Anda di halaman 1dari 3

Mengapa Harus Tidur Minimal 8 Jam pada Malam Hari?

Sumber: FKM UNAIR

Oleh: Nathania Indrawati

Tidur merupakan aktivitas yang terjadi di alam bawah sadar manusia dan
menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia. Kuantitas dan kualitas tidur
seseorang memiliki pengaruh dalam aktivitas manusia sehari-hari. Kondisi
kurang tidur atau gangguan tidur (sleep deprivation) kerap ditemukan pada
kalangan remaja hingga dewasa (Fazhilah, 2020). Kualitas tidur yang baik,
antara lain memiliki durasi tidur yang cukup, yaitu sekitar 7-8 jam setiap
hari, tidak sering terbangun saat tidur, dan dapat tertidur dengan mudah
setelah 30 menit berbaring (Sulana, 2020).

Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Fazhilah (2021), survei indeks pola
hidup sehat American International Assurance (AIA) pada tahun 2013
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia hanya dapat merealisasikan
waktu tidur mereka 6 jam setiap harinya pada malam hari karena padatnya
aktivitas yang kian meningkat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rianto, et al (2022), kualitas


tidur yang tidak baik akan berdampak pada kekambuhan hipertensi yang
terjadi pada lansia. Kualitas tidur yang buruk dapat mengubah hormon
stres kortisol dan sistem saraf simpatik sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah pada lansia.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gunarsa, et al (2021), seseorang


(siswa) yang memiliki kualitas tidur buruk akan mendapatkan dampak
negatif di dalam tubuhnya, yaitu mengganggu regenerasi sel dan
keseimbangan metabolisme tubuh. Hal tersebut dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh tertentu karena tidak diberi waktu untuk istirahat
yang cukup. Namun, seseorang yang memiliki kualitas tidur baik akan
mendapat berbagai dampak positif bagi tubuh, seperti tidak mudah
terserang penyakit, dapat menjaga keseimbangan mental, meningkatkan
kesehatan tubuh, stres pada paru, kardiovaskular, endokrin, dan lain
sebagainya dapat berkurang (Putra & Kriswanto, 2019).
Bisahkah Sampah di Laut Berdampak pada Kesehatan Manusia?

Sumber: FKM UNAIR

Plastik telah menyebar hingga lingkungan laut di seluruh penjuru dunia.


Sejumlah besar sampah plastik di laut berasal dari sumber kontinental
melalui sungai seperti limbah industri serta limpasan sedimen pantai.
Selain itu, kegiatan industri lepas pantai juga dapat menjadi sumber
sampah plastik di laut. Di antara jenis sampah plastik, mikroplastik menjadi
perhatian khusus. Terlebih kurangnya teknologi yang tersedia untuk
mengukur keberadaan mikroplastik di lingkungan berpotensi mengancam
kesehatan biota laut bahkan manusia.

Mikroplastik merupakan pecahan dari puing-puing plastik yang lebih besar


sehingga membentuk partikel berukuran mikro. Karena ukurannya yang
sangat kecil, organisme di laut dapat menyerap mikroplastik ke dalam
tubuhnya melalui sistem pencernaan.

Terdapat studi yang mengamati keberadaan mikroplastik di berbagai


hewan komersial, seperti ikan, kerang, tiram, dan udang. Kerang dan tiram
yang hidup di muara cenderung menelan mikroplastik, sebab air dan
sedimen di daerah tersebut mayoritas telah terkontaminasi dengan
mikroplastik. Contoh lain, ikan dan udang yang memakan hasil olahan
hewan lainnya (misalnya tepung ikan) dapat terkontaminasi dengan
mikroplastik yang ada dalam produk tersebut. Fakta ini memicu
kekhawatiran mengenai konsumsi mikroplastik oleh manusia melalui
konsumsi spesies laut yang terkontaminasi oleh mikroplastik.

Bahaya Mikroplastik Pada Manusia

Mikroplastik pada lingkungan laut yang mengandung bahan kimia dapat


membahayakan dan sangat beracun bagi hewan maupun manusia.
Mikroplastik pada hewan menyebabkan kerusakan fungsi utama yang
biasanya menopang kesehatan dan keanekaragaman hayati. Begitu pula
bagi manusia yang mengonsumsi hewan yang terkontaminasi mikroplastik
dapat terganggu kondisi kesehatannya. Oleh karenanya keberadaan
sampah plastik dapat meningkatkan risiko global penyakit manusia dan
hewan melalui jalur kontaminasi.

Permasalahan akibat dari mikroplastik tidak hanya berdampak pada aspek


ekologis saja. Akan tetapi juga membahayakan ketahanan pangan,
keamanan pangan, serta terutama kesehatan manusia. Manusia sangat
rentan terpapar mikroplastik melalui makanan yang telah terkontaminasi.
Namun demikian, informasi tentang keberadaan mikroplastik dalam produk
ini masih langka, tingkat paparan secara umum sebagian besar tidak
diketahui, dan efek potensial pada konsumen kurang dipahami. Oleh
karenanya perlu penilaian besar risiko lebih lanjut.

Dengan cara memahami proses dan mekanisme asimilasi mikroplastik


dalam jaringan manusia serta efeknya terhadap kesehatan manusia, kita
dapat menilai besar risiko yang ada. Metode ini mengadopsi kerangka
kerja analisis risiko keamanan pangan untuk mengevaluasi bahaya dan
risiko makanan laut yang terkontaminasi dengan mikroplastik terhadap
konsumen. Dengan demikian, dampak mikroplastik pada kesehatan
manusia dapat diketahui.

Penulis: Azmilatussalmah Fauziah

Anda mungkin juga menyukai