Anda di halaman 1dari 3

💡✨ EMPAT PERKARA YANG MENCERAHKAN WAJAH

👤 Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

‫ والتقوى‬،‫ والكرم‬،‫ والوفاء‬،‫ المروءة‬: ‫أربعة تزيد في ماء الوجه وبهجته‬.

"Empat perkara yang mencerahkan wajah dan membuatnya semakin elok,


1. Menjaga kehormatan
2. Amanah
3. Dermawan
4. Ketakwaan."

📚 Sumber: Zaadul Ma'ad, (2/216)

📝Fawaid:

1. Menjaga kehormatan diri dan kehormatan orang lain dalam Islam adalah suatu kewajiban bagi
setiap muslim. Bahkan di antara perkara yang paling agung yang ditekankan oleh
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam khutbah beliau ketika Haji Wada sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits yang sangat panjang.

Setelah beliau menekankan kembali masalah tauhid dan keikhlasan, adalah perkara penjagaan
terhadap hak-hak sesama Muslim dan peringatan keras terhadap pelanggaran hak-hak sesama
Muslim. Baik hak-hak yang terkait dengan darah, harta dan kehormatan seorang Muslim.

Di dalam ajaran Islam, ada tiga (3) kata, yang secara makna saling melengkapi dalam mewujudkan
harga diri seseorang, yakni 'Izzah (kemuliaan diri), Muru'ah (menjaga kehormatan diri), dan 'Iffah
(menahan diri). Inilah tiga hal yang harus dijaga oleh setiap muslim dalam dirinya maupun yang ada
pada orang lain. Dari Hakim bin Hizam radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

‫َم ْن َي ْس َت ْع ِفْف ُيِع َّفُه ُهللا َو َم ْن َي ْس َتْغ ِن ُيْغ ِنِه ُهللا‬.

“Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan jaga dirinya dan barangsiapa yang
merasa cukup, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada dirinya.” (HR.Al-Bukhari no.1427 dan
Muslim no.1034. Lihat Fathul Baari III/294).

Menjaga kehormatan adalah sikap yang dapat menjaga seseorang dari melakukan perbuatan-
perbuatan dosa, baik yang dilakukan oleh tangan, lisan atau kemaluannya. Al Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata,

"Orang yang menjaga kehormatan dirinya, di wajahnya ada kenyamanan. Dan di hatinya ada
keramahan. Dan barangsiapa yang duduk dengannya niscaya akan merasakan ketenangan."
(Raudhatul Muhibbin: 496).
2. Menunaikan amanah dalam Islam adalah kewajiban bahkan merupakan perintah Allah Ta’ala,
sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,

‫ِإَّن َهَّللا َي ْأُمُر ُك ْم َأْن ُتَؤ ُّدوا اَأْلَم اَن اِت ِإَلى َأْه ِلَه ا‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya” (QS. An Nisa’: 58)

Jika sudah pernah berjanji ntuk menunaikan amanat, maka tunaikanlah,

‫َأِّد اَألَم اَن َة ِإَلى َم ِن اْئ َت َم َن َك‬

“Tunaikanlah amanat kepada orang yang menitipkan amanat padamu.” (HR. Abu Daud no. 3535 dan
At Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)

Perlu diketahui bahwa orang yang berkhianat terhadap amanat, maka ia menyandang salah satu sifat
dari orang munafik. Bahkan Nabi ‫ ﷺ‬menafikan keimanan bagi orang yang tidak menjaga amanah
dan janjinya. Beliau ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ َو َال ِدْي َن ِلَم ْن َال َع ْهَد َلُه‬،‫َال ِإْي َم اَن ِلَم ْن َال َأَم اَن َة َلُه‬

“Tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak
menjaga janjinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dinilai sahih oleh al-
Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ no. 7179).

3. Dermawan artinya, rela berkorban di jalan Allah dengan harta atau bahkan jiwa dan raga.
Kedermawanan merupakan satu bentuk perbuatan yang bisa menjadi penanda dari suatu akhlakul
karimah yang baik. Perbuatan ini dilakukan atas dasar semangat suka menolong orang lain yang
membutuhkannya, tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun, baik materi maupun pujian.
Dengan demikian, kedermawanan dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Orang yang dermawan/pemurah pasti memiliki tawakal yang kuat, zuhud yang mantap, serta
keyakinan yang kokoh. Oleh karena itulah sifat karam ada kaitannya dengan iman, secara lahir ia
adalah tangan yang mulia dan pendorongnya adalah jiwa yang pemurah. Sebagaimana Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda,

‫َاْلُمْؤ ِمُن غٌُّر َك ِر ْي ٌم َو اْلَفاِس ُق َخ ٌّب َلِئْي ٌم‬

“Seorang mukmin adalah orang yang mulia lagi pemurah dan orang fasik adalah penipu yang
tercela.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi, No. 1599/2047, hasan).

Dan dalam hadits yang lain:

‫َو َالَي ْج َت ِمُع الٌّش ُّح َو ْاِإلْي َم اُن ِفى َق ْلِب َع ْبٍد َأَب ًد ا‬

“Tidak pernah berkumpul sifat bakhil dan iman di hati seorang hamba.” (Shahih Sunan an-Nasa`i: No.
2913, shahih).
4. Hakikat takwa ialah melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala dengan dilandasi keimanan dan
mengharap pahala dariNya. Karena adanya perintah dan larangan sehingga seseorang melakukan
perintah Allah Ta'ala dengan mengimani Dzat yang memerintah dan membenarkan janji-Nya, dan ia
meninggalkan apa yang Allah larang baginya dengan mengimani Dzat yang melarangnya dan takut
terhadap ancaman-Nya.

Sebagaimana dikatakan Thalq bin Habib rahimahullah : ‘Apabila terjadi fitnah, padamkanlah fitnah itu
dengan takwa.’ Orang-orang bertanya, ‘Apakah takwa itu?’

Ia menjawab, ‘Takwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah
(berdasarkan Iman dan ilmu yang benar dari al-Qur-an dan Sunnah diatas pemahaman Salafush
Shalih), karena mengharap pahala dari-Nya, dan engkau meninggalkan segala bentuk kemaksiatan
kepada-Nya berdasarkan cahaya dari-Nya karena takut terhadap siksa-Nya.’ (at-Taqwa al-Ghâyatul
Mansyûdah, hal. 11).

✍🏻Oleh: Aryan Abul Madeehah hafizhahullah

┈┉┅━•❖📗📕📘❖•━┅┉┈

🌐 Grup Dakwah Silsilah Manhaj Salaf

🌐 Facebook Fanspage: http://bit.ly/2TGbiJw

📮 Telegram: https://t.me/silsilahmanhaj

📲 Instagram: instagram.com/silsilahmanhaj/

🌐 Twitter: https://twitter.com/silsilahmanhaj

Anda mungkin juga menyukai