Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Konsep diri
(self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang
kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat
digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi
orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang.
Perkembangan yang berlangsung kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang
bersangkutan.

Segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas


kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang
dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk
diselesaikan, maka dari itu sangatlah penting untuk seorang perawat memahami konsep diri.
Memahami diri sendiri terlebih dahulu baru bisa memahami klien.

2. TUJUAN PENULISAN
Memahami Konsep Diri
Memahami Komponen-komponen Konsep Diri
Memahami Macam-macam Konsep Diri
Memahami Dimensi-dimensi Konsep Diri
Memahami Perkembangan Konsep Diri
Memahami Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Konsep Diri
Memahami.Peran Konsep dalam Perilaku Aktualisasi Diri

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Diri


Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta
saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya.
Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila
gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social,
untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal
positif Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, misalnya “saya kuat dalam
matematika”.
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap & persefsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka
acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang
lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis
ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa
kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak tersebut secara
mengejutkan akan sangat stabil. Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan
konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien
yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsep diri.
Termasuk persepsi indvidu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh :
fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik melalui
eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Dipelajari melalui
kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang
dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Konsep diri berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman di keluarga dapat
memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi individu / lingkungan

2
dan dapat beraktualissasi, sehingga individu menyadari potensi dirinya. Respons individu
terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai
maladaptive.

B . Macam-macam Konsep Diri


Definisi Konsep Diri menurut Wiiliam D. Brooks adalah those physical, social, and
psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our
interaction with others. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan diri kita bisa bersofat
psikologi, sosial dan fisis.
Faktor yang mempengaruhi: orang lain, significant others, reference group.
Komponen Kognitif > self image
Komponen Afektif > self esteem

Konsep Diri Negatif


• peka pada kritik
• responsif sekali terhadap pujian
• Hiperkritis
• cenderung merasa tidak disenangi orang lain
• bersikap pesimistis terhadap kompetisi
Konsep Diri Positif
• yakin akan kemampuan mengatasi masalah
• merasa setara dengan orang lain
• menerima pujian tanpa rasa malu
• sadar setiap keinginan dan perilaku tidak selalu disetujui masyarakat
• mampu memperbaiki diri

Ada dua macam konsep diri, yaitu :

 Konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis, cenderung
merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada kompetensi.
 Konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan
orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan perilaku tidak
selalu disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.

3
Hal-hal yang perlu dipahami tentang konsep diri adalah :

1. Dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan oranglain. b.Berkembang


secara bertahap.
2. Ditandai dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan(positif).
3. Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang mal adaptif.
4. Merupakan aspek kritikal yang mendasar dan pembentukan perilaku individu.

Hal-hal yang penting dalam konsep diri adalah :

1. Nama dan panggilan anak.


2. Pandangan individu terhadap orang lain.
3. Suasana keluarga yang harmonis.
4. Penerimaan keluarga.

C . Dimensi - Dimensi Dalam Konsep Diri


Williams Fitts (dalam agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu
sebagai berikut:
1. Dimensi Internal
Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan (internal frame of reference) adalah
penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya
sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.

Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:


a. Diri identitas (identity sett)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada
pertanyaan, "Siapakah saya?" Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol
yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan
dirinya dan membangun identitasnya, misalnya "Saya x". Kemudian dengan bertambahnya usia
dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah,

4
sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks,
seperti "Saya pintar tetapi terlalu gemuk " dan sebagainya.

b. Diri Pelaku (behavioral self)


Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala
kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri
identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan
diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun
diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

c. Diri Penerimaan/penilai (judging self)


Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah
sebagai perantara mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan
penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada
dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.
Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang
menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang
rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya.
Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih
realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk merupakan keadaan
dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat
berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda,
namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh.

2. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-
nilai yang dianutnya, serta halhal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas,
misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun,
dimensi yang dikemukakan oleh Williams Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum
bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:

5
a. Diri Fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini
terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

b. Diri etik-moral (moral-ethical self)


Bagian ini merupakan perspsi seseorang terhadap dirinya dilihat Dari standar pertimbangan nilai
moral dan etika. Maka ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan,
kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya,
yang muliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri Pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini
tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh
sejauhmana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya
sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri Keluarga (family self)


Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai
anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap
dirinya sebagai anggota keluarga, Serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya
sebagai anggota dari suatu keluarga.

e. Diri Sosial (social self)


Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun
lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam
dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain.
Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi
dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian Pula

6
seseorang tidak dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya
tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa dirinya memang
memiliki pribadi yang baik.

D. Perkembangan Konsep Diri

Puspitasari (2007), mengatakan bahwa konsep diri merupakan sebuah proses yang
berkelanjutan, proses menilai yang bersifat organismik, bukan lagi bersifat statis tetapi mampu
untuk menyesuaikan kembali dan berkembang sebagai pengalaman-pengalaman baru yang
terintegrasikan. Konsep diri berkembang sesuai dengan perkembangan diri jiwa seseorang,
maupun dari pengalaman-pengalaman yang seseorang temukan.
Menurut Symonds (2008), mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung
muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya
kemampuan perseptif. Persepsi tentang diri yang ada pada remaja akan berkembang sesuai
dengan tahapan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang
dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup
manusia. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak
memiliki harapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap dirinya. Konsep
diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhan, terutama akibat hubungan dengan individu
lain.
Dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan
dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Pada akhirnya
individu mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya serta dapat melakukan
penilaian terhadap dirinya.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Konsep Diri Manusia

Rahmat (dalam Wijaya 2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah:

a. Orang Lain
Tidak semua orang memiliki pengaruh yang sama pada masing-masing diri individu,
tetapi yang paling berpengaruh pada diri individu tersebut adalah orang-orang terdekat seperti
orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan individu yang bersangkutan karena
memiliki hubungan yang emosional.

b. Kelompok Rujukan
Setiap kelompok memiliki norma-norma tertentu dimana ada kelompok yang secara
emosional mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

7
Menurut Hurlock (dalam Wijaya 2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah:
a. Usia Kematangan

Individu yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan. Individu yang matang terlambat yang
diperlakukan seperti anak-anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.
b. Penampilan Diri

Penampilan diri yang berbeda membuat individu merasa rendah diri meskipun perbedaan
yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan hal yang memalukan yang
mengakibatkan perasaan rendah diri.sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang
menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
c. Jenis Kelamin

justify;"> Jenis Kelamin dalam penampilan diri, minat dan prilaku membantu individu
mencapai konsep diri yang baik. Jika membuat individu sadar diri dan hal ini memberi akibat
buruk pada prilakunya.
d. Nama Dan Julukan

Individu merasa malu jika teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau jika
mereka memberikan julukan bernada cemooh.

e. Hubungan Keluarga

Seseorang yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan anggota keluarga
mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang
sama. Bila tokoh ini sesama jenis individu akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri
yang layak untuk dirinya.
f. Teman Sebaya

Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian individu dalam 2 cara yang pertama,
konsep diri individu merupakan cerminan dari anggapan mengenai konsep teman tentang

8
dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui
oleh kelompoknya.
g. Kreatifitas

Individu yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatifitas dalam melakukan tugas-
tugas akademik, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang mempengaruhi
konsep dirinya.
h. Cita-cita

Bila cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Sedangkan individu yang
memiliki cita-cita yang realistis akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang
lebih besar untuk memberikan konsep diri yang baik.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah: keluarga dan lingkungan. Keluarga adalah orang tua yang berpengaruh besar
terhadap perkembangan konsep diri individu. Kemudian lingkungan sangat berpengaruh,
terutama bagi orang yang mempunyai arti khusus bagi diri individu, orang lain, kelompok
rujukan, usia kematangan, penampilan diri, jenis kelamin, nama dan julukan, hubungan keluarga,
teman sebaya, kreatifitas, cita-cita.

F. Peran Konsep dalam Perilaku Aktualisasi Diri


Roger (Coulhorn, 1990) mengatakan bahwa meskipun diri mempunyai
tendensi inheren untuk mengaktualisasikan diri, namun sangat mudah dipengaruhi oleh
lingkungan, khususnya oleh lingkungan sosial. Pengalaman pada masa kanak-kanak memiliki
peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan individu tersebut untuk
mengaktualisasikan diri. Sebagai bagian dari konsep diri, individu juga akan
mengembangkan gambaran akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa dirinya
nanti (diri ideal). Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai akibat dari bertambah
kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain. Dengan mengamati reaksi orang lain
terhadap tingkah lakunya, individu secara ideal akan mengembangkan suatu pola
kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri yang sebagaimana adanya
dengan diri ideal dapat diperkecil. Karena ketidaksesuaian antara gambaran diri yang
sebenarnya dengan diri ideal akan menimbulkan ketidakpuasan dalam penyesuaian diri. Hal

9
ini disebabkan sebagian besar penilaian tentang harga diri tergantung pada seberapa dekat
seseorang dengan ideal self-nya. Semakin dekat diri yang sebenarnya dengan diri ideal, semakin
tinggi pula harga diri seseorang.Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap diri
sendiri,yang menyatakan sikap menerima atau menolak, bahkan lebih jauh dikemukakan
bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar seseorang percaya bahwa dirinya
mampu, berarti berhasil dan beharga. Harga diri ini akan menentukan penerimaan diri,
menurut Jersild (Hurlock, 1974) adalah individu dapat menerima emosi-emosinya, memiliki
keyakinan akan kemampuannya untuk mengatasi hidup, mau menerima tanggung jawab dan
tantangan terhadap kemampuannya, tanpa menjangkau hal-hal yang tidak mungkin dan
mempunyai penghargaan yang sehat terhadap hak-haknya dan diri sebagai orang yang
berguna meskipun tidak sempurna. Penerimaan diri ini bukan berarti merasa puas terhadap diri
sendiri, tetapi lebih cenderung kepada kemauan untuk menghadapi kenyataan-kenyataan
dan kondisi-kondisi hidup, baik yang menyenangkan ataupun tidak, menurut
kemampuannya.Dalam kaitannya dengan aktualisasi diri, Rogers (Coulhoun, 1990) mengatakan
bahwa kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri. Orang yang positif berarti memiliki
penerimaan diri dan harga diri yang positif. Mereka menganggap dirinya berharga dan
cenderung menerima diri sendiri sebagaimana adanya. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep
diri negatif, menunjukkan penerimaan diri negatif pula. Mereka memiliki perasaan kurang
berharga, yang menyebabkan perasaan benci atau penolakan terhadap diri sendiri.Johnson dan
Medinnus (dalam Hurlock, 1974) mengatakan bahwa konsep diri yang positif yang nampak
dalam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan penerimaan diri
adalah merupakan dasar perkembangan kepribadiaan yang sehat. Oleh karena itu sebagaimana
telah dikemukakan di atas bahwa kepribadian yang sehat merupakan syarat dalam mencapai
aktualisasi diri, maka hanya orang yang memiliki konsep diri positif saja yang akan dapat
mengaktualisasikan diri sepenuhnya. Sedangkan orangorang yang memiliki konsep diri
negatif cenderung mengembangkan gangguan dalam penyesuaian diri. Hal ini disebabkan
adanya ketidakharmonisan (incongruence) antara konsep diri dengan kenyataan yang
mengitari mereka atau dengan kata lain mereka tidak dapat mengembangkan kepribadian
yang sehat. Oleh karena itu mereka tidak dapat mengaktualisasika semua segi dari dirinya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide,
pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat untuk memahami konsep diri terlebih dahulu harus
menanamkan dalam dirinya sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami klien
bisa saja mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi
kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali konsep dirinya.
Ada beberapa komponen konsep diri yaitu identitas diri yang merupakan intenal idividual,
citra diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang menjadi suatu tujuan, ideal diri
menjadi suatu harapan, dan peran atau posisi di dalam masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Handry, M dan Heyes, S. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.


Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z., 1990. Perkembangan Anak
Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta
Susilawati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Jelle, HL dan Ziegler, JD. 1992. Personalities Theories Third Edition. New York: McGraw Hill.
Markus H dan Nurius P. 1986. Possible Serve American Psichologist.
Rogers, C. R. 1980. A Way of Being. Boston: Hougton Mifflin.
Monks, F.J, Knoers, A. M. P, Haditono. 1998. S, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Santrock J. W. 1995. Life Span Development Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

12

Anda mungkin juga menyukai