Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MIKROBIOLOGI TEKNIK LINGKUNGAN

KARYA TULIS ILMIAH

“ANALISIS PERAN MIKROBIOLOGI DALAM BIDANG


BIOREMEDIASI DI INDONESIA”

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Ir. NOPI STIYATI PRIHATINI., S.Si., M.T., IPM

NIP. 19841118 200812 2 003

OLEH:

PANCA SATIFA FITRIADI

NIM. 2310815210002

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan “Karya
Tulis Ilmiah Analisis Peran Mikrobiologi untuk Lingkungan di Indonesia” dengan
baik dan tepat waktu. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang terkait dalam penyusunan laporan ini, terutama kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Nopi Stiyati Prihatini., S.Si., M.T., IPM., sebagai dosen pengampu
dalam mata kuliah Mikrobiologi Teknik Lingkungan.
2. Orang tua yang selalu sabar dan mendoakan saya agar bisa mengerjakan tugas
ini dengan baik dan benar.
3. Rekan-rekan serta pihak lain yang memberikan dorongan dan bantuan pada saat
penyusunan makalah hingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.

Saya menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh


karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sebagai
masukan untuk menyempurnakan makalah ini masih sangat saya harapkan. Akhir
kata semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi
saya sendiri.

Banjarbaru, 21 Februari 2024


Penulis

Panca Satifa Fitriadi

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

DAFTAR TABEL..................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pendekatan GIS......................................................................................................3

B. Area Studi...............................................................................................................4

C. Bahan dan Metode.................................................................................................6

D. Hasil dan Pembahasan..........................................................................................7

BAB III PENUTUP...............................................................................................15

A. Kesimpulan.................................................................................................15

B. Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Evolusi statistik konsentrasi nitrat pada tahun 1998 dan 2001.................11
Tabel 2 Hasil pengujian normalitas distribusi konsentrasi NO3- berdasarkan
kedalaman sumur...................................................................................................12

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Lokasi Kota Konya.................................................................................5


Gambar 2 Peta geologi yang disederhanakan, lokasi dan jumlah sumur (Nas,
2002)........................................................................................................................8
Gambar 3 Distribusi spasial konsentrasi nitrat untuk data tahun 1998....................9
Gambar 4 Distribusi spasial konsentrasi nitrat untuk data tahun 2001..................10
Gambar 5 Distribusi curah hujan di kota Konya....................................................11
Gambar 6 Pasokan air dari sumur dan WTP ke kota pada tahun 1998 dan 2001.. 12

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air tanah merupakan sumber air minum bagi banyak orang di seluruh
dunia, terutama di daerah pedesaan. Air tanah dapat terkontaminasi secara
alami atau karena berbagai hasil aktivitas manusia. Kegiatan rumah
tangga, perkantoran, industri, dan pertanian semuanya dapat
mempengaruhi kualitas air tanah (U.S. EPA, 1993). Kontaminasi air tanah
dapat mengakibatkan penurunan kualitas air minum, hilangnya pasokan
air, tingginya biaya pembersihan, tingginya biaya untuk pasokan air
alternatif, dan masalah kesehatan.
Berbagai macam bahan telah diidentifikasi sebagai kontaminan yang
ditemukan di air tanah. Termasuk bahan kimia organik sintetik,
hidrokarbon, kation anorganik, anion anorganik, patogen, dan radionuklida
(Fetter, 1999). Nitrat dan nitrit adalah ion alami yang merupakan bagian
dari siklus nitrogen. Ion nitrat (NO3-) adalah bentuk stabil dari gabungan
nitrogen untuk sistem teroksigenasi. Meskipun secara kimia tidak reaktif,
namun dapat dikurangi dengan bantuan mikroba. Ion nitrit (NO 2-)
mengandung nitrogen dalam keadaan oksidasi yang relatif tidak stabil.
Melalui proses kimia dan biologi, nitrit dapat direduksi menjadi berbagai
senyawa atau mengoksidasinya menjadi nitrat (ICAIR Life Systems, Inc.,
1987). Karena kelarutannya dan bentuk anioniknya, nitrat sangat mudah
tersebar di air tanah (Fytianos dan Christophoridis, 2003). Cenderung
tidak menyerap atau mengendap pada padatan akuifer (Hem, 1985).
Konsentrasi nitrat dalam air tanah dan air permukaan biasanya rendah
namun dapat mencapai tingkat tinggi akibat limpasan pertanian, limpasan
sampah, atau kontaminasi kotoran manusia atau hewan (WHO, 1998).
Kontaminasi air tanah oleh nitrat merupakan masalah di seluruh dunia, hal
ini terkait dengan penggunaan pupuk yang berlebihan dalam bidang
pertanian secaara intensif (WHO, 1985; U.S. EPA, 1993). Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan lahan pedesaan, khususnya
praktik pertanian, dapat menyumbangkan nitrat ke dalam air tanah.

1
Sumber nitrogen non-pertanian, seperti sistem septik dan kebocoran
saluran pembuangan kota, umumnya kurang signifikan secara regional
namun dapat mempengaruhi kualitas air tanah secara lokal (Hudak, 1999;
Fetter, 1999).
Menurut Turkish Standards Institute (TSE-266), World Health
Organization (WHO) dan European Community (EC), tingkat kontaminan
maksimum nitrat ditetapkan sebesar 50 mg/L sedangkan Environmental
Protection Agency (EPA) hanya mengizinkan 44,27 mg/L dalam air
minum. Di sisi lain, Turkish Standards Institute (TSE-266) dan European
Community (EC) menyatakan kadar nitrat sebesar 25 mg/L. (TSE, 1997;
WHO, 1998; U.S. EPA, 2001).
Baru-baru ini, banyak proyek penelitian yang meneliti hubungan
antara kadar nitrat dan kedalaman sumur (Hudak, 1999, 2000; Lee et al.,
2003; Lake et al., 2003). Di Konya, sumber utama air minum adalah
akuifer air tanah, oleh karena itu konsentrasi nitrat yang berlebihan dalam
air tanah dapat membahayakan kesehatan konsumen.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode pedekatan GIS berperan dalam penelitian ini.
2. Bagaimana dampak pencemaran nitrat bagi air tanah di kota Konya.

C. Tujuan
1. Menentukan distribusi spasial konsentrasi nitrat.
2. Menilai pencemaran nitrat.
3. Mengevaluasi korelasi antara kedalaman sumur dan konsentrasi nitrat
di Konya dan daerah berdasarkan data tahun 1998 dan 2001
menggunakan Teknologi Geographic Information System (GIS).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan GIS
GIS adalah alat yang ampuh dan memiliki potensi besar untuk
digunakan dalam penyelesaian masalah lingkungan. Sebagian besar
permasalahan lingkungan mempunyai dimensi spasial yang jelas dan
model yang terdistribusi secara spasial dapat berinteraksi dengan GIS
(Goodchild, 1993). Troge (1994) melaporkan bahwa alat berbasis
komputer ini telah memungkinkan keberhasilan integrasi variabel kualitas
air ke dalam format yang dapat dipahami.
Lasser dkk. (1999) mengembangkan model sederhana yang
terhubung dengan GIS untuk transportasi nitrat air tanah di lingkungan
GIS IDRISI. Hudak (1999) menggambarkan konsentrasi klorida dan nitrat
dalam air tanah dari pengukuran 53 sumur air. ArcView GIS digunakan
untuk memetakan dan menganalisis data. Koefisien korelasi peringkat
Spearman digunakan untuk menggambarkan dan mengukur hubungan
antar variabel. Terdapat korelasi yang signifikan secara statistik antara
nitrat dan kedalaman sumur (-0,637). Demikian pula, Hudak (2000)
mendokumentasikan tren regional dalam kandungan nitrat air tanah Texas
dan mengidentifikasi kemungkinan penyebab variabilitas nitrat air tanah di
seluruh negara bagian. ArcView GIS digunakan dalam penelitian itu.
Signifikan secara statistik, hubungan terbalik antara nitrat dan kedalaman
sumur dihitung.
Contoh lain penggunaan GIS untuk kepentingan pemecahan masalah
lingkungan adalah ketika Vinten dan Dunn (2001) mempelajari dampak
penggunaan lahan terhadap perubahan temporal kualitas air sumur.
Konsentrasi nitrat yang keluar dari lubang bor Balmalcolm di Skotlandia
dilaporkan terus meningkat dari 19,2 mg/L pada awal tahun 1970an
menjadi 47 mg/L pada tahun 1998. Levallois dkk. (1998) mempelajari
kontaminasi air tanah melalui nitrat yang terkait dengan budidaya kentang
intensif di Que´bec, Kanada. Analisis data dilakukan dengan

3
menggabungkan GIS (MapInfo) dan metode statistik (SAS) untuk menguji
hipotesis tentang hubungan spasial antara konsentrasi nitrat yang diukur
dan lingkungan terdekatnya. D'Agostino dkk. (1998) menjelaskan studi
spasial dan temporal konsentrasi nitrat di akuifer Lucca Plain, Italia
tengah. Cokriging dan kriging biasa digunakan sebagai metode geostatistik
dalam area seluas sekitar 110 km2
Lee dkk. (2003) mengembangkan model statistik kualitas air tanah
dengan menggunakan GIS. Konsentrasi NO3–N lebih tinggi di sumur
dangkal (kurang dari 40 m) dibandingkan di sumur dalam (lebih dalam
dari 40 m) baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Lake dkk.
(2003) menjelaskan pembuatan model kerentanan air tanah dengan
menggunakan GIS untuk menggabungkan informasi spasial mengenai
karakteristik tanah, endapan permukaan (drift) dengan permeabilitas
rendah dan jenis akuifer. Hanya ada hubungan yang lemah antara kelas
kerentanan dan kedalaman lubang bor dan, lebih jauh lagi, kelas
kerentanan merupakan faktor yang jauh lebih penting dalam
memperhitungkan konsentrasi nitrat lubang bor dibandingkan kedalaman.

B. Area Studi
Kota Konya terletak di antara 36,5–39,58 lintang utara dan 31,5–
34,58 bujur timur dan merupakan provinsi terbesar di Turki dengan luas
permukaan 38.183 km2. Jumlah penduduk kota ini sekitar 850.000 jiwa.
Gambar 1 menunjukkan lokasi kota Konya. Luas area studi sekitar 17,1
km dari timur ke barat dan panjang 25 km dari utara ke selatan, sehingga
menghasilkan luas total 427,5 km2.
Hingga tahun 1956, kebutuhan air minum kota ini disuplai dari 4 mata
air yang terletak di barat daya kota. Pengeboran sumur dalam dimulai pada
tahun 1956 di utara, selatan dan barat kota setelah jumlah penduduk
meningkat. Air minum yang disuplai dari bawah tanah dihubungkan
langsung ke jaringan distribusi air melalui pemompaan.
Pada tahun 1995, instalasi pengolahan air minum dioperasikan.
Instalasi pengolahan ini dibangun untuk mengolah air dari bendungan
Altinapa dan memasok 43% dari total kebutuhan air kota. Namun, instalasi

4
pengolahan hanya menyediakan 3,2% dari total kebutuhan air pada tahun
2001 karena kekeringan. Oleh karena itu, instalasi pengolahan tidak lagi
beroperasi pada tahun 2001 karena ketinggian air di bendungan terlalu
rendah (Water Authority, 2001).
Saat ini, sumur dalam baru masih dibor dan dioperasikan oleh Water
Authority of Konya City Municipality (WAKCM), karena kebutuhan air
kota terus meningkat. Kedalaman sumur bervariasi antara 25m (minimum)
dan 206 m (maksimum), dengan rata-rata 128m dan median 132m. Selain
itu, pemilik swasta di sekitar kota juga mengoperasikan sejumlah sumur
air tanah.
Gambar 1 Lokasi Kota Konya

Batuan bawah tanah di bagian dataran tinggi barat dari lapangan yang
diteliti, yang meliputi kota Konya dan sekitarnya, terbuat dari unit litologi
berumur Paleozoikum, Mesozoikum, dan Tersier yang berbeda. Sedimen
detritik berumur Plio-Kuarter menutupi dataran tersebut. Formasi akuifer
utama di dataran Konya adalah batu gamping berumur Paleozoikum,
Mesozoikum, dan Neogen serta detritus berumur Plio-Kuarter yang
berpasir dan berkerikil (Water Authority, 2001).

5
Peta geologi sederhana dari area studi, lokasi dan jumlah sumur
ditunjukkan pada Gambar 2. Didigitalkan dalam sistem proyeksi UTM
(Universal Transverse Mercator) dengan menerapkan metode digitalisasi
pada layar menggunakan perangkat lunak ArcView GIS. Sumur dalam di
dalam dan sekitar pusat kota umumnya terletak di sedimen lunak berumur
Plio-Kuarter dan tersemen sebagian.

C. Bahan dan Metode


Perangkat lunak GIS berbasis vektor ArcView GIS 3.2 digunakan
untuk memetakan dan menganalisis data dalam studi ini. Peta kertas kota
memiliki skala 1/25.000 dan telah didigitalkan ke sistem koordinat UTM
(lebar bagian 6) dengan menerapkan metode digitalisasi di layar.
Lokasi sumur diperoleh sebanyak 198 sumur yang tersebar di seluruh
wilayah dengan menggunakan alat penerima Global Positioning System
(GPS) genggam Magellan Spor Trak. Lokasi distrik, sumur, gudang dan
peta geologi diprediksi sebagai lapisan individual. Teknologi GPS terbukti
sangat bermanfaat untuk meningkatkan akurasi spasial berbagai data yang
terintegrasi dalam GIS. Selain itu, informasi atribut dari lapisan-lapisan ini
juga dimasukkan ke dalam peta digital menggunakan perangkat lunak
ArcView GIS 3.2 (ESRI, 1999a,b).
Sampel air diambil langsung dari 198 sumur pada tahun 1998 dan
2001 oleh WAKCM. Sumur dipompa sampai suhu, konduktivitas, dan pH
stabil. Wadah kaca digunakan untuk pengumpulan sampel air untuk
dianalisis, dan dikirim ke laboratorium WAKCM dalam waktu 2 jam.
Parameter kualitas air kemudian dianalisis di laboratorium sesuai
dengan metode yang diberikan dalam Metode Standar (APHA, AWWA,
WPCF, 1976). Konsentrasi nitrat (NO3-) diukur dengan spektrofototometer
UV-VIS dengan metode kolorimetri Brucine dalam sampel yang diambil
dari 139 sumur pada tahun 1998 (Oktober, November, Desember) dan dari
156 sumur pada tahun 2001 (April, Mei, Oktober). Analisis biasanya
dilakukan segera setelah sampel mencapai laboratorium.
Untuk menentukan apakah ada korelasi antara nitrat dan kedalaman
sumur, analisis statistik dilakukan. Teknik interpolasi parametrik seperti

6
korelasi Pearson mengasumsikan bahwa variabel-variabel berdistribusi
normal, oleh karena itu uji Kolmogorov-Smirnov pertama kali digunakan
untuk memeriksa normalitas data. Uji rho non-parametrik Spearman
dipilih untuk melakukan analisis korelasi.

D. Hasil dan Pembahasan


Distribusi spasial konsentrasi nitrat ditunjukkan pada gambar. 3
menggunakan data tahun 1998. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi
nitrat minimum 0,4 mg/L diamati di 140 sumur. Konsentrasi maksimum
(32 mg/L) diukur pada sumur No. 69 yang terletak di pusat kota.
Konsentrasi nitrat sebesar 2,2 mg/L merupakan nilai rata-rata untuk data
tahun 1998. Hanya konsentrasi nitrat di sumur No.69 yang melebihi nilai
25 mg/L yang diberikan dalam standar TSE-266 dan EC. Selain itu,
konsentrasi nitrat di sumur No.69 diukur sebesar 35 mg/L pada tahun 2001
dan serupa dengan nilai tahun 1998. Sumur No.69 masih beroperasi dan
diawasi secara ketat oleh WAKCM.
Distribusi spasial konsentrasi nitrat ditunjukkan pada gambar 4
menggunakan data tahun 2001. Konsentrasi nitrat minimum dan
maksimum yang diamati adalah 3 dan 110 mg/L dengan nilai rata-rata
16,1 mg/L di 157 sumur. Konsentrasi nitrat sebesar 84, 95 dan 110 mg/L
diukur masing-masing di sumur No. 31, No. 2 dan No. 41. Konsentrasi
nitrat untuk 3 sumur ini melebihi konsentrasi maksimum 50 mg/L yang
disyaratkan TSE-266. Sumur No. 31 ditempatkan di dekat kuburan dan
tingginya kadar nitrat dapat dikaitkan dengan posisinya. Pemakaman
mungkin menyumbang polusi nitrat pada air tanah (U.S. EPA, 1993). Pada
saat yang sama, sumur No. 41 ditemukan di sebuah taman di pusat kota di
mana pupuk sering diaplikasikan pada halaman rumput. Di area yang
sama, konsentrasi nitrat sebesar 46 mg/L diukur pada sampel yang diambil
dari sumur No. 33. Sumur air tanah tersebut kini sudah tidak dioperasikan
lagi. Pupuk mungkin juga menyebabkan tingginya konsentrasi nitrat. Dari
hasil penyelidikan tersebut, sumur No. 31, No. 2 dan No. 41 juga telah
ditimbun dikeluarkan dari operasi. Kandungan nitrat pada 12 sumur air

7
tanah tidak memenuhi ambang batas 25 mg/L yang ditunjukkan oleh TSE-
266.

Gambar 2 Peta geologi yang disederhanakan, lokasi dan jumlah sumur


(Nas, 2002).

Untuk sampel yang diambil dari sumur pada tahun 1998 dan 2001,
evaluasi statistik konsentrasi nitrat dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat
pada Tabel 1 bahwa secara umum konsentrasi nitrat kurang dari 2,5 mg/L
diukur untuk 109 sumur keluar. dari 139 sumur pada tahun 1998. Tak satu
pun dari 156 sumur tersebut memiliki konsentrasi nitrat di bawah 2,5 mg/L
pada tahun 2001. Selain itu, konsentrasi nitrat antara 10 dan 50 mg/L
diamati pada data dari 105 sumur pada tahun 2001.
Secara umum konsentrasi nitrat cenderung meningkat dari 1998
hingga 2001. Seringkali sulit untuk menentukan sumbernya nitrat karena
banyak sekali kemungkinannya. Sumber dari nitrogen dan nitrat mungkin
termasuk limpasan atau rembesan lahan pertanian yang dipupuk, limbah

8
kota dan industri air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat
pemberian pakan ternak, septic tank dan sistem pembuangan limbah
swasta, drainase perkotaan dan sisa-sisa tanaman yang membusuk.
Formasi dan arah geologi aliran air tanah juga dapat mempengaruhi nitrat
konsentrasi.

Gambar 3 Distribusi spasial konsentrasi nitrat untuk data tahun 1998

Variasi musiman diamati dalam konsentrasi nitrat air dari sumur.


Variasi disebabkan oleh: (1) kondisi pengisian ulang air tanah, (2)
perubahan konsentrasi sumber pencemaran, (3) perubahan kondisi
meteorologi (curah hujan, penguapan), (4) level fluktuasi air tanah, (5)
perubahan jumlah air tanah diambil dari sumur, dan (6) kegiatan pertanian.

9
Kacaroglu dan Gunay (1997) juga mengamati musiman fluktuasi
konsentrasi nitrat (10–200 mg/L) di sampel air tanah dari sumur. Secara
umum, konsentrasi rendah diukur pada musim hujan dan konsentrasi tinggi
pada musim kemarau. Babiker dkk, (2004) menyelidiki kontaminasi nitrat
pada air tanah oleh pupuk agrokimia di Jepang tengah. Dalam penelitian
ini, konsentrasi nitrat dalam air tanah lemah dan berkorelasi terbalik
dengan jumlah curah hujan (r= -0,33, p<0.05). Penelitian lain dilakukan
oleh Lee dkk. (2003) menganalisis karakteristik NO 3–N di air tanah
menurut sebaran curah hujan. Konsentrasi NO3–N pada musim hujan lebih
rendah dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini mungkin disebabkan
oleh curah air hujan dan menghasilkan efek pengenceran pada konsentrasi
NO3–N . Meskipun demikian, konsentrasi NO 3–N lebih tinggi pada sumur

dangkal dibandingkan sumur dalam pada kondisi kering dan musim hujan.

10
Gambar 4 Distribusi spasial konsentrasi nitrat untuk data tahun 2001.

Tabel 1 Evolusi statistik konsentrasi nitrat pada tahun 1998 dan 2001

Gambar 5 Distribusi curah hujan di kota Konya.

Gambar 5 menunjukkan distribusi curah hujan setiap bulan pada tahun


1998 dan 2001. Berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun, rata-rata
curah hujan tahunan adalah 304 mm/tahun dan musim kemarau dan musim
hujan diidentifikasi terjadi pada bulan Juli sampai September dan Oktober
hingga bulan Juni. Kurang dari 8% curah hujan terjadi selama tiga bulan
musim panas.
Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa meskipun angka curah hujan pada
tahun 1998 tampak lebih tinggi daripada rata-rata 10 tahun, namun secara
umum angka curah hujan menunjukkan tren yang sama dengan rata-rata 10
tahun. Pada tahun 1998, curah hujan yang lebih tinggi diamati pada tiga

11
bulan Oktober, November, dan Desember dimana 81% sampel diambil dari
sumur. Namun, konsentrasi rata-rata nitrat dihitung sebesar 2,2 mg/L pada
tahun 1998. Sebaliknya, jumlah curah hujan pada tahun 2001 lebih sedikit
dibandingkan jumlah curah hujan pada tahun 1998, 1999 dan 2000 dan
jauh lebih sedikit dibandingkan rata-rata 10 tahun. Pada tahun 2001, angka
curah hujan selama tiga bulan yaitu April, Mei dan Oktober, yang mana
93% sampelnya diambil dari sumur, ternyata kurang dari rata-rata 10
tahun. Konsentrasi rata-rata nitrat dihitung menjadi 16,1 mg/L pada tahun
2001.
Selain penjelasan di atas, jumlah air yang diambil dari sumur dan
jumlah air yang disuplai dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) ditunjukkan
pada Gambar 6. untuk tahun 1998 dan 2001. Seperti ditunjukkan pada
Gambar 6, jumlah air yang diambil dari sumur adalah 44×106 m3 pada
tahun 1998 dan meningkat hingga 89.3×106 m3 pada tahun 2001. Oleh
karena itu, air jelas diambil dari sumur di 2001 dan jumlahnya sekitar 2
kali lebih besar dibandingkan jumlah yang diambil pada tahun 1998.

Gambar 6 Pasokan air dari sumur dan WTP ke kota pada tahun 1998 dan
2001.

Tabel 2 Hasil pengujian normalitas distribusi konsentrasi NO3-


berdasarkan kedalaman sumur

12
Dua puluh tujuh sumur air terletak di selatan kota. Beberapa sayuran
seperti wortel, tomat, paprika hijau, mentimun dll dibudidayakan dan pada
dasarnya pupuk berbasis nitrogen digunakan oleh petani di daerah ini. Di
kawasan pemukiman kota terdapat 102 sumur air. Di kawasan ini, aktivitas
rumah tangga dan industri baru meningkat pesat selama bertahun-tahun.
Oleh karena itu, tren peningkatan konsentrasi nitrat dari tahun 1998 hingga
2001 tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja melainkan beberapa
faktor.
Uji normalitas distribusi konsentrasi NO3- dilakukan untuk
menentukan apakah prosedur uji parametrik atau non-parametrik harus
digunakan. Tabel 2 menunjukkan hasil uji normalitas distribusi konsentrasi
NO3-, dan sebagai contoh nilai Kolmogorov-Smirnov untuk konsentrasi
NO3-tahun 1998 adalah 3,228 dan nilai P 3 adalah <0,001. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa nilai P lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 yang
berarti distribusi konsentrasi NO3- tidak normal.
Karena data tidak terdistribusi normal, uji rho non-parametrik
Spearman dipilih untuk melakukan analisis korelasi. Rho Spearman adalah
teknik yang dapat digunakan untuk merangkum kekuatan dan arah (negatif
atau positif) hubungan antara dua variabel. Tingkat signifikansi 0,01
digunakan untuk uji statistic.
Uji rho Spearman diterapkan pada konsentrasi nitrat dan kedalaman
sumur dan koefisien korelasi r=0,259 dan r=0,261 diperoleh masing-
masing untuk data tahun 1998 dan 2001. Meskipun korelasi negatif dapat
diperkirakan antara kedalaman sumur dan konsentrasi nitrat, koefisien
korelasi keduanya positif dalam penelitian ini. Uji rho Spearman
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang terbatas namun tidak
signifikan antara konsentrasi nitrat dan kedalaman sumur. Namun Hudak
(1999) melakukan penelitian terhadap konsentrasi nitrat pada 53 sumur di
Texas, dan dia melaporkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan secara
statistik (r=-0.637) antara nitrat dan kedalaman sumur. Dalam penelitian
Hudak (1999), kisaran kedalamannya berkisar antara 17 hingga 1.063 m
dan sebagian besar sumur memiliki kedalaman 30–150 m. Sepuluh dari 53

13
sumur dengan kedalaman lebih dari 230 m tidak menunjukkan adanya
nitrat yang terdeteksi. Oleh karena itu, ia menemukan korelasi yang
signifikan secara statistik antara nitrat dan kedalaman sumur. Namun,
dalam penelitian ini, kedalaman sumur maksimum adalah 206 m dan nitrat
teramati di seluruh air sumur. Oleh karena itu, kami tidak menemukan
korelasi yang signifikan secara statistic.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distribusi spasial konsentrasi nitrat dievaluasi menggunakan GIS untuk
sumur air tanah di kota Konya dan sekitarnya. Meskipun air tanah hampir
aman dari pencemaran nitrat pada tahun 1998, pencemaran nitrat
meningkat secara dramatis seiring berjalannya waktu hingga tahun 2001.
Dari hasil penelitian tersebut, peningkatan konsentrasi nitrat diyakini
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain lokasi
sumur di tengah kota, aktivitas pertanian yang intensif di selatan kota,
meningkatnya aktivitas industri di timur laut kota, perubahan kondisi
meteorologi terutama curah hujan, perubahan jumlah air tanah yang
diambil dari sumur, kondisi pengisian ulang air tanah, dan fluktuasi air
tanah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nas, B., & Berktay, A. (2006). Groundwater contamination by nitrates in the city
of Konya, (Turkey): A GIS perspective. Journal of Environmental
management, 79(1), 30-37.

16

Anda mungkin juga menyukai