Anda di halaman 1dari 15

Penyelesaian Sengketa Tanah Warisan di Wagirkidul, Pulung

1
narita agus dwi putri_401210222
2
nihal dwi ayu nur wardani_401210227
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Pendahuluan

Perlu diketahui bahwa Indonesia memiliki daratan yang luas yang membuatnya menjadi
sebuah negara agraris. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah di Indonesia memiliki nilai
yang sangat penting demi berlangsungnya kehidupan masyarakat. Sebagai tempat
manusia beraktivitas sehari-hari, kebutuhan akan tanah terus meningkat seiring dengan
pembangunan nasional dan bertambahnya penduduk, yang membuat tanah menjadi
kebutuhan pokok yang menjunjang kehidupan masyarakat saat ini. Sehingga tidak jarang
ditemukan konflik maupun sengketa pertanahan di tengah-tengah masyarakat. Oleh
karenanya dibutuhkan suatu pengaturan serta lembaga negara yang secara khusus
berkecimpung dan berwenang dalam pertanahan ataupun masalah penanganan
pertanahan.

Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk
manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan
kelanjutan kehidupannya. Oleh karena itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota
masyarakat sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang
menyangkut tanah.1 Konflik pertanahan sudah mengakar dari zaman dulu hingga
sekarang, akar konflik pertanahan merupakan faktor yang mendasar yang menyebabkan
timbulnya konflik pertanahan. Akar permasalahan konflik pertanahan penting untuk
diidentifikasi dan diinventarisasi guna mencari jalan keluar atau bentuk penyelesaian
yang akan dilakukan.2

1
Syaiful Azam, “Eksistensi Hukum Tanah dalam mewujudkan tertib Hukum Agraria” Makalah Fakultas
Hukum USU – Digitized by USU Digital Library, 2003, 1.
2
Sumarto, “Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan Prinsip Win-Win Solution oleh
Badan Pertanahan nasional RI” Disampaikan pada Diklat Direktorat Konflik Pertanahan Kemendagri RI tanggal 19
September, 2012, 4.

1
Tanah merupakan sarana yang amat penting dalam pembangunan dan bagi kehidupan
manusia. Karena kehidupan manusia hampir sebagian besar tergantung pada tanah, baik
untuk tempat pemukiman, sumber mata pencaharian, maupun sebagai tempat
peristirahatan yang terakhir. Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya
pembangunan, maka kebutuhan akan tanah semakin meningkat pula, sedangkan
persdiaan tanah sangat terbatas. Keadaan yang demikian berakibat harga tanah semakin
melonjak dan semakin susah untuk didapatkan, termasuk di kota-kota besar. Hal itu
disamping membawa dampak positif, yaitu memberikan peningkatan kesejahteraan dan
keuntungan bagi pemiliknya, juga membawa dampak negatif yaitu semakin
meningkatnya kejahatan di bidang pertanahan.3

Pembagian otoritas yang dikotomis merupakan faktor pemicu timbulnya konflik sosial
dalam masyarakat. Pembagian kekuasaan dapat menimbulkan kepentingan-kepentingan
yang berlawanan antara satu dan lainnya. Pihak yang menempati posisi sebagai
pemegang otoritas dan yang tidak memiliki otoritas, memiliki kepentingan yang
berlawanan satu sama lainnya. Pihak yang memiliki otoritas cenderung mengukuhkan
keadaan waktu tertentu, sedangkan yang tidak memiliki otoritas akan berusaha mengubah
status keadaan mereka. Dampaknya, semakin bertambahnya otoritas pada satu pihak,
semakin berkurang pula otoritas pada pihak yang lain. Konsep tersebut menegaskan
bahwa pendekatan konflik merupakan suatu gejala yang serba hadir dalam setiap
masyarakat dan selalu berhubungan erat dalam diri setiap masyarakat. Konsep atau model
ideal kebijakan dapat dilakukan hanya untuk mengatur dan mengendalikan konflik yang
terjadi agar tidak akan terbentuk dalam kekerasan serta berkepanjangan tanpa
penyelesaian yang mampu memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Dalam kaitan
dengan konflik pertanahan, teori tentang konflik sangat relevan sebagai salah satu konsep
guna mendukung model-model yang dianggap lebih layak. Hal tersebut, karena masalah
sengketa pertanahan merupakan salah satu masalah yang sering muncul dan cenderung
disertai tindakan kekerasan.

Penyelesaian terhadap kasus-kasus terkait sengketa perdata pada umumnya ditempuh


melalui jalur pengadilan yang dapat dipastikan memerlukan waktu dan biaya yang tidak

3
I Wayan Suandra. Hukum Pertanahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, 47.

2
sedikit. Sebenarnya terdapat jalur penyelesaian lain yang belum banyak diketahui
masyarakat luas yaitu mediasi di kantor pertanahan setempat. Dalam perkembangannya,
mediasi mulai sering dijadikan salah satu pilihan dalam menyelesaian sengketa di bidang
pertanahan.

Perlu diketahui bahwa kebutuhan akan tanah dari hari ke hari semakin meningkat, antara
lain disebabkan oleh meningkatnya populasi penduduk dan maraknya pembangunan,
yang mana memerlukan tanah sebagai sarana utamanya. Sedangkan tanah merupakan
suatu komponen yang sifatnya terbatas. Sehingga seiring dengan semakin meningkatnya
kebutuhan akan tanah maka sering sekali timbul permasalahan-permasalahan tanah dalam
masyarakat yang objeknya adalah tanah.

Di Indonesia sendiri penyelesaian sengketa melalui mediasi banyak dipilih oleh


masyarakat, dan siapapun yang dianggap layak oleh masyarakat dapat ditunjuk sebagai
mediator dalam mediasi. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia memiliki rasa
kebersamaan yang tinggi sehingga permasalahan dianggap dapat diselesaikan secara
kekeluargaan. Begitu pula yang disampaikan oleh Suyud Margono yang menyatakan
bahwa Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa) mempunyai
daya tarik tersendiri di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial-budaya
tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.4

Teori

Sengketa tanah merupakan sengketa yang sudah lama ada, dari era orde lama, orde baru,
era reformasi dan hingga saat ini. Sengketa tanah secara kualitas maupun kuantitas
merupakan masalah yang selalu ada dalam tatanan kehidupan masyarakat. Sengketa atau
konflik pertanahan menjadi persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung
dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Sengketa
dan konflik pertanahan merupakan bentuk permasalahan yang sifatnya komplek dan
multi dimensi.5

4
Gatot P Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, 139.
5
Ibid., 2.

3
Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sengketa dapat terjadi antara
individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan
kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan negara,
antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata lain, sengketa
dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik dalam lingkup
lokal, nasional maupun internasional.

Tanah dalam masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesejahteraan
seseorang, perkembangan kehidupan keluarga, dan kelompok. Mempertahankan tanah
berarti mempertahankan hidup dan kehidupan. Disamping bernilai ekonomis, tanah juga
secara intrinsik mengandung nilai yang bermakna sangat tinggi dan mendasar. Tanah
dapat menunjukkan tingkat status sosial seseorang yang tercermin dari jumlah
penguasanya atas tanah. Semakin banyak tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang
semakin tinggi status sosialnya, dapat dijadikan tolak ukur prestasi sosial seseorang dan
sebagai simbol sosio-kultural suatu masyarakat.

Penyelesaian sengketa pertanahan ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

1) Melalui jalur Pengadilan Prinsip Penting yang harus dipegang Negara hukum
adalah adanya jaminan bahwa ada kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya
bahwa Pelaku Kekuasaan Kehakiman harus lepas dari segala intervensi lembaga
lainnya baik itu Pemerintah dalam hal ini Kekuasaan Eksekutif ataupun DPR
dalam hal ini kekuasaan Legislatif. Penyelesaian sengketa melalu jalur
pengadilan, dapat ditempuh para pihak dengan cara menyampaikan suatu bentuk
gugatan tertulis kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat yang
berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

2) Melalui Jalur Diluar Pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR)


Penyelesaian sengketa dengan menggunakan cara non litigasi atau Alternative
Dispute System sebenarnya merupakan model penyelesaian sengeketa yang
sangat cocok dengan karakter kekeluargaan, sangat berbeda dengan penyelesaian
sengekta melalui jalur pengadilan yang sering kali menciptakan kekacauan atau
konfrontatif. Praktek yang terjadi didalam masyarakat, penyelesaian diluar

4
pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR) sering menjadi jalur utama
yang ditempuh untuk menyelesaikan sengekta pertanahan. Penyelesaian diluar
pengadilan cenderung lebih mudah dan cepat, selain itu tidak mengeluarkan
terlalu banyak biaya dibandingkan melalui jalur pengadilan. Atas pertimbangan
diatas masyarakat lebih sering menyelesaikan sengketa pertanahan melalui jalur
ini, selain alasan diatas ada juga pemikiran bahwa penyelesaian melalui jalur
pengadilan mengandung unsur kecurangan yang tinggi dimana pihak yang
memiliki kekuasaan yang dapat memenangkan sengketa.6

Berikut adalah beberapa cara yang dapat ditempuh dalam Penyelesaian Sengketa
tanah melalui jalur diluar Pengadilan/ Alternative Dispute Resolution (ADR):

a. Musyawarah (Negotiation). Negosiasi merupakan suatu cara penyelesaian


sengketa diluar pengadilan/ Alternative Dispute Resolution (ADR). Negosiasi
melibatkan dua atau lebih pihak yang berkepentingan. Tujuannya adalah agar
tercapai sebuah kesepakatan untuk sebuah permasalahan/konflik. Penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa negosiasi adalah penyelesaian
sengketa yang sifatnya bipartite (lebih dari satu pihak). Hasil dari negosiasi
berupa penyelesaian kompromi (compromise solution) yang tidak mengikat
secara hukum. Umumnya negosiasi digunakan dalam sengketa yang tidak
terlalu pekik, dimana para pihak masih bertitikad baik dan bersedia untuk
duduk bersama membicarakan/menyelesaikan masalah. Dalam melakukan
negosiasi ada beberapa hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh pihak-pihak
yang bernegosiasi (negosiator), yaitu :

1) Pengetahuan atau keterampilan

2) Itikad baik dalam menyelesaikan sengketa

3) Kemampuan untuk memberikan solusi yang baik/adil.

b. Konsiliasi (conciliation). Konsiliasi adalah upaya yang ditempuh untuk


mempertemukan keinginan pihak yang berselisih agar para pihak sepakat
6
Fingli A. Wowor. “Fungsi Badan Pertanahan Nasional terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah”, Lex
Privatum, Vol. 2 No. 2, 2014, 97.

5
menyelesaikan konflik atau sengketa. Menurut Oppenheim, Konsiliasi adalah
proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkannya ke suatu komisi
orangorang yang bertugas untuk mengartikan atau menjelaskan fakta-fakta
untuk mecapai suatu kesepakatan guna penyelesaian konflik. 7 Proses
konsiliasi ada seorang yang netral untuk menengahi kedua belah pihak yang
bersengketa (konsiliator), yang dipilih dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Konsiliator harus dapat menyelesaikan perselisihan dalam kurun waktu
paling lama tiga puluh hari kerja sejak menerima permohonan/permintaan
penyelesaian konflik. Apabila dalam proses konsiliasi ditemukan kata damai
antara kedua belah pihak, maka akan dibuatkan sebuah perjanjian damai yang
akan ditandatangani kedua belah pihak yang bersengketa yang selanjutnya
akan didaftarkan pada pengadilan wilayah hukum dimana kesepakatan damai
tersebut dibuat. Tujuan pendaftaran perjanjian damai tersebut adalah apabila
ada pihak yang tidak mentaati perjanjian damai tersebut, pihak lain dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan tempat perjanjian
tersebut didaftarakan. Bila konsiliator gagal mendamaikan para pihak yang
bersengketa, maka konsiliator mengeluarkan anjuran penyelesaian tertulis
paling lambat 10 hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama. Apabila kedua
belah pihak menyetujui anjuran tertulis dari konsiliator, maka konsiliator
akan mengeluarkan sebuah perjanjian bersama antara pihak yang bersengketa
yang akan didaftarakan ke pengadilan dimana objek tanah tersebut agar
mendapat akta bukti pendaftaran, bahwa konflik antara kedua belah pihak
tersebut telah diselesaikan secara konsiliasi.

c. Mediasi (Mediation). Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa


dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga
yang sifatnya independen (netral), dimana penengah tidak memiliki kekuatan
atau kewenangan mengambil keputusan yang sifatnya mutlak. Penyelesaian
Konflik/Sengketa dengan cara mediasi adalah bentuk dari kesepakatan kedua
belah pihak untuk memilih seseorang sebagai seorang mediator. Adapun

7
Elza Syarief, “Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan”. Kepustakaan Populer
Gramedia, 249.

6
prosedur yang harus ditempuh dalam mediasi adalah : (1) Pengantar, yang
berisi penjelesan mediator mengenai tata cara yang harus diikuti dan peran
komunikasi yang terbuka dengan asas saling mempengaruhi; (2) Memahami
permasalahan yang timbul dalam sengketa dengan cara memberikan kedua
belah pihak kesempatan untuk menyampaikan argument masing-masing
pihak; (3) Mengindentifikasi permasalahan dan mencari alternative
penyelesaian untuk mencapai kata sepakat; (4) Mengevaluasi alternatif yang
ada dalam menentukan kesepakatan disertai rincian pelaksanaannya.

d. Arbitrase. Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30


Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
djielaskan bahwa, “arbiter adalah seseorang atau lebih yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau
lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu
yang diserahkan penyelesaiannya melalu arbitrase”. Hal penyelesaian secara
arbitrase, setelah kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk
menyelesaikan sengekta secara arbitrase maka majelis arbiter menentukan
dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak
diatur dalam perjanjian mereka. Putusan arbitrase harus didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan negeri paling lambat 30 Hari setelah Putusan
tersebut diucapkan, apabila ketentuan tersebut tidak dilaksanakan maka
Putusan arbitrase dinyatakan tidak dapat dilaksanakan. Putusan Arbitrase
bersifat final dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat para pihak.
Putusan Arbitrase dilaksanakan apabila sudah melalui pemeriksaan oleh
ketua pengadilan negeri yang selanjutnya akan dilakukan eksekusi melalui
persetujuan ketua pengadilan negeri. Penjelasan mengenai penyelesaian
sengketa tanah diatas baik melalui pengadilan maupun penyelesaian sengketa
tanah diluar pengadilan, Badan Pertanahan Nasional berperan sebagai
alternative penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Analisis Kasus

7
Kasus ini berawal pada Januari 2022, seorang pedagang bernama Rimin yang meminjam
sertifikat tanah milik Syamsuri untuk jaminan peminjaman modal usaha di bank.
Syamsuri yang memiliki tanah seluas 4.000 meter meminjamkan sertifikat tanah tersebut
dengan syarat sertifikat harus sudah kembali di awal bulan tahun 2023. Sertifikat tanah
tersebut beratas namakan Syamsuri dan istrinya Siti. Istrinya juga menyetujui
peminjaman sertifikat ini, karena Rimin si peminjam merupakan teman dekat Siti. Bukan
karena itu saja, namun Syamsuri dan Siti adalah seorang pedagang yang menjadi teman
bisnis Rimin. Perjanjian ini sebelumnya tidak diketahui oleh anak-anak Syamsuri.
Syamsuri memiliki lima anak, dua putra dan tiga putri. Rencananya semua harta dan
tanah yang dimiliki Syamsuri akan diberikan anak-anaknya di tahun 2023 ini. Namun
karena sertifikat tanah masih dipinjam oleh Rimin, maka pembagian harta warisan belum
bisa dilakukan tahun 2022.

Rimin melakukan peminjaman modal usaha di bank dengan jumlah pinjaman Rp


20.000.000 dengan lama angsuran 12 bulan. Maka sudah bisa diperkirakan bahwa
sertifikat milik Syamsuri akan kembali pada awal tahun 2023. Namun, pada bulan
November Syamsuri wafat dan dua bulan kemudian istri Syamsuri juga wafat. Anak-
anak Syamsuri mengetahui bahwa sertifikat tanah dengan bangunan rumah yang sekarang
ditempati salah satu anak Syamsuri telah dipinjamkan kepada Rimin. Anak-anak
Syamsuri mengetahui hal itu satu bulan sebelum istri Syamsuri wafat. Rencananya
sertifikat itu ingin diminta oleh anak-anak Syamsuri tiga bulan setelah wafatnya Istri
Syamsuri. Pada bulan Maret 2023 salah satu anak Syamsuri meminta sertifikat tanah itu
kepada Rimin, namun Rimin bilang belum bisa karena angsurannya belum selesai.

Pada bulan Juli 2023 tanah dengan rumah yang ditempati salah satu anak Syamsuri ingin
disita oleh pihak bank. Pihak bank bilang bahwa Rimin tidak pernah melunasi
angsurannya dalam satu tahun. Anak Syamsuri menjelaskan bahwa sertifikat itu milik
keluarganya dan bukan milik Ramin. Karena Ramin tidak membayar angsurannya, maka
sertifikat belum bisa dikembalikan. Permasalahan ini membuat tanah dan rumah yang
ditempati salah satu anak Syamsuri terancam disita.

Penyelesaian Sengketa

8
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pihak keluarga pemilik sertifikat awalnya
mengambil langkah atau alternatif konsultasi. Konsultasi merupakan suatu tindakan yang
bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain
yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut
untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam
penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun
ada kalanya pihak konsultan diberi kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.8

Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan secara


langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah ada. Konsultasi
dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah pertanyaan kepada konsultan.
Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat secara hukum, artinya saran tersebut
dapat digunakan atau tidak oleh klien, tergantung kepentingan masing-masing pihak.

Ciri-ciri proses konsultasi :

- mengidentifikasi permasalahan dan memahami fakta dan keadaan

- mendiskusikan masalah

- memahami kebutuhan para pihak

- mencapai kesepakatan yang dapat diterima satu sama lain

Kekurangan dari konsultasi : alternatif penyelesaian sengketa melalui konsultasi ini


adalah bahwa putusan dari lembaga konsiliasi ini tidak mengikat, sehingga sangat
tergantung sepenuhnya pada para pihak yang bersengketa. Dan kelebihan dari konsultasi
yaitu cepat, murah dan dapat diperoleh hasil yang efektif.9

8
Istijab, Penyelesaian Sengketa Tanah Sesudah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, Widya
Yuridika Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2018, 12.
9
Dian Indrawati. “Analisis Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Lahan Antara Masyarakat Lokal Pekon
Sukapura dengan Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (Studi Kasus: Kelurahan Sukapura, Kecamatan
Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat)”, Administrativa: Jurnal Birokrat, Kebijakan, dan Pelayanan Publik, Vol.
4, No. 1, 2022, 84.

9
Setelah melakukan konsultasi, anak-anak Rimin sepakat untuk mengambil jalur damai
dan tidak menyeret kasus ini ke ranah hukum atau pengadilan. Konsultan juga
mengatakan bahwa jalur damai adalah keputusan yang bisa dibilang keputusan yang tepat
atau baik. Karena dengan jalur perdamaian, maka tidak ada yang namanya dendam.
Anak-anak Syamsuri juga mengerti keadaan Rimin yang saat ini sedang sulit keuangan.
Akhirnya mereka mengalah demi perdamaian dan agar tidak memutus silahturahmi
dengan Rimin.

Dan pada akhirnya dalam permasalahan ini, semua pihak, terutama pihak keluarga
pemilik sertifikat sepakat untuk menyelesaikan masalah dengan alternatif negosiasi.
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), negosiasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa secara damai melalui
perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.

Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan
kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan suatu situasi yang
sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-
hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai
kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani dan dilaksanakan oleh para
pihak. Namun proses negosiasi dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa
kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak
yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang kedua ialah proses berlangsungnya
negosiasi sering kali lambat dan bisa memakan waktu yang lama. Yang ketiga ialah
ketika suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.

Secara asal muasal kata negosiasi ini berasal bahasa asing yaitu dari bahasa inggris yang
negotiation artinya perundingan. Dalam sehari – hari kata negosiasi pun sering digunakan
ketika saat melakukan musyawarah atau bermufakat yang dilakukan oleh negosiator.
Negosiator adalah orang yang melakukan suatu proses negosiasi. Negosiasi bisa
dikatakan sebuah proses yang mana ada dua atau lebih orang atau bahkan kelompok yang
bersama sama untuk mendapatkan suatu kesepakatan yang saling menguntungkan kedua
belah pihak. Negosiasi banyak dilakukan karena ini merupakan solusi yang tepat dalam

10
menyelesaikan suatu sengketa atau permasalahan dibanding harus diselesaikan dengan
cara tindak kekerasan atau yang lainnya.

Ciri dari negosiasi seperti, harus adanya minimal dua pihak, adanya kesamaan dalam
permasalahan yang untuk dinegosiasikan, kedua belah pihak ini menjalin suatu hubungan
kerjasama tentu dengan kesamaan tujuan kedua belah pihak. Negoisasi ini merupakan
proses perundingan yang dikerjakan secara langsung yang dilakukan antar para pihak
dengan melakukan suatu dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Negosiasi ini bisa
dikatakan sebagai proses tawar menawar antara seseorang dengan orang lain untuk
mencapai suatu kesepakatan. Biasanya dalam proses negosiasi ini mengutus perwakilan
dari masing – masing pihak agar melakukan dialog dan berunding terkait permasalahan
yang sedang terjadi.

Kekurangan dari negosiasi:

a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui
informasi yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salah satu pihak;
f. Dapat membuat kesepakatan yang kurang menguntungkan.

Kelebihan negosiasi :

1. Negosiasi memberi peluang yang sangat luas bagi para pihak untuk menentukan
pilihan-pilihannya
2. Tidak bergantung pada norma hukum tertulis, dapat memberikan ruang bagi para
pihak untuk bisa menang secara bersama-sama, semua pihak memperoleh
kesempatan untuk menjelaskan berbagai persoalan dalam proses negosiasi.

11
Sebenarnya masalah juga bisa diselesaikan dengan cara mediasi. Mediasi adalah
intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat diterima,
tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai
kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut
Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui
perundingan yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak
berpihak kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-
pihak yang bersengketa. Karena pihak-pihak yang bersengketa tidak ingin masalah
diketahui oleh orang lain, maka pihak-pihak bersengketa tidak mengambil cara ini. 10

Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses
musyawarah atau konsensus. Kekurangan dari mediasi adalah satu-satunya yang ada pada
proses mediasi terletak pada kekuatan eksekusi para pihak setelah mencapai kesepakatan.
Kelebihan dari mediasi:

1. Keputusan yang hemat

2. Penyelesaian secara cepat

3. Hasil yang memuaskan bagi seluruh pihak

4. Kesepakatan yang komprehensif

5. Keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan

6. Keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu.

Untuk proses penyelesaiannya, pihak-pihak bersengketa, yaitu Ramin dan anak-anak


Syamsuri saling bertemu dan bermusyawarah untuk mencapai penyelesaian masalah.
Salah satu anak Syamsuri bertanya lagi kepada Rimin apakah Rimin bisa melunasi
angsuran di bank. Rimin mengatakan bahwa dia tidak mampu membayar angsuran di
bank karena pendapatannya sekarang sangat kecil. Semua anak-anak Syamsuri
memutuskan untuk membayar angsuran Rimin di bank. Namun hal itu juga belum

10
Imandia Sulistifani, Studi Kasus: Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Mediasi di Kantor Pertanahan
Kabupaten Karanganyar, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018, 4.

12
membebaskan Rimin dari hutang, karena angsuran yang dibayar anak-anak Syamsuri
dianggap sebagai utang Rimin kepada anak-anak Syamsuri.

Akhirnya pada pertengahan bulan September, anak-anak Syamsuri berhasil melunasi


angsuran Rimin di bank dan bisa mengambil sertifikat tanah mereka. Mereka
bernegosiasi dan mencapai kesepakatan bahwa nantinya Rimin tetap harus mengganti
uang yang telah dibayar anak-anak Syamsuri di bank. Namun anak-anak Syamsuri
memberi keringanan, yaitu Rimin cukup mengganti setengah dari jumlah angsuran yang
telah dibayar anak-anak Syamsuri. Dan anak-anak Syamsuri tidak memberi batas waktu
pembayaran. Anak-anak Syamsuri mengatakan, selagi Rimin mempunyai pendapatan
yang cukup dia bisa membayar utangnya kepada anak-anak Syamsuri.

Bisa dibilang tindakan yang diambil oleh anak-anak Syamsuri adalah tindakan yang baik,
karena mereka mengalah untuk membayar angsuran Rimin dengan tujuan perdamaian
dan tetap terjalinnya silaturahmi, serta meniadakan kemungkinan munculnya
perdendaman. Tindakan anak-anak Syamsuri yang mengorbankan sebagian hartanya
untuk meringankan beban Rimin adalah tindakan yang baik dan bisa dibilang sedekah
pada yang tidak mampu.

Kesimpulan

Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk
manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan
kelanjutan kehidupannya. Oleh karena itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota
masyarakat sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang
menyangkut tanah. Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sengketa

13
dapat terjadi antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara
kelompok dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan
dengan negara, antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata
lain, sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik
dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional.

Penyelesaian terhadap kasus-kasus terkait sengketa perdata pada umumnya ditempuh


melalui jalur pengadilan yang dapat dipastikan memerlukan waktu dan biaya yang tidak
sedikit. Sebenarnya terdapat jalur penyelesaian lain yang belum banyak diketahui
masyarakat luas yaitu mediasi di kantor pertanahan setempat. Dalam perkembangannya,
mediasi mulai sering dijadikan salah satu pilihan dalam menyelesaian sengketa di bidang
pertanahan.

14
Daftar Pustaka

Azam, Syaiful. “Eksistensi Hukum Tanah dalam mewujudkan tertib Hukum Agraria”
Makalah Fakultas Hukum USU – Digitized by USU Digital Library, 2003.
Fingli A. Wowor. “Fungsi Badan Pertanahan Nasional terhadap Penyelesaian Sengketa
Tanah”, Lex Privatum, Vol. 2 No. 2, 2014.
Gatot P Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2006.
Indrawati, Dian. “Analisis Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Lahan Antara Masyarakat
Lokal Pekon Sukapura dengan Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan
(Studi Kasus: Kelurahan Sukapura, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung
Barat)”, Administrativa: Jurnal Birokrat, Kebijakan, dan Pelayanan Publik, Vol.
4, No. 1, 2022.
Istijab, Penyelesaian Sengketa Tanah Sesudah Berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria, Widya Yuridika Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2018.
Suandra, I Wayan. Hukum Pertanahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Sulistifani, Imandia. Studi Kasus: Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Mediasi di
Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2018.
Sumarto, “Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan Prinsip Win-Win
Solution oleh Badan Pertanahan nasional RI” Disampaikan pada Diklat
Direktorat Konflik Pertanahan Kemendagri RI tanggal 19 September, 2012.
Syarief, Elza. “Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan”.
Kepustakaan Populer Gramedia.

15

Anda mungkin juga menyukai