Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357699800

Penentuan Tingkat Kerawanan Bencana Banjir Di Kota Malang Menggunakan


Sistem Informasi Geografis (SIG)

Article · January 2022

CITATIONS READS

2 3,297

1 author:

Gilang Satriya Utama


Brawijaya University
1 PUBLICATION 2 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Gilang Satriya Utama on 10 January 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Penentuan Tingkat Kerawanan Bencana Banjir Di Kota Malang Menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG)

Gilang Satriya Utama


Program Studi Teknik Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya
Email : gilangsatriya30@gmail.com
Abstrak
Kota Malang termasuk wilayah yang tercatat berpotensi terjadiya bencana alam khususnya bencana banjir. Kota Malang tidak
memenuhi standar kapasitas Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai daerah resapan air dengan minimal 10% total luas
kota dengan (RTH) hanya seluas 4% yang menjadi salah satu faktor penyebab bencana banjir. Cara untuk meningkatkan
kesadaran potensi terjadinya bencana banjir dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai daerah yang berpotensi
mengalami bencana banjir. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis tingkat kerawanan bencana banjir di Kota Malang
dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Metode yang digunakan adalah teknik skoring, pembobotan, overlay, analisa peta
dan perbandingan informasi dengan bantuan program lunak ArcGIS. Hasil analisa membagi kategori tingkat kerawanan di Kota
Malang menjadi 5 kelas yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Daerah di wilayah studi Kota Malang
dominan dengan tingkat kerawanan sedang atau rawan dengan persentase 63.0885% total wilayah Kota Malang atau seluas
6777.0180 Ha kemudian diikuti dengan daerah tingkat kerawanan banjir sangat rendah sebesar 27.3333% luas Kota Malang
atau seluas 2936.1605 Ha, sedangkan daerah dengan kerawanan rendah, tinggi dan sangat tinggi totalnya kurang dari 10%
keselurahan kota malang yaitu daerah dengan tingkat kerawanan rendah sebesar 1.7292% total wilayah atau seluas 185.7647
Ha lalu daerah dengan tingkat kerawanan tinggi sebesar 7.2127% total wilayah dengan luas 774.7978 Ha dan daerah dengan
tingkat kerawanan sangat tinggi mencakup 0.6364% total wilayah Kota Malang atau seluas 68.3581 Ha. Sebaran daerah rawan
bencana banjir di Kota Malang cenderung berada di ketinggian antara 400 – 475 m serta berdekatan dengan sungai-sungai yang
memiliki potensi tingkat limpasan yang tinggi.

Kata Kunci : Banjir, Tingkat Kerawanan, Kota Malang, SIG

Pendahuluan
Indonesia adalah negara tropis yang terdiri banjir lainnya, namun nyatanya solusi ini tidak
dari pulau-pulau atau negara kepulauan terbesar di cukup untuk mengendalikan dampak banjir. Solusi
dunia yang hanya memiliki dua musim yaitu musim lain yang dapat dijadikan untuk pencegahan bahaya
panas dan musim hujan. Intensitas curah hujan dan kerugian dari banjir adalah dengan memberikan
Indonesia cukup tinggi sehingga sangat rentan informasi terbaru dan akurat kepada masyarakat di
mengalami bencana banjir. Meningkatnya intensitas daerah terdampak terkait risiko banjir dengan peta
curah hujan secara berkala dan signifikan umumnya risiko banjir (Hanie, 2016).
disebabkan oleh dampak dari pemanasan global atau Penyebab utama dari dari bencana banjir
perubahan kondisi iklim yang terjadi di Indonesia secara garis besar disebabkan oleh rusaknya
(Natsir, 2017) Kawasan hutan-hutan di daerah hulu yang
Adanya perubahan kondisi iklim membuat membawa air tanah yang berlebihan ke kawasan
peningkatan frekuensi maupun intensitas curah hilir yang rendah, kurangnya wilayah resapan air
hujan yang terjadi di suatu daerah dalam beberapa seperti hutan kota, tanaman kota dan tidak adanya
rentang beberapa tahun semakin tinggi. Dampak rencana yang baik untuk penataan sungai dan
nyata dari adanya hal ini yaitu terpicunya fenomena drainase untuk pencegah terjadinya banjir
bencana banjir yang menjadi suatu permasalahan (Muhibbin dkk, 2020).
serius bagi masyarakat terdampak yang merasakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
bencana tersebut baik dari segi korban jiwa, (Bakesbangpol) Kota Malang menyebutkan bahwa
kerugian finansial atau memburuknya kondisi terdapat 34 titik rawan banjir yaitu di Kecamatan
infrastuktur. masyarakat yang terkena dampak dari Belimbing terdapat 8 titik, Kecamatan
bencana ini akan mengalami gangguan aktivitas baik Kedungkandang terdapat 6 titik, Kecamatan Sukun
dari segi sosial maupun ekonomi. terdapat 8 titik, Kecamatan Lowokwaru terdapat 7
Umumnya solusi yang tepat untuk titik dan Kecamatan Klojen terdapat 5 titik rawan
mengantisipasi bahaya bencana banjir adalah banjir. Beberapa kejadian banjir yang pernah terjadi
dengan membangun bendungan atau bangunan anti di kota ini yaitu bencana banjir pada tanggal 7
November 2010, 29 Februari 2008, dan 26 pengaruh faktor geomorfologi statik terhadap peta
Desember 2006, banjir yang terjadi pada tanggal 7 tersebut.
November 2010 mengakibatkan korban terluka
sebanyak 5 orang. Bencana banjir di Kota Malang Landasan Teori
juga terjadi pada tahun 2019 namun tidak 1. Banjir
menimbulkan korban jiwa (Natsir, 2017). ` Menurut The United Nations International
Terdapat dua faktor yang menjadi sumber Strategy for Disaster Reduction (UNISDR),
dari permasalahan terjadinya banjir di Kota Malang bencana adalah suatu kejadian yang menggaggu
yaitu semakin banyaknya perumahan dan mall yang suatu komunitas atau masyarakat yang memberikan
dibangun dan minimnya ruang terbuka hijau dan dampak buruk berupa kerugian materi, ekonomi
resapan air di Kota Malang. Permasalahan dari dan lingkungan dimana dampak dari kejadian
meningkatnya perumahan dan mall yang berakibat tersebut skalanya sudah melewati kemampuan
pada banjir berasal dari meningkatnya beban komunitas atau masyarakat untuk menyelesaikan
saluran drainase yang ada namun tidak dilakukan permasalahan tersebut dengan menggunakan
peningkatan lokasi drainase guna menampung air kemampuan mereka sendiri.
sehingga drainase tidak dapat mengimbangi air Beberapa faktor penyebab banjir :
untuk ditampung. Sedangkan permasalahan a. Curah Hujan
minimnya ruang terbuka hijau dan resapan air yang Salah satu penyebab yang masyarakat
berakibat pada banjir berasal dari hilangnya umum anggap sebagai penyumbang bencana
kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang banjir terbesar adalah curah hujan, hujan yang
seharusnya menjadi tempat resapan air. Di Kota terjadi dalam durasi panjang serta diiringi
Malang Ruang Terbuka Hijau (RTH) hanya tersisa dengan intensitas hujan yang cukup tinggi dapat
4% dari seluruh wilayah kota malang dan tempat menimbulkan bencana banjir. Dalam meteorologi
resapan air hanya tersisa 40%. Berdasarkan PP terdapat istilah presipitasi yaitu fenomena ketika
No.63 Tahun 2002 menyebutkan bahwa luas Ruang tetes air, salju atau es serta debu yang
Terbuka Hijau (RTH) mengharuskan minimal terkondensasi jatuh dari awan ke permukaan
sebesar 10% dari total luas wilayah masing-masing tanah
kota atau kabupaten sedangkan kondisi Ruang b. Kemiringan Lereng
Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang yang tidak Berdasarkan tingkat kemiringan, suatu
sampai mencapai syarat tersebut menjadi salah satu daerah dapat diidentifikasikan sebagai daerah
akar permasalahan dari bencana banjir di kota ini yang termasuk landai atau tidak dapat diketahui
(Muhibbin.dkk, 2020). melalui kemiringan lerengnya. Pengaruh
Selain dari faktor berkurangnya Ruang kemiringan lereng terhadap terjadinya bencana
Terbuka Hijau (RTH), faktor lain yang banjir dipengaruhi dari tingkat jumlah dan
menyebabkan terjadinya bencana banjir adalah kecepatan limpasan permukaan (surface runoff),
penurunan muka tanah. Bentuk lahan juga sangat drainase permukaan dan erosi lahan. Jika suatu
berpengaruh terhadap potensi terjadinya banjir, daerah memiliki kemiringan lereng yang landau
oleh karena itu dapat dilakukan kajian maka aliran limpasan permukaan yang terjadi
geomorfologi daerah yang berpotensi untuk semakin kecil atau lambat, hal ini membuat
mengalami fenomena bencana banjir untuk kemungkinan terjadinya bencana banjir semakin
dianalisis lebih lanjut dari segi geomorfologi statik besar karena munculnya genangan.
yaitu morfologi sebagai informasi pendukung dari c. Penggunaan Lahan
peta risiko banjir hasil analisis dengan Sistem Penyebab lain dari bencana banjir salah
Informasi Geografis (SIG). satunya adalah perubahan Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis (RTH) menjadi lahan hunian atau lahan pertanian.
merasa perlu untuk menganalisis dan mengetahui Semakin berkurangnya Ruang Terbuka Hijau
daerah mana saja di Kota Malang yang berpotensi (RTH) membuat Kawasan resapan air guna
untuk mengalami bencana banjir dengan pencengah bencana banjir semakin sedikit, alhasil
menganalisis daerah Kota Malang dengan membuat limpasan (runoff) meningkat dan menyebabkan
peta risiko banjir Kota Malang berbasis Sistem adanya erosi.
Informasi Geografis (SIG) dengan melihat
d. Jenis Tanah a. Intensitas Curah Hujan
Jenis tanah menjadi salah satu faktor Intensitas curah hujan merupakan jumlah
pendukung terjadinya bencana banjir yaitu dari curah hujan yang dinayatakan dalam volume hujan
kemampuan tanah dalam menyerap air. Semakin atau tinggi hujan tiap satuan waktu yang berlangsung
besar kemampuan tanah dalam menyerap air maka pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. Nilai
semakin sulit daerah tersebut untuk mengalami intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari
fenomena banjir. lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Intensitas curah hujan yang tinggi biasanya terjadi
Menurut Sudarmadi (2017) bencana banjir dibagi dengan durasi yang cukup pendek dan meliputi
menjadi 4 jenis yaitu : daerah yang tidak luas.Untuk menentukan debit
a. Banjir Bandang maksimum banjir dari suatu daerah diperlukan
Banjir bandang adalah jenis fenomena banjir perhitungan intensitas hujan. Salah satu metode yang
yang berlangsung secara cepat dan mendadak. digunakan untuk menghitung curah hujan adalah
Banjir ini biasanya muncul setelah terjadinya hujan metode Mononobe :
yang cukup deras dengan intensitas curah hujan 𝐑𝐭𝟐𝟒 𝟐𝟒
yang cukup tinggi. It= 𝟐𝟒
( 𝒕 )2/3 (2.1)
b. Banjir Luapan Sungai
Dimana :
Banjir jenis ini hamper sama dengan banjir
bandang namun berbeda pada skala waktu terjadinya I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
fenomena banjir. Banjir ini terjadi dalam proses
t : Durasi hujan ( jam )
waktu yang cukup lama, durasi fenomena ini pun
tidak seperti banjir bandang yang cepat untuk surut Rt24 : Tinggi curah hujan pada periode ulang
melainkan dapat berlangsung dalam kurun waktu (mm/hari) atau curah hujan dalam 24 jam
harian bahkan mingguan tanpa henti. (mm/hari)
b. Koefisien Limpasan
c. Banjir Pantai Nilai koefisien limpasan terdiri dari 3 aspek
Banjir pantai sesuai seperti namanya yaitu
utama yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng
banjir yang terjadi di sekitar pantai. Banjir ini dipicu dan litologi. 3 aspek tersebut dihitung dalam metode
oleh naiknya air payau ke daratan pantai akibat dari
hassing dimana masing-masing aspek memiliki bobot
dampak gelompang pasang atau badai, biasanya sebagai berikut. Koefisien limpasan air ini digunakan
banjir ini juga terjadi karena adanya badai siklon
apabila ingin menghitung potensi debit maksimum
tropis.
banjir yang mungkin terjadi selain dari intensitas
d. Banjir Kilat curah hujan. Besarnya koefisien limpasan ini
Banjir kilat hampir sama seperti banjir berbanding lurus dengan estimasi debit maksimum,
bandang namun banjir jenis ini berlangsung dalam semakin besar nilai koefisiennya maka debit
kurun waktu kurang dari lima jam setelah hujan
maksimum banjir yang mungkin terjadi juga semakin
deras turun tinggi
2. Debit Maksimum Banjir
Beberapa faktor yang mempengaruhi adanya
bencana banjir merupakan intensitas hujan yang
tinggi dan debit limpasan permukaan yang besar,
selain itu faktor lainnya yaitu penggunaan lahan,
kelerengan dan litologi. Limpasan permukaan
merupakan air hujan yang mengalir di atas
permukaan yang membawa berbagai zat dan partikel
tanah. Untuk menghitung perkiraan debit maksimum
banjir yang mungkin terjadi dibutuhkan persamaan
yang menggunakan beberapa komponen yaitu
intensitas curah hujan dan koefisien limpasan.
Tabel 2.1 Nilai koefisien limpasan menggunakan 3. Hidrolika Banjir
metode Hassing (Suripin,2002). Hidrolika merupakan suatu topik dalam ilmu
No Penggunaan Nilai C terapan dan keteknikan yang mempelajari terkait
Lahan (CL) CL sifat-sifat mekanis fluida yaitu tentang perilaku
1 Sawah 0.15 aliran air. Topik bahasan hidrolika dalam aspek sains
2 Semak belukar 0.07 dan keteknikan mencakup konsep-konsep seperti
3 Semak belukar 0.07 aliran tertutup, perancangan bangunan air, hitungan
rawa dinamika fluida, pengukuran aliran serta perilaku
4 Permukiman 0.6 aliran saluran terbuka seperti sungai dan selokan.
5 Tanah terbuka 0.2 Dalam pemodelan aliran pada saluran terbuka

Koefien Limpasan Terbobot (C) =


6 Perkebunan 0.4 seperti aliran sungai dan pemodelan penelusuran
7 Pertanian lahan 0.1 banjir digunakan suatu persamaan yaitu persamaan
kering Saint Venant. Untuk membangun persamaan Saint
8 Hutan lahan 0.2 Venant digunakan prinsip kekekalan massa dan
kering kekekalan momentum Pratiwi,dkk(2013).
sekunder a. Persamaan Saint Venant
9 Pertanian lahan 0.1 Menurut Pratiwi,dkk(2013) persamaan Saint
CL + CS + CT

kering Venant merupakan persamaan differensial parsial


bercampur semak berorde satu dengan variable bebasnya adalah x dan
No Jenis Litologi Nilai t serta variable tidak bebasnya adalah h (kedalaman
(CS) CS
air) dan Q (debit air) pada setiap titik aliran.
1 Lempung berpasir 0.04
➢ Hukum Kekekalan Massa
2 Pasir dan kerikil 0.16 Menurut Widiasmadi (2006) dalam hukum
3 Lempung dan 0.26 kekekalan massa pada aliran terbuka jika laju
lanau
perubahan massa fluida dalam suatu volume
4 Lapisan batu 0.26
titik persatuan waktunya adalah sama dengan
No Kemiringan Nilai
laju bersih dari fluida yang masuk melalui
Lereng (CT) CT
permukaan saluran pada titik A, dimana :
1 Datar (<1%) 0.03 𝒅𝑽 𝝏 𝒙𝟐
2 Sangat Landai (2- 0.08 𝝆 𝒅𝒕 = 𝝆 𝝏𝒕 ∫𝒙𝟏 𝑨𝒅𝒙 (2.3)
10%) Apabila disederhanakan maka menjadi :
3 Landai (11-20%) 0.16
𝝏𝑨 𝝏𝑸
4 Pegunungan 0.26 𝝆 + 𝝆 =𝟎 (2.6)
𝝏𝒕 𝝏𝒙
(>20%) ➢ Hukum Kekekalan Momentum
Dalam hukum kekekalan momentum dalam
c. Perhitungan Debit Maksimum Banjir aliran terbuka jika laju perubahan momentum
dalam volume titik persatuan waktu adalah sama
Perhitungan estimasi debit puncak limpasan air dengan laju bersih dari aliran yang masuk
menggunakan metode rasional. Metode rasional ini ditambah gaya-gaya yang bekerja di dalam
berlaku dan dapat digunakan apabila daerah volume titik dan pada permukaan titik.
berukuran luas kurang dari 1000 km2 . Persamaan Momentum merupakan aliran suatu massa zat
metode rasional untuk menghitung adalah sebagai atau 𝒎𝒗 = 𝝆𝛁. 𝒗. Sedangkan aliran momentum
berikut: ditulis sebagai 𝒎𝒗. 𝒗 atau 𝒎𝒗𝟐 (𝝆𝛁𝒗𝟐 ).
𝝏 𝒙𝟐 𝝏 𝒙𝟐
Qmax= 0.002778.C.I.A (2.2) ∫ 𝒎. 𝒗 𝒅𝒙
𝝏𝒕 𝒙𝟏
= ∫ 𝝆𝒅𝑨. 𝒗
𝝏𝒕 𝒙𝟏
𝒅𝒙 =

Dimana : 𝝏 𝒙𝟐
∫ 𝝆 𝑸 𝒅𝒙
𝝏𝒕 𝒙𝟏
(2.7)
Qmax = Debit maksimum (m3/detik)
Apabila persamaannya disederhanakan maka
C = Koefisien aliran permukaan/limpasan
menjadi :
I = Intensitas hujan (mm/jam) 𝝏𝑸 𝝏𝑸𝒗 𝒅𝒚
𝝏𝒕
+ 𝝏𝒙 + 𝒈 𝑩𝒚 𝒅𝒙 − 𝒈𝑨(S0-Sf) = 0 (2.13)
A = luas daerah aliran (Ha)
b. Jenis Pengaliran geomorfologi adalah topografi. Pengaruhnya yaitu
Jenis Pengaliran yang terjadi pada fenomena munculnya sebuah perbedaan proses geomorfologi
banjir pada saluran terbuka jika ditinjau dari segi oleh perbedaan ketinggian, kemiringan lereng dan
waktu adalah fenomena banjir termasuk aliran tidak relief suatu daerah. Perbedaan ketinggian ini
permanen atau unsteady flows dimana parameter Q, mengakibatkan suatu daerah yang berbeda
V, h, y berubah sepanjang waktu tinjauan dan jika ketinggiannya memiliki hubungan sebab-akibat.
ditinjau dari segi ruang termasuk aliran tidak Tempat yang cenderung tinggi menjadi salah satu
beraturan atau non-uniform flows dimana Q, V, h, y penyebab deformasi bentuk lahan untuk tempat yang
berubah sepanjang kawasan tinjauan. berada di bawahanya contohnya bertambahnya
dataran banjir di wilayah hilir akibat meningkatnya
c. Perubahan Aliran Gelombang Dalam intensitas erosi di wilayah hulu.
Fenomena Banjir Bentuk lahan sangat mempengaruhi suatu daerah
Dalam perjalanannya banjir dapat mengalami terhadap potensi terjadinya banjir. Lahan yang
perubahan gelombang karena adanya hambatan memiliki ketinggian rendah cenderung lebih
sepanjang saluran. Perbandingan antara kecepatan berpotensi untuk mengalami bencana banjir. Suatu
gelombang banjir dengan kecepatan aliran juga daerah bisa mengalami penurunan muka tanah atau
merupakan makna persamaan lain dari bilangan degradasi karena adanya proses morfologi
Froude. Bergantung dari nilai kemiringan geser (Sf), (Pramulya.dkk, 2011).
kemiringan dasar saluran (S0). kecepatan 5. Sistem Informasi Geografis
gelombang banjirnya (c) dan diameter penghalang Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan
(L), Gelombang banjir terbagi menjadi 3 jenis yaitu suatu sistem berlandaskan komputer yang dirancang
gelombang dinamik (dynamic wave), gelombang khusus untuk memiliki kemampuan dalam
kinematik (kinematic Wave) dan gelombang difusif pengelolaan data. Berbagai macam kemampuan dari
(diffusive wave). Dalam penentuan jenis gelombang sistem tersebut terdiri dari pengumpulan data,
diperlukan Nilai 𝜷 = 5/3 nilai ini diaplikasikan pada pengarsipan, processing data, analisa, pemodelan dan
saluran hidrolik yang dipengaruhi oleh koefisien penyajian data spasial maupun data non-spasial. Data
kekasaran manning. yang diolah dalam sistem informasi geografis
biasanya berbentuk data spasial yaitu data yang
berbasis geografis serta memiliki sistem koordinat
sebagai dasar referensi (Putri, 2018).

Dalam pembuatan peta risiko banjir dengan


menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG),
data-data yang diperlukan untuk pembuatan peta
didapatkan dari peta-peta tematik beserta atribut-
atributnya. Berbagai data yang disediakan sesuai
dengan parameter-parameter yang ada dikumpulkan
untuk nantinya didapatkan informasi baru melalui
metode pembobotan dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG).

Metode

Lokasi penelitian berada di Kota Malang pada


Gambar 1. Perubahan Gelombang Banjir, (a)
5 kecamatan dan 57 kelurahan. Data yang digunakan
Gelombang Difusif (b) Gelombang Kinematik (c)
Gelombang Dinamik (Yulien,2018). dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa
data spasial dan peta-peta. Data-data tersebut akan
4. Geomorfologi diolah menggunakan software ARCGIS yang berbasis
Geomorfologi adalah suatu bidang ilmu yang sistem informasi geografis untuk mendapatkan peta
mempelajari mengenai bentuk lahan dan bentuk risiko banjir. Data-data yang digunakan yaitu data
permukaan bumi oleh proses geomorfologi dengan DEM, data curah hujan, data pengunaan lahan, data
tenaga dalam bumi (endogen) atau luar bumi
(eksogen). Salah satu faktor dalam proses
kerapatan aliran sungai, data geomorfologi dan data
topografi.

Langkah atau prosedur penelitian ini terdiri dari


beberapa tahap-tahap yaitu dimulai dari pengumpulan
data, pengolahan data dan analisis data. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini selain metode analisis
spasial untuk menentukan tingkat kerawanan bencana
banjir dan serta digunakan metode deskriptif
kuantitatif untuk menganalisis dan membandingkan
sebaran daerah di Kota Malang yang rentan
mengalami bencana banjir dengan hasil pendekatan
geomorfologis melalui penilaian suseptibilitas bentuk
lahan terhadap banjir dalam bentuk peta.
Berikut merupakan diagram prosedur penelitian
yang akan dilakukan terlihat dari gambar 3.1 diagram
prosedur penelitian. Penelitian dimulai dari
identifikasi masalah yaitu bagaimana cara
mengetahui sebaran daerah yang berpotensi
mengalami bencana banjir di Kota Malang.
Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data Gambar 2. Diagram Alir
untuk pembuatan peta risiko banjir dengan analisis
spasial dengan SIG. Dalam pembuatan peta risiko 1. Pemberian Skoring
banjir diperlukan 3 peta parameter yaitu kemiringan Pada tahap skoring yaitu pemberian skor
lereng, curah hujan dan penggunaan lahan yang dengan melakukan kalkulasi menggunakan
nantinya akan dioverlay untuk mendapatkan peta persamaan dari literatur yang dijadikan sumber
hasil risiko banjir. perhitungan untuk menentukan parameter-
Sebagai informasi pendukung apakah daerah parameter yang mendukung terjadinya bencana
yang terpetakan di peta risiko banjir memang banjir. Setiap parameter memiliki rentang skor
berpotensi untuk mengalami banjir maka dilakukan masing-masing, biasanya rentangnya antara
pendekatan dari sudut pandang geomorfologi yaitu satu sampai lima. Parameter-parameter yang
morfologinya yang terdiri dari morfografi dan dilakukan skoring terdiri dari 3 parameter yaitu
morfometri. Bentuk lahan dapat diidentifikasi :
morfografinya dari peta geomorfologi dan dianalisis a. Kemiringan Lereng
suseptibiltas bentuk lahannya terhadap banjir. Faktor yang menjadi salah satu penyebab
Morfometri lahan juga dianalisis dengan cara terjadinya bencana banjir adalah kemiringan
menentukan bentukan lereng dan elevasi lahan yang lereng. Jika suatu daerah memiliki tingkat
berpotensi mengalami bencana banjir serta kemiringan lereng yang tinggi atau curam maka
menganalisis kerapatan aliran sungai sebagai air yang mengalir di daerah tersebut akan
informasi pendukung dari peta risiko banjir yang diteruskan semakin cepat. Air yang berada di
telah dibuat. daerah atau tempat tersebut akan terus dialirkan
ke tempat yang lebih rendah semakin cepat
Informasi hasil identifikasi morfologi dibandingkan daerah atau tempat yang
kemudian dibandingkan dengan informasi dari peta kemiringannya rendah atau landai.
risiko banjir yang telah dibuat daerah potensi banjir Tabel 1. Nilai Skoring Kemiringan Lereng
dari peta risiko banjir SIG benar-benar memiliki (%)
potensi banjir.

Sumber : Tampubolon. (2018)


b. Curah Hujan pembobotan klasifikasi kerawanan bencana banjir
Faktor yang umumnya diketahui masyarakat adalah sebagai berikut :
sebagai faktor terjadinya bencana banjir adalah Tabel 4. Nilai Pembobotan Kerawanan Bencana
curah hujan. Jika suatu daerah memiliki tingkat Banjir
curah hujan yang tinggi maka daerah tersebut
semakin berpotensi untuk mengalami bencana
banjir. Tingkat curah hujan berbanding lurus
dengan potensi terjadinya bencana banjir atau
semakin rawan. Semakin tinggi tingkat curah hujan
hujan maka skor untuk kerawanan bencana banjir
semakin tinggi.
Tabel 2. Nilai Skoring Curah Hujan Sumber : Tampubolon. (2018)
Persamaan atau rumus yang digunakan dalam
penentuan tingkat kerawanan banjir pada tiap satuan
pemetaan yaitu :
Rawan Banjir = 5*(Kemiringan lereng) +
4*(Penggunaan Lahan) + 3*(Curah Hujan)
Sumber : Tampubolon. (2018)
3. Overlay Parameter dan Penentuan Tingkat
c. Penggunaan Lahan Kerawanan
Faktor yang menjadi penyebab bencana banjir Tahap yang selanjutnya dilakukan setelah
dan sangat berkaitan dengan aktivitas manusia dilakukan proses skoring dan pembobotan adalah
adalah penggunaan lahan. Terdapat banyak bentuk overlay atau tumpang susun yaitu proses
perubahan lahan dari alam liar menjadi kawasan penggabungan semua parameter-parameter bencana
hijau, mangrove, perguruan tinggi, perumahan, banjir menjadi suatu informasi baru yang memiliki
permukiman, lahan industri dan lain-lain. Lahan semua informasi dari tiap-tiap parameter. Tumpang
yang memiliki banyak vegetasi atau tanaman susun ini dilakukan agar didapatkan peta risiko
cenderung menjadi daerah serapan air dimana air banjir yang memiliki informasi tingkat kerawanan
hujan akan banyak diinfiltrasi dan waktu tempuh banjir di daerah penelitian yaitu Kota Malang.
limpasan air semakin banyak sehingga daerah yang 4. Analisis Geomorfologi Daerah Potensi
memiliki banyak vegetasi memiliki skor untuk Bencana Banjir
kerawanan bencana banjir kecil. Analisis geomorfologi daerah potensi bencana
Tabel 3. Nilai Skoring Penggunaan Lahan banjir dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi
morfografi daerah yang terpetakan sebagai daerah
potensi banjir di peta risiko banjir dan melihat
suseptibilitas morfografinya terhadap banjir apakah
tinggi atau tidak berdasarkan bentuk lahannya dari
peta geomorfologi. Peninjauan langsung lahan
daerah potensi bencana banjir juga diperlukan untuk
melihat kondisi lahan yang sebenarnya sebagai
informasi pendukung peta risiko banjir.
Sumber : Modifikasi, dan Putri. 2017, Tampubolon. a. Identifikasi Morfografi Lahan Daerah
2018. Potensi Bencana Banjir
Deskripsi bentuk lahan atau morfografi lahan
2. Pemberian Bobot dapat diidentifikasikan dari peta geomorfologi
Pemberian bobot dimaksudkan untuk bagian morografi lahan serta dilihat tingkat
mendapatkan nilai kerawanan bencana banjir dari suseptibiltas nya terhadap banjir apakah tinggi atau
tiap parameter kerentanan bencana banjir. Parameter tidak. Jika bentuk lahan di daerah potensi banjir
pembobotan sama dengan parameter skoring yaitu cenderung berbentuk lahan dari proses fluvial maka
kemiringan lereng, curah hujan dan penggunaan daerah tersebut berpotensi untuk mengalami banjir,
lahan. Berdasarkan Tampubolon (2017) begitu pula sebaliknya.
Tabel 5. Tingkat Suseptibilitas Bentuk Lahan Hasil dan Pembahasan
Terhadap Banjir
Kondisi topografi wilayah Kota Malang
apabila dilihat cenderung berupa dataran rendah
yang menjadi salah satu faktor terjadinya
meluapnya limpahan air permukaan serta
memungkinkan apabila berlebihan volumenya dari
kapasitas pengaliran sistem drainase atau sistem
Sumber : Modifikasi dan Utama,dkk. (2018) aliran sungai yang menyebabkan bencana banjir.
b. Analisis Morfometri Daerah Potensi Bencana Semakin berkurangnya daerah resapan air juga
Banjir mendukung terjadinya banjir apabila terjadi
Dalam analisis mormofetri, aspek yang fenomena hujan yang tinggi serta berkepanjangan.
ditelaah berpusat pada lereng, aspek yang akan Dalam hal ini kemungkinan terjadinya bencana
dianalisis yaitu bentuk lereng dan elevasi lahan. banjir lokal cukup tinggi.
Bentuk lereng secara garis besar dibagi menjadi 3 1. Analisis Tingkat Kerawanan Bencana Banjir
yaitu (1) bentuk lereng cembung, (2) bentuk lereng a. Parameter Curah Hujan
lurus dan (3) bentuk lereng cekung. Bentuk lereng Curah hujan yang tinggi serta volume yang
dapat diidentifikasi dengan bantuan peta kontur. tinggi dapat menyebabkan tanah atau daerah resapan
Bentuk lereng cembung dicirikan dengan semakin air tidak mampu menampung semua air sehingga
tinggi elevasinya, jarak konturnya semakin renggang. genangan air yang mengalir dengan cukup cepat ke
Bentuk lereng lurus dicirikan dengan jarak kontur daerah yang lebih rendah. Data curah hujan yang
yang renggang. Sedangkan bentuk lereng cekung digunakan merupakan data curah hujan pada tahun
dicirikan dengan semakin tinggi elevasinya, jarak 2020 pada wilayah studi Kota Malang. Secara ringkas
kontur semakin rapat atau berkurang. Pengecekan curah hujan yang terjadi di Kota Malang pada tahun
daerah yang berpotensi banjir juga dilihat ketinggian 2020 berada pada rentang 2450 – 2800 mm/tahun.
lahan terhadap permukaan air sungai normal, semakin Rentang curah hujan ini masuk dalam kategori sedang
tinggi lahannya maka kemungkinan daerah tersebut dalam pengklasifikasian tingkat curah hujan. Curah
untuk mengalami potensi banjir akan semakin kecil. hujan tertinggi dengan terjadi di Kelurahan Merjosari
c. Analisis Kerapatan Aliran Sungai dan Kelurahan Mulyorejo dengan tingkat curah hujan
Kerapatan aliran sungai juga berpengaruh 2800 mm/tahun, Keluarahan Merjosari sendiri
terhadap terbentuknya lahan. Dari analisis kerapatan sebelumnya pernah mengalami bencana banjir pada
aliran dapat diketahui tingkat limpasan air yang tahun 2012 dan, berikut merupakan peta curah hujan
mungkin terjadi dan porositas batuan penyusun di Kota Malang pada tahun 2020. Gambar 4.1
sungai dekat daerah potensi bencana banjir. jika menunjukkan bahwa hampir keseluruhan wilayah
suatu batuan memiliki tingkat porositas yang tinggi Kota Malang pada tahun 2020 mengalami curah
maka batuan akan memiliki kemampuan untuk hujan pada rentang 2000-3000 mm/tahun.
menyimpan air semakin baik pula sehingga lahan
daerah tersebut semakin kecil pula untuk mengalami
bencana banjir.
Tabel 6. Kerapatan Aliran Sungai

Sumber : Zuidam. (1985). Gambar 3. Peta Curah Hujan


b. Parameter Penggunaan Lahan mencakup 0.5645% dari keseluruhan wilayah studi
Penggunaan lahan memiliki pengaruh cukup dengan luas sebesar 60.3128 Ha serta wilayah studi
besar terhadap kemungkinan terjadinya bencana dengan tingkat kemiringan lereng curam atau
banjir, apabila semakin banyak tanah atau daerah dengan tingkat kemiringan di antara 25 – 45% hanya
resapan air yang diubah menjadi daerah hunian atau mencakup 0.0055% total wilayah Kota Malang atau
distrik perbelanjaan maka tidak akan ada tempat bagi hanya seluas 0.5885 Ha.
air untuk tertampung di drainase atau terserap oleh
tanah. Gambar 4 menunjukkan peta penggunaan
lahan yang terdapat di wilayah Kota Malang.
Penggunaan lahan paling tinggi yaitu permukiman
dengan luas 4371.5092 Ha atau sebesar 40.6739%
yang ditandai dengan warna kuning muda pada peta,
permukiman merupakan salah satu penyebab bencana
banjir tertinggi dengan skor 5. Hampir Separuh dari
penggunaan di Kota Malang telah berubah menjadi
permukiman masyakat, tidak menutup kemungkinan
di kemudian hari akan terjadi penambahan atau
pengurangan dari penggunaan lahan dalam bentuk
permukiman.

Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng


d. Analisis Tingkat Kerawanan Banjir
Berdasarkan peta kerawanan banjir atau peta
risiko banjir pada gambar 5. Tingkat kerawanan
bencana banjir di wilayah studi Kota Malang
dikelompokkan menjadi 5 kelas kerawanan yaitu
sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat
tinggi. Dari total wilayah studi tingkat kerawanan
yang dominan adalah tingkat sedang yaitu mencakup
sebesar 63.0885% wilayah Kota Malang atau seluas
6777.0180 Ha. Daerah yang memiliki tingkat
kerawanan sangat rendah mencakup 27.3333% atau
seluas 2936.1605 Ha wilayah studi, sementara
daerah yang memiliki tingkat kerawanan rendah
mencakup 1.7292% wilayah studi atau seluas
Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan 185.7647 Ha. Tingkat kerawanan banjir tinggi di
c. Parameter Kemiringan Lereng Kota Malang tidak terlalu besar atau seluas 774.7978
Dari hasil analisa kemiringan lereng di wilayah Ha yang merupakan 7.2127% wilayah Kota Malang,
studi Kota Malang. Dari data tersebut terlihat bahwa sementara daerah yang memiliki tingkat kerawanan
Sebagian besar wilayah studi memiliki kemiringan banjir sangat tinggi mencakup paling sedikit wilayah
lereng yang datar yaitu sebesar 0 – 8% dengan Kota Malang yaitu sebesar 0.6364% total wilayah
luas 9,672.0559 Ha dengan persentase dari atau seluas 68.3581 Ha.
keseluruhan wilayah mencakup sebesar 90.5299% Berdasarkan hasil analisis melalui tabel 4.4
dari total keseluruhan. Sebesar 8.9001% wilayah terlihat bahwa wilayah studi Kota Malang memiliki
Kota Malang memiliki kemiringan lereng yang tingkat kerawanan bencana banjir paling dominan di
landai atau kemiringan lerengnya di antara 8 – 15% kategori sedang. Lebih dari 50% kelurahan yang ada
dengan luas sebesar 950.8672 Ha. Daerah yang di Kota Malang memiliki potensi bencana banjir
memiliki kemiringan lereng bergelombang atau sedang dan kelurahan yang memiliki potensi
berada pada kemiringan lereng di antara 15 – 25% bencana banjir sangat rendah mendominasi wilayah
studi setelah kategori kerawanan sedang. Dari total
57 kelurahan di Kota Malang sebanyak 37 kelurahan Kasin, Sungai Jilu, Sungai Glundeng, Sungai
memiliki kerawanan sedang atau rawan, kelurahan Brantas, Sungai Braholo, Sungai, Bango dan Sungai
dengan tingkat kerawanan tinggi sebanyak 10 Amprong
kelurahan, kelurahan dengan kerawanan sangat Berdasarkan data didapatkan bahwa kerapatan
rendah sebanyak 5 kelurahan, kelurahan dengan aliran sungai pada sungai yang ada di wilayah studi
kerawanan rendah sebanyak 4 kelurahan dan 1 dominan halus atau rapat. Jika daerah yang
kelurahan dengan tingkat kerawanan sangat tinggi. berpotensi untuk mengalami bencana banjir pada
peta risiko banjir sebelumnya berada dekat dengan
sungai-sungai yang memiliki tingkat limpasan air
permukaan yang tinggi maka kemungkinan daerah
tersebut untuk mengalami bencana banjir semakin
tinggi pula. Informasi limpasan air permukaan ini
dapat membantu untuk meyakinkan hasil analisa
dari peta risiko banjir hasil olahan program Arcgis
menjadi semakin akurat.

Gambar 6. Peta Tingkat Kerawanan


2. Analisis Geomorfologi Wilayah Studi
a. Parameter Kerapatan Aliran Sungai
Kerapatan aliran sungai merupakan salah satu
faktor pendukung terjadinya banjir, kerapatan aliran
sungai ini mempengaruhi tingkat limpasan air
permukaan yang mengalir. Limpasan air permukaan
merupakan air hujan yang tidak dapat ditahan oleh
tanah, vegetasi dan akhirnya mengalir secara Gambar 7. Peta Kerapatan Aliran Sungai
langsung ke sungai atau drainase. Besarnya nilai b. Parameter Morfografi dan Morfometri
aliran permukaan ini sangat menentukan besarnya Dalam aspek morfologi terdapat 2 bagian yang
tingkat kerusakan akibat bencana banjir. mencakup pendeskripsian bentuk lahan yaitu
Limpasan terjadi akibat intensitas hujan pada morfografi dan morfometri. Morfografi
suatu daerah melebihi kapasitas infiltrasinya, Ketika mendeskripsikan bentuk lahan secara
laju infiltrasi dipenuhi maka air akan mengisi geomorfologis suatu daerah contohnya teras
cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Apabila sungai, kipas alluvial, beting pantai dan plato.
cekungan yang ada penuh pula, berikutnya air akan Sedankangkan morfometri merupakan aspek-aspek
mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah kuantitatif suatu daerah seperti bentuk lereng,
(surface runoff). Di Kota Malang terdapat beberapa ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, kekasaran
sungai atau kali yang berpotensi mendorong medan dan pola aliran.
terjadinya peristiwa banjir ketika limpasan Berdasarkan analisis dengan peta
permukaan tinggi saat fenomena hujan lebat geomorfologi didapatkan informasi bahwa wilayah
berkepanjangan. Beberapa sungai atau kali tersebut studi Kota Malang dominan memiliki bentuk lahan
adalah Sungai Wonokoyo, Sungai Watu, Sungai datar hingga dataran vulkanik bergelombang di
Sukun, Sungai Sat, Sungai Sari, Sungai Mewek, daerah kering atau flat to undulating volcanic
Sungai Metro, Sungai Metro, Sungai Lahar, Sungai plains in dry areas. Mengikuti tabel 3.5 mengenai
hubungan suseptibilitas banjir dengan bentuk lahan
maka dapat disimpulkan bahwa Kota Malang
memiliki tingkat suseptibilitas banjir yang sedang
karena memiliki bentuk lahan yang datar.
Dataran alluvial yang memiliki suseptibilitas
banjir tertinggi berada di sungai-sungai besar
dengan kemiringan lereng yang rendah. Bentuk
lahan ini juga memiliki material tanah yang halus
hingga kasar yang menyebabkan kapasitas
infiltrasinya beragam. Kelurahan-keluarahan yang
berada dekat dengan sungai-sungai tersebut
tergolong sebagai dataran alluvial yang memiliki
suseptibilitas yang tinggi terhadap banjir.

Gambar 9. Peta Topografi


Jika dilihat dari peta kontur topografi, semakin
tinggi elevasinya maka jarak kontur semakin rapat
yaitu dari elevasi 400 m menuju 550 m ke utara. Oleh
karena itu bentuk lereng dari wilayah studi
merupakan lereng berbentuk cekung. Bentuk lereng
cekung ini sendiri memiliki ciri bahwa daerah
tersebut tersusun dari batuan-batuan lunak contohnya
batuan alluvium, batuan lunak merupakan kategori
batuan yang dapat menampung air hujan yang
berlebihan. Menurut penelitian Alim, Mohammad
Istajrul,dkk (2017) mengenai hubungan densitas dan
Gambar 8. Peta Geomorfologi porositas batuan, menyatakan bahwa batuan yang
Parameter morfometri yang dianalisis hanya memiliki densitas tinggi memiliki kemampuan
dibatasi 2 yaitu bentuk lahan atau lereng dan elevasi penyerapan fluida yang rendah sedangkan batuan
lahannya. Berdasarkan informasi-informasi lunak atau batuan dengan densitas yang rendah
sebelumnya seperti parameter kemiringan lereng memiliki kemampuan penyerapan fluida yang tinggi.
didapatkan bahwa wilayah studi cenderung memiliki
bentuk lahan yang datar hingga landai. Untuk
mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai
seberapa datar bentuk lahannya maka akan
digambarkan sebagian bentuk lahan wilayah studi
yang memiliki tingkat kerawanan sedang hingga
tinggi.

