Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul “Peranan Pers dalam Masyarakat Demokrasi” dengan
lancar. Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah banyak membantu sehingga pembuatan makalah ini dapat berjalan lancar.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karna itu kami meminta pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata kami ucapkan terimakasih .

Depok, 3 Februari 2014

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN PERS
II. FUNGSI PERS
III. PERANAN PERS
IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA
V. TEORI-TEORI TENTANG PERS
VI. SIFAT PERS
VII. KODE ETIK JURNALISTIK
VIII. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK
JURNALISTIK
IX. KEBEBASAN PERS
X. PENGARUH PERS
XI. PEMANFAATAN MEDIA MASSA Dalam KEHIDUPAN SEHARI-HARI.
XII. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KEBEBASAN PERS
XIII. Dampak Dari Penyalahgunaan Kebebasan Pers/Media Massa
XIV. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGENDALIKAN PERS

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah pers tidak asing terdengar di telinga kita semua, berbicara tentang pers berarti akan
menyangkut aktivitas jurnalistik. Terkadang istilah pers, jurnalistik, dan komunikasi massa
menjadi tercampur baur dan saling tertukar pengertiannya. Apabila pers merupakan salah satu
bentuk komunikasi massa, maka jurnalistik merupakan kegiatan untuk mengisinya
.
Beberapa ahli politik berpendapat bahwa pers merupakan kekuatan keempat dalam sebuah negara
setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pendapaat tersebut sekiranya tidak berlebihan karena
kenyataannya pers dapat menciptakan/membentuk opini masyarakat luas, sehingga mampu
menggerakkan kekuatan yang sangat besar.
Dalam era demokratisasi ini, pers telah merasakan kebebasan sehingga peranan dan fungsi pers
dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat. Pada masa reformasi ini, kebebasan pers telah di buka
lebar-lebar. Pers mendapatkan kebebasan untuk melakukan kritik social terhadap pemerintah. Pers
bebas untuk bergerak dalam melakukan pemberitaan. Meskipun bebas, tetapi pers tetap
bertanggung jawab dalam pemberitaannya. Pemerintah pun tetap melakukan control terhadap
kebebasan pers dalam kehidupan sehari-hari.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah fungsi dan peranan pers ?
2. Bagaimanakah perkembangan pers di Indonesia ?
3. Bagaimanakah maksud pers yang bebas dan bertanggung jawab ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui fungsi dan peranan pers.
2. Untuk mengetahui perkembangan pers di Indonesia.
3. Untuk mengetahui maksud pers yang bebas dan bertanggung jawab.

BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN PERS
Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti
menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti :
A. alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar,
B. alat untuk menjepit atau memadatkan,
C. surat kabar dan majalah yang berisi berita,
D. orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
II. FUNGSI PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah
sebagai berikut :
a. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang
peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena
memerlukan informasi.
b. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannya.
c. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita
bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
d. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
e. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers
dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga
sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup
lembaga pers itu sendiri.

III. PERANAN PERS


Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, perana pers adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak
asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang


Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat indonesia, karena
itu mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers Indonesia karena
merupakan momok yang harus diperangi. Menuru Suruhum pemerintah mengeluarkan selain
KUHP tetapi belanda mengeluarkan atruan yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang
memberikan hak kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar
atau majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian belanda juga mengeluarkan
Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam hukuman
terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap
pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau sejumlah kelompok
penduduk Hindia Belanda.
Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana orang-orang surat
kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan
jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan, politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa
Jepang pers Indonesia tertekan.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
1. Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah. Terutama dalam
penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda.
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikanoleh
sumber-sumber resmi Jepang.
B. Di Masa Orde Lama
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS
1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara 1950. Awl
pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan terhadap pers Belanda dan Cina,
namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional.
Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan terhadap pers terus berlangsung
yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia dan Sin Po
di Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers tercermin dari pidato Menteri Muda
penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan .....Hak kebebasan individu disesuaikan denga hak
kolektif seluruh bangsadalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan
pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya
yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa, moraldan kepribadian indonesia, serta tanggung
jawab kepada Tuhan YME.
C. Pers Di Masa Orde Lama
Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi
terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua
tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut sidang pleno ke 25 Dewan
Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah
lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers
yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang
konstruktif.
Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya pristiwa malari
(Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa
malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas. Pers pasca peristiwa malari
cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Pers tidak pernah
melakukan kontrol sosial disaat itu. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah
institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik.
D. Pers Di Era Reformasi
Kalngan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut
dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan
terhadap persnasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran
(pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur apabila demimkepentingan dan
ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh pengadilan.
V. TEORI-TEORI TENTANG PERS
A. Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi dari pada
kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu. Negara adalah hal yang sangat
penting yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutuhnya anpa Negara manusia menjadi
primitif tidak mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers adalat alat penguasa untuk
menyampaikan keinginannya kepada rakyat.
Prinsip-prinsipnya :
· Media selamanya tunduk pada penguasa
· Sensor dibenarkan tak dapat diterima.
· Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya kebijakannya
· Wartawan tidak memiliki kebebasannya

B. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana penyalur hati nurani
rakyat untuk mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan pemerintah. Pers berhadapan
dengan pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan pemerintah.Teori ini menganggab sensor sebagai
hal yang Inkonstitusional.
Tugas-tugasnya :
· Melayani kebutuhan ekonomi (iklan)
· Melayani kehidupan politik
· Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya)
· Menjaga hak warga Negara (control social)
· Memberi hiburan.
Ciri-cirinya :
· Publikasi bebas dari penyensoran
· Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian
· Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana
· Tidak adak kewajiban untuk mempublikasikan segala hal
· Publikasi kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran sepanjang menyangkut
opini dan keyakinan.
· Tidak ada batas hukum dalam mencari berita
· Wartawan mempunyai otonomi professional.\

C. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan
tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati
nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus disertai tanggung jawab kepada masyarakat.

D. Teori Pers Komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang berkuasa dan
bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara. Ciri-ciri pers Komunis adalah
:
· Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.
· Media tidak dimiliki secara pribadi.
· Masyarakat berhak melakukan sensor.

VI. SIFAT PERS


Ø Sifat (Falsafah) Pers, mencangkup sbb :
• Liberal Democration press (Pers Demokrasi liberal)
• Communist press (Pers. Komunis)
• Authoritarian press (Press Otoriter)
• Freedom and Responsibility press (Pers Bebas dan Bertanggung jawab)
• Development press (Pers pembangunan), dan
• Five Foundation press (Pers pancasila)
Ø Sifat pers Indonesia adalah :
1. Perjuangan
2. Mencerahkan wawasan rakyat
3. Bebas mengemukakan apa yang ada
4. Bertanggung jawab social
5. Memenuhi tuntutan globalisasi
Sayang saya tidak dapat mendokumentasikannya secara lebih detail.

VII. KODE ETIK JURNALISTIK


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
PBB.Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan
berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan
manusia.Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya
kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma
agama.Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi
setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang
benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik :
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Penafsiran :
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran :
Cara-cara yang profesional adalah :
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. Menghormati hak privasi;
c. Tidak menyuap;
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya
sendiri;
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi
kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran :
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran :
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang
tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan
gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan
tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran :
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan
orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran :
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas
informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran :
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi
keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan
atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh
disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat
jasmani.
Penafsiran :
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Penafsiran :
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang
terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak
akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran :
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran :
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

VIII. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK
JURNALISTIK
A. Landasan Hukum Pers Indonesia
1) Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
2) Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
3) Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21 yang
bebunyi :
· Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
· Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari,memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
4) UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :
· Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
· Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki,menyimpan,mengolah,dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
5) UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :
· Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
· pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara

B. DEWAN PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan Pers yang
independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional. Fungsi-fungsi dewan pers adalah :
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.
3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
6. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususn peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
7. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).
C. ANGGOTA DEWAN PERS
Keangotaan dewan pers terdiri dari :
1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan
2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.
3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh
arganisasi perusahaan pers;
4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.
5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.
6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.
D. LANDASAN PERS NASIONAL
1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945
3. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.
4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik
6. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.
IX. KEBEBASAN PERS
Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru sehingga rawan gangguan. Secara umum
ada dua macam gangguan :
1) Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang tidak suka dengan adanya
kebebasan pers, sehingga mereka ingin meniadakan kebebasan pers.
2) Penyalahgunaan kebebasan pers yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan yang dimilikinya
untuk melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dan peranan yang
diembannya. Oleh karena itu tantangan terberat bagi wartwan adalah kebebasan pers itu sendiri.
Ada 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya
pengendalian kebebasan pers, yaitu :
A. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah sangat jelas
menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap warganegar dapat malakukan
perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966). Namun muncul UU No. 21 tahun 1982 tentang pokok
pers. Di dalamnya mengatur tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta menteri
penerangan dapat membatalkan SIUPP walaupun tidak menggunakan istilah breidel.
B. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengirimkan teguran
tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah, kekerasan fisik pada
wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh wartawan.
C. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat menimbulkan
pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, menteror, penculikan
pengrusakan kantor media massa, dll.
D. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita yang
berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-iming keuntungan yang lebih
besar.
Ada 2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi yang tidak
akurat, tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah, menyebarkan
kebohongan, fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi kekerasan, dll.
X. PENGARUH PERS

A. Dampak Positif Pers


Dampak positif dari pers adalah sejalan dengan fungsi pers yaitu :
Memberi ruang kepada publik untuk menginformasikan segala sesuatu yang berguna untuk
khalayak umum dari semua golongan yang ada dalam masyarakat
Dapat memberi tambahan wawasan nusantara dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang
pendidikan secara umum.
Tiap-tiap individu secara bebas dapat menyampaikan pendapatnya melalui media masa sehingga
membantu dan memicu tiap individu untuk berkreasi menyampaikan pendapat dengan adanya
kolom kontak pembaca, serta setiap wartawan mengulas suatu masalah yang beraneka ragam.
Munculnya berbagai bentuk media masa seperti internet dan lain-lain, hal ini menunjukkan cermin
dari perkembangan teknologi sekarang ini sehingga akan memacu untuk ingin tahu dan
memajukan pola pikir setiap individu yang mengikutinya.
B. Dampak Negatif Pers
Dapat mempengaruhi tingkah laku, pola pikir seseorang secara tidak sadar.
Dapat menimbulkan ketagihan akan hal yang disenangi orang, karena perkembangan mode yang
ditampilkan oleh pers cenderung mempengaruhi trend dan gaya anak muda zaman sekarang salah
satunya trend berbusana, model potongan rambut, dan trend perawatan tubuh.
Dapat menimbulkan pola konsumtif seseorang. Contohnya adalah banyaknya iklan di media baik
media elektronik maupun media massa yang dapat meningkatkan seseorang ingin berbelanja
secara berlebihan.
Dapat menimbulkan pemahaman tertentu, seperti berita yang menghasut ataupun mengadu domba.
Hal ini terjadi terhadap suatu kasus yang potensial untuk berkembang sara atau menimbulkan
emosi
XI. PEMANFAATAN MEDIA MASSA Dalam KEHIDUPAN SEHARI-HARI.
Media massa (cetak atau elektronik), sesungguhnya merupakan alat yang sangat ampuh untuk
mempengaruhi atau pun mengubah opini publik. Melalui media massa, terutama elektronik segala
informasi tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Televisi dan Internet adalah jendela dunia;
cukup di dalam rumah dan kita dapat mengakses informasi yang terjadi setiap hari di seluruh
dunia.
Media massa adalah alat pemberdayaan dan peningkatan kualitas pengetahu an masyarakat.
Sebagai pengguna media, kita bertanggung jawab menjadikan media semakin berdaya
memberdayakan dan mendidik masyarakat.
Pemanfaatan media massa dalam kehidupan sehari-hari juga sejalan dengan tugas pers itu sendiri :
1. harus dimanfaatkan sebagai pembuka ruang pembicaraansistem politik untuk mendebatkan
berbagai masalah kemasyarakatan,
2. harus dimanfaatkan sebagai pencerah pengetahuan masyarakat,
3. harus digunakan untuk melindungi hak rakyat,
4. dapat digunakan untuk memberdayakan ekonomi nasional,
5. adalah salah satu sarana hiburan.

