Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

4.1. Analisis
4.1.1. Analisis Distribusi Data Pengukuran
Distribusi data pengukuran produk ragum terdiri atas pengujian
distribusi data pengukuran dan pembangkitan data pengukuran produk dimensi 1
dan pengujian distribusi data pengukuran dan pembangkitan data pengukuran
produk dimensi 2 yang dilakukan dengan menggunakan software FlexSim 2019
dan Minitab 20.
Hasil pengujian pada software FlexSim 2019 distribusi yang terpilih
pada data pengukuran dimensi 1 adalah distribusi Weibull 3P, dan distribusi yang
terpilih pada data pengukuran dimensi 2 adalah distribusi Weibull.

4.1.2. Analisis Six Sigma


4.1.2.1. Analisis Define
Data yang diperoleh dari pengukuran ragum ditemukan faktor-faktor
utama yang mempengaruhi kecacatan pada produk yaitu mesin, material, metode,
dan manusia. Kecacatan yang terjadi pada ragum adalah sompel, bergerigi, dan
gores.

4.1.2.2. Analisis Measure


4.1.2.2.1. Analisis Control Chart Data Atribut
Peta p (pengendali proporsi kesalahan) adalah peta yang dilakukan
untuk mengetahui apakah cacat produk yang dihasilkan masih dalam batas yang
disyaratkan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh bahwa tidak ada
data yang berada diluar batas kontrol (out of control) pada peta p.
Peta u digunakan untuk menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian
atau kecacatan dalam sampel berukuran bervariasi, tetapi sangat mungkin satu
unit sampel memiliki beberapa ketidaksesuain. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan diperoleh bahwa tidak ada data yang berada diluar batas kontrol (out of
control) pada peta u.

4.1.2.2.2. Analisis Control Chart Data Variabel


Peta kontrol ̅ dan R dilakukan untuk mengamati rentang antara
dimensi yang terbesar dengan dimensi yang terkecil. Pada peta ̅ dan R diambil
secara random 10 data pengukuran dengan bilangan random terbesar untuk
melihat ada tidaknya data yang melebihi batas kontrol terhadap rentang (range)
dari sampel data tersebut. Pada peta R semua data telah berada dalam batas
kontrol (in control).
Peta kontrol dan S digunakan untuk mengukur tingkat keakurasian
dari panjang ragum oleh operator. Pada peta ̅ terdapat 2 data out of control dan
pada peta S terdapat 1 data out of control, kemudian dilakukan revisi sebanyak 2
kali. Setelah direvisi 2 kali, semua data telah berada dalam batas kontrol (in
control).
Peta kontrol I-MR digunakan untuk mengetahui tingkat keakurasian
atau ketepatan proses yang diukur dengan mencari moving range dari data antar
observasi. Pada peta I-MR semua data telah berada dalam batas kontrol (in
control).
Peta kontrol Moving Average digunakan untuk melakukan peramalan
dengan cara mengambil sekelompok nilai pengamatan, mencari rata-ratanya, lalu
menggunakan rata-ratanya sebagai ramalan untuk periode berikutnya. Pada peta
kontrol moving average data individual terdapat 1 data yang out of control,
kemudian dilakukan revisi sebanyak 1 kali. Setelah direvisi 1 kali, semua data
telah berada dalam batas kontrol (in control). Pada peta Moving Average data
subgrup, terdapat 1 data yang out of control, kemudian dilakukan revisi sebanyak
1 kali. Setelah direvisi 1 kali, semua data telah berada dalam batas kontrol (in
control).
Peta kontrol T2 adalah salah satu jenis peta kendali variabel yang
digunakan pada data lebih dari satu variabel yang saling berhubungan. Pada peta
kontrol T2 semua data telah berada dalam batas kontrol (in control) sehingga tidak
diperlukan revisi.

4.1.2.2.3. Analisis Sistem Pengukuran Data Variabel


Gage R&R digunakan dalam menilai perbedaan pengukuran antara
operator dengan part. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dilihat pada peta
Gage R&R bahwa operator yang konsisten dengan hasil pengukuran paling
konsisten adalah operator 3.
Hasil perhitungan Gage R&R Study (Crossed)-ANOVA diperoleh
bahwa pada baris produk * operator didapat nilai p-value 0, 737. Karena nilainya
> 0,05 maka tidak terjadi interaksi antara kedua variabel tersebut. Pada tabel Gage
R&R %Contribution memiliki total 92,70% menunjukkan bahwa sistem
pengukuran tersebut ditolak, dengan detail Part-to-Part (variasi ukuran antara
part dengan part yang lain) sebesar 7,30%. Repeatability (variasi alat ukur yang
terjadi ketika operator sama mengukur part yang sama dengan alat ukur yang
sama juga berulang kali) sebesar 92,19% dan Reproducibility (variasi yang
disebabkan oleh operator yang berbeda dalam mengukur part yang sama dengan
alat ukur yang sama juga) sebesar 0,51%. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan
terbesar diakibatkan oleh operator sama mengukur part yang sama dengan alat
ukur yang sama juga berulang kali. Kemudian pada total Gage R&R didapat nilai
%Study Var sebesar 96,28 %, menunjukkan bahwa sistem pengukuran tersebut
ditolak. Number of Distinct Categories = 1 maksudnya adalah data tersebut dapat
dibagi menjadi 1 kelompok maksimum saja.
Pada tabel Gage R&R %Contribution memiliki total 86,78%, artinya
sistem pengukuran tersebut ditolak, dengan detail Part-to-Part Part (variasi
ukuran antara part dengan part yang lain) sebesar 13,22%, Repeatability (variasi
alat ukur yang terjadi ketika operator sama mengukur part yang sama dengan alat
ukur yang sama juga berulang kali) sebesar 85,75% dan Reproducibility (variasi
yang disebabkan oleh operator yang berbeda dalam mengukur part yang sama
dengan alat ukur yang sama juga) sebesar 1,03%. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan terbesar diakibatkan oleh operator sama mengukur part yang sama
dengan alat ukur yang sama juga berulang kali. Kemudian pada total Gage R&R
didapat nilai %Study Var sebesar 93,16%, menunjukkan bahwa sistem
pengukuran tersebut ditolak. Number of Distinct Categories = 1 maksudnya
adalah data tersebut dapat dibagi menjadi 1 kelompok maksimum.

4.1.2.2.4. Analisis Perhitungan Defects per Opportunity (DPO)


Berdasarkan perhitungan DPO yang telah dilakukan, didapatkan nilai
DPO sebesar 0,1164. Hal ini menunjukkan bahwa dalam produksi sebulan
terdapat 11,64% ragum yang cacat.

4.1.2.2.5. Analisis Penentuan Nilai Six Sigma


Hasil perhitungan dengan menggunakan software six sigma calculator
terhadap data kecacatan produksi diperoleh nilai process sigma level sebesar
3,63%, sehingga dapat dikatakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi batas
spesifikasi proses produksi yang ditentukan untuk menghasilkan ragum sudah
cukup baik karena sudah mendekati dengan implementasi nilai sigma yaitu
sebesar 6.
Hasil perhitungan secara manual dengan menggunakan process sigma
level conversion table diperoleh nilai DPMO (Defects Per Million Opportunities)
sebesar 16674,2230. Setelah nilai DPMO diperoleh, maka dicari nilai six sigma
level dengan DPMO menggunakan rumus =NORMSINV(Probability) sehingga
didapatkan hasil six sigma level sebesar 3,3627. Nilai tersebut sudah mendekati
perhitungan menggunakan Six Sigma Calculator.

4.1.2.3. Analisis Analyze


4.1.2.3.1. Analisis Analyze Data Atribut
Analisis analyze data atribut dilakukan dengan menggunakan
histogram, pareto diagram, scatter diagram, Cause and effect diagram, dan
Failure Mode Effect Analysis (FMEA), terdiri dari:
a. Histogram adalah diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang
diatur berdasarkan ukurannya. Data histogram diambil dari data Number of
Nonconforming. Jenis kecatatan pada sompel sebanyak 12 buah, bergerigi
sebanyak 13 buah, dan gores sebanyak 12 buah.
b. Pareto diagram digunakan untuk mengetahui perbandingan cacat terhadap
jumlah total cacat yang terjadi, maka jenis cacat harus diurutan berdasarkan
persentase terbesar, kemudian dihtiung persentase kumulatifnya. Prinsip
Pareto sebagai aturan 80/20 yang berarti bahwa 80% kecacatan yang terjadi
pada ragum disebabkan oleh 20% ragum yang cacat, yaitu sompel, bergerigi,
dan gores. Dari diagram dapat dilihat bahwa persentase kumulatif untuk jenis
bergerigi dan gores berada di bawah 80%, tepatnya 35,1% dan 67,6%, artinya
masalah kecacatan bergerigi dan gores perlu diselesaikan.
c. Scatter diagram digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) dari kedua
faktor yang berpengaruh terhadap kecacatan produk. Nilai korelasi antara
jumlah kecacatan sompel dengan jumlah non conformities adalah sedang
dengan nilai r = 0,6741. Nilai korelasi antara jumlah kecacatan bergerigi
dengan jumlah non conformities adalah kuat dengan nilai r = 0, 7444. Nilai
korelasi antara jumlah kecacatan gores dengan jumlah non conformities
adalah kuat dengan nilai r = 0, 2518.
d. Cause and effect diagram dilakukan untuk menganalisis faktor – faktor yang
menyebabkan terjadinya kecacatan pada ragum. Dari cause and effect
diagram diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi kecacatan ragum adalah
faktor manusia (berkaitan dengan pengalaman dan keterampilan pekerja),
material (berkaitan dengan bahan baku), mesin (berkaitan dengan perawatan
dan penggunaan mesin), dan metode (berkaitan dengan metode atau cara
kerja operator).
e. FMEA dilakukan untuk menganalisis kesalahan apa yang terjadi pada proses
dengan melakukan pemberian skor pada Severity (Keparahan), Occurrence
(Kejadian) dan Detection (Deteksi). Dari FMEA didapatkan nilai RPN (Risk
Priority Number) pada cacat bergerigi adalah 404 dan cacat gores adalah 356.
Dari hasil RPN yang didapat maka dapat dikategorikan peringkat kekeritisan
cacat bergerigi dan gores ialah di level sedang, karena berada diantara rentan
nilai 251-500. Jika melebihi 500 maka tingkat kekritisan dikategorikan tinggi.
Sedangkan jika dibawah 251 maka dikegorikan rendah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kecacatan yang terjadi tidak terlalu mengganggu, namun
harus tetap dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas produk ragum.

4.1.2.3.2. Analisis Analyze Data Variabel


Hasil perhitungan Process Capability dimensi I (panjang ragum)
diperoleh bahwa nilai Cp sebesar 0,41 dan nilai Cpk sebesar 0,36. Nilai Cp < 1
berarti mengindikasikan bahwa proses produksi tidak sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
Hasil perhitungan Process Capability dimensi II (lebar ragum)
diperoleh bahwa nilai Cp sebesar 0,68 dan nilai Cpk sebesar 0,46. Nilai Cp < 1
berarti mengindikasikan bahwa proses produksi tidak sesuai dengan yang telah
ditetapkan.

4.1.2.4. Analisis Improve


Bagian improve merupakan tahap perbaikan dengan tujuan
menghilangkan penyebab cacat pada produk. Improve yang dilakukan berorientasi
pada material, mesin, manusia dan metode. Hal ini dikarenakan berdasarkan
pengamatan proses produksi ragum, didapatkan bahwa faktor tersebut turut
berperan dalam timbulnya kecacatan. Sehingga diuraikan beberapa langkah
perubahan sesuai dengan kaidah 5W+1H.

4.1.2.5. Analisis Control


Metode yang digunakan pada bagian control ialah dengan membuat
SOP (Standard Operating Procedure) yang berkaitan dengan proses pembuatan
ragum.
4.2. Evaluasi
4.2.1. Evaluasi Distribusi Data Pengukuran
Berdasarkan hasil pengujian distribusi dengan Expertfit pada software
FlexSim 2019 diperoleh distribusi yang terpilih pada data pengukuran dimensi 1
adalah distribusi Weibull 3P, dan distribusi yang terpilih pada data pengukuran
dimensi 2 adalah distribusi Weibull.

4.2.2. Evaluasi Six Sigma


4.2.2.1. Evaluasi Define
Berdasarkan data yang didapat dari pengukuran ragum didapatkan
faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecacatan adalah manusia, mesin,
material dan metode. Kecacatan yang terdapat pada proses produksi sompel,
bergerigi, dan gores. Untuk mengurangi produksi ragum yang kecacatan, maka
perusahaan perlu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap unsur penyebab
kecacatan tersebut yaitu unsur mesin, material, manusia, dan metode. Untuk
material misalnya dapat dilakukan pengecekan dan diperbaiki, untuk mesin dapat
diperbaiki dengan cara melakukan pemeriksaan rutin terhadap operasi dan kondisi
mesin, pada manusia dapat diperbaiki dengan cara memberikan pelatihan kepada
operator dan mengawasi saat bekerja, sedangkan pada metode dapat diperbaiki
dengan cara merevisi dan menyusun kembali SOP di dalam proses produksi.

4.2.2.2. Evaluasi Measure


4.2.2.2.1. Evaluasi Control Chart Data Atribut
Pada peta p dan u, semua data telah berada di dalam batas kontrol (in
control) sehingga tidak perlu dilakukan revisi. Pada Control Chart ini
menggunakan peta p dan u dikarenakan jenis subgrup yang digunakan pada
percobaan adalah jenis subgrup 12 dan 15.
4.2.2.2.2. Evaluasi Control Chart Data Variabel
terdapat data telah berada di dalam batas kontrol
(in control) sehingga tidak perlu dilakukan revisi. Pada peta ̅ dan S terdapat data
yang out of control, kemudian direvisi 2 kali sehingga data tersebut in control.
Pada peta I-MR semua data telah berada di dalam batas kontrol (in control)
sehingga tidak perlu dilakukan revisi. Pada peta kontrol moving average data
individual terdapat data yang out of control sehingga dilakukan revisi sebanyak 1
kali dan peta kontrol moving average data subgroup terdapat data yang out of
control sehingga dilakukan revisi sebanyak 1 kali. Pada peta T2 semua data telah
berada di dalam batas kontrol (in control) sehingga tidak perlu dilakukan revisi.
Hal ini terjadi dikarenakan kesalahan pada saat pengukuran data yaitu ketelitian
alat ukur yang masih rendah. Maka untuk mengatasi hal ini, sebaiknya digunakan
alat ukur yang lebih presisi.

4.2.2.2.3. Evaluasi Sistem Pengukuran Data Variabel


Sistem Pengukuran Data Variabel dapat dilihat pada peta Gage R&R
bahwa operator yang konsisten dengan hasil pengukuran paling konsisten adalah
operator 3.
Hasil perhitungan Gage R&R Study (Crossed)-ANOVA diperoleh
bahwa pada baris produk * operator didapat nilai p-value 0, 737. Karena nilainya
> 0,05 maka tidak terjadi interaksi antara kedua variabel tersebut. Pada tabel Gage
R&R %Contribution memiliki total 92,70% menunjukkan bahwa sistem
pengukuran tersebut ditolak, dengan detail Part-to-Part sebesar 7,30%.
Repeatability sebesar 92,19%, dan Reproducibility sebesar 0,51%. Total Gage
R&R didapat nilai %Study Var sebesar 96,28 %, menunjukkan bahwa sistem
pengukuran tersebut ditolak.
Pada tabel Gage R&R %Contribution memiliki total 86,78%, artinya
sistem pengukuran tersebut ditolak, dengan detail Part-to-Part sebesar 13,22 %.
Repeatability sebesar 85,75% dan Reproducibility sebesar 1,03%. Total Gage
R&R didapat nilai %Study Var sebesar 93,16%, menunjukkan bahwa sistem
pengukuran tersebut ditolak.
Ketepatan pengukuran sangat berpengaruh terhadap besar nilai
Repeatability, Part to Part maupun Reproducibility. Part to Part merupakan
variasi ukuran antara part dengan part yang lain. Repeatability merupakan variasi
yang disebabkan oleh alat ukur yang digunakan dalam pengukuran. Sehingga
perlu dilakukan perbaikan terhadap alat ukur yang digunakan. Reproducibility
merupakan variasi yang disebabkan oleh operator berbeda mengukur part yang
sama dengan alat ukur yang sama berulang kali.

4.2.2.2.4. Evaluasi Perhitungan Defects per Opportunity (DPO)


Berdasarkan perhitungan DPO, didapatkan nilai DPO sebesar 0, 1164.
Hal ini bisa dikurangi dengan melakukan perbaikan pada sistem produksi ragum
yaitu pada bagian mesin, material, manusia, dan metode.

4.2.2.2.5. Evaluasi Penentuan Nilai Six Sigma


Dari hasil perhitungan dengan menggunakan six sigma calculator
terhadap data kecacatan produksi diperoleh nilai process sigma level sebesar 3,63.
Dapat dikatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi batas
spesifikasi proses produksi yang ditentukan untuk menghasilkan ragum sudah
cukup baik karena sudah mendekati implementasi level nilai sigma yaitu 6.
Setelah nilai DPMO diperoleh, maka dicari nilai six sigma level dengan DPMO
menggunakan rumus =NORMSINV(Probability) sehingga didapatkan hasil six
sigma level sebesar 3,3627. Nilai tersebut sudah mendekati perhitungan
menggunakan Six Sigma Calculator.

4.2.2.3. Evaluasi Analyze


4.2.2.3.2. Evaluasi Analyze Data Atribut
Evaluasi Analyze Data Atribut dilakukan dengan menggunakan
histogram, pareto diagram, scatter diagram, Cause and effect diagram, dan
Failure Mode Effect Analysis (FMEA), terdiri dari:
a. Data histogram diambil dari data Number of Nonconforming. Jenis kecatatan
pada sompel sebanyak 12 buah, bergerigi sebanyak 13 buah, dan gores
sebanyak 12 buah.
f. Prinsip Pareto sebagai aturan 80/20 yang berarti bahwa 80% kecacatan yang
terjadi pada ragum disebabkan oleh 20% ragum yang cacat, yaitu sompel,
bergerigi, dan gores. Dari diagram dapat dilihat bahwa persentase kumulatif
untuk jenis bergerigi dan gores berada di bawah 80%, tepatnya 35,1% dan
67,6%, artinya masalah kecacatan bergerigi dan gores perlu diselesaikan.
a. Nilai korelasi pada scatter diagram yang didapatkan menunjukkan
bahwasanya hubungan cacat sompel, bergerigi, dan gores memiliki korelasi
yang kuat terhadap nilai non conformities.
b. Dari cause and effect diagram diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi
kecacatan ragum adalah faktor manusia (berkaitan dengan pengalaman dan
keterampilan pekerja), material (berkaitan dengan bahan baku), mesin
(berkaitan dengan perawatan dan penggunaan mesin), dan metode (berkaitan
dengan metode atau cara kerja operator).
c. Dari FMEA dapat dilihat bahwa nilai RPN (Risk Priority Number) pada cacat
bergerigi adalah 404. Sedangkan nilai tertinggi dan terendah pada cacat
bergerigi adalah 144 dan 60. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan segera
terhadap faktor metode dan manusia dari jenis kecacatan pada ragum. Nilai
RPN (Risk Priority Number) pada cacat gores adalah 356. Sedangkan nilai
tertinggi dan terendah pada cacat gores adalah 120 dan 60. Untuk itu perlu
dilakukan perbaikan segera terhadap faktor manusia dan mesin dari jenis
kecacatan pada ragum.

4.2.2.3.3. Evaluasi Analyze Data Variabel


Untuk perhitungan uji kenormalan data dimensi I dan dimensi II, hasil
perhitungan Process Capability dimensi I (panjang ragum) diperoleh bahwa nilai
Cp sebesar 0,41 dan nilai Cpk sebesar 0,36. Nilai Cp < 1 berarti mengindikasikan
bahwa proses produksi tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hasil
perhitungan Process Capability dimensi II (lebar ragum) diperoleh bahwa nilai Cp
sebesar 0,68 dan nilai Cpk sebesar 0,46. Nilai Cp < 1 berarti mengindikasikan
bahwa proses produksi tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Perhitungan yang tidak sesuai juga dapat disebabkan oleh nilai
ketelitian alat ukur penggaris yang dipakai pada saat pengayaan materi masih
sangat minim.

4.2.2.4. Evaluasi Improve


Pada tahap improve, penyusunan rencana perbaikan dibuat
mengunakan metode 5W+1H, diberikan saran peningkatan mutu dan kualitas
produksi ragum berupa beberapa langkah perubahan yang berorientasi pada
material, metode, mesin, dan manusia, yakni memberikan pelatihan dan
pengarahan kepada operator sebelum bekerja, menetapkan lama waktu
penyimpanan bahan dan melakukan monitoring bahan di ruang penyimpanan
secara rutin, mengganti part mesin yang rusak dan melakukan maintenance secara
rutin, dan mengevaluasi standar yang telah ditetapkan dan memastikan operator
dapat menjalankannya.

4.2.2.5. Evaluasi Control


Pada tahap control, tools atau alat yang digunakan adalah Standard
Operational Procedure (SOP). Pembuatan SOP pada proses pembuatan ragum
dengan menambahkan langkah-langkah untuk memperbaiki material, mesin,
manusia dan metode dimana cenderung menyebabkan kecacatan serta diharapkan
mampu menekan jumlah kecacatan produk pada ragum.

Anda mungkin juga menyukai