Anda di halaman 1dari 13

Setiap hari, lebih dari 400 bayi (0-11 bulan) meninggal di

Indonesia
Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka Kematian Balita
(AKBal) di Indonesia masih cukup tinggi . Berdasarkan
SDKI 2007, pada tahun 1990 angka kematian bayi sebe-
sar 68 per 1000 kelahiran hidup (KH). Data terakhir , AKB
menjadi 34/1000 KH dan AKBal 44/1000 KH. Walaupun
angka ini telah turun dari tahun 1990, penurunan ini ma-
sih jauh dari target MDG tahun 2015 dimana AKB diharap-
kan turun menjadi 23 dan AKBal 32 per 1000 kelahiran
hidup. Jika dibandingkan dengan Negara tetangga di Asia
Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan
Filipina AKB dan AKBal di negara kita jauh lebih tinggi.

Penyebab Kematian Bayi dan Balita


Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita
adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/
neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini
meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi.
Diare dan pneumonia merupakan penyebab kema-
tian berikutnya pada bayi dan balita, disamping pe-
nyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi.

Terdapat disparitas angka kematian bayi dan balita yang cukup besar antar provinsi. Provinsi dengan AKB - AKBalita
tertinggi (Sulbar: AKB 74/1000 KH dan AKBalita 96/1000KH) memiliki nilai 4 kali lebih besar daripada provinsi dengan AKB
dan AKBalita terendah (DIY: AKB 19/1000 KH dan AKBalita 22/1000 KH).
KH = Kelahiran Hidup

Angka Kematian Neonatal, Bayi dan Balita per Provinsi


Masalah Kesehatan Bayi dan Balita di Indonesia
Masalah pada Neonatus
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa
neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Komplikasi yang menjadi penyebab
kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi.
Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani. Namun terkendala
oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan
sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambat-
nya deteksi dini dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kese-
hatan

Penyakit Infeksi
Masalah kedua penyebab kematian pada bayi dan terutama balita adalah penyakit in-
feksi, diare dan pneumonia. Pencegahan, deteksi dini, serta penanganan yang cepat dan
tepat dapat menekan kematian yang diakibatkan penyakit ini
Diare erat kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat, ketersediaan air bersih,
serta sanitasi dasar. Pneumonia terkait erat dengan indoor and outdoor pollution (polusi di
dalam dan di luar ruangan), ventilasi, kepadatan hunian, jenis bahan bakar yang dipakai,
kebiasan merokok, status gizi, status imunisasi dan lama pemberian ASI . Sosialisasi yang
terkait dengan upaya pencegahan dan deteksi dini serta mengurangi faktor resiko menjadi
hal penting.

Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Gangguan pertumbuhan akibat gizi buruk tidak hanya terjadi di daerah yang kurang
pangan. Tidak hanya juga terjadi pada keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah.
Bahkan di daerah penghasil pangan masih terjadi kasus gizi buruk. Pun di perkotaan
dan ditengah keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah. Penyebab gizi
kurang dan gizi buruk dapat dipilah menjadi tiga hal, yaitu: pengetahuan dan perilaku
serta kebiasaan makan; penyakit infeksi; ketersediaan pangan.
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
dari tahun 2007 ke 2010, untuk gizi kurang tetap 13,0 dan untuk gizi buruk, dari 5,4
menjadi 4,9.

Penyebab Kematian Bayi dan Balita Tak Langsung


Beberapa faktor menjadi penyebab tidak langsung kematian bayi dan balita.
Dari sisi kebutuhan (demand), antara lain adalah sosial ekonomi yang ren-
dah, pendidikan ibu, kondisi sosial budaya yang tidak mendukung, kedudu-
kan dan peran perempuan yang tidak mendukung, akses sulit, serta perilaku
perawatan bayi dan balita yang tidak sehat. Sementara ketersediaan sarana
dan prasarana kesehatan yang belum merata, kesinambungan pelayanan
KIA yang belum memadai, pembiayaan pelayanan KIA yang belum me-
madai, menyumbangkan masalah dari sisi supply
Kurangnya ketersediaan dan penyebaran tenaga
kesehatan
masih menjadi masalah dalam penurunan kematian bayi dan
balita
Bila dilihat ketersediaan bidan di desa, masih banyak desa yang tidak memiliki bidan. Hanya provinsi di pulau Jawa dan
sebagian kecil Sumatera yang melebihi 80% desa yang memiliki bidan. Papua dan Papua Barat barkisar antara 20-40%,
sebagian besar provinsi di pulau Kalimantan baru 40-60% desa yang memiliki bidan. Dari penyebarannya terlihat,
sebagian besar masih berkumpul di pulau Jawa. Kendala bagi keberadaan bidan di desa antara lain:
• Di kabupaten tertentu jumlah bidan tidak sesuai dengan jumlah desa. Untuk itu perlu dilihat ketersediaan
dan pemanfaatan perawat di desa.
• Bidan desa tidak bertempat di desa sesuai dengan Surat Keputusan
Bupati
• Tidak adanya reward dan punishment bagi bidan desa
Demikian juga dengan ketersediaan dan penyebaran dokter spe-
sialis anak. Belum semua kabupaten memiliki dokter spesialis
anak yang merupakan tempat rujukan pelayanan kesehatan anak.
Pembiayaan dan Anggaran
Berbagai kegiatan dan program kesehatan anak untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita yang telah terbukti
efektif perlu dilaksanakan oleh pemerintah daerah ,baik kabupaten maupun provinsi, dan pemangku kepentingan
(stakeholders). Karenanya dibutuhkan alokasi dana APBD yang sesuai dengan kebutuhan program dan kegiatan tersebut.
Sumber pembiayaan KIA sendiri dapat dirinci sebagai berikut:
• APBD Kabupaten/Kota
• APBD Provinsi
• Dana APBN, melalui dana dekonsentrasi (dana dekon), TP (Tugas Perbantuan), DAK (Dana Alokasi Khusus), DAU
(Dana
Alokasi Umum), BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), Jamkesmas Nasional
• Donor, dapat berupa Company Social Responsibillities (CSR), dana masyarakat mandiri, dana hibah yang tidak
mengikat, bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dalam negeri maupun luar negeri.
Beranjak dari pengalaman selama ini, banyak daerah yang mengandalkan dana dari pusat. Sudah diketahui bersama,
banyak
kendala pengucuran dana dari pusat ke daerah. Antara lain karena alokasi dana yang tidak dapat memenuhi seluruh
kebutuhan - karena sifatnya yang supporting-, pencairan dana yang membutuhkan proses panjang, ataupun penggunaannya
yang terbatas. Untuk itu pemerintah daerah haruslah mengalokasikan dana yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
proses pemetaan dan perencanaan yang matang demi tercapainya tujuan program ini.
Mengacu pada PP 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan, sudah selayaknya pemerintah daerah menjadikan
APBD
sebagai prioritas penggunaan dana dalam kegiatan KIA. Adapun dana yang berasal dari pemerintah provinsi dan pusat,
lebih bersifat sebagai pendukung.
Gambaran kondisi anggaran KIA selama ini kurang lebih dapat di jabarkan dalam tabel di bawah .
Millenium Development Goals
Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millenium adalah komitmen 189 kepala negara yang
ber- tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia yang akan dicapai pada tahun 2015. Komitmen ini ditindak
lanjuti dengan perencanaan masing-masing negara, sesuai kebutuhan masing-masing. Tersedia kerangka konsep
internasional untuk bekerja bersama menuju tujuan yang sama, memastikan pembangunan manusia menyentuh semua
orang di semua tempat. Bila tujuan pembangunan milenium tercapai, separuh dari kemiskinan dunia bisa teratasi, puluhan
juta jiwa tertolong dan milyaran lainnya akan mendapat kesempatan memperoleh keuntungan dari ekonomi global.

8 Tujuan Pembangunan Millenium

MDG 4
Menurunkan Angka Kematian
Anak
MDGs telah diterjemahkan ke dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJM) tahun 2005-2009 dan RPJM
2010-2014 melalui Peraturan Presiden no 7 tahun 2005 dan no 5 tahun 2010.
Targetnya adalah menurunkan kematian balita sebesar dua pertiganya dari keadaan tahun 1990 dengan indikator proksi
• Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup
• Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal) menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup
• Proporsi imunisasi campak pada anak yang berusia 1 tahun, mencakup 90 % dari seluruh sasaran
Penurunan angka kematian bayi dan balita dapat dikatakan sesuai harapan (on track). Namun perlu upaya yang keras
agar dapat mencapai target MDG bila dilihat lambatnya penurunan angka kematian baik bayi maupun balita. Untuk itu
perlu du-
kungan pemerintah daerah, DPRD, organisasi profesi, organisasi terkait, dan stakeholders lainnya dalam menurunkan
angka kematian bayi dan balita tersebut.
Intervensi yang sudah dilakukan dalam program kesehatan anak :
• Pemberdayaan masyarakat melalui penggunaan buku KIA, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Perawatan Metode Kanguru
• Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dengan penerapan MTBS, manajemen asfiksia, manajemen BBLR,
per- salinan oleh tenaga kesehatan, kunjungan rumah, pengadaan obat program, dan peningkatan kompetensi
petugas
• Pembiayaan kesehatan dengan Jamkesmas, Jamkesda, dana dekonsentrasi dan BOK (Banatuan Operasional
Ke- sehatan);
• Survailans kesehatan melalui penggunaan kohort bayi, kohort anak balita, PWS KIA, Otopsi Verbal, Audit Maternal
Perinatal
Indeks Pembangunan
Manusia
Pemikiran kontemporer mengenai pembangunan telah menempatkan kembali manusia sebagai subyek atau pusat dari
proses pembangunan. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan ling
kungan yang memungkinkan bagi penduduknya untuk menikmati umur panjang,
sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif.

United Nation Development Program (UNDP) telah mengembangkan Human Deve


lopment Index (HDI) yang mencakup 3 komponen dasar yang secara operasional da
pat menghasilkan suatu ukuran untuk merefleksikan upaya pembangunan manusia di
suatu wilayah, yaitu:

• peluang hidup (longevity) yang diukur berdasarkan ratarata usia harapan hidup,
• akses terhadap pengetahuan (knowledge) yang diukur berdasarkan prosentase
kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat partisipasi bersekolah yang
diperoleh dari rasio gabungan pendaftaran bersekolah dari tingkat sekolah dasar
hingga sekolah lanjutan atas atau , dalam bahasa yang lebih mudah, ratarata
lama sekolah.
• standard hidup yang layak (decent living) yang diukur berdasarkan pendapatan per kapita dalam paritas daya beli dalam
dollar AS.

Ketiga dimensi ini mempunyai nilai standar antara 0 dan 1, yang kemudian diambil reratanya untuk mendapatkan nilai HDI
dalam kisaran 0 sampai 1.

Apabila diperhatikan dengan seksama terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia, indeks HDI mengalami ke
naikan dari 0.729 menjadi 0.734, namun tetap berada pada peringkat ke 111 dan berada dalam kategori Menengah seperti
tahun sebelumnya. Kenaikan indeks tersebut disebabkan oleh kenaikan indikator PDB per kapita (dari US$ 3,532 menjadi
US$ 3,712) dan usia harapan hidup (dari 70,1 menjadi 70,5 tahun), sedangkan tingkat kemampuan bacatulis orang dewasa
dan rasio pendaftaran bersekolah tetap sama (yaitu 90% dan 68,2%).

Perkembangan indeks pembangunan manusia di Indonesia :

Angka Usia Harapan Hidup -yang memberikan kontribusi


terhadap nilai HDI- dipengaruhi oleh 3 hal. Pertama,
Angka Kematian Bayi dan Balita. Kedua, Angka Kematian
Ibu, Ketiga,Angka gizi kurang dan gizi buruk. Jika UHH
meningkat, maka HDI akan meningkat. Karenanya, agar
peringkat HDI Indonesia naik, salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah dengan menurunkan AKB dan AKBal.
Indikator Kesehatan Bayi dan Balita
Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan
kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal. Untuk itu
dipakai indikator-indikator yang bisa menjadi ukuran keber-
hasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita yaitu :
1. Pemeriksaan neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari)
melalui kunjungan neonatal I, II, dan III
2. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani
3. Pelayanan kesehatan bayi
4. Pelayanan kesehatan anak balita

Kunjungan neonatus merupakan salah satu intervensi untuk


menurunkan kematian bayi baru lahir

Pemeriksaan Neonatus

Pengertian cakupan kunjungan neonatal adalah


pelayanan kepada neonatus pada masa 6 jam sampai
dengan 28 hari setelah kelahiran sesuai standar.
Pelayanan Neonatus minimal 3 kali yaitu :
Satu kali pada 6-48 jam (KN 1)
Satu kali pada 3-7 hari (KN 2)
Satu kali pada 8-28 hari (KN 3)

Kunjungan neonatal lengkap adalah bila neonatus


melakukan kunjungan ke tenaga/fasilitas kesehatan atau
dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 kali sesuai
waktu yang telah ditentukan. Dalam melaksa-nakan
tugas ini, tenaga kesehatan menggunkan algoritma bayi
muda < 2 bulan pada Manajemen Terpadu Balita Sakit.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk menemukan secara
dini jika terdapat penyakit atau tanda bahaya pada
neonatus sehingga pertolongan dapat segera diberikan
untuk mencegah penyakit bertambah berat yang dapat
menyebabkan kematian

Neonatus dengan komplikasi yang ditangani

Cakupan neonatus dengan komplikasi yang


ditangani adalah neonatus dengan komplikasi di satu
wilayah kerja pada satu tahun yang ditangani sesuai
dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih di
seluruh sarana pelayanan kesehatan.
Neonatus dengan komplikasi adalah Neonatus
dengan penyakit atau kelainan yang dapat
menyebabkan kesakitan, kecacatan atau kematian
seperti asfiksia, ikterus (kuning), hipotermia, tetanus
neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (bayi
berat lahir rendah < 2500 gr ), sindroma gangguan
pernapasan, kelainan kongenital, dll
Indikator Kesehatan Bayi dan Balita
Pelayanan kesehatan bayi

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi post


neonatal yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai
dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang
memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4
Sumber: laporan rutin 2009
kali disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Standar pelayanan minimal:
• satu kali pada umur 29 hari-2 bulan
• satu kali pada umur 3-5 bulan
• satu kali pada umur 6-8 bulan
• satu kali pada umur 9-11 bulan

Pelayanan yang diberikan :


• Penimbangan berat badan
• Imunisasi dasar lengkap
• Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang
• Pemberian Vitamin A setiap bulan Februari dan
Agustus (untuk bayi 6 bulan ke atas)
• Konseling perawatan bayi termasuk ASI eksklusif DOK: PUSKOMLIK KEMENKES RI
dan pemberian makan tambahan DOK: PUSKOMLIK KEMENKES RI

Pelayanan kesehatan balita

Cakupan pelayanan kesehatan balita adalah anak


balita (12—59 bulan) yang memperoleh pelayanan
pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun,
pemberian vit. A 2 kali setahun.
Standar pelayanan minimal yang diberikan:
• Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan minimal 8 kali dalam 1 tahun
• Pemberian vitamin A setiap bulan Februari dan
Agustus
• Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang balita minimal 2 kali dalam 1 tahun
Upaya Meningkatkan Kesehatan Anak

APA YANG BISA KITA LAKUKAN……..?

Antara lain:
1. Perawatan anak di tingkat rumah tangga dan keluarga, deteksi
dini penyakit serta perilaku mencari pertolongan.
• Mendorong peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat
termasuk partisipasi mereka dalam kesehatan ibu dan anak.
• Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan
dan deteksi dini penyakit
• Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya kese-
hatan dengan penggunaan buku KIA.
• Penggunaan bagan MTBS dalam penanganan balita sakit
• Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan
masyarakat

Dokumen Puskomlik kemenkes RI

2. Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan


kesehatan
• Penempatan bidan di semua desa
• Penempatan dokter, bidan, dan perawat di semua
puskesmas dan jaringannya
• Kunjungan rumah
• Pengadaan obat program
• Penyediaan alat kesehatan
• Memperbaiki fasilitas dan sistem rujukan
• Pelatihan, penyegaran pengetahuan, kursus bagi
tenaga kesehatan
• Perbaikan kurikulum dan metode pendidikan disesuai-
kan dengan kebutuhan program (pre service), pening-
katan in service training

3. Advokasi pada pemerintah daerah / penentu kebijakan,


untuk:
• Peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat / ke-
luarga
• Memperbaiki sistem dan manajemen program
• Mobilisasi dukungan keuangan di daerah untuk KIA
untuk pembiayaan yang lebih proporsional
• Peningkatan anggaran KIA di daerah dengan
pendekatan investasi (lebih promotif-preventif).
• Berdasarkan kebijakan desentralisasi dan SPM,
mengambil keputusan dengan memprioritakan
investasi dan intervensi efektif KIA
• Membangun kemitraan yang efektif dengan lintas
program dan lintas sektor
• Penyediaan SDM Kesehatan di seluruh puskesmas,
pustu dan desa.
Peran Pengambil Kebijakan
dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan
Anak

APA YANG BISA DILAKUKAN……………?

Pemerintah
• Mendorong peningkatan peran serta swasta dan masyarakat madani
• Penyediaan sistem pelayanan kesehatan untuk Daerah Terpencil, Tertinggal, Perbatasan
• Peningkatan kualitas petugas kesehatan melalui perbaikan kurikulum dan metode pendidikan disesuaikan dengan
kebu- tuhan program, peningkatan in service training dalam perawatan bayi baru lahir dan anak, pelayanan
kesehatan anak sesuai standar, penanganan komplikasi dan rujukan
• Regulasi untuk memberikan kewenangan lebih bagi tenga kesehatan
• Mengembangkan kebijakan dalam upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi distribusi pangan

Pemerintah daerah di tingkat propinsi dapat melakukan


• Mendorong peningkatan peran serta swasta dan masyarakat madani
• Revitalisasi UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat)
• Meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu termasuk pelatihan tenaga terampil dan meningkatkan
dana operasional
• Public Private Mix di daerah perkotaan (sinergi pemerintah dan swasta)
• Pembiayaan Operasional Program Kesehatan bayi baru lahir, balita dan anak.
• Mobilisasi dukungan keuangan di daerah untuk KIA

Pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota dapat melakukan


• Lebih mendorong peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat dengan a.l. meningkatkan partisipasi mereka
dalam kesehatan ibu dan anak.
• Menjadikan posyandu sebagai focal point untuk mendorong upaya perilaku hidup sehat
• Mendorong peningkatan peran serta swasta dan masyarakat madani
• Peningkatan anggaran KIA di daerah dengan pendekatan investasi (lebih promotif-preventif).
• Peningkatan jangkauan & kualitas pelayanan bayi baru lahir dan anak, termasuk distribusi tenaga kesehatan di
tingkat puskesmas dan desa/kampung.
• Mobilisasi dukungan keuangan di daerah untuk KIA berkaitan dengan pemecahan masalah berdasarkan inisiatif
daerah sebagai respon dari keberagaman masalah
• Peningkatan kemitraan, dukungan organisasi profesi dengan stakeholders (Lintas Program/Lintas Sektor)

SKEMA KOORDINASI LINTAS SEKTOR

Kemenkes dan Dinas Kesehatan

Administrasi Publik dan


Penyusun Kebijakan Publik

Pemerintah Pusat
Politik Pemerintah Daerah
Ilmu Kedokteran dan Partai Politik
kesehatan dan berbagai pressure

Lembaga-lembaga yang berada dalam


sistem rujukan kesehatan Ibu dan
Anak

Kerja sama dari ketiga pihak diatas, Menteri Kesehatan sebagai pimpinan teknis sektor kesehatan, para Gubernur,
Bupati dan Walikota sebagai pimpinan daerah, dan lembaga dalam sistem rujukan dimotori oleh dokter spesialis anak,
dokter umum, bidan, dan perawat yang bertugas langsung di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai