Bunga Terakhir-Zkyy
Bunga Terakhir-Zkyy
Anastasia Putri Kartini, sungguh nama yang sangat indah bukan? Nama itu disandang
oleh seorang gadis desa yang lahir di Yogyakarta tahun 2007 silam. Ia kerap dipanggil Kartini
oleh orang-orang terdekatnya. Kartini adalah seorang anak yang baik hati dan suka
menolong. Ia tinggal bersama ibu dan adiknya, sedangkan Ayahnya telah meninggal 10 tahun
yang lalu. Kartini dan keluarganya hidup dengan penuh kesederhanaan, namun apa pun
keadaannya Ia tetap bersyukur dan selalu bersemangat menjalani kehidupannya.
Suatu hari ketika Kartini hendak masuk kelas, Ia dikejutkan dengan Guntur yang tiba-
tiba muncul dibalik pintu.
“Dor, ahahahaha ekspresimu lucu sekali Kar.” Ucap Guntur dengan nada meledek.
Kartini hanya membalas tingkah laku Guntur dengan senyum manisnya sembari berjalan
melalui Guntur.
“Apalah kau ini Kar, sungguh tak asyik bergurau denganmu.” Ucap Guntur
“Tur, kamu kan sudah dewasa. Tak seharusnya kamu berperilaku kekanak-kanakan.”
Sahut Kartini.
“Dewasa itu berat Kar, banyak sekali ombak yang tiba-tiba menerjang tanpa memberi
aba-aba. Mending aku jadi anak-anak selamanya, karena musuh terberat anak-anak
adalah tidur siang.” Jawab Guntur sembari berjalan menjauhi Kartini.
Kegiatan pembelajaran pun dimulai, kelas terasa sangat hening. Para murid begitu
fokus dalam memahami materi karena pada pertemuan selanjutnya mereka akan menghadapi
ulangan harian. Hingga ketika ulangan harian tiba, banyak sekali murid-murid yang tidak bisa
mengerjakan karena pertanyaan yang diberikan berbeda dengan materi yang disampaikan. Di
tengah heningnya ruang kelas, Guntur tiba-tiba berteriak dengan nada tinggi karena Ia tak
bisa menyelesaikan satu pun pertanyaan. Melihat sikapnya yang seperti itu, Guru pun
1
menegur Guntur karena tak seharusnya Ia berbuat seperti itu, apalagi di tengah keheningan
ruang kelas.
Beberapa hari kemudian, hasil ulangan harian telah keluar. Kartini memperoleh nilai
tertinggi, sedangkan Guntur mendapat nilai paling rendah di kelasnya. Karena merasa
kecewa, Guntur langsung menyobek kertas ulangannya di hadapan semua orang. Tak berhenti
sampai di situ saja, Guntur beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kelas. Banyak
teman-temannya yang merasa heran dengan tingkah laku Guntur, mengapa Ia bisa melakukan
hal yang jelas-jelas tak sopan. Tak sedikit guru-guru yang kewalahan menghadapi tingkah
lakunya, bahkan ada yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang guru.
Sejak saat itu, banyak murid yang mulai menjauhi Guntur karena Ia hanya membawa
dampak negatif saja. Kini Guntur menjadi seorang murid yang pendiam, sering melamun,
jarang keluar kelas dan jarang berinteraksi. Duduknya tenang, namun tidak dengan
pikirannya. Menyadari bahwa Guntur sering menyendiri, hati Kartini terketuk untuk
menghampiri dan membantu Guntur.
“Hai Tur, Mengapa akhir-akhir ini kamu sering kali menyendiri?” Tanya Kartini.
“Oh hai, aku sekarang tak punya teman lagi Kar. Banyak yang menjauhiku karena aku
sering berbuat onar, sering membuat keributan, dan nilai ulanganku selalu paling
buruk.” Jawab Guntur dengan nada sedih
“Mengapa kamu tak mencoba untuk belajar? Bukankah itu lebih baik dari pada
berdiam diri saja?” Ucap Kartini.
“Ya itulah masalahnya, ketika aku belajar sendirian, rasanya tak ada satu pun materi
yang singgah di benakku. Semua mengalir begitu saja.” Ucap Guntur sembari
menolehkan kepalanya ke arah Kartini.
“Kalau begitu mari belajar bersama. Aku akan mengajarimu banyak hal Tur.” Ucap
Kartini.
“Kartini, apa kamu yakin? Aku hanya menyusahkan jika belajar bersama.” Ucap
Guntur.
“Aku yakin Tur, apa salahnya jika kita mencoba dulu?” Ucap Kartini yang berusaha
meyakinkan Guntur.
“Baiklah, Aku mau Kar. Kapan kita akan memulainya?” Tanya Guntur.
2
“Bagaimana jika sepulang sekolah?” sahut Kartini.
“Bisakah kau membantuku wahai anak muda, aku kesulitan untuk menyeberang jalan
karena ramai kendaraan berlalu lalang.” Nenek tua
Setelah Menyeberang, Nenek tua itu berterima kasih kepada Kartini. Kemudian
Kartini pun bergegas menuju ke sekolah karena hari mulai siang. Benar saja, Kartini
terlambat masuk karena jam sudah menunjukkan pukul 07.10 pagi. Karena terlambat, Kartini
mendapat sanksi yaitu memberikan toilet sekolah. Ketika hendak membersihkan cermin, Ia
menatap sejenak dirinya dan merenungi nasibnya.
“Tuhan, tolong kuatkan hati ini. Perjalanan hidupku masih sangatlah panjang, semoga
aku bisa bertahan hingga akhir.” Batin Kartini
3
terlihat, rumah Guntur kosong. Kemudian tiba-tiba tetangga Guntur datang dan menghampiri
Kartini.
“Dek, ada perlu apa ke rumah Guntur?” Ucap tetangga Guntur menghampiri Kartini.
“Permisi bu, Guntur kemana ya? Mengapa rumahnya begitu sepi?” Tanya Kartini.
“Oh, Guntur dirawat di rumah sakit Dek, sudah satu bulan yang lalu.” Jawab tetangga
“Kalau itu Saya kurang tahu Dek, karena dari pihak keluarga juga tak ada yang
memberi informasi” Jawab tetangga Guntur.
“Kalau boleh tahu, Guntur dirawat di rumah sakit mana ya Bu? Aku ingin pergi
menjenguknya.” Tanya Kartini.
“Rumah sakit Asia Dek, lantai 2 kamar nomor 113.” Jawab tetangga.
Keesokan harinya, Kartini berangkat ke rumah sakit dengan niatan untuk menjenguk
Guntur. Ketika sampai di ruangan Guntur, Ia terkejut karena tak ada seorang pun yang
menemani Guntur. Dalam benaknya Kartini bertanya-tanya mengapa keluarganya tak
memedulikan kondisi Guntur. Setelah dicari tahu ternyata Guntur terkena kanker sehingga ia
tak bisa pergi ke sekolah karena harus menjalani operasi. Operasi kanker dapat dilakukan
sebagai pencegahan jika dokter menemukan risiko tinggi penyakit kanker pada jaringan atau
sel tertentu di bagian tubuh. Dokter akan mengangkat atau membuang jaringan tersebut
sebelum sel kanker berkembang atau menyebar.
“Tur, kamu sudah bangun? Maaf mengganggu waktunya. Aku kemari karena ingin
menjengukmu. Sudah sebulan lebih kamu tak hadir di sekolah jadi aku khawatir.”
Ucap Kartini.
“Kartini, apakah itu kamu?” Tanya Guntur dengan kondisi setengah sadar.
“Aku terkena penyakit kanker Kar, sudah sejak 2 bulan yang lalu tetapi aku
menyembunyikannya dari keluarga dan teman-teman.” Jawab Guntur sembari
meneteskan air matanya.
4
“Tur, mengapa kamu melakukan hal itu?” sahut Kartini.
“Karena tak akan ada yang peduli padaku, bahkan keluargaku saja tak ada yang
menemaniku disaat kondisiku seperti ini”. Jawab Guntur dengan nada sedih.
Hari demi hari berlalu, kondisi Guntur bukannya makin membaik tetapi malah
memburuk. Kondisinya telah memasuki stadium 4 atau stadium akhir, dimana keadaan ini
sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi dalam
kondisi stadium 4 memiliki angka harapan hidup hingga 10 bulan ke depan. Sementara bila
tak diobati, angka harapan hidupnya diperkirakan 3 bulan.
Beberapa bulan kemudian, Guntur meminta Kartini untuk melukis dirinya sebagai
kenang-kenangan suatu saat nanti. Kartini pun menyanggupi permintaan Guntur, Ia melukis
Guntur yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit sembari memegang bunga
mawar. Beberapa jam kemudian, Kartini memberikan hasil lukisannya pada Guntur,
sedangkan Guntur memberikan bunga mawarnya pada Kartini. Guntur menangis bahagia
karena melihat betapa indahnya lukisan Kartini. Ia tak bisa mengungkapkan bagaimana
perasaannya saat ini. Keesokan harinya, Kartini pergi menjenguk Guntur lagi untuk
memastikan keadaannya. Sesampainya di rumah sakit, Ia terkejut karena ruangan Guntur
ternyata kosong. Kartini bergegas menemui dokter untuk menanyakan keberadaan Guntur.
"Permisi dokter, pasien atas nama Guntur apakah sudah dibolehkan untuk pulang?
Tadi saya cek ke ruangan, pasiennya sudah tidak ada" Tanya Kartini.
"Oh, kamu Kartini ya? Ini ada titipan surat dari Guntur" Jawab dokter.
Kartini pun mengambil surat tersebut kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika
mengetahui bahwa Guntur telah tiada. Ia menulis surat tersebut dengan sepenuh hati untuk
5
Kartini, karena ia sudah membantu Guntur dalam banyak hal. Kini, Guntur telah tenang di
alam sana dan bunga mawar tersebut adalah "bunga terakhir" pemberian Guntur.
Kamu lebih indah dari apa yang aku tulis. Sajak yang tak biasa ini tercipta atas dasar rasa dari
hati. Sebisa mungkin, pada setiap barisnya kuhilangkan segala duka agar kamu selalu bersuka
cita setiap membacanya. Kuharap ragamu tak pernah lelah dalam menghadapi kerasnya
dunia.
Kartini, jangan salahkan aku karena jatuh cinta, seharusnya tanyalah pada dirimu sendiri
mengapa tercipta dengan sempurna. Kamu adalah pelangi setelah perginya badai hujan, dan
kamu adalah senja sebelum gelap. Kamu adalah sosok keindahan di atas langit, sedangkan
aku adalah sosok manusia biasa yang berpijak di bumi.
Kartini, terima kasih karena telah hadir dalam hidup ini, meskipun hanya sebentar tetapi aku
sangat bersyukur telah mengenal wanita baik sepertimu. Engkau sudah kuanggap sebagai
rumah keduaku. Engkaulah teman terbaik yang pernah kukenal.
Kartini, kebaikanmu akan ku kenang selamanya. Engkau bagaikan lentera yang menerangi
gelapnya hidup ini. Wanita baik yang memiliki hati selembut salju, itulah Engkau. Kuharap
Kamu selalu mengingat dan mendoakanku selalu.
Guntur Sanjaya.
6
7