Askep Skabies
Askep Skabies
Oleh Kelompok 7 :
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap puji
syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal sehat
sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN :
SCABIES”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah “KEPERAWATAN
DEWASA”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bpk. Ns. Uti Rusdian Hidayat, M.Kep, selaku ketua STIKES Yarsi Pontianak.
2. Ibu. Ns. Nur Pratiwi, M.Kep, selaku ketua prodi S1 Keperawatan STIKES Yarsi
Pontianak.
3. Ibu, Ns. Dewin Sapitri, M.Kep Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan
Dewasa.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................1
C. Metode Penulisan………………………………………………………………2
D. Ruang Lingkup Penulisan……………………………………………………..2
E. Sistematika Penulisan…………………………………………………………..2
A. Hasil Peneltian....................................................................................................16
B. Keterbatasan Peneltian........................................................................................30
C. Implikasi Penelitian.............................................................................................31
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN...................................................................................................33
B. SARAN...............................................................................................................34
Referensi
Lampiran SAP
Lampiran Jurnal Penelitian
Daftar Konsul
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Scabies merupakan penyakit infeksi menular pada kulit yang disebabkan oleh
tungau (Sarcoptes scabiei). Infeksi scabies dapat terjadi pada siapa saja. Infeksi ini
dinyatakan sebagai penyakit kulit yang terabaikan menurut World Health
Organizationn (WHO) dan merupakan masalah kesehatan yang signifikan pada banyak
negara berkembang. Infeksi ini harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat
untuk menghentikan penyebaran. (WHO, 2020)
Penyakit infeksi kulit merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di
negara berkembang apalagi pada masyarakat yang tinggal di daerah kumuh dan daerah
pemukiman resntan terjadinya infeksi virus pada kulit salah satunya yaitu
scabies,namun dapat dicegah dengan melakukan edukasi tentang dan perawatan pada
klien yang menderita penyakit kulit seperti scabies. (WHO,2020)
Scabies merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di seluruh
dunia dengan estimasi prevalensi sebanyak 300 juta individu yang terserang.
Prevalensi scabies di Indonesia menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Depkes RI) berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2018 adalah
5,6%- 12,95% dan menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit terbanyak. Faktor
yang mengakibatkan tingginya prevalensi scabies antara lain kelembaban yang tinggi,
rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi, higiene personal yang buruk, pengetahuan,
sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. (DEPKES RI, 2018)
Berdasarkan latar belakang diatas tim penulis berharap dapat mengintegrasikan
hasil penelitian ke dalam makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Integumen : Scabies” serta bisa memberikan dampak
positif dalam memberikan pelayanan kepada pasien di kemudian hari.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
a. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan agar setiap orang, khususnya Mahasiswa/i keperawatan
dapat memahami dan mengintegrasikan hasil penelitian ke dalam Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Integumen : Scabies.
1
b. Tujuan Khusus.
Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini antara lain agar :
1) Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan konsep penyakit scabies
dimulai dari definisi sampai penatalaksanaanya.
2) Mahasiswa/i mampu memberikan pendidikan kesehatan berhubungan dengan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem integumen : scabies.
3) Mahasiswa/I mampu mengintegrasikan hasil dari sebuah penelitian ke dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem integument : scabies.
C. METODE PENELITIAN
Di dalam penulisan dan penyusunan makalah penulis ini kami menggunakan studi
literaratur yang ada tersedia di dalam text boook dan jurnal kesehatan di situs-situs
yang disediakan internet.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika Penulisan pada makalah ini terbagi menjadi 4 bab, yaitu :
1. BAB I Pendahuluan yang terdiri dari :
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
Ruang Lingkup Penulisan
Sistematika Penulisan
2
Keterbatasan Peneltian
Implikasi Penelitian
4. BAB IV Penutup :
Kesimpulan
Saran
5. Daftar pustaka
6. Lampiran SAP
7. Lampiran Jurnal
8. Daftar Konsultasi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Scabies merupakan penyakit infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh
masuknya organisme dan adanya sensitisasi Sarcoptes Scabei Varian Homonis
yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit, terutama pada tempat
predileksi (Maulina, 2016).
Scabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabei. Investasi tungau ini
mudah menyebar dari orang ke orang melalui kontak fisik yang dinamakan
Acarus Scabie atau pada manusia disebut Sarcoptes Scabei Varian Homonis.
Sarcoptes scabei termasuk filum arthropoda, kelas arachnida, ordo acarina, family
sarcoptes (Djuanda, 2010).
Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih
kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibadingkan perut, tidak
berwarna, untuk yang betina berukuran 300350 mikron, sedangkan yang jantan
4
berukuran 150-200 mikron. Tungau betina membuat terowongan dibawah lapisan
kulit paling atas dan menimpa telurnya dalam lubang. Beberapa hari kemudian
akan menetas tungau muda (larva), infeksi menyebabkan gatal-gatal hebat,
kemungkinan merupakan suatu reaksi terhadap tungau (Susanto, 2013).
3. Klasifikasi
Klasifikasi scabies menurut Saleha (2016) yaitu :
a. Scabies pada orang bersih merupakan scabies pada orang tingkat kebersihan
yang baik. Rasa gatal biasanya tidak terlalu berat, terdapat lesi berupa papul
dan ditemui juga terowongan namun jumlah yang sedikit.
b. Scabies Bulosa terdapat pada bayi dan biasanya bayi akan mengalami gataal
pada waktu malam hari dan terdapat lesi di sela- sela jari tangan, pergelangan
tangan.
c. Scabies yang ditularkan oleh hewan biasanya terjadi pada manusia yang
biasanya kontak dengan hewan (pengembala, peternak dan yang mempunyai
hewan peliharaan yang kurang dirawat). Gejala yang di timbul biasanya rasa
gatal.
d. Scabies pada orang terbaring ditempat tidur banyak ditemui pada orang yang
menderita penyakit kronik atau lansia yang berbaring di atas tempat tidur
dalam waktu yang lama biasanya menimbulkan lesi yang terbatas.
e. Scabies Incognito sering menimbulkan gejala klinis yang tidak biasa, lesi
yang luas dan pengobatan dengan steroid topical dalam waktu lama dapa
menyebabkan luka tambah parah dikarena respon imun yang berkurang.
f. Scabies Nodular terjadi akibat adanya reaksi hipersensivitas. Are yang sering
terkena adalah genetalia pada pria, lipatan paha dan aksila.
g. Scabies Krustosa ditandai dengan lesi berupa krusta yang luas, skuama
generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Gejala utamanya pada scabies ini
biasanya ringan bahkan tidk sama sekali sehingga penderita tidak merasakan
keluhan apapun.
5
4. Patofisiologi
Menurut Kumala Sari (2013) Scabies dapat menyebabkan gejala transien
pada manusia, tetapi mereka bukan penyebab infestasi persisten. Cara penularan
paling efesien adalah melalui kontak langsung dan lama dengan seorang individu
terinfeksi. Siklus hidup scabies berlangsung 30 hari dan dihabiskan dalam
epidermis manusia. Setelah melakukan populasi, tungau jantan akan mati dan
tungau betina akan membuat liang ke dalam lampisan kulit dan meletakkan total
60-90 telur. Telur menetas membutuhkan 10 hari untuk menjadi larva dan tungau
dewasa.
Scabies kemudian bergerak melalui lapisan atas kulit dengan mengeluarkan
protease yang mendegrasi stratum korneum. Scybala (kotoran) yang tertinggal
saat mereka melakukan perjalanan melalui epidermis, menciptakan kondisi klinis
lesi sebagai liang.
Menurut Majority (2016) scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh penyebaran dan sensitasi tungau. Kudis sarcoptes scabei var hominis nama
lain kudis adalah gudig. Kudis menyebar dengan cepat dalam kontak diri dan
kondisi ramai. Scabies disebabkan oleh tungau gatal dewasa yang menyerang
kulit dari orang dan membentuk terowongan di startum korneum sampai tungau
betina kawin dan bertelur. Tungau kudis tidak dapat menembus jauh ke dalam
startum korneum. Telur scabies menetas menjadi larva dalam waktu sekitar 3-4
hari. Nimfa berubah menjadi tungau dewasa dalam 4-7 hari. Tungau jantan
kemudian mati setelah kawin, tetapi dapat bertahan selama beberapa hari. Untuk
sebagian besar infeksi jumlah tungau gatal betina diperkirakan hanya 10-15, dan
terowongan sulit untuk diidentifikasi. Meskipun siklus hidup tungau skabies
terjadi seluruhnya didalam inang manusia, tungau dapat hidup di tempat tidur,
pakaian, dan permukaan lainnya pada suhu kamar selama 2-3 hari dan mampu
berinteraksi dan menggali lubang. Kudis biasanya dianggap sebagai sebagai
penyakit menular seksual. Jika anda memiliki kudis di rumah anda, itu bisa
menjadi faktor utama dalam mendapatkan kudis pada orang lain dirumah anda.
Tungau gatal (scabies) sangat menular karena sering bersentuhan dengan kulit
dilokasi yang sama. Prevelensi scabies tinggi pada anak-anak yang aktif secara
seksual, remaja, dan dewasa, penghuni panti jompo, pondok pesantren, rumah
yang padat dan tidak sehat, serta orang dengan kekebalan lemah imun dan
pendapatan keluarga rendah. Kelainan klinis pada kulit menyebabkan empat
6
varian utama: scabies nocturnal menyerang sekelompok orang, ditemukannya
terowongan (kunicles) dan adanya kutu-kutu scabies. Protitus noktuna adalah
gatal yang terasa sangat intens di malam hari dan disebabkan oleh aktivitas tungau
yang lembab dan panas. Rasa gatal yang terjadi sering kali mengganggu tidur dan
pasien merasa gelisah. Infeksi pertama berkembang setelah 3-4 minggu dan
berulang kali terkena gatal dalam beberapa jam. Selain tungau spesifik tungau
gatal kudis, manusia juga dapat menginfeksi hewan domestic: anjing, kucing,
babi, kuda, unta, beruang buntut rubah, monyet, dan rubah.
5. Manifestasi Klinis
Ada beberapa gejala klinis dari penyakit Scabies menurut Saleha (2016). Rasa
gatal pada malam hari (Pruritus nokturna) yang disebabkan karena aktivitas
tungau yang lebih tinggi pada suhu lembab.
a. Bintik-bintik yang panas yang menjol berwarna kemerah-merahan.
b. Lesi yang khas dan patognommonik berupa terowongan kecil.
c. Kelainan dapat berupa papula, vesikula, urtika, ekskoriasi dan krusta.
d. Tempat-tempat predileksi terdapat di sela-sela jari tangan, telapak tangan,
ketiak, daerah payudara, perut bagian bawah serta area lipatan kulit. Pada
anak-anak terutama bayi lesi biasa terjadi dikepala bahkan muka.
7
6. Pathway
Majority (2016) :
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Nurainiwati (2011). Penatalaksanaan secara
umum/nonfarmakologis.
1) Relaksasi progresif
rasa tidak nyaman atau nyeri, sters fisik, dan emosi pada nyeri.
2) Teknik distraksi
8
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan
3) Menstimulasi kulit
dengan lembut, serta menggosok punggung. Selain dari itu semua pakaian
dan alat-alat tidur dicuci dan direndam dengan air panas serrta mandi
dengan sabun. Agar tidak terjadi penularan kembali, keluarga atau orang-
jam, lalu cuci, jika tidak kunjung sembuh bisa diulangi setelah 1 minggu.
2) Benzil Benzoat
Benzyl benzoate merupakan obat dalam bentuk emulsi atau lotion dengan
kulit selama 24 jam, dengan interval 1 minggu setai 2-3 hari sekali.
Meskipun menyebabkan gatal dan iritasi, namun efektif dan dapat diterima
secara kosmetik.
3) Ivermektin
Ivermektin adalah zat semi sintetik yang diproduksi oleh Streptomyces
9
terhadap bebagai nematode dan artropoda, termasuk kutu, tungau dan kutu
anjing.
1. Pengkajian
10
7) Pekerjaan; untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena dapat
mempengaruhi pemenuhan gizi pasien tersebut.
11
meyakini apakah ada gelembung yang berisi air
3) Leher : pada daerah leher yang terserang penyakit scabies akan
dilakukan inspeksi apakah terdapat tanda bintik-bintik kemerahan pada
kulit, kemudian palpasi pasien untuk meyakini apakah ada gelembung
yang berisi air
4) Aksila : pada daerah aksila yang terserang scabies akan dilakukan
inspeksi apakah terdapat tanda bintik-bintik kemerahan pada kulit,
kemudian palpasi pasien untuk meyakini apakah ada gelembung yang
berisi air
5) Ekstermitas atas : pada daerah tangan yang terserang scabies akan
dilakukan inspeksi apakah terdapat tanda bintik-bintik kemerahan pada
kulit, kemudian palpasi pasien untuk meyakini apakah ada gelembung
yang berisi air
6) Abdomen : pada daerah abdomen yang terserang scabies akan dilakukan
inspeksi apakah terdapat tanda bintik-bintik kemerahan pada kulit,
kemudian palpasi pasien untuk meyakini apakah ada gelembung yang
berisi air
7) Ekstermitas bawah : pada daerah kaki yang terserang scabies akan
dilakukan inspeksi apakah terdapat tanda bintik-bintik kemerahan pada
kulit, kemudian palpasi pasien untuk meyakini apakah ada gelembung
yang berisi air
8) Bokong : pada daerah bokong yang terserang scabies akan dilakukan
inspeksi apakah terdapat tanda bintik-bintik kemerahan pada kulit,
kemudian palpasi pasien untuk meyakini apakah ada gelembung yang
berisi air
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien scabies sesuai
12
pengkajian teoritis diatas diantaranya adalah (SDKI, 2018) :
a. Nyeri b.d agen pencedera fisiologis
b. Gangguan Pola tidur b.d nyeri
c. Resiko Infeksi d.d kerusakan integritas kulit dan efek prosedur infasif
d. Gangguan integritas kulit b.d edema
3. Intervensi Keperawatan
13
Intervensi (PPNI, 2018) :
1) Berikan kenyamanan pada klien ( bersihakan tempat tidur klien)
2) Identifikasi faktor penggangu tidur
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetic dan obat tidur
4) Berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
5) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara farmakologis lainya
6) Anjurkan klien menghindari makanan /minuman yang menggangu tidur
c. Diagnosa 3 : Resiko Infeksi d.d kerusakan integritas kulit dan efek prosedur
infasif
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama….x24jam,
diharapkan tidak terjadi resiko infeksi dengan kriteria hasil (PPNI, 2019):
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Menunjukan perilaku hidup besih dan sehat
4) Mendeskripsikan proses penularan penyakit ,factor yang mempengaruhi
penularan dan penatalaksanaanya
5) Kerusakan kulit menurun
6) Kerusakan jaringan menurun
14
1) Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan
2) Kerusakan jarinagn menurun
3) Kerusakan kulit menurun
4) Kemerahan menurun
5) Edema menurun
6) Tidak ada luka atau lesi pada kulit
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
15
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
I. Jurnal 1 : Pemberian Air Garam Terhadap Kerusakan Integritas Kulit pada
Kelauarga An.H dengan Scabies
Berdasarkan hasil penelitian dari Mila & Kurnia (2023) yang berasal dari jurnal
yang berjudul Pemberian Rendam Air garam terhadap kerusakan integritas kulit
pada keluarga An.H dengan Skabies ( Studi Kasus pada kelaurga di Desa Sungai
batang Ilir Kecamatan Martapura Barat kab.Banjar Provinsi Kalimantan Selatan).
Skabies dapat menimbulkan lesi pada kulit serta gatal-gatal. Oleh karena itu, perlu
penanganan yang lebih komprehensif untuk mengatasi kerusakan kulit yaitu dengan
terapi komplementer berupa pemberian rendam air garam. Dari hasil intervensi
penelitian yang dilakukan ternyata studi kasus yang dilakukan peneliti ini memiliki
dampak yang baik terhadap kerusakan integritas kulit dan jaringan akibat scabies .
Studi kasus pada An. H dengan kerusakan integritas kulit dalam pemberian
intervensi beruparendam air garam yang diberikan 1 kali sehari selama 7 hari
dengan pendekatan pre dan post. Penelitian ini menggunakan desain laporan kasus,
melalui metode pendekatan asuhan keperawatan komprehensif yang meliputi
pengkajian, penegakan diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi keperawatan. Studi kasus lakukan pada tanggal 25 mei 2022-31 mei
2022. Studi kasus dilakukan di Desa Sungai Batang Ilir Kecamatan Martapura
Barat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya di wilayah UPT
Puskesmas Martapura Barat kepada An. H (13 tahun) dengan masalah skabies.
Peneliti mendapatkan data-data klien melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik.
Kerusakan integritas kulit dinilai berdasarkan penilaian objektif berdasarkan tingkat
16
keparahan lesi. Hasil pre dan post intervensi menunjukkan adanya pengurangan
tingkat keparahan dan ukuran lesi skabies dari skala 2 menjadi skala 3. Dengan
demikian dapat kami disimpulkan bahwa intervensi rendam air garam yang
dilkukan selama 7 hari memperlihatkan hasil lesi skabies pada kulit klien
berkurang.
Penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
seperti virus, bakteri, parasit, ataupun jamur, yang dapat menular atau berpindah ke
orang lain. Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung ataupun tidak
langsung. Salah satu penyakit menular yang banyak ditemukan di daerah lahan
basah yaitu Skabies. Penyakit kulit ini sering ditemukan di lingkungan yang
penduduknya sangat padat, kumuh, dan lingkungan dengan tingkat kebersihan yang
rendah ( Wijayanti & Ainiyah, 2019).
Skabies dapat menyerang semua golongan usia dan jenis kelamin, diantaranya pada
anak-anak usia sekolah, remaja maupun orang dewasa, baik pada laki-laki maupun
perempuan (Whocebo & Asnake, 2019). Penyakit skabies dapat ditularkan secara
langsung setelah ada kontak dengan penderita skabies, seperti berjabat tangan dan
beraktivitas bersama dengan sentuhan (Srinivas dkk, 2019). Penularan secara tidak
langsung dapat terjadi ketika memakai pakaian, handuk, tempat tidur dan fasilitas
umum yang di pakai secara bersama-sama (Bear et al, 2020).
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil) yang
bernama Sarcoptes scabiei varietas hominis dan terdapat 300 juta setiap tahunnya
dengan angka yang beraneka ragam di setiap negara (Hafner, 2009). Jenis penyakit
menular ini merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah beriklim
tropis dan subtropis. Secara global, kejadian skabies diperkirakan memengaruhi
lebih dari 200 juta orang setiap saat, dengan perkiraan prevalensi pada beberapa
literatur berkisar 0,2% hingga 71% (Anggun dkk, 2020).
Berdasarkan data Depkes RI pada tahun 2015, prevalensi penyakit kulit di seluruh
Indonesia adalah sebesar 8,46%. Prevalensi skabies sekitar 5,6%-12,95% yang
merupakan penyakit ketiga terbesar dari 12 penyakit kulit pada umumnya (8). Data
yang didapatkan dari Provinsi Kalimantan Selatan, penyakit skabies menempati
urutan keenam dari sepuluh penyakit terbanyak. Terdapat 10 penyakit terbanyak di
Wilayah Kerja UPT. Puskesmas Martapura Barat yang mana penyakit kulit atopic
dermatitis dan salah satu didalamnya skabies menduduki Peringkat ke 4 dalam 10
Penyakit Terbanyak dengan jumlah 23 kasus pada Bulan Maret 2022.
17
Penyakit skabies menimbulkan tanda dan gejala,salah satunya adalah gatal. Gatal
dirasakan pada siang dan malam hari. Gatal yang memberat akan menimbulkan
respon penderita untuk menggaruk. Garukkan yang berlebihan akan menimbulkan
iritasi pada kulit. Lesi skabies muncul di kulit menyerupai bulatan seperti jerawat
kecil atau berubah warna, selanjutnya kulit mengeras dengan kerak tebal yang
mengandung ribuan tungau dan telur, dan mudah terkelupas saat disentuh (Affandi,
2019).
Untuk mengobati atau menghilangkan tungau skabies pada penderita harus
meningkatkan kebersihan diri (Affandi & Faisal, 2020).
Ada dua cara penatalaksanaan skabies yaitu farmakologis dan non farmakologis.
Penatalaksanaan farmakologis berupa pemberian obat-obatan dengan berdasarkan
resep yang diberikan oleh dokter. Sedangkan penatalaksanaan non farmakologis
menggunakan tanaman- tanaman yang memiliki khasiat untuk mengatasi lesi dan
gatal ataupun modifikasi gaya hidup.
Salah satu penatalaksanaan secara non farmakologis yaitu adalah penggunaan
rendam air garam. Rendam air garam dengan kandungan NaCl yang tinggi dapat
mempercepat proses penyembuhan luka juga dibuktikan dari beberapa penelitian
lainnya bahwa air laut menunjukan pengaruh dalam peningkatan penyembuhan
luka (Kim et al. 2015)).
Natrium dan Klorida (NaCl) yang terkandung dalam rendam air garam mampu
memberikan efek kesembuhan pada penderita penyakit kulit dengan indikasi
rusaknya jaringan pada kulit. NaCl merupakan isotonik dan juga garam fisiologis
yang baik digunakan untuk pembersih, pembasuh dankompres pada luka (Kim et al,
2015). Natrium klorida (NaCl) dapat berfungsi melindungi granulasi jaringan dalam
kondisi kering, dan menjaga kelembaban sekitar luka. Rendam air garam dengan
kandungan kadar NaCl yang tinggi bisa menjadi alternative pengganti rendam air
garam, karena bisa di buat sendiri di rumah tanpa harus mengambil air dari laut,
terutama untuk masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari laut. Kondisi lembab
yang diciptakan dengan adanya NaCl dalam merawat luka dapat mempercepat
terbentuknya stratum corneum dan angiogenesis untuk proses penyembuhan luka
(Kim et al, 2015). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
menjabarkan terkait asuhan keperawatan keluarga pada An. H dengan skabies
melalui pemberian intervensi rendam air garam.
Intervensi utama yang dilakukan adalah pemberian rendam air garam untuk
18
mengatasi skabies. Proses pelaksanaan dilakukan dengan memasukan air hangat
sebanyak 2 liter di baskom tempat merendam dengan suhu kurang lebih 40 C atau
hangat kuku, memasukan garam 20 mg/ 3 sdt lalu aduk hingga garam larut, dan
rendam selama 10 menit lalu keringkan dengan handuk bersih. Lakukan pemberian
rendam air garam selama 7 hari (1 minggu), lakukan dua kali sehari secara berturut-
turut tiap pagi dan sore (pagi jam 10.00, sore jam 16.00) (12).
Tabel Evaluasi Keparahan Lesi Skabies Sebelum (Pre), 7 Hari Intervensi, Dan Sesudah
Selasa, 24 Mei 2022 Pre Intervensi Nampak beberapa lesi sebagian bernanah
karena infeksi di bagian tangan kanan di
sela- sela jari.
19
Hari/Tanggal Tindakan Evaluasi
Sudah banyak lesi yang mulai pecah. Lesi
di bagian kaki mulai mengering.
Sabtu, 28 Mei 2022 Intervensi 4 Nampak nanah pada lesi sudah pecah dan
meninggalkan bekas, banyak lesi mulai
mengelupas dan mengering
membentuk koreng. Lesi di bagian kaki
mulai mengering.
Minggu, 29 Mei 2022 Intervensi 5 Lesi berwarna kemerahan dan
mengelupas, serta nampak mengering di
bagian tangan dan kaki.
20
Setelah dilakukan intervensi pemberian rendam air garam didapatkan adanya perubahan
pada lesi yang diderita An. H. Pada hari pertama (Pre) keadaan luka nampak beberapa lesi
sebagian bernanah karena infeksi di bagian tangan kanan di sela- sela jari dan pada hari
ketujuh (Post) keadaan lesi berwarna kemerahan dan mengelupas, serta nampak mengering
di bagian tangan dan tertinggal bekas luka dan penyembuhan lesi lebih terlihat. Meskipun
pemberian rendam air garam dilakukan selama 1 kali dalam sehari, sudah terdapat adanya
perubahan keadaan lesi An. H. Jika pemberian rendam air garam dilakukan dalam 2 kali
sehari mungkin untuk hasil perubahan kesembuhan lesi pada An. H akan kelihatan lebih
maksimal.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosis kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penyakit kulit yang diderita (skabies) adalah dengan pengecekan kulit
dan manajemen pruritus salah satunya pemberian rendam air garam untuk mengatasi
skabies. Perubahan keadaan lesi skabies observasi dan di dokumentasikan setelah pemberian
rendam air garam selama 7 hari (1 minggu) untuk mengetahui adanya perubahan. Sesuai
dengan penelitian oleh Khotimah tahun 2017 yang menyebutkan bahwa ada pengaruh dalam
pemberian rendam air garam untuk mempercepat proses penyembuhan luka scabies (Henri,
2018).
Skabies menduduki peringkat 6 besar penyakit yang disebabkan oleh parasit epidermis pada kulit
dengan insiden tertinggi di dunia pada tahun 2020. Pendidikan kesehatan adalah upaya
mempengaruhi individu, keluarga maupun masyarakat guna mampu menjalankan perilaku yang
lebih baik, karena memberikan juga meningkatkan pengetahuan, sikap serta keterampilan. Skabies
menduduki peringkat 6 besar penyakit yang disebabkan oleh parasit epidermis pada
kulitdengan insiden tertinggi di dunia, prevalensi terbaru untuk skabies berkisar antara
sekitar 0,2% hingga 71% menurut WHO (World Health Organization) tahun 2020. Skabies
21
dan ektoparasit lainnya tergolong dalam penyakit tropis yang terabaikan, (neglected
tropical diseases/NTDs), Skabies terjadi diperkirakan 150-200 juta orang diseluruh dunia
dengan perkiraan 455 juta kasus per tahun dikutip dari IACS (Alliancefor the Controlof
Scabies) tahun 2020. Wabah skabies baru dilaporkan di rumah sakit, dikarenakan jam kerja
yang panjang dan pergantian tempat tidur yang tinggi di bangsal COVID, dan di dalam
rumah tangga karena kontak dekat dengan kerabat dan orang yang tinggal bersama yang
Prevalensi skabies di Indonesia pada tahun 2018 menurut Departemen Kesehatan Republik
antara5,6%- 12,95% dan menduduki urutan ketiga dari12 penyakit kulit di Indonesia yang
sering terjadi. Data Dinas Kesehatan kota semarang pada 2018 sekitar 937 kasus, dan
meningkat tahun 2019 sebanyak 2339 kasus. Angka kejadian scabies di Indonesia tidak
menutup fakta bahwa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari penyakit scabies (Husna,
R., Joko, T., & Selatan, 2021). Asuhan keperawatan dengan kasus scabies dimulai dengan
Tujuan yang diharapkan pasien mampu menyatakan pemahaman tentang penyakit (NOC,
Berdasarkan Hasil Penelitian Hasil Penelitian Rahmatyawati, Asniar & Atika, tahun
(2022), didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap santri dalam
pencegahan skabies namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkat
penyakit menular. Kejadian skabies banyak dijumpai pada kelompok yang hidup dengan
22
kondisi kebersihan diri dan lingkungan di bawah standar. Hal ini mungkin disebabkan oleh
pada kelompok yang kurang pengetahuan tentang skabies dan berisiko terkena skabies
dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan hidup bersih dan
memiliki efikasi tinggi dan 3 responden efikasi diri rendah.Penderita kusta yang efikasi
dirinya rendah dapat menghambat dalam proses penyembuhan penyakit karena memiliki
yangterjadi pada santri berupa bentuk ketidakpercayaan diri, rasa gugup dan rasa ragu.
Kewajiban santri bertambah ketika mereka memasuki pondok pesantren dimana sekarang
santri harus menyesuaikan diri terhadap segala aktivitas yang mungkin berbeda dengan
yang biasa dilakukan seperti budaya, kebiasaan serta lingkungan pun akan berbeda.
Kenyataan yang sering terjadi ini seringkali menyebabkan santri mengalami hambatan
dalam melakukan penyesuaian diri. Permasalahan yang banyak dialami oleh santri yaitu
seseorang merasa, berpikir, memotivasi dan berperilaku. (Putri et al., 2022). Pengetahuan
menjadi salah satu hal yang dikaitkan dengan efikasi diri individu (Desiani et al., 2017).
Hasil penelitian tahun 2021 oleh Hayat, Eka dan Muhammad menyimpulkan bahwa
kegiatan edukasi ini dapat meningkatkan pengetahuan pondok pesantren tentang skabies
23
dan efikasi diri sama-sama berpengaruh signifikan terhadap pencegahan pasca promosi
Kejadian skabies terjadi pada sekelompok orang yang tinggal bersama di suatu fasilitas
tertentu yang cukup besar, seperti pondok pesantren, pantiasuhan, asrama, shelter, rumah
detensi, dan lain- lain. Kepadatan populasi ini memudahkan berkembangnya skabies pada
populasi ini (Dewi & Caesar, 2019). Dampak kesehatan yang muncul secara tidak
langsung dari komplikasi skabies yaitu infeksi bakteri, pada bayi dan anakkecil dapat
kulit ini seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman karena lukanya terasa sangat gatal
scabies terhadap kualitas hidup dapat mempengaruhi setiap orang baik dewasa maupun
anak-anak yaitu malu dengan penyakitnya, menutupi bagian tubuh yang terkontaminasi
al., 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan efikasi diri santriwati dalam pencegahan
karakteristik santriwati seperti usia, dan tingkat pendidikan, paparan informasi sebelumnya
tingkat efikasi diri santriwati tentang scabies sebelum dan sesudah dilakukannya peyuluhan
Konsep penelitian ini variabel bebasnya adalah pendidikan kesehatan tentang skabies dan
variabel terikatnya adalah tingkat pengetahuan dan efikasi diri. Penelitian ini menggunakan
24
desain penelitian quasi eksperimen dengan pre and post control group design. Teknik
penelitian berupa kuesioner skabies yang telah diuji oleh peneliti sebelumnya yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti sebelumnya, bahwa setiap variabel memiliki
nilai korelasi yang berbeda-beda, dengan nilai yang lebih besar dari korelasi pada tabel
yaitu. 0,273. Untuk setiap variabel hasil uji reliabilitas instrumen pada penelitian ini nilai
cronbach alpha lebih besar dari 0,6. Variabel data tersebut memiliki nilai 0,937 sehingga
dikatakan reliabel. Hasil kuesioner efikasi diri dan uji validitas skala umum yang diuji
validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti terdahulu terbukti valid dan reliabel, dan hasil
item instrumen tersebut menunjukkan nilai t > 1,96 dan positif. Alat analisis data
Tabel 1.
Deskripsi usia (n=50)
Karakteri stikUsi a Mean Standar Deviasi Median Min-Max
Kelompok Kontrol 18,96 1,020 19 19-21
Kelompok Edukasi 18,44 0,507 18 18-19
Tabel 2.
f (%) F (%)
Pendidikan
SD 2 (8,0) 0
SMP 8 (32.0) 8 (44,0)
25
SMA 13 (52,0) 17 (56,0)
PerguruanTinggi 2 (8,0) 0
Paparan Informasi Sebelumnya
Pernah 18 (72,0) 10 (40,0)
TidakPernah 7 (28,0) 15 (60,0)
Pengalaman
Ya 21 (84,0) 23 (92,0)
Tidak 4 (8,0) 2 ________(80)________
Karakteristik santri pada kelompokkontrol dan kelompok edukasi berupa usia, pendidikan,
paparan informasi sebelumnya dan pengalaman. Tabel 4.1 menunjukan hasil usia pada
sedangkan pada kelompok edukasi menunjukkan usia paling rendah adalah 18 tahun dan
paling tinggi 19 tahun. Sesuai dengan tabel 2 hasil pada karakteristik pendidikan, paparan
tingkat pendidikan pada kelompok ini adalah SMA, sebanyak 13 responden (52%).
Karateristik pada kelompok kontrol didapatkan mayoritas pendidikan pada kelompok ini
26
kontrol responden yang memilikipengetahuan kurang justrybertambah jumlahnya menjadi
15 responden (60.0%). Gambaran rata-rata skor efikasi diri pada kelompok kontrol
menunjukan sebanyak 14 responden (56%) memilki efikasi diri rendah dan saat post-test
pada kelompok ini responden yang mendapatkan skor efikasi rendah juga jumlah nya
responden pada kelompok ini pada saat pre-test mayoritas memiliki pengetahuandengan
Tabel 3.
Gambaran Rata-rata skor pengetahuan dan efikasi diri pada kelompok kontrol dan
kelompokedukasi (n=50)
Analisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan efikasi diri di
27
(kelompok edukasi) (N=50)
lebih besar dari nilai a 0,05 (p>0,05), kesimpulannya bahwa tidak ada perbedaan tingkat
pengetahuan yang signifikan pada kelompok kontrol pada pretest dan posttest, sedangkan
nilai p pada kelompok edukasi menunjukan sebesar 0,000 artinya lebih kecildari nilai a
0,05 (p<0,05), dapat disimpulkan adanya perbedaan pengetahuan yang signifikan pada
Nilai p<0,05 pada kelompok perlakuan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
kelompok yang diberikan perlakuan. Berdasarkan tabel 4 Analisis tingkatefikasi diri pada
kelompok kontrol dari Uji Wilcoxon didapatkan nilai p pada kelompok kontrol didapatkan
sebesar 0,190 hal ini berarti lebih besar dari nilaia 0,05 (p>0,05), Nilai p>0,05
yangsignifikan pada kelompok kontrol pada pre-test dan post-test, maka dapat disimpulkan
tidak adanya perbedaan efikasi diri pada kelompok kontrol.Hasil analisis dari Uji Wilcoxon
didapatkan nilai p pada kelompok edukasididapatkan sebesar 0,000 hal ini berarti lebih
kecil dari nilai a 0,05 (p<0,05),maka dapat disimpulkan adanya perbedaan efikasi diri yang
signifikan pada kelompok perilaku sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
tentang skabies. Dengan nilai p<0,05 pada kelompok perlakuan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan kesehatan tentang skabies yang disampaikan dan pemberian modul
28
pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan efikasi diri
hasil pre-post test. Kelompok edukasi menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan
pada tingkat pengetahuan pada hasil pre-post test setelah dilaksanakan pendidikan
kesehatan. Hasil analisa rerata skor pengetahuan dan efikasi diri pada kelompok kontrol
dan kelompok edukasi menunjukan adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat
pengetahuan dan efikasi diri, kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi dan
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian milik Liambana, Juliana & Rahim (2021)
yang menunjukan hasil setelah diberikan intervensi, ada peningkatan nilai pengetahuan.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian milik Ezdha, dkk (2023) dalam penelitiannya
pengetahuan. Hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap efikasi diri milik
Anggraini, Bela & Eliyah (2023) juga menunjukan ada pengaruh terhadap peningkatan
efikasi diri. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian milik Penyami, Yayi & Sri
(2019) dimana adanya perbedaanskor efikasi diri antara kelompok intervensi yang
diberikan pendidikan kesehatan dan kontrol yang tidak diberikan. Hasil penelitian miliki
Rachmawati, Wenny & Ika (2019) menunjukan adanya perbedaan antara kelompok
29
perlakuan dan kelompok kontrol dengan beda selisih skor efikasi diri setelah diberikan
pendidikan kesehatan.
Pendidikan adalah upaya untuk membawa perubahan perilaku yang meliput Pengetahuan,
dirinya lebih sehat dengan menghindari kebiasaan buruk dan mengembangkan kebiasaan
yang bermanfaat bagi kesehatan (Millenia, Ningsih & Lensi, 2022). Pendidikan juga
merupakan sesuatu yang dapat membawa atau memperoleh wawasan seluas-luasnya bagi
seseorang, dan memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dibandingkan
dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah (Yuliani, Sastriani, Irfan & Rahmatia,
2023).
pengetahuan dan efikasi diri, bukan hanya pada penelitian ini namun dibuktikan juga
dengan peneliti terdahulu. Pendidikan kesehatan memiliki peran yang besar dalam
semakin tinggi pengetahuan seeorang tentang skabeis maka skabies dapat dicegah dan
pendengarannya sehingga membentuk pengetahuan dan efikasi diri yang baru dan lebih
efikasi diridapat dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan
apapun sehingga tidak adanya pengaruh padakelompok ini. Dilihat perbedaannya pada
30
hasil rerata skor antara kelompok edukasi dankontrol yang menunjukan perbedaan yang
signifikan.
B. KETERBATASAN
Berdasarkan hasil penelitian dari Mila & Kurnia (2023) masih terdapat
menyebabkan timbulnya perih saat ada lesi yang pecah. Intervensi efektif
dilakukan rutin hanya pada pagi atau siang hari saat An. H pergi sekolah di
siang hari. Peneliti hanya menggunakan 1 subjek penelitian saja, sehingga saat
1 orang saja. Padahal dalam proses penyembuhan luka atau lesi tiap kulit
kandungan dari garam yang harus diberikan pada pasien, sehingga disarankan
pada air yang digunakan untuk rendaman lesi scabies serta untuk waktu
Berdasarkan hasil peneltian ini bisa dilihat bahwa tidak terlalu banyak
pengambilan sampel serta instrumen yang dugunakan pun juga sudah lengkap
dan jelas . Namun ada sedikit keterbatasan dalam jurnal penelitian ini yaitu
31
sejatinya tidak hanya menyerang santrriwati saja, tetapi juga santri laki-laki
C. IMPLIKASI
I. Implikasi Jurnal I
Laporan kasus dalam jurnal ini mendeskripsikan hal yang sifatnya positif
dengan intervensi yang telah dilakukan oleh peneliti yaitu pemberian rendam
air garam terhadap kerusakan integritas kulit pada kelaurga An.H dengan
skabies, hal ini bisa menjadi salah satu bahan rujukan bagi perawat maupun
pasien dan keluarga untuk melakukan tindakan penanganan lesi atau luka yang
signifiakan terhadap pengetahuan dan efikasi diri yang baik dengan melakukan
Pesantren.
32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Scabies adalah penyakit infeksi menular pada kulit yang disebabkan oleh
tungau (Sarcoptes scabiei). Infeksi scabies dapat terjadi pada siapa saja. Infeksi ini
dinyatakan sebagai penyakit kulit yang terabaikan menurut World Health Organization
(WHO) dan merupakan masalah kesehatan yang signifikan pada banyak negara
berkembang. Infeksi ini harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat untuk
Scabies merupakan penyakit infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh
masuknya organisme dan adanya sensitisasi Sarcoptes Scabei Varian Homonis yang
membuat terowongan pada stratum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi
(Maulina, 2016).
Pada jurnal studi kasus yang pertama Intervensi keperawatan yang dilakukan
kulit yang diderita (skabies) adalah dengan pengecekan kulit dan manajemen pruritus
salah satunya pemberian rendam air garam untuk mengatasi skabies. Perubahan
keadaan lesi skabies observasi dan di dokumentasikan setelah pemberian rendam air
33
garam selama 7 hari (1 minggu) untuk mengetahui adanya perubahan. Sesuai dengan
penelitian oleh Khotimah tahun 2017 yang menyebutkan bahwa ada pengaruh dalam
pemberian rendam air garam untuk mempercepat proses penyembuhan luka scabies
(Henri, 2018). Sedangkan pada Jurnal peneltian yang kedua membuktikan bahwa ada
penagaruh dari pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan efikasi diri para
B. Saran
Suatu prosedur tindakan perawatan kepada pasien tidak hanya tentang obat
(farmakologis), masih banyak tindakna atau intervemsi keperawatan non farmakologis
yang masih banyak dan bisa dilakukan untuk setiap diagnosa keprawatan yang
muncul pada psien dengan gangguan integumen :scabiaes.
Kami semua mengharapakan laporan kasus askep dengan kerusakan integritas kulit
karenna skabies ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi, acuan, atau
data balik bagi institusi pelayanan kesehatan, pendidikan, maupun dinas kesehatan.
Bagi institusi pendidikan, hasil karya tulis ilmiah Ners ini diharapkan dapat menjadi
data dan informasi terkait pentingnya kompetensi dan keterampilan mahasiswa terkait
prosedur pemberian terapi komplementer berupa rendam air garam untuk mengurangi
tingkat keparahan lesi skabies dan gatal pada klien. Hal ini dimaksudkan agar
mahasiswa memiliki kompetensi yang memadai untuk mengaplikasikan ilmu dan teori
yang didapatkan. Bagi Puskesmas, dapat mengajarkan terapi komplementer berupa
rendam air garam kepada para kader untuk penanganan agar lebih banyak masyarakat
yang menerapkannya karena tergolong mudah untuk dilakukan. Bagi peneliti
selanjutnya, bisa menggunakan seluruh keluarga sebagai subjek penelitian sehingga
saat evaluasi keperawatan mengenai kerusakan integritas kulit tidak hanya berfokus
pada 1 orang saja dan diharapkan pada penelitian berikutnya dapat membandingan
kandungan NaCl secara pasti pada air yang digunakan untuk rendaman lesi scabies.
Selain daripada itu kita bisa kembali mengigat pepatah lama, “Mencegah lebah baik
daridapa mengobati’ yang berararti kita seharusnya melakukan pencegahan terlebih
dahulu,salah satunya dengan cara melakukan pendidikan kesehatan terhadap seluruh
aspek masyarakat, dalam hal ini tidak hanya memfokuskan pada Santriwati di Pondok
Pesantren saja.
34
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, K. A. H., 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga Bagi Mahasiswa Dan Praktisi
Perawat Perkesmas. Jakarta: CV Sagung Seto.
Andhini, N. F. (2017). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689 1699.
Berman, A., Snyder, S.J., Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice (Tenth Edition). New York: Pearson
Education, Inc.
Husna, R., Joko, T., & Selatan, A. (2021). Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian
Skabies Di Indonesia Literatur Review Factors Related To The IncidenceOf
Loetfia,2015 Skabies. In: L Rachmah La, Cahanar Pa, editors. Ilmu Penyakit Kulit.
Jakarta: Hipokrates, 2012: 109-113
Muttaqin, Arif., dan Kumala Sari. 2013. Asuhan Keperawatan pada scabies Salemba
Medika.
Nisa,N.R. (2019). Penerapan pendidikan kesehatan tentang personal hygiene skabies pada
35
asuhan keperawatan keluarga dalam pemenuhan rasa aman di KP.gunung
Kanyere dan KP.Cisengkol Kecamaytan Tamnsari Kota Tasikmalaya-
(KTI.1411)Doctoral Dissertation,Univeristas Muhammadiyah Tasikmalaya).
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Kriteria dan Hasil
Keperawatan, Edisi 1.Jakrta: DPP PPNI.
Tryharnita, M.N., Rachmawati, K.. Pemberian Rendam Air Garam Terhadap Kerusakan
Integritas Kulit pada Keluarga An.H dengan Skabies (Studi Kasus pada
Keluarga di Desa Sungai Batang Ilir Kecamatan Martapura BaratKabupaten
Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Nerspedia 2023;5(4): 401-408.
36
JURNAL I
Nerspedia
eISSN: 2722-6573; pISSN: 2721-1444
ABSTRAK
Latar Belakang: Skabies merupakan salah satu penyakit menular yang apabila tidak diatasi akan bertambah
parah salah satunya mengakibatkan kerusakan pada kulit. Skabies dapat menimbulkan lesi pada kulit serta
gatal-gatal. Oleh karena itu, perlu penanganan yang lebih komprehensif untuk mengatasi kerusakan kulit
yaitu dengan terapi komplementer berupa pemberian rendam air garam. Tujuan: Untuk mengetahui
efektivitas pemberian rendam air garam terhadap keparahan lesi pada An. H dengan skabies. Metode: Studi
kasus pada An. H dengan kerusakan integritas kulit dalam pemberian intervensi beruparendam air garam
yang diberikan 1 kali sehari selama 7 hari dengan pendekatan pre dan post. Kerusakan integritas kulit dinilai
berdasarkan penilaian objektif berdasarkan tingkat keparahan lesi. Hasil dan Pembahasan: Hasil pre dan
post intervensi menunjukkan adanya pengurangan tingkat keparahan dan ukuran lesi skabies dari skala 2
menjadi skala 3. Penilaian lesi pada saat pre intervensi yaitu lesi nampakbernanah, kemerahan, banyak lesi
baru, dan menyebar. Setelah diberikan intervensi, penilaian lesi padasaat post intervensi yaitu lesi sudah
mulai mengering, mengelupas, dan sebagian memudar, namun masih ada sedikit kemerahan. Kesimpulan:
Pemberian intervensi rendam air garam yang dilakukan selama 7 hari memperlihatkan hasil lesi skabies pada
kulit klien berkurang.
ABSTRACT
37
Background: Scabies is an infectious disease which, if not treated, will get worse, one of which causes
damage to the skin. Scabies can cause skin lesions and itching. Therefore, a more comprehensive treatment
is needed to overcome skin damage and itching caused by complementary therapy in the form of giving salt
water soaks. Objective: To determine the effectiveness of giving salt water soak on the severity of lesions in
An. H with scabies. Methods: Case study on An. H with damage to deep skin integrity giving intervention in
the form of salt water soak which is given once a day for 7 days with pre andpost approach. Impaired skin
integrity was assessed based on an objective assessment of the severity of the lesion . Results and
Discussion: The results of pre and post intervention showed that reduction inthe severity and size of scabies
lesions from a scale of 2 to scale 3. Assessment of lesions at the time of pre-intervention, namely the lesions
appear pus, redness, many new lesions, and spread. After the intervention, The assessment of the lesion at
the time of post-intervention was that the lesion had startedto dry out, peeled off, and partly faded, but there
was still some redness. Conclusion: The salt water bath intervention for 7 days showed that the results of
scabies lesions on the client’s skin were reduced.
arahan untuk
Lambung
38
Mangkurat sebagai pusat pengembangan langsung. Salah satu penyakit menular yang
lahan basah di Asia Pasifik pada tahun banyak ditemukan di daerah lahan basah
2027. Salah satu misinya yaitu yaitu Skabies. Penyakit kulit ini sering
lahan basah (RIP ULM 2020-2024). Lahan usia dan jenis kelamin, diantaranya pada
basah adalah wilayah dengan rawa, gambut anak-anak usia sekolah, remaja maupun
atau perairan, baik alami maupun buatan, orang dewasa, baik pada laki-laki maupun
permanen maupun temporer, dengan air perempuan (3). Penyakit skabies dapat
yang mengalir atau diam, tawar, payau atau ditularkan secara langsung setelah ada
asin, dan termasuk wilayah laut dengan kontak dengan penderita skabies, seperti
kedalam saat pasang surut tidak melebihi 6 berjabat tangan dan beraktivitas bersama
meter. Lingkungan lahan basah berpotensi dengan sentuhan (4). Penularan secara tidak
dalam penyebaran beberapa jenis penyakit langsung dapat terjadi ketika memakai
tidak menular dan penyakit menular (1). pakaian, handuk, tempat tidur dan fasilitas
seperti virus, bakteri, parasit, ataupun Skabies merupakan penyakit kulit yang
jamur, yang dapat menular atau berpindah disebabkan oleh tungau (kutu kecil) yang
ke orang lain. Penyakit menular dapat bernama Sarcoptes scabiei varietas hominis
ditularkan secara langsung ataupun tidak dan terdapat 300 juta setiap tahunnya
dengan angka yang beraneka ragam di Terbanyak dengan jumlah 23 kasus pada
ini merupakan masalah kesehatan Hasil wawancara dengan ibu dari An. H
tropis dan subtropis. Secara global, dari timbulnya gatal- gatal pada tangan dan
lebih dari 200 juta orang setiap saat, dengan dikarenakan banjir. Data tersebut didukung
perkiraan prevalensi pada beberapa literatur pula dengan keadaan keluarga An. H yang
berkisar 0,2% hingga 71% (7). tinggal di kawasan yang dikelilingi daerah
Depkes RI pada tahun 2015, prevalensi yang biasanya digunakan keluarga an. H
penyakit kulit di seluruh Indonesia adalah untuk mandi, BAB, BAK, dan lainnya.
sebesar 8,46%. Prevalensi skabies sekitar Bagian sekitar rumah pasien juga tampak
penderita untuk menggaruk. Garukkan yang rendam air garam. Rendam air garam
berlebihan akan menimbulkan iritasi pada dengan kandungan NaCl yang tinggi dapat
menyerupai bulatan seperti jerawat kecil juga dibuktikan dari beberapa penelitian
atau berubah warna, selanjutnya kulit lainnya bahwa air laut menunjukan
skabies pada penderita harus meningkatkan terkandung dalam rendam air garam
kebersihan diri (10). Ada dua cara mampu memberikan efek kesembuhan pada
mengatasi lesi dan gatal ataupun modifikasi dalam kondisi kering, dan menjaga
air garam, karena bisa di buat sendiri di Selatan, khususnya di wilayah UPT
rumah tanpa harus mengambil air dari laut, Puskesmas Martapura Barat kepada An. H
terutama untuk masyarakat yang tempat (13 tahun) dengan masalah skabies. Peneliti
tinggalnya jauh dari laut. Kondisi lembab mendapatkan data-data klien melalui
yang diciptakan dengan adanya NaCl dalam wawancara, observasi dan pemeriksaan
merawat luka dapat mempercepat fisik. Peneliti telah mendapatkan izin dari
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain laporan
Selasa, 24 Mei 2022 Pre Intervensi Nampak beberapa lesi sebagian bernanah
karena infeksi di bagian tangan kanan di
sela- sela jari.
Sabtu, 28 Mei 2022 Intervensi 4 Nampak nanah pada lesi sudah pecah dan
meninggalkan bekas, banyak lesi mulai
mengelupas dan mengering
membentuk koreng. Lesi di bagian kaki
mulai mengering.
Minggu, 29 Mei 2022 Intervensi 5 Lesi berwarna kemerahan dan
mengelupas, serta nampak mengering di
bagian tangan dan kaki.
rendam air garamselama 7 hari. Pelaksanaan dilakukan dengan memasukan air hangat
sebanyak 2 liter di baskom tempat merendam dengan suhu kurang lebih 40 C atau hangat kuku,
Memasukan garam 20 mg/ 3 sdt lalu aduk hingga garam larut, dan rendam selama 10 menit
lalu keringkan dengan handuk bersih. Lakukan pemberian rendam air garam selama 7 hari (1
minggu), lakukan dua kali sehari secara berturut- turut tiap pagi dan sore (pagi jam 10.00, sore
jam 16.00). Setelah dilakukan intervensi pemberian rendam air garam didapatkan adanya
perubahan pada lesi yang diderita An. H. Pada hari pertama (Pre) keadaan luka nampak
beberapa lesi sebagian bernanah karena infeksi di bagian tangan kanan di sela- sela jari dan
pada hari ketujuh (Post) keadaan lesi berwarna kemerahan dan mengelupas, serta nampak
mengering di bagian tangan dan tertinggal bekas luka dan penyembuhan lesi lebih terlihat.
Meskipun pemberian rendam air garam dilakukan selama 1 kali dalam sehari, sudah terdapat
adanya perubahan keadaan lesi An. H. Jika pemberian rendam air garam dilakukan dalam 2
kali sehari mungkin untuk hasil perubahan kesembuhan lesi pada An. H akan kelihatan lebih
maksimal.
Hasil pengkajian yang didapatkan melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik
didapatkan data yaitu An. H berusia 13 tahun, beragama islam dan bersuku banjar sehingga
Bahasa sehari yang digunakan adalah Bahasa banjar. Pendidikan kelas 6 SD. Berdasarkan hasil
pengkajian An. H mengeluhkan Saat dilakukan pengkajian An. H memiliki penyakit kulit di
kedua tangan dan kedua kakinya serta terdapat lesi di sela- sela jari tangan dan kaki An. H. An.
H kadang mengeluhkan gatal di siang hari dan semakin berat ketika malam hari. Ibu An. H
mengatakan An H beberapa kali meringis karena merasa sangat gatal dan merasa perih saat
dimalam hari. Terdapat ruam-ruam kemerahan berongga di kedua tangan dan kakiAn. H.
Nampak ada beberapa yang baru tumbuh dan bernanah. Riwayat penyakit terdahulu An H tidak
pernah masuk rumah sakit. Hanya pernah mengeluhkan batuk dan pilek. Berdasarkan hasil
observasi rumah klien non permanen, pencahayaan baik, pengelolaan sampah dilakukan
dengan cara dikumpulkan ditempat sampah dan dibuang kesungai karena tidak ada petugas
yang mengambil sampah kerumah, dan air minum yang digunakan untuk masak dari air galon
dan untuk mandi dari air sungai. Berdasarkan data hasil pengkajian tersebut maka dapat
kurang informasi dan sumber pengetahuan, Kerusakan integritas kulit pada an. H berhubungan
dengan penyakit kulit yang diderita (skabies), dan Hambatan rasa nyaman pada an. h
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosis kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penyakit kulit yang diderita (skabies) adalah dengan pengecekan kulit dan
manajemen pruritus salah satunya pemberian rendam air garam untuk mengatasi skabies.
Perubahan keadaan lesi skabies observasi dan di dokumentasikan setelah pemberian rendam air
garam selama 7 hari (1 minggu) untuk mengetahui adanya perubahan. Sesuai dengan penelitian
oleh Khotimah tahun 2017 yang menyebutkan bahwa ada pengaruh dalam pemberian rendam
KETERBATASAN
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian.
Keterbatasan dalam pemberian asuhan keperawatan pada An. H yaitu sulit untuk melakukan
intervensi sebanyak 2 kali dalam 1 hari, dikarenakan rendam air garam dapat menyebabkan
timbulnya perih saat ada lesi yang pecah. Intervensi efektif dilakukan rutin hanya pada pagi
atau siang hari saat An. H pergi sekolah di siang hari. Peneliti hanya menggunakan 1 subjek
penelitian saja, sehingga saat evaluasi keperawatan mengenai kerusakan integritas kulit hanya
berfokus pada 1 orang saja. Padahal dalam proses penyembuhan luka atau lesi tiap kulit
berbeda-beda. Pada artikel penelitian acuan tidak menyebutkan standar kandungan dari garam
yang harus diberikan pada pasien, sehingga disarankan pada penelitian berikutnya dapat
membandingan kandungan NaCl secara pasti pada air yang digunakan untuk rendaman lesi
scabies serta untuk waktu penelitian, relatif singkat, sehingga disarankan untuk penelitian
selanjutnya mengatur terkait durasi riset sehingga memiliki efek jangka panjang.
PENUTUP
Hasil asuhan keperawatan keperawatan terhadap An. H dengan kerusakan integritas kulit
karena penyakit skabies diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi, acuan, atau
data balik bagi institusi pelayanan kesehatan, pendidikan, maupun dinas kesehatan. Bagi
institusi pendidikan, hasil karya tulis ilmiah Ners ini diharapkan dapat menjadi data dan
pemberian terapi komplementer berupa rendam air garam untuk mengurangi tingkat keparahan
lesi skabies dan gatal pada klien. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa memiliki kompetensi
yang memadai untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang didapatkan. Bagi Puskesmas, dapat
mengajarkan terapi komplementer berupa rendam air garam kepada para kader untuk
penanganan skabies di wilayah kerja Puskesmas Martapura Barat agar lebih banyak
masyarakat yang menerapkannya karena tergolong mudah untuk dilakukan. Bagi peneliti
selanjutnya, bisa menggunakan seluruh keluarga sebagai subjek penelitian sehingga saat
evaluasi keperawatan mengenai kerusakan integritas kulit tidak hanya berfokus pada 1 orang
saja dan diharapkan pada penelitian berikutnya dapat membandingan kandungan NaCl secara
REFERENSI
1. Harianto, S. P. and Dewi, B. S. (2017) ‘Biodiversitas Fauna di Kawasan Budidaya Lahan
Basah’, Buku Ajar Biologi Konservasi,pp. 1-218.
2. Wijayanti, L., & Ainiyah, N. (2019). the
Effect of the Skin Personal Hygiene Modules As Health Education Media Against
https://doi.org/10.36720/nhjk.v8i1.54
Ethiopia : unmatched case control study. BMC Research Notes, 12(305), 12-17.
https://doi.org/10.1186/s13104-yu019- 4317-x
20(1),46-51.
https://doi.org/10.4103/ijpd.IJP
physical health of Northern Plains Tribes. Family Comunity Health, 42(1), 1-7.
https://doi.org/10.1097/FCH.000000000 0000205.
Karina Mayashinta, Yulia Dwi Setia, Sri Poeranto, T. W. S. (2020) Infestasi Parasit dalam
Press, 2020.
logi+mengurangi+gatal+pada+scabies&l r=&hl=id&source=gbs_navlinks_s
Penyembuhan Lesi Scabies. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pesantren Tinggi Darul
Ulum Jombang
JURNAL II
Jurnal Keperawatan
ABSTRAK
Skabies menduduki peringkat 6 besar penyakit yang disebabkan oleh parasit epidermis pada kulit
dengan insiden tertinggi di dunia pada tahun 2020. Pendidikan kesehatan adalah upaya mempengaruhi
individu, keluarga maupun masyarakat guna mampu menjalankan perilaku yang lebih baik, karena
memberikan juga meningkatkan pengetahuan, sikap serta keterampilan. Tujuan daripenelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan efikasi diri
santriwati dalam pencegahan penularan scabies di Pondok Pesantren. Jenis penelitian ini adalah “Quasi
Eksperiment”, dengan rancangan Pretest and Posttest control Group Design. Teknik sampling yang
digunakan adalah Random simple sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner pengetahuan
tentang skabies masing-masing variabel dalam penelitian ini memiliki nilai Cronbach Alpha yang lebih
besar dibandingkan 0,6 dan memiliki nilai sebesar 0,937. Instrumen yang kedua kuesioner general scale
self efficacy dengan hasil seluruhnya memiliki t-value > 1.96 dan bermuatan faktorpositif. Alat analisis
data menggunakan Uji Wilxocon dan Uji Man Whitney. Hasil penelitian ini menggunakan analisis uji
Wilcoxon menunjukan adanya perbedaan pada tingkat pengetahua dan efikasi diri yang signifikan
sebelum dan sesudah dilakukanpendidikan kesehatan dengan nilai p = 0.0001 (p>0,05), dan hasil dari
uji Man Whitney didapatkan adanyaperbedaan tingkat pengetahuan dan efikasi diri pada kelompok
edukasi dan kontrol saat post-test dengan nilai p= 0.0001 (p>0,05). Peneliti menyarankan pihak pondok
pesantren mampu bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk mengadakan promosi kesehatan
secara rutin tentang Skabies maupun penyakit menular lainnya.
ABSTRACT
Scabies is ranked as the top 6 diseases caused by epidermal parasites on the skin with the highest
incidence in the world in 2020. Health education is an effort to influence individuals, families and
communities to be able to carry out better behavior, because itprovides knowledge, attitudes and skills.
The purpose of this study was to determine the effect of health education on the level of knowledge and
self-efficacy of female students in preventing scabies transmission in Islamic boarding schools. This
type of research is "Quasi Experiment", with the Pretest and Posttest control Group Design. The
sampling technique used is random simple sampling. The research instrument was a knowledge
questionnaire about scabies. Each variable in this study had a Cronbach Alpha value that was greater
than 0.6 and had a value of0.937. The second instrument is a general scale self-efficacy questionnaire
with all results having a t-value > 1.96 and a positive factor charge. The data analysis tool uses the
Wilxocon Test and the Man Whitney Test. The results of this study using the Wilcoxon test analysis
showed that there were significant differences in the levels of knowledge and self-efficacy before and
after health education with a value of p = 0.0001 (p>0.05), and the results of the Man Whitney test
found that there were differences in levels of knowledge and efficacy themselves in the education and
control groups during the post-test with a value of p = 0.0001 (p> 0.05). The researcher suggests that
the Islamic boarding school is able to work together with the local health center to hold
regular health promotions about scabies and other infectious diseases.
PENDAHULUAN
Skabies menduduki peringkat 6 besar penyakit yang disebabkan oleh parasit
epidermis pada kulitdengan insiden tertinggi di dunia, prevalensi terbaru untuk
skabies berkisar antara sekitar 0,2% hingga 71% menurut WHO (World Health
Organization) tahun 2020. Skabies dan ektoparasit lainnya tergolong dalam
penyakit tropis yang terabaikan, (neglected tropical diseases/NTDs), Skabies
terjadi diperkirakan 150-200 juta orang diseluruh dunia dengan perkiraan 455 juta
kasus per tahun dikutip dari IACS (Alliancefor the Controlof Scabies) tahun 2020.
Wabah skabies baru dilaporkan di rumah sakit, dikarenakan jam kerja yang
panjang dan pergantian tempat tidur yang tinggi di bangsal COVID, dan di dalam
rumah tangga karena kontak dekat dengan kerabat dan orang yang tinggal bersama
yang disebabkan oleh kebijakan 'stay-at-home (Trave et al., 2
022).
Hasil Penelitian Rahmatyawati, Asniar & Atika, tahun (2022), didapatkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap santri dalam pencegahan skabies
namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan,
praktik kebiasaan personal hygiene dalam pencegahan scabies. Pengetahuanmampu
mendukung seseorang terhindar dari suatu penyakit, terutama penyakit menular.
Kejadian skabies banyak dijumpai pada kelompok yang hidup dengan kondisi
kebersihan diri dan lingkungan di bawah standar. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tentang skabies, penyebabnya, cara penularan dan
pencegahannya pada kelompok yang kurang pengetahuan tentang skabies dan
berisiko terkena skabies dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang
memiliki pengetahuan hidup bersih dan sehat yang baik. (Husna, dkk, 2021).
Kejadian skabies terjadi pada sekelompok orang yang tinggal bersama di suatu
fasilitas tertentu yang cukup besar, seperti pondok pesantren, pantiasuhan, asrama,
shelter, rumah detensi, dan lain- lain. Kepadatan populasi ini memudahkan
berkembangnya skabies pada populasi ini (Dewi & Caesar, 2019). Dampak
kesehatan yang muncul secara tidak langsung dari komplikasi skabies yaitu infeksi
bakteri, pada bayi dan anakkecil dapat menimbulkan komplikasi pada ginjalyaitu
glomerunofritis (Widasmara, 2022). Kondisi kulit ini seringkali menimbulkan rasa
tidak nyaman karena lukanya terasa sangat gatal sehingga membuat penderitanya
menggaruk dan menyebabkan peradangan. Pengaruh scabies terhadap kualitas
hidup dapat mempengaruhi setiap orang baik dewasa maupun anak-anak yaitu
malu dengan penyakitnya, menutupi bagian tubuh yang terkontaminasi skabies,
membatasi aktivitasnya, merasa terjebak oleh orang-orang disekitarnya. (Worth et
al., 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan efikasi diri santriwati dalam
pencegahan penularan skabies di Pondok Pesantren adapun tujuan khusus untuk
mengetahui karakteristik santriwati seperti usia, dan tingkat pendidikan, paparan
informasi sebelumnya mengenai skabies dan pengalaman. Mengidentifikasi tingkat
pengetahuan santriwati tentang scabies sebelum dan sesudah dilakukannya
peyuluhan scabies. Mengidentifikasi tingkat efikasi diri santriwati tentang scabies
sebelum dan sesudah dilakukannya peyuluhan scabies. Mengidentifikasi pengaruh
pendidikan kesehatan tentang skabies terhadap tingkat pengetahuan dan efikasi diri
santriwati.
METODE
Kerangka konsep penelitian ini variabel bebasnya adalah pendidikan kesehatan
tentang skabies dan variabel terikatnya adalah tingkat pengetahuan dan efikasi diri.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dengan pre and
post control group design. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
Simple Random Sampling. Ukuran sampel di setiap kelompok adalah 25 (25 di
kelompok perilaku, 25 di kelompok kontrol). Tempat belajar di Pesantren Al
Musyaffa Kendal dan Pesantren Al Itqon Patebon. Instrumen penelitian berupa
kuesioner skabies yang telah diuji oleh peneliti sebelumnya yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti sebelumnya, bahwa setiap variabel
memiliki nilai korelasi yang berbeda-beda, dengan nilai yang lebih besar dari
korelasi pada tabel yaitu. 0,273. Untuk setiap variabel hasil uji reliabilitas
instrumen pada penelitian ini nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6. Variabel
data tersebut memiliki nilai 0,937 sehingga dikatakan reliabel. Hasil kuesioner
efikasi diri dan uji validitas skala umum yang diuji validitas dan reliabilitasnya
oleh peneliti terdahulu terbukti valid dan reliabel, dan hasil item instrumen tersebut
menunjukkan nilai t > 1,96 dan positif. Alat analisis data menggunakan uji
Wilxocon dan uji Mann-Whitney.
Tabel 2.
Deskriptif Karakteristik pendidikan, paparan informasi sebelumnya dan
pengalaman pada
kelompok kontrol dan kelompok edukasi(n=50)
Variabel KelompokKontrol (n=25) KelompokEdukasi
(n=25)
F (%) f (%)
Pendidikan
SD 2 (8,0) 0
SMP 8 (32.0) 8 (44,0)
SMA 13 (52,0) 17 (56,0)
PerguruanTinggi 2 (8,0) 0
Paparan Informasi Sebelumnya
Pernah 18 (72,0) 10 (40,0)
TidakPernah 7 (28,0) 15 (60,0)
Pengalaman
Ya 21 (84,0) 23 (92,0)
Tidak 4 (8,0) 2 ________(80)________
Karakteristik santri pada kelompokkontrol dan kelompok edukasi berupa usia,
pendidikan, paparan informasi sebelumnya dan pengalaman. Tabel 4.1 menunjukan
hasil usia pada kelompok kontrol responden dengan umur terendahadalah 19 tahun
dan 21 tahun, sedangkan pada kelompok edukasi menunjukkan usia paling rendah
adalah 18 tahun dan paling tinggi 19 tahun. Sesuai dengan tabel 2 hasil pada
karakteristik pendidikan, paparan informasi sebelumnya dan pengalaman pada
kelompok kontrol didapatkanmayoritas tingkat pendidikan pada kelompok ini
adalah SMA, sebanyak 13 responden (52%). Paparan informasi sebelumnya
mengenai skabies pada kelompok kontrol mayoritas responden sudah pernah
mendapatkan informasi mengenai skabies, dengan jumlah 18 responden
(72%).Karakteristik responden berdasarkan pengalaman, sebagian besar pada
kelompok kontrol sebanyak 21 respoden (84%) pernah mengalami gejala skabies.
Karateristik pada kelompok kontrol didapatkan mayoritas pendidikan pada
kelompok ini juga SMA, sebanyak 17 responden (56%). Paparan
informasisebelumnya pada kelompok inimenujukan lebih banyak responden
yangbelum pernah mendapatkan informasi mengenai skabies dengan jumlah 15
responden (60%). Berdasarkan pengalaman mengalami gejala skabies mayoritas
pada kelompok perlakuan didapatkan 23 responden (92%) pernah mengalami
gejala skabies.
DAFTAR PUSTAKA
SKABIES
Sub Pokok Bahasan : Pemberian Air Garam terhadap Kerusakan Integritas Kulit
A. Latar Belakang
Berdasarkan hasil penelitian dari Mila & Kurnia (2023) yang berasal dari
integritas kulit pada keluarga An.H dengan Skabies ( Studi Kasus pada
Skabies dapat menimbulkan lesi pada kulit serta gatal-gatal. Oleh karena
kulit yaitu dengan terapi komplementer berupa pemberian rendam air garam.
Dari hasil intervensi penelitian yang dilakukan ternyata studi kasus yang
integritas kulit dan jaringan akibat scabies . Studi kasus pada An. H dengan
kerusakan integritas kulit dalam pemberian intervensi beruparendam air garam
yang diberikan 1 kali sehari selama 7 hari dengan pendekatan pre dan post.
Studi kasus lakukan pada tanggal 25 mei 2022-31 mei 2022. Studi kasus
Martapura Barat kepada An. H (13 tahun) dengan masalah skabies. Peneliti
fisik.
berdasarkan tingkat keparahan lesi. Hasil pre dan post intervensi menunjukkan
adanya pengurangan tingkat keparahan dan ukuran lesi skabies dari skala 2
rendam air garam yang dilkukan selama 7 hari memperlihatkan hasil lesi
secara langsung ataupun tidak langsung. Salah satu penyakit menular yang
banyak ditemukan di daerah lahan basah yaitu Skabies. Penyakit kulit ini
diantaranya pada anak-anak usia sekolah, remaja maupun orang dewasa, baik
skabies dapat ditularkan secara langsung setelah ada kontak dengan penderita
(Srinivas dkk, 2019). Penularan secara tidak langsung dapat terjadi ketika
memakai pakaian, handuk, tempat tidur dan fasilitas umum yang di pakai
(kutu kecil) yang bernama Sarcoptes scabiei varietas hominis dan terdapat 300
juta setiap tahunnya dengan angka yang beraneka ragam di setiap negara
kejadian skabies diperkirakan memengaruhi lebih dari 200 juta orang setiap
saat, dengan perkiraan prevalensi pada beberapa literatur berkisar 0,2% hingga
12,95% yang merupakan penyakit ketiga terbesar dari 12 penyakit kulit pada
Barat yang mana penyakit kulit atopic dermatitis dan salah satu didalamnya
skabies menduduki Peringkat ke 4 dalam 10 Penyakit Terbanyak dengan
gatal. Gatal dirasakan pada siang dan malam hari. Gatal yang memberat akan
akan menimbulkan iritasi pada kulit. Lesi skabies muncul di kulit menyerupai
bulatan seperti jerawat kecil atau berubah warna, selanjutnya kulit mengeras
dengan kerak tebal yang mengandung ribuan tungau dan telur, dan mudah
memiliki khasiat untuk mengatasi lesi dan gatal ataupun modifikasi gaya
hidup.
penggunaan rendam air garam. Rendam air garam dengan kandungan NaCl
yang tinggi dapat mempercepat proses penyembuhan luka juga dibuktikan dari
Natrium dan Klorida (NaCl) yang terkandung dalam rendam air garam
mampu memberikan efek kesembuhan pada penderita penyakit kulit dengan
indikasi rusaknya jaringan pada kulit. NaCl merupakan isotonik dan juga
pada luka (Kim et al, 2015). Natrium klorida (NaCl) dapat berfungsi
sekitar luka. Rendam air garam dengan kandungan kadar NaCl yang tinggi
bisa menjadi alternative pengganti rendam air garam, karena bisa di buat
sendiri di rumah tanpa harus mengambil air dari laut, terutama untuk
masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari laut. Kondisi lembab yang
luka (Kim et al, 2015). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik
hangat sebanyak 2 liter di baskom tempat merendam dengan suhu kurang lebih
40 C atau hangat kuku, memasukan garam 20 mg/ 3 sdt lalu aduk hingga
garam larut, dan rendam selama 10 menit lalu keringkan dengan handuk
lakukan dua kali sehari secara berturut- turut tiap pagi dan sore (pagi jam
1. Tujuan Umum
Integritas Kulit
2. Tujuan Khusus.
D. Strategi Pelaksanaan
scabies.
sudah dijelaskan.
dikemudian hari.
E. Pengaturan Tempat
berdiri di depan klien agar klien dapat menyimak materi tanpa gangguan, dan
pemberi materi dapat melihat klien serta feedback dari klien. Fasilitator berdiri
dibelakang klien sehingga dapat memonitor klien dan membantu peserta jika
ada hal yang dibantu. Bagian Dokumentasi berdiri disebelah kiri agar dapat
Penyuluh
Dokumentasi
Fasilitator
F. Pengorganisasian
Tugasnya :
2. Fasilitator.
Tugasnya :
3. Dokumentasi
a. Melakukan dokumentasi kegiatan Pendidikan Kesehatan
G. Evaluasi
Adapun evaluasi yang dapat dicapai setelah kegiatan berlangsung antara lain:
H. Materi
1. Latar Belakang
berasal dari jurnal yang berjudul Pemberian Rendam Air garam terhadap
dampak yang baik terhadap kerusakan integritas kulit dan jaringan akibat
scabies . Studi kasus pada An. H dengan kerusakan integritas kulit dalam
selama 7 hari dengan pendekatan pre dan post. Penelitian ini menggunakan
pada tanggal 25 mei 2022-31 mei 2022. Studi kasus dilakukan di Desa
pemeriksaan fisik.
secara langsung ataupun tidak langsung. Salah satu penyakit menular yang
banyak ditemukan di daerah lahan basah yaitu Skabies. Penyakit kulit ini
Ainiyah, 2019).
dapat terjadi ketika memakai pakaian, handuk, tempat tidur dan fasilitas
tungau (kutu kecil) yang bernama Sarcoptes scabiei varietas hominis dan
terdapat 300 juta setiap tahunnya dengan angka yang beraneka ragam di
dari 200 juta orang setiap saat, dengan perkiraan prevalensi pada beberapa
kulit pada umumnya (8). Data yang didapatkan dari Provinsi Kalimantan
adalah gatal. Gatal dirasakan pada siang dan malam hari. Gatal yang
mengandung ribuan tungau dan telur, dan mudah terkelupas saat disentuh
2020).
memiliki khasiat untuk mengatasi lesi dan gatal ataupun modifikasi gaya
hidup.
penggunaan rendam air garam. Rendam air garam dengan kandungan NaCl
dan juga garam fisiologis yang baik digunakan untuk pembersih, pembasuh
dankompres pada luka (Kim et al, 2015). Natrium klorida (NaCl) dapat
kadar NaCl yang tinggi bisa menjadi alternative pengganti rendam air
garam, karena bisa di buat sendiri di rumah tanpa harus mengambil air dari
laut, terutama untuk masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari laut.
Kondisi lembab yang diciptakan dengan adanya NaCl dalam merawat luka
air garam.
mg/ 3 sdt lalu aduk hingga garam larut, dan rendam selama 10 menit lalu
selama 7 hari (1 minggu), lakukan dua kali sehari secara berturut- turut tiap
pagi dan sore (pagi jam 10.00, sore jam 16.00) (12).
2. Konsep Dasar Scabies
a. Pengertian.
krusta.
penggunaan rendam air garam. Rendam air garam dengan kandungan NaCl
dan juga garam fisiologis yang baik digunakan untuk pembersih, pembasuh
dankompres pada luka (Kim et al, 2015). Natrium klorida (NaCl) dapat
kadar NaCl yang tinggi bisa menjadi alternative pengganti rendam air
garam, karena bisa di buat sendiri di rumah tanpa harus mengambil air dari
laut, terutama untuk masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari laut.
Kondisi lembab yang diciptakan dengan adanya NaCl dalam merawat luka
air garam.
mg/ 3 sdt lalu aduk hingga garam larut, dan rendam selama 10 menit lalu
selama 7 hari (1 minggu), lakukan dua kali sehari secara berturut- turut tiap
pagi dan sore (pagi jam 10.00, sore jam 16.00) (12).
NO TANGGAL HASIL KONSULTASI PARAF
LEMBAR KONSUL