Anda di halaman 1dari 101

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi
yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidu tanpa
stimulus nyata (Keliat dkk, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya
rangsangan apapun pada panca indra seseorang, yang terjadi pada
keadaan sadar/bangun dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik
ataupun histerik (Sunaryo, 2004).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara-suara padahal tidak ada orang yang
berbicara. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya klien menginteprestasikan sesuatu yang
nyata tanpa stimulus/ rangsangan dari luar (Direja.A.H.S, 2011).

B. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Keliat dkk (2011) Pada proses pengkajian, data
penting yang perlu anda dapatkan adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan isi halusinasi. Data objektif dapat anda kaji dengan cara
mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat anda
kaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien. Jenis-jenis halusinasi
yaitu :
a. Halusinasi pendengaran (halusinasi auditif/ halusinasi akustik),
meliputi mendegar suara-suara, paling sering adalah suara orang

1
berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada
satu atau banyak suara dapat berupa suara orang yang dikenal
atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis
halusinasi yang paling sering teradi. Halusinasi perintah adalah
suara-suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan,
sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan
dianggap berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan (halusinasi optic), dapat mencakup
melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,
misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal, atau mungkin
sesuatu yang bentuknya rusak, misalnya melihat monster yang
menakutkan padahal yang dilihat adalah seorang perawat.
Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang paling
sering teradi.
c. Halusinasi penciuman, meliputi mancium aroma atau bau padahal
tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urine
atau fese, atau bau yang sifatnya lebih umum, misalnya bau busuk
atau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering kali
ditemukan pada klien demensia, kejang atau stroke.
d. Halusinasi pengecapan (halusinasi gustatorik), mencakup rasa
yang tetap ada dalam mulut, atau perasaab bahwa makanan terasa
seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam
atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu.
e. Halusinasi perabaan (halusinasi taktil), seperti ada aliran listrik
yang menjalar keseluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap
di kulit.
f. Halusinasi gerak (halusinasi kinestik). Halusinasi seolah-olah
merasa badannya bergerak di sebuah ruangan tertentu dan merasa
anggota badannya bergerak dengan sendirinya

2
g. Halusinasi viseral, halusinasi alat tubuh bagian dalam yang
seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian
dalam (mis. Lambung seperti di tusuk-tusuk jarum).
h. Halusinasi hipnagogik, persepsi sensorik bekerja yang salah yang
terdapat pada orang normal, terjadinya sebelum tidur.
i. Halusinasi hipnopomik, persepsi sensorik bekerja yang salah,
pada orang normal, terjadi tepat sebelum bangun tidur.
j. Halusinasi histerik, halusinasi yang timbul pada neurosis histerik
karena konflik emosional.
2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore, atau malam? Jika mungkin pukul
berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya
sekali-kali? Situasi terjadi apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi
kejadian tertentu? Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi
khusu pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapat di rencanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
3. Respon terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan
pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada
pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul.
Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat
pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien
saat halusinasi timbul.

C. Rentang respon
Rentang respon halusinasi menurut Direja. A.H.S, (2011) yaitu

3
Adaptif Mal Adaptif

- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham


- Persepsi akurat proses berfikir - Halusinasi
- Emosi terganggu - Kerusakan
konsisten - Ilusi proses emosi
dengan - Emosi - Perilaku tidak
pengalaman berlebihan terorganisasi
- Perilaku cocok - Perilaku yang - Isolasi sosial
- Hubung sosial tidak biasa
harmonis - Menarik diri

D. Penyebab
Penyebab halusinasi menurut Direja. A.H.S, (2011) yaitu:
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiologi
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pegolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu

E. Proses terjadinya halusinasi


Menurut Direja. A.H.S, (2011) Halusinasi berkembang melaui empat
fase, yaitu sebagai berikut:
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpisikotik.
Karakteristik klien: mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,

4
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hananya menolong sementara.
Perilaku: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asik dengan halusinasi, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termsuk dalam pisikotik ringan. Karakteristik:
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan. Mulai di
rasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasi dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Prilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinsinya. Termasuk dalam pisikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, perintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang

5
kontro, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan

F. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien halusinasi


Diagnosisi keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif dan
objektif yang di temukan pada pasien. Diagnosis keperawatan pada
gangguan ini adalah Gangguan sensori persepsi : halusinasi…….

G. Tindakan keperawatan pasien halusinasi


Menurut Keliat dkk(2011) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1. Pasien mengenal halusinasi yang dialaminya
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan keperawatan :
1. Membantu pasien mengenal halusinasi. Untuk membantu pasien
mengenal halusinasi, anda dapat melakukannya dengan cara
berdiskusi dengan pasien tentang halusinasi (apa yang didengar/
dilihat), waktu terjadi halusinasi muncul dan respon pasien terhadap
halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasi anda dapat melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara
tersebut meliputi:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasinya yang muncul. Mungkin halusinasinya

6
tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut
untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan
tindakan meliputi:
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik
3) Meminta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
b. Menggunakan obat secara teratur. Untuk mampu mengontrol
halusinasi pasien juga harus dilatih untuk mengunakan obat
secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat dirumah sering kali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih
sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih mengunakan obat sesuai
program dan berkelanjutan. berikut ini tindakan keperawatan agar
pasien patuh mengunakan obat:
1) Jelaskan kegunaan obat
2) Jelaskan akibat putus obat
3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
4) Jelaskan cara mengunakan obat dengan prinsip 5 benar ( benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu,pasien, benar cara,
benar waktu, benar dosis).
c. Bercakap-cakap dengan orang lain. Untuk mengontrol halusinasi
dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika
pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi,
fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain tersebut. sehingga salah satu
cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.

7
d. Melakukan aktivitas yang terjadwal. Untuk mengurangi resiko
munculnya kembali halusinasi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur. Dengan aktivitas secara terjadwal,
pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk pasien yang
mengalami halusinasi dapat dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu, setiap
kegiatan yang dilatih dimasukkan kesdalam jadwal kegiatan
pasien sampai tidak di temukan waktu luang. Tahapan
intervensinya adalah sebagai berikut:
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.
3) Melatih pasien melakukan aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih. Upaayakan pasien mempunyai aktivitas dari
bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.

H. Latihan kegiatan halusinasi


1. SP 1: Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi
Orientasi
“Selamat pagi D. saya perawat … yang akan merawat D. nama saya
SS, senang dipanggil S, nama D siapa? Senang di panggil siapa”
Bagaimana perasaan D hari ini ? apakah keluhan D saat ini?

8
“baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang
selama ini D dengar tapi tidak tanpak wujudnya? Dimana kita
duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
Fase Kerja
“apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu”
“apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang
paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah waktu sendiri?”
“apakah yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-
cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan
yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat dengan
teratur.”
“bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.
“cara sebagai berikut: saat suara –suara itu muncul, langsung D
bilang, pergi saya tidak mau dengar ,. . . .saya tidak mau dengar,
pergi jangan ganggu saya. Stop jangan ganggu saya. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba D
peragakan! Nah begitu, . . . bagus! Coba lagi! Ya bagus, D sudah
dapat.”

Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah pergerakan latihan tadi? Kalau
suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut!

9
bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau pukul berapa
saja latihannya.(anda masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi kedalam jadwal kegiatan harian pasien) bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-
suara dengan cara kedua? Jam berapa D? bagaimana kalau dua
jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya?”
baiklah, sampai jumpa.

2. SP 2: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Orientasi:
“Assalammualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai satu cara
yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah
dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini
kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini
saja ya D?”
Fase Kerja:
“D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah
suara-suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya
suara-suara yang D dengar dan mengganggu selama ini tidak
muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum ? (Perawat
menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam
nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang
merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan

10
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis D bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D
juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan
obatnya benar,artinya D harus memastikan bahwa itu obat yang
benar-benar punya D. Jangan keliru dengan obat milik orang lain.
Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya,
dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya. D juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum,
dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawabanbenar). Mari kita masukkan
jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan D. Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di
rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk
belajar cara ketiga mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau
jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.
Wassalammu’alaikum.”

3. SP 3: Latihan mengontrol pasien halusinasi dengan cara kedua yaitu


bercakap-cakap dengan orang lain.
Orientasi
“selamat pagi, D bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-
suara itu masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita
latih? Berkurangkah suara-suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi,
saya akan melatih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?”
Fase Kerja

11
Cara kedua untuk menccegah /mengontrol halusinasi yang lain
adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D
mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk di
ajak ngobrol. Minta teman untuk mengobrol dengan D. contohnya
begini. . . . tolong, saya mulai mendengar suara-suara. ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang lain di rumah misalnya kakak D,
katakana, Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-
suara. begitu D. coba D lakukan seperti yang tadi saya lakukan. Ya
begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya, D!”
Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa
cara yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus,
cobalah kedua cara ini kalau D mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita msukkan dalam jadwal kegiatan
harian“bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada
berapa cara yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita msukkan dalam jadwal kegiatan harian D?
mau pukul berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur jika sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latihan cara yang ketiga
yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal? Mau pukul berapa ?
bagaimana kalau pukul 10 ? mau dimana? Sampai besok ya.
Selamat pagi.”

4. SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara


keempat: melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi:
“Assalamu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai ketiga cara

12
yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya? Bagus ! Sesuai janji
kita, hari ini kita akan belajar cara yang keempat untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita
bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Fase Kerja:
“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus
jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai
malam). Wah banyak sekali kegiatannya.
Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali D bisa lakukan. Kegiatan ini dapat D lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih
lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3
cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus
sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba
lakukan sesuai jadwal ya! (Saudara dapat melatih aktivitas yang lain
pada pertemuanberikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi
sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas sejauh mana D sudah melatih keempat cara untuk
mencegah suara yang pernah kita bicarakan? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 12.00 pagi? Di ruang makan ya! Sampai
jumpa. Wassalammualaikum.

13
PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi perilaku kekerasan


Kekerasan (violence) merupakan suatu bentukperilaku agresi
(agressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan menganggu
hubungan intrapersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung
dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk
itu, perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan
seseorang dan fungsi positif marah.
Menurut Stuart & Sundeen (1996) Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Menurut Purba
(2008) Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem
saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata
kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan
ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan
biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan
terjadi perilaku agresif (Muhith, A, 2015)

B. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan
mondar-mandir.
2. Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak,
mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata
kotor, suara keras dan ketus.

14
3. Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain,
menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain,merusak
lingkungan, dan amuk atau agresif.
4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli
dan kasar.
7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
8. Perhatian ; Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
(Keliat, 2011).

C. Proses terjadinya perilaku kekerasan.


Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu untuk beresiko
perilaku kekerasan, yaitu:
1. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu (Keliat, 2011):
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory: teori ini mendukung bahwa
perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Frued
berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 insting,
pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan
kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.

15
Frustation aggression theory: teori yang dikembangkan
oleh pengikut frued ini berawal dri asumsi bahwa bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan,
maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang
melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif:
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi
atau pengalaman hidup. Hal ini menggunakan pendekatan bahwa
manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak
merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak
mempu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau reaksi yang berlebihan
pada masa kanak-kanak atau seductional parental yang
mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga
diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan dan koping (Muhith.
2015).
b. Faktor sosial budaya
Social Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa
agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi
dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering mendapatkan penguatan, maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon
terhadap keterbangkitan emosional secara agresif sesuai dengan
respon yang dipelajari. Pembelajaran ini bias internal dan

16
eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi
lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film
tersebut, seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es
kemudian ibunya memberinya es agar anak berhenti marah.
Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, ia akan
mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal: seorang
anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat orang dewasa
mengespresikan beragai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah
boneka. Cultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga
dapat membantu individu untuk mengeskpresikan marah dengan
cara asertif (Muhith. 2015).
c. Faktor biologis.
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan
agresif mempunyai dasar biologis:
1) Neurobiologis: Ada 3 area pada otak yang berpengaruh
terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal
dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini
maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam
komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.

17
Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak,
khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan
serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan (Muhith, 2015).
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (2002) Secara umum seseorang
akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara
fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan
termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan
atau harga diri.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan
c. Peran dan ketegangan peran
d. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai
penyakit fisik

18
e. Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga,
jaringan interpersonal dan organisasi sekunder yang dinaungi
oleh lingkungan sosial yang lebih luas.
Menurut Yosep (2009), Faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
Menurut Keliat (1996), Bila dilihat dari sudut perawat –
klien, maka faktor yang menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yakni:
1) Klien: Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
2) Lingkungan: Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga,
konflik interaksi social.

19
D. Rentang respon perilaku kekerasan
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan menganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi
akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Oleh karnanya perawat harus pula
mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif
marah.(Muhith 2015)

Respon adaptif Respon maladaptif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan


respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang.
Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif,
yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang
rendah sampai yang tinggi, yaitu:
a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain
dan merasa lega.
b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan
yang tidak realistis.
c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami.
d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut,
mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman
tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol
perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e. Amuk : Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain
secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai

20
melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai
atau merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri
(Muhith 2015).

E. Penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut.


1. Pertama putuskan bahwa pasien hilang kendali secara akut. Apabila
demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi,
buakn dengan percakapan. Segera temui pasien jangan menunggu.
2. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berda
pada posisi yang aman. Waspadai tanda-tanda peringatan (missal,
gelisah,sikap menuntut) apabila bercakap-cakap tampak bermanfaat,
coba lakukan, tapi berilah batas yang jelas selama wawancara.
3. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: larazepam 1-2 mg IM
setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis: haloperidol 5 mg IM/jam untuk
dosis 3-4 atau depridol (5mg IM/jam 2-3 dosis tidak direkomendasi
oleh FDA untuk keperluan tersebut. Apakah pasien mengunakan
obat-obatan yang menekan SSP, apakah pasien dalam kondisi
dedirium? Kalau demikian, berikan medikasi dan observasi ECT
dapat mengendalikan kekerasan psikotik.
4. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan
dengan penuh penghormatan-manusiawi, langsung pasti tenang,
menentramkan. Jangan menantang dan menprofokasikan atau secara
terang-terangan tidak setuju dengan pasien.
5. Temukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental, cedera
otak? Penggunaan obat-obatan apakah ada pencetus lingkungan yang
dapat dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien
psikotik.
6. Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian
dan medikasi, apabila harus paksa ke rumah sakit apakah ini benar-

21
benar masalah criminal dan benarkah melibatkan polisi (Tomb, D.
2003).

F. Pohon masalah perilaku kekerasan

AkibatMencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core problemPerilaku kekerasan/amuk

SebabMekanisme koping tidak efektif: gangguan harga diri


(Keliat, 2011).

G. Asuhan Keperawatan perilaku kekerasan.


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Penanggung jawab
c. Keluhan utama
d. Alasan masuk.
e. Faktor predisposisi
1) Riwayat penyakit pasien
2) Riwayat pengobatan
3) Riwayat trauma
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat masa lalu yang tidak menyenangkan
f. Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital, TB, BB, kondisi fisik
g. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
b) Identitas

22
c) Peran
d) Ideal diri
e) Harga diri
3) Hubungan sosial: dengan orang terdekat, dalam masyarakat,
hambatan dalam hubungan dengan orang lain.
4) Spiritual: nilai keyakinan, kegiatan ibadah.
h. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
3) Aktivitas motorik
4) Alam perasaan
5) Afek
6) Interaksi selama wawancara
7) Persepsi
8) Pola piker
9) Tingkat kesadaran
10) Memori
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
12) Kemampuan penilaian
13) Daya tilik diri
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
2) BAB/BAK
3) Mandi
4) Berpakaian/berhias
5) Istirahat dan tidur
6) Penggunaan obat
7) Pemeliharaan kesehatan
8) Kegiatan di dalam rumah
j. Mekanisme koping

23
1) Mampu berbicara dengan orang lain
2) Mampu menjelaskan masalah ringan
3) Lebih suka diam jika ada masalah
k. Masalah psikososial dan lingkungan
1) Masalah dengan kelompok
2) Masalah dengan lingkungan
3) Masalah dengan kesehatan
4) Masalah dengan perumahan
5) Masalah dengan ekonomi
l. Aspek medic
m. Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku:
1) Muka merah dan tegang
2) Pendangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Megepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Mengancam secara verbal atau fisik
8) Melempar dan memukul
9) Merusak barang.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul adalah :
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Rencana intervensi keperawatan
Tujuan:
a. pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

24
b. pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan
c. pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
d. pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
e. pasien dapat menyebutkancara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya, dalam menbina hubungan saling
percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan anda: mengucap salam, berjabat
tangan, menjelaskan tujuan, membuat kontrak topic.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang bias
dilakukan pada saat marah yaitu secara verbal: orang lain, diri
sendiri dan lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
1) SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I yaitu latihan napas dalam dan pukul
kasur dan bantal.
2) SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
obat.
a) Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul kasur dan bantal

25
b) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara
minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti
minum obat.
c) Susun jadual minum obat secara teratur
d) Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
3) SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal:
a) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal:
menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.
4) SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual
a) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal
b) Latihan sholat/berdoa
c) Buat jadwal latihan shoalat/berdoa
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: latihan
nafas dalam dan pukul kasur bantal, susun jadwal latihan nafas
dalam dan pukul kasur bantal.
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal.
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik.
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasn secara spiritual:
1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien.

26
2) Latihan mengontrol marah dengan melakukan kegiatan
ibadah yang biasa dilakukan pasien.
3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5
benar disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti
minum obat.
2) Susun jadwal minum obat secara teratur.
k. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi mengontrol perilaku kekerasan

Latihan SP 1 : Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab


perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan, akibatnya cara mengontrol secara fisik ke 1.
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan saya T A, Panggil saya T, saya perawat
yang dinas di puskesmas….Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil
apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan
marah Bapak.”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau
20 menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?
Bagaimana kalau diruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak
pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang? O… ia, jadi ada 2 penyebab marah Bapak”

27
“pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang kerumah istri
belum menyediakan makanan, apa yang Bapak rasakan?”
“apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal”
“setelah itu apa yang Bapak lakukan?O… ia, Bapak memukul istri
Bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan
terhidang? Iya, tentu tidak.. Apa kerugian cara Bapak lakukan? Betul,
istri jadi sakit dan takut, piring pecah. Menurut Bapak adakah cara lain
yang lebih baik? Maukah Bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
“Bagaimana kalua kita belajr satu cara dahulu?”
“Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka
Bapak berdiri, lalu tarik nafas dalam dari hidung, ttahan sebentar, lalu
keluarkan tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus…, tahan, dan tiup
melalui mulut, nah lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah dapat
melakukannya. Bagaimana perasaanya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa
melakukannya.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Bapak?
“iya jadi ada 2 penyebab Bapak marah…… dan yang Bapak rasakan….
Dan yang Bapak lakukan… serta akibatnya.”
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak
yang lalu. Jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak. Sekarang kita

28
buat jadwal latihanya ya pak, berapa kali sehari Bapak mau latihan
nafas dalam? Jam berapa saja pak?”
“Baik, bagaimana kalau 2 hari lagi saya datang dan kita latihan cara
lain untuk mencegah/mengontrol marah? Tempatnya dirumah Bapak
saja ya, selamat pagi!”

Latihan SP 1: latihan megontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


ORIENTASI:
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu
sekarang saya datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan
Bapak marah? Apakah latihan nafas dalamnya sudah dilakukan? Coba
saya lihat jadwal kegiatannya. Bagus sekali, bapak telah lakukan
dengan baik.”
“baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah
dengan kegiatan fisik untuk cara kedua”
“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
“dimana kita bicara? Bagaimana kalau diruang tamu?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan
kesal, dada berdebar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat
melakukan pukul kasur dan bantal.”
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar
bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke
kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan
bantal, nah coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya bagus,
sekali bapak melakukannya.”
“Lampiaskan kekesalam ke kasur atau bantal.”
“Nah cara ini pun dapat bapak lakukan secara rutin jika perasaan
marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.

29
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”
“Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba bapak sebutkan lagi!
Bagus
“Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan bapak sehar-hari. Pukul
kasur bantal mau berapa pukulan? Bagaimana kalau setiap bangun
tidur
Baik, jadi pukul 5 pagi dan pukul 3 sore. Lalu kalau ada keinginan
marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, pak sekarang kita
masukkan di jadwal kegiatan bapa.”
“bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara
mengontrol marah dengan belajar minum obat. Mau pukul berapa, Pak?
Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 2: latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat.


ORIENTASI:
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu
sekarang saya datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan
Bapak marah? “Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal dan kasur
sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah
sudah berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan
latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
tempat kemarin?”
“Mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

30
Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus!
Jam berapa bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang nama oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran bapak tenang, yang putih namanya THP agar
rileks dan tenag, yang merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur
dan rasa marah berkurang. Semua ini harus bapak minum 3 kali dalam
1 hari pada pukul 7 pagi, 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak dapat mengisap es batu.”
Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan
jangan beraktivitas dahulu.”
“Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu labelnya di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosisnya yang harus
diminum, pukul berapa saja yang harus diminum. Baca juga apakah
nama obatnya sudah benar!”
“Jangan pernah menghentikan obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwalnya ya
pak”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.”
bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara
mengontrol marah dengan belajar bicara yang baik. Mau pukul berapa,
Pak? Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai Jumpa!”

31
Latihan SP 3: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social/
verbal
ORIENTASI
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu
sekarang saya datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan
Bapak marah? Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal, kasur dan
minum obat sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi
rasa marah sudah berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara
dengan latihan tentang cara bicara untuk mengontrol rasa marah?”
“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA
“Baiklah kita akan latihan cara bicara yang baik untuk mencegah
perasaan marah. Sekarang saya akan menjelaskan tentang cara bicara
yang baik bila Bapak sedang marah, ada 3 caranya pak :
“Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara rendah serta tidak
menggunakan kata- kasar, misalnya pak saya mau minta makanan, coba
bapak praktekkan? Bagus bapak.
“Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya karena sedang ada pekerjaan, katakan maaf saya tidak
bisa melakukannya karena sedang ada pekerjaan, coba bapak
praktekkan ? bagus bapak”
“Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal ibu dapat mengatakan saya menjadi marah karena
perkataanmu itu coba bapak praktekkan? Bagus bapak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara bicara yang baik?”

32
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari. Bagus sekali.
Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau
melakukan latihan bicara yang baik?”
“Besok kita akan membicarakan cara mengatasi rasa marah bapak
yaitu dengan cara ibadah.”
“bapak mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
“Tempatnya dimana bapak? bagaimana kalau disini saja, jadi besok
kita ketemu lagi disini jam 10 ya pak. Assalamualaikum.”

Latihan SP 4: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual.


ORIENTASI:
“Assaalamualaikum bapak, apakah ibu masih ingat dengan saya?,
sesuai dengan janji saya kemarin, saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak pada pagi hari ini?. apakah bapak sudah
melakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal?
Bagaimana dengan minum obatnya? bagaimana dengan cara berbicara
yang baik, apakah bapak sudah melakukannya.”
“Sekarang kita melanjutkan berbicang-bincang tentang cara
mengontrol rasa marah dengan cara ibadah. seusai kontrak kemarin,
kita akan bicara selama 20 menit.
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan sebelumnya
di rumah? Baik bapak, ada banyak kegiatan ibadah ya. Nah, dari
berbagai kegiatan ini menurut bapak mana yang kira-kira yang efektif
yang bisa bapak lakukan di rumah sakit? Baik, bapak memilih dengan
Istighfar ya? Nah kalau bapak sedang marah coba ibu langsung duduk
dan tarik nafas dalam, jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan
agar rileks. Setelah nafas dalam bapak bisa merasa rileks, kemudian ibu
ucapkan Astaghfirullahaladzimii. Mari kita cobakan bu? bagus sekali.

33
bapak bisa lakukan kegiatan ini secara teratur untuk meredakan
kemarahan ya bapak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan ibadah?”
“Coba bapak sebutkan lagi berapa cara mengendalikan marah yang
sudah kita pelajari?. Bagus sekali.”
“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau
melakukan kegiatan ibadah?.”
“Besok saya akan datang lagi, nanti kita akan bicarakan kemampuan
bapak yang telah kita latih selama ini dan apakah bapak sudah
mengontrol rasa marahnya,bapak mau jam berapa ?”
“bapak mau dimana? bagaimana Disini lagi? baik jadi besok kita
ketemu lagi disini jam 10 ya Bapak. Assalamualaikum.”

34
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan yang salah, dan dipertahankan yang
tidak memiliki dasar dalam realitas. Klien memegang keyakinan ini
dengan kepastian total, langsung, dan segera. Karena klien percaya pada
ide waham, ia akan bertindak sesuai dengan ide tersebut. Keyakinan
waham ini tidak tergoyahkan oleh informasi atau fakta dari luar dan
yang bertentangan. Waham merupakan gejala positif dari skizofrenia
(Videbeck, 2008).
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan
(Keliat, 2011).
Waham adalah keyakinan seseorang yang salah dan tidak tetap
sesuai dengan pengetahuan atau latar belakang budaya. Seorang
individu mempunyai keyakinan rasa dendam yang dibuktikan secara
nyata bahwa itu salah atau tidak masuk akal (Townsend, 2014).
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak
sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” atau bisa
pula tidak aneh hanya sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankan
meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin
akut psikosis semakin sering ditemui wahan disorganisasi dan waham
tidak sistematis (Tomb, 2004).

35
B. Jenis-Jenis Waham
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “saya ini pejabat di departemen kesehatan”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/ mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh “saya tahu, anda ingin menghancurkan
hidup saya karena iri dengan kesuksesan saya”.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak seseuai kenyataan. Contoh
“kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari”.
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh “saya sakit kanker”. Setelah pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien
terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh “ini kan alam kubur, semua yang ada di sini adalah roh-roh”
(Videbeck, 2008)
f. Waham referensi atau gagasan rujukan
Mencakup keyakinan klien bahwa tanyangan televisi, musik, atau
artikel surat kabar memiliki makna khusus bagi dirinya. Contoh
“klien mungkin melaporkan bahwa presiden berbicara langsung

36
dengannya dalam sebuah tayangan berita atau pesan-pesan khusus
dikirim melalui artikel surat kabar”.(Tomb, 2004)
g. Waham penyiaran pikiran
Keyakinan bahwa orang lain dapat mendengar pikiran mereka
h. Waham penyisipan pikiran
Keyakinan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak
pasien

C. Diagnosis keperawatan (Keliat, 2011).


Diagnosis keperawatan yaitu gangguan proses pikir (waham)

D. Tindakan keperawatan (Keliat, 2011).


Tujuan Tindakan :
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien menggunakan obat secara teratur
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
d. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus anda lakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam teurapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Bantu orientasi realita
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-haei

37
4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan
tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien
berhenti membicarakannya
5) Fokuskan pembicaraan pada realitas (mis, memanggil nama
pasien), menjelaskan hal yang sesuai realita
6) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realita
c. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien
e. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
f. Berdiskusi tentang obat yang diminum
g. Melatih minum obat yang benar
E. Strategi Pelaksanaan (Keliat, 2011).
a. Sp 1 pasien : membina hubungan saling percaya: mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan dan
latihan orientasi realita
Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, perkenalkan nama saya N, saya perawat yang
berdinas pagi hari ini di ruang melati, saya dinas dari pukul 08-
14.00 nanti, saya yang akan merawat A hari ini, nama panjang A
siapa dan senag dipanggil apa ?
“Bisa kita berbincang-bincang hari ini tentang apa yang A rasakan
sekarang ?
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau
15 menit saja ?”
Fase Kerja

38
“saya mengerti A merasa bahwa A adalah seorang presiden, tetapi
sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setau saya presiden
negara kita sekarang adalah bapak J dan sedang berada di ibu kota
negara kita, bisa kita lanjutkan pembicaraan kita yang terputus tadi
A?
“Tampaknya A merasa gelisah, bisa A ceritakan apa yang A rasakan
?
“O... jadi A merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak
punya hak untuk mengatur diri A sendiri?”
“Siapa menurut A yang sering mengatur-atur diri A?”
“Jadi teman A yang terlalu mengatur-atur ya A, juga adik A yang
lain?”
“Kalau A sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut A.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya A ingin ada kegiatan di luar
rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
Fase Terminasi
“Bagimana perasaan A setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini A coba lakukan, setuju A?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan
lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah A
miliki?”
“A mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja A?”

b. Sp 2 pasien : mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar

39
Contoh percakapan
Fase Orientasi
“Assalamualaikum A.” “Bagaimana A, bagaimana kabarnya hari
ini ?.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat
yang harus A minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang A?”
“Berapa lama A mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20
atau 30 menit saja?”
Fase Kerja
“A berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang
diminum?”
“A perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga
tenang.”
“Obatnya ada tiga macam , yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar
rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar
pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut A terasa kering, untuk
membantu mengatasinya A bisa banyak minum dan mengisap-isap
es batu.”
“Sebelum minum obat ini A mengecek dulu label dikotak obat
apakah benar nama A tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang
harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah
nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan
besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh
lagi, sebaiknya A tidak menghentikan sendiri obat yang harus
diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
Fase Terminasi :

40
“Bagaiman perasaan A setelah kita becakap-cakap tentang obat
yang A minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum
obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum
obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada
perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya A
“Abesok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya A.”

c. Sp 3 pasien : menjelaskan dan melatih cara memenuhi kebutuhan


dasar
Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, bagaimana perasaannya saat ini ? bagus!
Bagaimana kalau kita bicarakan tentang kebutuhan A saat ini ?
Dimana enaknya kita berbincangbincang ?
Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20
menit tentang hal tersebut?
Fase kerja
“apa saja kegiatan A saat ini ?
Wah.. rupanya A banyak juga kegiatannya ya
Bisa A ceritakan lagi kegiatan A dari bangun tidur hingga malam ?
Wah.. bagus sekali apa yang sudah A lakukan
Nah, A sepertinya belum mandi ya ? rambutnya juga masih kusut.
Bagaimana kalau saya ajarkan A untuk mandi dan menyisir rambut.
Ya seperti itu A”

41
Fase terminasi
“bagaimana perasaan A setelah kita bercakapcakap dan berlatih
mandi dan merapikan diri?
Setelah ini coba A lakukan lagi ya dan bagaimana kalau kita
masukkan ke dalam jadwal harian
Besok kita ketemu lagi ya A
Besok kita akan membahas tentang hobi A, baik A mau kita
berbincang disini saja ?
Baik A kalau begitu saya permisi dulu

d. Sp 4 pasien : mengidentifikasi kemampuan positif yang dimilikinya


dan membantu mempraktekkannya
Contoh percakapan
Fase Orientasi :
“Assalamualaikum A, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah A sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran
A?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi A
tersebut?”
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
20 menit?”
Fase Kerja :
“Apa saja hobi A? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya A pandai merajut ya.”
“Bisa A ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar merajut,
siapa yang dulu mengajarkannya kepada A, dimana?”
“Bisa A peragakan kepada saya bagaimana cara merajut yang
bagus itu.”