Gambar 10. Bentuk Lereng Wilayah Studi


3. Perbandingan Informasi dan Analisis m, kelurahan di wilayah studi memiliki tingkat
Peta Risiko Banjir Dengan Hasil Analisa kerawanan meningkat dari sedang hingga tinggi.
Informasi Geomorfologi Dari bentuk lereng cekung wilayah studi dapat
Informasi yang didapatkan dari analisa diambil informasi bahwa wilayah dengan elevasi di
kerapatan aliran sungai yaitu adalah porositas bawah 500 m cenderung memiliki tingkat
batuan penyusun sungai dan limpasan air kerawanan sedang hingga tinggi. Bentuk lereng
permukaan yang terjadi apabila permukaan tidak cekung juga menyimpan makna bahwa batuan
mampu menahan air yang kemudian mengalir penyusun dari lereng tersebut merupakan batuan
menuju sungai atau drainase terdekat. Bencana lunak yaitu batuan yang mampu menyerap air
banjir yang sering terjadi di Kawasan perkotaan karena densitasnya yang rendah.
dapat disebabkan oleh volume air limpasan yang
tidak dapat ditampung oleh saluran drainase lokal. Simpulan
Daerah kelurahan yang berpotensi terdampak Wilayah studi Kota Malang dominan
mengalami banjir dalam kategori tingkat memiliki tingkat kerawanan bencana banjir sedang
kerawanan sedang hingga tinggi lokasinya atau rawan dengan luas sebesar 6777.0180 Ha atau
cenderung berada di dekat sungai dengan tingkat sebesar 63.0885% total keseluruhan wilayah studi.
kerapatan aliran sungainya halus-sangat halus Kemudian didominasi dengan daerah dengan tingkat
dengan potensi tingkat limpasan air permukaannya kerawanan banjir sangat rendah dengan luas sebesar
tinggi-sangat tinggi. Limpasan air permukaan 2936.1605 Ha atau sebesar 27.3333% total wilayah
sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu studi. Sisanya merupakan daerah dengan persentase
intensitas curah hujan, durasi curah hujan dan di bawah 10% yaitu daerah dengan tingkat kerawanan
kondisi penggunaan lahan. banjir rendah sebesar 1.7292% dengan luas 185.7647
Pengaruh intensitas curah hujan terhadap Ha, daerah dengan tingkat kerawanan banjir tinggi
limpasan permukaan bergantung dari kapasitas sebesar 7.2127% dengan luas 774.7978 Ha dan
infiltrasi permukaan, jika infiltrasi curah hujan daerah dengan persentase terkecil yaitu daerah
melampaui kapasitas infiltrasi permukaan maka dengan tingkat kerawanan banjir sangat tinggi
besarnya limpasan permukaan akan meningkat sebesar 0.6364% dengan luas 68.3581 Ha.
sesuai intensitas curah hujan. Akan tetapi,
Untuk Sebaran daerah rawan bencana banjir
peningkatan limpasan permukaan ini tidak
di wilayah studi Kota Malang dengan tingkat
sebanding dengan peningkatan curah hujan yang
kerawanan sedang atau rawan hingga tinggi
menyebabkan efek penggenangan di permukaan
cenderung berada di ketinggian di antara 400 m
tanah. Intensitas curah hujan di wilayah studi
hingga 475 m serta yang berdekatan dengan sungai-
sendiri pada tahun 2020 berada pada kategori
sungai dengan tingkat kerapatan yang halus-sangat
intensitas curah hujan sedang yaitu berada pada
halus dimana potensi limpasan air permukaannya
rentang 2450 – 2800 mm/tahun. Semakin lama
tinggi. Mengenai Faktor geomorfologi statik yaitu
durasi curah hujan maka durasi limpasan
morfografi dan morfometri mempengaruhi hasil dari
permukaan juga semakin lama, selain itu curah
analisa peta risiko banjir. Analisa informasi
hujan yang lama juga mengakibatkan penurunan
geomorfologi berupa kerapatan aliran sungai dan
kapasitas infiltrasi permukaan.
geomorfologi statik yaitu morfografi dan morfometri
Dari segi elevasi atau ketinggian wilayah studi
menghasilkan informasi yang berbanding lurus
dominan berada pada elevasi 400 – 550 m, kontur
dengan hasil analisa peta risiko banjir serta
wilayah studi semakin merapat dari elevasi 400 m
memperkuat keakuratan peta risiko banjir.
dari selatan hingga ke utara di elevasi 550 m. Hasil
kontur ini dapat menghasilkan suatu bentuk lereng
wilayah studi yaitu bentuk lereng cekung. Jika
dilihat dari analisa peta risiko banjir daerah bagian
utara wilayah studi pada ketinggian 550 – 500 m
yaitu Kel.Tunggulwulung dan Kel.Mojolangu
memiliki tingkat kerawanan banjir rendah
kemudian semakin elevasi menurun dari 475 – 400
Daftar Pustaka
Budianto, H. 2015. Kajian Pengaruh Tinggi Bukaan Pintu Air Tegak Terhadap Kondisi Aliran Di Bagian Hilir Saluran
Penampang Segi Empat (Uji Laboratorium). Teknologi.1(1), 4-5.

Chow,V.T. 1959. Open-Channel Hydraulics (Vol.1). McGraw-Hill. New York.

Djunire, S. 2009. Kajian Bahaya dan Resiko Tsunami Berbasis Geomorfologi untuk Menunjang Tata Ruang Kota Manokwari,
Provinsi Papua Barat [tesis]. Institut Pertanian Bogor

Hanie, Meidina Zulfa. 2016. Analisis Mitigasi Banjir Di Daerah Aliran Sungai Babura Berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG). Skripsi. Universitas Sumatera Utara : Medan.

Muhibbin,Mohammad, Umar Said Sugiharto, Budi Parmono. 2020. Partisipasi Masyarakat Kota Malang Dalam Pencegahan
Bencana Banjir. Negara dan Keadilan. 9(2), 2-4.

Natsir,Muh.Fadli. 2017. Analisis Permasalahan Banjir Wilayah Kelurahan Karunrung Kecamatan Rappocini Kota Makassar.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar : Makassar.

Pratama, Arya. 2015. Studi Kawasan Kerentanan Longsor Pada Ruas Jalan Poros Malino-Tondong Kabupaten Gowa-Sinjai
Dengan Menggunakan Aplikasi ARCGIS. Skripsi. Universitas Hasanuddin : Makassar.

Pratama,M,Y & Nalendrajati,S. Zonasi Daerah Rawan Banjir Berdasarkan Aspek Hidrolika Pada Sungai Citarum, Jawa Barat..
Seminar Nasional AVoER XII. 2020. 18(19), 2-4.

Pratiwi, Eka Ayu,dkk. 2013. Penurunan Persamaan Saint Venant Secara Geometris. Beta. 6(2),177-200.

Putri, Dwi Agustina. 2017. Pemetaan Risiko Bencana Longsor DAS Konto Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Skripsi. Universitas Brawijaya : Malang

Ramadhion, Wingga Aditya. 2017. Analisis Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Di DAS Konto Hulu Menggunakan
Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Universitas Brawijaya : Malang.

Rusli, Ayu Fitriatul Ulya. 2018. Peran Pemerintah Kota Malang Dalam Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat
Menghadapi Bencana (Studi Manejemen Bencana). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. 5(1),3-7.

Sandi L. 2020. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Jalur Evakuasi Bencana Banjir Di Kecamatan Ciledug
Kota Tangerang. Skripsi. Universitas Islam Syarif Hidayatullah : Jakarta.

Tampubolon, Koko. 2018. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Sebagai Penentuan Kawasan Rawan Banjir Di Kota
Medan. Pembangunan Kota. 6(2), 1-5.

Tirani, Purika Ayu. 2016. Analisis Limpasan Air Permukaan (Surface Run-Off) Lapangan Golf Rawamangun Terhadap Banjir
Di Kampus A Universitas Negeri Jakarta, Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Skripsi.
Universitas Negeri Jakarta : Jakarta.

Utama., Lusi.dkk. 2018. Kajian Morfphometri Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuranji Terhadap Debit Banjir.
Frontiers.1(1),5.

Widiasmadi, N. 2006. Penurunan Persamaan ST.Venant Untuk Dasar Berbagai Kasus Dinamika Fluida. Momentum. 2(2), 8-
10.

Yulien, Pierre Y. 2018. River Mechanics. Colorado. Cambridge University Press.

Zuidam, R.A., F. I., 1979 and 1985. Terrain Analysis Classification Using Areal Photographs, A Geomorphologycal Approach.
Netherland. Enschede : ITC.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai