Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN EKONOMI PARIWISATA

PERTIMBANGAN ASPEK PARIWISATA

Dosen Pengampu : Dr. Muhamammad Safri, S.E., M.Si.

Disusun oleh:
Dewi Nurhaliza (C1A021133)
Tanzil Ariansyah (C1A021138)
Ghianty Regina Yusrin (C1A021140)

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2023
A. Aspek aspek pariwisata
a.) Attraction/ daya Tarik
Menurut pengertiannya attraction adalah cara menarik wisatawan atau pengunjung
dengan sesuatu yang dapat ditampilkan atau wisatawan tertarik pada ciri-ciri khas
tertentu dari obyek wisata. Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat
adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan.
Biasanya para wisatawan tertarik pada suatu lokasi yang memiliki ciri khas
tertentu yang antara lain adalah keindahan alam dan kebudayaan.

b.) Fasilitas
Fasilitas dalam pengembangan pariwisata lebih cenderung berorientasi
pada attraction di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan
pasarnya. Fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong pertumbuhan dan
cenderung berkembang pada saat yang sama
sesudah attraction berkembang, attraction juga dapat merupakan fasilitas.

c.) Infrastruktur
Attraction dan fasilitas tidak hanya dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur, dimaksud dengan prasarana adalah semua fasilitas yang
memungkinkan proses perekonomian sedemikian rupa, sehingga dapat
memudahkan manusia untuk dapat memenuhinya. Menurut Yoeti (1992) prasarana
pariwisata dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

d.) Transportasi
 Klasifikasi kelas jalan
1. arak obyek wisata menuju kecamatan pintu gerbang utama
2. Jumlah kota pusat pelayanan yang terletak < 50 km dari obyek
wisata
3. Jarak obyek wisata ke kota pusat pelayanan terdekat
4. Kondisi jalan dari obyek wisata ke kota pusat pelayanan
terdekat.
Keterkaitan teori keterkaitan aspek-aspek pendukung wisata dengan
topik penelitian adalah ingin mengetahui semua fasilitas yang
mendukung agar sarana pariwisata dapat hidup dan berkembang serta
mampu memberikan pelayanan kepada guna memenuhi kebutuhan
wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata.

e.) Aspek penawaran pariwisata


Dikutip dari medlik 1980, terdapat 4 aspek terkait penawaran pariwisata yakni.
1. Attraction (daya Tarik)
Merujuk pada daerah tujuan wisata dalam menarik wisatawan hendaknya
memiliki daya Tarik baik daya Tarik berupa alam maupun masyarakat dan
budayanya.
2. Accesable
Aspek ini dimaksudkan agar wisata domestic dan mancanegara dapat dengan
mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata.
3. Amenities
Aspek ini menjadi salah satu syarat terwujudnya suatu daerah tujuan wisata.
4. Ancillary
Keberadaan lembaga pariwisata menunjang rasa aman wisatawan yang
berkunjung ke daerah tujuan wisata . baik disaat melakukan kunjungan wisata
maupun memberikan saran serta kritik terkait daerah tujuan wisata.

f.) Aspek permintaan pariwisata


Aspek permintaan merupakan aspek aspek yang berpengaruh dalam dunia
kepariwisataan. Terdapat tiga aspek pendekatan dalam hal merumuskan permintaan
pariwisata yakni:
1. Economy approachment
Para ekonom memberikan penjelasan bahwa permintaan pariwisata yang
menggunakan pendekatan elastisitas permintaan/pendapatan dalam hal
menggambarkan hubungan dengan tingkat harap variable variable lainya
2. Pendekatan geografi
Para ahli geografi memberikan pendapat terkait menafsirkan permintaan
pariwisata harus memiliki pemikiran secara luas tanpa harus terpaut pada
harga.
3. Pendekatan psikologi
Psikolog melihat permintaan pariwisata sebagai interaksi lingkunga ,dorongan
dari jiwa seorang wisatawan serta kepribadian calon wisatawan,dalam hal
melakukan kegiatan kepariwisataan.

g.) Aspek aspek pengembangan dalam pariwisata


1. Aspek Aktivitas dan Fasilitas dalam pengembangan sebuah objek wisata,
dibutuhkan adanya fasilitas yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Menurut
Bukart dan Medlik (1974;133), fasilitas bukanlah merupakan faktor utama yang
dapat menstimulasi kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata, tetapi
ketiadaan fasilitas dapat menghalangi wisatawan dalam menikmati atraksi
wisata. Pada intinya, fungsi fasilitas haruslah bersifat melayani dan
mempermudah kegiatan atau aktivitas pengunjung/wisatawan yang dilakukan
dalam rangka mendapat pengalaman rekreasi. Di samping itu, fasilitas dapat pula
menjadi daya tarik wisata apabila penyajiannya disertai dengan keramahtamahan
yang menyenangkan wisatawan, dimana keramahtamahan dapat mengangkat
pemberian jasa menjadi suatu atraksi wisata. Bovy dan Lawson (1979;9)
menyebutkan bahwa fasilitas adalah atraksi buatan manusia yang berbeda dari
daya tarik wisata yang lebih cenderung berupa sumber daya.

2. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya dalam analisa sosial ekonomi,membahas


mengenai mata pencaharian penduduk, komposisi penduduk, angkatan kerja,
latar belakang pendidikan masyarakat sekitar, dan penyebaran penduduk dalam
suatu wilayah. Hal ini perlu dipertimbangkan karena dapat menjadi suatu tolak
ukur mengenai apakah posisi pariwisata menjadi sektor unggulan dalam suatu
wilayah tertentu ataukah suatu sektor yang kurang menguntungkan dan kurang
selaras dengan kondisi perekonomian yang ada. Selanjutnya adalah mengenai
aspek sosial budaya, dimana aspek kebudayaan dapat diangkat sebagai suatu
topik pada suatu kawasan. Dennis L. Foster menjelaskan mengenai Pengaruh
Kebudayaan (cultural influences) sebagai berikut: “Para pelaku perjalanan tidak
membuat keputusan hanya berdasarkan pada informasi pemrosesan dan
pengevaluasian. Mereka juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, masyarakat,
dan gaya hidupnya. Kebudayaan itu cenderung seperti pakaian tradisional dan
kepercayaan pada suatu masyarakat, religi, atau kelompok etnik (ethnic group)”.

B. Masalah dalam pengembangan sektor pariwisata di Indonesia


Pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu
menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna (Alwi Hasan et al, 2005:269).
Pengembangan merupakan suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu yang
dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau
memelihara yang sudah berkembang agar menjadi lebih menarik dan berkembang.

Pengembangan pariwisata yaitu usaha untuk meningkatkan atau melengkapi


fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan agar merasa nyaman
saat berada di tempat wisata. Istilah pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta
yang terdiri dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti berulang-
ulang atau berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi
pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang (Yoeti,
1995:57).

Sektor pariwisata memang sektor yang potensial karena sumbangannya pada PDB,
penerimaan devisa, penciptaan lapangan kerja, serta berhasil mendorong kemajuan
daerah-daerah yang dulu tandus dan kurang berkembang karena tidak punya
sumberdaya alam serta daerah bekas bencana.

Namun pengembangan sektor pariwisata di Indonesia masih menghadapi beberapa


masalah. Berikut beberapa masalah yang masih dihadapi dalam pengembangan sektor
pariwisata di Indonesia, yaitu:

a. Peraturan dan Kebijakan yang Saling Bertentangan di Sebuah Objek Wisata


Contohnya kawasan Candi Borobudur oleh Pemerintah Pusat lewat Balai
Konservasi Borobudur melarang dlakukannya berbagai aktivitas di zona satu dan
dua. Tetapi oleh pemerintah daerah di zona satu dan dua tersebut justru
diperbolehkan untuk berbagai macam kegiatan seperti konser musik dan seni
pertunjukan yang lain. Kasus yang lain adalah adanya bangunan atau tegakan lain
yang dibangun yang menganggu lanskap keseluruhan kawasan Candi Borobudur
sebagai kawasan bersejarah (heritage).
b. Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) yang Masih Kurang Mendukung
SDM yang ada khususnya di sekitar objek wisata kurang mendukung dalam hal
ketrampilan berbahasa asing (khususnya bahasa inggeris), maupun dalam hal etika
dan keramahtamahan (hospitality) dalam menyambut kedatangan wisatawan, baik
wisatawan domestik maupun asing. Di samping itu, tenaga pemandu pariwisata
bersertifikasi juga masih kurang. Kurangnya tenaga pemandu pariwisata
bersertifikasi disebabkan oleh kekurangsadaran pengelola objek pariwisata akan
pentingnya tenaga pemandu pariwisata yang bersertifikasi serta kurangnya jumlah
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di bidang pariwisata.

c. Komunikasi dan Publikasi Yang Masih Kurang


Perkembangan sektor pariwisata membutuhkan komunikasi dan publikasi yang
baik. Selama ini oleh pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota)
memang sudah melakukan publikasi dan komunikasi. Hanya saja perlu lebih
ditingkatkan lagi, khususnya yang bisa memenuhi kebutuhan wisatawan yang
datang. Yang bisa dijadikan salah satu contoh dalam hal ini adalah Thailand. Di
berbagai bandara dan terminal maupun Stasiun Kereta Api disediakan brosur
tentang tujuan atau objek wisata yang bisa dikunjungi lengkap dengan rute atau
arah jalan, moda transportasi yang bisa digunakan, hotel dan penginapan yang
tersedia, serta biaya yang harus dikeluarkan. Bahkan uniknya di Thailand, di
booklet atau brosur ditawarkan jika seorang wisatawan punya uang sejumlah
tertentu maka objek wisata yang bisa dikunjungi apa saja . Jadi objek wisata yang
bisa dikunjungi akan tergantung dari dana yang dipunyai wisatawan atau yang
bersedia dikeluarkan oleh wisatawan (Wongtada, 2017)

d. Belum Memadainya Infrastruktur Pariwisata di Beberapa Daerah


Infrastruktur yang menduk Infrastruktur yang mendukung pengembangan
pariwisata seperti: hotel, jalan, pelabuhan, alat-alat transportasi, bandara dan
lainnya di berbagai daerah masih kurang. Sehingga keterjangkauan objek wisata
di suatu daerah belum sepenuhnya baik dan hal tersebut menyebabkan biaya
perjalanan wisata menjadi tinggi. Kualitas infratsruktur penunjang ini juga
termasuk di dalamnya fasilitas untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan,
misalnya: tidak tersedianya kamar kecil di objek-objek wisata. Masalah lain dalam
infrastruktur ini adalah konektivitas antara satu daerah dengan daerah lain yang
belum seepenuhnya terjadi sehingga biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk
mengunjungi sebuah objek wisata masih sangat tinggi. Masalah yang lain lagi di
bidang infrastruktur pariwisata adalah kurangnya penerbangan langsung dari
tempta asal wisataawan ke tempat objek wisata yang dituju.
e. Masih Kurangnya Investasi di Sektor Pariwisata Sampai saat ini, investasi di
sektor pariwisata di Indonesia masih kurang. Kurangnya investasi di sektor
pariwisata ini disebabkan oleh masih kurang menariknya iklim investasi di sektor
pariwisata. Iklim investasi yang dimaksud adalah kemudahan mengurus ijin
investasi serta berbagai insentif yang lain, misalnya: penangguhan atau
keringanan pajak.

f. Masih Kurang Diperhatikannya Aspek Lingkungan Hidup


Kegiatan pariwisata mempunyai dampak pada lingkungan hidup. Beberapa
kegiatan pariwisata di beberapa lokasi kurang memperhatikan lingkungan hidup.
Ada kegiatan pariwisata yang di beberapa lokasi memiliki dampak negatif pada
lingkungan, misalnya: merusak keasrian lingkungan alam yang ada dan sampah
yang dibuang sembarangan atau tidak dikelola secara baik. Contoh tidak
diperhatikannya aspek lingkungan hidup khusus di desa-desa wisata adalah
rusaknya alam pedesaan yang semula asri dan juga masalah sampah yang tidak
dikelola secara baik, terutama dari semula di desa wisata hanya ada sampah
organik, tetapi dengan masuknya wisatawan dari luar desa maka masuk juga
sampah-sampah anorganik(plastik, bahan-bahan kimia, dan lain-lain). Tentunya
dibutuhkan pengelolaan sampah anorganik tersebut agar tidak menganggu
kelestarian lingkungan hidup (Ningrum, 2019).

Khusus untuk wisata religi, yang terbanyak adalah wisata untuk ziarah umat
muslim, adalah belum dipenuhinya syarat-syarat syariah yang jika dipenuhi akan
membuat wisatawan muslim dan muslimah bisa dengan nyaman mengunjungi
atau berziarah di objek wisata religi tersebut (falatehan, 2017)

