan makna shalat Ashar. Allah bersumpah dengannya karena
keutamaan yang dimilikinya. Sebagian yang lain memaknainya dengan makna masa. Allah
ta’ala bersumpah dengan masa karena dalam perjalanan masa terdapat banyak pelajaran bagi
orang-orang yang mau merenung.
ِإَّن ٱِإْل ن ٰـَن َلِف ى ُخ ْس ٍر
َس
Artinya, “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.”
ِإاَّل ٱَّلِذي اَم ُنو۟ا َعِم ُلو۟ا ٱلَّص ٰـِلَح ٰـِت َت اَص ْو ۟ا ِبٱَحْلِّق َت اَص ْو ۟ا ِبٱلَّص ِرْب
َو َو َو َو َن َء َو
Artinya, “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati
untuk kebenaran dan kesabaran.”
Saling menasihati karena Allah adalah ciri orang-orang mukmin yang sempurna
imannya. Saling menasihati karena Allah artinya saling mengingatkan ketika ada yang
berbuat dosa. Bukan membiarkannya dalam dosa dengan dalih menjaga perasaan atau dengan
dalih menjaga hubungan pertemanan agar tidak terputus. Saling menasihati karena Allah
artinya bekerja sama dalam kebaikan dan meraih ridha Allah. Bukan bekerja sama untuk
meraih harta duniawi dengan mengesampingkan ridha Allah ta’ala.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Nasihat seyogianya disampaikan dengan lemah lembut sebagaimana disabdakan oleh
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
)ِإَّن اَهلل ُيْع ِط ْي َعَلى الِّر ْفِق َم ا اَل ُيْع ِط ْي َعَلى اْلُعْنِف (رواه ابن حبان وغريه
Artinya, “Sesungguhnya Allah memberikan pada sikap lembut hasil yang tidak Ia berikan
pada sikap keras” (HR Ibnu Hibban dan lainnya)
Nasihat juga semestinya disampaikan sekira tidak membuka aib seseorang di hadapan
orang lain. Bahkan jika nasihat itu cukup dengan isyarat, maka kita lakukan. Jadi seorang
muslim yang melakukan dosa dan aib, maka sepatutnya kita tutupi aibnya.
Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
)َمْن َس َتَر ُمْس ِلًم ا َس َتَر ُه اُهلل يِف الُّد ْنَيا َو اآْل ِخ َر ِة (رواه ابن ماجه
Artinya, “Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di
dunia dan akhirat” (HR Ibnu Majah)
Kaum Muslimin yang berbahagia Karena itu, apabila kita melihat aib dari seorang
muslim atau ia melakukan suatu kesalahan, maka selayaknya kita tutupi dan rahasiakan serta
tidak kita buka kedoknya. Melainkan kita nasihati ia secara sembunyi sembunyi, tidak di
hadapan orang lain. Hal ini jika yang ia lakukan adalah aib atau dosa yang tidak
membahayakan orang lain. Sebaliknya, jika dosa itu membahayakan masyarakat, baik
membahayakan eksistensi agama mereka atau kehidupan dunia mereka, maka kita
diperintahkan untuk memperingatkan masyarakat secara terang-terangan dari orang tersebut.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Kemudian penting untuk diketahui bahwa di antara kesalahan besar yang dilakukan sebagian
orang, jika mereka melihat seseorang salah dalam perkara agama seperti melakukan shalat
dengan tidak benar, orang itu tidak mereka tegur sembari mereka mengatakan, “Yang penting
niatnya”. Lalu mereka berdalih dengan hadits:
)ِإَمَّنا اَأْلْع َم اُل ِبالِّنَّياِت (رواه البخاري ومسلم
Artinya, “Sungguh amal-amal itu hanya akan sah dengan niat.” (HR Al-Bukhari Muslim)