42
“Wah, bagus sekali . Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk
kemampuan A ini. Berapa kali sehari/seminggu A mau merajut?”
“Apa yang A harapkan dari kemampuan merajut ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan A yang lain selain merajut?”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita berbincang-bincang tentang
hobi dan kemampuan A?”
“Setelah ini coba A lakukan latihan merajut sesuai dengan jadwal
yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan
lagi.”

F. Pohon Diagnosis (Direja, 2011)


Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Sensori Waham

Isolasi Sosial Menarik Diri

Harga Diri Rendah Kronis

43
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan seoran individu yang
mengalamipenurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. Untuk mengkaji pasien dengan isolasi sosial Anda
dapat menggunakan waawancaa dan observasi kepada pasien dan
keluarga (Keliat, B. A, 2011). Isolasi sosial adalah individu yang
mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam
khalayaknya sendiri yang tidak realistis (Dalami dkk, 2009).
Menurut Depkes RI (2000), dalam Direja (2011), isolasi sosial
merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribaian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaftif dan
menganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. Isolasi sosial
merupakan salah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
tingkah laku maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Direja, 2011).

B. Etiologi
Menurut Direja p: 123-125 (2011), terjadinya gangguan ini
dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, dan tidak mampu merumuskan keinginan, serta
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri,
menghindar dari orang lain, dan kegiatan seharihari terabaikan.

44
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari
usia bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan
hubungan sosial yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses (Dalami, 2009). Jika
tugas-tugas dalam perkembangan tidak terpenuhi maka akan
menghambat perkembangan sosial yang nantinya akan
menimbulkan masalah (Direja, 2011).
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial (Direja,
2011). Bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang
negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada
saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi enggan
beromunikasi dengan orang lain (Dalami, 2009).
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan
sosial. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota
masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat
dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari
yang dimilki budaya moyoritas (Dalami, 2009).
4) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaftif
(Dalami, 2009). Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada

45
klien dengan skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memilki struktur yang abnormal pada otak
seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel
dalam limbic dan daerah kortikal (Direja, 2011).
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga (Direja,
2011). Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya
stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,
misalnya karena dirawat di rumah sakit (Dalami dkk, 2009).
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenihinya keutuhan
individu (Direja, 2011).

C. Tanda dan Gejala


Menurut Keliata, B.A., (2011), tanda dan gejala isolasi sosial adalah
sebagai berikut:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
4. pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. pasien merasa tidak berguna
7. pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

46
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapa diajukan pada saat wawancara
untuk mendapatkan data subjektif:
a. bagaimana pedapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya
(keluarga atau tetangga) ?
b. Apakah pasien mempunyai teman dekat ? Bila punya, siapa teman
dekat itu ?
c. Apa yang membuat Pasien tidak mempunyai teman yang terdekat
dengannya ?
d. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitanya ?
e. Apa ada perasaan yang tidak aman yang dirasakan oleh pasien ?
f. Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien denga
orang-orang di sekitarnya ?
g. Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu ?
h. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk mejalani kehidupan ?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi menurut keliat,
B.A., dkk, (2011), adalah sebagai berikut:
a. Tidak memiliki teman dekat
b. Menarik diri
c. Tidak komunikatif
d. Tidakan berulang dan tidak bermakna
e. Asyik dengan piiran sendiri
f. Tidak ada kontak mata
g. Tampak gelisah, efek tumpul

D. Rentang Respon

Adaptif Maladaftif

- menyendiri - merasa sendiri - menarik diri


- otonomi - dependen - ketergantungan
- bekerjasama - curiga - manipulasi
- Independen - curiga

47
Gambar 1.1 Rentang Respon Isolasi Sosial
Sumber: Townsend (1998) dalam Direja, (2011)
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi
sosial menurut Direja, p:126-127 (2011):
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapt diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan yang berlaku. Berikut adalh sikap
yang termasuk respon adaptif:
1) Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseoang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya
2) Otonomi, kemampuan indvidu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
sosial.
3) Bekerjasama, kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain
4) Indenpenden, saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan unterpesonal
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut adalah perilaku yang
termasuk respon maladaptif:
1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri sehingga tergantung dengan orang lain
3) Manipulasi, seseorang yang menganggu orang lain sebagai
objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam
4) Curiga, seseoang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain

48
49
E. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri,
orang lain, dan lingungan

Defisit perawatan diri


GPS: Halusinasi
Intolerasi aktivitas
Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


Koping individu tidak efektif
Koping keluarga tidak efektif
Gambar 1.1 Pohon Masalah Isolasi Sosial
Sumber: Fitria (2009) dalam Direja, (2011)

F. Masalah keperwatan yang mungkin muncul


Menurut Direja, (2011)
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. koping individu tidak efektif
5. koping keluarga tidak efektif

G. Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Isolasi Sosial


Tujuan:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari penyebab isolasi sosial
c. Berinteraksi dengan orang lain
Tindakan (Keliat, B.A, dkk, 2011):

50
a. Membina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus dilakukan
dalam membina hubungan saling pecaya adalah:
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang Anda sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan pasien
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan: apa yang akan Anda lakukan bersama
pasien, berapa lama dikerjakan, dan tempatnya dimana
5) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Membantu pasien menganal penyebab isolasi social
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai
berikut:
1) menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
2) Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
c. Membantu pasien mengenali keuntungan dari membina hubungan
dengan orang lain. Lakukan cara mendiskusikan keuntungan bila
pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
d. Membantu pasien mengenal kerugian dari tidak membina
hubungan. Dilakukan dengan cara:
1) Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain
2) Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
pasien

51
e. Membantu pasein untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap. Dapat dilakukan dengan cara:
1) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan dihadapan Anda
2) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan atu orang
(anggota keluarga atau tetangga)
3) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat dan seterusnya
4) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien
5) Siap menengarkan ekspresi pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksi

H. Strategi Pelakasaan
SP 1 pasien: Mendiskuskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat
isolasi sosial
ORIENTASI:
“Assalamualaikum. Nama Saya …. Saya senang dipanggil …. Nama
Ibu siapa? Senang dipanggil apa?
“Apa keluhan S hari ini?Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman S? Mau dimana kiat bercakap-cakap?
Bagaimana kalau di ruang tamu?Mau berapa lama? Bagaimana kalau
15 menit?”
KERJA:
“Siapa saja yang tinggal? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa
yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-
cakap dengannya?”

52
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap
dengan pasien lain?”
“Menurut Sapa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi?(Sampai pasien dapat
menyebut beberapa)Nah kalau kerugiannya tidak punya teman? Benar.
Jadi, banyak juga ruginya kalau tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah S belajar bergaul dengan orang lain?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan S setelah kita bercakap-cakap tentang hal ini?
“S tadi sudah menyebutkan tentang keuntungan dan kerugian jika kita
tidak mempunyai teman. Nah bagaimana kalau nanti siang kita belajar
berkenalan dengan orang lain. Oh S ingin ditempat yang sama ya?
Baiklah. Sampai jumpa.”

SP 2 pasien: Percakapan untuk menjelaskan dan melatih cara


berkenalan dengan 2-3 orang atau lebih
ORIENTASI
Assalamualaikum. Masih ingat dengan Saya S?
Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Tampaknya lebih cerah ya? Baik
sesuai janji kita tadi pagi sambil menunggu makan siang kita akan
belajar tentang cara berkenalan dengan orang lain.”
Mau berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30
menit?Oh S ingin di ruang ini saja kita berbincangnya?”
KERJA
Begini S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh:
Nama saya S, senang dipanggil Si. Asal dari Bireun, hobi memasak.”

53
Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya: Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asal
darimana? Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba, misalnya saya belum kenal dengan S. coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali.”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S dapat melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan untuk S bicarakan,
Misalnya, tentang cuaca, tentang hobi, keluarga pekerjaan dan
sebagainya.”
“Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S berkenalan dengan
perawat N, ayo kita temui perawat N di sana.”
“Selamat pagi Ibu N, ini S ingin berkenalan dengan Ibu.”
“Baiklah S, S dapat berkenalan dengan Ibu N seperti yang telah kita
prakltikkan kemarin.”
(Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan Perawat N:
member salam, menyebut nama, menanyakan nama perawat, dan
seterusnya.)
TERMINASI
"Bagaimana perasaan S setelah kita belajar dan berlatih cara
berkenalan? Nah bagaimana kalau besok pagi kita belajar cara
berbicara dengan teman sambil melakukan pekerjaan.. Oh S ingin
ditempat yang sama ya? Baiklah. Sampai jumpa.”

SP 3 pasien: Percakapan menjelaskan dan melatih pasien


berbicara saat melakukan kegiatan sehari-hari
ORIENTASI
Assalamualaikum. Apa kabar S?

54
Bagaimana perasaan S hari ini? Tampaknya lebih cerah ya? Apakah
sudah mencoba berkenalan lagi dengan orang lain? Berapa kali Ibu
melakukannya?Wah bagus sekali..
“Nah sesuai janji kita kemarin hari ini kita akan belajar dan melatih
cara bercakap-cakap saat sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Mau
berapa lama kita berbincangbincang? Bagaimana kalau 30 menit?
Mau di mana? Bagaimana kalau di ?
KERJA
Selain 2 cara terdahulu yang telah S coba lakukan ada cara lain
supaya S tidak merasa sendiri,namanya adalah bercakap-cakap saat
sedang melakukan aktivitas sehari-hari.
“Nah, jika S sedang melakukan suatu pekerjaan bersama teman
misalnya S sedang menyapu halaman bersama teman, S dapat
mengajak teman S berbicang-bincang.”
“Ayo, coba dengan saya S. Oh S ingin melipat kain? Baik ayo kita
bercakap-cakap sambil kita melipat kain.” (Biarkan pasien berbicara)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan S setelah latihan ini ?
“Ya, bisa S ulang ulangi apa yang telah kita pelajari? Ya bagus sekali..
“Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal S, oh baik. Baik
bagaimana kalau nanti siang kita ketemu lagi untu berlatih cara yang
keempat. Oh S setuju. S ingin disini saja? Baik sampai jumpa S.