C. Dampak Pengembangan Pariwisata


Dampak dampak akibat adanya tempat wisata tentu mempengaruhi ke
lingkungan sekitarnya dan menurut Lerner (1977) yang dikutip oleh Allister
Mathieson and Geoffrey Wall (1982) dalam “Tourism: Social, Economic,
Environment Impacts” siapa saja didalam lingkungan tersebut. Lerner menulis
seperti berikut “ Environment now includes not just only land, water and air but also
encompass to people, their creation, and the social, economic, and cultural
condition that affect their lives”. Sehingga yang terkena dampak positif dan
negatifnya adalah sesuai yang dikatakan oleh Lerner adalah masyarakat,
lingkungan.
a. Dampak Positif terhadap ekonomi
1) Meningkatnya Devisa Negara
2) Dapat mengurangi pengangguran
b. Dampak positif pada lingkungan
1) Konservasi Alam
2) Konservasi dari segi Arkeologi dan Sejarah
3) Perbaikan Lingkungan
4) Perbaikan Infrastruktur
5) Peningkatan Tentang kesadaran lingkungan
c. Dampak negatif pada lingkungan
1) Polusi Lingkungan
2) Pencemaran Lingkungan
d. 3) Merusak nilai arkeologi dan sejarah karena di adakannya perbaikan
d.Dampak positif pada sosial
1) Konservasi benda-benda bersejarah
2) Menghilangkan perbedaan budaya
e. Dampak negatif pada sosial
1) Overcrowding and loss of amenities for residents
2) Berakibat Buruk bagi kelangsungan Budaya
3) Menimbulkan masalah sosial
Dampak ekonomi dapat bersifat positif dan negative dalam pengembangan
obyek wisata Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada
juga yang tidak langsung.
Dampak positif langsungnya adalah : membuka lapangan pekerjaan yang baru
untuk komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan,
ataupun yang lainnya yang sesuai dengan kemampuan, skill dari masyarakat sekitar
yang bisa dipergunakan oleh pihak PIM, atau dengan berjualan, seperti : makanan,
minuman atau voucher hp di sekitar PIM sehingga masyarakat lokal bisa
mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain untuk masyarakat lokal,
dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan
mendapatkan pendapatan dari pajak.
Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran
akan pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita
pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan
dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor
ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan
menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak
komunitas lokal daerah setempat.
a. Dampak positif sosial
1) Conservation of Cultural Heritage : adanya perlindungan untuk benda-
benda kuno, bangunan sejarah, seni traditional seperti musik, drama,
tarian, pakaian, upacara adat. Adanya bantuan untuk perawatan museum,
gedung theater, dan untuk dukungan acara-acara festival budaya.
2) Renewal of Cultural Pride : dengan adanya pembaharuan kebanggaan
budaya maka masyarakat dapat memperbaharui kembali rasa bangga
mereka terhadap peninggalan- peninggalan bersejarah ataupun budaya.
3) Cross Cultural Exchange : pariwisata dapat menciptakan pertukaran
budaya dari wisatawan dengan masyarakat setempat, sehingga membuat
para wisatawan mengerti tentang budaya setempat dan mengerti akan nilai-
nilai dari tradisi masyarakat setempat begitu pula sebaliknya masyarakat
lokal pun bisa tahu tentang budaya dari para wisatawan tersebut baik yang
domestik maupun internasional
b. Dampak negatif sosial :
1) Overcrowding and loss of amenities for residents : setiap pengelola obyek
wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan baik
domestik maupun internasional, tetapi ada hal-hal yang harus diperhitungkan
karena apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan
hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat masyarakat
setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya akan terbentuk garis
batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu banyak.
2) Cultural impacts : karena ingin menyuguhkan sesuatu yang di inginkan
wisatawan, tanpa di sadari mereka sudah terlalu mengkomersialkan budaya
mereka sehingga tanpa sadar mereka telah mengurangi dan mengubah
sesuatu yang khas dari adat mereka atau bahkan mengurangi nilai suatu budaya
yang seharusnya bernilai religius. Contoh : upacara agama yang seharusnya
dilakukan dengan khidmat dan khusyuk, tetapi untuk menyuguhkan apa yang
diingini oleh wisatawan maka mereka mengkomersialkan upacara tersebut
untuk wisatawan sehingga upacara agama yang dulunya khidmat dan
khusyuk makin lama makin berkurang. Yang ke 2 adanya
kesalahpahaman dalam hal berkomunikasi, budaya, dan nilai agama yang
dapat mengakibatkan sebuah konflik.
3) Social Problems : adanya percampuran budaya negatif antara wisatawan
dengan masyarakat setempat (Inskeep, 1991). Cara menjaga pelestarian
Budaya Lama agar tetap bersinergi dengan pembangunan pariwisata baru,
yaitu:
a) Pembangunan pariwisata baru harus lebih memperhatikan
lingkungan dan tidak boleh merusak kelestarian lingkungan
periwisata lama.
b) Pariwisata lama harus meningkatkan mutu terutama di bidang
pelayanan, dan renovasi yang di lakukan tidak menghilangkan
keaslian dari pariwisata lama yang ada.
c) Pengemasan pariwisata lama harus lebih menarik.Agar kaum muda
lebih tertarik untuk mengunjunginya.
d) Kesadaran bersama antara pemerintah dan masyarakat serta para
pengusaha sangat di perlukan, karena tanpa hal tersebut maka
apapun yang di lakukan oleh pemerintah tidak akan
membuahkan hasil.

Anda mungkin juga menyukai