Bulan Muharram
Bulan Muharram
Kata "Muharram" berarti "Terlarang" dan berasal dari kata haram, yang
berarti "berdosa". Hal ini dianggap bulan paling suci kedua, berikut
Ramadhan. Beberapa warga Muslim berpuasa sepanjang hari ini. Hari
kesepuluh Muharram adalah hari Asyura, Beberapa warga Muslim berpuasa
sepanjang hari ini, karena tercatat dalam hadits yang Musa (Musa) dan
kaumnya memperoleh kemenangan atas Firaun Mesir pada hari 10
Muharram; sesuai Muhammad meminta umat Islam untuk berdoa pada hari
ini yaitu Asyura dan pada hari sebelum yang 9 (disebut Tasu`a).
Puasa berbeda antara kelompok Muslim; banyak Muslim Muslim Sunni juga
cepat selama Muharram selama sepuluh hari pertama Muharram, atau hanya
hari kesepuluh, atau pada kedua hari kesembilan dan kesepuluh; istilah yang
tepat tergantung pada individu.
Kehormatan ke-4 bulan ini diakui bahkan dijaga oleh orang Arab pada masa
jahiliyyah, hingga mereka tidak mau membalas, bahkan membunuh orang
yang membunuh orang tua mereka ketika bertemu pada bulan-bulan itu.
Penghormatan bagi ke-4 bulan ini menunjukkan adanya sesuatu yang
istimewa. Salah satu di antara keistimewaan bulan muharram sebagaimana
diterangkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa pada bulan
Muharam tepatnya hari ke-10 Allah Swt. menyelamatkan Musa dan Bani
Israil dari kejaran raja Fir’aun dan tentaranya.
Peristiwa ini diperingati oleh kaum Yahudi dengan melaksanakan shaum
pada tiap tanggal 10 muharram yang disebut shaum asyura, bahkan mereka
menjadikan hari asyura sebagai hari raya. Hal ini diterangkan oleh sahabat
Abu Musa al-Asy’ari :
– متفق عليه، َك اَن َيْو ُم َع اُشوَر اَء ُتَع ِّظ ُم ُه الَيُهوُد َو َتَّت ِخ ُذ ُه ِع يًد ا-
Hari Asyura itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan mereka
menjadikannya hari raya.
Shaum ini pun biasa dilaksanakan oleh kaum Nashrani dan musyrikin Quresy
pada masa jahiliyah dengan alasan masing-masing.
Keterangan ini menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat 16
Rabi’ul Awwal/28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya
berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal/5 Oktober 621 M, namun ada pula
yang menyatakan hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal/24 Maret 622 M.
Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi,
namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada
bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram. Antara permulaan hijrah Nabi
dan bulan Muharam ketika itu terdapat jarak atau sudah terlewat sekitar 82
hari. (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).
Karena itu, penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khatab sebagai
permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan
peristiwa hijrah Nabi. Sebagai bukti, beliau tidak menetapkan bulan Rabi’ul
Awwal (bulan hijrahnya Rasul ke Madinah) sebagai permulaan bulan pada
kalender Hijriah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan
peringatan tahun baru hijriah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi’ul
Awwal, selama kekhalifahannya. Demikian pula khalifah sesudahnya.
Yang jelas Asal Muasal Peringatan tahun baru hijriah tiap 1 Muharam baru
dimulai sejak tahun 1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendekiawan
muslim di Amerika Serikat. Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah,
masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian
dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival. (Lihat, Pikiran Rakyat
Online)
Pada mulanya, yaitu ketika tahun pertama setelah Rasul melakukan hijrah
dari Makah ke Madinah pada bulan Rabi’ul awal, shaum ini hukumnya wajib.
Baru setelah datang kewajiban shaum bulan Ramadan pada tahun ke-2
hijrah, shaum ini beralih hukumnya menjadi sunat, dan pelaksanaannya
hanya satu hari tanggal 10 muharram.
Ketika Rasulullah dan para sahabat telah merasa kurang nyaman melakukan
shaum yang sama persis dilakukan oleh kaum Jahiliyah, Yahudi dan Nasara,
beliau mencanangkan untuk melakukan perbedaan. Hal ini tergambar di
dalam sebuah hadits sebagai berikut :
لَم َّا َص اَم َر ُسوُل ِهللا َي ْو َم َع اُشوَر اَء َو َأَمَر ِبَص َياِمِه: َع ِن اْب ِن َع َّباٍس َقاَل
َفِإَذ ا َك اَن َع اُم: َفَقاَل. َي ا َر ُسوَل ِهللا ِإَّن ُه َي ْو ٌم ُتَع ِّظ ُمُه الَي ُهوُد َو الَّن َص اَر ى: َقاُلوا
َفَلْم َي ْأِت الَع اُم الُم ْق ِبُل َح َّت ى: َقاَل. اْلُم ْق ِبِل ِإْن َش اَء ُهللا ُصْم َن ا الَي ْو َم الَّت اِس َع
– رواه أحمد و مسلم. ُتُو ِّفَي َر ُسوُل ِهللا-
Dan Dari Ibnu Abas, ia mengatakan,” Ketika Rasulullah saw. melakukan
Shaum Asyura dan beliau memerintah (para sahabat) untuk melakukannya.
Mereka berkata, ’Wahai Rasulullah, sesungguhnya itu merupakan hari yang
diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani’ Beliau menjawab,’Nanti tahun depan
insya Allah kita akan melaksanakan shaum tanggal sembilannya’ Ia berkata,
‘Tetapi tahun depan itu belum datang dan Rasulullah saw. telah berpulang
keharibaan-Nya.”-H.R.Muslim dan Abu Daud -
Bahkan di dalam periwayatan lain Masih dari Ibnu Abas, ia mengatakan :
-. قَاَل َر ُسوُل ِهللا َلِئْن َب َقْي ُت ِإَلى َقاِبٍل َ َألَص وَم َّن الَّت اِس َع َي ْع ِني َي ْو َم َع اُش وَر اَء
رواه أحمد و مسلم-
Rasulullah saw, telah bersabda,”Jika aku masih hidup sampai tahun depan,
niscaya aku akan shaum tanggal sembilannya yaitu hari Asyura”- H.R.Ahmad
dan Muslim -
Rasululah saw. sendiri tidak berkesempatan melaksanakan shaum tanggal
sembilan Muharam ini, tetapi rencana beliau untuk melaksanakannya
membuktikan sunahnya shaum tanggal sembilan ini. Dan para ulama
menyebutnya sunah hammiyyah Rasulullah (sunah rencana dan cita-cita
Rasulullah)
Berbeda dengan tahun Masehi, permulaan hari atau pergantian hari bukan di
pagi hari atau jam 00.01, tetapi di saat terbenamnya matahari atau
munculnya bulan. Itulah sebabanya Tahun Masehi (dari Isa Al Masih) dalam
Islam disebut Tahun Syamsyiah (matahari), sedangkan Tahun Hijriah atau
Tahun Islam disebut juga Tahun Qomariah (bulan). Kalau Tahun Masehi,
setiap bulan terdiri dari 30 hari atau 31 hari, kecuali Februari yang 28 atau 29
hari, tetapi bulan Hijriah terdiri dari 29 dan 30 hari.
Itulah sebabnya, terdapat selisih sekitar 10-12 hari setiap tahun, ada
pergeseran kegiatan keagamaan Islam pada tahun Masehi. Sebagai contoh,
hari raya Idul Fitri atau 1 Syawal pada tahun 2010 jatuh pada tanggal 10
September, tapi pada tahun 2009, Idul Fitri bersamaan dengan 22
September. Sehingga tidak heran kalau ada saatnya dimana tahun baru
Islam (1 Muharam) hampir bersamaan dengan Tahun Baru Masehi (1
Januari).
Dengan perbedaan antara bulan Hijriah dengan bulan Masehi itu, maka bulan
Ramadhan atau bulan Puasa setiap tahun bergeser sekitar 10-12 hari setiap
tahun Masehi, sehingga suatu saat bulan Ramadhan bersamaan dengan
bulan Juni, dan ada saatnya tahun kemudian puasa dilaksanakan bulan
Desember.
Sebagai contoh bila bulan puasa bertepatan dengan bulan Juni atau Musim
Panas di Eropa, maka penduduk yang tinggal di belahan bumi Bagian Utara
akan berpuasa sampai 18-20 jam, mulai jan 02 dinihari (Imsyak) sampai jam
22.00 malam baru berbuka, karena matahari baru terbenam.
Keadaan sebaliknya terjadi bila bulan Desember, maka umat islam yang
tinggal di belahan bumi Bagian Utara berpuasa lebih singkat, dan sebaliknya
yang di belahan Selatan lebih lama (berbanding terbalik). Sedangkan pada
bulan Maret dan September dimana matahari persis ada di Khatulistiwa,
kaum Muslimin di belahan Utara dan Selatan berpuasa dengan jumlah jam
yang sama, sekitar 12 jam.
Disitulah salah satu bukti betapa adilnya Allah, di daerah dekat Equator
(Khatulsitiwa) seperti Indonesia, Malysia dan Negara-negara Arab dimana
umat Islam terbesar ada di sana atau daerah Sub Tropis, fluktuasi lamanya
berpuasa setiap tahun hampir tidak berbeda banyak.
Seandainya, bulan Ramadhan ditetapkan berdasarkan bulan Masehi,
misalnya bulan Juni, kasihan umat Muslim di bagaian Utara yang harus
puasa sampai 18-20 jam dengan temparatur sangat panas di atas 50 derajat
C, setiap tahun seperti itu, dan orang di belahan Selatan puasanya sangat
singkat. Kan sangat tidak adil?. Untungnya Tuhan Maha Adil, sehingga
penentuna bulan puasa berdasarkan Tahun Hijriah. bukan Tahun Masehi,
Allahu Akbar.
Adalah satu riwayat yang menceritakan tentang anak Umar bin Khatab,
kembali pulang dari sekolahnya sambil menghitung tambalan-tambalan yang
melekat di bajunya yang sudah usang dan jelek. Dengan rasa kasihan Umar
sang Amirul Mukminin (Pemimpin Kaum Musliminn), sebagai ayahnya
mengirim sepucuk surat kepada bendaharawan negara, yang isinya minta
agar beliau diberi pinjaman uang sebanyak 4 dirham, dengan jaminan gajinya
bulan depan supaya dipotong.
Oleh karena keterbatasan tersebut, dan karena rahasia Allah SWT semata,
maka marilah kita pergunakan kesempatan hidup ini dengan meningkatkan
taqwa kita kepada-Nya dan menambah semangat beramal ibadah yang lebih
banyak lagi.
ِإَّن ِع َّد َة الُّش ُهوِر ِع ْن َد ِهَّللا اْث َن ا َع َش َر َش ْهًر ا ِفي ِك َت اِب ِهَّللا َيْو َم َخ َلَق
الَّسَم اَو اِت َو اَأْلْر َض ِم ْن َه ا َأْر َبَع ٌة ُحُر ٌم َذ ِلَك الِّديُن اْلَق ِّي ُم َفاَل َت ْظ ِلُم وام
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya
empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At
Taubah: 36)
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la
rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-
orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan
ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa
pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram,
aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
َأْف َض ُل الِّص َي اِم َب ْع َد َر َمَض اَن َش ْهُر ِهَّللا اْل ُم َح َّر ُم َو َأْف َض ُل الَّص َالِة َب ْع َد اْلَفِر يَض ِة
َص َالُة الَّلْي ِل
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada
syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling
utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.
Perkataan yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul
Qodir (2/53), beliau rahimahullah mengatakan, “Bulan Muharram ini disebut
syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ‘Allah’ untuk
menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita
menyebut ‘Baitullah’ (rumah Allah) atau ‘Alullah’ (keluarga Allah) ketika
menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui
pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan
tersebut.
Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini
sebelumnya adalah Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan
nama Jahiliyah.. Bulan ini adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa
penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melakukan puasa tathowwu’ (puasa
sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada
melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti pada hari Arofah dan
10 Dzulhijah. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram
memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan pertama
dalam setahun dan pembuka tahun.”