SP 4 pasien: menjelaskan dan melatih berbicara sosial; meminta


sesuatu, berbelanja, dan sebagainya
ORIENTASI
Assalamualaikum. Sekarang Saya datang lagi.
“Tampaknya S senang sekali siang ini? Oh benar, S sering
berbincang-bincang dengan teman ya? Wah senang sekali. Sambil

55
menunggu makan siang bagaimana kalau kita bercakap-cakap dam
melatih cara yang keempat sesuai janji saya tadi pagi. Oh S mau 30
menit saja? S mau kita berbincang di teras?
KERJA
“Ya, S senang punya teman bercerita ya. Nah S senang tidak jika teman
S bisa
membantu S?
“Nah kalau S sudah punya teman, S dapat meminta tolong padanya
atau pun meminjam sesuatu seperti buku, sisir, alas kaki, dan lain-
lain.”
“Misal seperti ini, S saya ingin pergi ke ruang Melati boleh saya
pinjam sendalnya?”
“Sekarang coba S lakukan pada saya?” (Tunggu pasien melakukan).
“Wah, bagus sekali S sudah bisa.”
TERMINASI
Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang dan melakukan
latihan ini?
“Bisa S sebutkan dan coba kembali? Wah bagus S masih ingat.
“Nah, bagaiman kalau besok kita berjumpa lagi untuk melihat sejauh
mana S sudah berlatih keempat cara ini? Oh ya S setuju? S ingin kita
berbincang di sini. Baik sampai jumpa.

56
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni,
2011). Harga diri rendah adalah perasaan negative terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri, merasa gagal dalam mencapai suatu keinginan
(Direja, 2011)
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/ perasaan tentang
diri atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu
lama (NANDA, 2005 dalam Direja, 2011). Harga diri rendah juga dapat
diartikan sebagai evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan (Towsend, 1998 dalam Direja, 2011).

B. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penurunan produktivitas
5. Penolakan terhadap kemampuan diri
Selain data diatas, anda dapat juga mengamati penampilan
seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan
perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan
nada suara lemah (Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni, 2011 p.118).

57
Sedangkan tanda gejala yang dapat muncul pada pasien
gangguan jiwa dengan harga diri rendah menurut Fitria, (2009 dalam
Direja, 2011) antara lain:

1. Mengkritik diri sendiri


2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap
lawan bicara.
9. Lebih banyak menunduk
10. Bicara lambat dengan nada suara lemah

C. Proses Terjadinya Masalah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan
dari harga diri situasional yang tidak diselesaikan. Atau juga dapat
terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan
tentang perilaku pasien sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan
lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah (Direja, 2011).
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.
Awalnya individu pada suatu situasi yang penuh dengan stressor
(krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis namun tidak tuntas
sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi peran. Penialaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi peran adalah kondisi harga diri
rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau

58
justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individdu mengalami harga diri rendah kronis (Direja,
2011).

D. Tindakan Keperawatan
Berikut ini adalah tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan harga diri rendah menurut Keliat, Akemat, Helena,
Nurhaeni, (2011) antara lain :
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien. Untuk membantu pasien agar dapat mengungkapkan
kemampuan dan aspek positif yang masih dimilikinya perawat
dapat:
a) Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah, dalam keluarga
dan lingkungan keluarga serta lingkuingan terdekat pasien.
b) Memberi pujian yang ralistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.

59
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan. Untuk
tindakan tersebut, anda dapat:
a) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
dilakukan saat ini berdasarkan kemampuan yang telah
diidentifikasi.
b) Membanu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
c) Memperlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif.
3. Membantu pasien memilik/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mendiskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan dan
memilih kemampuan yang dilatih.
b) Memberikan dukungan dalam memilih kemampuan yang paling
mudah dilakukannya.
c) Membantu pasien memilih kemampuan sesuai dengan kondisi
pasien saat ini.
4. Melatih kemampuan yang dipilih pasien. Untuk tindakan
keperawatan tersebut anda dapat melakukan:
a) Memotivasi pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih
b) Mendiskusikan cara melaksanakan kemampuan yang dipilih
c) Memberi contoh cara melaksanakan kemampuan yang dipilih
d) Membantu pasien melakukan sendiri kemampuan yang dipilih
e) Memberikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang
dapat dilakukan pasien.
5. Membantu menyusul jadwal pelaksanaan yang dilatih. Untuk
mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut anda dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang
telah dilatih secara mandiri.

60
b) Membantu pasien memasukkan kelampuan yang telah dilatih
dalam jadwal kegiatan sehari-hari pasien.
c) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
setelah pelaksanaan kegiatan.
Tindakan keperawatan pada keluarga pasien dengan harga diri
rendah menurut Sari, Fithria(2014) meliputi :
1. Diskusikan kepada keluarga kemampuan yang dimiliki pasien
2. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang
dimiliki
3. Anjurkan keluarga unuk memotivasi pasien dalam melaakukan
kegiatan yang sudah dilatihkan pasien dengan perawat.
4. Anjarkan cara mengamati perkembangan perubahan perilaku pasien.

E. Strategi pelaksanaan
1. Strategi pelaksanaan (SP) pada pasien:
SP I antara lain:
a) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien
b) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
c) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dngan kemampuan pasien
d) Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
e) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
f) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal keegiatan
harian
SP II antara lain :
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b) Melatih kemampuan kkedua
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

61
Berikut ini contoh percakapan strategi pelaksanaan pada pasien
harga diri rendah menurut Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni (2011
p.120).
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki paasien,
bantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
bantu pasien memilih/menetapkan yang akan dilatih, latih pasien
melakukan kemampuan yang telah dipilih dan susun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
Orientasi:
“Selamat pagi, bagaimana keadaan T hari ini? T terlihat
segar.”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan
dan kegiatan yang pernah T lakukan?, setelah itu kita akan menilai
kegiatan mana yang masih dapat T lakukan. Setelah kita nilai kita
akan memilih satu kegiatan untuk kita latih.”
“Dimana kita duduk? Bagaimana kalau di ruang tamu
?berapa lama? bagaimana kalau 20 menit?”
Kerja:
“T, Apa saja kemampuan yang T miliki? Bagus, apa lagi?
Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang
dapat T lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu?
Mencuci piring?. Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan
kegiatan yang T miliki.”
“T, dari lima kegiayan/kemampuan ini, yang mana yang
masih dapat dikerjakan? Coba kita lihat, yang pertama dapatkah T
merapikan kamar, yang kedua dapatkah T..... dst sampai 5 (misalnya
ada 3 kemampuan yang dapat dilakukan). Bagus sekali ada 3
kegiatan yang masih dapat dilakukan.”
“Sekarang coba T pilih kegiatan yang masih dapaat
dikerjakan.” “Oo.. yang nomor satu, merapikan tempat tidur? Kalau

62
begitu, bagaimana kalau sekarang kita meraapikan tempat tidur T”.
“Mari kita lihat tempat tidur T. Coba lihat sudah rapikah tempat
tidurnya ?.”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur coba kita
pindahkan terlebih dahulu bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang
kita angkat spreinya dan kasurnya kita balik. Nah sekarang kita
pasang spreinya. Kita mulai dari arah atas, ya bagus! Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir tarik dan
masukkan. Sekarang ambil bantal, rapikan, dan letakkan di sebelah
atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !”
“T sudah dapat merapikan tempat tidur dengan baik sekali.
Coba perhatika dengan sebelum dirapikan? Bagus”
“Coba T lakukan dan jangan lupa beri tanda di jadwal harian
dengan huruf M (mandiri) kalau T lakukan tanpa di suruh, Tulis B
(bantuan) jika diingatkan dapat melakukan, dan T (tidak) jika tidak
melakukan.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan
latihan merapikan tempat tidur? Yah, T ternyata memiliki banyak
kemampuan yang dapat dilakukan dirumah sakit ini. Salah satunya
merapikan tempat tidurr, yang sudah T praktikkan dengan baik
sekali.”
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian T. Mau
berapa kali sehari merapikan tempat tidur?. Bagus. Dua kali yaitu
pagi pukul berapa? Lalu sehabis istirahat, pukul 4 sore.”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan kedua. T masih ingat
kegiatan apalagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapikan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalau begitu kita akan latihan

63
mencuci piring besok pukul 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis
makan pagi. Sampai jumpa ya.”

2. latih pasien melakukan kemampuan lain sesuai dengan kemampuan


pasien.
Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan T pagi ini? wah, tampak
cerah.”
“Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore
kemarin/tadi pagi ? bagus (kalau dilakukan, kalau belum bantu
lagi), sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat
apa kegiatan itu T?
“Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”.
“Waktunya sekitar 15 menit, mari kita ke dapur”
Kerja :
“T, sebelum kita mencuci piring kita perlu menyiapkan dulu
perlengkapannya, yaitu sabun/tapes untuk membersihkan piring,
sabun khusus untuk mencuci piring dan air untuk membilas, T dapat
menggunakan air mengalir dari kran ini. Oya jangan lupa
menyediakan tempat sampah untuk membuang sisa makanan.”
“Sekarang saya perlihatkan dulu caranya”
“Setelah semua perlengkapan tersedia, T ambil satu piring
kotor, lalu puang dulu sisa kotoran yang ada di piring terssebut ke
tempat sampah. Kemudia T bersihkan piring terssebut dengan
sabun/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah
selesai di sabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa
sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu T dapat mengeringkan
piring yang suda bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur,
nah selesai..”
“Sekarang coba T yang melakukan...”

64
“Bagus sekali, T dapat mempraktikkan cuci piring dengan baik.
Sekarang dilap tangannya”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan mencuci piring ini dimasukkan
menjadi kegiatan sehari-hari, T mau berapa kali T mencuci piring ?
bagus sekali T mencuci piring tiga kali setelah makan.”
“Besok kita akan latihan untuk kemampuan yang ketiga, setelah
merapikan tempat tidur dan mencuci piring, masih ingat kegiatan
apakah itu? Ya benar, kita akan latihan mengepel.”
“Mau pukul berapa? Sama dengan sekarang ? baik, selamat
pagi.”
Latihan ini dapat dilakukan untuk kemampuan lain sampai
semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dilatih akan
menambah harga diri pasien.

2. Strategi Pelaksanaan (SP) pada keluarga :


SP I antara lain :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluargaa dalam
merawat pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.
SP II antara lain :
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawaat pasien dengan
harga diri rendah.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien
dengan harga diri rendah
SP III antara lain:

65
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
teermasuk minum obat
b) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Berikut ini contoh percakapan strategi pelaksanaan pada keluarga
dengan pasien harga diri rendah menurut Keliat, Akemat, Helena,
Nurhaeni (2011).
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
dengan HDR di rumah, jelaskan tentang pengertian, tanda dan
gejala HDR, jelaskan cara merawat pasien HDR , demonstrasikan
cara merawat pasien HDR, dan beri kesempatan pada keluarga
mempraktikkan merawat pasien HDR.
Orientasi:
“Selamat pagi”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu hari ini ?”“Bagaimana
kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang merawat T?”“Berapa
lama waktu Bapak/Ibu ? 30 menit ? mari duduk di ruang tamu!.”
Kerja
“Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang masalah T ?”
“Ya, memang benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat
tidak percaya diri dan sering menyalahkan diri sendiri. Misalnya T
sering menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang
paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki
masalah harga diri rendah (HDR) yang ditandai dengan muculnya
pikiran-pikiraan yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila
keadaan T terus menerus seperti itu, T bisa mengalami masalah
yang lebih berat lagi, misalnya T jadi malu bertemu dengan orang
lain dan memilih mengurung diri”
“Sampai disini, Bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud
dengan HDR?”“Bagus sekali Bapak/Ibu sudah mengerti”. “Setelah

66
kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius,
maka kita perlu memberikan perawatan yang baik bagi T”
“Bapak/Ibu, kemampuan apa saja yang T miliki? Ya, benar
dia juga mengatakan hal yang sama (jika sama dengan pernyataan
pasien).
“T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapikan tempat tidur dan
mencuci piring. Serta telah membuat jadwal untuk melakukannya.
Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan T untuk melakukan
kegiatan tersebut sesuai jadwal. Tolong bantu menyiapkan alat-
alatnya ya Pak/Bu. Dan jangan lupa berikan pujian agaar harga
diri T kembali meningkat. Ajak pula memberikan tanda ceklis pada
jadwal kegiatannya.”
“Selain itu Bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembangan
T. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangaani lagi, Bapak/Ibu dapat membawa T ke puskesmas.”
“Nah, Bagaimana kalau sekarang kita praktikkan cara
memberikan pujian kepada T”
“Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dilakukan lalu
berikan pujian dengan mengatakan : bagus sekali T, kamu sudah
semakin trampil mencuci piring”
“Coba Bapak/Ibu praktikkan sekarang. Bagus”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah percakapan kita?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembaali masalah yang
dihadapi T dan bagaimana merawatnya?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik.
Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di
rumaah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu kembali dalam dua hari
mendatang? Baik saya tunggu sampai jumpa”

67
2) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
masalah harga diri rendah langsung kepada pasien
Orientasi :
“Selamat pagi, Pak/Bu..”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
“Bapak/Ibu masih ingat latihan merawaat anak Bapak/Ibu
seperti yang kita pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik hari ini kita akan mempraktikkan langsung kepada T”
“Waktunya 20 menit”
“Sekarang mari kita temui T”
Kerja :
“Selamat pagi T, Bagaimana perasaan T hari ini?”
“Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperti yang
sudah saya katakan sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat T
agar T lebih cepat pulih.”
(Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah, Pak/Bu, sekarang bapak/Ibu dapat mempraktikkan
apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan
pujian terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu”
(Anda mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)
“Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bindang dengan
orang tua T ?”
“Baiklah sekarang saya dan orang tua T keruang perawat
dulu”
(Anda dan keluaarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga)
Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi ?”

68
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah dapat melakukan cara
merawat tadi kepada T”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan
peengalaman Bapak/Ibu melakukan cara merawat yang sudah kita
pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Buk.
Sampai jumpa”

3) Buat perencanaan lanjutan merawat bersama keluarga.


Orientasi :
“Selamat pagi Pak/Bu!”
“Karena hari ini hari terakhir kunjungan saya, maka kita
akan membicarakan jadwal T selama di rumah.”
“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu ? mari kita bicarakan di
kantor”
Kerja :
“Pak /Bu ini jadwal kegiatan T selama di sini”. “Pak/Bu
tolong dilanjutkan. baik jadwal ini maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah
perilaaku yang ditampilkan ileh T. Misalnya, kalau terus menerus
menyalahkan diri sendiri dan berfikir negatif terhadap diri sendiri,
meenolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi kader
Ani atau telpon saya di puskesmas indrapuri, nomor telfon
puskesmasnya xxxxx.”
Terminasi:
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal
harian T. Jangan lupa kontrol ke puskeesmas sebelum obat habis
atau jika ada gejala yang tampak. Selamat siang “

69
DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian Defisit Perawatan Diri


Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti
Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi
kesehatannya.Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan kebersihan untuk dirinya (Dermawan & Rusdi,
2013).
Perawatan diri mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, biasanya dinamakan
aktivitas sehari-hari (AKS). AKS dipelajari sepanjang waktu dan
menjadi kebiasaan sepanjang kehidupan. Perlibatan dalam katagori luas
dari aktivitas perawatan diri,menjasi tugas yang tidak hanya harus
dikerjakan tetapi bagaimana tugas ini dikerjakan, dan kapan, serta di
mana dan dengan siapa. Sindrom kurang perawatan diri merupakan
keadaan di mana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik
atau kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk
melakukan masing-masing dari aktivitas perawatan diri (Carpenito,
2000).
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari untuk diri sendiri dikarenakan
adanya gangguan pada muskuluskeletal atau gangguan kognitif yang
ditandai dengan penurunan kemampuan untuk mandi, berganti pakaian,
makan, dan menggunakan toilet (Townsend, 2011).
Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang
yang mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan aktivitas

70
perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan, dan eliminasi.
Jika seseorang tidak dapat melakukan semua perawatan diri, situasi ini
digambarkan sebagai defisit perawatan diri. Defisit perawatan diri
seringkali disebabkan oleh gangguan kognitif atau persepsi yang dapat
menyebabkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (Wilkinson &
Nancy, 2011).
Defisit perawatan diri ini terjadi pada saat kemampuan
seseorang tidak dapat memelihara diri mereka sendiri. Asuhan
keperawatan diberikan pada saat kemampuan seseorang lebih kecil
daripada kebutuhannya atau saat kemampuan seseorang setara dengan
kebutuhannya tetapi kemungkinan akan terjadi penurunan kemampuan
di kemudian hari yang tidak setara dengan peningkatan kebutuhan.
Peran perawat dalam hal ini dibutuhkan ketika seseorang memerlukan
asuhan keperawatan karena ketidakmampuannya merawat diri (Asmadi,
2008).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa
terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan
diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan
secara mandiri, berhias secara mandiri, dan eliminasi atau toileting
(BAB/BAK) secara mandiri (Keliat, 2011).

2. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri


a. Defisit perawatan diri : Mandi/Higiene
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi
aktivitas mandi/higiene. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-
tugas berikut : (1) mengakses ke kamar mandi, (2) mengambil
perlengkapan mandi , (3) mengatur suhu atau aliran air mandi, (4)
membersihkan tubuh. Hambatan ini dapat terjadi karena depresi dan
gangguan psikologis (Wilkinson & Nancy, 2011).

71
Keadaan di mana individu mengalami kegagalan kemampuan
untuk melaksanakan atau menyelesaikan mandi/aktivitas kebersihan
untuk diri sendiri. Kurangnya kemampuan untuk mandi meliputi
membasuh keseluruh tubuh, menyisir rambut, meggosok gigi,
melakukan perawatan terhadap kulit, dan kuku serta menggunakan
rias wajah. Hal ini dapat berhubungan dengan defisit kognitif,
penurunan motivasi, kebingungan, dan ansietas ketidakmampuan
(Carpenito, 2000).
b. Defisit perawatan diri : Berpakaian/Berhias
Hambatan kemampuan untuk memenuhi aktivitas berpakaian
lengkap dan berhias diri. Hambatan kemampuan untuk memenuhi
tugas : mengkancingkan pakaian, mengambil pakaian, mengenakan
atau melepas bagian-bagian pakaian yang penting, memilih pakaian,
mengenakan pakaian pada bagian bawah dan atas, mengenakan
sepatu, melepaskan pakaian, menggunakan risleting. Hambatan ini
dapat terjadi karena gangguan neuromuskular dan gangguan kognitif
atau persepsi (Wilkinson & Nancy, 2011).
Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan
untuk aktivitas mengenakan pakaian berhias; lengkap untuk diri
sendiri. Kurangnya kemampuan mengenakan pakaian sendiri
termasuk pakaian rutin atau khusus, berdandan/berhias yang
memuaskan diri, memperoleh atau mengganti aksesoris pakaian. Hal
ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan
motivasi (Carpenito, 2000).
c. Defisit perawatan diri : Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas makan. Hambatan kemampuan untuk : menyuap makanan
dari piring ke mulut, mengunyah makanan, menyelesaikan makan,
meletakkan makanan ke piring, memegang alat makan, mengambil
cangkir atau gelas. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan

72
kognitif atau persepsi, gangguan neuromuskular (Wilkinson & Nancy,
2011).
Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan
untuk melaksanakan atau mnyelesaikan aktivitas makan untuk diri
sendiri. Kurangnya kemampuan untuk menyiapakan alat-alat makan,
memotong makanan dan memakan makanan. Hal ini berhubungan
dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi
(Carpenito, 2000).
d. Defisit Perawatan diri : Eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
kegiatan eliminasi. Hambatan kemampuan untuk melakukan higiene
eliminasi yang tepat, menyiram kloset atau kursi buang air,
memanipulasi pakaian untuk eliminasi. Hambatan ini dapat terjadi
karena gangguan neuromuskular dan gangguan persepsi atau kognitif
(Wilkinson & Nancy, 2011).
Suatu keadaan di mana individu mengalami kegagalan
kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas
toileting lengkap untuk diri sendiri. Kurangnya kemampuan untuk
eliminasi ke kamar mandi, tidak dapat memanipulasi pakaian di kamar
mandi, tidak dapat menyiram kloset, tidak ada keinginan untuk
melakukan kebersihan yang benar. Hal ini berhubungan dengan defisit
kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000).

3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Martonah, (2003) (dalam Dermawan &
Rusdi, 2013), Penyebab Kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013),
penyebab kurang perawatan diri adalah :

73
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri
adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013),
faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygieneadalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

74
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes meilitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo, dan lain-
lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada kadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Sikap seseorang melakukan hygiene perorangan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, ( Potter & Perry, 2005) :
1) Body image/Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri, misalnya karena adanya perubahan fisik dan
penyakit yang dideritanya sehingga individu tidak peduli terhadap
kebersihannya.
2) Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang dapat
mempengaruhi praktik hygiene pribadi.
3) Status sosioekonomi

75
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan
tingkat praktik kebersihan yang digunakan, dan pada pasien
gangguan jiwa kemampuan untuk melakukan kebersihan diri
menurun.
4) Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya
bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Klien juga harus
termotivasi untuk memelihara perawatan diri, pembelajaran praktik
diharapkan dapat memotivasi seseorang untuk memenuhi
perawatan yang perlu.
5) Keadaan Fisik
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat
diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu:
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan
fisik yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.

4. Tanda dan Gejala


a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor

76
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berprilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarangan
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri
(Dermawan & Rusdi, 2013) adalah:
a. Data subjektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya
b. Data objektif
1) Rambut kotor, acak-acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat

5. Diagnosis Keperawatan (Keliat, 2011)


Diagnosis keperawatan yaitu defisit perawatan diri (mandi, makan,
berdandan, eliminasi)

77
6. Tindakan Keperawatan (Keliat, 2011)
Tujuan tindakan
a. Pasien mampu malakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan defekasi/berkemih secara mandiri
Tindakan keperawatan
a. Melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri anda dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
1) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
b. Melatih pasien berdandan/berhias. Anda sebagai perawat dapat
melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus
dibedakan dengan wanita. Untuk pasien laki-laki latihan
meliputi:
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berdandan
c. Melatih pasien makan secara mandiri. Untuk melatih makan
pasien anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan

78
4) Praktik makan sesuai tahapan makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan defekasi/berkemih yang sesuai.
Anda dapat melatih pasien untuk defekasi/berkemih mandiri
sesuai tahapan berikut:
1) Menjelaskan tempat defekasi/berkemih yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah defekasi dan
berkemih
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat defekasi dan
berkemih

7. Strategi Pelaksanaan
a. Sp 1 : mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara
merawat diri dan melatih pasien tentang cara perawatan diri :
mandi
Contoh percakapan
Fase Orientasi
“Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu… perkenalkan saya
perawat R. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai
jam 14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit
ini. Nama ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?
Bagaimana perasaan Bu hari ini? apakah ibu sudah mandi?.
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang
kebersihan diri?
Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di
ruang tamu?.
Fase Kerja
Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan
mandi? Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri?

79
Menurut ibu apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan
diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang merawat diri dengan
baik seperti apa? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan
diri masalah apa menurut ibu yang bisa muncul? Sekarang apa
saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita
mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar
sekali, ibu perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat
gigi, odol, shampo serta sisir. Wah bagus sekali, ibu bisa
menyebutkan dengan benar.
apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan
saja tina menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa
tujuan kita sisiran dan bedandan? Jadi bisakah ibu sebutkan alat
yang digunakan untuk berdandan? Betul, bagus sekali sisir,
bedak dan lipstik.
Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali
sehari. Kalau minum sehari berapa gelas bu? Betul, minum 10
gelas perhari. Apa saja yang disiapkan untuk makan? Dimana
ibu makan? Bagaimana cara makan yang baik menurut ibu? Apa
yang dilakukan sebelum makan? Apa pula yang dilakukan
setelah makan?
Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana
biasanya ibu BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?
Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan,
berpakaian, makan dan minum serta BAB dan BAK. sekarang
bisakah ibu cerita bagaimana cara melakukan mandi, keramas
dan gosok gigi. Ya benar
pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut lalu
ambil shampo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu
bilas sampai bersih.selanjutnya mabil sabun, gosokkan diseluruh
tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih,

80
jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari
arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi ibu mulai dari depan ke
belakang. Bagus lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir
siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu
bisa pasang baju dan sisir rambutnya dengan baik
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan tentang
pentingnya kebersihan diri, manfaat dan alat serta cara
melakuakan kebersihan diri? Sekarang coba ibu ulangi lagi
tanda-tanda bersih dan rapi? Apa saja alat untuk menjaga
kebersihan diri, bagaimana cara menjaga kebersihan diri?
Bagus sekali ibu sudah menjawabnya dengan benar. Bagaimana
perasaan ibu setelah mandi? Coba lihat dicermin, lebih bersih
dan segar ya.
Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berappa kali
bu? Ya bagus mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari,
keramas 2 kali seminggu. Nanti ibu kemasukan ke jadwal ya
bu. Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan
M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga
atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka
ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus
ibu.
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang cara berdandan. apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00
sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum
WR,WB.

81
b. Sp 2 : melatih pasien berdandan/berhias
Contoh percakapan
Fase Orientasi
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan
saya?
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah
mandi?.Tampak bersih sekali, rambut juga sudah disisir,
kukunya sudah digunting yah? Bagus sekali. Kalau gosok
giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan.
Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah
melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan
mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali
juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu,
kalau ini masih dibantu kemaren ya bu. Yang masih dibantu
sama suster nanti ibu melakukannya sendiri.
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita
akan latihan berdandan. Apakah ibu bersedia?
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di
ruang tamu?
Fase Kerja.
Baiklah ibu, sebelum berdandan alat apa saja yang harus
disiapkan? Ya benar sekali sisir, bedak dan lipstik. Bagaimana
cara ibu berdandan? Apakah menyisir rmabut dulu? Bagaimana
cara ibu menyisir? Sekarang sisir rambut dulu ya. Bagus sekali
coba lihat dikaca, sudah rapi? Apa kebiasaan ibu berdandan
apakah ibu memakai bedak? Lanjutka dengan merias muka,

82
bagus . ibu tampak cantik. Apakah ibu mau pakai lipstik? Iya
pakainya tipis saja. Coba lihat dikaca cantik ya.
Fase Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara
berdandan? Lebih cantik dan rapi ya? Bisa tina sebutkan lagi
apa saja alat yang diperlukan untuk berdandan? Yah bagus
sekali. Sekarang coba sebutkan caranya bagaimana? Wah tina
memang hebat.
Baiklah ibu kita sudah melakukan berdandan kita masukan
kedalam jadwal ya. Berapa kali akan ibu lakukan? Dua kali
sehari? Sehabis mandi yaa? Jadi tina bisa tulis dijadwal harian
setiap habis mandi, tina bisa langsung berdandan. Selanjutnya
jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal yah bu, mandi 2 kali
sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas 2 kali seminggu,
gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan habis
mandi
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicarakan
tentang kebutuhan dan latihan cara makan dan minum yang
benar, apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00
sampai jumpa besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.
c. Sp 3 : melatih pasien makan secara mandiri
Contoh percakapan
Fase Orientasi
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan
saya?
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu
sudah bersih ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak,

83
kukunya sudah digunting, bajunya juga cantik. Bagus sekali.
Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah
ibu lakukan. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah
melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan
mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali
juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu,
sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang
kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu?
Oh sudah sendiri bagus sekali. Kalau berpakaiannya
bagaimana? Dilakukan sendiri, bagus sekali.
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita
akan bicara tentang kebutuhan makan dan minum, cara makan
dan minum. Apakah ibu bersedia?
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30
menit?
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di
ruang tamu?
Fase Kerja.
Baiklah ibu, sekarang kita akan diskusikan tentang kebutuhan
makan pada orang dewasa sepertin ibu dalam satu hari.
Kebutuhan makan perhari dewasa untuk perempuan antara
2000-2200 kalori dan untuk laku-laki antara 2400-2800 kalori
setiap hari. Biasanya pada orang dewasa membutuhkan semua
itu didapat dari makanan seperti makanan pokok untuk memberi
rasa kenyang : nasi, jagung, ubi jalar, singkong, dll selain itu
perlu juga lauk seperti : lauk hewani berupa daging ayam, ikan
dll serta lauk nabati seperti kacang-kacangan, hasil olahan tahu,
dan tempe. Sayur diberikan untuk memberikan rasa segar dan
melancarkan proses menelan makanan, karena biasanya
dihidangkan dalam bentuk berkuah : sayur dan umbian, kacang-

84
kacangan, buah dan susu sebagai pelengkap, akan lengkap
ditinjau dari kecukupan gizi serta minum 8-10 gelas (2500ml)
sehari. Bagaimana tina apakah sudah mengerti?
Kalau kita mau makan alatnya apa saja bu? Jadi harus ada
gelas piring dan sendok yah, sekarang piring gunanya untuk
apa? Ya benar sekali untuk menaruh makanan, selanjutnya
sendok untuk apa? Kalau gelas disiapkan untuk apa? Bagus
sekali tina sudah bisa menjawab dengan benar, bagaimana
kebiasaan sebelum , saat maupun sudah makan? Makan dimeja
makan ya? Sebelum makan kita harus cuci tangan pakai sabun.
Ya mari kita praktekkan.setelah itu duduk dan ambil makanan.
Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan tina yang pimpn.
Bagus. Mari kita makan. Saat makan kita harus mnyupakan
makan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya mari kita makan.
Setelah kita mkan kita bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya
betul dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus.
Fase Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita belajar makan dan
minum? Alat apa saja yang kita gunakan untuk makan? Setelah
makan pa saja yang kita lakukan?.
Baiklah ibu kita sudah melakukan latihan cara makan dan
minum kita masukan kedalam jadwal ya. Berapa kali akan ibu
mau makan? tiga kali sehari? Kalau pagi jam berapa? Sianbg?
Malam? Jadi tina bisa tulis dijadwal harian. Selanjutnya jangan
lupa untuk melakukan sesuai jadwal yah bu, mandi 2 kali sehari,
gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas 2 kali seminggu, gunting
kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan habis mandi
pagi dan sore.
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicrakan
tentang BAB dan BAK, apakah ibu bersedia?

85
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00
sampai jumpa besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.

d. Sp 4 : mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


Contoh percakapan
Fase Orientasi
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan
saya?
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu
sudah bersih ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak,
kukunya sudah digunting, bajunya juga cantik. Bagus sekali.
Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah
ibu lakukan. Bagaimana makan dan minum hari ini? Jam
berapa? Jam 8 ya. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu
sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan
mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali
juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu,
sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang
kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu?
Oh sudah sendiri bagus sekali. Kalau berpakaiannya
bagaimana? Dilakukan sendiri, bagus sekali. Kalau makan dan
minum masih dibantu yah. Besok harus sudah melakukannya
sendiri yah. Ibu bisa kan ibu pasti bisa karea ibu hebat.
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita
akan bicara tentang cara BAB dan BAK. Apakah ibu bersedia?
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau30
menit?

86
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di
ruang tamu?
Fase Kerja.
Baiklah ibu, ibu BAB dan BAK dikamar mandi yah? Hati-hati
pakaian jangan sampai kena ya. Lalu jongkok diwc? Bagaimana
cara ibu cebok? Bagus sebaiknya ibu cebok yang bersih setelah
BAB dan BAK. yaitu dengan menyiram air dari arah depan ke
belakang. Jangan terbalik ya. Cara seperti ini berguna untuk
mencegah masuknya kotoran /tinja yang ada dianus kebagian
kemaluan kita. Setelah ibu selesai cebok, jangan lupa tinja/air
kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja / air
kencing itu tidak tersisa dikaskus/ WC. Jika ibu membersihkan
membersihkan tinja/ air krncing seperti ini, berarti ibu ikut
mencegah penyebaran kuman berbahaya yang ada pada kotoran
/ air kencing. Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, ibu
perlu merapikan pakaian sebelum keluar dari wc. Pastikan
resleting sudah tertutup dengan rapi. Dan setelah itu jangan
lupa cuci tangan pakai sabun ya bu.
Fase Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita membicarakan cara BAB
dan BAK? Apa saja yang dilakukan saat BAB Dan BAK? Bagus
sekali bu. Nahsekarang coba ibu sebutkan cara perawatan diri
yang telah kita pelajari dan latih? Bagus sekali.
Baiklah ibu kita sudah melakukan latihan cara BAB dan BAK.
masukan kedalam jadwal ya. Selanjutnya jangan lupa untuk
melakukan sesuai jadwal yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi
2 kali sehari juga, keramas 2 kali seminggu, gunting kuku 1 kali
seminggu, ganti baju dan berdandan 2 kali sehari habis mandi
pagi dan sore, makan 3 kali sehari dan minum 8-10 gelas sehari.

87
BAB dan BAK ditempatnya. Bagaimana bu bisa dilakukan sesuai
jadwal. Bagus sekali ibu mau mencoba melakukannya
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicrakan
tentang halusinasi, apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00
sampai jumpa besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB

8. Pohon diagnosis (Direja, 2011)


Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu
BUNUHTidak
DIRIEfektif

1. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam jiwa (Fitria, 2009). Prilaku destruktif diri yang mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sundeen,
1995 dalam Direja, 2011).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai
diri sendiri yangdapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi
dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme

88
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa
alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart, 2006).

2. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori:
a. Ancaman bunuh (Suicide Threats) diri yaitu peringatan verbal atau
nonverbal bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh
diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara
verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mengomunikasikan secara non verbal.
b. Percobaan bunuh diri (Suicide Attempts), klien sudah melakukan
percobaan bunuh diri. Semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
c. Bunuh diri (Complete Suicide)yaitu terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan
yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada
waktunya.
Sementara itu, WHO mengklasifikasikan terdapat empat jenis bunuh diri,
meliputi:
a) Bunuh diri anomik
Terjadi pada orang-orang yang tinggaldi masyarakat yang tidak
mempunyai aturan atau norma dalam kehidupan sosial
b) Bunuh diri altruistic

89
Terjadi pada orang-orang yang mepunyai integritas berlebih terhadap
kelompoknya, contoh: tentara korea dalam peperangan dan pelaku
bom bunuh diri
c) Bunuh diri Egoistik
Terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya dalam suatu
kelompok sosial. Misal orang yang hidup sendiri lebih rentan untuk
bunuh diridaripada orang yang hidup ditengah keluarga, dan
pasangan yang mempunyai anak merupakan proteksi kuat
dibandingkan yang tidak memiliki anak. Masyarakat di pedesaan
lebih mempunyai integritas sosial daripada perkotaan
d) Bunuh diri fatalistik
Terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang terlalu ketat
peraturannya. Dalam hal ini individu dipandang sebagai bagian di
masyarakat dari sudut integritasi atau disintegrasi yang akan
membentuk dasar dari sistem kekuatan, nilai-nilai, keyakinan, dan
moral dari budaya tersebut

3. Etiologi(Dermawan & Rudi, 2013)


a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh
diri meliputi:

1) Diagnosis medis;gangguan jiwa


Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial

90
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk
melakukan bunuh diri.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
5) Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
b. Faktor presipitasi
1) Sumber dari klien; kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan,ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab prilaku kekerasan
2) Sumber dari lingkungan; situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab lain.
3) Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
prilaku kekerasan.
c. Stressor pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan. Faktor pencetus
seringkalli berupa kejadian yang memalukan, seperti masalah
interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang
mencoba atau melakukan bunuh diri atau pengaruh media yang
menampilkan peristiwa bunuh diri
d. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan prilaku merusak diri tak
langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
e. Intensitas Bunuh diri

91
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Shivers (1998) mengkaji
intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating
Scale), intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel
berikut:

skor Intensitas

0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
1
mengamcam bunuh diri

2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
Skor Intensitas
Mengancam bunuh diri, misalnya : “tinggalkan saya sendiri atau
3
saya bunuh diri”
4 Aktif mencoba bunuh diri

4. Tanda dan Gejala (Dieja, 2011)


a. Observasi
1) Muka merah
2) Pandangan tajam
3) Otot tegang
4) Nada suara yang tinggi
5) Berdebat
6) Suka memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika
tidak senang
b. Wawancara
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri
2) Mengungkapkan keinginan unutk mati
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4) Impulsif

92
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (menjadi sangat
patuh)
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan)
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah, mengasingkan diri)
9) Kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sangat depresi,
psikosis, dam menyalahgunakan alkohol)
10) Kesehatan fisik (biasanya pada pasien dengan penyakit kronis
atau terminal)
11) Pengangguran (kehilangan pekerjaan atau kegagagalan dalam
karir)
12) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
13) Konflik interpersonal
14) Latar belakang keluarga
15) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

5. Rentang Respon (Direja,2011)

Rentang Respon Resiko Bunuh Diri


Respon adaptif respon maladaptive
peningkatan pengambilan perilaku pencederaan bunuh
diri resiko yang destruktif- diri diri
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung

93
a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya
yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat
kerjanya.
b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap
pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif)
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

94
6. Pohon Masalah

Effect Bunuh diri

Core problem Resiko bunuh diri

Causa Isolasi sosial

Harga diri rendah


kronis
Gambar 6.1 Pohon Masalah Risiko Bunuh Diri
7. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,
makaperawat dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan
ketempat yang aman
2) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
3) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet,
gelas, tali pinggang)
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

c. Strategi Pelaksanaan
1) SP 1 Pasien: Mengidentifikasi resiko bunuh diri (isyarat,
ancaman atau percobaan bunuh diri dan membantu
mengamankan benda-benda berbahaya di sekeliling pasien.
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!

95
Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum !, perkenalkan nama saya perawat MT, Nama
kamu siapa? Senang di panggil apa? Baiklah, namanya B ya?
Bagus sekali. ”Bagaimana perasaan B hari ini? O... jadi B merasa
tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin
bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas
tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau
berapa lama? Dimana?”Disini saja yah!
Fase Kerja
“ Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah
dengan bencana ini B merasa paling menderita di dunia ini?
Apakah A kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak
berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah
B merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A
sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B berniat
untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa
B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa
sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien
telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan
mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan
segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya
perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak
ada benda benda yang membahayakan B.”
”Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat
untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B
sendiri.”
”Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau
keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung

96
minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang
sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..”.
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa
sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B.
Bagimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih
ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya
atau perawat yang lain. ” Baiklah B bagaimana kalau dua jam lagi
kita bertemu? Tempatnya di sini saja? Saya permisi dulu.

2) SP 2 Pasien: membantu pasien meningkatkan harga diri


dengan melatih kemampuan/aspek positif yang dimiliki.
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini
Fase Orientasi
Assalamu’alaikum B! Bagaimana perasaan B saat ini? Masih
adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita
dua jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang rasa
syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”
Fase Kerja
Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira
yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal
yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang
membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada
yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa
yang masih dapat B lakukan selama ini”. Bagaimana kalau B
mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa
sebutkan kembali apa-apa saja yang B patut syukuri dalam hidup

97
B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika
terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus B. Coba
B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu
disyukuri! Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi
masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada
perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
Permisi
3) SP 3 Pasien: Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
dan melatih pasien menerapkan pola koping yang konstruktif
dalam kegiatan harian
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!
Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada
keinginan bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu
disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang
bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau
berapa lama? Di sini saja yah ?”
Fase Kerja
Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain
bunuh diri, apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow banyak juga
yah. Nah coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-
masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang
paling menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya
setuju. B bisa dicoba!
FaseTerminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara
mengatasi masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari
ini, B menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B tadi.
Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk
membahas pengalaman B menggunakan cara yang dipilih dan

98
melatih cara yang ke empat yaitu bagaimana cara mencapai masa
depan B ”. “sampai jumpa”.

4) SP 4 Pasien: Melatih pasien cara mencapai harapan masa


depan yang realistis
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!
Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada
keinginan bunuh diri? Apakah B sudah melatih cara yang saya
ajarkan kemarin? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang
bagaimana cara mencapai harapan di masa depan. Mau berapa
lama? Di sini saja yah ?”
Fase Kerja
Coba ceritakan apakah B mempunyai keinginan untuk msa depan
B. bagus sekali B. Menurut B apa saja kegiatan yang dapat B
lakukan untuk masa depan B. ”Bagus sekali, cara yang mana? Ya,
saya setuju. B bisa dicoba!”Mari kita buat rencana kegiatan untuk
masa depan B.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara
mengatasi masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari
ini, B menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B tadi.
Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk
membahas pengalaman B menggunakan cara yang dipilih”.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien risiko bunuh


diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:

99
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya
risiko bunuh diri (gunakan booklet)
3) Menjelaskan cara merawat risiko bunuh diri
4) Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi
dukungan pencapaian masa depan
5) Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan
suasana positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan
anggota keluarga
6) Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa
depan serta langkah-langkah mencapainya
7) Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk
mencapai harapan masa depan
8) Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan

c. Strategi Pelaksanaan pada keluarga


1) SP 1 Keluarga: Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien resiko bunuh diri dan membantu
mengamankan barang-barang berbahaya yang ada di sekitar pasien
2) SP 2 Keluarga: membantu pasien meningkatkan harga diri dengan
melatih kemampuan/aspek positif yang dimiliki.
3) SP 3 Keluarga: Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif dan
melatih pasien menerapkan pola koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian
4) SP 4 Keluarga: Menganjurkan keluarga mendiskusikan dengan
klien tentang harapan masa depan serta langkah-langkah
mencapainya sesuai jadwal dan berikan pujian pada keluarga

100
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, L.J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Dalami, E. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Jiwa.TIM. Jakarta

Dermawan, D. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing. Yogyakarta

Direja, A.H.S. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika.


Yogyakarta

Keliat, Budu Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC,


Jakarta.

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. EGC. Jakarta

Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri. EGC. Jakarta

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta

Wilkinson, J.M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, EGC. Jakarta

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. PT. Refika Aditama, Bandung.

101

Anda mungkin juga menyukai