Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FEMORAL SHAFT FRACTURE

PADA ……. DI RUANG ……. RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA


ACEH

Disusun Oleh:

AFRIYANTI
2207901016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWTAHUN 2023
LAPORAN
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Fraktur femur yaitu adalah gangguan kontinuitas tulang femur baik
secara lengkap maupun tidak lengkap (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Sama
seperti jenis frakturlain, fraktur femur dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi
bergantung dari lokasi, garispatah, dan tipe fraktur.

Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur tulang femur yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur
shaft femur adalah fraktur diafisis femur, 5 cm distal dari trochanter minor dan 5 cm
proximal dari tuberkulum adductor (Mansjoer, 2000).

B. Etiologi
Fraktur femur dapat disebakan karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan
kasus kekerasan. Fraktur jenis spiral biasanya disebabkan karena jatuh dengan
posisi duduk. Sedangkan fraktur jenis transversal dan oblique dapat disebabkan
karena kecelakaan lalu lintas dan kasus kekerasan (Solomon et al., 2010). Fraktur juga
dapat diklasifikasikan sebagai fraktur patologis. Fraktur patologis dapat disebabkan
oleh penyakit tulang seperti osteoporosis, kanker tulang yang telah bermetastasis,
malnutrisi, konsumsi minuman bersoda hingga konsumsi obat-obatan HIV dan
endometriosis yang efek sampingnya dapat menurunkan densitas tulang (William &
Hopper, 2014).

C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat dibedakan berdasarkan derajatnya, menurut (Aisyah,
2017) antara lain :
1. Fraktur Tertutup (closed), karena tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open), karena terdapat hubungan atara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya luka di kulit, fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga
derajat: Derajat I ( jaringan terkena luka sedikit), Derajat II ( kerusakan jaringan
lunak ) dan Derajat III ( kerusakan yang luas, dan meliputi struktur kulit maupun
otot).
3. Fraktur Complate, yaitu pada seluruh garis tengan tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal).
4. Fraktur Incomplet, yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.

D. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis dari fraktur yaitu nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Brunner &
Suddarth, 2016).
1. Nyeri yang terus menerus dan bertambah beratnya dan akan bertambah nyerinya
sampai fragmen tulang di imobilisasi.
2. dari fungsi dan deformitas (cenderung bergerak secara tidak alamiah dan adanya
pemendekan pada tulang)
3. (teraba adanya suaraderik tulang akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainnya)
4. pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit (terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur

E. Patofisiologi
Fraktur pada tulang femur menyebabkan pergeseran fragmen tulang. Selain itu
terjadijuga spasme otot yang juga menarik fragmen tulang dari garis posisi
anatomis tulang.Pergerseran fragmen tulang tersebut menyebabkan deformitas
dan mengganggu fungsitulang sebagai alat gerak. Adanya cedera otot atau tendon juga
menyebabkan kelemahan padaarea fraktur. Terjadinya perdarahan dapat disebabkan
karena cedera jaringan lunak ataucedera pada tulang yang mengalami fraktur. Pada
tulang besar yang juga memproduksi seldarah, perdarahan dapat menyebabkan tubuh
kekurangan cairan dan berakibat syokhipovolemik. Selain itu terjadi pula
proses peradangan yang menyebabkan vasodilatasi,edema, nyeri, dan infiltrasi sel
darah putih.
F. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Syok
Femur merupakan tulang besar yang dilalui pembuluh darah besar. Selain itu,
padatulang femur juga terdapat red bone marrow yang berfungsi
memproduksi seldarah, sehingga jika terjadi fraktur pada tulang femur,
pasien rentan kehilangandarah yang banyak. Perkiraan perdarahan akibat fraktur
femur yaitu 1000 – 1500ml. Hal tersebut menyebabkan pasien rentan
mengalami syok hipovolemik (Solomon et al., 2010).
b. Fat Embolism dan ARDS
Yellow bone marrow pada tulang panjang termasuk tulang femur menyimpan
sel-sellemak. Saat terjadi fraktur, sel lemak tersebut dapat masuk ke aliran
darah danakhirnya menyumbat pembuluh darah. Jika sumbatan tersebut terjadi
di paru, maka akan terjadi acute respiratory distress syndrome (ARDS). Gejala
yang timbul padapasien dengan distres pernapasan yaitu napas pendek, lemas,
peningkatan suhu dannadi, serta abnormal pada hasil nilai gas darah (Solomon et
al., 2010).
c. Tromboembolism
Komplikasi ini disebabkan karena penggunaan traksi yang lama (Solomon et
al.,2010). Oleh sebab itu penting dilakukan rentang pergerakan sendi untuk
mencegah terbentuknya trombus.
d. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen yaitu peningkatan tekanan di kompartemen otot
yang menyebabkan tertekannya pembuluh darah, saraf, dan otot. Hal ini
disebabkan oleh perdarahan atau tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat. Sindrom kompartemen menyebabkan tergangggunya sirkulasi
yang semakin lama membuat saraf dan sel otot menjadi mati.
e. Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada fraktur terbuka atau pemasangan fiksasi internal.
Olehsebab itu pasien diberika antibiotik sebagai terapi profilaksis (Solomon et
al., 2010).

2. Komplikasi Lanjutana
a. Delayed union dan non-union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur menyambung sesuai dengan waktu
yang biasa dibutuhkan. Waktu dari penyambungan fraktur dapat
berbeda-beda sesaui lokasi dan jenis fraktur. Sedangkan non-union yaitu
kegagalan tulang menyambung setelah 6 bulan (Solomon et al., 2010). Kedua
hal ini disebabkan karena kurangnya peredaran darah pada area fraktur. Revisi
prosedur biasanya dilakukan jika terjadi delayed union atau non-union.
b. Malunion
Malunion yaitu penyambungan tulang fraktur yang tidak sesuai atau mengalami
deformitas. Angulasi deformitas kurang dari 15 derajat dapat dianggap baik dan
tidak memerlukan koreksi (Solomon et al., 2010).
c. Kekakuan sendi
Kekakuan sendi dapat terjadi akibat fraktur femur akibat adanya luka pada sendi
atau karena adhesi jaringan lunak selama pengobatan. Hal tersebut dapat dicegah
dengan dilakukan fisioterapi awal dan evaluasi ulang (Solomon et al., 2010).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Hernawilly, 2017), pemeriksaan pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada fraktur yaitu:
1. Dimulai dengan melakukan anamnesa atau pemeriksaan umum.
2. Pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan menggunakan sinar Rontgen (sinar-x)
yang digunakan untuk melihat gambaran tiga dimensi dari keadaan tulang dan
kedudukan tulang yang sulit, dan untuk menetukan lokasi atau luasnya fraktur atau
juga luasnya trauma.
3. CT Scan, merupakan pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
digunakan untuk memperlihatkan jaringan lunak atau adanya cedera ligament dan
tendon.
4. Permeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dipergunakan untuk mengetahui lebih jauh
kelainan yang ada meliputi :
a. Kalsium serum dan fosfor serum
b. Fosfatase alkali, biasanya akan meningkat setelah adanya
b. kerusakan tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5),
d. aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase akan ada peningkatan pada tahap
penyembuhan tulang

H. Penatalaksaan
Tujuan utama penatalaksanaan fraktur yaitu untuk meluruskan kembali
tulang yang fraktur, menjaga posisi tulang tetap normal, memulihkan fungsi tulang yang
patah, dan mencegah komplikasi (White, Duncan, & Baumle, 2013). Berikut merupakan
penatalaksaan fraktur:
1. Perdarahan
Pada kegawat daruratan, dilakukan penghentian perdarahan dengan balut tekan,
dan menstabilkan tulang yang patah. Selain itu dilakukan pula penggantian cairan
dan darah, serta penatalaksanaan untuk mengurangi nyeri pasien.
2. Rekognisi/pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
Hal yang dilakukan adalah mengkaji riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka,
deskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah, serta
adanya krepitasi.
3. Reduksi/manipulasi/reposisi
Reduksi atau manipulasi adalah upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimum.
4. Retensi/immobilisasi
Retensi atau immobilisasi dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimum.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. &. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Post Operasi
Fraktur Femur Dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri di RSUD Koja Jakarta Utara.
Jurnal Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu Volume 1.

Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12.
Jakarta: EGC.

Hernawilly. (2017). Faktor-faktor yang berkontribusi pada pelaksanaan ambulasi. Jurnal


Keperawatan, 50-62.

Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth’sTextbook of Medical-Surgical Nursing (12th Ed.). Philadelphia: Lippincott

Williams &Wilkins.Solomon, L., Warwick, D. J., & Nayagam, S. (2010). Apley’s System of
Orthopaedics andFractures, Ninth Edition. Malaysian Orthopaedic, 4(3),
992.https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical-surgical nursing: an


integratedapproach (3rd ed.). New York: Delmar, Cengage Learning.Williams, L.
S., & Hopper, P. D. (2014). Understanding Medical Surgical Nursing
(3rdedition). Philadelphia: F.A David Company

Anda mungkin juga menyukai