XII. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KEBEBASAN PERS


Dalam dunia pers saat ini mempunyai dua wajah baru yang menghiasinya, wajah yang satu adalah
kebebasan pers mempunyai dampak positif dan satu yang satunya lagi mempunyai dampak negatif
bagi kehidupan social dan bermasyarakat.
Tulisan ini mencoba membahas masalah kebebasan pers di Indonesia yang menjadi gambaran
kehidupan bernegara dalam suatu Negara.
Dalam era reformasi kebebasan pers menjadi hal yang diinginkan rakyat Indonesia, karena pada
zaman rezim orde baru, pers lebih dipersempit ruang geraknya, dan publikasi dan informasi berita
sangat sulit diakses oleh rakyat Indonesia. Dan akhirnya setelah reformasi terjadi, pers seakan
berada pada tempatnya kembali yaitu lebih terbuka atau transparan dan menyentuh semua
golongan masyarakat di Indonesia baik yang tinggal di kota maupun di pelosok pedesaan.
Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusi atau perlindungan hukum yang
berkaitan dengan media atau bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan,
percetakan dan penerbitan melalui surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa
adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Berarti kebebasan pers disini mempunyai kekuatan hukum dengan perlindungan dari pemerintah
dan pers mempunyai sifat netral dengan semua kejadian atau informasi yang diberikan (tidak
memihak pihak manapun) dan dalam hal ini pers dituntut lebih jujur dalam menginformasikan
berita, dan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam dunia pers. Serta pers menjunjung tinggi
azas – azas, norma – norma, kaidah – kaidah agama dan adat istiadat disuatu wilayah agar
dapat tercipta suatu keselarasan hidup yang harmonis khalayak umum pada intinya.

A. Dampak Positif Kebebasan Pers


Dampak positif dari pers adalah sejalan dengan fungsi pers dalam kedudukannya yaitu memberi
ruang kepada publik untuk menginformasikan segala sesuatu yang berguna untuk khalayak umum
dari semua golongan yang ada dalam masyarakat, dan dapat memberi tambahan wawasan
nusantara dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang pendidikan secara umum.

B. Dampak Negatif Kebebasan Pers


Dampak negatif yang ditimbulkan oleh Pers sangatlah banyak apabila masyarakat tidak bisa
memilah mana yang harus ditonton atau didengarkan, apalagi untuk golongan muda, yang
sangatlah rawan dengan dampak buruk kebebasan Pers, karena pers dampak mempengaruhi
tingkah laku, pola pikir seseorang secara tidak sadar dan dapat menimbulkan ketagihan akan hal
yang disenangi pemirsa, karena perkembangan mode yang ditampilkan oleh pers cenderung
mempengaruhi tred dan gaya anak muda zaman sekarang salah satunya trend berbusana, model
potongan rambut, dan trend perawatan tubuh. Saat ini saja kebebasan Pers yang sudah tersentuh
arus globalisasi dapat memimbulkan pola konsumtif seseorang. Contohnya adalah banyaknya
iklan di media baik media elektronik maupun media massa yang dapat meningkatkan seseorang
ingin berbelanjaan secara berlebihan.

Untuk kedepannya kebebasan Pers haruslah diimbangi oleh pemikiran pemikiran yang logis yang
akan memberi contoh positif untuk kalangan muda agar bangsa ini lebih bisa menguatkan jati
dirinya sendiri tanpa haruslah meniru atau berpatokan oleh bangsa asing, karena sesuatu yang dari
luar tidaklah semuanya baik dan benar.

Dan akhirnya bangsa ini bisa memberi contoh kebebasan pers yang positif, jujur, benar – benar
transparan, menjunjung tinggi norma, nilai, kaidah agama dan adat istiadat kepada dunia luar.

Berikut ini adalah fungsi Pers dalam kehidupan berbangsa dan bernegara :

1. Fungsi pengawasan (surveillance) : Pers sebagai penyediaan informasi tentang jalannya


pemerintahan suatu bangsa, informasi suatu Negara, keadaan social, budaya , politik dan ekonomi
suatu negara.
2. Fungsi penghubungan (correlation) : dimana Pers menghubungkan kebijakan pemerintah
dengan rakyatnya secara timbale balik dan bisa sebagai alat menemukan suatu solusi dalam suatu
masalah
3. Fungsi pentransferan budaya (transmission) : sebagai arah untuk peputaran dan transfer
pendidikan dan budaya atau memwariskan budaya dari golongan tua kepada golongan yang lebih
muda.
4. Fungsi hiburan (entertainment) : Pers juga memberi sarana untuk mengekspresikan hasil
karya seseorang dan mempertujukkan hiburan kepada masyarakat.

XIII. Dampak Dari Penyalahgunaan Kebebasan Pers/Media Massa


Kebebasan pers adalah kebebasan media komunikasi baik melalui media cetak maupun melalui
media elektronik. Dengan demikian kebebasan pers merupakan suatu yang sangat fundamental
dan penting dalam demokrasi karena menjadi pilar yang ke 4 setelah lembaga eksekutif, lembaga
legislatif dan lembaga yudikatif.
Jadi, pers yang bebas berfungsi sebagai lembaga media atau aspirasi rakyat yang tidak bisa
diartikulasikan oleh lembaga formal atau resmi tetapi bisa diartikulasikan melalui pers atau media
massa.
Pers yang bebas tidak bertanggung jawab, sering menimbulkan dampak yang tidak baik bagi
masyarakat. Dewasa ini, penggunaan pers atau media massa sebagai sarana komunikasi sangatlah
menguntungkan karena kita bisa mendapatkan berita yang hangat dengan cepat tanpa
mengeluarkan uang yang banyak.
Media komunikasi modern seperti radio, televisi dan lainnya dengan muda dapat kita gunakan.
Dengan media komunikasi tersebut pertukaran nilai-nilai budaya antar bangsa akan cepat terjadi.
Padahal belum tentu sesuai dengan budaya-budaya indonesia. Program ditayangkan seperti
kejahatan, perangdan hal-hal yang menjurus pornografi dapat menimbulkan dampak negatif yang
menjurus pada kemerosotan moral masyarakat. Hal tersebut tentu dapat membahayakan bangsa
ini, karena dampak yang ditimbulkan akan mengancam kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berbicara di muka


diantaranya adalah:

1. Lebih mengutamakan kepentingan ekonomis (oriented bisnis)


2. Campur tangan pihak ketiga
3. Keberpihakan
4. Kepribadian
5. Tidak mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat

Sedangkanbentuk-bentuk penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berbicara melalui media


massa diantaranya dapat berupa :

1. Penyiaran berita/informasi yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik, seperti penyebutan
nama tersangka dan gambar lengkap tersangka untuk melengkapi informasi kriminal.
2. Peradilan oleh pers (trial by press) seperti berita yang menyimpulkan bahwa seorang atau
golongan atau instansi telah melakukan kesalahan tanpan melalui informasi yang seimbang dan
lengkap tanpa melalui proses peradilan.
3. Membentuk opini yang meyesatkan, seperti penulisan berita yang tidak yang tidak
memperhatikan objektifitas dan membela kepentingan tertentu sehingga disadari atau tidak
disadari rangkaian informasi yang disampaikan dapat menyesattkan pola pikir pembaca dan
penontonnya.
4. Berisi tulisan/siaran yang bersifat profokatif seperti isi berita dan tayangan yang mengarahkan
pembaca dan penontonnya untuk membenci individu, golongan, pejabat, atau instansi tertentu.
5. Iklan yang menipu, yaitu iklan yang bersifat tidak jujur, menipu, menyesatkan, dan merugikan
suatu pihak baik secara morill, material maupun kepentingan umum.
6. Pelanggaran terhadap kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), seperti:
a. Pasal 37 KUHP:
Barang siapa menyiarkan, mempertontongkan tau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya
menghina presiden atau wakil presiden dengan niat supaya diketahui oleh orang banyak dihukum
selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.000
Jika sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada melakukan kejahatan itu
belum lewat dua tahun sesudah pemidanaannya yang dahulu menjadi tetap karena karena
kejahatan yang semacam maka ia dipecat dari jabatannya.
b. Pasal 154 KUHP:
“barang siapa dimuka umum menyatakan prasan permusuhan, kebencian, atau penghinaan
terhadap kepala pemerintahan indonesia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.4.500.000
c. Pasal 155 KUHP:
Barang siapa yang menyiarkan, mempertontongkan atau menempelkan surat atau gambar yang
isinya menyatakan perasaan kebencian tau penghinaan terhadap pemerintah indonesia dengan
maksud supaya isi surat atau gambar itu diketahui orang banyak dihukum penjara selama-lamanya
4 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.5000.000
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang cara penyalur kebebasan berpendapat dan
berbicara malaui media massa harus dipatuhi oleh semua pihak bukan saja insan pers. Meskipun
pemerintah telah berusaha membuat peraturan untuk mengatur kebebasan pers, namun kebebasan
pers yang tidak bertanggung jawab, penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berbicara
melalui media massa masih saja terjadi.
7. Penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berbicara melalui media massa selain membawa
dampak negatif ada kalanya juga memberikan dampak yang positif. Penyalahgunaan kebebasan
berpendapat dan berbicara dapat berdampak pada semua pihak baik dalam lingkup individu,
masyarakat ataupun negara. Berikut dampak-dampak penyalahgunaan kebebasan pers.

XIV. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGENDALIKAN PERS


Kontrol Pemerintah atas pers yang paling umum diterapkan di seluruh duniaadalah sensor
(cencorship). Bahkan dalam negara dengan kebebasan pers yang cukup luas seperti di Amerika
pun masih berlaku sensor. Sensor berarti pengawasan dan kontrol informasi atau gagasan yang
beredar dalam suatu masyarakat. Di masa modern, sensor berarti pengawasan atas buku, majalah,
pertunjukan, film, program televisi dan radio, laporan berita, dan media komunikasi lain dengan
tujuan mengubah atau menghilangkan bagian tertentu yang dianggap tidak dapat diterima atau
tidak sopan.
Suatu materi media yang tidak dapat diterima mungkin disebabkan oleh muatannya yang dianggap
tidak mengindahkan moral atau tidak beretika, bertentangan dengan nilai masyarakat atau “tidak
pada tempatnya”, subversif, atau dapat dianggap makar atau mencederai keamanan nasional
Sensor bahkan cukup ketat diterapkan di berbagai bentuk lembaga di negara yang masyarakatnya
paling demokratis sekalipun. Saat ini banyak orang (termasuk sementara kalangan pendukung
kebebasan), menolak sikap permisif (serba boleh) dalam bidang seni dan media massa. Mereka
menyebut hal itu menghina “selera masyarakat”, mencemari masyarakat yang beradab dan nilai
kesopanan, dan bahkan merongrong peradaban itu sendiri.
Dalam negara demokratis modern, ada prinsip-prinsip dasar konstitusional yang diterima umum :
Keyakinan beragama seseorang dan cara-cara beribadah adalah hal yang sangat pribadi.
Di Inggris, konflik agama merongrong sikap toleransi, yang menyebabkan adanya sensor atas
ekspresi politik maupun keagamaan. Pada tahun 1962 misalnya, peraturan tentang perizinan bagi
penerbitan pers menciptakan lembaga pengawas yang memiliki kekuasaan menginvestigasi dan
menekan penerbitan yang tidak disukai oleh pemerintah. Sekalipun begitu, Abad ke 18 dimulai,
surat kabar Inggris makin banyak, buku-buku dengan subjek beraneka ragam diterbitkan, dan
sensor yang tidak logis perlahan dikurangi. Kebebasan pers muncul secara bertahap, berkat
keputusan hukum dan penolakan masyarakat terhadap penindasan politik
Kecuali selama periode singkat di Perancis setelah revolusi 1789, sensor politik terus berkembang
di eropa daratan hingga munculnya pemerintahan Republik di pertengahan abad ke 19. Pada tahun
1930-an, gelombang baru sensor politik melanda Eropa, khususnya rejim totaliter Jerman, Italia,
dan Spanyol. Namun sejak akhir perang dunia II, sensor politik mulai berkurang di negara-negara
Barat.
Sensor oleh negara tetap ketat di Uni Soviet dan negara-negara lain dimana oposisi politik ditekan
dengan hanya mengizinkan keberadaan satu partai saja. Negara-negara dengan satu partai
menentukan secara langsung gagasan dan informasi yang akan diterbitkan, disirkulasikan, dan
diajarkan. Ketika penerbit, penulis, atau lembaga penyiaran dianggap telah melewati batas politik
atau moral yang ditentukan oleh UU atau hukum pemerintahan, mereka akan dihukum, denda,
dipenjara, atau dibredel, dilarang untuk terbit lagi, atau saluran komunikasinya ditutup.
Pengasingan atas warga negara dari Uni Soviet telah mengungkap adanya pelecehan hak asasi.
Diantara yang diasingkan adalah para ilmuwan dan orang-orang yang terpelajar, seperti
ALEXANDR I. SOLZHENITSYN, yang menerima hadiah nobel dalam bidang Literatur tahun
1970, dan ANDREY D. SAKHAROV, yang memenangkan nobel Perdamaian tahun 1975.
Namun hingga akhir 1980-an, Uni Soviet di bawah pemerintahan President Mikhail Gorbachev
memperlonggar sensor media sebagai bagian gerakan reformasi pemerintahan secara umum.
Meningkatnya kebebasan segera berakibat pada runtuhnya Uni Soviet dan beberapa pemerintahan
komunis lainnya.
Pada pertengahan tahun 1970-an INDIA menerapkan sensor ketat sebagai bagian dari kebijakan
keadaan darurat, sementara ARGENTINA nyaris menghentikan seluruh terbitan asing. Bahkan di
negara demokratis seperti Perancis, pemerintah memperkarakan surat kabar LE MONDE pada
tahun 1980 karena menerbitkan lima artikel selama tiga tahun sebelumnya, yang dianggap
mendeskriditkan pengadilan Perancis.
Di INDONESIA, pengendalian itu ditempuhmulai dari sensor, penerbitan SIUPP, pendirian
Departemen penerangan, pemberlakuan UU Pers, hingga yang paling ekstrim, pembredelan. Sejak
Reformasi sudaj tidak ada lagi SIUPP dan Departemen Penerangan. Akan tetapi, sensor dan UU
Pers merupakan perangkat yang masih bisa difungsikan oleh pemerintah untuk “mengatur”
kehidupan pers. Setelah mengalami masa penderitaan cukup panjang,
akhirnya pada tahun 1999 pers Indonesia memasuki masa yang begitu bebasnya setelah
Reformasi. Menteri Penerangan RI dibawah Presiden Habibie membebaskan pers dari semua
belenggu termasuk ketentuan izin yang sempat menjadi komoditas bisnis yang begitu mewah.
Bahkan tahun 2001, pers Indonesia dinyatakan sebagai pers terbebas di Asia oleh JWB (Journalist
Without Borders).
Banyak yang menganggap bahwa kebebasan itu disebabkan karena perjuangan pers berhasil
dalam menghapus pembredelan, dan memasuki era penyelesaian sengketa pers melalui hukum.
Pada tahun itu UUD 1945 diamandemen, dalam Pasal 28 F UUD 1945 kita menjamin kebebasan
pers, sedangkan Pasal 28 J Uud 1945 membatasinya kembali. Jaminan kebebasan pers dibatasi
oleh jaminan kebebasan warga.
UU yang harus diataati dan berlaku terhadap warga negara Indonesia yang lain, juga berlaku
terhadap warga pers. Ia dianggap pembredelan PREVENTIF; artinya adanya ancaman pidana
cukup untuk penyensoran diri sendiri (“self-cencorship”). Itu benar, namum demikian, perlu
kita akui juga bahwa sistem hukum pidana menganut metode pembedaan, pertama atas pelaku
(dader), peserta pelaku (mededader), dan pembantu pelaku (medeplichtige). Penjabarannya dalam
praktik pers, metode tersebut berakibat dalam pembedaan antara penulis, redaktur, dan penerbit
atau pencetak.
Bagimana dengan sensor ? Pelarangan buku di Indonesia sangat marak pada zaman ORBA. Tetapi
sebenarnya ini bukanlah hal baru. Semasa Hindia Belanda dikeluarkan REGLEMEN tahun 1858
mengenai kewajiban pencetak untuk mengirimkan contoh cetakannya pada pembesar setempat.
Lagi, tahun 1913 dengan dikeluarkannya reglemen sejenis. Pada jaman Jepang semua buku
terbutan bahasa Belanda dilarang. Juga buku berbahasa Inggris. Karena bahasa Inggris merupakan
bahasa musuh utama Jepang, Inggris dan Amerika Serikat.
Secara umum ada lima sebab mengapa buku, majalah, atau surat kabar dilarang beredar di
Indonesia, yaitu :
1. alasan politik, 4. alasan pornografi
2. alasan agama, 5. alasan penerbitan dalam aksara asing.
3. alasan ras,

Buku dapat dilarang beredar bila isinya dianggap bertentangan dengan ajaran sebuah agama yang
ada di Indonesia atau isinya menyeleweng dari ajaran sebuah agama atau menyerang sebuah
agama ataupun menjelek-jelekkan sebuah agama. Penilaian biasanya dilakukan oleh pihak
kejaksaan Agung.
Larangan peredaran buku atau majalah dan surat kabar kerena manggunakan aksara asing mulai
keluar pada tahun 1958 dengan keluarnya larangan penerbitan yang tidak berhuruf Latin atau
Aksara Arab dengan alasan mencegah penyalahgunaan aksara untuk maksud tertentu yang
mungkin mengganggu keamanan dalam negeri. Mencakup aksara Jepang, Hindia, dan Rusia.
Produk hukumnya adalah :
1. UU no.4 th. 1963 tentang barang cetakan
2. UU no.15 th 1961 tentang Kejaksaan
3. TAP MPRS tentang pelarangan Buku.

Sekalipun begitu, ada perkembangan yang cukup positif, bahwa tidak ada satu negara pun yang
terang-terangan menyebut sebagai sensorsebagai kebijakan resmi mereka. Hal ini jelas tertera
dalam banyak KOVENAN dan DEKLARASI yang telah disahkan mengenai kebebasan dan HAK
ASASI MANUSIA. Peraturan seperti itu meliputi :
1. Piagam PB (1945)
2. DUHAM PBB (1948)
3. Kovenan Hak Politik dan Sipil PBB (1966)
4. Kovenan PBB tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966)
5. Konvensi HAM EROPA (1953)
6. Akta Final Helsinki (1975)
7. Konvensi HAM AMERIKA (Western Hemisphere 1978)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1) Fungsi dan peranan pers yaitu memberikan layanan terhadap hak masyarakat untuk
mengetahui, menegakkan nilai-nilai demokrasi dan mendorong terwujudnya demokratisasi,
mendorong tegaknya supremasi hukum,dan tegaknya jaminan HAM. Pers juga berperan
mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.

2) Perkembangan pers di Indonesia terbagi atas enam periode yaitu pers Indonesia pada masa
penjajahan belanda, penjajahan jepang, masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, masa Orde
Lama, masa Orde Baru, dan Masa Reformasi, dimana proses perkembangannya sangat beragam.
3) Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah Pers bebas untuk berkarya dan berekspresi,
tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktiknya bertanggung jawab diartikan sebagai
bertanggung jawab kepada pemerintah.
B. SARAN
Saran penulis adalah agar masyarakat dapat mengetahui tentang fungsi dan peranan pers dalam
menjalankan tugasnya, dan agar masyarakat juga mengetahui bahwa dalam kerja pers juga diikat
oleh Undang-undang dan tidak bekerja dengan semena-mena. Masyarakat harus tahu bahwa pers
memikul tanggung jawab atau beban yang sangat berat.

LAMPIRAN
Pertanyaan
1) “Visi fungsi untuk mencerdaskan bangsa, sedangkan pers di Indonesia sudah menyebar luas.
Alasannya?”
Jawab : Sebenarnya visi pers di Indonesia dijalankan di Indonesia. Tetapi banyak juga pers di
Indonesia yang kurang memperhatikan dan memperdulikantayangan apa yang ia tampilkan.
Apakah itu mencerdaskan bangsa atau tidak, alasan pers menayangkan tayangan seperti itu hanya
untuk mencari keuntungan beberapa pihak saja tanpa memperdulikan dampak apa yang
dihasilkan. Oleh karena itu sebelum menampilkan sesuatu pihak pers terkait lebih memperhatikan
visi pers Indonesia itu sendiri.

2) “Pers di Indonesia tidak selalu menampilkan tanyangan nyata saling tidak terima pers dan
terkait. Bagaimana tanggapan kelompok kalian?”
Jawab : Kita tidak tau bagaimana permasalahan antara pers dan terkait bisa terjadi seperti itu. Bisa
saja itu semua hanya scenario antara pers dan terkait untuk mempengaruhi masyarakat dan
memprovokasi masyarakat agar benar-benar percaya dengan berita yang disampaikan.

3) “Teori pers didunia, Indonesia apa?”


Jawab : Teori Pers Otoritarian, Teori Pers Libertarian, Teori Pers Tanggungjawab Sosial, Teori
Pers Soviet Komunis

4) “Bagaimana cara pemerintah menyelaraskan pers di Indonesia?”


Jawab : Cara masyarakat dan pemerintah untuk menyelaraskan pers tentu saja dengan undang-
undang yang berlaku tentang ketetapan pers suka atau tidak dengan pers di Indonesia tentu saja
pasti pers mempublikan tetap mematuhi UUD yang berlaku

5) “Pers terkait dampak kemasyarakatan Indonesia ?”


Jawab : Dampaknya masyarakat akan terpengaruh sebagian dan ada juga yang diberitakan apakah
itu benar atau tidak. Kalau itu terjadi terus maka pers di Indonesia akan dipandang hanya
membawa dampak negative saja.

6) “Apa visi pemberantasan kebatilan?”


Jawab : Visi pemberantasan kebatilan ada dimana yang merajuk pada pemusahan atau
pemberantasan hal-hal yang dianggap tidak benar atau palsu dalam bidang pers

7) “Apa yang harus dilakukan agar tidak terjadi kekerasan dalam pers?”
Jawab : Kekerasan wartawan bisa diminimalisasi jika saja:
• Pihak yang berkonflik memegang teguh UU Pers dan Kode etik Jurnalistik.
• Memahami fungsi dan tugas wartawan sebagai penyampai berita dalam rangka memenuhi
keingintahuan publik.
• Melalui mekanisme yang sudah ditetapkan. Jalur di media lewat hak jawab, ralat, dst. Jalur
di dewan pers melalui mediasi, rekonsiliasi, dst.
• Wartawan memegang teguh kode etik jurnalistik untuk meminimalkan konflik terusan akibat
pemberitaan yang dilaporkan

8) "Siapa yang menjadi tokoh penggerak pers di Indonesia? Latar belakangnya apa saja?”
Jawab : R.M Tirto Adi Sodiryo. Hal yang melatar belakangi beliau adalah bagaimana melawan
penjajah dan membengunkan semangat rakyat pribumi untuk membukakan mata bahwa dengan
adanya bangsa lain di tanah air ini menjadi sebuah musibah dan merugikan maka patut untuk
dilawan. Dari surat kabar bernama Medan Priyayi lah bagaimna isme-isme melawan penjajah
terbentuk.

9) “Apa hubungan kode etik jurnalistik dengan pers?”


Jawab : Kode etik jurnalistik itu untuk mengatur apa saja yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan pers. Kalau tidak ada kode etik jurnalistik pers bisa semena-mena.

10) “Apakah contoh kasus pers dalam era penjajahan?”


Jawab : Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kasus pers di
masa penjajahan.
11) “Apa perbedaan kasus penganiayaan wartawan oleh artis dengan kasus penganiayaan
wartawan oleh anggota TNI/Polri? Pengadilannya bagaimana?”
Jaawab : Sama saja karena sudah ada UU yang mengatur tentang pelanggaran pers tersebut jadi
tidak ada perbedaan yang signifikan

12) “Apakah pers di Indonesia sebagai alat pencitraan politik?”


Jawab : Iya, karena kebanyakan yang ikut politik tersebut orang yang punya stasiun tv itu. Seperti
ARB, HTS, mereka bisa saja menayangkan yang baik-baik tentang mereka untuk kampanye juga,
ujung-ujungnya kalau ada pemberitaan buruk tentang mereka bisa minta kepenyiarnya untuk tidak
disiarkan berita yag jelek tersebut. Jadi berita tersebut bisa dimanipulasi agar masyarakat tidak
menganggap jelek orang-orang tersebut.

13) “Pengaruh baik dan buruknya pers dalam IPOLEKSOSBUDHANKAM?”


Jawab :
· Dampak Positif Kebebasan Pers
Dampak positif dari pers adalah sejalan dengan fungsi pers dalam kedudukannya yaitu memberi
ruang kepada publik untuk menginformasikan segala sesuatu yang berguna untuk khalayak umum
dari semua golongan yang ada dalam masyarakat, dan dapat memberi tambahan wawasan
nusantara dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang pendidikan secara umum.
· Dampak Negatif Kebebasan Pers
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh Pers sangatlah banyak apabila masyarakat tidak bisa
memilah mana yang harus ditonton atau didengarkan, apalagi untuk golongan muda, yang
sangatlah rawan dengan dampak buruk kebebasan Pers, karena pers dampak mempengaruhi
tingkah laku, pola pikir seseorang secara tidak sadar dan dapat menimbulkan ketagihan akan hal
yang disenangi pemirsa, karena perkembangan mode yang ditampilkan oleh pers cenderung
mempengaruhi tred dan gaya anak muda zaman sekarang salah satunya trend berbusana, model
potongan rambut, dan trend perawatan tubuh. Saat ini saja kebebasan Pers yang sudah tersentuh
arus globalisasi dapat memimbulkan pola konsumtif seseorang. Contohnya adalah banyaknya
iklan di media baik media elektronik maupun media massa yang dapat meningkatkan seseorang
ingin berbelanjaan secara berlebihan.
Untuk kedepannya kebebasan Pers haruslah diimbangi oleh pemikiran pemikiran yang logis yang
akan memberi contoh positif untuk kalangan muda agar bangsa ini lebih bisa menguatkan jati
dirinya sendiri tanpa haruslah meniru atau berpatokan oleh bangsa asing, karena sesuatu yang dari
luar tidaklah semuanya baik dan benar.
Dan akhirnya bangsa ini bisa memberi contoh kebebasan pers yang positif, jujur, benar – benar
transparan, menjunjung tinggi norma, nilai, kaidah agama dan adat istiadat kepada dunia luar.

14) “Apa yang dimaksud kontrososial dalam UUD pers?”


Jawab : Kontrol sosial adalah sarana dan proses yang sesuai yang dilakukan sebuah kelompok
sosial dalam suatu masyarakat,dalam mengamankan anggotanya untuk harapan - untuk nilai-nilai,
ideologi, norma, dan untuk peran yang tepat yang melekat pada posisi berbagai status dalam
kelompok.
1. Pewawancara:
Arti dari pers menurut narasumber
Narasumber:
Menurut saya, pers adalah seseorang yang bekerja atau melakukan kegiatan jurnalistik yang
mana tugasnya adalah mengolah, mengumpulkan, dan mencari informasi, dan itu disampaikan
dengan visual atau audio visual bahkan bisa disampaikan melalui gambar itu masih bisa dikatakan
sebagai pers.

2. Pewawancara:
Perkembangan pers di indonesia menurut narasumber
Narasumber:
Menurut saya perkembangan pers di indonesia semakin baik, semakin pesat, karena zaman yang
semakin maju, dengan adanya media televisi, radio, bahkan internet, media media semakin
berkembang dan banyak, sehingga pers di indonesia semakin tinggi dan maju, perkembangannya
semakin pesat. Pers saat ini juga semakin demokrasi dan lebih terbuka, maksudnya adalah cara
mengolah berita pers itu sendiri, dulu pada zaman orde lama, pers tidak boleh memberitakan yang
jelek mengenai pemerintah, sedangkan sekarang sudah ada payung hukum, sehingga pers saat ini
lebih di lindungi, bukan hanya pada orde lama, yang dimana pers hanya bekerja dan ditekan oleh
peraturan pemerintah, saat ini terdapat undang undang yang melindungi pers itu sendiri, jadi
perkembangan pers di indonesia semakin baik.
3. Pewawancara:
Pendapat narasumber tentang fungsi dan peran pers
Narasumber:
Fungsi pers itu sebagai sarana penghubung antara komunikator atau narasumber dengan
masyarakat, itu bisa seorang presiden, menteri, dan orang orang lainnya. Kita sebagai pers yaitu
sebagai penguhung atau komunikator dengan masyarakat dan kita sebagai media penghubung
yang memberikan informasi, edukasi, hiburan, dan bermacam macam sarana baik yang
dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.

4. Pewawancara:
Keuntungan pers menurut narasumber
Narasumber:
Banyak, karena pers dapat menjadi kontrol untuk pemerintah, selain menjadi kontrol bagi
pemerintah, pers juga dapat menjadi sarana edukasi dan informasi bagi seluruh masyarakat serta
sarana hiburan bagi masyarakat. Pers dikatakan baik jika pers dapat menginformasikan segala
informaai atau berita yang dibutuhan masyarakat, dan itu akan berdampak baik bagi masyarakat

5. Pewawancara:
Kerugian pers menurut narasumber
Narasumber:
Pers bagaikan dua sisi mata uang, pers dikatakan buruk jika pers menyampaikan berita atau
informasi yang disampaikan oleh pers itu sendiri bersifat negatif, misalnya pendidikan yang
kurang baik, ataupun kesalahan informasi dapat berdampak buruk bagi para masyarakat yang
mengkonsumsi informasi atau berita tersebut.

6. Pewawancara:
Lamanya narasumber dalam dunia pers
Narasumber:
Terjun langsung di dunia pers ini, sudah tiga tahun, sebelumnya saya juga mengambil mata
kuliah dengan jurusan jurnalistik selama tiga tahun setengah, jadi saya mengenal pers sejak saya
pertama kali menginjak bangku kuliah dan praktek menjadi pers yang sesungguhnya yaitu selama
tiga tahun belakangan ini.

7. Pewawancara:
Kesannya dalam dunia pers
Narasumber:
Kesan saya dalam dunia pers itu saat saya dinobatkan menjadi pers yang sesungguhnya dalam
pekerjaan, itu menjadi pengalaman yang berharga untuk hidup saya. Karena menjadi pers itu
adalah cita cita saya sedari kecil. Sejak saya tk saya ingin live report. Jadi kesan saya, saya ingin
mewujudkan cita cita saya sedari kecil di pers, serta informasi yang saya dapatkan bukan hanya
berguna bagi saya, namun bagi masyarakat yang mengkonsumsi segala hal. Saya jadi lebih tau,
lebih paham, informasi informasi apa saja yang sedang hangat di perbincangkan indonesia.
8. Pewawancara:
Keuntungan bekerja dalam dunia pers
Narasumber:

9. Pewawancara:
Kerugian bekerja dalam dunia pers
Narasumber:

10. Pewawancara:
Alasan narasumber bekerja dalam dunia pers
Narasumber:

Anda mungkin juga menyukai