Proposal Sosiologi Kesehatan
Proposal Sosiologi Kesehatan
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Meydinatul Husna E031201018 Muhammad Akbar E031201037
Muh. Taufik E031201019 Qanitah Khaerunnisa E031201048
Moudita H. Puri E031201023 Betsina Theodora H. E031201054
Tri Indah Utami E031201024 Fahrum Rya Syam E031201053
Audy Hidayatullah N E031201030 Muhammad Hidayat E031201064
Aisyah Yulindasari E031201032 Nurfadilah E031201066
Nur Alif E031201034 Bungin Tandiseru E031201067
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya setiap manusia selalu mendambakan hidup sehat dan
sejahtera lahir dan batin. Oleh karena kesehatan merupakan salah satu
kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sehat
merupakan keadaan dari kondisi fisik yang baik, mental yang baik, dan juga
kesejahteraan sosial, disamping kebutuhan akan sandang, pangan dan
pendidikan. Kesehatan menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 adalah
“keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial untuk
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi”
(Undang-undang tentang kesehatan tahun 2009). Hanya dengan kondisi
kesehatan yang baik serta tubuh yang prima manusia dapat melaksanakan
proses kehidupan untuk tumbuh dan berkembang menjalankan segala aktivitas
hidupnya. Sehat termasuk manusia seutuhnya meliputi aspek fisik, emosi,
sosial, kultural dan spiritual (S. Dwi Krisna & Yohanes, 2017).
Pentingnya masalah kesehatan dapat dilihat dari pertambahan penduduk
sekitar daerah-daerah perdagangan, perkantoran, industri sehingga akan terjadi
suatu tingkat persaingan yang cukup tinggi di dalam mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang dijalani (D. Budijanto & Betty, 2006).
Sebagian besar dari banyak yang berdatangan tanpa bekal keterampilan,
pendidikan memadai, sehingga banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan
yang layak dengan penghasilan cukup, yang berakibat masyarakat tetap
miskin. Apalagi yang masih menempati daerah pemukiman dan berada pada
sekitar daerah pelabuhan. Dengan keadaan yang 'pas pasan tersebut sangat
memungkinkan berpengaruh pada persepsi dan pola pencarian pengobatan jika
mereka sakit.
Sehat maupun sakit menurut keluarga dipersepsikan secara berbeda.
Persepsi tentang sehat-sakit juga dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa
lalu, disamping unsur sosial budaya. Pengalaman masa lalu menjadi acuan
(referensi) persepsi individu tentang kondisi sehat dan sakit. Seorang individu
menggunakan pengalaman sebagai patokan untuk berperilaku dan merupakan
sumber dari tujuan dan nilai-nilai pribadinya (Yunindyawati dalam D.
Budijanto & Betty, 2006).
Menurut Parson dalam S. Dwi Krisna & Yohanes (2017) bahwa sakit
adalah perasaan yang tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena
menderita sesuatu (demam, sakit perut, dan lain-lain). Sakit juga merupakan
gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk keadaan
organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya (Parson dalam
S. Dwi Krisna & Yohanes). Sakit juga dapat disebabkan oleh beberapa hal,
baik itu yang berasal dari gaya hidup yang kurang sehat, lingkungan yang
tidak bersih, ataupun karena menurunnya metabolisme tubuh.
Semakin majunya dunia kesehatan tidak berjalan beriringan dengan
perilaku sehat dari masyarakat. Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Simons & Morton dalam S.
Dwi Krisna & Yohanes, 2017). Dengan demikian dasar orang berperilaku
dapat ditentukan oleh nilai, sikap, dan pendidikan atau pengetahuan
(Notoadmojo, 2014). Masyarakat seringkali tidak ingin pergi ke rumah sakit
yang umumnya disebabkan karena biaya pengobatan di rumah sakit yang
terbilang cukup tinggi bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian
menengah kebawah.
Terdapat dua jenis pengobatan yang sering digunakan oleh masyarakat
antara lain pengobatan modern, dan pengobatan tradisional. Pengobatan
modern adalah pengobatan yang berkembang saat ini, yakni dengan metode
medis dan kedokteran, pengobatan modern dilakukan dengan cara-cara ilmiah
atau telah diujicobakan dengan penelitian dan dipertanggungjawabkan
hasilnya, dan pengobatan tradisional menurut WHO dalam S. Dwi Krisna &
Yohanes (2017) adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-
praktek yang berdasarkan teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat
yang mempunyai adat dan budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak,
digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa,
perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Masyarakat sendiri akan menentukan dirinya dengan arah untuk berobat
atau melakukan pengobatan, baik itu ke pengobatan tradisional maupun
modern, namun pada dasarnya budaya juga mengambil peran yang penting
dalam pembentukan perilaku dan kepercayaan ini, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Quah dan Bishop dalam S. Dwi Krisna & Yohanes (2017)
terhadap warga Cina asli dengan Cina-Amerika terkait dengan persepsi
terhadap kesehatan, warga asli Cina menganggap bahwa penyakit muncul
akibat adanya ketidakseimbangan dalam tubuh, hal ini sama dengan budaya di
Cina yang menganggap bahwa seseorang dapat dikatakan sehat apabila
memiliki keseimbangan tubuh (S. Dwi Krisna & Yohanes, 2017). Sedangkan
warga Cina-Amerika mengatakan bahwa suatu penyakit muncul diakibatkan
oleh virus-virus, sehingga warga Cina asli akan memilih berobat ke
pengobatan tradisional Cina sedangkan warga Cina-Amerika akan lebih
memilih untuk berobat ke tenaga kesehatan (Matsumoto & Juang dalam . S.
Dwi Krisna & Yohanes, 2017). Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan
bahwa kesehatan itu yang paling diutamakan dikarenakan meliputi ke semua
aspek fisik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Persepsi
Masyarakat Terhadap Konsep Sehat dan Sakit di Desa Sijelling, Kecamatan
Tellu Siattinge Kabupaten Bone”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas perumusan permasalahan penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat di desa di
Desa Sijelling, Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan sakit dan penyakit yang dialami
masyarakat di Desa Sijelling, Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone?
3. Bagaimana upaya pihak kesehatan menanggulangi berbagai ancaman
penyakit di di Desa Sijelling, Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus masalah penelitian yang dirumuskan, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis bagaimana masyarakat memahami konsep sehat dan sakit
yang didasarkan pada budaya masyarakat, khususnya di Desa Sijelling,
Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab utama
timbulnya penyakit di tengah masyarakat, serta bagaimana upaya yang
dilakukan tenaga kesehatan dalam menanggulangi berbagai ancaman di
Desa Sijelling, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pendukung terhadap teori yang
sebelumnya dan dapat memperluas wawasan keilmuwan terkhusus pada
masyarakat Desa Sijelling Kab. Bone mengenai konsep sehat dan sakit.
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pada
masyarakat Desa Sijelling Kab. Bone mengenai persepsi masyarakat
tentang konsep sakit dan sehat yang terjadi di desa mereka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Persepsi Masyarakat
a. Pengertian Persepsi Masyarakat
Menurut Suharto (2005:47) Persepsi masyarakat adalah keseluruhan
atau rata-rata persepsi individu terhadap suatu obyek yang kurang lebih
mempunyai persepsi yang sama. Kesamaan-kesamaan tersebut biasanya
diwujudkan ke dalam pengakuan bersama terhadap suatu obyek, misalnya
memakai simbol, tanda-tanda, dan bahasa-bahasa verbal dan nonverbal
yang sama.
Jalaluddin Rakhmat (2004:62) Persepsi masyarakat terhadap suatu
obyek merupakan landasan pokok bagi timbulnya perilaku dari masing-
masing individu dalam setiap kegiatan. Makna positif dan negatif sebagai
hasil persepsi masyarakat terhadap suatu obyek yang sangat tergantung
dari bentuk dan proses interaksinya. Masing-masing individu mempunyai
persepsi yang berbeda dalam menanggapi suatu obyek. Kemudian masing-
masing individu akan melakukan proses pertukaran persepsi di antara
masing-masing individu. Proses pertukaran persepsi tersebut dapat
berlangsung antara individu yang tergabung dalam komunitas tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
masyarakat timbul karena adanya persepsi dari masing-masing individu di
mana persepsi dari masing-masing individu tersebut terhadap suatu obyek
dikumpulkan menjadi satu sehingga timbullah suatu persepsi masyarakat.
Persepsi masyarakat merupakan proses mengamati obyek melalui indera
kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan melalui bentuk-bentuk
rangsangan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan latar belakang masing-
masing individu sehingga akan muncul tanggapan atau reaksi yang
diwujudkan dalam bentuk kemampuan membeda-bedakan,
mengelompokkan, menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan serta
terwujudnya komunikasi antara manusia dengan obyek.
b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat
Makna persepsi seseorang adalah proses yang berhubungan dengan
penginderaan, seperti melihat, membau, mendengar, merasakan,
menanggapi, menyentuh, menerima dan lain-lain. Pernyataan ini
menyiratkan bahwa persepsi itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
dari dalam (interen individu) dan faktor luar (ekstren individu). Adapun
menurut Bimo Walgito (1989:56-57) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi yaitu:
a) Faktor individu, yang meliputi: (1) Perhatian, baik perhatian spontan
maupun perhatian tidak spontan; dinamis atau statis; (2) Sifat
Struktural individu; simpati atau antipati; (3) Sifat Temporer individu;
emosional atau stabil; (4) Aktivitas yang sedang berjalan pada
individu.
b) Faktor Stimulus (rangsangan). Stimulus akan dapat disadari oleh
individu, bila stimulus ini cukup kuat. Bagaimanapun besarnya
perhatian dari individu, tetapi bila stimulus tidak cukup kuat, maka
stimulus itu tidak akan di presepsi oleh individu yang bersangkutan,
dan ini tergantung pada: (1) intensitas (kekuatan) stimulus; (2) ukuran
stimulus; (3) perubahan stimulus; (4) ulangan dari stimulus; (5)
pertentangan atau kontras dari stimulus.
Menurut WHO, sehat adalah keadaan utuh fisik, jasmani, mental, dan
sosial dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan. Sedangkan kesehatan adalah suatu keadaan sehat jasmani,
mental dan sosial. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 mendefinisikan
kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Konsep sakit adalah penilaian seseorang
terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung
dialaminya (bersifat subyektif). Penyakit adalah bentuk reaksi biologis
terhadap suatu organisme benda asing atau luka (bersifat objektif).
Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasa sakit dan
sebaliknya orang mengeluh sakit padahal tidak ditemukan penyakit.
Sehat fisik dimana tidak ada rasa sakit dan kondisi tubuh dan organ
dalam kondisi yang normal dapat berfungsi dengan baik. Pendapat lain
mengatakan bahwa sehat fisik adalah suatu keadaan bentuk fisik dan
faalnya tidak mengalami gangguan sehingga memungkinkan berkembang-
nya mental dan sosial untuk dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari
dengan optimal.
Sehat mental adalah suatu kondisi memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional yang optimal dari seseorang. Pengertian lain bahwa
sehat mental adalah keadaan dimana jiwa dan pikiran kita dapat berpikir
secara logis dan dimengerti orang lain.
Sehat spiritual adalah saat keadaan seseorang dapat memperlihatkan
kehidupannya yang mengakui adanya Tuhan dan beribadah sesuai dengan
norma yang ada dalam masyarakat, cerminan sehat spiritual ini adalah
adanya rasa syukur, memaafkan, pengendalian diri, menyayangi, dan
ajaran baik pada agamanya.
Sedangkan sehat sosial adalah disaat sesorang dapat hidup
berdampingan dengan orang lain, mematuhi norma yang ada
dimasyarakat, dan diterima hidup bersama masyarakat. Pengertian lainnya
adalah dimana perikehidupan dalam masyarakat setiap warga negara
mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara memajukan kehidupan
sendiri dan keluarganya dalam masyarakat yang memungkinkannya
bekerja, beristirahat, serta menikmati hiburan pada waktunya.
2) Diri (Self)
Mead mendefinisikan Diri (Self) sebagai kemampuan untuk melihat diri
sendiri melalui sudut pandang atau perspektif orang lain. Ketika Mead
berpikir tentang diri, ia melihat bahwa melalui bahasa, seseorang akan
mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri.
Dalam melakukan suatu tindakan maka kita telah menjadi subjek. Sedangkan
ketika kita mengamati tindakan yang telah kita lakukan sendiri maka kita telah
menjadi objek.
Dalam menjelaskan bagaimana orang berbagi makna tentang simbol dan
merefleksikannya, Mead menggunakan istilah isyarat-isyarat yang bermakna
(significant gestures) dan komunikasi signifikan. Jadi, diri dikaitkan dengan
tindakan refleksi diri, yang juga dikenal sebagai pengendalian diri (self control)
atau pemantauan diri (self monitoring). Individu, menurut Mead, dapat
menyesuaikan diri dalam kondisi dimana individu tersebut berada, dapat pula
menyesuaikan suatu makna dan dampak dari tindakan yang mereka lakukan
melalui gambaran diri.
3) Masyarakat (Society)
Pada tingkat yang paling dasar, Mead menggunakan istilah masyarakat
(society), yang mengacu pada proses sosial yang tidak pernah berakhir yang
terjadi mengawali pikiran dan diri. Dalam terbentuknya Pikiran dan diri,
masyarakat memiliki peran penting. Pada tingkat lain, menurut Mead,
masyarakat adalah kumpulan tanggapan yang terorganisir yang diambil alih
individu dalam bentuk “Me”. Dimana dalam hal ini Mead memiliki banyak
pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Pada tingkat
kemasyarakatan yang khas, norma atau aturan mengenai suatu aktivitas
masyarakat yang lebih khusus disebut pranata atau institusi. Norma atau
aturan dalam pranata terdiri dari (undang-undang dasar, undang-undang yang
berlaku, sanksi berdasarkan hukum yang berlaku) dan tidak ditulis terdiri dari
(hukum adat, adat istiadat yang berlaku, sanksi sosial atau moral).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Latteko, Kecamatan
Awangpone, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun alasan
peneliti memilih lokasi penelitian di tempat ini ialah terdapat masalah
yang menarik untuk teliti dan lokasi penelitian mudah dijangkau, sehingga
memudahkan peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian.
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
No. Hp :
Tanggal/Bulan/Tahun :
Pertanyaan: