Anda di halaman 1dari 348

SALINAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR ll TAHUN 2O2I
TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2OO4

TENTANG KE.IAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah


negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakim€rn
yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah
satu badan yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa untuk menjamin kedudukan dan peran
Kejaksaan Republik Indonesia dalam melaksanakan
kekuasaan negara, terutama di bidang penuntutan
serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang,
Kejaksaan Republik Indonesia harus bebas dari
pengaruh kekuasaan pihak mana pun;
d. bahwa ketentuan mengenai Kejaksaan Republik
Indonesia sebagaimana diatur dalarn Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2OO4 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia sebagian sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2OO4 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

Mengingat . . .

SK No 112784 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-2-
Mengingat 1 Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
t945;
2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2OO4 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 67 , Tarnbahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44Oll;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS


UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2OO4 TENTANG
KE.IAKSAAN REPUBLIK INDONESIA.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2OO4 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor
67 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
44oll, diubah sebagai berikut:
1 Frasa Bagian Pertama Pengertian pada BAB I
KETENTUAN UMUM dihapus.

2. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan
yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan Undang-Undang.

2. Jaksa

SK No 112785 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-3-
2. Jaksa adalah pegawai negeri sipil dengan jabatan
fungsional yang memiliki kekhususan dan
melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya
berdasarkan Undang-Undang.
3. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang
oleh Undang-Undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
serta wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
4. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk
melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam hukum acara pidana dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.

3. Frasa Bagian Kedua Kedudukan pada BAB I


KETENTUAN UMUM dihapus.

4. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 2
(1) Kejaksaan dalam menjalankan fungsinya yang
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
dilaksanakan secara merdeka.
(2) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah satu dan tidak terpisahkan.

5. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 3
Pelaksanaan fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1), diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan
Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri.

6. Ketentuan.

SK No 112786 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-4-
6. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 4
(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di ibu kota negara
Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi
dan daerah hukumnya meliputi wilayah yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden atas
usul Jaksa Agung.
(3) Kejaksaan Negeri berkedudukan di ibu kota
kabupatenlkota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Presiden atas usul Jaksa Agung.
(4) Cabang Kejaksaan Negeri berkedudukan di dalam
yurisdiksi Kejaksaan Negeri dan daerah hukumnya
meliputi wilayah yang ditetapkan oleh Jaksa Agung
setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang aparatur negara.

7. Bagian Pertama pada BAB II SUSUNAN KEJAKSAAN


diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB II
SUSUNAN KE^IAKSAAN

Bagian Kesatu
Umum

8. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 6
Susunan organisasi dan tata kerja Kejaksaan diatur
dengan Peraturan Presiden.

9. Ketentuan .

SK No 112787 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-5-
9. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 7
(1) Pembentukan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(2) Dalam hal tertentu Cabang Kejaksaan Negeri dapat
dibentuk di daerah hukum Kejaksaan Negeri.
(3) Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (21 dibentuk oleh Jaksa Agung setelah
mendapatkan pertimbangan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
aparatur negara.

10. Di antara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 7A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7A
(1) Pegawai Kejaksaan terdiri atas:
a. Jaksa; dan
b. aparatur sipil negara non-Jaksa.
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pegawai Kejaksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

11. Ketentuan ayat (3), ayat (41, dan ayat (5) Pasal 8 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8
(1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa
bertindak untuk dan atas narna negara serta
bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa, Jaksa melakukan Penuntutan.
(a) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa
senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati
nurani dengan mengindahkan norna keagamaan,
kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan
menjunjung tinggr nilai kemanusiaan yang hidup
dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga
kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam...

SK No 112788 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-6-
(5) Dalam melaksanakan tugasdan wewenangnya,
pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa
hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

L2.Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 2 (dua) pasal,


yakni Pasal 8A dan Pasal 88 sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 8A
(1) Dalam menjalankan tugas dan wewenang, Jaksa
beserta anggota keluarganya berhak mendapatkan
pelindungan negara dari ancaman yang
membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
(2) Pelindungan negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan atas permintaaan Kejaksaan
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1,) dan
ayat (21diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8B
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Jaksa
dapat dilengkapi dengan senjata api serta sarana dan
prasarana iainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

13. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
pasal 9
(1) Syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. bertal<rva kepada T\rhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. benjazah paling rendah sarjana hukum pada saat
masuk Kejaksaan;
e. berumur paling rendah 23 (dua puluh tiga) tahun
dan paling tinggr 30 (tiga puluh) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g.berintegritas...

SK No 112789 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7 -

g. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan


berkelakuan tidak tercela; dan
h. pegawai negeri sipil.
(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk dapat diangkat menjadi Jaksa, seseorang
harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan
Jaksa.

14. Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 2 (dua) pasal,


yakni Pasal 9A dan Pasal 98 sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 9A
(1) Pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (21
dilaksanakan oleh Kejaksaan melalui lembaga
pendidikan khusus Jaksa.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
pembentukan Jaksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 98
(1) Penyusunan, penetapan kebutuhan, dan pengadaan
calon Jaksa, pangkat dan jabatan, pengembangan
karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian
kinerja, kedisiplinan, dan pengawasan untuk Jaksa
dilakukan secara terbuka, profesional, dan
akuntabel yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
15. Ketentuan ayat (1) Pasal 10 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 10
(1) Sebelum memangku jabatannya, Jaksa wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agama
atau kepercayaannya di hadapan Jaksa Agung.

(2) Sumpah

SK No 112790 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-8-
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berbunyi sebagai berikut:

"Saya bersumpah/ berjanji:


bahwa saya akan setia kepada dan
mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai
dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan
menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta
senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam
jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh,
saksama, objektif, jujur, berani, profesional, adil,
tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras,
gender, dan golongan tertentu, dan akan
melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-
baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya
kepada T\rhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa,
dan negara;
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur
tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh
melaksanakan tugas dan wewenang saya yang
diamanatkan Undang-Undang kepada saya;
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak
langsung, dengan menggunakan nama atau cara
apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
sesuatu apa pun kepada siapa pun juga;
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapa
pun juga suatu janji atau pemberian."

16. Di antara

SK No Il279I A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-9-
16. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 11A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11A
(1) Jaksa dapat ditugaskan untuk menduduki atau
mengisi jabatan:
a. di luar instansi Kejaksaan;
b. pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
c. dalam organisasi internasional;
d. dalam organisasi profesi internasional; atau
e. pada penugasan lainnya.
(2) Pelaksanaan tugas Jaksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilaksanakan dengan rangkap jabatan
sepanjang terkait dengan kompetensi dan kewenangan
Jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan Jaksa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

17. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;
c. telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun;
d. meninggal dunia; atau
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas.
18. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 13
(1) Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya dengan alasan:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan dengan berencana;
b. secara terus-menerus melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas atau pekerjaannya;

c. melanggar

SK No 112792 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10-
c. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10;
d. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11; atau
e. melakukan pelanggaran berat sebagaimana yang
diatur dalam kode etik Jaksa.
(21 Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat
dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah
Jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa
serta tata cara pembelaan diri diatur dengan
Peraturan Kejaksaan.

19. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 17
Setiap Jaksa memperoleh gaji, tunjangan, dan hak
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

20. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 18
(1) Jaksa Agung merupakan Penuntut Umum tertinggi
dan pengacara negara di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Jaksa Agung dengan kuasa khusus ataupun karena
kedudukan dan jabatarmya bertindak sebagai Jaksa
Pengacara Negara, di bidang perdata dan tata usaha
negara serta ketatanegaraan di semua lingkungan
peradilan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama negara atau pemerintahan,
maupun kepentingan umum.
(3) Jaksa Agung bersama-sama menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh
Presiden dapat menjadi kuasa dalam menangani
perkara di Mahkamah Konstitusi.

(4) Jaksa

SK No 112793 A
PRESIDEN
FIEPUBLIK INDONESIA

- 11-
(4) Jaksa Agung merupakan pimpinan dan penanggung
jawab tertinggi Kejaksaan yang memimpin,
mengendalikan pelaksanaan tugas, wewenang
Kejaksaan, dan tugas lain yang diberikan oleh
negara.
(5) Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa
Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(6) Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan
satu kesatuan unsur pimpinan.
(7) Jaksa Agung Muda merupakan unsur pembantu
pimpinan.

21. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 20
Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertalcrva kepada T\rhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. benjazah paling rendah sarjana hukum;
e. sehatjasmani dan rohani; dan
f. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan
berkelakuan tidak tercela.

22.Ketentuan ayat (1) Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:
Pasal 22
(1) Jaksa Agung diberhentikan dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakitjasmani atau rohani secara terus-meneruls;
d. berakhirnya masa jabatan Presiden Republik
Indonesia dalam satu periode bersama-sarna masa
jabatan anggota kabinet;
e. diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
Presiden dalam periode yang bersangkutan;
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

g. tidak

SK No 112794 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t2-
g. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20; atau
h. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

23. Ketentuan ayat (3) Pasal 23 diubah sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 23
(1) Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2) Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa
Agung.
(3) Wakil Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diangkat dari Jaksa Agung Muda atau yang
dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan
jabatan karier sebagai Jaksa.

24.Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 24
(1) Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2) Jaksa Agung Muda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diangkat dari Jaksa yang pernah menjabat
sebagai kepala Kejaksaan Tinggi.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
tidak berlaku bagi kandidat Jaksa Agung 'Muda
Bidang Pidana Militer yang berasal dari prajurit
Tentara Nasional Indonesia.

25. Judul Bagian Kelima Jabatan Fungsional dan Tenaga


Ahli pada BAB II SUSUNAN KEJAKSAAN diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Kelima
Penugasan dari Luar Kejaksaan

26. Ketentuan

SK No 112795 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-13-
26.Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 29
Pada Kejaksaan dapat ditugaskan aparatur sipil negara,
prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lain
yang tidak menduduki jabatan Jaksa, serta , yang
diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

27 . Bagian Pertama pada BAB III TUGAS DAN WEWENANG


diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG

Bagian Kesatu
Umum

28. Di antara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 3 (tiga) pasal,


yakni Pasal 30A, Pasal 30B, dan Pasal 3OC sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3OA
Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang
melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan
pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset
lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.

Pasal 30B
Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan
berwenang:
a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamarlan,
dan penggalangan untuk kepentingan penegakan
hukum;
b. menciptakan kondisi yang mendukung dan
mengamankan pelaksanaan pembangunan;
c. melakukan kerja sarna intelijen penegakan hukum
dengan lembaga intelijen dan/atau penyelenggara
intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar
negeri;
d.melaksanakan...

SK No 112796 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t4-
d. melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, dan
nepotisme; dan
e. melaksanakan pengawasan multimedia.

Pasal 30C
Selain melaksanakan tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan
Pasal 3OB Kejaksaan:
a. menyelenggarakan kegiatan statistik kriminal dan
kesehatan yustisial Kej aksaan ;
b. turut serta dan aktif dalam pencarian kebenaran atas
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan
konflik sosial tertentu demi terwujudnya keadilan;
c. turut serta dan aktif dalam penanganan perkara
pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses
rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya;
d. melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi
untuk pembayaran pidana denda dan pidana
pengganti serta restitusi;
e. dapat memberikan keterangan sebagai bahan
informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaloeya
dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah
diproses dalam perkara pidana untuk menduduki
jabatan publik atas permintaan instansi yang
berwenang;
f. menjalankan fungsi dan kewenangannya di bidang
keperdataan dan/atau bidang publik lainnya
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang;
g. melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana
denda dan uang pengganti;
h. mengajukan peninjauan kembali; dan
i. melakukan penyadapan berdasarkan Undang-Undang
khusus yang mengatur mengenai penyadapan dan
menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak
pidana.

29. Ketentuan Pasal 31 tetap, penjelasan Pasal 31 diubah


sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi
pasal.

30.Ketentuan...

SK No 112797 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-15-
30. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 33
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
Kejaksaan membina hubungan kerja sama dan
komunikasi dengan:
a. lembaga penegak hukum dan instansi lainnya;
b. lembaga penegak hukum dari negara lain; dan
c. lembaga atau organisasi internasional.
31. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 34
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam
bidang hukum kepada Presiden dan instansi
pemerintah lainnya.

32. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 3 (tiga) pasal,


yakni Pasal 34A, Pasal 348, dan Pasal 34C sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34A
Untuk kepentingan penegakan hukum, Jaksa dan/atau
Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya
dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kode etik.

Pasal 34B
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang,
Jaksa dapat menggunakan tanda nomor kendaraan
bermotor khusus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 34C
(1) Penuntut Umum dapat mendelegasikan sebagian
kewenangan Penuntutan kepada penyidik untuk
perkara tindak pidana ringan.
(2) Ketentuan...

SK No 112798 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16-
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian
sebagian kewenangan Penuntutan oleh Penuntut
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Kejaksaan.

33. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 35
(1) Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenzrng:
a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan
penegakan hukum dan keadilan dalam ruang
lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;
b. mengefektifkan penegakan hukum yang diberikan
oleh Undang-Undang;
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan
umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
kepada Mahkamah Agung dalam lingkup peradilan
umum, peradilan tata usaha negara, peradilan
agarna, dan peradilan militer;
e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum
kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan
kasasi dalam lingkup peradilan umum, peradilan
tata usaha negara, peradilan agama, dan peradilan
militer;
f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk
masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam
perkara pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
g. mengoordinasikan, mengendalikan, dan
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
Penuntutan tindak pidana yang dilakukan
bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan
umum dan peradilan militer;
h. sebagai penyidik dan Penuntut Umum dan
pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap perkara
tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia
yang berat;
i. mendelegasikan sebagian kewenangan
Penuntutan kepada Oditur Jenderal untuk
melakukan Penuntutan;
j. mendelegasikan. . .

SK No 112799 A
PRESIDEN
REPLIBLIK !NDONESIA

-t7-
j. mendelegaslkan sebagian kewenangan
Penuntutan kepada Penuntut Umum untuk
melakukan Penuntutan; dan
k. menangani tindak pidana yang menyebabkan
kerugian perekonomian negara dan dapat
menggunakan denda damai dalam tindak pidana
ekonomi berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf i dan huruf j diatur dengan Peraturan
Kejaksaan.

34. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36, disisipkan 2 (dua)


pasal, yakni Pasal 35A dan Pasal 35B sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 35A
(1) Jaksa Agung dapat memberikan penghargaan
kepada pegawai Kejaksaan atau pihak yang
berkontribusi besar untuk kemajuan penegakan
hukum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Kejaksaan.

Pasal 35B
(1) Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc
yang terdiri atas unsur pemerintah atau masyarakat
dalam penyidikan perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
(2) Jaksa Agung dapat mengangkat Penuntut Umum ad
hoc yang terdiri atas unsur pemerintah atau
masyarakat dalam Penuntutan perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang berat.
(3) Ketentua,n lebrih lanjut mengenai pengangkatan
penyidik ad hoc dan Penuntut Umum ad hoc
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21
diatur dengan Peraturan Kejaksaan.

35. Ketentuan

SK No 112800 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-18-
35. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36
(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka
atau terdakwa untuk berobat atau menjalani
perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali
dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan
di luar negeri.
(21 lzin secara tertulis untuk berobat atau menjalani
perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala
Kejaksaan Negeri setempat dan dilaporkan secara
berjenjang kepada Jaksa Agung.
(3) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani
perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya
diberikan oleh Jaksa Agung.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (ll, ayat (21,
dan ayat (3), hanya diberikan atas dasar
rekomendasi dokter.
(5) Dalam hal diperlukan perawatan di luar negeri,
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang
dikaitkan karena fasilitas perawatan di dalam negeri
belum mencukupi.

36. Ketentuan Pasal 37 tetap, penjelasan ayat (1) Pasal 37


diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal
demi pasal.

37. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 39
Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang
diatur dalam:
a. Qanun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Pemerintah Aceh; dan
b. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai otonomi khusus Papua,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
38. Di antara . . .

SK No 112801 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-19-
38. Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 39A sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 39A
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.

39.Di antara Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 40A sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 40A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
pemberhentian Jaksa yang berusia 60 (enam puluh)
tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia
pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2OO4 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2OO4 Nomor 67, Tambahan Lernbaran Negara Republik
Indonesia Nomor 44oll.

Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar

SK No 112802 A
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

-20-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam l,embaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2O2l

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2O2l

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2I NOMOR 298

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARTAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ang Perundang-undangan
Hukum,

vanna Djaman

SK No 112962 A
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2O2L

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2OO4


TENTANG KE.IAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

I UMUM
Demi mewujudkan negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dibuhrhkan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak dapat dipisahkan
dari kemandirian kekuasaan Penuntutan dalam rangka menjamin
terpenuhinya hak-hak warga negara atas pengakuan, pelindungan, dan
kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sarna di hadapan hukum
dalam proses peradilan pidana.
Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang Penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-
Undang. Kejaksaan dalam menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman dilaksanakan secara merdeka. Pengaturan fungsi
Kejaksaan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman perlu dikuatkan
sebagai landasan kedudukan kelembagaan dan penguatan tugas dan
fungsi Kejaksaan.
Dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang Penuntutan,
kewenangan Kejaksaan untuk dapat menentukan apakah suatu perkara
dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan memiliki arti penting dalam
menyeimbangkan antara aturan yang berlaku lrechtmatigheidl dan
interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan
(doelmatigheid) dalam pro se s peradilan p idana.

Adanya .

SK No 112804A
PRESIDEN
IIEPUBLIK INDONESIA

-2-
Adanya perkembangan kebutuhan hukum yang melatarbelakangi
perubahan Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
termasuk beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang mempengaruhi
pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan, seperti Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 6-13-20IPUU/VIII l2OlO tanggal 13 Oktober 2010 yang
membuat kewenangan Jaksa untuk menarik barang cetakan dalam rangka
pengawasan harus dilakukan melalui pengujian di sidang pengadilan.
Kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi Penuntutan
Qroseantoial disqetionary atau opportuniteit beginselen) yang dilakukan
dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang
hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi
perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang
menuntut adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-
mata mewujudkan keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan
restoratif. Untuk itu, keberhasilan tugas Kejaksaan dalam melaksanakan
Penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan
ke pengadilan, termasuk juga penyelesaian perkara di luar pengadilan
melalui mediasi penal sebagai implementasi dari keadilan restoratif yang
menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan.
Selaras dengan komitmen Indonesia dalam memajukan kerja sarna
internasional di bidang penegakan hukum melalui ratifikasi United Nations
Against Tlansnational Organized Crime (UNTOC) dan United Nations
Conuentions Against Corntption (UNCAC), terdapat beberapa ketentuan
dalam konvensi tersebut yang mempengaruhi kewenangan, tugas, dan
fungsi Kejaksaan. Pada tahun 2Ol4 United Nations OJfie on Dntgs and
Cime (UNODC) dan International Association of hoseantors (IAP)juga telah
menerbitkan pedoman tentang status dan peran Penuntut Umum (77re
Sfatus and Role of hoseantors) sebagai implementasi dari United Nations
Guidelines on The Role of hoseantors tahun 1990 yang mendorong
penguatan kelembagaan Kej aksaan, khu su snya terkait indepe nden si dalam
Penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas,
dan pelindungan bagi para Jaksa.
Hal lain yang menjadi penting dalam menguatkan kedudukan Jaksa
sebagai pegawai negeri sipil dengan jabatan fungsional memiliki
kekhususan yang mengakomodasi karakteristik Jaksa untuk optimalisasi
pelaksanaan tugas dan fungsinya dan penguatan organisasi, termasuk
pengaturan rangkap jabatan penugasErn Jaksa di luar instansi Kejaksaan
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan Jaksa.

Perubahan .

SK No I12805 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-3-
Perubahan dalam Undang-Undang ini juga mengonsolidasikan
beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa yang diatur
dalam berbagai ketentuan peraturan perLlndang-undangan sehingga lebih
komprehensif dan dapat dilaksanakan secara lebih optimal, seperti
kewenangan menggunakan denda damai, melakukan intelijen penegakan
hukum, dan pemulihan aset. Untuk mengoptimalkan penegakan hukum,
pelaksanaan wewenang dilakukan secara koordinatif dan terpadu dengan
instansi dan/atau lembaga lain sesuai dengan kewenangannya
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perubahan pengaturan yang diakomodasi dalam Undang-Undang ini
juga dilakukan untuk menindaklanjuti kekhususan dari suatu wilayah di
Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Qanun di Aceh dan penyelesaian
perkara secara adat di Papua.
Untuk terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, hukum di Indonesia harus dapat menjamin bahwa
pembangunan dan seluruh aspeknya didukung oleh suatu kepastian
hukum yang berkeadilan. Untuk itu, Kejaksaan harus mampu terlibat
sepenuhnya dalam pembangunan di segala aspek serta wajib untuk turut
menjaga keutuhan serta kedaulatan bangsa dan negara, menjaga dan
menegakkan kewibawaan Pemerintah dan negara, melindungi kepentingan
masyarakat, serta berpartisipasi aktif dalam perkembangan hukum
antarnegara dan internasional.
Dengan demikian, perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2OO4
tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah menjadi suatu keniscayaan
untuk dapat berjalan secara sempurna dan optimal.
Dalam Undang-Undang ini, beberapa hal yang disempurnakan antara lain:
1. Penyesuaian standar pelindungan terhadap Jaksa dan keluarganya di
Indonesia sesuai dengan standar pelindungan profesi Jaksa yang
diatur di dalam United Nations Guidelines on th.e Role of Proseantors
dan International Association of Proseantor (IAP) mengingat Indonesia
telah bergabung menjadi anggota IAP sejak tahun 2006.
2. Pengaturan mengenai intelijen penegakan hukum (intelijen yustisial)
yang disesuaikan dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai
intelijen negara.
3. Kewenangan pengawasan barang cetakan dan multimediayang diatur
dan menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-
l3-2OlPUUlVilIl2OlO tanggal 13 Oktober 2O1O bahwa Kejaksaan
sebagai lembaga negara yang melakukan pengamurnan terhadap
peredaran barang cetakan harus melakukan penyitaan atau tindakan
hukum lain melalui proses peradilan karena perkembangan teknologi,
termasuk di dalamnya perkembangan teknologi multimedia.
4. Pengaturan

SK No 112806 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,

-4-
4. Pengaturan fungsi aduocaat generaal bagi Jaksa Agung.
Pada dasarnya, Jaksa Agung memiliki kewenangan aduocaat
generaal, antara lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Mahkamah Agung, yaitu Jaksa Agung dapat
mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada
Mahkamah Agung dalam permohonan kasasi.
5. Pengaturan mengenai penyelenggaraan kesehatan yustisial
Kejaksaan dalam mendukung tugas dan fungsi Kejaksaan.
6. Penguatan sumber daya manusia Kejaksaan melalui pengembangan
pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian, dan kedinasan.
7. Pengaturan kewenangan kerja sama Kejaksaan dengan lembaga
penegak hukum dari negara lain, dan lembaga atau organisasi
internasional mengingat kedudukan Kejaksaan sebagai titik tumpuan
(focal point) pada lembaga International Association of Anti Comtption
Authoities (IAACAI, International Association of Proseantor (IAP), dan
forum Jaksa Agung Cina-ASEAN.
8. Pengaturan untuk kewenangan lain Kejaksaan seperti memberikan
keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau
tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses
dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Angka 1
Cukup jelas.

Angka 2
Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 3
Cukup jelas.

Angka 4
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat(2)...

SK No 112807 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-5-
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "satu dan tidak terpisahkan"
adalah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang Kejaksaan yang bertujuan memelihara
kesatuan kebijakan Kejaksaan sehingga dapat
menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir,
tata laku, dan tata kerja Kejaksaan (een en
ondeelbarheids).

Angka 5
Pasal 3
Cukup jelas

Angka 6
Pasal 4
Cukup jelas.

Angka 7
Cukup jelas.

Angka 8
Pasal 6
Cukup jelas.

Angka 9
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21

Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah


keadaan yang harus dipertimbangkan perlunya
percepatan layanan hukum kepada masyarakat dalam
pembentukan Cabang Kejaksaan Negeri, antara lain:
a. wilayah hukum Kejaksaan Negeri yang luas;
b. kondisi geografis dan demografis; dan/atau
c. intensitas layanan tugas yang tinggi.
Ayat(3) ...

SK No 112770 A
PRESIDEN
REPUBLIK !NDONESIA

-6-
Ayat (3)
Cukup jelas

Angka 10
Pasal 7A
Cukup jelas.

Angka 11
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini bertujuan untuk memberikan
pelindungan kepada Jaksa yang telah diatur dalam
Guidelines on the Role of Proseantors dan International
Association of Proseantors, yaitu negara akan menjamin
bahwa Jaksa sanggup untuk menjalankan profesi mereka
tanpa intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang
tidak tepat, atau pembeberan yang belum diuji
kebenarannya, baik terhadap pertanggungjawaban
perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.

Angka 12
Pasal 8A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "keluarga" meliputi orang yang
mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat
ketiga, orang yang mempunyai hubungan perkawinan,
atau orang yang menjadi tanggungan dari Jaksa.

Ayat(2)...

SK No ll277l A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7 -

Ayat (21

Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.

Angka 13
Pasal 9
Cukup jelas.

Angka 14
Pasal 9A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "lembaga pendidikan khusus
Jaksa" adalah unit organisasi di lingkungan Kejaksaan
yang melaksanakan fungsi pendidikan dan pelatihan,
yang memiliki kewenangan yang tidak hanya
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
pembentukan Jaksa, tetapi juga menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan profesi dan fungsional keahlian,
serta yang mendukung tugas dan fungsi Kejaksaan.
Ayat (21

Cukup jelas
Pasal 98
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "adil" adalah pelaksanaan
terhadap pen5rusunan, penetapan kebutuhan, dan
pengadaan calon Jaksa; pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, dan kedisiplinan; dan pengawasan
untuk Jaksa harus mencerminkan keadilan secara
proporsional serta tidak ada diskriminasi dalam
pelaksanaannya.

Yang...

SK No 112772 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-8-
Yang dimaksud dengan "wajar" adalah pelaksanaan
terhadap penJrusunan, penetapan kebutuhan, dan
pengadaan calon Jaksa; pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, kedisiplinan; dan pengawasan untuk
Jaksa dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
tanpa memberikan persyaratan tambahan, bebas dari
keraguan, dan ketidakjujuran serta lengkap
informasinya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 15
Pasal 10
Cukup jelas

Angka 16
Pasal 1 1A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penugasan Jaksa pada perwakilan Republik
Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perrrndang-undangan di bidang
hubungan luar negeri.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

Cukup jelas.

Ayat(21 ...

SK No 112773 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-9-
Ayat (21

Yang dimaksud dengair "rangkap jabatan" adalah jabatan


fungsional dan jabatan pimpinan tinggi, jabatan
fungsional dan jabatan administrator, serta jabatan
fungsional dan jabatan pengawas yang memiliki
keterkaitan kompetensi dan kewenangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 17
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani secara
terus-menerus" adalah sakit yang menyebabkan
penderita tidak mampu melakukan tugas dan
kewajibannya dengan baik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e

Cukup jelas

Angka 18
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

SK No 112774 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-10-
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas atau pekerjaan" adalah apabila
dalam jangka waktu paling lama 46 (empat puluh
enam) hari kerja secara berturut-turut, yang
bersangkutan tidak
menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 19
Pasal 17
Cukup jelas

Angka 2O

Pasal 18
Ayat (1)

Cukup jelas
Ayat (2)

Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)

SK No llz775 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 11-
Ayat (a)
Karena Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung
jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas
dan wewenang Kejaksaan, Jaksa Agung juga merupakan
pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang
Penuntutan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "kesatuan unsur pimpinan"
adalah wujud keterpaduan dan kebersamaan antara
Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Jaksa
Agung.
Ayat (71

Cukup jelas

Angka 2 1
Pasal 2O

Cukup jelas.

Angka 22
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani
secara terus-menertls" adalah sakit yang
menyebabkan penderita tidak mampu melakukan
tugas dan kewajibannya dengan baik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e

SK No 112754 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t2-
Huruf e

Presiden dapat sewaktu-waktu memberhentikan


Jaksa Agung sesuai dengan hak prerogatif Presiden.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g

Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (21
Cukup jelas.

Angka 23
Pasal 23
Ayat (1)
Jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu
Jaksa Agung, khususnya dalam pembinaan administrasi
sehari-hari dan segi-segi teknis operasional lainnya.
Karena sifat tugasnya tersebut, jabatan Wakil Jaksa
Agung merupakan Jaksa karier dalam lingkungan
Kejaksaan.
Pengusulan pencalortan oleh Jaksa Agung harus
memperhatikan pembinaan karier di lingkungan
Kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "yang dipersamakan" adalah
jabatan yang setara dengan Eselon I di lingkungan
Kejaksaan.

Angka 24
Pasal 24
Cukup jelas
Angka25...

SK No 112755 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-13-

Angka 25
Cukup jelas.

Angka 26
Pasal 29
Cukup jelas.

Angka 27
Cukup jelas

Angka 28
Pasal 3OA
Yang dimaksud dengan "aset perolehan tindak pidana" adalah
aset yang diperoleh dari tindak pidana atau diduga berasal
dari tindak pidana, aset yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana, dan aset yang terkait dengan tindak pidana.

Pasal 30B
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pencegahan korupsi, kolusi, dan
nepotisme" adalah upaya di bidang intelijen penegakan
hukum untuk melakukan pendeteksian dan peringatan
dini terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 30C. . .

SK No 112756 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-14-
Pasal 3OC
Huruf a
Salah satu kontribusi penyelenggaraan kesehatan
yustisial Kejaksaan adalah membangun rumah sakit,
sarana dan prasararLa, serta fasilitas dan kelengkapan
pendukung kesehatan lainnya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas. '

Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Peninjauan kembali oleh Kejaksaan merupakan bentuk
tugas dan tanggung jawab Kejaksaan mewakili negara
dalam melindungi kepentingan keadilan bagi korban,
termasuk bagi negara, dengan menempatkan
kewenangan Jaksa secara proporsional pada kedudukan
yang sama dan seirnbang (equalitg of arms pinciplel
dengan hak terpidana atau ahli warisnya untuk
mengajukan peninjauan kembali. Peninjauan kembali
yang diajukan oleh oditurat dikoordinasikan dengan
Kejaksaan.
Jaksa dapat melakukan Peninjauan kembali apabila
dalam putusan itu suatu
perbuatan yang didakwakan
telah terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu
pemidanaan.

Huruf i

SK No 112757 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-15-
Huruf i
Yang dimaksud dengan "penyadapan" adalah kegiatan
mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah,
menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun
jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau
radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-
men5rurat, dan dokumen lain.

Angka 29
Pasal 3 1
Penempatan terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa,
atau tempat lain dilakukan dengan mempertimbangkan
kepentingan pengobatan yang sesuai dengan hak asasi
manusia, ketertiban, dan keamanan umum.

Angka 30
Pasal 33
Kerja sama yang dilakukan oleh Kejaksaan dilandasi semangat
keterbukaan dan kebersamaan untuk mewujudkan sistem
peradilan pidana terpadu.
Hubungan kerja sama dan komunikasi Kejaksaan dengan
lembaga penegak hukum negara lainnya dan lembaga atau
organisasi internasional dilakukan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang yang mengatur mengenai hubungan luar
negeri dan ketentuan Undang-Undang yang mengatur
mengenai perjanjian internasional serta peraturan perundang-
undangan lainnya.

Angka 3 1

Pasal 34
Cukup jelas
Angka 32

SK No 112758 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESTA.

-t6-
Angka 32
Pasal 34A
Prinsip diskresi yang diatur dalam Pasal 139 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ialah
"setelah penuntut umum menerima kembali hasil penyidikan
yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah
berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat
atau tidak dilimpahkan ke pengadilan." Pengaturan
kewenangan ini dilakukan tanpa mengabaikan prinsip tujuan
penegakan hukum yang meliputi tercapainya kepastian
hukum, rasa keadilan, dan manfaatnya sesuai dengan prinsip
restoratiue justice dan diversi yang menyemangati
perkembangan hukum pidana di Indonesia.
Untuk mengakomodasi perkembangan di masyarakat yang
menginginkan tindak pidana ringan atau tindak pidana yang
bernilai kerugian ekonomis rendah tidak dilanjutkan proses
pidananya dalam prinsip upaya penegakan hukum yang
mengutamakan keadilan.
Hal itu sejalan dengan doktrin diskresi Penuntutan
Qtrosecutoial discrationary) serta kebijakan leniensi (leniencg
policg).

Pasal 348
Cukup jelas.

Pasal 34C
Cukup jelas.

Angka 33
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "mengefektifkan penegakan
hukum" adalah kewenangan Jaksa Agung dalam
menetapkan dan mengendalikan kebijakan
penegakan hukum dan keadilan guna terwujudnya
sistem peradilan terpadu.
Huruf c

SK No 112759 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t7-
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah
kepentingan bangsa dan negara dan/atau
kepentingan masyarakat luas.
Jaksa Agung memperhatikan saran dan pendapat
dari badan-badan kekuasaan negara yang
mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Huruf d
Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Huruf e
Kewenangan ini dalam rangka Jaksa Agung sebagai
aduocaat generaal yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang Penuntutan.
Huruf f
Pelaksanaan tindakan pencegahan dan penangkalan
ini melibatkan instansi yang menyelenggarakan urusan
di bidang keimigrasian.
Huruf g
Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan dalam rangka
penanganan perkara koneksitas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Pendelegasian sebagian kewenangan Penuntutan
kepada Oditur Jenderal merupakan konsekuensi
jabatan Jaksa Agung selaku Penuntut U*um
tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf j
T\rgas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana
ditentukan clengan memperhatikan asas single
proseantion sgstem, asas een en ondelbaar, dar:. asas
oportunitas.
Pendelegasian kewenangan Penuntutan dari Jaksa
Agung kepada Penuntut Umum harus sejalan dengan
kebijakan penegakan hukum yang telah ditetapkan
oleh Jaksa Agung selaku pemilik tunggal
kewenangan Penuntutan.

Yang

SK No 112742 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-18-
Yang dimaksud dengan "melakukan Penuntutan"
dalam ketentuan ini, termasuk koordinasi teknis
Penuntutan seluruh perkara tindak pidana yang
dipertanggungjawabkan pada Jaksa Agung selaku
Penuntut Umum tertinggi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Huruf k
Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian
yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara
mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah,
baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan
kesejahteraan kepada seluruh kehidupan ralryat.
Yang dimaksud dengan "denda damai" adalah
penghentian perkara di luar pengadilan dengan
membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung.
Penggunaan denda damai dalam hal tindak pidana
ekonomi merupakan salah satu bentuk penerapan
asas oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa Agung
dalam tindak pidana perpajakan, tindak pidana
kepabeanan, atau tindak pidana ekonomi lainnya
berdasarkan Undang- Undang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 34
Pasal 35A
Cukup jelas.

Pasal 35B
Cukup jelas.

Angka 35

SK No 112777 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t9-
Angka 35
Pasal 36
Ayat (1)
Untuk memperolehizin berobat atau menjalani perawatan
di dalam negeri, tersangka atau terdakwa atau
keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai
dengan Keputusan Jaksa Agung. Diperlukannya izin
dalam ketentuan ini disebabkan status tersangka atau
terdakwa sedang dikenai tindakan hukum, misalnya
berupa penahanan, kewajiban lapor, dan/atau
pencegahan dan penangkalan.
Yang dimaksud dengan "tersangka atau terdakwa" adalah
tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung
jawab Kejaksaan untuk penyidikan dan Penuntutan serta
untuk kepentingan persidangan.
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan tertentu" adalah
fasilitas pengobatan atau perawatan di dalam negeri tidak
ada.
Ayat (2)

Cukup jelas.
Ayat (3)

Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)

Cukup jelas.

Angka 36
Pasal 37
Ayat (1)
Sebagai perwujudan dari keadilan restoratif, Penuntutan
dilakukan dengan menimbang antara kepastian hukum
(re chtm ati g heid sl d a n ke m an faatan n y a (d o elm atig he id sl .

Ayat (2) . .

SK No 112906 A
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA

-20-
Ayat (2)
Laporan pertanggungiawaban yang disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Ralcyat dilakukan melalui rapat kerja.

Angka 37
Pasal 39
Yang dimaksud dengan "menangani perkara pidana" adalah
seluruh proses yang menjadi kewenangan Kejaksaan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai hukum acara pidana.

Angka 38
Pasal 39A
Cukup jelas

Angka 39
Pasal 4OA
Cukup jelas

Pasal II

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6755

SK No 112907 A
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN
REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2016
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN


REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengembangan profesionalisme


Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas di bidang
bimbingan kemasyarakatan serta untuk meningkatkan
kinerja organisasi, perlu ditetapkan Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia tentang Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang


Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3614);
-2-

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem


Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5332);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5494);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5121);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3845);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3846) sebagaimana telah dua
kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5359);
-3-

7. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 tentang


Kerja Sama Penyelenggaraan Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3857);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang
Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang,
Tugas, dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 3858, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3858);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang
Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4332);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016),
sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 98
Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5467);
-4-

11. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang


Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4193);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4019);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 164);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang
Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 121,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5258);
-5-

16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang


Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak
Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5732);
17. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 89);
18. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang
Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 97 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang
Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 235);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK
INDONESIA TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING
KEMASYARAKATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN
adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang bekerja pada
instansi pemerintah.
-6-

2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS


adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
3. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian PNS dan pembinaan
Manajemen PNS di instansi pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan melaksanakan proses pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian PNS sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan adalah
jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan di
bidang bimbingan kemasyarakatan.
6. Pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan adalah
PNS yang diberikan tugas, tanggung jawab, dan
wewenang untuk melaksanakan kegiatan di bidang
bimbingan kemasyarakatan.
7. Bimbingan Kemasyarakatan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam
menangani klien pemasyarakatan, yang meliputi:
penelitian kemasyarakatan, pendampingan
pembimbingan, pengawasan, dan sidang tim pengamat
pemasyarakatan.
8. Penelitian Kemasyarakatan adalah kegiatan penelitian
untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga
binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan.
9. Pendampingan adalah upaya yang dilakukan
Pembimbing Kemasyarakatan dalam membantu klien
-7-

untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya


sehingga klien dapat mengatasi permasalahan tersebut
dan mencapai perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
10. Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk
meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesionalisme, kesehatan jasmani dan rohani klien
pemasyarakatan.
11. Pengawasan adalah kegiatan pengamatan dan penilaian
terhadap pelaksanaan program layanan, pembinaan dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan
berdasarkan rekomendasi laporan penelitian
kemasyarakatan/penetapan/putusan hakim.
12. Sidang tim pengamat pemasyarakatan adalah kegiatan
yang dilakukan oleh tim pengamat pemasyarakatan
untuk memberikan saran dan rekomendasi mengenai
penyelenggaraan pemasyarakatan.
13. Kategori tindak pidana 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 adalah
pengelompokan jenis tindak pidana berdasarkan tingkat
kompetensi yang dibutuhkan yang ditentukan oleh
Instansi Pembina.
14. Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan adalah tim yang dibentuk dan
ditetapkan oleh Pejabat yang Berwenang dan bertugas
untuk menilai prestasi kerja pejabat fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan.
15. Sasaran Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP
adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh
seorang PNS.
16. Angka kredit adalah satuan nilai dari uraian kegiatan
dan/atau akumulasi nilai dari uraian kegiatan yang
harus dicapai oleh pejabat fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan dalam rangka pembinaan karier yang
bersangkutan.
-8-

17. Angka kredit kumulatif adalah akumulasi nilai angka


kredit minimal yang harus dicapai oleh pejabat
fungsional Pembimbing Kemasyarakatan sebagai salah
satu syarat kenaikan pangkat dan jabatan.
18. Karya Tulis/Karya Ilmiah adalah tulisan hasil pokok
pikiran, pengembangan, dan hasil kajian/penelitian yang
disusun oleh Pembimbing Kemasyarakatan baik
perorangan atau kelompok di bidang bimbingan
kemasyarakatan.

BAB II
RUMPUN JABATAN DAN KEDUDUKAN

Bagian Kesatu
Rumpun Jabatan

Pasal 2
Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan termasuk
dalam rumpun hukum dan peradilan.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 3
(1) Pembimbing Kemasyarakatan berkedudukan sebagai
pelaksana teknis di bidang bimbingan kemasyarakatan.
(2) Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan jabatan karier PNS.
-9-

BAB III
KATEGORI DAN JENJANG JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 4
(1) Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
merupakan jabatan fungsional kategori keahlian.
(2) Jenjang Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dari jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, terdiri
atas:
a. Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama;
b. Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda;
c. Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya; dan
d. Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama.
(3) Jenjang pangkat Pembimbing Kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pangkat untuk masing-masing jenjang Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berdasarkan jumlah angka
kredit yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(5) Penetapan jenjang Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan ditetapkan berdasarkan angka kredit
yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit.
- 10 -

BAB IV
TUGAS JABATAN, UNSUR, DAN SUB UNSUR KEGIATAN

Bagian Kesatu
Tugas Jabatan

Pasal 5
Tugas jabatan Pembimbing Kemasyarakatan yaitu
melaksanakan kegiatan di bidang bimbingan kemasyarakatan.

Bagian Kedua
Unsur dan Sub Unsur Kegiatan

Pasal 6
(1) Unsur kegiatan tugas Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan yang dapat dinilai angka kreditnya,
terdiri atas:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
(2) Unsur utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. pendidikan;
b. bimbingan kemasyarakatan; dan
c. pengembangan profesi.
(3) Sub unsur dari unsur utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), terdiri atas:
a. pendidikan, meliputi:
1. pendidikan formal dan memperoleh ijazah/gelar;
2. pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional/
teknis di bidang bimbingan kemasyarakatan serta
memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan
Pelatihan atau sertifikat; dan
3. diklat Prajabatan.
- 11 -

b. bimbingan kemasyarakatan, meliputi:


1. penelitian kemasyarakatan;
2. pendampingan;
3. pembimbingan;
4. pengawasan; dan
5. sidang tim pengamat pemasyarakatan.
c. pengembangan profesi, meliputi:
1. pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang
bimbingan kemasyarakatan;
2. Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan
lainnya di bidang bimbingan kemasyarakatan; dan
3. membuat buku pedoman/ketentuan
pelaksanaan/ketentuan teknis di bidang
bimbingan kemasyarakatan.
(4) Unsur Penunjang, meliputi:
a. pengajar/pelatih pada diklat fungsional/teknis di
bidang bimbingan kemasyarakatan;
b. peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang
bimbingan kemasyarakatan;
c. keanggotaan dalam organisasi profesi;
d. keanggotaan dalam Tim Penilai Kinerja Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan;
e. perolehan penghargaan/tanda jasa; dan
f. perolehan gelar kesarjanaan lainnya.

BAB V
URAIAN KEGIATAN DAN HASIL KERJA

Bagian Kesatu
Uraian kegiatan sesuai jenjang jabatan

Pasal 7
(1) Uraian kegiatan Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sesuai jenjang jabatannya, sebagai
berikut:
- 12 -

a. Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama,


meliputi:
1. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk penanganan anak yang belum berumur 12
tahun untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
2. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk diversi untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
3. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk sidang pengadilan anak untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
4. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk saksi/korban untuk tindak pidana kategori
5 dan 6;
5. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk tersangka dewasa untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
6. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk perawatan anak di Lembaga Penempatan
Anak Sementara (LPAS) untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
7. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk perawatan tahanan di Rutan untuk tindak
pidana kategori 3;
8. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk menentukan program pembinaan awal/
asimilasi/PB/CB/CMB/CMK anak untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
9. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk menentukan program pembinaan awal/
asimilasi/PB/CB/CMB/CMK narapidana untuk
tindak pidana kategori 3;
- 13 -

10. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan


untuk pemindahan narapidana/anak untuk
tindak pidana kategori 3;
11. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk program pembimbingan klien anak di Balai
Pemasyarakatan (Bapas) untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
12. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk program pembimbingan di Bapas untuk
tindak pidana kategori 3;
13. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk permintaan instansi lain bagi anak/
narapidana untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
14. melakukan kegiatan pendampingan untuk anak
usia dibawah 12 tahun pada saat pengambilan
keputusan dalam rangka penyelesaian perkara
anak untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
15. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak dalam rangka pemeriksaan awal di tingkat
penyidikan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
16. melaksanakan tugas sebagai wakil fasilitator pada
proses musyawarah/mediasi dalam rangka
pelaksanaan diversi untuk tindak pidana kategori
5 dan 6;
17. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak dalam rangka pemeriksaan anak di
Kejaksaan pada saat pelimpahan berkas perkara
dari Kepolisian untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
18. melakukan kegiatan pendampingan musyawarah/
mediasi bagi perkara anak yang tidak memenuhi
syarat diversi untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
- 14 -

19. melakukan kegiatan pendampingan terhadap


anak pada pelaksanaan kesepakatan diversi/
penetapan pengadilan/putusan pengadilan dalam
rangka memastikan kesiapan anak dan pihak
terkait untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
20. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak/dewasa dalam rangka memberikan
pertimbangan/rekomendasi pada proses
persidangan untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
21. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
klien anak/dewasa ke pihak terkait dalam rangka
pemenuhan kebutuhan berdasarkan hasil
assesmen untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
22. melaksanakan kegiatan verifikasi dokumen serta
mencocokan dengan narapidana yang diserah
terimakan dari Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas)/Rumah Tahanan Negara (Rutan) dalam
kegiatan penerimaan dan registrasi klien
pemasyarakatan;
23. melaksanakan kegiatan assesmen resiko dan
kebutuhan dalam rangka menilai tingkat resiko
dan mengidentifikasi kebutuhan pembimbingan
klien untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
24. menyusun program pembimbingan klien anak
tahap awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care)
dalam rangka menentukan kegiatan bimbingan
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
25. menyusun program pembimbingan klien dewasa
tahap awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care)
dalam rangka menentukan kegiatan bimbingan
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
- 15 -

26. melaksanakan kegiatan konseling dalam rangka


pembimbingan kepribadian/kemandirian klien
anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
27. melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling
dalam rangka pembimbingan kepribadian/
kemandirian klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 3;
28. melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien anak untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
29. melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
30. melakukan evaluasi perkembangan bimbingan
klien anak secara berkala untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
31. melakukan evaluasi perkembangan bimbingan
klien dewasa secara berkala untuk tindak pidana
kategori 3;
32. menelaah surat permintaan pindah bimbingan
dari klien anak dan membuat dokumen usulan
pindah bimbingan ke Bapas lain untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
33. melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan
menyusun rekomendasi dalam rangka
menindaklanjuti surat usulan dan dokumen
permintaan pindah bimbingan klien anak dari
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 5 dan 6
34. menelaah surat permintaan pindah bimbingan
dari klien dewasa dan membuat dokumen usulan
pindah bimbingan ke Bapas lain untuk tindak
pidana kategori 3;
- 16 -

35. melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan


menyusun rekomendasi dalam rangka
menindaklanjuti surat usulan dan dokumen
permintaan pindah bimbingan klien dewasa dari
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3;
36. menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien
anak untuk tindak pidana kategori 3;
37. menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien
dewasa untuk tindak pidana kategori 3;
38. melakukan pemetaan peluang kerja sama pihak
ketiga dalam rangka membangun jejaring kerja;
39. melakukan kegiatan pengawasan proses upaya
diversi dalam rangka terlaksananya diversi untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
40. melakukan kegiatan pengawasan penetapan hasil
diversi/putusan hakim terhadap anak untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
41. melakukan kegiatan pengawasan putusan hakim
terhadap klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 3;
42. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
program perawatan dan layanan tahanan anak
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
43. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
program perawatan dan layanan tahanan dewasa
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3;
44. melakukan kegiatan pengawasan program
pembinaan anak di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
- 17 -

45. melakukan kegiatan pengawasan program


pembinaan narapidana dewasa di Lapas/Rutan
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3;
46. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien anak berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
47. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien dewasa berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3;
48. memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen
permintaan izin ke luar negeri dari klien anak
serta membuat dokumen penerusan permintaan
izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
49. memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen
permintaan izin ke luar negeri dari klien dewasa
serta membuat dokumen penerusan permintaan
izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk tindak
pidana kategori 3;
50. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien anak yang mendapatkan izin
keluar negeri/kota berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
51. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin
keluar negeri klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 3;
52. melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB/
CMB/CB/asimilasi/CMK klien anak untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
- 18 -

53. melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB/


CMB/CB/asimilasi/CMK klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 3;
54. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan dalam rangka pembahasan
litmas/pendampingan/pembimbingan/
pengawasan klien; dan
55. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan dalam rangka litmas/pembinaan
narapidana/anak.
b. Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda,
meliputi:
1. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk penanganan anak yang belum berumur 12
tahun untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
2. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk diversi untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
3. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk sidang pengadilan anak untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
4. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk saksi/korban untuk tindak pidana kategori
3 dan 4;
5. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk tersangka dewasa untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
6. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk perawatan anak di LPAS untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
7. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk perawatan tahanan di Rutan untuk tindak
pidana kategori 2;
- 19 -

8. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan


untuk menentukan program pembinaan awal/
asimilasi/PB/CB/CMB/CMK anak untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
9. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk menentukan program pembinaan awal/
asimilasi/PB/CB/CMB/CMK narapidana untuk
tindak pidana kategori 2;
10. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk pemindahan narapidana/anak untuk
tindak pidana kategori 2;
11. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk usulan perubahan pidana dari pidana
penjara seumur hidup menjadi pidana penjara
sementara;
12. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk program pembimbingan klien anak di
Bapas untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
13. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk program pembimbingan di Bapas untuk
tindak pidana kategori 2;
14. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk permintaan instansi lain bagi anak/
narapidana untuk tindak pidana kategori 3 dan 4
15. melaksanakan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi hasil penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
16. melakukan kegiatan pendampingan untuk anak
usia dibawah 12 tahun pada saat pengambilan
keputusan dalam rangka penyelesaian perkara
anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
17. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak dalam rangka pemeriksaan awal di tingkat
penyidikan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
- 20 -

18. melaksanakan tugas sebagai wakil fasilitator pada


proses musyawarah/mediasi dalam rangka
pelaksanaan diversi untuk tindak pidana kategori
3 dan 4;
19. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak dalam rangka pemeriksaan anak di
kejaksaan pada saat pelimpahan berkas perkara
dari kepolisian untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
20. melakukan kegiatan pendampingan musyawarah/
mediasi bagi perkara anak yang tidak memenuhi
syarat diversi Untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
21. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak pada pelaksanaan kesepakatan diversi/
penetapan pengadilan/putusan pengadilan dalam
rangka memastikan kesiapan anak dan pihak
terkait untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
22. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak/dewasa dalam rangka memberikan
pertimbangan/rekomendasi pada proses
persidangan untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
23. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
klien anak/dewasa ke pihak terkait dalam rangka
pemenuhan kebutuhan berdasarkan hasil
asesmen untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
24. melakukan pengawasan dalam pelaksanaan
pendampingan untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
25. melaksanakan kegiatan assesmen resiko dan
kebutuhan dalam rangka menilai tingkat resiko
dan mengidentifikasi kebutuhan pembimbingan
klien untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
- 21 -

26. menyusun program pembimbingan klien anak


tahap awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care)
dalam rangka menentukan kegiatan bimbingan
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
27. menyusun program pembimbingan klien dewasa
tahap awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care)
dalam rangka menentukan kegiatan bimbingan
untuk tindak pidana kategori 2;
28. melaksanakan kegiatan konseling dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien
anak untuk tindak pidana kategori 2;
29. melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling
dalam rangka pembimbingan kepribadian/
kemandirian klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 2;
30. melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
31. melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
32. melaksanakan kegiatan penyampaian materi
bimbingan kelompok dalam rangka pembimbingan
kepribadian/kemandirian;
33. melakukan evaluasi perkembangan bimbingan
klien anak secara berkala untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
34. melakukan evaluasi perkembangan bimbingan
klien dewasa secara berkala untuk tindak pidana
kategori 2;
- 22 -

35. menelaah surat permintaan pindah bimbingan


dari klien anak dan membuat dokumen usulan
pindah bimbingan ke Bapas lain untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
36. melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan
menyusun rekomendasi dalam rangka
menindaklanjuti surat usulan dan dokumen
permintaan pindah bimbingan klien anak dari
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
37. menelaah surat permintaan pindah bimbingan
dari klien dewasa dan membuat dokumen usulan
pindah bimbingan ke Bapas lain untuk tindak
pidana kategori 2;
38. melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan
menyusun rekomendasi dalam rangka
menindaklanjuti surat usulan dan dokumen
permintaan pindah bimbingan klien dewasa dari
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 2;
39. menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien
anak untuk tindak pidana kategori 2;
40. menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien
dewasa untuk tindak pidana kategori 2;
41. melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait
dalam rangka membangun jejaring kerja sama
tingkat kabupaten/kota
42. menyusun dokumen kerjasama dengan pihak
terkait dalam rangka membangun jejaring kerja
sama tingkat kabupaten/kota;
43. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kerja sama tingkat kabupaten/kota;
44. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi pelaksanaan pembimbingan klien untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
- 23 -

45. melakukan kegiatan pengawasan proses upaya


diversi dalam rangka terlaksananya diversi untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
46. melakukan kegiatan pengawasan penetapan hasil
diversi/putusan hakim terhadap anak untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
47. melakukan kegiatan pengawasan putusan hakim
terhadap klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 2;
48. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
program perawatan dan layanan tahanan anak
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
49. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
program perawatan dan layanan tahanan dewasa
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 2;
50. melakukan kegiatan pengawasan program
pembinaan anak di LPKA berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
51. melakukan kegiatan pengawasan program
pembinaan narapidana dewasa di Lapas/Rutan
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 2;
52. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien anak berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
53. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien dewasa berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 2;
- 24 -

54. memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen


permintaan izin ke luar negeri dari klien anak
serta membuat dokumen penerusan permintaan
izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
55. memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen
permintaan izin ke luar negeri dari klien dewasa
serta membuat dokumen penerusan permintaan
izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk tindak
pidana kategori 2;
56. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien anak yang mendapatkan izin
keluar negeri/kota berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
57. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin
keluar negeri klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 2;
58. melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB/
CMB/CB/asimilasi/CMK klien anak untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
59. melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB/
CMB/CB/asimilasi/CMK klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 2;
60. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi pelaksanaan pengawasan klien untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
61. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan dalam rangka pembahasan
litmas/pendampingan/pembimbingan/
pengawasan klien;
62. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan dalam rangka litmas/ pembinaan
narapidana/anak;
- 25 -

63. melaksanakan sidang tim pengamat


pemasyarakatan di kantor wilayah;
64. melaksanakan kegiatan pemeriksaan dokumen
usulan/pencabutan asimilasi/PB/CMB/CB untuk
bahan pembahasan sidang tim pengamat
pemasyarakatan di kantor wilayah; dan
65. melaksanakan kegiatan pemeriksaan dokumen
usulan/pencabutan asimilasi/PB untuk bahan
pembahasan sidang tim pengamat
pemasyarakatan di Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.
c. Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya,
meliputi:
1. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk penanganan anak yang belum berumur 12
tahun untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
2. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk sidang pengadilan anak untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
3. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk saksi/korban untuk tindak pidana kategori
1 dan 2;
4. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk tersangka dewasa untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2;
5. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk perawatan anak di LPAS untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
6. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk perawatan tahanan di Rutan untuk tindak
pidana kategori 1;
7. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk menentukan program pembinaan awal/
asimilasi/PB/CB/CMB/CMK anak untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
- 26 -

8. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan


untuk menentukan program pembinaan awal/
asimilasi/PB/CB/CMB/CMK narapidana untuk
tindak pidana kategori 1
9. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk pemindahan narapidana/anak untuk
tindak pidana kategori 1;
10. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk usulan perubahan pidana dari hukuman
mati menjadi pidana penjara seumur hidup;
11. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk program pembimbingan klien anak di
Bapas untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
12. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk program pembimbingan di Bapas untuk
tindak pidana kategori 1;
13. melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan
untuk permintaan instansi lain bagi anak/
narapidana untuk tindak kategori 1 dan 2;
14. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi hasil penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
15. melaksanakan tugas sebagai anggota tim
penyusun modul/bahan ajar bimbingan teknis di
bidang penelitian kemasyarakatan;
16. melaksanakan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
penelitian kemasyarakatan;
17. melakukan kegiatan pendampingan untuk anak
usia dibawah 12 tahun pada saat pengambilan
keputusan dalam rangka penyelesaian perkara
anak untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
- 27 -

18. melakukan kegiatan pendampingan terhadap


anak dalam rangka pemeriksaan awal di tingkat
penyidikan untuk tindak pidana kategori 1 dan 2
19. melaksanakan tugas sebagai wakil fasilitator pada
proses musyawarah/mediasi dalam rangka
pelaksanaan diversi untuk tindak pidana kategori
1 dan 2;
20. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak dalam rangka pemeriksaan anak di
Kejaksaan pada saat pelimpahan berkas perkara
dari Kepolisian untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
21. melakukan kegiatan pendampingan musyawarah/
mediasi bagi perkara anak yang tidak memenuhi
syarat diversi untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
22. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak pada pelaksanaan kesepakatan diversi/
penetapan pengadilan/putusan pengadilan dalam
rangka memastikan kesiapan anak dan pihak
terkait untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
23. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
anak/dewasa dalam rangka memberikan
pertimbangan/rekomendasi pada proses
persidangan untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
24. melakukan kegiatan pendampingan terhadap
klien anak/dewasa ke pihak terkait dalam rangka
pemenuhan kebutuhan berdasarkan hasil
asesmen untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
25. melakukan pengawasan dalam pelaksanaan
pendampingan untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
- 28 -

26. melaksanakan tugas sebagai anggota tim


penyusun modul/bahan ajar bimbingan teknis di
bidang pendampingan;
27. melaksanakan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pendampingan;
28. melaksanakan kegiatan assesmen resiko dan
kebutuhan dalam rangka menilai tingkat resiko
dan mengidentifikasi kebutuhan pembimbingan
klien untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
29. menyusun program pembimbingan klien anak
tahap awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care)
dalam rangka menentukan kegiatan bimbingan
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
30. menyusun program pembimbingan klien dewasa
tahap awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care)
dalam rangka menentukan kegiatan bimbingan
untuk tindak pidana kategori 1;
31. melaksanakan kegiatan konseling dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien
anak untuk tindak pidana kategori 1;
32. melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling
dalam rangka pembimbingan kepribadian/
kemandirian klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 1;
33. melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien anak untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
34. melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
35. menyusun materi bimbingan kelompok dalam
rangka pembimbingan kepribadian/kemandirian
klien pemasyarakatan;
- 29 -

36. melakukan evaluasi perkembangan bimbingan


klien anak secara berkala untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2;
37. melakukan evaluasi perkembangan bimbingan
klien dewasa secara berkala untuk tindak pidana
kategori 1;
38. menelaah surat permintaan pindah bimbingan
dari klien anak dan membuat dokumen usulan
pindah bimbingan ke Bapas lain untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
39. melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan
menyusun rekomendasi dalam rangka
menindaklanjuti surat usulan dan dokumen
permintaan pindah bimbingan klien anak dari
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
40. menelaah surat permintaan pindah bimbingan
dari klien dewasa dan membuat dokumen usulan
pindah bimbingan ke Bapas lain untuk tindak
pidana kategori 1;
41. melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan
menyusun rekomendasi dalam rangka
menindaklanjuti surat usulan dan dokumen
permintaan pindah bimbingan klien dewasa dari
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 1;
42. menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien
anak untuk tindak pidana kategori 1;
43. menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien
dewasa untuk tindak pidana kategori 1;
44. melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait
dalam rangka membangun jejaring kerja sama
tingkat provinsi;
45. menyusun dokumen kerjasama dengan pihak
terkait dalam rangka membangun jejaring kerja
sama tingkat provinsi;
- 30 -

46. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap


pelaksanaan kerja sama tingkat provinsi;
47. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi pelaksanaan pembimbingan klien untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
48. melaksanakan tugas sebagai anggota tim
penyusun modul/bahan ajar bimbingan teknis di
bidang pembimbingan;
49. melaksanakan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pembimbingan;
50. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
penetapan hasil diversi/putusan hakim terhadap
anak untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
51. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
program perawatan dan layanan tahanan anak
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
52. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan
program perawatan dan layanan tahanan dewasa
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1;
53. melakukan kegiatan pengawasan program
pembinaan anak di LPKA berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
54. melakukan kegiatan pengawasan program
pembinaan narapidana dewasa di Lapas/Rutan
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1;
55. melakukan kegiatan pengawasan program
pembimbingan klien anak berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
- 31 -

56. melakukan kegiatan pengawasan program


pembimbingan klien dewasa berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1;
57. memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen
permintaan izin ke luar negeri dari klien anak
serta membuat dokumen penerusan permintaan
izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
58. memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen
permintaan izin ke luar negeri dari klien dewasa
serta membuat dokumen penerusan permintaan
izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk tindak
pidana politik/terhadap kepala negara/
perdagangan manusia;
59. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin
keluar negeri klien anak untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2;
60. melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin
keluar negeri klien dewasa untuk tindak pidana
politik/terhadap kepala negara/ perdagangan
manusia;
61. melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB/
CMB/CB/asimilasi/CMK klien anak untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
62. melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB/
CMB/CB/asimilasi/CMK klien dewasa untuk
tindak pidana politik/terhadap kepala negara/
perdagangan manusia;
63. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi pelaksanaan pengawasan klien untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
64. melaksanakan tugas sebagai anggota tim
penyusun modul/bahan ajar bimbingan teknis di
bidang pengawasan;
- 32 -

65. melaksanakan tugas sebagai anggota tim


penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pengawasan;
66. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan dalam rangka pembahasan
litmas/pendampingan/pembimbingan/
pengawasan klien;
67. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan dalam rangka litmas/pembinaan
narapidana/anak; dan
68. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan di kantor wilayah.
d. Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama,
meliputi:
1. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi hasil penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana katergori 1 dan 2;
2. melakukan telaahan kebijakan (Permen/
Kepmen/Pedoman/SE/Juklak/Juknis dll) di
bidang penelitian kemasyarakatan;
3. melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun
modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
penelitian kemasyarakatan;
4. melaksanakan tugas sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
penelitian kemasyarakatan;
5. melakukan pengawasan dalam pelaksanaan
pendampingan untuk tindak pidana katergori 1
dan 2;
6. melakukan telaahan kebijakan di bidang
pendampingan;
7. melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun
modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
pendampingan;
- 33 -

8. melaksanakan tugas sebagai ketua tim


penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pendampingan;
9. melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait
dalam rangka membangun jejaring kerja sama
tingkat nasional;
10. menyusun dokumen kerjasama dengan pihak
terkait dalam rangka membangun jejaring kerja
sama tingkat nasional;
11. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kerja sama tingkat nasional;
12. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi pelaksanaan pembimbingan klien untuk
tindak pidana katergori 1 dan 2;
13. melakukan telaahan kebijakan (Permen/
Kepmen/Pedoman/SE/Juklak/Juknis dll) di
bidang pembimbingan;
14. melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun
modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
pembimbingan;
15. melaksanakan tugas sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pembimbingan;
16. melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan
evaluasi pelaksanaan pengawasan klien untuk
tindak pidana katergori 1 dan 2;
17. melakukan telaahan kebijakan (Permen/
Kepmen/Pedoman/SE/Juklak/Juknis dll) di
bidang pengawasan;
18. melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun
modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
pengawasan;
- 34 -

19. melaksanakan tugas sebagai ketua tim


penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pengawasan;
20. melaksanakan sidang tim pengamat
pemasyarakatan di Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.
(2) Pembimbing Kemasyarakatan yang melaksanakan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
nilai angka kredit sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(3) Pembimbing Kemasyarakatan yang melaksanakan
kegiatan pengembangan profesi diberikan nilai angka
kredit sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Bagian Kedua
Hasil Kerja

Pasal 8
Hasil kerja tugas jabatan Pembimbing Kemasyarakatan sesuai
jenjang jabatan, sebagai berikut:
a. Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama,
meliputi:
1. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
penanganan anak yang belum berumur 12 tahun
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
2. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk diversi
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
3. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk sidang
pengadilan anak untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
4. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
saksi/korban untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
- 35 -

5. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk


tersangka dewasa untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
6. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
perawatan anak di LPAS untuk tindak pidana kategori
5 dan 6;
7. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
perawatan tahanan di rutan untuk tindak pidana
kategori 3;
8. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan program pembinaan awal/asimilasi/PB/
CB/CMB/CMK anak untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
9. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan program pembinaan awal/asimilasi/PB/
CB/CMB/CMK narapidana untuk tindak pidana
kategori 3;
10. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
pemindahan narapidana/anak untuk tindak pidana
kategori 3;
11. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
program pembimbingan klien anak di Bapas untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
12. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
program pembimbingan di Bapas untuk tindak pidana
kategori 3;
13. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
permintaan instansi lain bagi anak/narapidana untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
14. laporan hasil pendampingan untuk anak usia dibawah
12 tahun pada saat pengambilan keputusan dalam
rangka penyelesaian perkara anak untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
- 36 -

15. laporan hasil pendampingan terhadap anak dalam


rangka pemeriksaan awal di tingkat penyidikan untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
16. laporan hasil pendampingan diversi untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
17. laporan hasil pendampingan terhadap anak dalam
rangka pemeriksaan anak di kejaksaan pada saat
pelimpahan berkas perkara dari kepolisian untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
18. laporan hasil musyawarah/mediasi bagi perkara anak
yang tidak memenuhi syarat diversi untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
19. laporan hasil pendampingan terhadap anak pada
pelaksanaan kesepakatan diversi/penetapan
pengadilan/putusan pengadilan dalam rangka
memastikan kesiapan anak dan pihak terkait untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
20. laporan hasil pendampingan terhadap anak/dewasa
dalam rangka memberikan pertimbangan/
rekomendasi pada proses persidangan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
21. laporan hasil pendampingan terhadap klien anak/
dewasa ke pihak terkait dalam rangka pemenuhan
kebutuhan berdasarkan hasil asesmen untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
22. dokumen penerimaan klien pemaasyarakatan;
23. laporan assesmen resiko dan kebutuhan dalam rangka
menilai tingkat resiko dan mengidentifikasi kebutuhan
pembimbingan klien untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
24. rencana program pembimbingan klien anak tahap
awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam
rangka menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6;
- 37 -

25. rencana program pembimbingan klien dewasa tahap


awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam
rangka menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
26. catatan hasil bimbingan kepribadian / kemandirian
klien anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
27. catatan hasil bimbingan dan konseling dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien dewasa
untuk tindak pidana kategori 3;
28. laporan hasil kunjungan rumah dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien anak
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
29. laporan hasil kunjungan rumah dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien dewasa
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
30. laporan perkembangan bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
31. laporan perkembangan bimbingan klien dewasa secara
berkala untuk tindak pidana kategori 3;
32. dokumen usulan pindah bimbingan ke Bapas Lain
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
33. dokumen jawaban permintaan pindah bimbingan klien
anak dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 5
dan 6;
34. dokumen usulan pindah bimbingan ke Bapas Lain
untuk tindak pidana kategori 3;
35. dokumen jawaban permintaan pindah bimbingan klien
dewasa dari Bapas lain untuk tindak pidana
kategori 3;
36. dokumen pengakhiran bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 3;
37. dokumen pengakhiran bimbingan klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 3;
38. laporan hasil pemetaan peluang kerja sama;
- 38 -

39. laporan hasil pengawasan proses upaya diversi dalam


rangka terlaksananya diversi untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
40. laporan hasil pengawasan penetapan hasil diversi/
putusan hakim terhadap anak untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
41. laporan hasil pengawasan putusan hakim terhadap
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 3;
42. laporan hasil pengawasan pelaksanaan program
perawatan dan layanan tahanan anak berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
43. laporan hasil pengawasan pelaksanaan program
perawatan dan layanan tahanan dewasa berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3;
44. laporan hasil pengawasan program pembinaan anak di
LPKA berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
45. laporan hasil pengawasan program pembinaan
narapidana dewasa di Lapas/Rutan berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 3;
46. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien anak berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
47. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien dewasa berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3;
48. dokumen penerusan permintaan izin ke luar negeri
dari klien anak serta membuat dokumen penerusan
permintaan izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6;
- 39 -

49. dokumen penerusan permintaan izin ke luar negeri


dari klien dewasa serta membuat dokumen penerusan
permintaan izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 3;
50. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien anak yang mendapatkan izin keluar negeri/kota
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
51. laporan hasil pengawasan pelaksanaan izin keluar
negeri klien dewasa untuk tindak pidana kategori 3;
52. dokumen usulan pencabutan PB/CMB/CB/
asimilasi/CMK klien anak untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
53. dokumen usulan pencabutan PB/CMB/CB/
ssimilasi/CMK klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 3;
54. laporan hasil sidang TPP Bapas; dan
55. laporan hasil sidang TPP di Lapas/LPKA/Rutan/LPAS.
b. Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda, meliputi:
1. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
penanganan anak yang belum berumur 12 tahun
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
2. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk diversi
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
3. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk sidang
pengadilan anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
4. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
saksi/korban untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
5. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
tersangka dewasa untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
6. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
perawatan anak di LPAS untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
- 40 -

7. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk


perawatan tahanan di rutan untuk tindak pidana
kategori 2;
8. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan program pembinaan awal/asimilasi/PB/
CB/CMB/CMK anak untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
9. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan program pembinaan awal/asimilasi/PB/
CB/CMB/CMK narapidana untuk tindak pidana
kategori 2;
10. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
pemindahan narapidana/anak untuk tindak pidana
kategori 2;
11. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk usulan
perubahan pidana dari pidana penjara seumur hidup
menjadi pidana penjara sementara;
12. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
program pembimbingan klien anak di Bapas untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
13. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
program pembimbingan di Bapas untuk tindak pidana
kategori 2;
14. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
permintaan instansi lain bagi anak/narapidana untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
15. laporan pengawasan pelaksanaan penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
16. laporan hasil pendampingan untuk anak usia dibawah
12 tahun pada saat pengambilan keputusan dalam
rangka penyelesaian perkara anak untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
- 41 -

17. laporan hasil pendampingan terhadap anak dalam


rangka pemeriksaan awal di tingkat penyidikan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
18. laporan hasil pendampingan diversi untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
19. laporan hasil pendampingan terhadap anak dalam
rangka pemeriksaan anak di kejaksaan pada saat
pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
20. laporan hasil musyawarah/mediasi bagi perkara anak
yang tidak memenuhi syarat diversi untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
21. laporan hasil pendampingan terhadap anak pada
pelaksanaan kesepakatan diversi/penetapan
pengadilan/putusan pengadilan dalam rangka
memastikan kesiapan anak dan pihak terkait untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
22. laporan hasil pendampingan terhadap anak/dewasa
dalam rangka memberikan pertimbangan/
rekomendasi pada proses persidangan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
23. laporan hasil pendampingan terhadap klien anak/
dewasa ke pihak terkait dalam rangka pemenuhan
kebutuhan berdasarkan hasil asesmen untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
24. laporan pengawasan pelaksanaan pendampingan
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6;
25. laporan assesmen resiko dan kebutuhan dalam rangka
menilai tingkat resiko dan mengidentifikasi kebutuhan
pembimbingan klien untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
- 42 -

26. rencana program pembimbingan klien anak tahap


awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam
rangka menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4;
27. rencana program pembimbingan klien dewasa tahap
awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam
rangka menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 2;
28. catatan hasil bimbingan kepribadian/kemandirian
klien anak untuk tindak pidana kategori 2;
29. catatan hasil bimbingan dan konseling dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien dewasa
untuk tindak pidana kategori 2;
30. laporan hasil kunjungan rumah dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien anak
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
31. laporan hasil kunjungan rumah dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien dewasa
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
32. laporan sebagai pemateri bimbingan kelompok;
33. laporan perkembangan bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
34. laporan perkembangan bimbingan klien dewasa secara
berkala untuk tindak pidana kategori 2;
35. dokumen usulan pindah bimbingan ke Bapas lain
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
36. dokumen jawaban permintaan pindah bimbingan klien
anak dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3
dan 4;
37. dokumen usulan pindah bimbingan ke Bapas Lain
untuk tindak pidana kategori 2;
38. dokumen jawaban permintaan pindah bimbingan klien
dewasa dari Bapas lain untuk tindak pidana
kategori 2;
- 43 -

39. dokumen pengakhiran bimbingan klien anak untuk


tindak pidana kategori 2;
40. dokumen pengakhiran bimbingan klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 2;
41. laporan hasil koordinasi kerja sama tingkat
kabupaten/kota;
42. dokumen kerja sama tingkat kabupaten/kota;
43. laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kerjasama tingkat kabupaten/kota;
44. laporan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi
pelaksanaan Pembimbingan Klien Untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
45. laporan hasil pengawasan proses upaya diversi dalam
rangka terlaksananya diversi untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
46. laporan hasil pengawasan penetapan hasil diversi/
putusan hakim terhadap anak untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
47. laporan hasil pengawasan putusan hakim terhadap
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 2;
48. laporan hasil pengawasan pelaksanaan program
perawatan dan layanan tahanan anak berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
49. laporan hasil pengawasan pelaksanaan program
perawatan dan layanan tahanan dewasa berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 2;
50. Laporan Hasil Pengawasan Program Pembinaan Anak
di LPKA berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
- 44 -

51. laporan hasil pengawasan program pembinaan


narapidana dewasa di Lapas/Rutan berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 2;
52. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien anak berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
53. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien dewasa berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 2;
54. dokumen penerusan permintaan izin ke luar negeri
dari klien anak serta membuat dokumen penerusan
permintaan izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4;
55. dokumen penerusan permintaan izin ke luar negeri
dari klien dewasa serta membuat dokumen penerusan
permintaan izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 2;
56. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien anak yang mendapatkan izin keluar negeri/kota
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
57. laporan hasil pengawasan pelaksanaan izin keluar
negeri klien dewasa untuk tindak pidana kategori 2;
58. dokumen usulan pencabutan PB/CMB/CB/Asimilasi/
CMK klien anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
59. dokumen usulan pencabutan PB/CMB/CB/
Asimilasi/CMK klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 2;
60. laporan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi
pelaksanaan pengawasan klien untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6;
61. laporan hasil sidang TPP Bapas;
62. laporan hasil sidang TPP di Lapas/LPKA/Rutan/LPAS;
- 45 -

63. laporan hasil sidang TPP Wilayah;


64. dokumen bahan sidang TPP Wilayah; dan
65. dokumen bahan sidang TPP Pusat.
c. Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya,
meliputi:
1. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
penanganan anak yang belum berumur 12 tahun
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
2. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk sidang
pengadilan anak untuk tindak kategori 1 dan 2;
3. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
saksi/korban untuk tindak kategori 1 dan 2;
4. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
tersangka dewasa untuk tindak kategori 1 dan 2;
5. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
perawatan anak di LPAS untuk tindak kategori 1 dan
2;
6. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
perawatan tahanan di Rutan untuk tindak pidana
kategori 1;
7. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan program pembinaan awal/asimilasi/PB/
CB/CMB/CMK anak untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
8. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
menentukan program pembinaan awal/asimilasi/PB/
CB/CMB/CMK narapidana untuk tindak pidana
kategori 1;
9. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
pemindahan narapidana/anak untuk tindak pidana
kategori 1;
10. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk usulan
perubahan pidana dari hukuman mati menjadi pidana
penjara seumur hidup;
- 46 -

11. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk


program pembimbingan klien anak di Bapas untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
12. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
program pembimbingan di Bapas untuk tindak pidana
kategori 1;
13. laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk
permintaan instansi lain bagi anak/narapidana untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
14. laporan pengawasan pelaksanaan penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4
15. modul/bahan ajar bidang penelitian kemasyarakatan;
16. laporan pelaksanaan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang penelitian
kemasyarakatan;
17. laporan hasil pendampingan untuk anak usia dibawah
12 tahun pada saat pengambilan keputusan dalam
rangka penyelesaian perkara anak untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
18. laporan hasil pendampingan terhadap anak dalam
rangka pemeriksaan awal di tingkat penyidikan untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
19. laporan hasil pendampingan diversi untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
20. laporan hasil pendampingan terhadap anak dalam
rangka pemeriksaan anak di Kejaksaan pada saat
pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
21. laporan hasil musyawarah/mediasi untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
- 47 -

22. laporan hasil pendampingan terhadap anak pada


pelaksanaan kesepakatan diversi/penetapan
pengadilan/putusan pengadilan dalam rangka
memastikan kesiapan anak dan pihak terkait untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
23. laporan hasil pendampingan terhadap anak/dewasa
dalam rangka memberikan pertimbangan/
rekomendasi pada proses persidangan untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
24. laporan hasil pendampingan terhadap klien anak/
dewasa ke pihak terkait dalam rangka pemenuhan
kebutuhan berdasarkan hasil asesmen untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
25. laporan pengawasan pelaksanaan pendampingan
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4;
26. modul/bahan ajar bidang pendampingan;
27. laporan pelaksanaan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pendampingan;
28. laporan assesmen resiko dan kebutuhan dalam rangka
menilai tingkat resiko dan mengidentifikasi kebutuhan
pembimbingan klien untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
29. rencana program pembimbingan klien anak tahap
awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam
rangka menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2;
30. rencana program pembimbingan klien dewasa tahap
awal/lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam
rangka menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 1;
31. catatan hasil bimbingan kepribadian / kemandirian
klien anak untuk tindak pidana kategori 1;
- 48 -

32. catatan hasil bimbingan dan konseling dalam rangka


pembimbingan kepribadian/kemandirian klien dewasa
untuk tindak pidana kategori 1;
33. laporan hasil kunjungan rumah dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien anak
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
34. laporan hasil kunjungan rumah dalam rangka
pembimbingan kepribadian/kemandirian klien dewasa
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
35. dokumen materi bimbingan;
36. laporan perkembangan bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
37. laporan perkembangan bimbingan klien dewasa secara
berkala untuk tindak pidana kategori 1;
38. dokumen usulan pindah bimbingan ke Bapas lain
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
39. dokumen jawaban permintaan pindah bimbingan klien
anak dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 1
dan 2;
40. dokumen usulan pindah bimbingan ke Bapas Lain
untuk tindak pidana kategori 1;
41. dokumen jawaban permintaan pindah bimbingan klien
dewasa dari Bapas lain untuk tindak pidana
kategori 1;
42. dokumen pengakhiran bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 1;
43. dokumen pengakhiran bimbingan klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 1;
44. laporan hasil koordinasi kerja sama tingkat provinsi;
45. dokumen kerja sama tingkat provinsi;
46. laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kerjasama tingkat provinsi;
- 49 -

47. laporan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi


pelaksanaan pembimbingan klien untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
48. modul/bahan ajar bidang pembimbingan;
49. laporan pelaksanaan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pembimbingan;
50. laporan hasil pengawasan pelaksanaan penetapan
hasil diversi/putusan hakim terhadap anak untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
51. laporan hasil pengawasan pelaksanaan program
perawatan dan layanan tahanan anak berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
52. laporan hasil pengawasan pelaksanaan program
perawatan dan layanan tahanan dewasa berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1;
53. laporan hasil pengawasan program pembinaan anak di
LPKA berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
54. laporan hasil pengawasan program pembinaan
narapidana dewasa di Lapas/Rutan berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 1;
55. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien anak berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
56. laporan hasil pengawasan program pembimbingan
klien dewasa berdasarkan hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1;
- 50 -

57. dokumen penerusan permintaan izin ke luar negeri


dari klien anak serta membuat dokumen penerusan
permintaan izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2;
58. dokumen penerusan permintaan izin ke luar negeri
dari klien dewasa serta membuat dokumen penerusan
permintaan izin ke luar negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana politik/terhadap kepala negara/
perdagangan manusia;
59. laporan hasil pengawasan izin keluar negeri klien anak
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
60. laporan hasil pengawasan izin keluar negeri klien
dewasa untuk tindak pidana politik/terhadap kepala
negara/perdagangan manusia;
61. dokumen usulan pencabutan PB/CMB/CB/asimilasi/
CMK klien anak untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
62. dokumen usulan pencabutan PB/CMB/CB/asimilasi/
CMK klien dewasa untuk tindak pidana politik/
terhadap kepala negara/perdagangan manusia;
63. laporan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi
pelaksanaan pengawasan klien untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4;
64. modul/bahan ajar bidang pengawasan;
65. laporan pelaksanaan tugas sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pengawasan;
66. laporan hasil sidang TPP Bapas;
67. laporan hasil sidang TPP di Lapas/LPKA/Rutan/LPAS;
dan
68. laporan hasil sidang TPP Wilayah.
d. Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama,
meliputi:
- 51 -

1. laporan pengawasan pelaksanaan penelitian


kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 dan
2;
2. telaahan kebijakan (Permen/Kepmen/Pedoman/SE/
Juklak/Juknis dll) di bidang penelitian
kemasyarakatan;
3. modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
penelitian kemasyarakatan;
4. laporan pelaksanaan tugas sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang penelitian
kemasyarakatan;
5. laporan pengawasan pelaksanaan pendampingan
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2;
6. telaahan kebijakan di bidang pendampingan;
7. modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
pendampingan;
8. laporan pelaksanaan tugas sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pendampingan;
9. laporan hasil koordinasi kerja sama tingkat nasional;
10. dokumen kerja sama tingkat nasional;
11. laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kerjasama tingkat nasional;
12. laporan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi
pelaksanaan pembimbingan klien untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2;
13. telaahan kebijakan (Permen/Kepmen/Pedoman/SE/
Juklak/Juknis dll) di bidang pembimbingan;
14. modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
pembimbingan;
15. laporan pelaksanaan tugas sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pembimbingan;
- 52 -

16. laporan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi


pelaksanaan pengawasan klien untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2;
17. telaahan kebijakan (Permen/Kepmen/Pedoman/SE/
Juklak/Juknis dll) di bidang pengawasan;
18. modul/bahan ajar bimbingan teknis di bidang
pengawasan;
19. laporan pelaksanaan tugas sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang
pengawasan; dan
20. laporan hasil sidang TPP Pusat.

Pasal 9
Apabila pada suatu unit kerja tidak terdapat Pembimbing
Kemasyarakatan yang sesuai dengan jenjang jabatannya
untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1), maka Pembimbing Kemasyarakatan yang
berada satu tingkat di atas atau satu tingkat di bawah jenjang
jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut berdasarkan
penugasan secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang
bersangkutan.

Pasal 10
Penilaian angka kredit atas hasil penugasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ditetapkan sebagai berikut:
a. Pembimbing Kemasyarakatan yang melaksanakan tugas
Pembimbing Kemasyarakatan yang berada satu tingkat di
atas jenjang jabatannya, angka kredit yang diperoleh
ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari angka
kredit setiap butir kegiatan, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- 53 -

b. Pembimbing Kemasyarakatan yang melaksanakan tugas


Pembimbing Kemasyarakatan yang berada satu tingkat di
bawah jenjang jabatannya, angka kredit yang diperoleh
ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari angka
kredit setiap butir kegiatan, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VI
PENGANGKATAN DALAM JABATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 11
Pejabat yang Berwenang mengangkat dalam Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan yaitu pejabat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
Pengangkatan PNS ke dalam Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan dilakukan melalui pengangkatan:
a. Pertama;
b. Perpindahan dari jabatan lain; dan
c. Penyesuaian/Inpassing.

Bagian Kedua
Pengangkatan Pertama

Pasal 13
(1) Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan melalui pengangkatan pertama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- 54 -

a. berstatus PNS;
b. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang
pelayanan dan pembimbingan pemasyarakatan serta
perlindungan anak;
c. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV (DIV)
bidang ilmu sosial;
f. mengikuti dan lulus diklat fungsional kategori
keahlian di bidang bimbingan kemasyarakatan; dan
g. nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam
1 (satu) tahun terakhir.
(2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi
kebutuhan dari Calon PNS.
(3) CPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah
diangkat sebagai PNS paling lama 2 (dua) tahun harus
mengikuti dan lulus diklat fungsional kategori keahlian di
bidang bimbingan kemasyarakatan.
(4) PNS yang telah mengikuti dan lulus diklat fungsional
kategori keahlian di bidang bimbingan kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 1 (satu)
tahun harus diangkat dalam Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan.

Bagian Ketiga
Perpindahan dari Jabatan Lain

Pasal 14
(1) Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan melalui perpindahan dari jabatan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan pengangkatan pertama;
- 55 -

b. memiliki pengalaman di bidang bimbingan


kemasyarakatan paling singkat 2 (dua) tahun; dan
c. berusia paling tinggi:
1. 55 (lima puluh lima) tahun bagi Pembimbing
Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama dan
Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda,
dan
2. 57 (lima puluh tujuh) tahun bagi Pembimbing
Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya dan
Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama.
(2) Pengangkatan Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mempertimbangkan kebutuhan untuk jenjang
jabatan fungsional yang akan diduduki.
(3) Pangkat yang ditetapkan bagi PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan pangkat
yang dimilikinya, dan jenjang jabatan yang ditetapkan
sesuai dengan jumlah angka kredit yang ditetapkan oleh
pejabat yang menetapkan angka kredit.
(4) Jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dari unsur utama dan unsur
penunjang.

Bagian Keempat
Pengangkatan melalui Penyesuaian/Inpassing

Pasal 15
(1) Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan melalui penyesuaian/inpassing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berstatus PNS;
b. memiliki Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing
Kemasyarakatan;
- 56 -

c. memiliki integritas dan moralitas yang baik;


d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV
(DIV);
f. memiliki pengalaman di bidang bimbingan
kemasyarakatan paling kurang 2 (dua) tahun;
g. nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam
2 (dua) tahun terakhir; dan
h. memperhatikan kebutuhan jabatan.
(2) Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan, apabila PNS yang pada saat ditetapkan
Peraturan Menteri ini, memiliki pengalaman dan masih
melaksanakan tugas di bidang bimbingan
kemasyarakatan berdasarkan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian.
(3) Angka kredit kumulatif untuk penyesuaian/inpassing
dalam Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(4) Angka kredit kumulatif sebagaimana tercantum dalam
Lampiran V, hanya berlaku sekali selama masa
penyesuaian/inpassing.

BAB VII
PENGANGKATAN JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING
KEMASYARAKATAN DARI JABATAN FUNGSIONAL ASISTEN
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pasal 16
(1) Pengangkatan Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan dapat berasal dari Jabatan Fungsional
Asisten Pembimbing Kemasyarakatan yang telah
memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV (DIV), dengan
ketentuan:
- 57 -

a. tersedia formasi untuk Jabatan Fungsional Pembimbing


Kemasyarakatan;
b. ijazah yang dimiliki sesuai dengan kualifikasi
pendidikan yang ditentukan untuk Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
c. telah mengikuti dan lulus diklat fungsional di bidang
bimbingan kemasyarakatan kategori keahlian; dan
d. memenuhi jumlah angka kredit kumulatif yang
ditentukan.
(2) Asisten Pembimbing Kemasyarakatan yang akan diangkat
menjadi Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan angka kredit dari ijazah
Sarjana (S1)/Diploma IV (DIV) bidang sosial ditambah
sebesar 65% (enam puluh lima persen) angka kredit
kumulatif dari diklat, tugas jabatan, dan pengembangan
profesi dengan tidak memperhitungkan angka kredit dari
unsur penunjang.

BAB VIII
KOMPETENSI

Pasal 17
(1) PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan harus memenuhi standar kompetensi
sesuai dengan jenjang jabatan.
(2) Kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan meliputi:
a. Kompetensi Teknis;
b. Kompetensi Manajerial; dan
c. Kompetensi Sosial Kultural.
(3) Rincian standar kompetensi setiap jenjang jabatan dan
pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Instansi Pembina.
- 58 -

BAB IX
PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH/JANJI

Pasal 18
(1) Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan wajib dilantik dan diambil
sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
PENILAIAN KINERJA

Pasal 19
(1) Pada awal tahun, setiap Pembimbing Kemasyarakatan
wajib menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang
akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun berjalan.
(2) SKP Pembimbing Kemasyarakatan disusun berdasarkan
penetapan kinerja unit kerja yang bersangkutan.
(3) SKP untuk masing-masing jenjang jabatan diambil dari
kegiatan sebagai turunan dari penetapan kinerja unit
dengan mendasarkan kepada tingkat kesulitan dan
syarat kompetensi untuk masing-masing jenjang jabatan.
(4) SKP yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disetujui dan ditetapkan oleh atasan
langsung.

Pasal 20
(1) Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan bertujuan untuk menjamin objektivitas
pembinaan yang didasarkan sistem prestasi dan sistem
karier.
- 59 -

(2) Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing


Kemasyarakatan dilakukan berdasarkan perencanaan
kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau
organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil
dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.
(3) Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan dilakukan secara objektif, terukur,
akuntabel, partisipatif, dan transparan.
(4) Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh atasan langsung berdasarkan
pertimbangan Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 21
(1) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ditetapkan berdasarkan pencapaian angka kredit setiap
tahun.
(2) Pencapaian angka kredit kumulatif digunakan sebagai
salahsatu syarat untuk kenaikan pangkat dan/atau
kenaikan jabatan.
(3) Pencapaian angka kredit kumulatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan penjumlahan
pencapaian angka kredit pada setiap tahun.

Pasal 22
(1) Jumlah angka kredit kumulatif paling kurang yang harus
dipenuhi untuk dapat diangkat dalam jabatan dan
kenaikan jabatan dan/atau pangkat Pembimbing
Kemasyarakatan, untuk:
a. Pembimbing Kemasyarakatan dengan pendidikan
Sarjana (S1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
- 60 -

b. Pembimbing Kemasyarakatan dengan pendidikan


Magister (S2) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
c. Pembimbing Kemasyarakatan dengan pendidikan
Doktor (S3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(2) Jumlah angka kredit kumulatif yang harus dicapai
Pembimbing Kemasyarakatan, yaitu:
a. paling kurang 80% (delapan puluh persen) angka
kredit berasal dari unsur utama, tidak termasuk sub
unsur pendidikan formal; dan
b. paling banyak 20% (dua puluh persen) angka kredit
berasal dari unsur penunjang.

Pasal 23
(1) Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda yang
akan naik jabatan setingkat lebih tinggi menjadi
Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya, angka
kredit yang disyaratkan sebanyak 6 (enam) berasal dari
sub unsur pengembangan profesi.
(2) Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya yang
akan naik jabatan setingkat lebih tinggi menjadi
Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama, angka
kredit yang disyaratkan sebanyak 12 (dua belas) berasal
dari sub unsur pengembangan profesi.

Pasal 24
(1) Pembimbing Kemasyarakatan yang memiliki angka kredit
melebihi angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan
jabatan dan/atau pangkat setingkat lebih tinggi,
kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan
untuk kenaikan jabatan dan/atau pangkat berikutnya.
- 61 -

(2) Pembimbing Kemasyarakatan yang pada tahun pertama


telah memenuhi atau melebihi angka kredit yang
disyaratkan untuk kenaikan jabatan dan/atau pangkat
dalam masa pangkat yang didudukinya, pada tahun
kedua dan seterusnya diwajibkan mengumpulkan paling
kurang 20% (dua puluh persen) angka kredit dari jumlah
angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jabatan
dan/atau pangkat setingkat lebih tinggi yang berasal dari
kegiatan bimbingan kemasyarakatan.

Pasal 25
Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama yang
menduduki pangkat tertinggi dari jabatannya, setiap tahun
sejak menduduki pangkatnya wajib mengumpulkan paling
kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit dari kegiatan
bimbingan kemasyarakatan dan pengembangan profesi.

Pasal 26
(1) Pembimbing Kemasyarakatan yang secara bersama-sama
membuat Karya Tulis/Karya Ilmiah di bidang bimbingan
kemasyarakatan, diberikan angka kredit dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. apabila terdiri dari 2 (dua) orang penulis maka
pembagian angka kredit yaitu 60% (enam puluh
persen) bagi penulis utama dan 40% (empat puluh
persen) bagi penulis pembantu;
b. apabila terdiri dari 3 (tiga) orang penulis maka
pembagian angka kredit yaitu 50% (lima puluh
persen) bagi penulis utama dan masing-masing 25%
(dua puluh lima persen) bagi penulis pembantu; dan
c. apabila terdiri dari 4 (empat) orang penulis maka
pembagian angka kredit yaitu 40% (empat puluh
persen) bagi penulis utama dan masing-masing 20%
(dua puluh persen) bagi penulis pembantu.
- 62 -

(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), paling banyak 3 (tiga) orang.

BAB XI
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT

Pasal 27
(1) Untuk mendukung objektivitas dalam penilaian kinerja,
pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
mendokumentasikan hasil kerja yang diperoleh sesuai
dengan SKP yang ditetapkan setiap tahunnya.
(2) Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit,
setiap Pembimbing Kemasyarakatan wajib mencatat,
menginventarisasi seluruh kegiatan yang dilakukan dan
mengusulkan Daftar Usulan Penilaian dan Penetapan
Angka Kredit (DUPAK).
(3) DUPAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat
kegiatan sesuai dengan SKP yang ditetapkan setiap
tahunnya, dengan dilampiri bukti fisik.
(4) Penilaian dan penetapan angka kredit dilakukan sebagai
bahan pertimbangan dalam penilaian kinerja
Pembimbing Kemasyarakatan.

BAB XII
PEJABAT YANG MENGUSULKAN ANGKA KREDIT,
PEJABAT YANG MENETAPKAN ANGKA KREDIT
DAN TIM PENILAI

Bagian Kesatu
Pejabat yang Mengusulkan Angka Kredit

Pasal 28
Usul penetapan angka kredit Pembimbing Kemasyarakatan
diajukan oleh:
- 63 -

a. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi


bimbingan kemasyarakatan kepada Pejabat Pimpinan
Tinggi Madya yang membidangi bimbingan
kemasyarakatan untuk angka kredit bagi Pembimbing
Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya dan Pembimbing
Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama di lingkungan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
b. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi
bimbingan kemasyarakatan/Kepala Balai
Pemasyarakatan Kelas I/Kepala Balai Pemasyarakatan
Kelas II kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk angka kredit bagi:
1) Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda dan
Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya di
lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;
2) Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya di
lingkungan Balai Pemasyarakatan Kelas I; dan
3) Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama
sampai dengan Pembimbing Kemasyarakatan Madya/
Ahli Madya di lingkungan Balai Pemasyarakatan
Kelas II.
c. Pejabat Pengawas yang membidangi tata usaha kepada
Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas I untuk angka kredit
bagi Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama
dan Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda di
lingkungan Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas I
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bagian Kedua
Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit
- 64 -

Pasal 29
Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, yaitu:
a. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang membidangi
bimbingan kemasyarakatan untuk angka kredit bagi
Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya dan
Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
b. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia untuk angka kredit bagi:
1) Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda dan
Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya di
lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;
2) Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya di
lingkungan Balai Pemasyarakatan Kelas I; dan
3) Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama
sampai dengan Pembimbing Kemasyarakatan Madya/
Ahli Madya di lingkungan Balai Pemasyarakatan
Kelas II.
c. Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas I Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk angka kredit bagi
Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama dan
Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda di
lingkungan Balai Pemasyarakatan Kelas I Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bagian Ketiga
Tim Penilai

Pasal 30
Dalam menjalankan tugasnya, pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 dibantu oleh:
- 65 -

a. Tim Penilai Kinerja Pusat bagi Pejabat Pimpinan Tinggi


Madya yang membidangi bimbingan kemasyarakatan
untuk angka kredit bagi Pembimbing Kemasyarakatan
Madya/Ahli Madya dan Pembimbing Kemasyarakatan
Utama/Ahli Utama di lingkungan Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
b. Tim Penilai Kantor Wilayah bagi Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk
angka kredit bagi:
1) Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda dan
Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya di
lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;
2) Pembimbing Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya di
lingkungan Balai Pemasyarakatan Kelas I; dan
3) Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama
sampai dengan Pembimbing Kemasyarakatan Madya/
Ahli Madya di lingkungan Balai Pemasyarakatan
Kelas II.
c. Tim Penilai Balai Pemasyarakatan bagi Kepala Balai
Pemasyarakatan Kelas I Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia untuk angka kredit bagi Pembimbing
Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama dan Pembimbing
Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda di lingkungan Balai
Pemasyarakatan Kelas I Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.

Pasal 31
(1) Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan terdiri atas pejabat yang berasal dari
unsur teknis yang membidangi bimbingan
kemasyarakatan, unsur kepegawaian, dan pejabat
fungsional Pembimbing Kemasyarakatan.
- 66 -

(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Jabatan


Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan sebagai
berikut:
a. seorang Ketua merangkap anggota;
b. seorang Sekretaris merangkap anggota; dan
c. paling kurang 3 (tiga) orang anggota.
(3) Keanggotaan Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan berjumlah ganjil.
(4) Ketua Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, paling rendah pejabat
Administrator atau pejabat fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya.
(5) Sekretaris Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, harus berasal dari unsur
kepegawaian pada instansi masing-masing.
(6) Anggota Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, paling sedikit 2 (dua) orang dari
pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan.
(7) Syarat untuk menjadi anggota Tim Penilai Kinerja
Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan, yaitu:
a. menduduki jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi
dari jabatan/pangkat Pembimbing Kemasyarakatan
yang dinilai;
b. memiliki keahlian serta kemampuan untuk menilai
kinerja Pembimbing Kemasyarakatan; dan
c. aktif melakukan penilaian kinerja.
(8) Apabila jumlah anggota Tim Penilai Kinerja Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dipenuhi dari
Pembimbing Kemasyarakatan, maka anggota Tim Penilai
Kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
- 67 -

dapat diangkat dari PNS lain yang memiliki kompetensi


untuk menilai kinerja Pembimbing Kemasyarakatan.
(9) Pembentukan dan susunan Anggota Tim Penilai Kinerja
Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
ditetapkan oleh:
a. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang membidangi
bimbingan kemasyarakatan pada Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia untuk Tim Penilai Pusat.
b. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia pada Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk Tim Penilai
Kantor Wilayah.
c. Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas I Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk Tim Penilai
Balai Pemasyarakatan.

Pasal 32
Tata kerja Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan dan tata cara penilaian angka
kredit Pembimbing Kemasyarakatan ditetapkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku Pimpinan Instansi
Pembina Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan.

BAB XIII
KENAIKAN PANGKAT DAN KENAIKAN JABATAN

Bagian Kesatu
Kenaikan Pangkat

Pasal 33
(1) Persyaratan dan mekanisme kenaikan pangkat Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- 68 -

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan
kebutuhan jabatan.

Bagian Kedua
Kenaikan Jabatan

Pasal 34
(1) Persyaratan dan mekanisme kenaikan jabatan bagi
pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan
kebutuhan jabatan.
(3) Selain memenuhi syarat kinerja, pejabat fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan yang akan dinaikkan
jabatannya setingkat lebih tinggi harus mengikuti dan
lulus uji kompetensi.

BAB XIV
PELATIHAN

Pasal 35
(1) Untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme
pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
diikutsertakan pelatihan.
(2) Pelatihan yang diberikan bagi pejabat fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan hasil analisis
kebutuhan pelatihan dan/atau pertimbangan dari Tim
Penilai Kinerja Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan.
- 69 -

(3) Pelatihan yang diberikan kepada pejabat fungsional


Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), antara lain dalam bentuk:
a. pelatihan fungsional; dan
b. pelatihan teknis.
(4) Selain pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dapat
mengembangkan kompetensi melalui program
pengembangan kompetensi lainnya.
(5) Program Pengembangan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat dilaksanakan dalam
bentuk:
a. maintain rating;
b. seminar;
c. lokakarya (workshop); atau
d. konferensi.
(6) Ketentuan mengenai pelatihan dan pengembangan
kompetensi serta pedoman penyusunan analisis
kebutuhan pelatihan fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia selaku Pimpinan Instansi Pembina.

BAB XV
KEBUTUHAN PNS DALAM JABATAN FUNGSIONAL
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pasal 36
(1) Penetapan kebutuhan PNS dalam Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan dihitung berdasarkan
beban kerja yang ditentukan dari indikator antara lain:
a. ruang lingkup bidang bimbingan kemasyarakatan;
dan
- 70 -

b. beban tugas organisasi yang terkait dengan bidang


bimbingan kemasyarakatan.
(2) Pedoman perhitungan kebutuhan Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan diatur lebih lanjut oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku Pimpinan
Instansi Pembina setelah mendapat persetujuan dari
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendayagunaan aparatur negara.

BAB XVI
PEMBERHENTIAN DARI JABATAN

Pasal 37
(1) Pembimbing Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama
sampai dengan Pembimbing Kemasyarakatan Utama/Ahli
Utama diberhentikan dari jabatannya apabila:
a. diberhentikan sementara sebagai PNS;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
c. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
d. ditugaskan secara penuh pada Jabatan Pimpinan
Tinggi, jabatan Administrator, Pengawas, atau jabatan
fungsional lainnya; atau
e. tidak memenuhi persyaratan jabatan.
(2) Pembimbing Kemasyarakatan yang diberhentikan karena
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf d dapat diangkat kembali sesuai
dengan jenjang jabatan terakhir apabila tersedia
kebutuhan jabatan Pembimbing Kemasyarakatan.
(3) Pembimbing Kemasyarakatan yang diberhentikan karena
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
diangkat kembali dalam jabatan Pembimbing
Kemasyarakatan setelah selesai menjalani tugas belajar.
- 71 -

(4) Pembimbing Kemasyarakatan yang diberhentikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dapat
diangkat kembali ke dalam Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan paling tinggi berusia:
a. 55 (lima puluh lima) tahun bagi Pembimbing
Kemasyarakatan Pertama/Ahli Pertama dan
Pembimbing Kemasyarakatan Muda/Ahli Muda; dan
b. 57 (lima puluh tujuh) tahun bagi Pembimbing
Kemasyarakatan Madya/Ahli Madya dan Pembimbing
Kemasyarakatan Utama/Ahli Utama.

BAB XVII
INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA

Pasal 38
(1) Instansi Pembina Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan adalah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
(2) Pelaksanaan tugas Instansi Pembina sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pemasyarakatan.

Pasal 39
(1) Instansi Pembina berperan sebagai pengelola Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan yang
bertanggung jawab untuk menjamin terwujudnya standar
kualitas dan profesionalitas jabatan.
(2) Instansi Pembina mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun pedoman kebutuhan Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
b. menetapkan kebutuhan Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
- 72 -

c. menyusun standar kompetensi Jabatan Fungsional


Pembimbing Kemasyarakatan;
d. menyusun petunjuk teknis Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
e. menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman
penilaian kualitas hasil kerja pejabat fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
f. menyusun pedoman penulisan karya tulis/karya
ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan;
g. menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di
bidang tugas Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan;
h. menyusun kurikulum pelatihan Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
i. menyelenggarakan pelatihan Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
j. membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada
lembaga pelatihan;
k. menyelenggarakan uji kompetensi Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan;
l. melakukan sosialisasi Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan;
m. mengembangkan sistem informasi Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan;
n. memfasilitasi pelaksanaan tugas jabatan Pembimbing
Kemasyarakatan;
o. memfasilitasi pembentukan organisasi profesi
Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan;
p. memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik
profesi dan kode perilaku Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan; dan
q. melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan
Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan.
- 73 -

(3) Instansi Pembina dalam rangka melaksanakan tugas


pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf k,
huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, dan huruf q,
menyampaikan hasil pelaksanaan pembinaan Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan secara berkala
sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pembinaan
kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dengan tembusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
(4) Instansi Pembina menyampaikan secara berkala setiap
tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p
kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dengan tembusan Kepala Lembaga
Administrasi Negara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan uji
kompetensi Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf k, diatur dengan Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia selaku Pimpinan Instansi Pembina.
BAB XVIII
ORGANISASI PROFESI

Pasal 40
(1) Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan wajib
memiliki 1 (satu) organisasi profesi dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
penetapan Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan.
(2) Pembimbing Kemasyarakatan wajib menjadi anggota
organisasi profesi Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan.
- 74 -

(3) Pembentukan organisasi profesi Jabatan Fungsional


Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) difasilitasi Instansi Pembina.
(4) Organisasi profesi Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi.
(5) Organisasi profesi Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan mempunyai tugas:
a. menyusun kode etik dan kode perilaku profesi;
b. memberikan advokasi; dan
c. memeriksa dan memberikan rekomendasi atas
pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.
(6) Kode etik dan kode perilaku profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) huruf a, ditetapkan
oleh organisasi profesi Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan setelah mendapat persetujuan dari
Pimpinan Instansi Pembina.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
pembentukan organisasi profesi Jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan dan hubungan kerja
Instansi Pembina dengan organisasi profesi Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan diatur dengan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
selaku Pimpinan Instansi Pembina.

BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 41
Untuk kepentingan organisasi dan pengembangan karier,
pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dapat
dipindahkan ke dalam jabatan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dengan persetujuan Pejabat
Pembina Kepegawaian.
- 75 -

Pasal 42
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan berdasarkan Peraturan Menteri ini tidak
dapat dilakukan sebelum ditetapkan pedoman perhitungan
kebutuhan Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan diatur dengan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara sesuai dengan
kewenangan masing-masing.

BAB XX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 76 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 November 2016

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd
ASMAN ABNUR

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd
WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1716

Salinan Sesuai Dengan Aslinya


KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik,

Herman Suryatman
-1-

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

RINCIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN UNTUK JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
I. PENDIDIKAN A Pendidikan formal dan Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh ijazah/gelar
memperoleh ijazah/gelar 1. Doktor (S3) Ijazah 200 Semua jenjang
2. Magister (S2) Ijazah 150 Semua Jenjang
3. Sarjana/Diploma IV Ijazah 100 Semua Jenjang
B Pendidikan dan pelatihan Mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional/ teknis di
(diklat) fungsional/ teknis di bidang bimbingan kemasyarakatan serta memperoleh Surat
bidang bimbingan Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan atau Sertifikat
kemasyarakatan serta
memperoleh Surat Tanda 1. lamanya lebih dari 960 jam Sertifikat 15 Semua Jenjang
Tamat Pendidikan dan 2. lamanya antara 641-960 jam Sertifikat 9 Semua Jenjang
Pelatihan atau Sertifikat 3. lamanya antara 481-640 jam Sertifikat 6 Semua Jenjang
4. lamanya antara 161-480 jam Sertifikat 3 Semua Jenjang
5. lamanya antara 81-160 jam Sertifikat 2 Semua Jenjang
6. lamanya antara 31-80 jam Sertifikat 1 Semua Jenjang
7. lamanya kurang dari 30 jam Sertifikat 0,5 Semua Jenjang
C Pendidikan dan Pelatihan Mengikuti pendidikan dan pelatihan prajabatan
Prajabatan Pendidikan dan pelatihan prajabatan tingkat III Sertifikat 2 Semua Jenjang
II. Melaksanakan A Penelitian Kemasyarakatan 1. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
kegiatan bimbingan penanganan anak yang belum berumur 12 tahun untuk kemasyarakatan untuk
kemasyarakatan dan tindak pidana kategori 1 dan 2 penanganan anak yang belum
pengentasan anak berumur 12 tahun untuk tindak
kategori 1 dan 2

2. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
penanganan anak yang belum berumur 12 tahun Untuk kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4 penanganan anak yang belum
berumur 12 tahun untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

3. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
penanganan anak yang belum berumur 12 tahun untuk kemasyarakatan untuk PERTAMA
tindak pidana kategori 5 dan 6 penanganan anak yang belum
berumur 12 tahun untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

4. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
diversi untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kemasyarakatan untuk diversi
untuk tindak pidana kategori 3
dan 4
-2-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
5. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
diversi untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kemasyarakatan untuk diversi PERTAMA
untuk tindak pidana kategori 5
dan 6
6. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
sidang pengadilan anak untuk tindak kategori 1 dan 2 kemasyarakatan untuk sidang
pengadilan anak untuk tindak
kategori 1 dan 2

7. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
sidang pengadilan anak untuk tindak pidana kategori 3 dan kemasyarakatan untuk sidang
4 pengadilan anak untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

8. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
sidang pengadilan anak untuk tindak pidana kategori 5 dan kemasyarakatan untuk sidang PERTAMA
6 pengadilan anak untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

9. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
saksi/ korban untuk tindak kategori 1 dan 2 kemasyarakatan untuk saksi/
korban untuk tindak kategori 1
dan 2
10. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
saksi/ korban untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kemasyarakatan untuk saksi/
korban untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

11. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
saksi/ korban untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kemasyarakatan untuk saksi/ PERTAMA
korban untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

12. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
tersangka dewasa untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 kemasyarakatan untuk tersangka
Dewasa Untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

13. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
tersangka dewasa untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kemasyarakatan untuk tersangka
dewasa untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

14. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
tersangka dewasa untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kemasyarakatan untuk tersangka PERTAMA
dewasa untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

15. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
perawatan anak di LPAS untuk tindak pidana kategori 1 kemasyarakatan untuk perawatan
dan 2 anak di LPAS untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2
-3-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
16. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
perawatan anak di LPAS untuk tindak pidana kategori 3 kemasyarakatan untuk perawatan
dan 4 anak di LPAS untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

17. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
perawatan anak di LPAS untuk tindak pidana kategori 5 kemasyarakatan untuk perawatan PERTAMA
dan 6 anak di LPAS untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

18. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
perawatan tahanan di Rutan untuk tindak pidana kategori kemasyarakatan untuk perawatan
1 tahanan di Rutan untuk tindak
pidana kategori 1

19. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
perawatan tahanan di rutan untuk tindak pidana kategori 2 kemasyarakatan untuk perawatan
tahanan di Rutan untuk tindak
pidana kategori 2

20. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
perawatan tahanan di Rutan untuk tindak pidana kategori kemasyarakatan untuk perawatan PERTAMA
3 tahanan di Rutan untuk tindak
pidana kategori 3

21. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
menentukan program pembinaan awal/ asimilasi/ PB / CB kemasyarakatan untuk
/ CMB / CMK anak untuk tindak kategori 1 dan 2 menentukan program pembinaan
awal/ asimilasi/ PB / CB / CMB /
CMK anak untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

22. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
menentukan program pembinaan awal/ asimilasi/ PB / CB kemasyarakatan untuk
/ CMB / CMK anak untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 menentukan program pembinaan
awal/ asimilasi/ PB / CB / CMB /
CMK anak untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

23. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
menentukan program pembinaan awal/ asimilasi/ PB / CB kemasyarakatan untuk PERTAMA
/ CMB / CMK anak untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 menentukan program pembinaan
awal/ asimilasi/ PB / CB / CMB /
CMK anak untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

24. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
menentukan program pembinaan awal/ asimilasi/ PB / CB kemasyarakatan untuk
/ CMB / CMK narapidana untuk tindak pidana kategori 1 menentukan program pembinaan
awal/ asimilasi/ PB / CB / CMB /
CMK narapidana Untuk tindak
pidana kategori 1
-4-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
25. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
menentukan program pembinaan awal/ asimilasi/ PB / CB kemasyarakatan untuk
/ CMB / CMK narapidana untuk tindak pidana kategori 2 menentukan program pembinaan
awal/ asimilasi/ PB / CB / CMB /
CMK narapidana untuk tindak
pidana kategori 2

26. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
menentukan program pembinaan awal/ asimilasi/ PB / CB kemasyarakatan untuk PERTAMA
/ CMB / CMK narapidana untuk tindak pidana kategori 3 menentukan program pembinaan
awal/ asimilasi/ PB / CB / CMB /
CMK narapidana untuk tindak
pidana kategori 3

27. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
pemindahan narapidana / anak untuk tindak pidana kemasyarakatan untuk
kategori 1 pemindahan narapidana / anak
Untuk tindak pidana kategori 1

28. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
pemindahan narapidana / anak untuk tindak pidana kemasyarakatan untuk
kategori 2 pemindahan narapidana / anak
untuk tindak pidana kategori 2

29. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
pemindahan narapidana / anak untuk tindak pidana kemasyarakatan untuk PERTAMA
kategori 3 pemindahan narapidana / anak
untuk tindak pidana kategori 3

30. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,36 MADYA/AHLI MADYA
usulan perubahan pidana dari hukuman mati menjadi kemasyarakatan untuk usulan
pidana penjara seumur hidup perubahan pidana dari hukuman
mati menjadi pidana penjara
seumur hidup

31. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,20 MUDA/AHLI MUDA
usulan perubahan pidana dari pidana penjara seumur kemasyarakatan untuk usulan
hidup menjadi pidana penjara sementara perubahan pidana dari pidana
penjara seumur hidup menjadi
pidana penjara sementara

32. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
program pembimbingan klien anak di Bapas untuk tindak kemasyarakatan untuk program
pidana kategori 1 dan 2 pembimbingan klien anak di
Bapas untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

33. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
program pembimbingan klien anak di Bapas untuk tindak kemasyarakatan untuk program
pidana kategori 3 dan 4 pembimbingan klien anak di
Bapas untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4
-5-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
34. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
program pembimbingan klien anak di Bapas untuk tindak kemasyarakatan untuk program PERTAMA
pidana kategori 5 dan 6 pembimbingan klien anak di
Bapas untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6
35. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
program pembimbingan di Bapas untuk tindak pidana kemasyarakatan untuk program
kategori 1 pembimbingan di Bapas untuk
tindak pidana kategori 1
36. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
program pembimbingan di Bapas untuk tindak pidana kemasyarakatan untuk program
kategori 2 pembimbingan di Bapas untuk
tindak pidana kategori 2

37. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
program pembimbingan di Bapas untuk tindak pidana kemasyarakatan untuk program PERTAMA
kategori 3 pembimbingan di Bapas untuk
tindak pidana kategori 3

38. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,30 MADYA/AHLI MADYA
permintaan instansi lain bagi anak/ narapidana untuk kemasyarakatan untuk
tindak kategori 1 dan 2 permintaan instansi lain bagi
anak/ narapidana untuk tindak
kategori 1 dan 2

39. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,18 MUDA/AHLI MUDA
permintaan instansi lain bagi anak/ narapidana untuk kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4 permintaan instansi lain bagi
anak/ narapidana untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

40. Melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan untuk Laporan hasil penelitian 0,08 PERTAMA/AHLI
permintaan instansi lain bagi anak/ narapidana untuk kemasyarakatan untuk PERTAMA
tindak pidana kategori 5 dan 6 permintaan instansi lain bagi
anak/ narapidana untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

41. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi hasil Laporan pengawasan pelaksanaan 0,12 UTAMA/AHLI UTAMA
penelitian kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 penelitian kemasyarakatan untuk
dan 2 tindak pidana kategori 1 dan 2

42. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi hasil Laporan pengawasan pelaksanaan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
penelitian kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 penelitian kemasyarakatan untuk
dan 4 tindak pidana kategori 3 dan 4
-6-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
43. Melaksanakan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan pengawasan pelaksanaan 0,02 MUDA/AHLI MUDA
hasil penelitian kemasyarakatan untuk tindak pidana penelitian kemasyarakatan untuk
kategori 5 dan 6 tindak pidana kategori 5 dan 6

44. Melakukan telaahan kebijakan (Permen /Kepmen Telaahan kebijakan (Permen 0,28 UTAMA/AHLI UTAMA
/Pedoman /SE /Juklak /Juknis dll) di bidang penelitian /Kepmen /Pedoman /SE /Juklak
kemasyarakatan /Juknis dll) di bidang penelitian
kemasyarakatan

45. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun modul / Modul / bahan ajar bimbingan 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bahan ajar bimbingan teknis di bidang penelitian teknis di bidang penelitian
kemasyarakatan kemasyarakatan

46. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyusun modul Modul / bahan ajar bidang 0,30 MADYA/AHLI MADYA
/ bahan ajar bimbingan teknis di bidang penelitian penelitian kemasyarakatan
kemasyarakatan

47. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bimbingan teknis di bidang penelitian kemasyarakatan sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang di Bidang penelitian
kemasyarakatan
48. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,30 MADYA/AHLI MADYA
bimbingan teknis di bidang penelitian kemasyarakatan sebagai Anggota Tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang penelitian
kemasyarakatan
B Pendampingan 49. Melakukan kegiatan pendampingan untuk anak usia Laporan hasil pendampingan 0,12 MADYA/AHLI MADYA
dibawah 12 tahun pada saat pengambilan keputusan dalam untuk anak usia dibawah 12
rangka penyelesaian perkara anak untuk tindak pidana tahun pada saat pengambilan
kategori 1 dan 2 keputusan dalam rangka
penyelesaian perkara Anak Untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2
50. Melakukan kegiatan pendampingan untuk anak usia Laporan hasil pendampingan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
dibawah 12 tahun pada saat pengambilan keputusan dalam untuk anak usia dibawah 12
rangka penyelesaian perkara anak untuk tindak pidana tahun pada saat pengambilan
kategori 3 dan 4 keputusan dalam rangka
penyelesaian perkara anak untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

51. Melakukan kegiatan pendampingan untuk anak usia Laporan hasil pendampingan 0,02 PERTAMA/AHLI
dibawah 12 tahun pada saat pengambilan keputusan dalam untuk anak usia dibawah 12 PERTAMA
rangka penyelesaian perkara anak untuk tindak pidana tahun pada saat pengambilan
kategori 5 dan 6 keputusan dalam rangka
penyelesaian perkara Anak Untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6
-7-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
52. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak dalam Laporan hasil pendampingan 0,12 MADYA/AHLI MADYA
rangka pemeriksaan awal di tingkat penyidikan untuk terhadap anak dalam rangka
tindak pidana kategori 1 dan 2 pemeriksaan awal di tingkat
penyidikan untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

53. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak dalam Laporan hasil pendampingan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
rangka pemeriksaan awal di tingkat penyidikan untuk terhadap anak dalam rangka
tindak pidana kategori 3 dan 4 pemeriksaan awal di Tingkat
penyidikan untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

54. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak dalam Laporan hasil pendampingan 0,02 PERTAMA/AHLI
rangka pemeriksaan awal di tingkat penyidikan untuk terhadap anak dalam rangka PERTAMA
tindak pidana kategori 5 dan 6 pemeriksaan awal di tingkat
penyidikan untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

55. Melaksanakan tugas sebagai wakil fasilitator pada proses Laporan hasil pendampingan 0.12d MADYA/AHLI MADYA
musyawarah/ mediasi dalam rangka pelaksanaan diversi diversi untuk tindak pidana
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 kategori 1 dan 2

56. Melaksanakan tugas sebagai wakil fasilitator pada proses Laporan hasil pendampingan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
musyawarah/ mediasi dalam rangka pelaksanaan diversi diversi untuk tindak pidana
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kategori 3 dan 4

57. Melaksanakan tugas sebagai wakil fasilitator pada proses Laporan hasil pendampingan 0,02 PERTAMA/AHLI
musyawarah/ mediasi dalam rangka pelaksanaan diversi diversi untuk tindak pidana PERTAMA
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kategori 5 dan 6

58. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak dalam Laporan hasil pendampingan 0,09 MADYA/AHLI MADYA
rangka pemeriksaan anak di Kejaksaan pada saat terhadap anak dalam rangka
pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian untuk tindak pemeriksaan anak di Kejaksaan
pidana kategori 1 dan 2 pada saat pelimpahan berkas
perkara dari Kepolisian untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

59. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak dalam Laporan hasil pendampingan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
rangka pemeriksaan anak di Kejaksaan pada saat terhadap anak dalam rangka
pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian untuk tindak pemeriksaan anak di Kejaksaan
pidana kategori 3 dan 4 pada saat pelimpahan berkas
perkara dari Kepolisian untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

60. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak dalam Laporan hasil Pendampingan 0,01 PERTAMA/AHLI
rangka pemeriksaan anak di Kejaksaan pada saat terhadap anak dalam rangka PERTAMA
pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian untuk tindak pemeriksaan anak di Kejaksaan
pidana kategori 5 dan 6 pada saat pelimpahan berkas
perkara dari Kepolisian untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6
-8-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
61. Melakukan kegiatan pendampingan musyawarah/ mediasi Laporan hasil musyawarah / 0,05 MADYA/AHLI MADYA
bagi perkara anak yang tidak memenuhi syarat diversi mediasi untuk tindak pidana
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 kategori 1 dan 2

62. Melakukan kegiatan pendampingan musyawarah/ mediasi Laporan hasil musyawarah / 0,05 MUDA/AHLI MUDA
bagi perkara anak yang tidak memenuhi syarat diversi mediasi bagi perkara anak yang
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 tidak memenuhi syarat diversi
untuk tindak pidana kategori 3
dan 4
63. Melakukan kegiatan pendampingan musyawarah/ mediasi Laporan hasil musyawarah / 0,03 PERTAMA/AHLI
bagi perkara anak yang tidak memenuhi syarat diversi mediasi bagi perkara anak yang PERTAMA
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 tidak memenuhi syarat diversi
untuk tindak pidana kategori 5
dan 6

64. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak pada Laporan hasil pendampingan 0,09 MADYA/AHLI MADYA
pelaksanaan kesepakatan diversi/ penetapan pengadilan/ terhadap anak pada pelaksanaan
putusan pengadilan dalam rangka memastikan kesiapan kesepakatan diversi/ penetapan
anak dan pihak terkait untuk tindak pidana kategori 1 dan pengadilan/ putusan pengadilan
2 dalam rangka memastikan
kesiapan anak dan pihak terkait
untuk tindak pidana kategori 1
dan 2

65. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak pada Laporan hasil pendampingan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
pelaksanaan kesepakatan diversi/ penetapan pengadilan/ terhadap anak pada pelaksanaan
putusan pengadilan dalam rangka memastikan kesiapan kesepakatan diversi/ penetapan
anak dan pihak terkait untuk tindak pidana kategori 3 dan pengadilan/ putusan pengadilan
4 dalam rangka memastikan
kesiapan anak dan pihak terkait
untuk tindak pidana kategori 3
dan 4

66. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak pada Laporan hasil pendampingan 0,01 PERTAMA/AHLI
pelaksanaan kesepakatan diversi/ penetapan pengadilan/ terhadap anak pada pelaksanaan PERTAMA
putusan pengadilan dalam rangka memastikan kesiapan kesepakatan diversi/ penetapan
anak dan pihak terkait untuk tindak pidana kategori 5 dan pengadilan/ putusan pengadilan
6 dalam rangka memastikan
kesiapan anak dan pihak terkait
untuk tindak pidana kategori 5
dan 6

67. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak/ dewasa Laporan hasil pendampingan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
dalam rangka memberikan pertimbangan/ rekomendasi terhadap anak/ dewasa dalam
pada proses persidangan untuk tindak pidana kategori 1 rangka memberikan
dan 2 pertimbangan/ rekomendasi pada
proses persidangan untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2
-9-

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
68. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak/ dewasa Laporan hasil pendampingan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
dalam rangka memberikan pertimbangan/ rekomendasi terhadap anak/ dewasa dalam
pada proses persidangan untuk tindak pidana kategori 3 rangka memberikan
dan 4 pertimbangan/ rekomendasi pada
proses persidangan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

69. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak/ dewasa Laporan hasil pendampingan 0,02 PERTAMA/AHLI
dalam rangka memberikan pertimbangan/ rekomendasi terhadap anak/ dewasa dalam PERTAMA
pada proses persidangan untuk tindak pidana kategori 5 rangka memberikan
dan 6 pertimbangan/ rekomendasi pada
proses persidangan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

70. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap klien anak/ Laporan hasil pendampingan 0,09 MADYA/AHLI MADYA
dewasa ke pihak terkait dalam rangka pemenuhan terhadap klien anak/ dewasa ke
kebutuhan berdasarkan hasil asesmen untuk tindak pidana pihak terkait dalam rangka
kategori 1 dan 2 pemenuhan kebutuhan
berdasarkan hasil asesmen untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

71. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap klien anak/ Laporan hasil pendampingan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
dewasa ke pihak terkait dalam rangka pemenuhan terhadap klien anak/ dewasa ke
kebutuhan berdasarkan hasil asesmen untuk tindak pidana pihak terkait dalam rangka
kategori 3 dan 4 pemenuhan kebutuhan
berdasarkan hasil asesmen untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

72. Melakukan kegiatan pendampingan terhadap klien anak/ Laporan hasil pendampingan 0,02 PERTAMA/AHLI
dewasa ke pihak terkait dalam rangka pemenuhan terhadap klien anak/ dewasa ke PERTAMA
kebutuhan berdasarkan hasil asesmen untuk tindak pidana pihak terkait dalam rangka
kategori 5 dan 6 pemenuhan kebutuhan
berdasarkan hasil asesmen untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6

73. Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pendampingan Laporan pengawasan pelaksanaan 0,12 UTAMA/AHLI UTAMA
untuk tindak kategori 1 dan 2 pendampingan untuk tindak
kategori 1 dan 2

74. Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pendampingan Laporan pengawasan pelaksanaan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 pendampingan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

75. Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pendampingan Laporan pengawasan pelaksanaan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 pendampingan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

76. Melakukan telaahan kebijakan di bidang pendampingan Telaahan kebijakan di bidang 0,28 UTAMA/AHLI UTAMA
pendampingan
- 10 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
77. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun modul / Modul / bahan ajar Bimbingan 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bahan ajar bimbingan teknis di bidang pendampingan tebnis di bidang pendampingan

78. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyusun modul Modul / bahan ajar bidang 0,30 MADYA/AHLI MADYA
/ bahan ajar bimbingan teknis di bidang pendampingan pendampingan

79. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bimbingan teknis di bidang pendampingan sebagai ketua Tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang pendampingan

80. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,30 MADYA/AHLI MADYA
bimbingan teknis di bidang pendampingan sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang pendampingan

C Pembimbingan 81. Melaksanakan kegiatan verifikasi dokumen serta Dokumen penerimaan klien 0,01 PERTAMA/AHLI
mencocokan dengan narapidana yang diserah terimakan pemasyarakatan PERTAMA
dari Lapas / Rutan dalam kegiatan penerimaan dan
registrasi klien pemasyarakatan

82. Melaksanakan kegiatan assesmen resiko dan kebutuhan Laporan assesmen resiko dan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
dalam rangka menilai tingkat resiko dan mengidentifikasi kebutuhan dalam rangka menilai
kebutuhan pembimbingan klien untuk tindak pidana tingkat resiko dan
kategori 1 dan 2 mengidentifikasi kebutuhan
pembimbingan klien untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2

83. Melaksanakan kegiatan assesmen resiko dan kebutuhan Laporan assesmen resiko dan 0,03 MUDA/AHLI MUDA
dalam rangka menilai tingkat resiko dan mengidentifikasi kebutuhan dalam rangka menilai
kebutuhan pembimbingan klien untuk tindak pidana tingkat resiko dan
kategori 3 dan 4 mengidentifikasi kebutuhan
pembimbingan klien untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

84. Melaksanakan kegiatan assesmen resiko dan kebutuhan Laporan assesmen resiko dan 0,02 PERTAMA/AHLI
dalam rangka menilai tingkat resiko dan mengidentifikasi kebutuhan dalam rangka menilai PERTAMA
kebutuhan pembimbingan klien untuk tindak pidana tingkat resiko dan
kategori 5 dan 6 mengidentifikasi kebutuhan
pembimbingan klien untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

85. Menyusun program pembimbingan klien anak tahap awal/ Rencana program pembimbingan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam rangka klien anak tahap awal/
menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak pidana lanjutan/akhir/tambahan (after
kategori 1 dan 2 care) dalam rangka menentukan
kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2
- 11 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
86. Menyusun program pembimbingan klien anak tahap awal/ Rencana program pembimbingan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam rangka klien anak tahap awal/
menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak pidana lanjutan/akhir/tambahan (after
kategori 3 dan 4 care) dalam rangka menentukan
kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

87. Menyusun program pembimbingan klien anak tahap awal/ Rencana program pembimbingan 0,02 PERTAMA/AHLI
lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam rangka klien anak tahap awal/ PERTAMA
menentukan kegiatan bimbingan Untuk tindak pidana lanjutan/akhir/tambahan (after
kategori 5 dan 6 care) dalam rangka menentukan
kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

88. Menyusun program pembimbingan klien dewasa tahap Rencana program pembimbingan 0,05 MADYA/AHLI MADYA
awal/ lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam rangka klien dewasa tahap awal/
menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak pidana lanjutan/akhir/tambahan (after
kategori 1 care) dalam rangka menentukan
kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 1

89. Menyusun program pembimbingan klien dewasa tahap Rencana program pembimbingan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
awal/ lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam rangka klien dewasa tahap awal/
menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak pidana lanjutan/akhir/tambahan (after
kategori 2 care) dalam rangka menentukan
kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 2

90. Menyusun program pembimbingan klien dewasa tahap Rencana program pembimbingan 0,02 PERTAMA/AHLI
awal/ lanjutan/akhir/tambahan (after care) dalam rangka klien dewasa tahap awal/ PERTAMA
menentukan kegiatan bimbingan untuk tindak pidana lanjutan/akhir/tambahan (after
kategori 3 dan 4 care) dalam rangka menentukan
kegiatan bimbingan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

91. Melaksanakan kegiatan konseling dalam rangka Catatan hasil bimbingan 0,03 MADYA/AHLI MADYA
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien anak kepribadian / kemandirian klien
untuk tindak pidana kategori 1 anak untuk tindak pidana
kategori 1

92. Melaksanakan kegiatan konseling dalam rangka Catatan hasil bimbingan 0,01 MUDA/AHLI MUDA
pembimbingan kepribadian / kemandirian Klien anak kepribadian / kemandirian Klien
untuk tindak pidana kategori 2 anak untuk tindak pidana
kategori 2

93. Melaksanakan kegiatan konseling dalam rangka Catatan hasil bimbingan 0,01 PERTAMA/AHLI
pembimbingan kepribadian / kemandirian Klien anak kepribadian / kemandirian klien PERTAMA
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 anak untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4
- 12 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
94. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling dalam Catatan hasil bimbingan dan 0,03 MADYA/AHLI MADYA
rangka pembimbingan kepribadian / kemandirian klien konseling dalam rangka
dewasa untuk tindak pidana kategori 1 pembimbingan kepribadian /
kemandirian klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 1

95. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling dalam Catatan hasil bimbingan dan 0,02 MUDA/AHLI MUDA
rangka pembimbingan kepribadian / kemandirian klien konseling dalam rangka
dewasa untuk tindak pidana kategori 2 pembimbingan kepribadian /
kemandirian Klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 2

96. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling dalam Catatan hasil bimbingan dan 0,01 PERTAMA/AHLI
rangka pembimbingan kepribadian / kemandirian klien konseling dalam rangka PERTAMA
dewasa untuk tindak pidana kategori 3 pembimbingan kepribadian /
kemandirian klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 3

97. Melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam rangka Laporan hasil kunjungan rumah 0,06 MADYA/AHLI MADYA
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien anak dalam rangka pembimbingan
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 kepribadian / kemandirian klien
anak untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

98. Melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam rangka Laporan hasil kunjungan rumah 0,04 MUDA/AHLI MUDA
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien anak dalam rangka pembimbingan
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kepribadian / kemandirian klien
anak untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

99. Melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam rangka Laporan hasil kunjungan rumah 0,02 PERTAMA/AHLI
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien anak dalam rangka pembimbingan PERTAMA
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kepribadian / kemandirian klien
anak untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

100. Melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam rangka Laporan hasil kunjungan rumah 0,07 MADYA/AHLI MADYA
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien dewasa dalam rangka pembimbingan
untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 kepribadian / kemandirian klien
dewasa untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

101 Melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam rangka Laporan hasil kunjungan rumah 0,04 MUDA/AHLI MUDA
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien dewasa dalam rangka pembimbingan
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kepribadian / kemandirian klien
dewasa untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4
- 13 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
102. Melaksanakan kegiatan kunjungan rumah dalam rangka Laporan hasil kunjungan rumah 0,02 PERTAMA/AHLI
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien dewasa dalam rangka pembimbingan PERTAMA
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kepribadian / kemandirian klien
dewasa untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

103. Menyusun materi bimbingan kelompok dalam rangka Dokumen materi bimbingan 0,12 MADYA/AHLI MADYA
pembimbingan kepribadian / kemandirian klien
pemasyarakatan
104. Melaksanakan kegiatan penyampaian materi bimbingan Laporan sebagai pemateri 0,06 MUDA/AHLI MUDA
kelompok dalam rangka pembimbingan kepribadian / bimbingan kelompok
kemandirian
105. Melakukan evaluasi perkembangan bimbingan klien anak Laporan perkembangan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
secara berkala untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

106. Melakukan evaluasi perkembangan bimbingan klien anak Laporan perkembangan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
secara berkala untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

107. Melakukan evaluasi perkembangan bimbingan klien anak Laporan perkembangan 0,02 PERTAMA/AHLI
secara berkala untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 bimbingan klien anak untuk PERTAMA
tindak pidana kategori 5 dan 6

108. Melakukan evaluasi perkembangan bimbingan klien dewasa Laporan perkembangan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
secara berkala untuk tindak pidana kategori 1 bimbingan Klien dewasa secara
berkala untuk tindak pidana
kategori 1

109. Melakukan evaluasi perkembangan bimbingan klien dewasa Laporan perkembangan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
secara berkala untuk tindak pidana kategori 2 bimbingan klien dewasa secara
berkala untuk tindak pidana
kategori 2

110. Melakukan evaluasi perkembangan bimbingan klien dewasa Laporani perkembangan 0,02 PERTAMA/AHLI
secara berkala untuk tindak pidana kategori 3 bimbingan klien dewasa secara PERTAMA
berkala untuk tindak pidana
kategori 3

111. Menelaah surat permintaan pindah bimbingan dari klien Dokumen usulan pindah 0,06 MADYA/AHLI MADYA
Anak dan membuat dokumen usulan pindah bimbingan ke bimbingan ke Bapas Lain untuk
Bapas Lain Untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 tindak pidana kategori 1 dan 2

112. Menelaah surat permintaan pindah bimbingan dari klien Dokumen usulan pindah 0,04 MUDA/AHLI MUDA
Anak dan membuat dokumen usulan pindah bimbingan ke bimbingan ke Bapas Lain untuk
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 tindak pidana kategori 3 dan 4

113. Menelaah surat permintaan pindah bimbingan dari klien Dokumen usulan pindah 0,02 PERTAMA/AHLI
Anak dan membuat dokumen usulan pindah bimbingan ke bimbingan ke Bapas lain untuk PERTAMA
Bapas lain untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 tindak pidana kategori 5 dan 6
- 14 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
114. Melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan menyusun Dokumen jawaban permintaan 0,12 MADYA/AHLI MADYA
rekomendasi dalam rangka menindaklanjuti surat usulan pindah bimbingan klien anak dari
dan dokumen permintaan pindah bimbingan klien anak Bapas lain untuk tindak pidana
dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 kategori 1 dan 2

115. Melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan menyusun Dokumen jawaban permintaan 0,08 MUDA/AHLI MUDA
rekomendasi dalam rangka menindaklanjuti surat usulan pindah bimbingan klien anak dari
dan dokumen permintaan pindah bimbingan klien anak Bapas lain untuk tindak pidana
dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 kategori 3 dan 4

116. Melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan menyusun Dokumen jawaban permintaan 0,04 PERTAMA/AHLI
rekomendasi dalam rangka menindaklanjuti surat usulan pindah bimbingan klien anak dari PERTAMA
dan dokumen permintaan pindah bimbingan klien anak Bapas lain untuk tindak pidana
dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 kategori 5 dan 6

117. Menelaah surat permintaan pindah bimbingan dari klien Dokumen usulan pindah 0,03 MADYA/AHLI MADYA
Dewasa dan membuat dokumen usulan pindah bimbingan bimbingan ke Bapas lain untuk
ke Bapas lain untuk tindak pidana kategori 1 tindak pidana kategori 1

118. Menelaah surat permintaan pindah bimbingan dari klien Dokumen usulan pindah 0,02 MUDA/AHLI MUDA
dewasa dan membuat dokumen usulan pindah bimbingan bimbingan ke Bapas lain untuk
ke Bapas lain untuk tindak pidana kategori 2 tindak pidana kategori 2

119. Menelaah surat permintaan pindah bimbingan dari klien Dokumen usulan pindah 0,02 PERTAMA/AHLI
dewasa dan membuat dokumen usulan pindah bimbingan bimbingan ke Bapas lain untuk PERTAMA
ke Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3 tindak pidana kategori 3

120. Melaksanakan Kegiatan Verifikasi, Klarifikasi dan Dokumen jawaban permintaan 0,12 MADYA/AHLI MADYA
menyusun Rekomendasi dalam rangka menindaklanjuti pindah bimbingan klien dewasa
surat usulan dan dokumen permintaan pindah bimbingan dari Bapas lain untuk tindak
klien dewasa dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori pidana kategori 1
1

121. Melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan menyusun Dokumen jawaban permintaan 0,08 MUDA/AHLI MUDA
rekomendasi dalam rangka menindaklanjuti surat usulan pindah bimbingan klien dewasa
dan dokumen permintaan pindah bimbingan klien dewasa dari Bapas lain untuk tindak
dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 2 pidana kategori 2

122. Melaksanakan kegiatan verifikasi, klarifikasi dan menyusun Dokumen jawaban permintaan 0,04 PERTAMA/AHLI
rekomendasi dalam rangka menindaklanjuti surat usulan pindah bimbingan klien dewasa PERTAMA
dan dokumen permintaan pindah bimbingan klien dewasa dari Bapas lain untuk tindak
dari Bapas lain untuk tindak pidana kategori 3 pidana kategori 3

123. Menyusun Dokumen Pengakhiran bimbingan klien anak Dokumen pengakhiran 0,06 MADYA/AHLI MADYA
untuk tindak pidana kategori 1 bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 1
- 15 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
124. Menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien anak Dokumen pengakhiran 0,03 MUDA/AHLI MUDA
untuk tindak pidana kategori 2 bimbingan klien anak untuk
tindak pidana kategori 2

125. Menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien anak Dokumen pengakhiran 0,02 PERTAMA/AHLI
untuk tindak pidana kategori 3 bimbingan klien anak untuk PERTAMA
tindak pidana kategori 3

126. Menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien dewasa Dokumen pengakhiran 0,06 MADYA/AHLI MADYA
untuk tindak pidana kategori 1 bimbingan klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 1

127. Menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien dewasa Dokumen pengakhiran 0,04 MUDA/AHLI MUDA
untuk tindak pidana kategori 2 bimbingan klien dewasa untuk
tindak pidana kategori 2

128. Menyusun dokumen pengakhiran bimbingan klien dewasa Dokumen pengakhiran bimbingan 0,02 PERTAMA/AHLI
untuk tindak pidana kategori 3 klien dewasa untuk tindak pidana PERTAMA
kategori 3

129. Melakukan pemetaan peluang kerja sama pihak ketiga Laporan hasil pemetaan peluang 0,01 PERTAMA/AHLI
dalam rangka membangun jejaring kerja kerja sama PERTAMA

130. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam Laporan hasil koordinasi kerja 0,16 UTAMA/AHLI UTAMA
rangka membangun jejaring kerja sama tingkat nasional sama tingkat nasional

131. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam Laporan hasil koordinasi kerja 0,12 MADYA/AHLI MADYA
rangka membangun jejaring kerja sama tingkat provinsi sama tingkat provinsi

132. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam Laporan hasil koordinasi kerja 0,08 MUDA/AHLI MUDA
rangka membangun jejaring kerja sama tingkat kabupaten sama tingkat kabupaten/kota
/ kota

133. Menyusun dokumen kerjasama dengan pihak terkait dalam Dokumen kerja sama tingkat 0,24 UTAMA/AHLI UTAMA
rangka membangun jejaring kerja sama tingkat nasional nasional

134. Menyusun dokumen kerjasama dengan pihak terkait dalam Dokumen kerja sama tingkat 0,18 MADYA/AHLI MADYA
rangka membangun jejaring kerja sama tingkat provinsi provinsi

135. Menyusun dokumen kerjasama dengan pihak terkait dalam Dokumen kerja sama tingkat 0,12 MUDA/AHLI MUDA
rangka membangun jejaring kerja sama tingkat kabupaten kabupaten / kota
/ kota
136. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Laporan hasil monitoring dan 0,16 UTAMA/AHLI UTAMA
kerja sama tingkat nasional evaluasi pelaksanaan kerjasama
tingkat nasional

137. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Laporan hasil monitoring dan 0,12 MADYA/AHLI MADYA
kerja sama tingkat provinsi evaluasi pelaksanaan kerjasama
tingkat provinsi
- 16 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
138. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Laporan hasil monitoring dan 0,08 MUDA/AHLI MUDA
kerja sama tingkat kabupaten / kota evaluasi pelaksanaan kerjasama
tingkat kabupaten / kota

139. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan analisa, penilaian, 0,12 UTAMA/AHLI UTAMA
pelaksanaan pembimbingan klien Untuk tindak kategori 1 verifikasi dan evaluasi
dan 2 pelaksanaan pembimbingan klien
untuk tindak pidana kategori 1
dan 2

140. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan analisa, penilaian, 0,09 MADYA/AHLI MADYA
pelaksanaan pembimbingan klien untuk tindak pidana verifikasi dan evaluasi
kategori 3 dan 4 pelaksanaan pembimbingan klien
untuk tindak pidana kategori 3
dan 4

141. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan analisa, penilaian, 0,06 MUDA/AHLI MUDA
pelaksanaan pembimbingan klien untuk tindak pidana verifikasi dan evaluasi
kategori 5 dan 6 pelaksanaan pembimbingan klien
untuk tindak pidana kategori 5
dan 6

142. Melakukan telaahan kebijakan (Permen /Kepmen Telaahan kebijakan (Permen 0,28 UTAMA/AHLI UTAMA
/Pedoman /SE /Juklak /Juknis dll) di bidang /Kepmen /Pedoman /SE /Juklak
pembimbingan /Juknis dll) di bidang
pembimbingan

143. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun modul / Modul / bahan ajar bimbingan 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bahan ajar bimbingan teknis di bidang pembimbingan teknis di bidang pembimbingan

144. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyusun modul Modul / bahan ajar bidang 0,30 MADYA/AHLI MADYA
/ bahan ajar bimbingan teknis di bidang pembimbingan pembimbingan

145. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bimbingan teknis di bidang pembimbingan sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang pembimbingan

146. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,30 MADYA/AHLI MADYA
bimbingan teknis di bidang pembimbingan sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang pembimbingan

D Pengawasan 147. Melakukan kegiatan pengawasan proses upaya diversi Laporan hasil pengawasan proses 0,07 MUDA/AHLI MUDA
dalam rangka terlaksananya diversi untuk tindak pidana upaya diversi dalam rangka
kategori 3 dan 4 terlaksananya diversi untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

148. Melakukan kegiatan pengawasan proses upaya diversi Laporan hasil pengawasan proses 0,02 PERTAMA/AHLI
dalam rangka terlaksananya diversi untuk tindak pidana upaya diversi dalam rangka PERTAMA
kategori 5 dan 6 terlaksananya diversi untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6
- 17 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
149. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan penetapan Laporan hasil pengawasan 0,09 MADYA/AHLI MADYA
hasil diversi/ putusan hakim terhadap anak untuk tindak pelaksanaan penetapan hasil
pidana kategori 1 dan 2 diversi/ putusan hakim terhadap
anak untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2

150. Melakukan kegiatan pengawasan penetapan hasil diversi/ Laporan hasil pengawasan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
putusan hakim terhadap anak untuk tindak pidana penetapan hasil diversi/ putusan
kategori 3 dan 4 hakim terhadap Anak untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

151. Melakukan kegiatan pengawasan penetapan hasil diversi/ Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
putusan hakim terhadap anak untuk tindak pidana penetapan hasil diversi/ putusan PERTAMA
kategori 5 dan 6 hakim terhadap anak untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6

152. Melakukan kegiatan pengawasan putusan hakim terhadap Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 2 putusan hakim terhadap klien
dewasa untuk tindak pidana
kategori 2

153. Melakukan kegiatan pengawasan putusan hakim terhadap Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
klien dewasa untuk tindak pidana kategori 3 putusan hakim terhadap klien PERTAMA
dewasa untuk tindak pidana
kategori 3

154. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan program Laporan hasil pengawasan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
perawatan dan layanan tahanan anak berdasarkan hasil pelaksanaan program perawatan
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dan layanan tahanan Anak
pidana kategori 1 dan 2 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

155. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan program Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
perawatan dan layanan tahanan anak berdasarkan hasil pelaksanaan program perawatan
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dan layanan tahanan anak
pidana kategori 3 dan 4 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

156. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan program Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
perawatan dan layanan tahanan Anak berdasarkan hasil pelaksanaan program perawatan PERTAMA
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dan layanan tahanan Anak
pidana kategori 5 dan 6 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6
- 18 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
157. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan program Laporan hasil pengawasan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
perawatan dan layanan tahanan dewasa berdasarkan hasil pelaksanaan program perawatan
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dan layanan tahanan dewasa
pidana kategori 1 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1

158. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan program Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
perawatan dan layanan tahanan dewasa berdasarkan hasil pelaksanaan program perawatan
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dan layanan tahanan dewasa
pidana kategori 2 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 2

159. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan program Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
perawatan dan layanan tahanan dewasa berdasarkan hasil pelaksanaan program perawatan PERTAMA
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dan layanan tahanan dewasa
pidana kategori 3 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3

160. Melakukan kegiatan pengawasan program pembinaan anak Laporan hasil pengawasan 0,06 MADYA/AHLI MADYA
di LPKA berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembinaan anak di LPKA
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

161. Melakukan kegiatan pengawasan program pembinaan anak Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
di LPKA berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembinaan anak di LPKA
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

162. Melakukan kegiatan pengawasan program pembinaan anak Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
di LPKA berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembinaan anak di LPKA PERTAMA
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6

163. Melakukan kegiatan pengawasan program pembinaan Laporan hasil pengawasan 0,05 MADYA/AHLI MADYA
narapidana dewasa di Lapas / Rutan berdasarkan hasil program pembinaan narapidana
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dewasa di Lapas / Rutan
pidana kategori 1 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 1
- 19 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
164. Melakukan kegiatan pengawasan program pembinaan Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
narapidana dewasa di Lapas / Rutan berdasarkan hasil program pembinaan narapidana
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dewasa di Lapas / Rutan
pidana kategori 2 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian Kekmasyarakatan
untuk tindak pidana kategori 2

165. Melakukan kegiatan pengawasan program pembinaan Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
narapidana dewasa di Lapas / Rutan berdasarkan hasil program pembinaan narapidana PERTAMA
rekomendasi penelitian kemasyarakatan untuk tindak dewasa di Lapas / Rutan
pidana kategori 3 berdasarkan hasil rekomendasi
penelitian kemasyarakatan untuk
tindak pidana kategori 3

166. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,05 MADYA/AHLI MADYA
klien anak berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembimbingan klien
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 anak berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 1 dan 2

167. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
klien anak berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembimbingan klien
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 anak berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4
168. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
klien anak berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembimbingan klien PERTAMA
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 anak berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

169. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,05 MADYA/AHLI MADYA
klien dewasa berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembimbingan klien
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 1 dewasa berdasarkan hasil
rekomendasi Penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 1

170. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,04 MUDA/AHLI MUDA
klien dewasa berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembimbingan klien
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 2 dewasa berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 2
- 20 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
171. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,02 PERTAMA/AHLI
klien dewasa berdasarkan hasil rekomendasi penelitian program pembimbingan klien PERTAMA
kemasyarakatan untuk tindak pidana kategori 3 dewasa berdasarkan hasil
rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 3
172. Memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen Dokumen penerusan permintaan 0,09 MADYA/AHLI MADYA
permintaan izin ke luar negeri dari klien anak serta izin ke luar negeri dari klien anak
membuat dokumen penerusan permintaan izin ke luar serta membuat dokumen
negeri ke kantor wilayah untuk tindak pidana kategori 1 penerusan permintaan izin ke luar
dan 2 negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

173. Memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen Dokumen penerusan permintaan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
permintaan izin ke luar negeri dari klien anak serta izin ke luar negeri dari klien anak
membuat dokumen penerusan permintaan izin ke luar serta membuat dokumen
negeri ke kantor wilayah untuk tindak pidana kategori 3 penerusan permintaan izin ke luar
dan 4 negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 3 dan 4

174. Memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen Dokumen penerusan permintaan 0,03 PERTAMA/AHLI
permintaan izin ke luar negeri dari klien anak serta izin ke luar negeri dari klien anak PERTAMA
membuat dokumen penerusan permintaan izin ke luar serta membuat dokumen
negeri ke kantor wilayah untuk tindak pidana kategori 5 penerusan permintaan izin ke luar
dan 6 negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 5 dan 6

175. Memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen Dokumen penerusan permintaan 0,09 MADYA/AHLI MADYA
permintaan izin ke luar negeri dari klien dewasa serta izin ke luar negeri dari klien
membuat dokumen penerusan permintaan izin ke luar dewasa serta membuat dokumen
negeri ke kantor wilayah untuk tindak pidana politik / penerusan permintaan izin ke luar
terhadap kepala negara / perdagangan manusia negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana politik / terhadap
kepala negara / perdagangan
manusia

176. Memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen Dokumen penerusan permintaan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
permintaan izin ke luar negeri dari Klien Dewasa serta izin ke luar negeri dari klien
membuat dokumen penerusan permintaan izin ke luar dewasa serta membuat dokumen
negeri ke kantor wilayah untuk tindak pidana kategori 2 penerusan permintaan izin ke luar
negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 2
- 21 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
177. Memeriksa dan memverifikasi surat dan dokumen Dokumen penerusan permintaan 0,03 PERTAMA/AHLI
permintaan izin ke luar negeri dari klien dewasa serta izin ke luar negeri dari klien PERTAMA
membuat dokumen penerusan permintaan izin ke luar dewasa serta membuat dokumen
negeri ke kantor wilayah untuk tindak pidana kategori 3 penerusan permintaan izin ke luar
negeri ke kantor wilayah untuk
tindak pidana kategori 3

178. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin keluar Laporan hasil pengawasan izin 0,09 MADYA/AHLI MADYA
negeri klien anak untuk tindak pidana kategori 1 dan 2 keluar negeri klien anak untuk
tindak pidana kategori 1 dan 2

179. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
klien anak yang mendapatkan izin keluar negeri/ kota program pembimbingan klien
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan anak yang mendapatkan izin
untuk tindak pidana kategori 3 dan 4 keluar negeri/ kota berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 3 dan 4

180. Melakukan kegiatan pengawasan program pembimbingan Laporan hasil pengawasan 0,03 PERTAMA/AHLI
klien anak yang mendapatkan izin keluar negeri/ kota program pembimbingan klien PERTAMA
berdasarkan hasil rekomendasi penelitian kemasyarakatan anak yang mendapatkan Izin
untuk tindak pidana kategori 5 dan 6 keluar negeri/ kota berdasarkan
hasil rekomendasi penelitian
kemasyarakatan untuk tindak
pidana kategori 5 dan 6

181. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin keluar Laporan hasil pengawasan Izin 0,09 MADYA/AHLI MADYA
negeri klien dewasa untuk tindak pidana politik / terhadap keluar negeri klien dewasa untuk
kepala negara / perdagangan manusia tindak pidana politik / terhadap
kepala negara / perdagangan
manusia

182. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin keluar Laporan hasil pengawasan 0,06 MUDA/AHLI MUDA
negeri klien dewasa untuk tindak pidana kategori 2 pelaksanaan izin keluar negeri
klien dewasa untuk tindak
pidana kategori 2

183. Melakukan kegiatan pengawasan pelaksanaan izin keluar Laporan hasil pengawasan 0,03 PERTAMA/AHLI
negeri klien dewasa untuk tindak pidana kategori 3 pelaksanaan izin keluar negeri PERTAMA
klien dewasa untuk tindak
pidana kategori 3

184. Melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB / CMB / Dokumen usulan pencabutan PB 0,18 MADYA/AHLI MADYA
CB / asimilasi / CMK klien anak untuk tindak pidana / CMB / CB / asimilasi / CMK
kategori 1 dan 2 klien anak untuk tindak pidana
kategori 1 dan 2
- 22 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
185. Melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB / CMB / Dokumen usulan pencabutan PB 0,12 MUDA/AHLI MUDA
CB / asimilasi / CMK klien anak untuk tindak pidana / CMB / CB / asimilasi / CMK
kategori 3 dan 4 klien anak untuk tindak pidana
kategori 3 dan 4

186. Melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB / CMB / Dokumen usulan pencabutan PB 0,06 PERTAMA/AHLI
CB / asimilasi / CMK klien anak untuk tindak pidana / CMB / CB / asimilasi / CMK PERTAMA
kategori 5 dan 6 klien anak untuk tindak pidana
kategori 5 dan 6

187. Melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB / CMB / Dokumen usulan pencabutan PB 0,18 MADYA/AHLI MADYA
CB / asimilasi / CMK klien dewasa untuk tindak pidana / CMB / CB / asimilasi / CMK
politik / terhadap kepala negara / perdagangan manusia klien dewasa untuk tindak pidana
politik / terhadap kepala negara /
perdagangan manusia

188. Melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB / CMB / Dokumen usulan pencabutan PB 0,12 MUDA/AHLI MUDA
CB / asimilasi / CMK klien dewasa untuk tindak pidana / CMB / CB / asimilasi / CMK
kategori 2 klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 2

189. Melakukan kegiatan pengusulan pencabutan PB / CMB / Dokumen usulan pencabutan PB 0,06 PERTAMA/AHLI
CB / asimilasi / CMK klien dewasa untuk tindak pidana / CMB / CB / asimilasi / CMK PERTAMA
kategori 3 klien dewasa untuk tindak pidana
kategori 3

190. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan analisa, penilaian, 0,24 UTAMA/AHLI UTAMA
pelaksanaan pengawasan klien untuk tindak pidana verifikasi dan evaluasi
kategori 1 dan 2 pelaksanaan pengawasan klien
untuk tindak pidana kategori 1
dan 2

191. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan analisa, penilaian, 0,11 MADYA/AHLI MADYA
pelaksanaan pengawasan klien untuk tindak pidana verifikasi dan evaluasi
kategori 3 dan 4 pelaksanaan pengawasan Klien
untuk tindak pidana kategori 3
dan 4

192. Melakukan analisa, penilaian, verifikasi dan evaluasi Laporan analisa, penilaian, 0,07 MUDA/AHLI MUDA
pelaksanaan pengawasan klien untuk tindak pidana verifikasi dan evaluasi
kategori 5 dan 6 pelaksanaan pengawasan Klien
untuk tindak pidana kategori 5
dan 6

193. Melakukan telaahan kebijakan (Permen /Kepmen Telaahan kebijakan (Permen 0,28 UTAMA/AHLI UTAMA
/Pedoman /SE /Juklak /Juknis dll)) di bidang pengawasan /Kepmen /Pedoman /SE /Juklak
/Juknis dll)) di bidang
pengawasan

194. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyusun modul / Modul / bahan ajar bimbingan 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bahan ajar bimbingan teknis di bidang pengawasan teknis di bidang pengawasan
- 23 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
195. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyusun modul Modul / bahan ajar bidang 0,30 MADYA/AHLI MADYA
/ bahan ajar bimbingan teknis di bidang pengawasan pengawasan

196. Melaksanakan tugas sebagai ketua tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,40 UTAMA/AHLI UTAMA
bimbingan teknis di bidang pengawasan sebagai ketua tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang pengawasan

197. Melaksanakan tugas sebagai anggota tim penyelenggaraan Laporan pelaksanaan tugas 0,30 MADYA/AHLI MADYA
bimbingan teknis di bidang pengawasan sebagai anggota tim
penyelenggaraan bimbingan teknis
di bidang pengawasan

E Sidang Tim Pengamat 198. Melaksanakan sidang tim pengamat pemasyarakatan dalam Laporan hasil sidang TPP Bapas 0,03 PERTAMA/AHLI
Pemasyarakatan rangka pembahasan litmas / pendampingan / PERTAMA
0,06 MUDA/AHLI MUDA
pembimbingan / pengawasan klien
0,09 MADYA/AHLI MADYA
199. Melaksanakan sidang tim pengamat pemasyarakatan dalam Laporan hasil sidang TPP di Lapas 0,03 PERTAMA/AHLI
rangka litmas / pembinaan narapidana / anak / LPKA / Rutan / LPAS PERTAMA
0,06 MUDA/AHLI MUDA
0,09 MADYA/AHLI MADYA
200. Melaksanakan sidang tim pengamat pemasyarakatan di Laporan hasil sidang TPP wilayah 0,06 MUDA/AHLI MUDA
kantor wilayah
0,09 MADYA/AHLI MADYA
201. Melaksanakan sidang tim pengamat pemasyarakatan di Laporan hasil sidang TPP pusat 0,16 UTAMA/AHLI UTAMA
direktorat jenderal pemasyarakatan
202. Melaksanakan kegiatan pemeriksaan dokumen usulan / Dokumen bahan sidang TPP 0,01 MUDA/AHLI MUDA
pencabutan asimilasi / PB / CMB / CB untuk bahan wilayah
pembahasan sidang tim pengamat pemasyarakatan di
kantor wilayah

203. Melaksanakan kegiatan pemeriksaan dokumen usulan / Dokumen bahan sidang TPP pusat 0,02 MUDA/AHLI MUDA
pencabutan asimilasi / PB untuk bahan pembahasan
sidang tim pengamat pemasyarakatan di direktorat jenderal
pemasyarakatan

III PENGEMBANGAN A Pembuatan karya tulis/karya 1. Membuat karya tulis/karya ilmiah hasil penelitian/
PROFESI ilmiah di bidang bimbingan pengkajian/survei/evaluasi di bidang bimbingan
kemasyarakatan kemasyarakatan yang dipublikasikan:
a. Dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan Semua jenjang
secara nasional Buku 12,5

b. Dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh Semua jenjang


Kementerian yang bersangkutan Majalah 6

2. Membuat karya tulis/karya ilmiah hasil penelitian/


pengkajian/survei/ evaluasi di bidang bimbingan
kemasyarakatan yang tidak dipublikasikan, tetapi
didokumentasikan di perpustakaan:
- 24 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
a. Dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan Buku 8 Semua jenjang
secara nasional
b. Dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh Majalah 4 Semua jenjang
Kementerian yang bersangkutan
3. Membuat karya tulis/karya ilmiah berupa tinjauan atau
ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang bimbingan
kemasyarakatan yang dipublikasikan:
a. Dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan Buku 8 Semua jenjang
secara nasional
b. Dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh Makalah 4 Semua jenjang
Kementerian yang bersangkutan
4. Membuat makalah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah
hasil gagasan sendiri dalam bidang bimbingan
kemasyarakatan yang tidak dipublikasikan tetapi
didokumentasikan di perpustakaan:

a. Dalam bentuk buku Buku 7 Semua jenjang


b. Dalam majalah Majalah 3,5 Semua jenjang
5. Membuat tulisan ilmiah populer di bidang bimbingan Naskah 2 Semua jenjang
kemasyarakatan yang disebarluaskan melalui media massa
yang merupakan satu kesatuan

6. Menyampaikan prasaran berupa tinjauan, gagasan, atau Naskah 2,5 Semua jenjang
ulasan ilmiah dalam pertemuan ilmiah nasional (tidak
harus memberikan rekomendasi tetapi harus ada
kesimpulan akhir)

B Penerjemahan/penyaduran 1. Menerjemahkan/menyadur di bidang penilaian yang


buku dan bahan lainnya di dipublikasikan
a. Dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan Buku 7 Semua jenjang
bidang bimbingan secara nasional
kemasyarakatan b. Dalam bentuk majalah ilmiah tingkat nasional Semua jenjang
Majalah 3,5
2. Menerjemahkan/menyadur di bidang penilaian yang tidak
dipublikasikan :
a. Dalam bentuk buku Buku 3,5 Semua jenjang
b. Dalam bentuk majalah yang diakui oleh Instansi yang Makalah 1,5 Semua jenjang
berwenang
C Membuat buku 1. Membuat buku pedoman di bidang bimbingan Pedoman 6 Semua jenjang
pedoman/ketentuan kemasyarakatan
pelaksanaan/ketentuan
2. Membuat ketentuan pelaksanaan di bidang bimbingan Juklak Semua jenjang
teknis di bidang bimbingan 8
kemasyarakatan
kemasyarakatan
3. Membuat ketentuan teknis di bidang bimbingan Juknis 3 Semua jenjang
kemasyarakatan
IV PENUNJANG TUGAS A Pengajar/pelatih pada diklat Mengajar/melatih pada diklat fungsional/teknis di bidang Laporan /Materi 0,4 Semua jenjang
PEMBIMBING fungsional/teknis di bidang bimbingan kemasyarakatan setiap 2 jam pelatihan
KEMASYARAKATAN bimbingan kemasyarakatan
- 25 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
B Peran serta dalam 1. Mengikuti kegiatan seminar/lokakarya/konferensi di bidang
seminar/lokakarya di bidang bimbingan kemasyarakatan setiap kali, sebagai:
bimbingan kemasyarakatan
a. Pemrasaran /penyaji/narasumber Materi 3 Semua jenjang
b. Pembahas /moderator Laporan 2 Semua jenjang
c. Peserta Laporan 1 Semua jenjang
2. Mengikuti/berperan serta sebagai delegasi ilmiah sebagai:
a. Ketua Laporan 1,5 Semua jenjang
b. Anggota Laporan 1 Semua jenjang
C Keanggotaan dalam organisasi Menjadi anggota organisasi profesi Nasional : Semua jenjang
profesi 1. Pengurus aktif Tahun 1 Semua jenjang
2. Anggota aktif Tahun 0,75 Semua jenjang
D Keanggotaan dalam Tim Menjadi anggota Tim Penilai Kinerja Jabatan Fungsional
Penilai Kinerja Jabatan Pembimbing Kemasyarakatan
Fungsional Pembimbing 1. Ketua SK 1 Semua jenjang
Kemasyarakatan 2. Anggota SK 0,75 Semua jenjang
E Perolehan Memperoleh Penghargaan/tanda jasa Satyalancana Karyasatya
penghargaan/tanda jasa
1. 30 (tiga puluh) tahun Piagam 3 Semua jenjang
2. 20 (dua puluh) tahun Piagam 2 Semua jenjang
3. 10 (sepuluh) tahun Piagam 1 Semua jenjang
F Perolehan gelar kesarjanaan Memperoleh gelar kesarjanaan yang tidak sesuai dengan bidang
lainnya tugasnya
1. Sarjana (S1)/Diploma IV Ijazah / gelar 5 Semua Jenjang
2. Magister (S2) Ijazah / gelar 10 Semua Jenjang
3. Doktor (S3) Ijazah / gelar 15 Semua Jenjang

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

ASMAN ABNUR
- 26 -

SUB UNSUR ANGKA


NO UNSUR URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN HASIL KERJA PELAKSANA TUGAS
TUGAS JABATAN KREDIT
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

JUMLAH ANGKA KREDIT KUMULATIF MINIMAL


UNTUK PENGANGKATAN DAN KENAIKAN JABATAN/PANGKAT JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DENGAN PENDIDIKAN SARJANA (S1)/DIPLOMA IV

JENJANG JABATAN/GOLONGAN RUANG DAN ANGKA KREDIT


JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
NO. UNSUR PERSENTASE PERTAMA/AHLI
MUDA/AHLI MUDA MADYA/AHLI MADYA UTAMA/AHLI UTAMA
PERTAMA
III/a III/b III/c III/d IV/a IV/b IV/c IV/d IV/e
1 UNSUR UTAMA
A. Pendidikan
1. Pendidikan sekolah 100 100 100 100 100 100 100 100 100
2. Diklat
B. Bimbingan Kemasyarakatan ≥ 80% - 40 80 160 240 360 480 600 760
C. Pengembangan profesi

2 UNSUR PENUNJANG

Kegiatan yang menunjang


pelaksanaan tugas Pembimbing ≤ 20% - 10 20 40 60 90 120 150 190
Kemasyarakatan

JUMLAH 100 150 200 300 400 550 700 850 1050

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

ASMAN ABNUR
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

JUMLAH ANGKA KREDIT KUMULATIF MINIMAL


UNTUK PENGANGKATAN DAN KENAIKAN JABATAN/PANGKAT JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DENGAN PENDIDIKAN MAGISTER (S2)

JENJANG JABATAN/GOLONGAN RUANG DAN ANGKA KREDIT


JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
NO. UNSUR PERSENTASE PERTAMA/AHLI
MUDA/AHLI MUDA MADYA/AHLI MADYA UTAMA/AHLI UTAMA
PERTAMA
III/b III/c III/d IV/a IV/b IV/c IV/d IV/e
1 UNSUR UTAMA
A. Pendidikan
1. Pendidikan sekolah 150 150 150 150 150 150 150 150
2. Diklat
B. Bimbingan Kemasyarakatan ≥ 80% - 40 120 200 320 440 560 720
C. Pengembangan profesi

2 UNSUR PENUNJANG

Kegiatan yang menunjang


pelaksanaan tugas Pembimbing ≤ 20% - 10 30 50 80 110 140 180
Kemasyarakatan

JUMLAH 150 200 300 400 550 700 850 1050

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

ASMAN ABNUR
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

JUMLAH ANGKA KREDIT KUMULATIF MINIMAL


UNTUK PENGANGKATAN DAN KENAIKAN JABATAN/PANGKAT JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DENGAN PENDIDIKAN DOKTOR (S3)

JENJANG JABATAN/GOLONGAN RUANG DAN ANGKA KREDIT


JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
NO. UNSUR PERSENTASE
MUDA/AHLI MUDA MADYA/AHLI MADYA UTAMA/AHLI UTAMA

III/c III/d IV/a IV/b IV/c IV/d IV/e


1 UNSUR UTAMA
A. Pendidikan
1. Pendidikan sekolah 200 200 200 200 200 200 200
2. Diklat
B. Bimbingan Kemasyarakatan ≥ 80% - 80 160 280 400 520 680
C. Pengembangan profesi

2 UNSUR PENUNJANG

Kegiatan yang menunjang pelaksanaan


≤ 20% - 20 40 70 100 130 170
tugas Pembimbing Kemasyarakatan

JUMLAH 200 300 400 550 700 850 1050

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

ASMAN ABNUR
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

ANGKA KREDIT KUMULATIF UNTUK PENYESUAIAN/INPASSING


JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

GOLONGAN ANGKA KREDIT DAN MASA KEPANGKATAN


NO IJAZAH/STTB YANG SETINGKAT
RUANG < 1 TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3 TAHUN 4 TAHUN/LEBIH
1 III/a Sarjana (S1)/Diploma IV 100 112 125 136 148
Sarjana (S1)/Diploma IV 150 162 174 186 197
2 III/b
Magister (S2) 150 163 177 188 199
Sarjana (S1)/Diploma IV 200 224 247 271 294
3 III/c Magister (S2) 200 226 249 273 296
Doktor (S3) 200 228 251 275 298
Sarjana (S1)/Diploma IV 300 322 345 368 391
4 III/d Magister (S2) 300 325 347 370 393
Doktor (S3) 300 327 349 372 395
Sarjana (S1)/Diploma IV 400 434 468 502 536
5 IV/a Magister (S2) 400 437 471 505 539
Doktor (S3) 400 440 474 508 542
Sarjana (S1)/Diploma IV 550 584 618 652 686
6 IV/b Magister (S2) 550 587 621 655 689
Doktor (S3) 550 590 624 658 692
Sarjana (S1)/Diploma 700 734 768 802 836
7 IV/c Magister (S2) 700 737 771 805 839
Doktor (S3) 700 740 774 808 842
Sarjana (S1)/Diploma 850 895 940 985 1030
8 IV/d Magister (S2) 850 899 944 989 1034
Doktor (S3) 850 903 948 993 1038
9 IV/e Sarjana (S1)/ Diploma IV s/d Doktor (S3) 1050 1050 1050 1050 1050

MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

ASMAN ABNUR
HUKUM ACARA
PIDANA
PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA)
PERKUMPULAN PENGACARA MUDA INDONESIA
(PERMADIN)

Oleh :
EDI ROSANDI, S.Sos., S.H., M.Hum
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana dibagi menjadi dua:
1. Hukum pidana materiil
2. Hukum pidana formil

Hukum pidana materiil, yaitu kumpulan aturan


yang berisi tentang perbuatan apa saja yang
dapat dihukum (KUHP)
Hukum pidana formil, yaitu kumpulan peraturan
yang berisi tata cara bagaimana menghukum
perbuatan yang dapat dihukum tadi (KUHAP)
Istilah Hukum Acara Pidana
• Belanda : strafvordering (tuntutan pidana)
• Inggris : Criminal Procedure Law (prosedur acara pidana)
• AS : Criminal Procedure Rules

Tujuan Hukum Acara Pidana


Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil.

Van Bemellen mengemukakan tiga fungsi hukum acara


pidana, yaitu :
• Mencari dan menemukan kebenaran;
• Pemberian keputusan oleh hakim;
• Pelaksanaan keputusan.
ASAS-ASAS PENTING YANG
TERDAPAT DALAM HUKUM ACARA
PIDANA
• Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
• Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)
• Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum
• Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim
• Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya
dan Tetap
• Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan
Hukum
• Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
PIHAK YANG TERLIBAT DALAM HUKUM
ACARA PIDANA

• Tersangka atau Terdakwa dan Hak-haknya


• Penyidik dan Penyelidik : Kepolisian
• Penuntut Umum : Jaksa Penuntut Umum
• Penasihat Hukum dan Bantuan Hukum
PENGERTIAN TERSANGKA DAN
TERDAKWA

• TERSANGKA adalah seorang yang karena


perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana.
(butir 14)

• TERDAKWA adalah seorang tersangka yang


dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.
(butir 15)
HAK-HAK TERSANGKA DAN
TERDAKWA
• Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili. (Pasal
50 ayat (1), (2), dan (3))
• Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan.
(Pasal 51 butir a dan b)
• Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan
hakim. (Pasal 52)
• Hak untuk menapat juru bahasa. (Pasal 53 ayat (1))
• Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.
(Pasal 54)
• Hak untuk mendapat penasihat hukum dari penasihat hukum yang
ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam dengan
pidana mati dengan biaya cuma-cuma.
• Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya. (Pasal 57 ayat
(2))
• Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang
ditahan. (Pasal 58)
• Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah
dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan
dengan keluarga dengan maksud yang sama di atas. (Pasal 59 dan 60)
• Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan
perkara tersangka atau terdakwa. Untuk kepentingan pekerjaan atau
kekeluargaan. (Pasal 61)
• Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat-menyurat dengan
penasihat hukumnya. (Pasal 62)
• Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima
kunjungan rohaniawan. (Pasal 63)
• Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli. (Pasal 65)
• Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian. (Pasal 68)
PENUNTUT UMUM
KUHAP membedakan pengertian jaksa dalam pengertian umum dan penuntut
umum

Di dalam Pasal 1 butir 6 ditegaskan hal itu sebagai berikut :


• Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
• Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Jaksa = jabatan
Penuntut umum = fungsi
WEWENANG PENUNTUT UMUM
• Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari
penyidik atau penyidik pembantu;
• Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat
(3) dan ayat (4) KUHAP, dengan member petunjuk dalam
penyempurnaan penyidikan dan penyidik;
• Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan, dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
• Membuat surat dakwaan;
• Melimpahkan perkara ke pengadilan;
• Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari
dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan,
baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang
pada sidang yang yang telah ditentukan;
• Melakukan penuntutan;
• Menutup perkara demi kepentingan umum (asas
oportunitas);
• Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-
undang ini;
• Melaksanakan penetapan hakim.
Jaksa atau penuntut umum di Indonesia tidak mempunyai
wewenang menyidik perkara, dari permulaan ataupun lanjutan.
Ini berarti jaksa atau penuntut umum di Indonesia tidak
pernah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ataupun
terdakwa
Penyidik dan Penyelidik
• Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang untuk melaksanakan penyidikan (Pasal 1
butir 1)
• Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2)
• Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia
yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penyelidikan (Pasal 1 butir 4)
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

• Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk


mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menururut cara yang diatur menurut
undang-undang ini

• Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan dalam hal


dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya
DIKETAHUINYA TERJADINYA
DELIK
1. Kedapatan tertangkap tangan
2. Karena laporan
3. Karena pengaduan
4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau
cara lain sehingga penyidik mengetahui
terjadinya delik seperti membacanya di surat
kabar, mendengar dari radio atau orang
bercerita, dsb.
KEDAPATAN TERTANGKAP TANGAN

Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP, pengertian tertangkap tangan


meliputi :
1. Tertangkap tangan waktu sedang melakukan tindak pidana
2. Tertangkap segera sesudah beberapa saat tindakan itu
dilakukan
3. Tertangkap sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai
sebagai orang yang melakukan delik
4. Tertangkap sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak
pidana itu
LAPORAN & PENGADUAN
Terdapat perbedaan antara laporan dan pengaduan :
1. Pengaduan hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja
yang disebut dalam undang-undang dan dalam kejahatan
tertentu saja. Laporan dapat dilakukan oleh siapa saja
terhadap semua macam delik
2. Pengaduan dapat ditarik kembali sedangkan laporan tidak
dapat. Bahkan seseorang yang melaporkan orang lain telah
melakukan delik padahal tidak benar, dapat dituntut
melakukan delik laporan palsu
3. Pengaduan mempunyai jangka waktu tertentu untuk
mengajukan (Pasal 74 KUHP) sedangkan laporan dapat
dilakukan setiap waktu
4. Sebenarnya pengaduan itu merupakan suatu permintaan
kepada penuntut umum agar tersangka dituntut
PENGADUAN

• Pengaduan yang absolut (absolute


klachtdelikt)

• Pengaduan yang relatif (relative klachtdelikt)


• Pengaduan yang absolut
Hanya dapat dilakukan penyidikan jika telah ada
pengaduan. Jadi, delik itu sendiri menentukan
apakah delik aduan atau tidak.
Contoh :
➢ Pasal 284 KUHP, perzinahan.
➢ Pasal 287 KUHP, bersetubuh dengan perempuan di
bawah umur.
➢ Pasal 293 KUHP, membujuk anak di bawah umur
untuk berbuat cabul.
➢ Pasal 310-321 KUHP, penghinaan.
• Pengaduan yang relatif
Pada umumnya deliknya sendiri merupakan delik
biasa, tetapi ditinjau dari orang yang melakukannya,
maka menjadi delik aduan. Oleh karena itu, berbeda
dengan yang absolut, maka pada yang relatif ini
penyidikan dapat dilakukan meskipun tidak ada
pengaduan. Hanya pada tingkat penuntutan, barulah
barulah diperlukan adanya pengaduan yang tertulis
yang dilampirkan pada berkas perkara.

Jika pengaduan tertulis itu tidak


dilampirkan, maka hakim dapat menolak
tuntutan jaksa
PENANGKAPAN & PENAHANAN
• Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
(Pasal 1 butir 20)
• Jangka waktu penangkapan tidak lama. Dalam hal tertangkap
tangan, penangkapan hanya berlangsung antara ditangkapnya
tersangka sampai ke pos polisi terdekat. Sesudah sampai di
kantor polisi atau penyidik, maka polisi atau penyidik dapat
menahan jika delik yang dilakukan ditentukan tersangkanya
dapat ditahan.
• Penahanan adalah penempatan tersangka
atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim
dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini. (Pasal 1 butir 21)

• Menahan seseorang berarti orang itu diduga


keras telah melakukan salah satu delik yang
tercantum dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP
• Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan
terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan
tindak pidana dan atau percobaan maupun
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut
dalam hal ini :
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana
penjara lima tahun atau lebih;
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1),
Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372,
Pasal 378, Pasal 379a, Pasal453, Pasal 454, Pasal
455, Pasal 459, Pasal 480, dan Pasal 506 KUHP.
MACAM MACAM BENTUK
PENAHAHAN
• HIR mengenal hanya satu bentuk penahanan yaitu
penahanan di rumah tahanan atau penjara
• KUHAP menurut Pasal 22 mengenal selain
penahanan di rumah tahanan negara, dikenal juga
penahanan rumah dan penahanan kota.
• Ketentuan tentang penahanan ini dalam KUHAP
dijelaskan adanya perbedaan penghitungan masa
penahanan pada penjatuhan pidana dalam ketiga
macam bentuk penahanan tersebut
PENUNTUTAN
• PRA PENUNTUTAN
Berkaitan dengan wewenang penuntut umum yang
tercantum dalam Pasal 14 butir b bahwa penuntut
umum mengadakan prapenuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan
memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan dari penyidik.
• PENUNTUTAN
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menururt cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan. (Pasal 1 butir 7 KUHAP)
➢ Pasal 137 KUHAP menentukan bahwa penuntut
umum berwenang melakukan penuntutan terhadap
siapa pun yang didakwa melakukan suatu delik di
dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan
perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili
➢ Mengenai kebijakan penuntut, penuntut umumlah yang
menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah
lengkap ataukah tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan
negeri untuk diadili (Pasal 139 KUHAP)
➢ Jika menurut pertimbangan penuntut umum suatu perkara
tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke pengadilan
ataukah perkara tersebut bukan merupakan suatu delik,
maka penuntut umum membuat suatu ketetapan mengenai
hal itu (Pasal 140 ayat (2) butir a KUHAP)
➢ Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka
dan bila ia ditahan, wajib dibebaskan (Pasal 140 ayat (2) butir
b)
➢ Turunan surat ketetapan tersebut wajib disampaikan kepada
tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat
rutan, penyidik, dan hakim (Pasal 140 ayat (2) butir c)
Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara
dengan satu surat dakwaan dengan dibatasi oleh syarat-
syarat yang diatur dalam Pasal 141 KUHAP, yaitu :
❖ Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh
seorangyang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak
menjadikan halangan terhadap penggabungannya
❖ Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu
dengan yang lain
❖ Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut
satu dengan yang lain, akan tetapi satu dengan yang
lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan
pemeriksaan
Apa itu “Bersangkut-paut???”
1. Oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan
dilakukan pada saat yang bersamaan
2. Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang
berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari
permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka
sebelumnya
3. Oleh seorang atau lebih dengan maksud
mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk
melakukan delik lain atau menghindarkan diri dari
pemindahan karena delik lain
SURAT DAKWAAN
❑Kalau dalam tuntutan perdata disebut surat gugatan,
dalam perkara pidana disebut surat dakwaan
❑Keduanya mempunyai persamaan, karena dengan
itulah hakim melakukan pemeriksaan dan hanya
dalam batas-batas dalam surat gugatan /dakwaan
itulah hakim akan memutuskan
❑Perbedaan keduanya yaitu kalau surat gugatan
disusun oleh pihak yang dirugikan, maka dalam
pembuatan surat dakwaan, penuntut umum tidak
tergantung pada kemauan korban (kecuali dalam
delik aduan)
Syarat Surat Dakwaan
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan syarat surat
dakwaan itu sebagai berikut.
✓Surat dakwaan yang diberi tanggal dan
ditandatangani serta berisi :
▪ Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama, dan pekerjaan tersangka.
▪ Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai
tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.
Dengan demikian………
✓Terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti
telah melakukan delik yang disebut dalam
dakwaan
✓Jika terdakwa terbukti melakukan delik tetapi
tidak disebut dalam dakwaan, maka ia tidak
dapat dipidana
✓Syarat yang mutlak ialah dicantumkannya
waktu dan tempat terjadinya delik dan delik
yang didakwakan
Hal-hal yang diuraikan dalam
dakwaan
• Dalam peraturan lama yaitu HIR, cara
penguraian diserahkan kepada yurisprudensi
dan doktrin
• Menurut Jonkers, yang harus dimuat ialah
selain dari perbuatan yang sungguh dilakukan
yang bertentangan dengan hukum pidana juga
harus memuat unsur-unsur yuridis kejahatan
yang bersangkutan
• Ini berarti harus dibuat sedemikian rupa,
sehingga perbuatan yang sungguh-sungguh
dilakukan dan bagaimana dilakukan bertautan
dengan perumusan delik dalam undang-undang
pidana dimana tercantum larangan atas
perbuatan itu
• Perumusan dakwaan itu didasarkan pada hasil
pemeriksaan pendahuluan di mana dapat
diketemukan baik berupa keterangan terdakwa
maupun keterangan saksi dan alat bukti yang lain
termasuk keterangan ahli yaitu visum et revertum
• Disitulah dapat ditemukan perbuatan sungguh-
sungguh dilakukan dan bagaimana dilakukannya
Perubahan Surat Dakwaan
• Surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif
penuntut umum itu sendiri maupun
merupakan saran hakim
• Perubahan itu harus berdasarkan syarat yang
ditentukan oleh KUHAP (Pasal 144)
• Perubahan surat dakwaan hanya dapat
dilakukan sebelum pemeriksaan di sidang
pengadilan
Perubahan yang dapat diterima…
1. Kesalahan mencantumkan waktu dan tempat
terjadinya delik dalam surat dakwaan
2. Perbaikan kata-kata atau redaksi surat
dakwaan sehingga mudah dimengerti dan
disesuaikan dengan perumusan delik dalam
undang-undang pidana
3. Perubahan dakwaan yang tunggal menjadi
dakwaan alternatif asal mengenai perbuatan
yang sama
Bentuk-bentuk Dakwaan…

Dakwaan dapat disusun secara :


• tunggal
• kumulatif
• alternatif
• subsidair
Contoh…….
• Seorang atau lebih terdakwa mungkin melakukan
satu macam delik saja. Misalnya pencurian (362),
maka dakwaan disusun secara tunggal yaitu
pencurian saja
• Seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari
satu perbuatan (delik), misalnya di samping ia
(mereka) melakukan pencurian, juga membawa
senjata api tanpa izin yang berwajib. Maka dakwaan
disusun secara kumulatif. Terdakwa didakwa dua
macam delik sekaligus. Dengan demikian dakwaan
akan disusun sebagai dakwaan I,II,III, dst.
Contoh……
• Ada kalanya perbuatan-perbuatan tersebut
dilakukan di tempat dan waktu yang berbeda-beda.
Mengajukan perkara tidak terpisah-pisah, sesuai
dengan asas hukum acara pidana yang dianut di
indonesia, yaitu peradilan cepat, sederhana, dan
biaya ringan
• Jika waktu terjadinya delik itu berjarak jauh atau
dilakukan di wilayah hukum pengadilan negeri yang
berbeda, maka berkas perkara dapat dipisah-
pisahkan dengan dakwaan yang tersendiri pula
• Untuk dakwaan kumulati diperhatikan juga
ketentuan yang diatur dalam Pasal 63-71 KUHP
Contoh…….
Menurut Van Bemellen, dakwaan alternatif dibuat
dalam dua hal yaitu :
➢ Jika penuntut umum tidak mengetahui perbuatan
mana apakah yang satu ataukah yang lain akan
terbukti nanti dipersidangan suatu perbuatan apakah
merupakan pencurian ataukah penadahan
➢ Jika penuntut umum ragu, peraturan hukum pidana
yang mana yang akan diterapkan oleh hakim atas
perbuatan yang menurut pertimbangannya telah
nyata tersebut
Contoh….
➢ Dalam dakwaan alternatif, masing-masing dakwaan
tersebut saling mengecualikan satu sama lain. Hakim
dapat mengadakan pilihan dakwaan mana yang telah
terbukti dan bebas untuk menyatakan bahwa
dakwaan kedua yang telah terbukti tanpa
memutuskan terlebih dahulu tentang dakwaan
pertama
➢ Lain halnya dengan dakwaan subsidair, karena dalam
hal ini pembuat dakwaan bermaksud agar hakim
memeriksa terlebih dahulu dakwaan primair dan jika
ini tidak terbukti, barulah diperiksa dakwaan
subsidair
PRA PERADILAN
Istilah dan Pengertian
• Istilah dalam KUHAP, Praperadilan berarti sebelum
pemeriksaan di pengadilan
• Di Eropa dikenal lembaga semacam itu, tetapi
fungsinya memang benar-benar melakukan
pemeriksaan pendahuluan. Jadi, fungsi hakim
komisaris di negeri Belanda dan Judge d’ Intruction di
Prancis benar-benar dapat disebut praperadilan
• Karena selain menentukan sah tidaknya
penangkapan, penahanan, penyitaan, juga
melakukan pemeriksaan pendahuluan atas suatu
perkara
• Misalnya penuntut umum di Belanda dapat
meminta pendapat hakim mengenai suatu
kasus, apakah misalnya kasus itu pantas
dikesampingkan dengan transaksi (misalnya
perkara tidak diteruskan ke persidangan
dengan mengganti kerugian) ataukah tidak.
• Wewenang praperadilan itu terbatas.
Wewenanguntuk memutus apakah
penangkapan atau penahanan sah atau tidak.
Apakah penghentian penyidikan atau
penuntutan sah atau tidak. Tidak disebut
apakah penyitaan sah atau tidak.
• Menurut KUHAP, tidak ada ketentuan di mana
hakim praperadilan melakukan pemeriksaan
pendahuluan atau memimpinnya. Hakim
praperadilan tidak melakukan pemeriksaan
pendahuluan, penggeledahan, penyitaan, dan
seterusnya yang bersifat pemeriksaan
pendahuluan. Ia tidak pula menentukan
apakah suatu perkara cukup alasan ataukah
tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan sidang
pengadilan
• Penentuan diteruskan ataukah tidak suatu
perkara tergantung kepada jaksa penuntut
umum
• Tugas praperadilan di indonesia terbatas.
Dalam Pasal 78 yang berhubungan dengan
Pasal 77 KUHAP dikatakan bahwa yang
melaksanakan wewenang pengadilan negeri
memeriksa dan memutus tentang berikut:
a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi
seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan,
adalah praperadilan. Praeradilan dipimpin
oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh
ketuapengadilan negeri dan dibantu oleh
seorang panitera
Tugas Praperadilan
(Pasal 79, 80, 81)
a. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka,
keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri
dengan menyebutkan alasannya
b. Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu
penghentian penyidikan, atau penuntutan dapat diajukan
oleh penyidik atau penuntut umum, pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya
c. Pemintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak
sahnya penankapan atau penahanan atau akibat sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh
tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada
ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya
ACARA PRAPERADILAN

Acara praperadilan untuk ketiga hal yaitu:


1. Pemeriksaan sah atau tidaknya suatu penangkapan
atau penahanan (Pasal 79),
2. Pemeriksaan sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan (Pasal 80),
3. Pemeriksaan tentang permintaan ganti kerugian
dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya
penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya
penghentian penyidikan (Pasal 81)
Terhadap ketiganya ditentukan
beberapa hal berikut:
• Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaa,
hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang.
• Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau
tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau
tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan,
permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat
tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat
sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada
benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian,
hakim mendengar keterangan baik tersangka atau
pemohon maupun dari pejabat yang berwenang
• Pemeriksaan tersebut harus dilakukan secara sepat
dan paling lambat 7 hari hakim harus sudah
menjatuhkan putusannya
• Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh
pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan
mengenai permintaan kepada praperadilan belum
selesai maka permintaan tersebut gugur
• Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak
menutup kemungkinan untuk mengadakan
pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat
pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu
diajukan permintaan baru
• Putusan hakim dalam acara pemeriksaan
praperadilan dalam ketiga hal tersebut di muka harus
memuat dengan jelas dasar dan alasannya
• Selain itu, putusan ahkim juga memuat:
✓ Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu
penangkapan atau penahanan tidak sah maka
penyidik atau JPU harus segera membebaskan
tersangka
✓ Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu
penghentian penyidikan atau penuntutan tidak
sah, penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dilanjutkan
✓ Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu
penangkapan atau penahanan tidak sah dalam
putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti
kerugian dan rehabilitasi yang diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan adalah sah dan
tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan
dicantumkan rehabilitasinya
✓ Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda
yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian maka dalam putusan dicantumkan
bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita
SEKIAN……
HUKUM ACARA
PERDATA
Oleh:
Sri Hartini
Deskripsi Mata Kuliah

Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa


memahami tentang penanganan perkara
perdata sejak adanya tuntutan hak hingga
pelaksanaan putusan hakim,guna
menumbuhkan sikap mematuhi peraturan
perundang-undangan beracara perdata. Mata
kuliah ini membahas cara penanganan perkara
perdata, teori hukum acara perdata:
pengertian, fungsi dan tujuan hukum acaa
perdata; sumber dan asas-asas hukum
acara perdata; peradilan dan pengadilan,
tahap-tahap Hukum Acara Perdata
Indonesia, dan upaya hukum terhadap
putusan hakim.
STANDAR KOMPETENSI MATA
KULIAH

Kemampuan menampilkan sikap


mematuhi peraturan perundang-
undangan beracara perdata
dalam penanganan perkara sejak
adanya tuntutan hak hingga
pelaksanaan putusan hakim.
Apakah Hukum Acara Perdata
(Adjective Law) Itu?

1. Prof. dr Wirjono Projodikoro


Hukum Acara Perdata adalah Peraturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak terhadap dan atau
di muka pengadilan dan cara bagaimana
pengadilan itu harus bertindak satu sama
lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan-peraturan hukum perdata.
2. Prof Dr Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan-
peraturan yang mengatur bagaimana cara
ditaatinya hukum perdata materiil dengan
perantaraaan hakim.
Dkl: peraturan hukum yang menentukan
bagaimana caranya menjamin pelaksanaan
hukum materiil.
Lebih konkrit lagi: hukum Acara Perdata
mengatur bagaimana caranya mengajukan
tuntutan hak, memeriksa serta memutuskannya
dan pelaksanaan dari putusan.
3. Prof Dr Soepomo
Tidak memberikan batasan secara
tegas melainkan menghubungkan
tugas hakim, menjelaskan bahwa
dalam peradilan perdata tugas hakim
ialah mempertahankan tata hukum
perdata (―burgerlijke rechtsorde‖),
menetapkan apa yang ditentukan
oleh hukum dalam suatu perkara.
4. Laporan Hasil Simposium
Pembaharuan Hukum Acara Perdata
Nasional yang diselenggarakan oleh
BPHN DEP KEH tgl 21-23 Desember
1981 di Yogyakarta:

Hukum Acara Perdata adalah hukum


yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditegakkannya atau
dipertahankannya hukum perdata
materiil.
Apakah Fungsi dan Tujuan dari
Hukum Acara Perdata ?
Fungsi:
Mempertahankan dan melaksanakan
hukum perdata materiil, artinya hukum
perdata materiil itu dipertahankan oleh
alat-alat penegak hukum berdasar hukum
acara perdata.
Tujuan:
Untuk merealisir pelaksanaan dari hukum
perdata materiil
Sumber-sumber Hukum Acara Perdata

1. UU Dart No. 1 Tahun 1951 pada Pasal 5


ayat (1):
Hukum Acara Pengadilan Negeri
dilakukan dengan mempertahankan
ketentuan UUDart tsb menurut
peraturan-peraturan RI dahulu yang
telah ada dan berlaku untuk PN dalam
daerah RI dahulu.
Maksud dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU
Dart 1951:

a. Het Herziene Indonesisch Reglement


(HIR) arau Reglemen Indonesia yang
diperbaharui S. 1848 No. 16 dan S
1941 No. 44  Jawa dan Madura
b. Rechsreglemen Buitengewesten (Rbg)
Rbg atau reglemen daerah seberang  S.
1927 No. 227)  Luar Jawa dan Madura.
2. Burgelijk Wetboek
(BW)/KHUPerdata
Buku ke IV tentang
Pembuktian dan
daluwarsa (Pasal
1865 s/d 1993).
3. Peraturan Perundang-undangan yang
relevan, al:
a. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
b. UU No. 14 Tahun 1985 jis UU No. 5 Tahun 2005
Perubahan atas UU No 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, UU No.3 Tahun 2009
c. UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo UU
No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum. UU No. 49/2009.
d. UU No. 20 Tahun 1947 tentqng Pengadilan Peradilan
Ulangan di Jawa dan Madura. Sedang untuk Luar
Jawa dan Madura  Rbg Pasal 199 s/d 205.
4. Yurisprodensi.
5. Perjanjian Internasional. Misalnya
Perjanjian Kerjasama di Bidang Peradilan
antara RI dengan Kerajaan Thailand
Kepres No 6 Tahun 1978.
6. Doktrin.
7. Instruksi, Surat Edaran dan Peraturan
Mahkamah Agung.
Asas-asas Hukum Acara Perdata

1. Hakim bersifat menunggu


2. Hakim bersikap pasif.
3. Sidang terbuka untuk umum.
4. Mendengar kedua belah pihak.
5. Beracara itu dikenakan biaya.
6. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan.
7. Terikatnya hakim pada alat pembuktian.
8. Putusan Hakim harus disertai alasan-
alasan.
1. Hakim Bersifat Menunggu
 Inisiatif berperkara di pengadilan oleh pihak yang berkepentingan.
 Hakim tidak mencari perkara.
 Tidak ada tuntutan hak tidak ada hakim (Nemo yudex sine actor).
 Hakim membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi
segala hambatn dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan
yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (pasal 4 (2) UU No.
48/2009).
 Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan, dengan alasan
karena tidak ada pertauran hknya melainkan ia harus memeriksa
dan mengadilinya (pasal 10 (1) UU no 48/2009).larangan tsb ada
anggapan bahwa hakim tahu akan hknya (ius curia novit)

2. Hakim bersikap pasif


 Ruang lingkup perkara ditentukan para pihak.
 Hakim tidak boleh mengurangi atau menambah perkara.
Hakim sebagai pimpinan sidang harus aktif.
Mis; menemukan hukum (ps. 5 (1) UU No. 48/2009); mendamaikan
para pihak (Ps. 10 (2) UU No. 48/2009).
3. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum.
Diatur:
UU No. 48 Tahun 2009 pada Pasal 13
Tujuan:
menjamin pelaksanaan peradilan yang tidak memihak,
adil dan benar dengan meletakan peradilan di bawah
pengawasan umum.
melindungi hak-hak asasi manusia.
 Menjamin obyektifitas dalam pemeriksaan atau
pemeriksaan dapat dipertanggungjawabkan pada
masyarakat.
Akibat :putusan yang dibacakan dalam sidang yang tidak
terbuka untuk umum adalah -> batal demi hukum,
kecuali hal tersebut dicatat dalam Berita acara oleh
Panitera.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak
Diatur: (a) UU No. 48 Tahun 2009 pada Pasal 4
ayat (1); (b) HIR Psl 184 ayat(1), Psl.319 dan
Rbg Psl. 195 dan Psl 618.
-Kedua belah pihak harus didengar (―audi et
alteram parterm‖) atau ―Eines Mannes Rede ist
keines Mennes Rede, man soll sie horen alle
beide” (tidak boleh menerima keterangan dari
salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan
tidak didengar atau tidak diberi kesempatan
untuk mengeluarkan pendapatnya).
5. Beracara itu dikenakan Biaya.
Diatur:
 UU No. 48 Tahun 2009: Psl. 2 ayat (4), asas peradilan
dilakukan dng sederhana, cepat dan biaya ringan..
 HIR: Psl. 121 ayat (40, 182, 183 dan Rbg Psl.145 ayat
(4), Pasal 192 dan 194.
Kecuali bagi mereka yang tidak mampu beracara secara
prodeo.(Pasal 68B (2) dan (3) UU No. 49/2009)
Asas beracara secara sederhana, cepat dan biaya
ringan,dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di
pengadilan dng tidak mengesampingkan ketelitian dan
kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.
Biaya Perkara
1. Kepaniteraan
2. Pemanggilan
3. Pembewritahuan para pihak
4. Meterai, menurut uu meterai
5. Pengacara, jika perlu
6. Ahli bahasa
SEMA No. 4/2008 tentang Pemungutan
Biaya Perkara.
SK Ketua PN Sleman N0. W-13-
U2/1448/PA 01 2008 : Besarnya biaya
pemanggilan dan pemberitahuan serta
panjar variatif, tergantung domisili masing-
masing kecamatan di Kabupaten Sleman,
antara:
1) Pemanggilan 50.000 – 75.000
2) Panjar Biaya Perkara Permohonan
109.000 – 159.000
3) Perkara gugatan 260.000 – 385.000
4) Uang Panjar Banding :391.000-566.000
5) Panjar Kasasi :561.000-1.086.000
6) Panjar PK : 2.911.000-3.080.000
7) Panjar sita Jaminan: 969.000
8) Pengangkatan Sita : 469.000
9) Panjar Biaya Eksekusi tanpa sita:
1.318.000
10) Panjar pemeriksaan setempat: 250.000
11) Konsinyasi/consignatie/rekening
penitipan barang : 409.000 (KR 3 Juli
2008:4)
6. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
Diatur: HIR Psl. 123 dan Rbg Psl. 147.
 Tidak ada keharusan kepada para pihak untuk
mewakilkan pengurusan perkaranya kepada kuasa yang
ahli hukum.
 Pemeriksaan di persidangan dilakukan secara
langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
 Jika para pihak menghendaki dapat mewakilkan kepada
kuasaanya.
 Setiap orang yang tersangkut perkara berhak untuk
mendapat bantuan hukum (Pasal 68B (1) UU No.
49/2009)
Tanpa surat kuasa khusus  Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok (Peraturan MA No. 2 Tahun 2002)
7. Putusan Hakim harus disertai alasan-
alasan.
Diatur:
UU No. 48 Tahun 2009 pasal 14 (2)
HIR: Psl. 184 ayat(1) dan Psl. 319.
Rbg: Psl. 195 dan Psl. 618.
Tujuan:
Untuk mempertanggungjawabkan putusan
hakim tsb kepada masyarakat.
Untuk memberi bobot yang obyektif dalam
putusan yang bersangkutan.
Agar putusan hakim tsb mempunyai
wibawa.
Peradilan dan Pengadilan
1. Peradilan (Rechtspraak/jurisdiction)
organisasi yang diciptakan oleh negara untuk
memeriksa dan mengakhiri suatu sengketa hukum
atau pelanggaran hukum dengan suatu putusan yang
bersifat mengikat.
segala sesuatu yang bertalian dengan tugas hakim
dalam memutus perkara baik perkara perdata
maupun perkara pidana untuk mempertahankannya
ditaatinya hukum material.
2. Pengadilan (Rechtsbank/Court) lembga/badan yang
melakukan peradilan menerima, memerksa dan
memutus sengketa hukum dan pelanggaran hukum
atau uu.
Dari jenis tuntutan hak peradilan dapat
dibedakan:

1. Volunter (volunter jurisdiction)


2. Contentius (Contentiosa jurisdiction)

Pejabat-pejabat peradilan
 UU No. 2 Tahun 1986 jis UU No. 8
Tahun 2004, UU No. 49 Tahun 2009 ,al:
hakim, panitera dan wakil panitera,
panitera muda dan pengganti, jurusita,
jurusita muda dan sekretaris.
Lingkungan Peradilan
Dibedakan menjadi 2:
1. Peradilan Umum (General Jurisdiction):
peradilan bagi rakyat pada umumnya baik yang
menyangkut perkara perdata maupun perkara
pidana.
2. Peradilan Khusus (Limited Jurisdiction):
peradilan yang mengadili perkara atau golongan
rakyat tertentu  khusus terbatas pada
golongan rakyat tertentu/perkara tertentu.
Bagaimana lingkungan Peradilan di
Indonesia?
Dasar Hukum:
UUD 1945 Pasal 24 ayat (2) jo UU No. 48 Tahun 2009 ten-
tang Kekuasaan Kehakiman

Mahkamah Agung  UU No. 14 tahun 1985 jis UU No. 5


Tahun 2004; UU No. 3 tahun 2009.
1. Peradilan Umum  UU No. 2 tahun 1986 jis
UU No. 8 Tahun 2004; UU No. 49 tahun 2009.
2. Peradilan Agama  UU No. 7 Tahun 1989 jis
UU No. 3 Tahun 2006; UU No. 50 tahun 2009 khusus Pengadilan Syar’iah
Islam.
3. Peradilan TUN  UU No. 5 Tahun 1986 jis UU No. 9 Tahun 2006; UU. No.
51 tahun 2009  khusus Pegadilan Pajak (UU No. 14 Tahun
2002).
4. Peradilan Militer  UU No. 31 tahun 1997.

Mahkamah Konstitusi  UU No 24 tahun 2003.


Pengadilan Khusus

Pengadilan yang mempunyai kewenangan


untuk memeriksa, mengadili dan memutus
perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang diatur dalam uu.(UU No, 49
tahun 2009, Pasal 1 angka 8)
Bagaimana kedudukan, susunan organisasi,
kekuasaan tata kerja dan administrasi
Badan Peradilan Umum?

Dasar hukum:
1. UU No. 49 Tahun 2009.
2. UU No. 48 Tahun 2009
3. Keputusan Presiden No 21 tahun 2004
tentang Pengalihan Organisasi,
Administrasi, dan Finansial di
Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan
TUN dan Peradilan Agama.
Pengadilan Khusus dalam
Lingkungan Peradilan Umum
1. Pengadilan Anak  UU No. 3 Tahun 1997.
2. Pengadilan Niaga  UU No. 37 Tahun 2004.
3. Pengadilan HAM  UU No. 26 Tahun 2000.
4. Pengadilan TIndak Pidana Korupsi  UU No .46
Tahun 2009
5. Pengadilan Hubungan Industrial  UU N0. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
6. Pengadilan Syar’iah Islam di Propinsi Aceh Darusalam
 UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darusalam jo UU No.11 tahun 2006
Tentang Pemerintahan NADS
Kekuasaan Badan Peradilan
1.Absolut/Mutlak/Atributif (pemba-
gian tugas/kekuasaan).
Kekuasaan badan peradilan dalam
memeriksa jenis perkara tertentu yang
secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh
badan peradilan lain baik dalam lingk
peradilan yang sama maupun dalam lingk
peradilan lain.
2. Kekuasaan Relatif/Nisbi/Distributif

Kekuasaan badan peradilan yang berkaitan


dengan wilayah/daerah hukum suatu pengadilan
(mengatur kekuasaan mengadili antar
pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat
tinggal tergugat),atau
Wewenang hakim yang memeriksa suatu
perkara yang dapat diperiksa oleh pengadilan
setempat di tempat lain.
Diatur: HIR pasal 118 dan Rbg 142, bahwa
suatu gugatan harus diajukan di pengadilan di
mana Tergugat bertempat tinggal.
Dikenal asas ― Actor sequitur forum Rei‖
Kekuasaan kehakiman

MA MK

PT PTI PMT PTTUN

PN PA PM PTUN
PAnak, PNiaga,
PTPK, PHAM,
PSI, PHI
PSI PPAJAK
Pengecualaian terhadap asas ―actor
sequitur forum rei‖, al:

1. ―Forum rei site‖.


2. Jika (T) tidak mempunyai tempat tinngal/tidak dikenal,
gugatan diajukan di PN tempat tinggal (P).
3. Jika (T) lebih dari satu orang, gugatan diajukan di PN
salah satu tempat tinggal (T).
4. Jika (T) beretempat tinngal di LN dan tidak mempunyai
tempat tinggal di Indonesia, gugatan diajukan kepada
PN di tempat tinggal (P).
5. Jika seseorang pindah tanpa meninggalkan alamat
barunya dan tempat kediaman tidak diketahui, maka
gugatan diajukan kepada PN ditempat tinggal (T)
terakhir
Pengecualian lain, terdapat dalam
BW dan UU No.1 Tahun 1974
1. Pegawai Negeri, gugatan diajukan kepada PN di daerah (T)
bekerja.(BW pasal 20).
2. Jika buruh menginap di tempat majikannnya , yang berwenang
mengadili PN tempat tinngal majikannya (BW Pasal 22).
3. (T) tidak cakap menghadap di muka pengadilan, gugatan
diajukan kepada PN tempat tinngal ortu, walinya atau
pengampunya. (BW pasal 21).
4. Pembatalan perkawinan PN daerah hukum perkawinan
dilaksakan atau tempa tinggal suami-istri atau suami atau istri (
UU No.1 Tahun 1974 Pasal 21 dan pasal 63 ayat (1) b, dan PP
NO.9 tahun 1975 pasal 38 ayat (1) dan (2).
5. Perceraian  di PN tempat kediaman (P). Jika (T)
bertempat tinngal di LN  PN tempat kediaman (P)
dan Ketua PN menyampaikan permohonan tsb kepada
(T) melalui Perwakilan RI setempat ( UU No 1 tahun
1974 Pasal 40, 63 ayat (1) b dan PP No. 9 tahun 1975
pasal 20 ayat (2) (3).
Apa yang harus dilakukan oleh hakim
terhadap gugatan yang diajukan
kepada hakim yang tidak wenang
secara relatif dan absolut ?
Tidak wenang secara Relatif  hakim
hanya dapat menyatakan bahwa dirinya
tidak wenang untuk memeriksa perkara
tsb apabila para pihak mengajukan
tangkisan bahwa hakim tidak wenang
relatif sebelum pembuktian.
Tidak wenang absolut  ex ofisio hakim
harus menyatakan dirinya tidak wenang.
TAHAP PENDAHULUAN
Hal-hal yang berkaitan dengan tahap
Pendahuluan, al:
1.Cara menyusun dan mengajuka gugatan
2.Pihak-pihak yang berperkara.
3. Penggabungan tuntutan hak/gugatan.
4.Acara gugatan perwakilan kelompok.
5. Beracara dengan tiga pihak.
6. Upaya hukum untuk menjamin hak/penyitaan.
Cara mengajukan tuntutan
hak/gugatan

1. Pengertian tuntutan hak/gugatan


Tindakan yang bertujuan untuk
memperoleh perlindungan hak yang
diberikan oleh pengadilan untuk
mencegah perbuatan main hakim
sendiri atau ―eigenrichting‖ (Sudikno
Mertokusumo, 1999: 38).
2. Cara membuat tuntutan hak/gugatan.
a. Tertulis (HIR Ps.118 dan Rbg Ps. 42)
b. Lisan (HIR Ps. 120 dan Rbg Ps. 144)
Jika pengajuan guggatan diwakilkan atau
dikuasakan, maka penerima kuasa tidak boleh
mengajukan gugatan secara lisan (SE MA
tanggal 1-12-1975 No. 369/K/Sip/1975)
3. Syarat-syarat dalam pengajuan gugatan.
a. Material (isi surat gugatan) ―Point d’interet
point d’action‖
b. Formal:1) bentuk surat gugatan;2)ditujukan kpd PN
yg berwenang; 3) Isi: identitatas para
pihak,posita/fundamentum petendi, petitum.
c. Dibubuhi meterai;
d. Membayar biaya perkara.
Pihak-Pihak yang berperkara
 Asas setiap orang yang dianggap
mampu melakukan perbuatan hukum.
Pihak-pihak yang berperkara dibedakan:
1 . Material langsung berkepentingen
dengan pokok perkara.
2. Formal pihak yang maju di muka
pengadilan untuk kepentingan
penggugat dan tergugat.
Penggabungan tuntutan
hak/gugatan
Alasan penggabungan gugatan:
adanya koneksitas antara satu dengan yang
lainnya.
Sifat Penggabungan gugatan
1. Perbarengan (concursus, semenllop,
concidence)
2. Penggabungan (comulatie, comulation)
a. Subjek
b. Objek
Larangan dalam komulasi
1. Untuk suatu gugatan tertentu diperlukan suatu
acara khusus (mis gugat cerai), sedangkan
tuntutan yang lain harus diperiksa menurut
acara biasa (mis gugatan untuk memenuhi
perjanjian).
2. Hakim tidak wenang secara relatif untuk
memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan
bersama-sama dalam satu gugatan.
3. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan
bersama-sama dengan tutntutan tentang
eigendom dalam satu gugatan (Sudikno
Mertokusumo, 1999: 56).
Apakah tujuan dari penggabungan
tuntutan hak/gugatan?
1. Agar supaya perkara tersebut
diperiksa oleh hakim yang sama
guna menghindarkan kemungkinan
adanya keputusan yang berlainan.
2. Untuk kepentingan acara yang
bersifat sederhana, cepat dan
ekonomis (menghemat biaya).
Acara gugatan perwakilan

Diatur oleh:
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1Tahuan 2002 tangal 26 April tahun
2002.
Pengertian:
suatu cara pengajuan gugatan, untuk diri-diri
mereka sendiri dan sekaligus mewakili
sekelompok orang yang jumlahnya banyak,
memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum
antar wakil kelompok dengan dan anggota
kelompok dimaksud (Ps. 1 huruf a).
Siapakah yang dimaksud wakil
kelompok dalam gugatan
kelompok itu?

Satu orang atau lebih yang menderita


kerugian , yang mengajukan gugatan
sekaligus mewakili kelompok orang
yang lebih banyak jumlahnya (Pasal 1
hurup b).
Bagaimana tata cara gugatan kelompok itu?

1. Jumlah anggota kelompok sedemikian


banyak sehingga tidak efektif dan efisien
apabila gugatan dilakukan secara
sendiri-sendiri atau secara bersama-
sama dalam satu gugatan.
2. Terdapat kesamaan fakta, peristiwa dan
kesamaan dasar hukum yang digunakan
yang bersifat substansial serta terdapat
kesamaan jenis tuntutan di antara wakil
kelompok dengan anggota kelompoknya.
3. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan
kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang
diwakili.
4. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil
kelompok untuk melakukan penggantian
pengacara, jika pengacara melalukan
tindakan-tindakan yang beretentangan
dengan kewajiban membela dan
melindungi kepentingan anggota
kelompoknya.(Peraturan MA No. 1 Tahun
2002 Ps. 2).
Selain memenuhi syarat formal dalam Hukum
Acara Perdata, surat gugat perwakilan
kelompok harus memenuhi,al:

1. Identitas lengkap dan jelas wakil


kelompk.
2. Definisi kelompok secara rinci dan
spesifik, walupun tanpa menyebutkan
nama lengkap anggota kelompok satu
persatu.
Selain memenuhi syarat formal dalam Hukum
Acara Perdata, surat gugat perwakilan
kelompok harus memenuhi,al:

3. Keterangan tentang anggota kelompok


yang diperlukan dalam kaitan dengan
melakukan pemberitahuan.
4. Posita dari seluruh kelompok, yi wakil
kelompok dan anggota kelompok,
yang teridentifikasi dan yang tidak
teridentifikasi yang dikemukakan
secara jelas dan terinci.
5. Dalam satu gugatan perwakilan, dapat
dikelompokan beberapa bagian kelompok
atau sub kelompok, jika tuntutan tidak
sama karena sifat dan kerugian yang
berbeda.
6. Petitum tentang ganti rugi harus jelas dan
rinci, memuat usulan tentang mekanisme
atau tata cara pendistribusian ganti
kerugian kepada seluruh angota kelompok
termasuk usulan pembentukan tim atau
panel yang membantu memperlancar
pendistribusian ganti kerugin. (Ps. 3).
Bagaimana dengan surat kuasa
khusus untuk yang mewakili dalam
gugatan kelompok ?

Untuk mewakili kepentingan hukum


anggota kelompok, wakil kelompok
tidak dipersyaratkan memperoleh
surat kuasa khusus dari anggota
kelompok. (Ps. 4).
Kapan sahnya gugatan
perwakilan kelompok itu ?
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh hakim
dituangkan dalam suatu penetapan hakim
(Ps 5 ayat (1).

Apabila hakim memutuskan bahwa


penggunaan tata cara gugatan perwakilan
kelompok dinyatakan tidak sah, maka
pemeriksaan gugatan dihentikan dengan
putusan hakim?
Beracara dengan tiga pihak
Diatur oleh RV, dibedakanmenjadi 2:
1. Intervensi (campur tangan)
a. Voeging (menyertai).
b. Tussencomst (menengahi).
2. Vrijwaring
(penanggungan/pembebasan/
garantie).
Upaya Hukum Untuk Menjamin
Hak (Penyitaan/Beslag).
Apakah Penyitaan (beslag) Itu?

Suatu tindakan persiapan untuk menjamin


dapat dilaksanakannya putusan perdata,
di mana barang-barang yang disita untuk
kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan
disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak
boleh dialihkan atau dijual. (HIR Ps. 197 ayat (9),
199 dan Rbg Ps. 212 , 214).
Apakah fungsi dan hakikat penyitaan
itu?
Berfungsi sebagai tindakan persiapan
untuk menjamin dapat dilaksanakannya
putusan perdata yang diajukan
penggugat di pengadilan.
Hakikatnya pembekuan terhadap
barang-barang/harta kekayaan untuk
kepentingan kreditur.
Apakah tujuan Penyitaan Itu?
1. Agar gugatan tidak Illusoir (hampa):
Tujuan utama, agar barang harta
kekayaan tergugat:
a. tidak dipindanhkan kepada orang lain
melalui jual beli atau penghibahan, dsb.
b. tidak dibebani dengan sewa menyewa
atau diangunkan kepada pihak ketiga.
2. Obyek eksekusi sudah pasti
Bagaimana Prosedur Penyitaan
itu?
1. Dapat diajukan:
a. terpisah dengan pokok perkara,
b. bersama-sama dengan pokok perkara
atau surat gugatan,
c. setelah perkara diputus.
2. Diajukan melalui permohonan oleh pihak ybs.
3. Disertai adanya alasan-alasan terdapat
tanda-tanda tergugat/debitur akan mengalihkan
barang-barangnya/hartanya
Bentuk dan Jenis Penyitaan
Bentuk :
1. Sita revindikasi (Revindicatoir Beslag) (HIR Ps 226 dan
Rbg Ps. 260).
2. Sita Jaminan (conservatoir beslag) (HIR Ps. 227)
3. Sita Eksekutorial (executorial beslag)
Jenis /obyek:
a. Terhadap barang milik sendiri (pemohon)
b. Terhadap barang milik debitur (tergugat): (1) Barang
bergerak; (2) Barang tetap; (3) Barang bergerak milik
debitur yang ada di tangan pihak ketiga.
Jenis-jenis sita di luar HIR (dalam
RV):
1. SC terhadap kreditur (RV Ps 750)
2. Sita Gadai (RV Ps. 751)
3. Sita terhadap debitur yang tidak
mempunyai domisili yang dikenal di
Indonesia (RV Ps. 757)
4. Sita atas Pesawat Terbang (RV Ps
763)
5. Penyitaan terhadap barang milik
Sita Jaminan (Conservatoir Besalag)
Diatur: HIR Pasal 227.
Inti dari Sita Jaminan, al:
1. Harus ada sangkaan yang beralasan, bahwa T
sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan
mencari akal akan menggelapkan atau melarikan
barang-barangnya.
2. Barang yang disita  kepunyaan orang yang
yang kena sita (tersita) bukan milik P (Penyita).
3. Permohonan diajukan kepada Ketua PN yang
memeriksa perkara ybs.
4. Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis.
5. Sita Jaminan dapat dilakukan atau diletakkan
terhadap barang bergerak dan barang tidak
bergerak.
1.Sita jaiman terhadap barang milik sendiri
 dilakukan terhadap barang milik kreditur (P) yang
dikuasai oleh orang lain.
Bukan untuk menjamin suatu tagihan berupa uang
 menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon
(K/P).
 berakhir dengan penyerahan barang yang disita
misal Sita revindikasi untuk mendapatkan hak
kembali
 hanya dapat diterapkan pada barang bergerak
tertentu, terperinci, milik Kreditur (P) yang
dikuasai pihak T
 permintaannya harus diajukan kepada ketua PN
secara lisan atau tertulis.
Sita Maritaal (sita harta bersama)
Bukan untuk menjamin tagihan uang/penyerahan barang yang disita
untuk dijual  untuk disimpan.
Fungsi pelidung hak pemohon selama pemeriksaan sengketa
perceraian berlangsung di pengadilan antara pemohon dan lawannya
dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita agar
tidak jatuh pada pihak ketiga.
Sifat: menyimpan  tidak perlu pernyataan syah dan berharga apabila
dikabulkan.
Dilakukan oleh istri yang tunduk pada BW.
Obyek: barang bergerak dari kesatuan harta kekayaan atau milik istri
maupun barang bergerak yang berasal dari kesatuan harta kekayaan
suami istri.
Untuk saat sekarang tidak banyak dimanfaatkan.

UU No.1 th 1974, Psl 31 (1): hak dan kedudukan istri seimbang dengan
suami. (2). Mampu melakukan perbuatan hk.
2. Sita Jaminan terhadap barang
bergerak milik T atau D
Biasa disebut Conservatoir beslag  untuk
menjamin dapat dilaksanakannya putusan
pengadilan, mengghukum T untuk membayar
sejumlah uang kepada P dengan cara menjual
barang-barang milik T yang disita dan hasil
penjualannya untuk membayar piutang P.
Sifat: menekan  tidak berakhir sampai penjualan
barang yang disita, karen D/T memenuhi
prestasinya sebelum putusan dilaksanakan.
Didasarkan atas perintah Ketua PN atas permintaan
K/P.
Jika dikabulkan  dinyatakan syah dan berharga.
Barang-barang apa saja yang
dapat disita secara conservatoir?
1) Barang bergerak milik D
 Dapat diletakkan sita rangkap.
2) Barang tidak bergerak milik D.
diumumkan oleh kepala desa.
 Berita acara penyitaan didaftarkan pada KPT.
 Dilakukan oleh Jurusita di tempat barang terletak
dan disaksikan oleh pamong desa.
3) Barang bergerak milik D yang ada pada pihak
ketiga atau orang lain.
Terjadi, jika D mempunyai piutang terhadap pihak
ketiga atas barang bergerak dan terhadap uang
berdasarkan akta otentik atau akta di bawah
Bagaiman caranya dan siapa yang harus
melakukan, menjalankan penyitaan, serta
apakah akibat hukum dari suatu penyitaan ?

1. Diajukan oleh panitera PN, jika berhalangan diganti panitera


luar biasa yang ditunjuk oleh Ketua PN.
2. Didahului adanya surat perintah penyitaan dari Ketua PN.
3. Pelaksanaannya harus dibuatkan berita acara dan isi berita
acaranya disampaikan kepada orang yang disita barangnya,
apabila hadir.
4. Disertai 2 saksi, disertai nama, tempat tinggal dan tanda
tangan saksi.
5. Tidak dapat dilakukan terhadap barang bergerak milik D
yang ada pada pihak ketiga  hewan dan perkakas yang
sungguh-sungguh berguna bagi tersita untuk menjalankan
mata pencaharian.
6. Barang-barang tidak tetap tersita yang disita seluruhnya
atau sebagian harus berada di tangan tersita atau untuk
disimpan di tempat yang patut.
7. Kepala desa diikutsertakan untuk mengawasi barang-barang
tersita agar jangan sampai dipindah tangankan atau dibawa
tersita.
8. Bangunan rumah orang Indonesia yang tidak melekat pada
tanah tidak boleh dibawa ketempat lain.
9. Sita barang tetap, berita acaranya harus diumumkan, dicatat
dalam Buku Leter C di Desa, dicatat dalam buku Tanah di
kantor Kadaster, salinan berita acara dimuat dalam buku
khusus yang disediakan untuk maksud itu di Kantor
Kepaniteraan PN, dengan menyebut jam, tanggal, hari,
bulan dan tahun dilakukannya.
10. Pegawai Sita harus memberi perintah kepada Kepala Desa
agar terhadap benda sitaan tidak bergerak diumumkan
sehingga diketahui kahlayak ramai.
11. Sejak berita acara diumumkan , tersita tidak lagi berhak
memindahkan, memberikan, menyewakan barang tetap
yang disita kepada orang lain.
12. Apabila hal tersebut dilakukan, maka tindakan tersebut
Apakah semua barang-barang milik
D dapat dikenai sita?
Semua barang bergerak maupun tidak
bergerak milik D menjadi tanggungan
untuk segala perikatan yang bersifat
perorangan, dan semua hak-hak atas
harta kekayaan dapat diuangkan atau
dijual untuk memenuhi tagihan (dapat
disita)(Pasal 1131KUH Perdata).
Tidak dapat disita  hak-hak yang bersifat
perorangan berdasar Pasal 823 (hak
pakai) dan Pasal 827 (hak mendiami)
KUHPerdata.
Apakah barang milik negara dapat
disita?
Pada dasarnya barang-barang milik
negara seperti uang negara yang ada
pada pihak ketiga, piutang negara
pada pihak ketiga, barang-barang
bergerak milik negara tidak dapat
disita,kecuali ada izin dari hakim dan
izin tersebut harus dimintakan
kepada Mahkamah Agung.
Tahap Penentuan Dalam Hukum
Acara Perdata
A. Memasukkan Gugatan
1. Agar gugatan dapat disidangkan, maka gugatan harus
diajukan secara tertulis oleh P/kuasanya (harus Advokat)
kpd Ketua PN Yang berwenang, kecuali P tidak bisa
baca tulis, mengajukan secara lisan dihadapan Ketua
PN, selanjutnya Ketua PN memerintahkan agar gugatan
tsb dicatat. (HIR: 120; Rg: 144).
2. Dalam pengajuan gugatan, phk P hrs mendaftarkannya
dengan membayar biaya perkara/panjar biaya perkara
yang besarnya ditentukan oleh PN (HIR:121dan Rbg:
145)
3. Setelah terdaftar, gugatan diberi nomor perkara dan
kemudian diajukan kpd Ketua Pengadilan Negeri.
B. Persiapan Sidang
1. Setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan, maka ia
menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara
tsb.
Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh
hakim majelis I ketua dan 2 anggota.
2. Hakim ybs dengan surat ketetapan menentukan hari sidang
dan memanggil para pihak agar menghadap pd sidang di
Pengadilan Negeri pd hari sidang yg telah ditetapkan dng
membawa saksi-saksi serta bukti-bukti yg diperlukan (HIR
Pasal. 121 ayat (1), Rbg Pasal 145 ayat (1).
3. Pemanggilan dilakukan Jurusita.exploit (surat panggilan)
beserta salinannya diserahkan kpd T pribadi ditempat
tinggalnya.
4. Apabila T tidak diketemukan eksploit tsb diserahkan kpd
Kades ybs untuk diteruskan kpd T (HIR Pasal. 390 ayat (1),
Rbg Pasal 718 ayat (1).
5. Jika T sudah meninggal  Eksploit disampaikan
kpd ahli warisnya, dan jk tidak diketahui  kpd
Kades di tempat tinggal terakhir.
6. Apabila tempat tinggal tidak diketahui  eksploit
diserahkan kpd Bupati dan utk selanjutnya eksploit
tsb ditempelkan di papan pengumuman di PN ybs.
7. Ps. 126 HIR, Rbg ps 150 memberi kemungkinan
utk memanggil sekali lagi T sebelum perkaranya
diputus hakim.
8. Setelah melakukan panggilan jurusita harus
menyerahkan relaas (risalah: bukti bahwa T sudah
dipanggil) panggilan, kepada hakim yang akan
memeriksa perkara yang bersangkutan.
9. Kemudian pd hari yg telah ditentukan sidang
pemeriksaan perkara dimulai.
Jalannya Persidangan
A. Susunan persidangan terdiri dari:
1. Hakim Tunggal atau hakim majelis  1 ketua dan 2
hakim anggota, yg dilengkapi oleh panitera sbg
pencatat jalannya persidangan.
2. Phk P dan T duduk berhadapan dng hakim dan
posisi T di sebelah kanan dan P disebelah kiri
hakim.
Apabila persidangan lancar, maka jumlah persidangan
lebih kurang 8 kali terdiri sidang pertama sampai
dengan putusan hakim.
B. Sidang Pertama
Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan ―sidang terbuka untuk umum‖
dengan mengetuk palu , hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada P dan T.
a. Identitas P dan T.
b. Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan.
c. Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian atau mediasi. (PERMA No. 1 Th
2008)

Hal-hal yg dapat terjadi pd tahap pemeriksaan:


1) perkara gugur;
2) perkara verstek;
3) perlawanan terhadap putusan verstek;
4) pencabutan gugatan;
5) perubahan gugatan;
3) Perdamaian atau mediasi;
4) perubahan terhadap para pihak;
5) pengaruh lampau waktu terhadap gugatan dan
6) jawab menjawab di persidangan.
7) Gugatan Rekonvensi
C. Sidang Lanjutan (2)
(Jawaban tergugat)
1. Apabila para pihak dapat berdamai ada dua
kemungkinan:
a. Gugatan dicabut
b. Mereka mengadakan perdamaian/mediasi di luar atau di muka
sidang.
2. Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tdk
campur.
3. Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim  kekt perdamaian
=putusan pengadilan. Jk salah satu pihak ingkar janji, perkara
tidak dapat diajukan kembali.
4. Apabila tak tercapai suatu perdamaian  sidang
dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak T
(dibuat rangkap 3 lembar pertama untuk P, kedua
untuk hakim dan ketiga arsip T sendiri.
D. Sidang Ketiga (Replik).
E. Sidang Keempat (Dupilk).
F. Sidang kelima (Pembuktian dari
Penggugat).
Bukti-bukti: surat-surat dan saksi-saksi.
Hakim mengajukan pertanyaa-pertanyaan
yang dilanjutkan T sedangkan pihak P
memberi jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tersebut.
Penggugat mengajukan bukti-bukti yang
memperkuat dalil-dalil Penggugat sendiri
dan yang melemahkan T.
Terhadap saksi-saksi, Hakim mempersilakan
P mengajukan pertanyaan lebih dahulu, kemudian
Hakim sendiri yang mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dalam rangka mendapat keyakinan.
Apabila pembuktian belum selesai  dilanjutkan
pada sidang berikutnya.Sidang pembuktian cukup
sekali, tapi biasanya bisa dua tiga kali atau lebih
tergantung kepada kelancaran pembuktian.
Sebelum ditanyakan serta memberikan keterangan,
saksi harus mengangkat sumpah lebih dahulu dan
tidak boleh masuk dalam ruang sidang bila belum
dipanggil.
G.Sidang keenam (Pembuktian dari T).
H. Sidang Ketujuh  penyerahan kesimpulan
dari P dan T.
I. Sidang kedelapan  Dinamakan sidang
putusan hakim. Dalam sidang ini hakim
membaca putusan yang seharusnya dihadiri
oleh para pihak.
Setelah selesai membaca putusan  hakim
mengetukkan palu tiga kali dan para pihak
diberi kesempatan untuk mengajukan banding
apabila tidak puas dengan putusan hakim.
Pernyataan banding harus dilakukan dalam
jangka waktu 14 hari terhitung mulai sehari
sehabis dijatuhkan putusan.
JAWABAN TERGUGAT

1.Apabila pd sidang Pengadilan kedua ternyata tidak


dpt dicapai suatu perdamaian antara P dan T 
T memberikan jawaban lewat hakim.
Jawab menjawab dilakukan secara tertulis antara P (replik) dengan T
(duplik).

Macam-macam Jawaban T:
a. menolak gugatan (membantah):
1) Tangkisan (eksepsi) (tdk ada sangkut paut dng perkara pokok)
2) Sangkalan/ bantahan ( berhub dengan pokok perkara).
b. membenarkan gugatan (pengakuan):
1) sebagian
2) seluruhnya
c. Referte
d. Permohonan
Ad. a.1. Jawaban dalam Eksepsi
1. Tangkisan bahwa syarat-syarat prosesuil gugatan tdk
benar (declinatoir dan disqualificatoir), atau eksepsi
berdasarkan ktt materiil (eks dilatoir dan eks peremtoir),
shg gugatan harus dinyatakan tdk dapat diterima.
a) Dasar-dasar eksepsi, al:
1) Gugatan diajukan kpd Pengadilan yang tidak
berwenang.
2) Gugatan salah alamat (T tidak ada hubungan
hukum)
3) P tidak berkualitas P (P tidak mempunyai
hubungan hukum).
4) T tidak lengkap.
5) P telah memberi penundaan pembayaran (eks
dilatoir)
Ad.a.2. Sangkalan/bantahan berhub langsung dng Pokok
Perkara
 Merupakan bantahan thdp dalil-dalil/fundamentum petendi
yg diajukan P.
Misal: A (P) menuntut B (T) agar meninggalkan tanah yg
dikerjakan B dng dalih:
-tanah tsb adalah milik A sbg ahli waris bpnya (C) pemilik
tanah asal yg sudah meninggal dunia.
- Adanya petok D dan leter C yg masih atas nama C.
- A tdk pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi
antara C dan B atas tanah tsb.
Dalam contoh tsb, B dpt membantah dalil A dng alasan:
-A diragukan sbg ahli waris, krn tdk ada fatwa waris.
- Petok D dan leter C bukan bukti pemilikan.
- B mempunyai akte jual beli.
Berdasarkan bantahan tsb B dpt meminta kpd hakim agar
gugatan ditolak
Permohonan

• Sifat permohonan  tentu hrs menguntungkan T


sendiri.
Primer:
a) agar gugatan ditolak secara keseluruhan.
b) agar hakim menerima seluruh jawaban T.
Subsidiair:
Apabila hakim berpendapat lain,  T mohon agar
hakim memberikan putusan seadil-adilnya.
Jawaban T pd prinsipnya menolak gugatan P dengan
jalan menangkis dan membantah apa yg
didalihkan P. oki T hrs jeli, menguasai
permasalahan serta hk-hk yg terkait. Semua
jawaban hrs juga cukup beralasan  berdasarkan
peristiwa yg didukung oleh hk.
Rekonvensi
Psl. 132 a & b HIR; 157 & 158 Rbg
Pengertian:
Gugatn oleh T, berhubung P jg melakukan
wanprestasi thdp t atau gugatan oleh t thdp
P dalam sengketa yg sedang berlangsung
antara mereka.

Sifat: insidental.

Hakekat:gabungan dari sekurang-kurangnya 2 gugatan


Tujuan Gugat Rekonvensi
1. Menghemat waktu dan biaya atau hanya
P konvensi yang membayar biaya perkara.
2. Menyederhanakan/mempermudah
prosedur.
3. Mempermudah pemeriksaan.
4. Menghindarkan putusan yg bertentangan
satu sama lain.
Waktu Pengajuan G R
1. Diajukan bersama-sama dng jawaban, secara
baik secara lisan maupun tertulis (Psl. 132 b
HIR/ 158 Rbg).
2. Diajukan bersamaan dengan duplik. Tidak
boleh diajukan, ketika sudah dimulainya
pemeriksaan saksi-saksi oleh hakim ( Wirjono
Prodjodikoro, 1982: 80).
3. Diajukan sampai tahap pembuktian/tidak boleh
diajukan setelah pembuktian (M. yahya
Harahap, 2007: 483).
4. Jika dlm pemeriksaan Tk I/PN tdk diajukan,
maka G R tdk dpt diajukan di Tk banding/PT.
Apakah Rekonvensi dpt diajukan
dlm setiap perkara?
Setiap perkara dpt diajukan GR, kecuali:
1. Jika GR itu ditujukan pd status P yg berbeda, shg tdk
relevan dng kasusnya sendiri atau bila P dlm GK
bertindak krn suatu kualitas, sedngkan GR diajukan
kpd diri P pribadi.
2. Jika dlm GR itu berisi masalah atau perkara yg bukan
mrpk yurisdiksi pengadilan ybs untuk mengadili atau
bila PN yg memeriksa GK tdk wenang memeriksa GR.
3. Jika GR itu ditujukan dlm perkara yg berhub dng
pelaksanaan putusan.
4. Jika dalam pemeriksaan tk I tidak dimasukkan GR,
maka dalam Tk banding tidak boleh diajukan GR.
Pemeriksaan GR
1. Dilakukan oleh hakim yg sama
2. Tidak berlaku asas ―actor sequitur forum rei‖.

Cara pengambilan keputusan antara GR


dng GK:
GK diputus bersama-sama dng GR.
Praktik: tergantung keadaan/duduk perkara/kasus
perkara ybs.
Tugas hakim dlm Tahap Penentuan

1. Mengkonstatir: melihat peristiwanya; mengakui


adanya peristiwa; membenarkan telah
terjadinya peristiwa yg diajukan. (konkrit).
2. Mengkualifisir: menilai peristiwa yg telah
dianggap benar-benar terjadi itu termasuk
hubungan hk apa atau yg mana/menemukan
hk nya.(abstrak).
3. Mengkonstituir: memberi hak, memberikan hk
nya, memberi keadilan.
PUTUSAN HAKIM
1. Untuk memberikan putusan tugas hakim.Putusan itu
dituntut utk suatu keadilan dan utk itu hakim melakukan
konstatering peristiwa yg dihadapi, mengkualifikasi dan
mengkonstitusinya.
Hakim dlm mengadili perkara yg dipentingkan adalah
fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan
hukumnya  suatu alat, sedangkan yang bersifat
menentukan adalah peristiwanya.
2. Dalam putusan hakim yg perlu diperhatikan
- pertimbangan hukumnya ,sehingga siapapun dapat
menilai apakah putusan yg dijatuhkan cukup mempunyai
alasan yang obyektif atau tidak.
- Pertimbangan hakim juga penting dlm pembuatan
memori banding dan memori kasasi.
3. Isi Putusan Hakim  ps. 183, 184, 187 HIR, ps 194, 195 Rbg, ps 4 ayat (1), ps 25
UU no 4 tahun 2004, yg terdiri dari:

a. Kepala Putusan  ―Demi keadilan


berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa‖.penting memberi kekt eksekutorial.
b. Identitas para pihak, al: nama, umur,
alamat dan nama dari pengcara phk P dan T.
c. Pertimbangan atau considerans:
mrpkan dasar dari putusan:
1) duduk perkaranya/peristiwanya  oleh pr phk.
2) akan hknya  oleh hakim.
 mrpkan alasan-alasan hakim sbg pertanggungjawaban
kpd masya mengapa ia sampai menjatuhkan putusan
dmkn (obyektif).
 Alasan dan dasar dari putusan harus dimuat dlm putusan  ps 184
HIR, ps 195 Rbg, ps 25 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 mengharuskan
segala putusan pengadilan selain memuat alasan dan dasar putusan ,
memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan ybs
atau sbr hk tak tertulis yg dijadikan dasar untuk mengadili.
4. Amar dan dictum
a. Amar dan dictum merupakan jawaban thdp
petitum dari gugatan.
b. Dlm mengadili perkara hakim wajib mengadili
semua bagian dr tuntutan dan dilarang
menjatuhkan putusan atas perkara yg tdk dituntut
atau mengabulkan lebih dr yg dituntut ( ps 178
ayat (2) dan (3) HIR, 189 ayat (2) dan (3) Rbg).
c. Amar atau dictum itu dpt bersifat:
1) deklaratifamar mrpkan penetapan hub hk yg
menjadi sengketa.
2) dispositif  memberi hk atau hknya
mengabulkan atau menolak gugatan.
5. Penanda-tanganan
a. Setiap putusan hrs ditanda-tangani oleh Hakim
Ketua, hakim anggota dan panitera (ps 184 ayat
(3), 195 ayat (3) Rbg, ps 25 ayat (2) UU No 4
tahun 2004).
b. Apabila ketua sidang tidak dpt menandatangani
outusan,mk penanda-tanganan dilakukan oleh
hakim anggota yg ikut serta memeriksaa, yg
pangkatnya setingkat di bawah pangkat ketua (ps
187 ayat (1) HIR, ps 198 ayat (1) Rbg).
c. Apabila panitera berhalangan untuk
menandatangani putusan ,mk hal tsb harus
dinyatakan dng tegas dlm Berita Acara (ps 187
ayat (2) HIR, ps 198 ayat (2) Rbg.
Jenis-jenis Putusan Hakim
Ps 185 ayat (1) HIR, ps 196 ayat (1) Rbg
putusan hakim dibedakan:

1. Putusan Sela:
a. preparatoir put persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk
melancarkan sgl sesuatu guna mengadakan put akhir. Mis:menolak
pengunduran pemeran saksi.
b. Interloctoir  put persiapan yang isinya memerintahkan pembuktian
yg mempengaruhi put akhhir. Mi: put mengenai pemeriksaan saksi dan
pemeriksaan setempat.
c. Incidentil  put berhub dng insiden yg terkait penghentian prosedur
peradilan biasa yg belum berhubungan dng pokok perkara. Mis:
voeging, tussenkomst dan vrijwaring.
d. Provisionil  put yg menjawab tuntutan provisi. Mis: dlm perkara
perceraian, seblm perkara diputus. Istri minta dibebaskan dari
kewajiban untuk tinggal bersama dng suaminya.
2. Putusan Akhir menurut sifatnya dibedakan:
a. Condemnatoir putusan yang bersifat menghukum phk
yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
Terjadi berkaitan dgn perikatan yg bersumber pd
persetujuan dan UU.
Prestasinya berupa hukuman untuk membayar sejumlah
uang d mempunyai kekuatan eksekutorial.
b. Constitutif  putusan yg meniadakan keadaan hk atau
menciptakan suatu keadaan hk yg baru. Mis: memutuskan
suatu ikatan perkawinan, membatalkan suatu perjanjian,
pengangkatan wali dll.
Dan tidak diperlukan kekuatan eksekutorial.
c. Declaratoir  put yg menyatakan suatu keadaan sbg suatu
keadaan yg sah mnrt hk/mengesahkan sesuatu keadaan
hk semata . Misal: tentang penetapan ahli waris,
penetapan anak sah.
Tidak diperlukan kekuatan eksekutorial.
Kekuatan Putusan Hakim

1. Mengikat
2. Pembuktian
3. Eksekutorial
PEMBUKTIAN
1. Pengertian:
Membuktikan mempunyai arti yuridis
mencoba dng sarana-sarana menetapkan
secara pasti di persidangan apa yg telah
terjadi secara konkrit dgn jalan
mempertimbangkan atau memberi alasan-
alasan secara logis mengenai peristiwa-
peristiwa tertentu dianggap atau dinyatakan
sbg benar.
Pembuktian yuridis hanya berlaku thdp pr
phk tdk menuju pd kebenaran mutlak.
Kebenaran apakah yang dicari dalam
acara perdata?
Kebenaran formal cukup didukung oleh alat bukti minimal
yg ditentukan mnrt hukum atau UU. Bukan berarti dalam
hukum acara perdata tidak diperlukan keyakinan hakim. Ps
172 HIR dalam hal menimbang harga kesaksian itu
haruslah hakim memperhatikan benar, cocoknya segala
saksi, sesuainya penyaksian dng apa yg diketahui dari
sudut lain tentang perkara yg diperselisihkan dst.Umumnya
segala hal ikwal yg dapat berpengaruh shg saksi itu dpt
dipercaya atau tidak. Dng dmkn sekalipun jumlah saksi
sudah terlampau banyak tp ket mrk itu tdk meyakinkan
hakim,tidak berharga sama sekali sbg kesaksian. Namun
sekali kesaksian mnrt keyakinam hakim memenuhi syarat
untuk dapat dipercaya dan jumlahnya lebih dari satu orang
atau satu orang ditambah bukti lain yg sah, mk hakim
terikatlah pd pembuktian itu, dgn tdk perlu ditambah
perkataan ―Telah terbukti dan meyakinkan‖ cukuplah ―Telah
terbukti secara sah menurut hukum‖
Apakah tujuan dan kegunaan dari
pembuktian itu ?

Tujuan  berusaha memberikan kepastian


tentang kebenaran fakta hukum/mencari
kebenaran peristiwa yg menjadi sengketa
pokok, kepada hakim.
Kegunaannya  sebagi dasar untuk
menetapkan adanya hubungan hk antara
kedua belah pihak, agar akhirnya ada
putusan hakim/sebagai dasar putusan
hakim.
Tugas Hakim dalam
Pembuktian
Menilai peristiwa yg diajukan para pihak
untuk mendapatkan hukumnya/menemukan
hukumnya.
Peristiwa-peristiwa yang tadak perlu dinilai
hakim:
1.Peristiwa tidak perlu diketahui benar
tidaknya oleh hakim, apabila:
a. T mengakui gugatan P;
b. Salah satu pihak mengangkat sumpah
2. Peristiwa yg dianggap secara ex oficio
dianggap diketahui oleh hakim:
a. Peristiwa notoir
b. Peristiwa prosesuil.

Tiga kekuatan penilaian pembuktian:


1. Lengkap/sempurna
2. Lawan
3. Memutus.
Teori Pembuktian
1. T pembuktia bebas  hakim bebas
untuk menentukan.
2. T Pembuktian Negatif  harus ada
ketentuan-ketentuan yg mengikat.
Negatif: ketentuan-ketentuan ini harus
membatasi pada larangan kpd hakim
untuk melakukan sesuatu yg
berhubungan dng pembuktian.
Hakim dilarang, kecuali hal-hal yg diatur
dlm 169 HIR/306 Rbg/1905 KUHPerdata.
3. T Pembuktian Positif
Adanya larangan dan perintah kpd hakim.
Hakim diwajibkan, tp dng syarat yf diatur
dlm Ps 165 HRI/285 Rbg/19870
KUHPerdata.
Teori Beban Pembuktian:
1. T Pembuatan yg menguatkan belaka (
bloot affirmatif).
2. T Hk subjektif.
3. T Hk Objektif.
4. T Hk Publik.
Macam-Macam Alat Bukti
Pasal 164 HIR, 284 Rbg dan pasal 1866
KUH Perdata:
1. Surat.
2. Saksi.
3. Persangkaan.
4. Pengakuan
5. Sumpah
Alat-alat bukti lain yg disebutkan UU:
1. Pemeriksaan setempat (Pasal 153 HIR,
181 Rbg).
2. Keterangan Ahli (Pasal 154 dan 181
Rbg).
Alat-alat bukti yg tdk disebutkan UU:
1. Foto, klise (film negatif).
2. Rekaman dlm casete tape/vidio/film dll.
Alat bukti berdasar sifatnya

1.Oral.
2.Dokumentasi.
3.Material.
1. Alat Bukti Surat
Diatur: Ps. 137-138 HIR/163-164 Rbg.
Macam-macam Surat:
1. Bukan akta
2. Akta:
a. Otentik:
1) A Pejabat (acte ambetelijk)
2) A Partai (acte party)
a. Di bawah tangan
Surat Bukan Akta

Surat tdk ada tanda tangannya.


Hakim bebas menilainya,
kecuali Ps. 1881 dan 1883
KUHPerdata.
Ex: resi karcis
Akta
Surat yg ditandatangani, yg memuat
keterangan tentang peristiwa-
peristiwa
yg merupakan dasar suatu perikatan
atau hak,
yg dibuat dengan sengaja
untuk dapat dipakai sebagai alat
pembuktian.
Fungsi Akta:
1. Fungsi Formal.
Akta mrpk syarat untuk menyatakan
adanya suatu perbuatan hk.
Ex: a. Adanya akta di bawah tangan mrpk
syarat minimal utk menyatakan adanya:
1) perjanjian pemborongan (Ps 1810 );
2) Perjanjian utang piutang (ps. 1851);
3) Perjanjian Perdamaian (ps 1851).
b. Adanya akta otentik merupakan
syarat untu menyatakan adanya:

1) Pemberian Hipotik (Ps 1171).


2) Schenking (Ps 1682).
3) Sumpah oleh Kuasa (Ps
1945).
2. Fungsi Akta sebagai Alat
Bukti

Artinya sejak semula dibuatnya akta itu


untuk dipakai sbg alat bukti oleh para
pihak, atau sbg alat bukti satu-satunya
menurut uu.
Diatur:Ps 150 KUHPerd, KUHD:
22,225,258 dan ps 1922, 1930 KUHPerd.
Kekuatan pembuktian akta

1.Kekuatan pembuktian lahir.


2.Kekuatan pembuktian
formal.
3.Kekuatan pembuktian
material.
Bentuk-bentuk Akta

1. Akta Otentik (ps 165 HIR, 285 Rbg, 1868


KUHPerd)
 suatu akta yg dibuat menurut prosedur
dan bentuk sbgmn ditentukan UU, oleh
atau dihadapan pejabat umum yg
berwenang untuk itu, dng maksud untuk
dipergunakan sbg alat bukti.
Macam-macam Akta otentik
1. Akta Pejabat (Acte Ambtelijk)
-dibuat oleh pejabat umum
- berdasar insiatif dari pejabat umum itu
sendiri (tdk berasal dari orang yang
namanya diterangkan di dalam akta itu)
- berisi: keterangan pejabat umum ttg apa
yg dilihat dan dilakukannya.
ex: BAP dari Penyidik; BARPS PT yg
dibuat Notaris.
2. Akta Partai (Acte Partij)
- Dibuat oleh para phk di hadapan pejabat
umum.
- Inisiatif pembuatan akta berasal dari para
pihak sendiri dng bantuan/jasa pejabat
umum.
- Isi; keterangan para pihak.
- ex;: akta jual beli yg dibuat dihadapan
Notaris. Dll.
Kekuatan pembuktian akta
otentik

1. Kekuatan pembuktian lahir


2. Kekuatan pembuktian formal
3. Kekuatan pembuktian material
Akta Notaris
1. Aslinya (minut).
2. Salinan :
a. Salinan yg merupakan keseluruhan.
b. Salinan yg merupakan coppy.
c. Salinan yg merupkan p[etikan.
3. Grosse (grosse acte (Ps 244 HIR)
 diberikan atas permintaan ybs,
dibedakan: Grosse Akta pengakuan
hutang dan hipotik,
2. Akte Di Bawah Tangan
Pengadilan di Jawa dan Madura:
Stb.1867 No. 29.
Pengadilan Luar Jawa dan madura:
Pasal 186-305 Rbg/1874 – 1880
KUHPerdata.
Akta di bawah tangan: suatu akta yg dibuat
oleh para pihak tanpa bantuan pejabat
umum, dng maksud untuk dipergunakan sg alat
bukti.
Isi akta di Bawah Tangan: pernyataan maksud
para pihak guna mewujudkan suatu perbuatan
hk yg oleh mereka dilukiskan dng tulisan sbg
pengganti atau lanjutan pernyataan lisan
mereka.
Dinilai sbg ―permulaan bukti tertulis‖, apabila
memenuhi syarat sbb:
1. memuat pernyataan hutang sepihak untuk
membayar sejumlah uang tunai atau
menyerahkan suatu benda.yg seluruhnya ditulis
dng tangan sendiri oleh yg menandatangani
akta itu, atau setidaknya ditulis dng tangan
sendiri ―suatu keterangan untuk menguatkan
jumlah atau besarnya atau banyaknya apa yg
hrs dipenuhi, dng huruf seluruhnya. ( Psl 291
Rbg, dan 1871 KUHPerdata)
2. Ada Akta, dibuat oleh orang terhadap
siapa dilakukan tuntutan, atau dari orang
yg diwakilinya dan akta itu
memungkinkan kebenaran peristiwa ybs
(Ps 192 KUHPerdata).

Kekuatan Pembuktian akat di bawah tangan


a. Kekuatan pembuktian Lahir.
b. Kekuatan pembuktian formal.
c. Kekuatan Pembuktian Material.
Surat-surat di bawah tangan yang
bukan akta
a. Buku daftar (register).
b. Surat-surat Rumah Tangga.
c. Catatan-catatan yg dibubuhkan oleh
seorang kreditur paa suatu alas hak yg
selamanya dipegangnya.
 Kekuatan pembuktiannya diserahkan kpd
pertimbangan hakim. (Pasal 1881 ayat
(2) KUHPerdata, 294 ayat (2) Rbg).
2. Alat Bukti Saksi
Diatur; pasal 139 – 152, 169 – 172 HIR, pasal 165
– 179, 306 – 309 Rbg, 1895 – 1912
KUHPerdata).
Maksud kesaksian: untuk memberi kepastian pd
hakim yg diberikan di persidangan ttg peristiwa
yg disengketakan, yg dilakukan secara lisandan
pribadi/tdk boleh diwakilakn,
yg bukan salah satu pihak dalam perkara
yg dipanggil dlm persidangan.
Yg diberikan dalam kesaksian:
-harus merupakam suatu peristiwa yg pernah terjadi;
- Dialaminya sendiri/dilihatnya sendiri.
- Kesaksian harus bersifat objektif (saksi harus
dilakukan oleh phk ketiga (bukan pihak dalam
perkara).
Cara pemeriksaan saksi di persodangan:
1. Saksi diperiksa satu persatu;
2. Ditanya identitasnya.
3. Apakah saksi ada hubungan keluarga/pekerjaan dng
pihakpihak berperkara.
4. Ditanya kesediannya sebagai saksi .
5. Saksi disumpah atau berjanji sebelum memberikan
keterangannya.
6. Para pihak berperkara dapat mengajukan
pertanyaan kpd saksi melalui hakim, yang
relevan dengan pokok sengketa.
7. Hakim sendiri dapat mengajukan pertanyaan
kepada saksi.
8. Semua keterangan saksi dicatat di dalam berita
acara oleh panitera-panitera pengganti.
Dalam praktik:
1. Saksi disuruh bercerita apa yg diketahui dng
bebas.
2. Dipimpin oleh hakim dng daftar pertanyan yg
sudah disediakan.
Penilain thdp kesaksian

Dilakukan oleh Hakim.


Hal-hal yg dinilai:
1. Kesaksian keterangan dari saksi dng
pihak ybs dan dng saksi-saksi lain.
2. Adanya hubungan keterangan saksi itu
satu sama lain.
Syarat-syarat kesaksian
1. Keterangan saksi berdasar pengetahuan, mendengar,
mengalami sendiri, bukan pendapat atau kesimpulan,
dan bukan mengetahui dari orang lain.
Testimonium de auditu (ketrangan saksi berdasarkan
pengetahuan dari orang lain) tdk dapat dipergunakan
sbg bukti langsung, tp hanya sbg suatu sumber
persangkaan.
2. Minimal keterangan dua orang saksi dan keterangan itu
satu sama lain berhubungan.
Unus testis nullus testis (keterangan seorang saksi
saja, dng tdk ada suatu bukti dpt dipercaya di dlm
hk,tidak dapat dipercaya di dalam hk).
3. Kesaksian tersebut di bawah sumpah atau janji menurut
agamanya saksi.
Yang dapat didengar sbg Saksi
Pada asasnya setiap orang yg bukan salah satu pihak
dapat didengar sbg saksi dan apabila telah dipanggil
oleh pengadilan wajib memberikan kesaksian
Golongan yg tidak dapat menjadi saksi:
1. Secara mutlak.
Terhadap golongan ini hakim dilarang mendengar,
yakni:
a. keluarga sedarah dan semenda menurut keturunan
yg lurus dari salah satu pihak.
b. suami/istri dr salah satu pihak meskipun sudah
bercerai.
2. Secara Relatif

1. Anak-anak yg belum mencapai


usia 15 tahun.
2. Orang gila meskipun kadang-
kadang terang ingatannya.
Golongan yg dibebaskan untuk
menjadi saksi
1. Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar
laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak.
2. Keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus,
dari saudara laki-laki dan perempuan dari
suami atau istri dari salah satu pihak.
3. Semua orang karena martabat,
jabatan/hubungan kerja yang sah diwajibkan
menyimpan rahasia (dokter, advokat, polisi,
notaris dsbnya
Kewajibab saksi:
1. Menghadap.
Jika tdk menghadap, sanksinya:
a. Dihukum untuk membayar biaya yg dikeluarkan
b. dipangil untuk kedua kalinya, jika tdk datang.
c. Dibawa polisi ke pengadilan.
Kecuali jk saksi tinggal di luar daerah pengadilan yg akan
memeriksa perkara ybs:
mk saksi tdk perlu/tdk ada kewajiban untuk datang ke PN tsb dan
kesaksiannya dpt dilimpahkan oleh Ketua PN kpd PN di mana
saksi tsb bertempat tinggal. Kmdn hasil pemeriksaan dikirim ke
PN ybs.
2. Bersumpah, jk tdk mau bersumpah diwajibkan berjanji.
3. Memberi keterangan, jk dilangga sanksinya atas permintaan dan
biaya ybs, hakim dpt memerintahkan untuk menyandera.
Saksi Ahli
Keahlian seseorang dinilai berdasarkan
pengetahuan dari pengalaman atau
pendidikanakademis.
Kegunaannya: untuk memperterang
pencarian kebenaran oleh hakim, tp hakim
tdk harus mendengar saksi ahli dan bebas
menilai keterangan ahli.
Dihadirkannya saksi ahki atas perintah
hakim krn jabtannya atau ada permintaan
pihak berperkara.
3. PERSANGKAAN
Dasar: 173 HIR/310 Rbg, Ps 1915 – 1922
KUHPerd.
Pengertian:kesimpula-kesimpulan yg oleh uu atau
hakim ditarik nya suatu peristiwa yg sudah
diketahui ke arah peristiwa yg belum diketahui.
(Ps 1915 ayat (1) KUHPerd.
Persangkaan merupakan alat bukti tdk langsung
yg ditarik dari alat bukti lain atau merupakan
uraian hakim dng mana hakim menyimpulkan
dari fakta yg terbukti ke arah fakta yg belum
terbukti
Macam-macam persangkaan

1. Persangkaan menurut UU (Pasal


1916 KUHPerd).
2. Persangkaan menurut kenyataan
(hakim) (Pasal 173 HIR/310 Rbg
dan1922 KUHPerd)
5. PENGAKUAN

Dasar: Ps. 174 – 178 HIR/ 311- 313 Rbg, Ps


1923 – 1928 KUHPerd.

Pengertian: suatu pernyataan lisan/tertulis


dari salah satu pihak berperkara yg isisnya
membenarkan dalil lawan bagian sebagian
atau seluruhnya.
Macam-macam pengakuan
1. Pengakuan menurut pert perundang-
undangan:
a. Pengakuan di muka hakim di depan
persidangan (Gerechtelijk Bekentanis).
(Pasal 174 HIR/311 Rbg/1925
KUHPerd).
b. Pengakuan di luar persidangan (Pasal
175 HIR/312 RBg/1927 KUHPerd).
2. Pengakuan menurut IP, ada 3:

a. Pengakuan murni (aveu pur et simple).


Pengakuan yg sesuai dengan tuntutan lawan
b. Pengakuan dng kualifikasi (gequaliceerde
bekentenis).
Pengakuan yg disertai sangkalan thdp sebagian
dari tuntutan atau dalil lawan
c. Pengakuan dengan klausula (geclausuleerde
bekentenis).
Pengakuan yg disertai keterangan tambahan
yg sifatnya membebaskan.
5. SUMPAH
Dasar: Ps. 155 – 158 HIR/182 -185 Rbg dan Ps
1929 – 1945 KUHPerd.
Pengertian:
Merupakan suatu pernyataan yg khidmat yg
diberikan/diucapkan pd waktu memberi janji
atau keterangan dng mengingat akan sifat Maha
Kuasa dr Tuhan dan percaya bahwa siapa yg
memberi keterangan atau janji yg tdk benar
akan dihukum oleh-nya. (sudikno Mertokusumo,
1993: 154).
Macam-macam Sumpah
1. Dari batasan pengertian sumpah, dibedakan:
a. sumpah promissoir (sumpah untuk berjanji)
melakukan/tdk melakukan sesuatuyg diberikan
sebelum memberikan kesaksian/keterangan
ahli.
Wujudnya: sumpah saksi dan ahli.

b. Sumpah confirmatoir (sumpah sbg alat bukti),


berfungsi untuk meneguhkan suatu peristiwa.
Sumpah menurut HIR:
1. Sumpah pelengkap (suppletoir); Ps. 155 HIR/182
Rbg/1940 KUHPerd.
-dibebankan oleh hakim krn jabatnnya.
- harus ada bukti permulaan
-inisiatif dari hakim.
2. Sumpah pemutus (decissoir): ps 156 HIR/183 Rbg/1929
KUHPerd).
-dibebankan oleh hakim kpd salah satu pihak (delat)
atas permintaan pihak lawannya (deferen)
-sebelumnya tdk ada alat bukti.
-inisiatif dari para pihak)
-yg menerima pengembalian sumpah  deferen asal
disebut relaat.
3. Sumpah Penafsiran (Aestimatoir)

- Hakim tdk wajib membebani.


- Diperintahkan oleh hakim, krn jabatannya
kpd P untuk menentukan jumlah uang
ganti kerugian.
- Kekt pembuktiannya sempurna.
Bukti lain untuk memperoleh kepastian
mengenai kebenaran peristiwa yg menjd
sengketa—>‖Pemeriksaan setempat‖
(decente):Ps. 153 HIR.
b
2. Putu

Anda mungkin juga menyukai