Anda di halaman 1dari 4

NAMA : DODI CANDRA

NIM : 051043317
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Analisis Sosiologi Sastra Puisi “PERINGATAN” Karya Wiji Thukul


PERINGATAN

jika rakyat pergi


ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
bila rakyat berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Oleh
Wiji Thukul

1. Analisis Sosiologi Pengarang


Wiji Thukul adalah seorang penyair yang hidup dilingkungan yang notabene
matapencahariannya adalah tukang becak dan buruh. Lahir dikampung sorogenon, solo,
jawa tengah. Dia mulai hobi menulis puisi sejak zaman SD. Dan ikut teater pada SMP.
Setelah lulus SMP iya ikut kelas tari namun tidak tamat.

Namun selang beerapa waktu untuk mengumpulkan pundi pundi kehhidupannya ia ikut
menjajakan Koran dan menjadi tukang plitur di toko barang antik. Setelah dia menikah
iya mencoba peruntungan di dunia sablon dan menjadi aktivis buruh di kotanya.
Satu hal yang tidak pernah ditinggalkan Wiji Thukul di tengah kesibukannya adalah
menulis. Ia tidak hanya menulis sajak, tetapi juga cerpen, esai, dan resensi puisi. Sajak-
sajaknya diterbitkan di media cetak dalam negeri, maupun luar negeri. Pada 1989, Wiji
Thukul diundang membaca puisi oleh Goethe Institut di aula Kedutaan Besar Jerman di
Jakarta. Ia juga tampil di Pasar Malam Puisi yang diselenggarakan Erasmus Huis di Pusat
Kebudayaan Belanda, Jakarta, pada 1991. Di tahun yang sama, Wiji Thukul menerima
Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting di Negeri Belanda. Bersama WS
Rendra, Wiji Thukul menjadi penerima hadiah pertama sejak yayasan tersebut didirikan
untuk menghormati sosiolog dan ilmuwan Belanda, WF Wertheim.
Wiji Thukul diketahui bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Pada 27 Juli
1996, terjadi peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli. PRD di bawah
pimpinan Budiman Sudjamitko dituding pemerintah melalui Kepala Staf Bidang Sosial
dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, sebagai dalang di balik peristiwa itu.
Para aktivis PRD pun diburu, termasuk Wiji Thukul, yang berada di Solo sebagai Ketua
Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker), badan yang merapat ke PRD. Wiji Thukul
terpaksa meninggalkan istrinya Sipon dan kedua anaknya, Fitri Nganthi Wani dan Fajar
Merah, usai beberapa aparat kepolisian mendatangi rumahnya. Dalam pelarian
menghindari aparat dan intel pemerintah, Wiji Thukul berusaha mencuri kesempatan
untuk bertemu istrinya, biasanya di Pasar Klewer, Solo. Kesempatan itu digunakan Wiji
Thukul mengabarkan beberapa daerah yang dikunjunginya. Selama pelarian, ia
menggunakan beberapa nama samaran, mulai dari Paulus, Aloysius, dan Martinus
Martin.

Dan hingga sat itu Wiji Thukul pun dinyatakan menghilang dan emnjadi daftar orang
hilang hingga sat ini. Meninggalakn beberapa puisi dan sajaknya dan meninggalkan istri
dan dua anaknya.

2. Analisis Sosiologi Karya Sastra


Puisi “Peringatan” karya Wiji Thukul merupakan salah satu karya sastra puisi yang
menceritakan tentang pergolakan penyair dalam emmbungkam ketidakadilan dari
pemerintah .

Sebagai genre puisi kritik sosial yang melekat dalam kehidupan masyarakat, Puisi “
Peringatan” karay Wiji Thukul ini menginterpretasikan sebuah ungkapan rakyat atau
masyarakat yang menyatakan ketidakadilan penguasa yang hanya ingin menang sendiri .

Gambaran ketidakadilan dalam kutipan puisi tersebut terdapat dalam bait:


bila rakyat berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam

dalam puisi diatas penyair mewakilkan gemaan suara rakyat yang haus akan keadilan
dari bait puisi tersebut. Penyair menyuarakan hasrat hatinya dengan perasaan rakyat pada
saat itu dengan penggalan bait diatas bahwa rakyat dan penyair merasa tidak adil dalam
memberikan pendapat dan kritikan terhadap penguasa yang akan haus pujian. Sehingga
melalui bait diatas bisa kita lihat bahwa rakyat tidak diperbolehkan memberi kan suara
atau kritikan kepada penguasa. Dan rakyatpun harus tunduk semua peraturan dan
perkataan dari penguasa tersebut.

Seperti halnya keterkaitan dengan bait puisi selanjutnya:


apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Dari bait puisi selanjutnya, penyair mengapresiasikan bahwa rakyat harus mengikuti
kemauan penguasa dan apa yang penguasa suarakan dan bicarakan, rakyat harus menurut
dan mengikuti semuanya. Tidak boleh ada pergolakkan dan perlawanan, karena menurut
penguasa itu subversive atau pemberontak. Dari baris terakhir dari puisi diatas “maka
hanya ada satu kata:lawan!.
Dari baris tersebut merupakan ciri khas dari penyair, Wiji Thukul dalam membuat karya
puisi. Dari kata tersebut mengungkapkan kita agar kita harus melawan dengan apa yang
terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan kita.maka kita harus berontak dan lawan
menuju kebenaran.

Ketidak adialan merupakan tindakan yang sangat sering dilakukan oleh setiap penguasa.
Hal itu karena adanya kekuasaan yang dimiliki sehingga orang yang mempunyai
kekuasaan tersebut mengangagp orang yang lemah tidak perlu memberi suara dan
pendapat. Mereka harus menuruti apa yang dia inginkan . dengan begita dengan adanya
kekuasaan orang tersebut bisa melakukan apa saja yang ia inginkan. Dari hal tersebut
melatarbelakangi penyair menulis puisi yang berjudul “Peringatan”

3. Analisis sosiologi pembaca


Setelah sampai ditangan pembaca sebuah karya sastar akan dibaca dan ditanggapi oleh
pembaca. Setelah sampai ditangan pembaca, karya sastra tersebut akan menimbulkan
berbagi tanggapan, mulai dari pujian, apresiasi hingga kritikan yang kontroversial. Salah
satu yang akan dibahas adalah puisi bergenre kritik sosial berjudul “Peringatan” karya
Wiji Thukul.

Puisi “Peringatan”karya Wiji Thukul menceritakan tentang aksi heroik seorang penyair
yang menentang kekuasaan dan ketidakadilan penguasa pada zam orde baru tersebut.
Sang penyair menyampaikan bahwa ketidak adilan yang didapatkan oleh rankyat yaitu
rakyat dibungkamkan atas pendapat atau kritikan terhadap penguasa pada saat itu.
Penguasa khawatir dengan adanya keacuhan dan bungkamnya rakyat dalam menyuarakan
kekuasannya dapat berdampak buruk bagi pemerintahannya. Penyair juga menceritakan
bahwa semua rakyat tidak emperdulikan lagi pidato yang disampaikan oleh penguasa
tersebut. Sehingga rakyat pun mulai berani untuk melawan apa yang diperintahkan oleh
penguasa melalui puisi karya Wiji Tukul tersebut.

Beberapa pendengar atau pembaca puisi tersebut menganggap bahwa puisi tersebut
sangat kritis untuk dibaca dikhalayak ramai. Namun dengan ada puisi tersebut pendengar
mengungkapkan bahwa puisi tersebut merupakan wakil dari penderitaan rakyat atas
ketidak adilan tersebut. Dampak dari puisi tersebut membuat semangat masyarakat
terutama pemuda dan para sastarwan untuk tetap bersuara dan melakuakan kritikan
terhadap sifat penguasa yang mau menang sendiri.
Berikut bebrapa pendapat dari pendengar dan pembaca mengenai puisi”Peringatan” karya
Wiji Thukul:
- Linda mengatakan, meskipun rezim sudah berganti, puisi-puisi Thukul tetap bergema dalam
unjuk rasa. Thukul selalu hidup dalam pikiran dan diri setiap orang yang melawan
ketidakadilan.
”Karya-karya Wiji Thukul menggambarkan bagaimana jantung bangsa kita yang tidak sehat-
sehat saja dari waktu ke waktu. Sajak-sajaknya akan abadi,” ujarnya.
- Karya-karya Wiji Thukul dianggap berhasil mengekspresikan perasaannya secara jujur
dengan bahasa sederhana. Hal inilah yang dinilai Ibnu menjadi nilai lebih karya Wiji
Thukul.
“Kalau menurut saya puisi-puisi Wiji Thukul ini rata-rata berhasil. Ia berhasil
menyuarakan apa yang menjadi keprihatinan Wiji Thukul atau para buruh pada
umumnya.”

Dari bebrapa pendapat diatas , komentar pembaca dan pendengar puisi”Peringatan”


bependapat bahwa puisi tersebut dapat embangkit gelora jiwa kritikus bagi pendenagr
dan pembacanya. Kritikus disini artinay kritis dalam menyuarakan kebenaran terhadap
penguasa. Dalam hal ini penyair emrupakan titik pusat dalam syair penindasan
ketidakadilan dilingkup masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai