Anda di halaman 1dari 12

LEPASNYA PULAU SIPADAN DAN LIGITAN

TERHADAP ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)

KELOMPOK 2

Dosen Pengampu :
Nur Hidayati S. H., M. H

Disusun Oleh :
1 Fandi Ahmad Batrudin (10)
2 Fania Umi Arifah (11)
3 Mayda Risky Amadea (17)
4 Salma Nafisah Almas (25)
5 Srianingsih (26)
6 Tamaza R. A. C. (27)
7 Vika Putri Anggraeni (29)

PROGRAM STUDI ANALIS KEUANGAN


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini tidak bisa selesai dengan baik tanpa bantuan dari banyak
pihak.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Hidayati atas tugas
yang telah diberikan. Dengan tugas ini, ada banyak hal yang bisa kami pelajari
dalam makalah ini. Makalah dengan judul “Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan
Terhadap Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)” disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kewarganegaraan.

Disamping itu, kami berharap bahwa makalah ini dapat dijadikan sumber
pengetahuan bagi pembaca. Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah
ini masih ada kekurangan sehingga kami berharap saran dan kritik dari pembaca
sekalian.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Wasalamualaikum Wr.Wb.

Semarang, 2 Desember 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................6
BAB II PEMBAHASAN......................................................................7
2.1 Sejarah.............................................................................................7
2.2 Faktor Penyebab..............................................................................7
2.3 Penyelesaian Konflik.......................................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................11
3.1 Kesimpulan......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa


Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan
bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
kesatuan wilayah dalam rangka penyelenggaraan kehidupan nasional.
Hakikat dari Wawasan Nusantara adalah mengutamakan persatuan dan
kesatuan sebagai landasan utama dalam menghadapi berbagai perbedaan
di seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman ini mendorong rasa cinta tanah
air dan rasa kebanggaan akan identitas bangsa, sehingga seluruh warga
negara memiliki semangat untuk bekerja sama dalam membangun dan
mempertahankan keutuhan negara.

Tujuan utama dari Wawasan Nusantara adalah membangun


kesadaran nasional yang kuat dan rasa persatuan yang tinggi di antara
seluruh warga negara Indonesia. Dengan pemahaman akan keragaman
dan keunikan setiap daerah, diharapkan tercipta semangat kebersamaan
untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Selain itu, juga
bertujuan untuk menjaga integritas wilayah Indonesia dan memperkuat
posisi Indonesia di mata dunia sebagai negara maritim yang kaya akan
kekayaan alam dan budaya.1

Pulau Sipadan-Ligitan merupakan objek sengketa internasional


antara Indonesia dan Malaysia. Pulau Sipadan dengan luas 10,4 ha
terletak 15 mil laut (sekitar 24 km) dari pantai Sabah (Malaysia) dan 40
mil laut (sekitar 64 km) dari pantai pulau sebatik (Indonesia). Sedangkan
Pulau Ligitan dengan luas 7,9 ha terletak sekitar 21 mil laut (seikitar 34
km) dari pantai Sabah (Malaysia) dan 57,6 mil laut (sekitar 93 km) dari
pantai pulau sebatik.

1
(Sari, 2023)

4
Kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan mulai muncul sejak 1969
ketika Tim Teknis Landas Kontinen Indonesia-Malaysia membicarakan
batas dasar laut antar kedua negara. Akar sejarah sengketa batas wilayah
antara Indonesia dan Malaysia di daerah Pulau Sipadan dan Ligitan
bermula dari ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda
dan Inggris. Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda, sedangkan
Malaysia adalah bekas jajahan Inggris. Perlu diketahui, hukum modern
menganut suatu konsep bahwa wilayah suatu negara ketika merdeka
adalah semua wilayah kekuasaan penjajahnya, yang dalam bahasa Latin
disebut uti possidetis.2

Karena ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda


dan Inggris di perairan timur Pulau Kalimantan, status kepemilikan Pulau
Sipadan dan Ligitan pun menjadi tidak jelas ketika Indonesia dan
Malaysia sama-sama sudah merdeka. Kedua Pulau Sipadan dan Ligitan
tertera di Peta Malaysia sebagai bagian dari wilayah negara RI, padahal
kedua pulau tersebut tidak tertera pada peta yang menjadi lampiran Perpu
No. 4/1960 yang menjadi pedoman kerja Tim Teknis Indonesia. Dengan
temuan tersebut Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Maka dicarilah dasar hukum dan fakta
historis serta bukti lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau
tersebut. Di saat yang sama Malaysia mengklaim bahwa dua pulau
tersebut sebagai miliknya dengan mengemukakan sejumlah alasan, dalil
hukum dan fakta. Kedua belah pihak untuk sementara sepakat
mengatakan dua pulau tersebut dalam "status quo". Dua puluh tahun
kemudian (1989), masalah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan baru
dibicarakan kembali oleh Presiden Soeharto dan PM. Mahathir Muhamad.

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada


tahun 1973 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua
negara, masing-masing negara ternyata memasukkan Pulau Sipadan dan
Pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Dengan temuan tersebut
Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan Pulau Sipadan dan
2
(Ningsih, 2023)

5
Pulau Ligitan. Maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta bukti
lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau tersebut. Di saat yang
sama Malaysia mengklaim bahwa dua pulau tersebut sebagai miliknya
sesuai peta unilateral 1979 Malaysia serta mengemukakan sejumlah
alasan, dalil hukum dan fakta. Namun kedua belah pihak untuk sementara
sepakat mengatakan dua pulau tersebut dalam "status quo".3

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah awal terjadinya sengketa Pulau Sipadan dan


Ligitan?

2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan persengketaan Pulau Sipadan dan


Ligitan?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa kasus Pulau Sipadan dan Ligitan?

3
(Azmi, 2017)

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia mulai muncul pada


tahun 1967, hal ini berawal dari pertemuan hukum laut antara kedua
negara, yang masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan
dan pulau Ligitan ke wilayahnya. Indonesia dan Malaysia mencoba
menyelesaikan masalah tersebut di tingkat pemerintahan kedua negara
selama bertahun-tahun, tetapi gagal.

Pada 1997, kedua negara sepakat mengajukan kasus kepemilikan Pulau


Sipadan dan Ligitan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Indonesia sendiri
mengklaim memiliki hak atas kepemilikan kedua pulau tersebut
berdasarkan perjanjian antara Inggris dan Belanda pada 1981
(Perjanjian 1981).

Sementara itu, Malaysia menilai Perjanjian 1981 tidak mendukung klaim


Indonesia atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Sebaliknya, perjanjian tersebut
sebenarnya malah menegaskan kepemilikan Malaysia atas dua pulau itu.
Malaysia juga menilai Belanda dan Indonesia menelantarkan
kedua pulau itu.4

2.2. Faktor Penyebab

1. Klaim Bukti Kedua Negara


Persengketaan mengenai Pulau Sipadan dan Ligitan bermula pada
tahun 1969, ketika kedua pulau tersebut diklaim oleh kedua
negara, Indonesia dan Malaysia. Kedua pihak menganggap pulau-
pulau ini sebagai bagian dari wilayah mereka berdasarkan sejarah
dan bukti klaim kedaulatan yang berbeda. Bukti dari Indonesia

4
(Kompasiana, 2023)

7
berupa isi pasal IV konveksi Belanda dan Inggris pada 1891.
Sedangkan Bukti dari malaysia berupa Traktat Paris pada 1809,
perjanjian antara Spanyol - Amerika pada tahun 1900 dan
perjanjian Inggri - Amerika Serikat pada tahun 1930, dan hukum
Internasional. Hal ini menyebabkan tegangnya hubungan bilateral
antara kedua negara.

2. Konflik Diplomatik dan Peran Internasional


Perjuangan untuk memperoleh kedaulatan atas Pulau Sipadan dan
Ligitan menyebabkan konflik diplomatik antara Indonesia dan
Malaysia. Pada tahun 2002, kedua negara memutuskan untuk
membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (ICJ) guna
mencari penyelesaian yang adil dan berkeadilan. ICJ adalah badan
hukum PBB yang memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan
persengketaan antar negara.

3. Keputusan dari Mahkamah Internasional


Pada tahun 2002, Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan
resmi mengenai kedaulatan Pulau Sipadan dan Ligitan.
Berdasarkan keputusan tersebut, kedua pulau tersebut secara resmi
diberikan kepada Malaysia. ICJ menemukan bahwa klaim
Indonesia tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan sejarah
administratif menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut
sebenarnya berada di bawah kedaulatan Malaysia.

4. Dampak dan Reaksi pada Masyarakat


Putusan ICJ tersebut, tentu saja, menimbulkan reaksi beragam dari
masyarakat dan pemerintahan Indonesia. Sebagian besar
masyarakat Indonesia merasa kecewa dan kehilangan hak atas dua
pulau yang telah menjadi bagian dari klaim wilayah negara
mereka. Namun, penting untuk mencatat bahwa pemerintah
Indonesia telah menerima putusan ICJ dan berkomitmen untuk
menghormatinya.

5. Potensi Wisata dan Pelestarian Alam

8
Setelah putusan ICJ, Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi lebih
terbuka untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata utama di
Malaysia. Keindahan alam bawah laut yang luar biasa di pulau-
pulau ini menarik para penyelam dan pecinta alam dari seluruh
dunia. Pemerintah Malaysia juga berkomitmen untuk melestarikan
ekosistem pulau-pulau ini melalui berbagai upaya konservasi dan
perlindungan lingkungan.5

2.3. Penyelesaian Konflik

1. Secara Bilateral (Diplomatik)


Pada tahun 1992 kedua negara tersebut sepakat menyelesaikan
masalah ini secara bilateral dengan pertemuan pejabat tinggi
kedua negara. Hasil pertemuan pejabat tinggi tersebut
menyepakati perlunya dibentuk komisi Bersama dan kelompok
kerja sama (Joint Commision/JC dan Joint Working Group/JWG),
namun dari berbagai pertemuan JC dan JWG tersebut tidak
membuahkan hasil.

2. Mahkamah Internasional (International Court of Justice)


Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Mahathir menyetujui
rekomendasi wakil khusus pada tanggal 6-7 Oktober 1996 di
Kuala Lumpur, kemudian pada tanggal 31 Mei 1997 disepakati
“Special Agreement for to the InternationaL Court of Justice the
Dispute between Indonesia dan Malaysia concerning the
Sovereignty over Pulau Sipadan and pulau Ligitan”.

3. Dasar Pertimbangan Putusan Mahkamah Internasional


Hasil voting di Mahkamah Internasional, Malaysia dimenangkan
oleh 16 hakim, sementara hanya satu orang yang berpihak kepada
Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari

5
(Glory et al., 2023)

9
Mahkamah Internasional, sementara satu hakim merupakan
pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.

4. Pertimbangan Putusan Mahkamah Internasional


Mahkamah menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang kuat yang
dapat mewujudkan kedaulatan oleh Belanda. Tidak adanya bukti-
bukti dan dokumen otentik yang dapat menunjukkan adanya
bentuk dan wujud pelaksanaan kedaulatan Indonesia
atas kedua pulau.

5. Pembuktian Masing-Masing Negara di Mahkamah Internasional


Indonesia mengajukan adanya bukti-bukti patroli angkatan laut
Belanda di kawasan ini dari tahun 1895 hingga 1928. Sedangkan,
Malaysia mengajukan bukti-bukti berupa bukti Hukum Inggris

6. Putusan Mahkamah Internasional


Mahkamah berpandangan bahwa berbeda dengan Indonesia yang
mengajukan bukti berupa sejumlah kegiatan Belanda dan rakyat
nelayan, Malaysia mengajukan bukti berupa sejumlah ketentuan-
ketentuan hukum.

Melihat pertimbangan yang diberikan oleh Mahkamah


Internasional, ternyata bukti historis kedua negara kurang
dipertimbangkan. Yang menjadi pertimbangan utama dari
Mahkamah Internasional adalah keberadaan terus-menerus
(continuous presence), penguasaan efektif (effecfiive occupation)
danpelestarian alam (ecology preservation).6

6
(Kompasiana, 2023)

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Bjdsi
2. Ansflaf
3. Klfda

11
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, M. Al. (2017). Peran Wawasan Nusantara Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Pulau
Sipadan dan Pulau Ligitan. https://id.scribd.com/document/343655663/Peran-
Wawasan-Nusantara-Dalam-Rangka-Menyelesaikan-Sengketa-Pulau-Sipadan-Dan-Pulau-
Ligitan?shem=ssusxt

Glory, J., Putri Ayu, Sista Febriana, & Yudha Eka. (2023). Sipadan dan Ligitan.
https://slideplayer.info/amp/12788474/

Kompasiana. (2023). Faktor-faktor Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Tangan Malaysia.
https://www.kompasiana.com/imfahad/64b61aa04addee43eb3e4012/faktor-faktor-
lepasnya-pulau-sipadan-dan-ligitan-ke-tangan-malaysia

Ningsih, W. L. (2023). Latar Belakang Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan.


https://www.kompas.com/stori/read/2023/05/31/150000479/latar-belakang-sengketa-
pulau-sipadan-dan-ligitan?
page=all&_gl=1*hm1z2h*_ga*YW1wLTMwS2ctUEh1Mm5aaUhLUnJTS3RmRllfY2ZabUhZ
MTE3S19fZXpHMVg4Z3BjQm9WdXpTUmV6aEJDSFF3SlVGeW4.*_ga_77DJNQ0227*MTc
wMTMxNjQ4OS4xNS4wLjE3MDEzMTY0ODkuMC4wLjA.*_ga_7KGEC8EBBM*MTcwMTMx
NjQ4OS4xNS4wLjE3MDEzMTY0ODkuMC4wLjA.#page2

Sari, A. M. (2023). Wawasan Nusantara: Pengertian, Tujuan, Landasan dan Implementasinya.


https://fahum.umsu.ac.id/wawasan-nusantara/

12

Anda mungkin juga menyukai