Anda di halaman 1dari 76

FENOMENA OVERSPENDING DALAM KALANGAN IDOL

OTAKU JEPANG ERA KONTEMPORER

に ほ ん げんだい ない げんしょう
日本 現 代 にアイドルオタク内 のオーバースペンディング 現 象

Diajukan Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata 1

(S1) Sarjana Bahasa dan Kebudayaan Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro

Oleh:

Daniel Dewana Swa

13020217130035

PROGRAM STUDI S1 BAHASA DAN KEBUDAYAAN JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

AGUSTUS 2023
i
ii
iii
MOTTO

K A T A T S U B U R I
“かたつぶり
S ORO SO RO NOBO R E
そろそろ登れ
FUJI N O YAMA
富士の山”
“Keong kecil,
perlahan-lahan daki,
Gunung Fuji.”
― Kobayashi Issa

“The last thing one discovers in composing a


work is what to put first.”
“Hal terakhir yang diketahui seseorang dalam
mengarang suatu karya adalah apa yang
harus ditulis terlebih dahulu.”
― Blaise Pascal

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya merasa sangat bahagia saat ini, karena akhirnya saya berhasil

menyelesaikan perjalanan panjang dalam penulisan skripsi ini. Tidak hanya itu,

saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada banyak orang yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama proses penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, dalam halaman persembahan ini, saya ingin mengungkapkan rasa terima

kasih yang tulus kepada mereka yang telah memberikan kontribusi berarti dalam

penyelesaian skripsi ini.

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga saya,

terutama kepada Papah yang selalu memberikan dukungan penuh, cinta, dan

pengertian sepanjang perjalanan ini. Terima kasih atas doa dan semangat yang

menjadi pendorong utama kesuksesan saya.

Tak lupa, rasa terima kasih saya juga ditujukan kepada pembimbing skripsi

saya, Arsi-sensei. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dan masukan yang

berharga dalam mengarahkan penelitian ini menuju arah yang benar, dan mohon

maaf sebesar-besarnya atas keterlambatan saya.

Tentu saja, tidak bisa saya lewatkan rasa terima kasih saya kepada sahabat

saya Putra-san dan teman-teman lain yang telah berbagi pengalaman, pengetahuan,

serta dukungan emosional selama proses penulisan skripsi ini.

Tidak ketinggalan, rasa terima kasih saya juga kuhaturkan kepada semua

pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, namun telah memberikan dukungan,

inspirasi, dan dorongan positif dalam perjalanan ini.

v
Akhirnya, kepada diri saya sendiri, saya mengucapkan selamat atas

ketekunan dan usaha yang telah saya gunakan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Proses ini tidak selalu mudah, namun melalui dedikasi dan kerja keras, saya berhasil

melewati setiap rintangan hingga skripsi ini bisa selesai.

Semua rasa terima kasih dan penghargaan ini saya haturkan dengan tulus.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

memberikan inspirasi bagi banyak orang.

vi
PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas puji

kasih dan berkat-Nya supaya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini

disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Linguistik

di Universitas Diponegoro.Judul dari skripsi ini adalah “Fenomena Overspending

Dalam Kalangan Idol Otaku Jepang Era Kontemporer”. Penyelesaian skripsi ini

tentu saja mendapatkan bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu,

penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unversitas Diponegoro Semarang, Dr. Nurhayati,

M.Hum;

2. Ketua Program Studi S1 Bahasa dan Kebudayaan Jepang, Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro Semarang, Budi Mulyadi S.Pd, M.Hum ;

3. Arsi Widiandari, S.S, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan dan bantuan dengan rasa sabar. Terima kasih

atas ketersediaan waktu, kesabaran, bimbingan dan juga bantuan yang telah Sensei

berikan kepada penulis. Selesainya penulisan skripsi ini tidak dapat terjadi tanpa

jasa dan kebijakan Sensei, dan penulis akan selalu mengingat kebaikan Sensei;

4. Seluruh dosen dan karyawan program studi S1 Bahasa dan Kebudayaan Jepang,

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Terima kasih atas ilmu, bimbingan

serta dukungan yang diberikan kepada penulis, baik di dalam atau pun luar kelas.

Jasa dan kebaikan para Sensei tidak akan penulis bawa seumur hidup;

vii
5. Kedua orang tua penulis, Papah dan Mamah tercinta. Terima kasih untuk segenap

kasih sayang, dukungan moneter, serta kesabaran yang rela diberikan kepada

penulis;

6. Terakhir terima kasih kepada semua pihak lainnya yang telah memberi bantuan

dan dukungan kepada penulis yang terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan masih

belum sempurna.

Oleh karena itu, penulis menerima semua kritik dan saran konstruktif dari pembaca

demi perbaikan skripsi ini.

Semarang, 2023

Daniel Dewana Swa

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………..i
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………….…ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………….iii
MOTTO…………………………………………………………………………..iv
PERSEMBAHAN…………………………………………………………………v
PRAKATA……………………………………………………………………….vii
DAFTAR ISI……………………………………………………...………………ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..xi
INTISARI………………………………………………………………………..xii
ABSTRAK………………………………………………………………………xiii
BAB I……………………………………………………………………………...1
PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………...………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………..…………………………………...6
1.3 Tujuan Penelitian………………………………..…………………………6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………..…...6
1.5 Metode Penelitian………………………………………………………….7
1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………………7
1.7 Sistematika Penelitian……………………………………………………...8
BAB II………………………………………………...………………………….10
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI……………………………10
2.1 Penelitian Terdahulu……..……………………………………………….10
2.2 Kerangka Teori dan Konsep……..………………………………………..13
2.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow……..…………………….13
2.2.2 Konsep Konsumerisme dan Komodifikasi……………………..……….16
2.2.3 Konsep Idol Culture….…………………………………………………17
BAB III…………………………………………………………………………...20
PEMBAHASAN…………………………………………………………………20

ix
3.1 Sejarah Perkembangan Industri Idola Jepang……..………………………20
3.2 Asal Usul Idol Otaku………..…………………………………………….26
3.3 Perilaku Overspending di Dalam Kalangan Idol Otaku……..……………31
BAB IV…………………………………………...………………………………44
SIMPULAN……………………………………………………………………...44
ようし
要旨………………………………………………………………………………47

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….50
BIODATA PENULIS…………………………………………………………….62

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Generasi Pertama AKB48 di Tokyo Dome ~1830m no Yume~


(24/08/2012)……………………………………………………………………….1
Gambar 1.2 Acara Akushukai AKB48……………………………………………..4
Gambar 1.3 Kantong Plastik Penuh Berisi CD Baru AKB48 di Tempat Pembuangan
Sampah…………………………………………………………………………….5
Gambar 2.1 Piramida Maslow……………………………………………………14
Gambar 3.1 Tarian Wotagei di Akihabara………………………………………..30
Gambar 3.2 Consumer Survey regarding Otaku in Japan: Key Research Findings
2018………………………………………………………………………………32

Gambar 3.3 “菊池桃子25万人ファンの集い”

“ Pertemuan 250.000 Penggemar Kikuchi Momoko” di Kobe World Memorial


Hall……………………………………………………………………………….35
Gambar 3.4 Tiket Akushukai SKE48 di Makuhari Messe dari Album Single Okey
Dokey (2011).…………………………………………………………………….37

Gambar 3.5 “毎月アイドルに費やすお金は?”

“ Tiap bulan berapa banyak uang yang dikeluarkan demi idola?”


……………………………………………………………………………………40

Gambar 3.6 “図1の回答は、自分の収入の約何%程度?”

“Dari jawaban grafik nomor 1, kira-kira seberapa besar persentase penghasilan


anda?”.……………………………………………………………………………41

xi
ABSTRAK

Swa, Daniel Dewana, 2023. “Fenomena Overspending Dalam Kalangan Idol Otaku
Jepang Era Kontemporer”, Skripsi, Bahasa dan Kebudayaan Jepang, Universitas
Diponegoro, Semarang. Pembimbing Arsi Widiandari, S.S., M.Si.
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan lebih lanjut mengenai
perkembangan industri idola Jepang dan proses kemunculan idol otaku, serta
fenomena overspending yang terjadi di dalam kalangan idol otaku.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan studi
pustaka. Teori dan konsep yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah teori
hierarki kebutuhan Abraham Maslow, konsep konsumerisme dan komodifikasi,
konsep idol culture.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa bila
dibandingkan kolongan otaku lainnya, anggota kelompok idol otaku mengeluarkan
jumlah uang yang jauh lebih besar per individu. Sub-grup idol otaku mengeluarkan
103.543 yen per individu, 5 kali lipat lebih besar dibanding 20.541 yen dari sub-
grup manga otaku.
Kemudian, walau pun relatif berjumlah sedikit (12,4% dari 629 orang),
terdapat penggemar-penggemar idola Jepang yang rela menghabiskan setengah
(4,3% dari 629 orang) atau bahkan lebih dari setengah gaji mereka (8,1% dari 629
orang) demi hobi idol.
Terakhir, idol otaku menempatkan idola Jepang ke dalam hierarki
kebutuhan hidup mereka, dan kadang rela mendorong kebutuhan yang lain ke
bawah dengan idola Jepang sebagai prioritas paling tinggi.
Kata kunci: idol otaku, overspending, Jepang Kontemporer

xii
ABSTRACT

Swa, Daniel Dewana, 2023. "The Overspending Phenomenon Among Idol Otakus
in Contemporary Japan", Thesis, Japanese Language and Culture, Diponegoro
University, Semarang. Advisor Arsi Widiandari, S.S., M.Si.
The purpose of this research is to further explain the development of the
Japanese idol industry and the emergence process of idol otakus, as well as the
overspending phenomenon that occurs within the idol otaku community.
The method used is a descriptive qualitative method with a literature review
approach. The theories and concepts employed in this thesis include Abraham
Maslow's hierarchy of needs, the concepts of consumerism and commodification,
and the concept of idol culture.
Based on the conducted analysis, it is revealed that compared to other otaku
subgroups, members of the idol otaku group spend a significantly larger amount of
money per individual. The idol otaku subgroup spends 103,543 yen per individual,
which is five times greater than the 20,541 yen spent by the manga otaku subgroup.
Furthermore, although they make up a relatively small percentage (12.4%
of 629 individuals), there are Japanese idol fans who are willing to spend half (4.3%
of 629 individuals) or even more than half of their salary (8.1% of 629 individuals)
for their idol-related hobbies.
Lastly, idol otakus place Japanese idols within their hierarchy of needs,
sometimes even pushing other needs down the ladders with Japanese idols being
their highest and topmost priority.
Keywords: idol otaku, overspending, Contemporary Japan

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Idol ( ア イ ド ル ) merupakan sejenis artis dengan penampilan yang

diciptakan secara khusus untuk menarik pengikut yang berdedikasi, penggemar

yang rela mengikuti semua kegiatan idol dengan seksama baik melalui acara televisi

atau secara langsung melalui konser live, dan para penggemar tersebut seringkali

disebut sebagai idol otaku. Agen-agen bakat mengkomersialkan idol dengan

merekrut pra-remaja dan remaja dengan sedikit atau tanpa pengalaman dalam

industri hiburan, dan memasarkan mereka sebagai calon bintang (Craig, 2000).

Sebagian besar Idol adalah penyanyi, namun sering pula dilatih untuk berakting,

menari, dan modeling. Idol berperan penting dalam media periklanan, dengan 50-

70% iklan di Jepang menampilkan seorang idol (Karlin, 2012).

Gambar 1.1 Generasi Pertama AKB48 di Tokyo Dome ~1830m no Yume~


(24/08/2012)
Sumber: http://takameliant.blogspot.com/2013/03/akb48-1st-generation-original-

team-a.html
2

Otaku (オタク) adalah sekelompok orang yang memiliki obsesi tidak wajar

terhadap suatu topik tertentu, umumnya terkait teknologi dan pop culture Jepang.

Inilah asal usul dari sebutan idol otaku, yaitu otaku yang sangat tertarik dengan

idola Jepang. Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Institut Riset Nomura

pada tahun 2004 dan 2005, diketahui bahwa terdapat total 1,72 juta otaku di Jepang

dengan estimasi keuntungan pasar sebesar 411 miliyar yen. Dari 1,72 juta populasi

tersebut, idol otaku menempati urutan ke-2 terbesar dengan populasi 280 ribu orang

dan total keuntungan 61 miliyar yen; artikel BBC yang ditulis oleh McAlpine pada

tahun 2017 menyatakan bahwa rata-rata keuntungan yang dihasilkan oleh idola

Jepang mencapai 1 miliar dolar per tahunnya, estimasi yang lebih besar dari

penelitian sebelumnya bila dikonversi ke mata uang yen. Mendapatkan keuntungan

dengan angka sebesar itu tentu saja bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan,

dan salah satu faktor yang menyebabkan lakunya idol di pasar musik Jepang adalah

siasat yang diambil oleh agen-agen bakat idol. Agen bakat idol tidak hanya menjual

album musik dan melaksanakan konser live di teater layaknya artis penyanyi atau

band secara umum, namun juga menjual imej, kecantikan, dan personalitas idola

yang ada di bawah naungan mereka (Galbraith & Karlin, 2012).

Para agen bakat menjual fantasi bahwa idol berada dekat dengan penggemar

idola dan dapat diraih dalam jangkauan tangan, dalam maksud mereka digambarkan

sebagai artis yang dapat lebih mudah menjalin koneksi dengan penggemar mereka

dibanding artis lain pada umumnya. Sebagai contoh, AKB48 yang merupakan salah

satu grup pop idol paling ternama di Jepang diciptakan dengan konsep, “Idol yang

dapat kamu temui” (AKB48, 2011). Penggemar idola tidak harus bersusah payah
3

untuk berusaha menemui idola mereka; mereka dapat langsung datang ke teater di

mana idola mereka berada dan berinteraksi dengan mereka baik melalui konser

musik atau acara jabat tangan. Oleh karena imej idol yang telah dirancang secara

seksama supaya terlihat mudah didekati, idol otaku yang menonton pun merasakan

koneksi secara emosional yang membuat mereka ingin mendukung para idola yang

mereka kagumi. Semakin besar investasi yang mereka masukkan dalam mengikuti

aktivitas idola, semakin kuat koneksi emosional mereka terhadap idola tersebut.

Salah satu cara paling konkrit untuk mendukung idola favorit mereka adalah dengan

membeli merchandise yang dijual oleh agen bakat idol.

Dalam rangka mengasuh dan memperdalam koneksi emosional yang

dirasakan idol otaku terhadap idola mereka, agen bakat idol seringkali mengadakan

acara sosial seperti akushukai1 dan senbatsu sousenkyou2 di mana penggemar idol

dapat berinteraksi dan berkontribusi secara langsung kepada idola yang mereka

sukai. Para penggemar idola memiliki kesempatan untuk berbicara dan menyentuh

idola mereka muka-ke-muka dengan relatif mudah, sesuai dengan imej idola Jepang

yang membedakan mereka dengan artis lain secara umumnya. Tentu saja, acara

jabat tangan dan pemungutan suara untuk kontes popularitas idola Jepang semacam

itu tidak dilaksanakan dengan gratis.

1
Akushukai (握手会) adalah acara di mana para penggemar idol dapat bertemu dan berbicara
langsung dengan idola mereka sambil berjabat tangan. Pada umumnya waktu jabat tangan dibatasi,
dan bila ingin memperpanjang waktu maka harus membeli tiket jabat tangan lebih banyak.
2
Senbatsu sousenkyo (選抜総選挙) adalah pemungutan suara yang dilaksanakan tiap tahun di mana
idol otaku dapat memilih anggota idola favorit mereka, dapat disamakan dengan kontes popularitas.
4

Para agen bakat menyisipkan tiket ke acara-acara tersebut ke dalam album

musik, sehingga para penggemar idola harus membeli album musik tersebut bila

ingin mengikuti acara sosial bersama idola mereka. Dalam beberapa kasus, tak

jarang para penggemar idol membeli album musik dalam jumlah yang sangat

banyak, dengan harapan bahwa bentuk dukungan itu dapat membantu idola mereka

untuk meraih ketenaran yang lebih besar.

Gambar 1.2 Acara Akushukai AKB48


Sumber: https://www.insidejapantours.com/blog/2014/08/12/akb48-the-

surprising-truth-behind-the-worlds-biggest-band/

Hal tersebut sangatlah menarik karena keberadaan idol di masyarakat

Jepang menyebabkan fenomena perilaku pembelian hal-hal yang berhubungan

dengan idol secara berlebih atau pemboros di dalam kalangan idol otaku Jepang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata boros didefinisikan berlebih-

lebihan dalam pemakaian uang, barang, dan sebagainya. Pada tahun 2017,

Departemen Kepolisian Fukuoka menuntut seorang laki-laki berumur 30-an dari

Dazaifu, Prefektur Fukuoka, yang diduga membuang secara ilegal 585 CD dari grup
5

pop idol AKB48 di sebuah gunung (The Japan Times, 2017). Kejadian semacam

itu pun terjadi pada tahun berikutnya dengan ditemukannya banyak kantong plastik

penuh berisi CD baru AKB48 di tempat pembuangan sampah (Baseel, 2018).

Kedua kejadian ini terjadi dikarenakan niat para pelaku bukanlah untuk membeli

album musik pop idol untuk didengar atau dijual kembali, melainkan hanya untuk

mengambil tiket-tiket acara sosial akushukai dan senbatsu sousenkyo yang

disisipkan bersama album-album tersebut. Hal ini pun menyebabkan fenomena

pembelian kaset dalam jumlah yang berlebih, yang akhirnya tidak digunakan sama

sekali dan hanya dibuang saja, salah satu contoh riil kata pemborosan.

Gambar 1.3 Kantong Plastik Penuh Berisi CD Baru AKB48 di Tempat


Pembuangan Sampah
Sumber: https://twitter.com/gokkunsan/status/1001869157065895936

Namun, perlu dicermati bahwa fenomena pembuangan CD ini pada

dasarnya merupakan efek samping dari keinginan penggemar idol untuk

mendukung idola mereka yang berinflasi secara berlebihan. Fenomena

overspending ini melatar-belakangi penulis untuk membahas secara lebih lanjut


6

terkait obsesi dan fanatisme idol otaku dan dampak perilaku overspending ini dalam

masyarakat Jepang era Kontemporer.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimanakah perkembangan industri idol dan proses kemunculan idol

otaku?

2. Bagaimanakah perilaku overspending di dalam kalangan idol otaku?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai

perkembangan industri idola Jepang dan proses kemunculan idol otaku, serta

fenomena overspending yang terjadi di dalam kalangan idol otaku. Tema penelitian

ini diambil karena peneliti tertarik untuk meneliti tentang fenomena overspending

dalam kalangan idol otaku secara lebih teliti dan menemukan dampak yang

disebabkan oleh fenomena tersebut dalam masyarakat Jepang.

1.4 Ruang Lingkup Masalah

Penelitian ini meneliti tentang fenomena overspending dalam kalangan idol

otaku di masyarakat Jepang era Kontemporer. Objek penelitian mencakup individu-

individu yang masuk ke dalam kalangan idol otaku di Jepang yang sudah bekerja

atau memiliki sumber penghasilan dan memiliki pengalaman membeli merchandise

atau barang dagangan terkait grup idola baik album CD, photobook, aksesoris,
7

pakaian, dalam jumlah berlebih yang tidak digunakan atau dibuang sesuai dengan

definisi “boros”.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan studi

pustaka. Penelitian berfokus pada data primer berupa hasil survei angka penjualan

merchandise dari idola Jepang oleh konsumen berupa penggemar idol yang berada

di Jepang; data penjualan tersebut kemudian dibandingkan dengan data penghasilan

tahunan warga Jepang dan pengeluaran harian secara umum untuk mengetahui

apakah uang yang dikeluarkan dalam hobi idol melebihi pengeluaran sandang,

pangan, papan, dan masuk ke dalam skala overspending atau berlebihan. Penelitian

ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari analisis konten acara

televisi atau video internet dan artikel-artikel yang berkaitan dengan topik

overspending atau pembelian berlebih merchandise idola Jepang.

1.6 Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam kehidupan

masyarakat Jepang baik dalam kalangan idol otaku, idola Jepang sendiri, mau pun

warga Jepang secara umum terkait dengan fenomena overspending.

Manfaat penelitian dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat

praktis berikut:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sudut

pandang baru terhadap perilaku konsumtif dalam fenomena


8

overspending yang dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain

dengan tema terkait topik ini.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperdalam

pemahaman publik terhadap fenomena overspending sebagai efek

samping dari sifat obsesi dan fanatisme dalam kalangan idol otaku, dan

membuka forum diskusi lebih lanjut dalam masyarakat Jepang terkait

masalah sosial tersebut.

1.7 Sistematika Penelitian

Bab I. Pendahuluan

Bab ini merupakan bab pengantar yang membahas tentang asal-usul

idol, budaya yang berkembang mengelilingi idol, dan dampak yang dimiliki

oleh idola Jepang terhadap masyarakat Jepang secara luas, dan dampak

idola Jepang khususnya terhadap idol otaku sebagai penggemar mereka.

Bab ini juga membangun kerangka penulisan mulai dari rumusan masalah,

tujuan, ruang lingkup, metode penelitian, dan tentu saja manfaat dari

dilaksanakannya penelitian ini.

Bab II. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Bab ini membahas tentang penelitian-penelitian terdahulu yang

masih memiliki keterkaitan tema skripsi ini yang dijadikan pedoman dalam

penulisan karya ilmiah dengan mengkaji apa saja persamaan dan perbedaan

yang terdapat di antara penelitian-penelitian tersebut. Bab ini juga berisi


9

teori dan konsep yang akan digunakan untuk menganalisis data-data yang

diperoleh selama proses penelitian.

Bab III. Pembahasan

Bab pembahasan berisi analisis data overspending kalangan idol

otaku, sejarah idol di Jepang, bagaimanakah perkembangan pasar idola

mempengaruhi idola Jepang sekarang, perilaku overspending para

penggemar ketika membeli merchandise idola favorit mereka. Analisis

dalam bab ini berdasarkan teori dan konsep yang digunakan di bab ke-2.

Bab IV. Simpulan

Bab ke-4 merupakan bab penutup yang berisi simpulan dari analisis

bab ke-3.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait budaya populer Jepang telah banyak diangkat oleh

beberapa peneliti sebelumnya, baik dari sudut pandang pop culture Jepang di luar

negeri sebagai salah satu bentuk soft power mereka, maupun budaya populer yang

ada di dalam kalangan masyarakat domestik Jepang itu sendiri.

Budaya populer Jepang sangatlah beragam, mulai dari kartun animasi,

komik, drama televisi, film, video game, hingga cosplay. Namun, salah satu bentuk

budaya populer Jepang yang paling unik ada di dalam industri musik yaitu di grup-

grup pop idol; unik bukan hanya karena genre musik yang mereka buat, tetapi juga

budaya dan praktik industri tersebut serta penggemar-penggemar idola Jepang yang

memanggil diri mereka “ idol otaku”. Di dalam sub-bab ini, peneliti akan

menjelaskan perbedaan antara penelitian ini dan penelitian-penelitian sebelumnya

terkait topik idol otaku.

Studi berjudul “The Anxieties that Make the “Otaku”: Capital and the

Common Sense of Consumption in Contemporary Japan” oleh Thiam Huat Kam

dari Universitas Nasional Singapura yang dipublikasikan pada tahun 2013 di dalam

jurnal ilmiah “Japanese Studies” merupakan salah satu penelitian yang mengangkat

tema “otaku”, secara spesifik tentang asal-usul bagaimana klise tersebut muncul,

pandangan masyarakat terhadap mereka, serta dampak ekonomi yang disebabkan

oleh munculnya industri otaku. Penelitian dilaksanakan dengan mewawancarai 51


11

mahasiswa Jepang di Tokyo, Kanagawa, Kyoto, dan Singapura terkait alasan

mengapa orang-orang dapat melabeli seseorang sebagai “otaku”. Menurut hasil

studi tersebut, otaku di masyarakat Jepang dianggap sebagai orang-orang yang tidak

produktif, lebih berfokus pada konsumsi hobi-hobi mereka, dan tidak bersosialisasi

dan berkontribusi secara produktif dalam masyarakat. Mereka dianggap sebagai

sekelompok orang yang menyimpang dari norma sosial dan tidak cocok dalam

masyarakat kapitalis Jepang. Bila dilihat dari judulnya, penelitian itu mengambil

subjek terkait tentang otaku. Namun, perlu dicermati bahwa penelitian tersebut

tidak menyebut idol otaku secara spesifik, melainkan hanya otaku secara umum.

“The Anxieties that Make the “Otaku”: Capital and the Common Sense of

Consumption in Contemporary Japan” lebih mengacu kepada aspek “imej” seorang

otaku di dalam masyarakat Jepang dan perilaku konsumerisme yang menyebabkan

munculnya stereotip-stereotip terkait kalangan otaku tersebut. Walau sama-sama

membahas objek otaku, penelitian ini lebih berfokus pada fenomena overspending

atau pembelian berlebih, khususnya dalam kalangan idol otaku saja.

Penelitian yang berjudul “Idol Republic: the Global Emergence of Girl

Industries and the Commercialization of Girl Bodies” merupakan studi jender oleh

Yeran Kim dari Universitas Kwangwoon, Korea yang dipublikasi pada tahun 2011.

Penelitian ini memiliki tema komodifikasi kaum wanita muda yang dilatih menjadi

produk “idol” dan konsumsinya secara massa. Menurut hasil penelitian “Idol

Republic: the Global Emergence of Girl Industries and the Commercialization of

Girl Bodies”, idola wanita tidak diperlakukan secara manusiawi, dan tubuh mereka

diobjektifikasi sebagai produk komodifikasi atau barang yang dapat dijual-belikan


12

oleh agensi bakat mereka. Produk-produk berupa imej dan penampilan idola wanita

tersebut akan diseksualisasikan kembali, sehingga menangkap perhatian para

konsumen di dalam masyarakat yang kemudian menonton dan mengikuti aktivitas

mereka. Perbedaannya, penelitian ini tidak berfokus kepada komodifikasi idol yang

dianalisis melalui lensa feminisme, namun lebih mengarah ke dampak konsumsi

produk-produk idol secara berlebihan pada konsumennya yaitu kalangan idol otaku.

Skripsi yang berjudul “Dampak Keberadaan JKT48 Terhadap Gaya Hidup

Konsumtif Fans JKT48 Dikalangan Mahasiswa” tahun 2017 oleh Rika Widya

Risadi memiliki paling banyak kesamaan dengan penelitian ini. “Dampak

Keberadaan JKT48 Terhadap Gaya Hidup Konsumtif Fans JKT48 Dikalangan

Mahasiswa” adalah studi ilmiah yang meneliti komunitas mahasiswa penggemar

grup idola JKT48 bernama JFUIN yang berlokasi di area UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Indonesia. Skripsi tersebut bertujuan untuk menemukan sejauh mana

dampak keberadaan JKT48 dalam komunitas mahasiswa JFUIN menggunakan

metode kualitatif deskriptif melalui wawancara sepuluh anggota JFUIN. Dari hasil

penelitian tersebut, disimpulkan bahwa keberadaan JKT48 berpengaruh pada

anggota mahasiswa JFUIN, dan pengaruh-pengaruh tersebut berupa dampak

negatif yaitu perilaku konsumtif, pengeluaran menjadi lebih pemboros, pengeluaran

waktu yang banyak demi grup idola JKT48, melakukan kegiatan yang tidak masuk

akal, penilaian teman sejawat yang terlihat agak aneh, memuja gadis secara

berlebihan, muncul sifat anti-sosial terhadap lingkungan sekitar, pikiran selalu

tertuju pada JKT48, dan mengalami delusi tipe erotomanik. Sedangkan untuk

dampak positif yaitu mendapatkan teman baru, penghasilan tambahan, membantu


13

belajar berorganisasi, memperdalam pemahaman budaya Jepang, mendapatkan

semangat dan motivasi, kemudian menghilangkan stres di kehidupan sehari-hari.

2.2 Kerangka Teori dan Konsep

Penelitian ini mengambil teori-teori dari ilmu psikologi dan sosiologi yang

berkaitan dengan pola pikir manusia dan interaksi sosial di dalam masyarakat serta

konsep-konsep yang relevan dengan idol otaku.

Teori dan konsep yang akan dibahas di antara lain: 1) Teori hierarki

kebutuhan Abraham Maslow, 2) Konsep konsumserisme dan komodifikasi, dan 3)

Konsep idol culture.

2.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow

Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow menyatakan bahwa

manusia memiliki beberapa kebutuhan dasar, dan kebutuhan-kebutuhan di

tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih

dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi dapat terpenuhi

(Feist, 2010:331). Kebutuhan-kebutuhan dasar di sini tentu saja mengacu

pada hal-hal esensial yang dibutuhkan oleh manusia untuk bertahan hidup,

seperti ketersediaan makanan dan minuman, pakaian untuk menjaga

kehangatan tubuh, dan tempat bernaung untuk menghindari cuaca buruk.


14

Gambar 2.1 Piramida Maslow


Sumber: https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=93026655

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh

manusia menjadi 5 tingkatan atau hierarki yang sering dipanggil “Piramida

Maslow”, dimulai dari paling bawah adalah:

a) Kebutuhan Dasar atau Fisiologi

Seperti namanya, kebutuhan dasar terdiri dari segala sesuatu yang

dibutuhkan oleh manusia secara biologis untuk bertahan hidup, contoh

paling mudah adalah ketersediaan oksigen, air, dan nutrisi.

b) Kebutuhan Akan Rasa Aman

Kebutuhuan akan rasa aman merupakan keingingan manusia untuk

dapat hidup bebas dari segala macam ancaman, baik tindak kriminalitas,

penyakit, bencana alam, dan hal apa pun yang membahayakan individu

tersebut.
15

c) Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial adalah kebutuhan manusia untuk rasa cinta dan kasih

sayang, juga pertemanan dan menjadi bagian dari suatu kelompok.

d) Kebutuhan Mendapatkan Penghargaan

Kebutuhan mendapatkan penghargaan tidaklah harus memiliki arti

penghargaan secara fisik (piala, tropi, dll.) namun juga dapat mencakup

pangkat, gelar, dan profesi; hal-hal yang berkaitan dengan harga diri.

Bentuk penghargaan sendiri memiliki 2 sumber: dari diri sendiri atau

dari orang lain.

e) Kebutuhan untuk Mengaktualisasikan Diri

Kebutuhan yang terakhir yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasi diri.

Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai wujud sesungguhnya untuk

mencerminkan harapan serta keinginan seorang individu terhadap

dirinya sendiri; kebutuhan seorang individu untuk meraih puncak

potensi mereka sebagai manusia. Dalam penggambaran aktualisasi diri

yang diberikan oleh Abraham Maslow, aktualisasi diri ini berperan

sebagai kebutuhan seorang individu untuk memutuskan keinginan

mereka. Secara simpel, kebutuhan ini dapat dikatakan sebagai hal

esensial bagi seorang individu untuk meraih cita-citanya. Sebagai

contoh, seorang musisi butuh instrumen untuk bermain musik, seorang

penari butuh tubuh yang fleksibel untuk menari, seorang pengajar perlu

murid untuk dididik; tanpa hal-hal tersebut cita-cita yang mereka

inginkan tidak akan dapat direalisasikan karena seorang musisi tidak


16

dapat bermain musik dengan tangan hampa, seorang penari tidak dapat

menari bila tubuhnya tidak dapat bergerak, dan seorang pengajar tidak

dapat mengajar kelas yang kosong.

Dalam penelitian ini, Teori Maslow digunakan untuk mengetahui

hierarki kebutuhan kalangan idol otaku. Dari teori tersebut kemudian

dituangkan dalam rumusan permasalahan seperti bagaimana posisi idol dan

sepenting apakah mereka dibanding dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya

bagi individu-individu kalangan penggemar idola Jepang tersebut.

2.2.2 Konsep Konsumerisme dan Komodifikasi

Menurut KBBI (2006), konsumerisme adalah paham atau gaya

hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran

kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya; gaya hidup yang tidak hemat,

sedangkan komodifikasi adalah transformasi barang, jasa, gagasan, dan

orang menjadi komoditas atau objek dagang. Komoditas pada dasarnya

adalah "apapun yang dimaksudkan untuk ditukar," atau objek apapun yang

memiliki nilai ekonomi (Appadurai, 2005:35).

Salah satu contoh komodifikasi adalah komodifikasi idola Jepang,

dimana wanita muda berusia remaja atau pra-remaja akan dilatih oleh agen-

agen bakat dan kemudian debut di depan publik sebagai artis (komodifikasi)

yang dapat menghasilkan untung, baik dari penampilan di iklan televisi,

penjualan merchandise terkait idola tersebut seperti album musik, atau tiket

konser live di teater musik. Fenomena overspending merupakan salah satu


17

dampak dari komodifikasi idola Jepang yang mendorong perilaku

konsumerisme di dalam kalangan idol otaku.

2.2.3 Konsep Idol Culture

Bila dilihat dari definisi KBBI (2006), kata pinjaman kultur

memiliki arti “kebudayaan “, dan kebudayaan sendiri memiliki banyak

pengertian menurut beberapa ahli yang berbeda. Ralph Linton

mendefinisikan budaya dalam bukunya “The Cultural Background of

Personality” sebagai susunan perilaku yang dipelajari dan hasil perilaku

yang elemen komponennya dibagi dan ditularkan oleh anggota masyarakat

tertentu (1947: 21), sedangkan E.B. Tylor dalam bukunya yang berjudul

“Primitive Culture” mendefinisikan budaya sebagai sesuatu kompleks yang

mencakup pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat

dan lainnya yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat

(1871: 1).

Idol atau idola secara umum diartikan sebagai orang, gambar, patung,

dan sebagainya yang menjadi pujaan. Pujaan di sini seringkali merujuk pada

kata bahasa Inggris idolatry, pemujaan kepada berhala, yaitu patung yang

didewakan. Namun, idol yang dibahas di penelitian ini bukanlah patung

berhala melainkan sekelompok manusia yang disebut idola Jepang. Pujaan

di sini tidak memiliki konotasi memuja “selayaknya dewa”, namun lebih ke

arti “sesuatu yang dapat diaspirasikan”, karena idola Jepang adalah orang-

orang yang dikagumi oleh banyak penggemar mereka. Idola Jepang adalah
18

sejenis artis berupa wanita-wanita muda yang telah dilatih secara spesifik

mulai dari segi musik, penampilan, dan tarian untuk tampil di depan umum

dan mengumpulkan banyak penggemar berdedikasi yang akan mengikuti

mereka dan berpartisipasi dalam kegiatan idola, dari mengikuti konser live

sampai membeli merchandise.

Dari kedua definisi sebelumnya, maka idol culture dapat disebut

sebagai pikiran, akal sehat, atau perilaku yang muncul di dalam sekelompok

orang yang berinteraksi dengan idol dan dianggap normal oleh individu-

individu tersebut, baik idol otaku yang mengkonsumsi komoditas idol,

agen-agen bakat yang melatih talent idol, atau pun pelaku aktivitas-aktivitas

idola Jepang yaitu talent-talent itu sendiri.

Budaya idol sendiri sangatlah beragam, mulai dari acara-acara yang

mereka adakan seperti konser live dan acara fan meeting akushukai (jabat

tangan), aturan wotagei yaitu tata cara bersorak dan menggerakkan

glowstick oleh penggemar idola Jepang pada saat konser, hingga obligasi-

obligasi yang diharapkan oleh penggemar idol terhadap idola mereka seperti

larangan memiliki hubungan romantis ketika beraktivitas sebagai seorang

idol (Ooi, 2016).

Menurut artikel yang dimuat dalam Daily Dot yang ditulis oleh

Hoffberger pada tahun 2013, seorang idola Jepang AKB48 bernama

Minegishi Minami mengeluarkan sebuah permintaan maaf publik setelah

foto-foto privat miliknya beredar di majalah. Di dalam foto-foto tersebut,


19

Minegishi dilihat keluar dari apartemen Shirahima Alan, penari cadangan

dari grup boyband EXILE. Di dalam permintaan maaf publik yang diunggah

ke platform video YouTube ini, Minami Minegishi muncul dengan kepala

yang dicukur untuk menunjukkan “ketulusan” rasa maaf yang dia rasakan.

Kasus-kasus seperti ini tidaklah jarang terjadi. Anggota AKB48 Sashihara

Rino mengeluarkan permintaan maaf yang serupa melalui acara radio

“AKB48 no All Night Nippon” pada tanggal 16 Juni di tahun sebelumnya

ketika artikel tabloid tentang seorang lelaki yang mengaku sebagai pacarnya

muncul di majalah (tokyohive, 2012).


20

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perkembangan Industri Idola Jepang

Walaupun kata “idol” baru mulai digunakan oleh media Jepang pada

November 1964 ketika film Francis “Cherchez l'idole” ditayangkan di Jepang

dengan judul “Aidoru wo Sagase” (アイドルを探せ, Temukan Idola), sebenarnya

kelompok pemain teater musik dengan ciri-ciri “seperti idola” sudah ada sejak

zaman Meiji dengan nama Takarazuka Kagekidan (Sakai, 2016). Takarazuka

Kagekidan didirikan oleh Kobayashi Ichizou pada tahun 1913; pada masa itu lagu-

lagu barat dan acara-acara dansa mulai populer di Jepang, dan karena Kobayashi

menganggap teater kabuki3 terlalu kuno dan elitis (Kobayashi, 1961), ia pikir teater

yang terdiri dari anggota perempuan saja akan diterima dengan baik oleh

masyarakat kalangan umum.

Di awal tahun 1970-an, fenomena kepopuleran idola menyebabkan

banyaknya audisi untuk merekrut wanita-wanita muda dalam jumlah yang besar

untuk menjadi idola oleh televisi Jepang (Iwabuchi, 2002). Idola pada saat itu

dianggap “fana” karena karir mereka yang berumur pendek, dan bagaimana mereka

akan “menghilang” dari mata publik setelah mereka pensiun dari karir mereka.

3
Kabuki (歌舞伎) adalah teater dansa dan drama klasik Jepang. Ciri-ciri kabuki adalah
penampilannya yang sangat bergaya, kostum-kostumnya yang mewah, dan make-up kumadori
yang dikenakan para pemeran kabuki. Kabuki hanya dimainkan oleh pemeran laki-laki saja
semenjak wanita dilarang tampil dalam teater kabuki pada tahun 1629.
21

Di depan umum, para idola memiliki kewajiban untuk menjaga imej mereka

dengan menjunjung tinggi ilusi idealis dan mempertahankan citra rasa “suci”,

layaknya gadis yang tidak memiliki pengalaman romantis sama sekali. Pada situasi

ini, kata ideal tidak merujuk pada keterampilan sebagaimana seorang idola dapat

menari dan bernyanyi, akan tetapi lebih merujuk kepada cara mereka bertingkah

laku di depan umum. Untuk tetap menjaga imej di masyarakat, para idol akan

diberikan sejumlah pembatasan yang harus mereka patuhi dan membedakan mereka

dari orang-orang biasa. Beberapa contoh dari pembatasan itu di antaranya adalah

larangan untuk menggunakan toilet di tempat umum, dan kemunculan budaya renai

kinshi ( 恋 愛 禁 止 , larangan cinta) dimana idola dilarang memiliki hubungan

romantis di dalam kehidupan pribadi, dan bahkan terikat secara kontrak untuk tidak

melakukan hal tersebut, atau akan dihukum oleh agensi mereka bila tersingkap di

depan publik (Ooi, 2016). Selain itu, pada saat melakukan wawancara media, dan

pada saat mendapati pertanyaan tentang makanan favorit, mereka diarahkan untuk

menjawab dengan jawaban yang bernuansa feminin seperti "stroberi" dan "kue"

(Saijou, Kiuchi & Ueda, 2016:203). Hal tersebut dilakukan karena imej seorang

Idol Jepang umumnya memiliki kesan imut dan lucu atau kawaii dalam bahasa

Jepang.

Oleh karena pengaruh mereka yang luas di media televisi, gelembung

ekonomi di Jepang, dan meningkatnya minat investor pada industri hiburan baru

tersebut, tahun 1980-an sering disebut sebagai masa keemasan idola Jepang

(Grunebaum, 2010). Namun, kepopuleran idol mulai memudar pada tahun 1990
22

sampai 2000-an mengikuti kejadian Ushinawareta Juunen ( 失 わ れ た 十 年 ,

Sepuluh Tahun yang Hilang) yang disebabkan oleh pecahnya gelembung ekonomi

Jepang. Kejadian itu menyebabkan runtuhnya mayoritas sektor ekonomi Jepang

dan perubahan perspektif oleh masyarakat terhadap sektor industri hiburan.

Apresiasi publik terhadap aspek “ketidaksempurnaan” mulai turun, digantikan oleh

standar “keunggulan” (Sakai, 2016).

“Ketidaksempurnaan” di sini memiliki arti bahwa mereka bukanlah sosok

terbaik atau paling unggul di dalam bidang mereka; idola Jepang pada umumnya

terdiri dari para wanita muda yang belum atau tidak memiliki pengalaman apa pun

di industri hiburan. Para calon idol tersebut kemudian dilatih oleh agensi mereka

dalam berbagai bidang seperti menanyi, menari, bahkan tata cara berbicara di depan

umum hingga perlahan-lahan menjadi penghibur yang lebih baik di atas panggung.

Peningkatan terus-menerus inilah yang menjadi poin utama yang menarik perhatian

penggemar idola. Para penggemar dapat mengikuti perjalanan idola mereka dari

awal debut hingga saat mereka pensiun atau lebih sering disebut “lulus”. Namun,

hal ini menjadi masalah karena idola-idola muda yang dikenal sebagai bintang

polos dan tidak berpengalaman dianggap memiliki karir yang kurang stabil, dan

tidak memberikan garansi akan sukses dalam aktivitas mereka ke depannya.

Penampilan idola di media televisi era ini pun mulai menurun, digantikan

oleh “artis” dengan imej wanita cantik profesional yang bertalenta di bidang seni.

Artis dewasa dianggap lebih berpengalaman karena sudah lebih lama berada di

industri hiburan, dan talenta mereka pun umumnya telah terbukti sukses, berbeda
23

dengan idola yang harus dilatih terlebih dahulu dari awal dan setelah debut pun

tidak memiliki jaminan akan berhasil. Stagnasi idol pada periode ini sering disebut

“Zaman Musim Dingin Idol” (Yomiuri Shinbun, 2020). Meskipun bukan periode

yang baik untuk idol, pada periode yang sama berkembang pula jenis idol baru di

Jepang yang bernama chidol4 (Nakano, 2018) yang berkontras dengan pandangan

publik saat itu karena umur mereka yang jauh lebih rendah dari artis televisi dan

idola biasa.

Kepopuleran idola Jepang kembali naik setelah Morning Musume

melakukan debut di tahun 1997 sebagai salah satu grup musik di bawah naungan

Hello! Project, diikuti dengan meningkatnya angka gravure idol5 yang bermodel di

majalah (Onoda, 2020).

Di luar kategori grup idola, seiyuu (声優, pengisi suara untuk kartun anime,

film, dan acara televisi) perempuan seperti Horie Yui, Mizuki Nana, dan Tamura

Yukari, sering pula dipasarkan sebagai idola untuk mempromosikan kegiatan karir

menyanyi mereka. Idol seiyuu, walau terdengar mirip dengan idola biasa, memiliki

satu perbedaan yang penting yaitu “fokus” dalam karir mereka. Idola biasa lebih

mementingkan aspek penampilan fisik dan kemampuan untuk membangun

fanbase; kemampuan teknikal suara mereka lebih dianggap prasyarat sekunder,

4
Chidol (チャイドル) adalah singkatan dari child idol, yaitu idola Jepang di usia sekolah dasar.
Istilah "chidol" sendiri diciptakan oleh jurnalis Nakamori Akio di majalah Weekly Spa!, namun
mulai jarang digunakan hingga akhirnya digantikan oleh nama junior idol sekitar tahun 2000-an.
5
Gravure idol (グラビアアイドル) adalah sejenis idola yang menjadi model untuk majalah,
khususnya majalah pria, photobook atau DVD. Umumnya bermodel dengan menggunakan baju
renang dengan pose-pose cabul yang menekankan daya tarik seksual mereka.
24

sedangkan idol seiyuu tentu saja membutuhkan talenta sebagai pengisi suara untuk

melakukan pekerjaan mereka baik menyanyi, muncul di acara televisi dan radio,

atau bahkan memainkan karakter dalam kartun anime (Tokyo School of Anime,

2019).

Salah satu idol group yang ternama baik di Jepang maupun di seluruh dunia

adalah AKB48. AKB48 muncul pertama kali pada tahun 2005 dan kemudian

menjadi salah satu grup idola paling terkenal di dalam negeri Jepang (Onoda, 2020).

Kepopuleran AKB48 menyebabkan munculnya kompetitor-kompetitor yang ingin

ikut terjun ke industri idola, dan imej idola di publik pun mulai beragam, masing-

masing grup idola sekarang memiliki konsep unik untuk menarik audiens yang

berbeda pula (Sakai, 2016).

Diversitas dan pesatnya perkembangan idola Jepang tersebut meraih

puncaknya pada awal tahun 2010, yang sering juga disebut Aidoru Sengoku Jidai (

アイドル戦国時代) atau masa perang idol (Sevakis, 2018). Pengacara Kasai

Kunitaka mengutip internet sebagai salah satu alasan lajunya perkembangan idola

saat itu, karena semua orang dapat menunggah video ke situs web, dan model bisnis

idola (khususnya AKB48, dengan konsep “idol yang dapat kamu temui”),

mendorong tren ini dengan menciptakan lebih banyak peluang bagi kalangan idol

otaku untuk berinteraksi dengan idola favorit mereka dan dengan sesama

penggemar idola yang lain secara daring (Udagawa, 2018).

Pada tahun 2013, drama televisi berjudul Amachan ditayangkan dan

menceritakan tentang seorang gadis dari Tokyo yang pindah ke Pesisir Sanriku di
25

daerah Tohoku Jepang untuk menjadi seorang penyelam, namun malah menjadi

idol lokal di sana. Acara televisi itu dianggap sebagai “fenomena sosial” yang

menanamkan konsep idola lokal di pikiran gadis-gadis muda Jepang, dan

menginspirasi lebih banyak grup idola untuk muncul di daerah-daerah terpencil

(Mainichi Shinbun, 2013).

Nakamori Akio, jurnalis ternama yang menyebarluaskan kata “otaku” di

masyarakat Jepang memberikan komentar terkait jumlah idola di dalam wawancara

majalah Power News yang diterjemahkan oleh Nippon.com: “Masalahnya sekarang

ada terlalu banyak idola. AKB48 sendiri memiliki beberapa ratus anggota. Walau

tidak ada angka yang akurat, bila ikut dihitung jumlah idola lokal6 dan idola bawah

tanah7, angkanya mungkin saja melebihi 10.000.” Idola pun sudah tidak terbatas di

negara Jepang saja; banyak grup-grup idola yang muncul di luar negeri sebagai

cabang dari agensi besar Jepang, terutama sebagai cabang dari AKB48. Beberapa

contoh grup-grup tersebut adalah BNK48 dan CGM48 di Thailand, MNL48 di

Filipina, AKB48 Team SH di Cina, dan bahkan dapat dilihat di Indonesia sendiri

dalam grup JKT48 yang didirikan di Jakarta pada tahun 2011, menjadi kelompok

saudari AKB48 pertama di luar Jepang.

6
Rookaru aidoru (ローカルアイドル), sering pula disebut gotouji aidoru (ご当地アイドル) dan
chihou aidoru (地方アイドル) atau dipendekkan sebagai “locodol” (ロコドル), adalah sub-grup
idola Jepang yang biasanya beroperasi di daerah atau komunitas terpencil. Pada tahun 2021
diperkirakan ada sekitar 2.000 idola lokal aktif di Jepang.
7
Chika aidoru (地下アイドル), adalah sub-grup idola Jepang independen yang tampil di tempat
konser musik yang kecil. Berbeda dengan chijou aidoru (地上アイドル), idola populer atau
mainstream, idola bawah tanah lebih aktif melalui konser langsung di tempat dibandingkan
eksposur di masyarakat luas melalui media televisi atau penjualan kaset CD musik.
26

3.2 Asal Usul Idol Otaku

Otaku adalah sekelompok orang yang memiliki obsesi tidak wajar terhadap

suatu topik tertentu, umumnya terkait teknologi dan pop culture Jepang. Kata

“otaku” sendiri berasal dari bahasa Jepang untuk rumah atau keluarga orang lain (

お宅, otaku), yang juga digunakan sebagai bentuk sopan kata ganti orang kedua.

Berbeda dengan istilah lama, kata otaku moderen yang sering digunakan sekarang

pertama kali muncul di tahun 1980-an dan ditulis hanya dengan huruf hiragana (お

たく), huruf katakana (オタク, lebih jarangnya ヲタク) saja. Secara spesifik,

bentuk kontemporer ini nampaknya pertama kali diciptakan oleh Nakamori Akio

dalam kolum esai tahun 1983-nya yang berjudul Investigasi "Otaku" (『おたく』

の研究, "Otaku" no Kenkyuu), yang dicetak di majalah Manga Burikko (Alt, 2008).

Nakamori menggunakan kata “otaku” untuk mendeskripsikan penggemar

anime, manga, dan pop culture Jepang yang canggung dan sulit bersosialisasi di

masyarat umum. Label Otaku memiliki stigma negatif yang berasal dari pandangan

stereotip otaku sebagai kelompok orang anti-sosial di dalam masyarakat Jepang,

dan laporan media massa tentang lelaki berumur 26 tahun dengan nama Miyazaki

Tsutomu, seorang pembunuh berantai yang memutilasi empat orang perempuan

berumur 4 sampai 7 tahun pada tahun 1989 (Martin, 2019). Miyazaki dijuluki

sebagai "Pembunuh Otaku" karena koleksi pornografi dan kaset video horornya,

yang disalahartikan oleh media sebagai anime dan manga. Hal ini memicu
27

kepanikan moral yang meluas terhadap otaku di Jepang (Galbraith, 2019).

Morikawa Kaichiro, seorang profesor di Sekolah Studi Jepang Global di

Universitas Meiji dan ahli tentang manga, anime, video game, dan budaya populer

terkait, menjelaskan di dalam artikel The Japan Times tahun 2019 tentang

perbedaan pandangan publik terhadap otaku sebelum dan sesudah Miyazaki muncul

di media massa Jepang. Sebelum Miyazaki, masyarakat Jepang sering menganggap

pelaku kejahatan muncul dari anak nakal, preman, dan orang-orang yang berasal

dari latar belakang rumah tangga yang rumit. Namun, acara talk show mulai

menggunakan kata “otaku” untuk mendeskripsikan seseorang yang bila dilihat

sekasat mata nampak tidak berbahaya, namun sebenarnya adalah pelaku kriminal,

dan hal ini memberikan gambaran negatif ke publik Jepang bahwa orang yang

berlabel “otaku” memiliki potensi untuk menjadi penjahat.

Istilah otaku mulai digunakan kembali oleh penggemar anime dan manga

mulai tahun 2000-an dengan nuansa lebih umum dan positif, dan sekarang sering

digunakan oleh orang-orang di luar kalangan tersebut untuk menyebut penggemar

anime atau manga (Jakusoso, 2013). Tetapi, otaku generasi lebih awal, seperti

Okada “Otaking” Toshio (salah satu pendiri dan mantan presiden perusahaan

produksi Gainax), dalam bukunya Otaku wa Sude ni Shindeiru (オタクはすでに

死んでいる, Otaku Telah Mati) yang dipublikasi pada tahun 2008 mengatakan

bahwa generasi baru yang mengaku sebagai “otaku” bukanlah otaku sejati, karena

mereka tidak memiliki gairah dan rasa penelitian ke dalam subjek sub-budaya
28

tertentu, dan hanyalah penggemar biasa yang menghabiskan uang berlebihan untuk

membeli produk saja.

Kelompok otaku sendiri terdiri dari banyak sub-grup yang bervariasi.

Dalam esai Kitabayashi Ken yang dipublikasi oleh Institut Riset Nomura pada

tahun 2004, ia melakukan survei ukuran pasar 5 grup besar otaku yaitu: Komik,

Animasi, Idol, Game, dan Perakitan Komputer. Pada tahun 2005 Institut Riset

Nomura menambahkan 7 grup ke survei mereka, yaitu: Alat Audio-Visual, Alat

Teknologi Informasi Seluler, Otomobil, Travel, Busana, Kamera, dan Kereta Api.

Dalam survei Institut Riset Yano tahun 2018, mereka berhasil mengumpulkan data

dari 21 sub-grup otaku yang berbeda; hal ini dikarenakan orang-orang yang disebut

otaku sebenarnya bukanlah anggota satu grup besar saja namun adalah payung

istilah untuk sekumpulan orang-orang yang terobsesi terhadap hobi mereka masing-

masing. Namun, walau pun ketiga survei di atas dilaksanakan oleh 2 institut riset

yang berbeda pada tahun yang berbeda pula, salah satu poin yang sering muncul

adalah besarnya ukuran idol otaku bila dibandingkan dengan sub-grup otaku lain

baik dari jumlah anggota mau pun uang yang mereka konsumsi dalam hobi mereka.

Seperti yang dapat dilihat dari nama mereka, idol otaku adalah penggemar

dari pop idol Jepang. Dengan datangnya masa keemasan idola Jepang tahun 1980-

an dan meledaknya kepopuleran pop idol di media televisi saat itu, maka muncul

pula banyak penggemar-penggemar idola berdedikasi yang sering dijuluki

shin'eitai (親衛隊, pengawal) karena rutinitas mereka datang ke setiap konser dan

acara publik idola favorit mereka (Matsutani, 2009). Kemunculan para shin’etai
29

juga merupakan bibit yang akan tumbuh menjadi sekelompok orang yang sekarang

disebut idol otaku (kata otaku moderen sendiri muncul pada era ini).

Seiring dengan berkembangnya industri idola Jepang, maka komunitas

penggemar idola pun ikut berkembang; berkumpul bersama orang-orang yang

berpikiran sama demi mendukung idola mereka, interaksi antar penggemar tersebut

pun sedikit demi sedikit berakumulasi menjadi suatu budaya yang unik dan hanya

dapat dimengerti oleh kalangan mereka. Kosakata seperti oshimen (推しメン,

anggota yang ingin didukung, sering dipendekkan menjadi oshi) diciptakan supaya

setiap penggemar dapat mengekspresikan dengan jelas idola mana yang paling

mereka sukai dari suatu grup idola tertentu, dibalas dengan munculnya ekspresi DD,

singkatan dari daredemo daisuki (誰でも大好き, suka siapa saja) bagi orang-orang

yang tidak memiliki anggota favorit sendiri (Yamamoto, 2016).

Sebutan DD memiliki konotasi negatif karena bernuansa seolah tidak peduli

anggota siapa yang didukung asal mereka adalah idola (Riiyan, 2020), dan berujung

munculnya istilah bako oshi (箱推し, mendukung sekotak) yang menyatakan

bahwa seseorang mendukung suatu grup idola secara menyeluruh, bukan satu

anggota tertentu saja (MyNavi News, 2019:2). Tidak hanya terikat dalam konteks

bahasa saja, idol culture pun merambat ke bidang seni dengan terciptanya wotagei

(ヲタ芸 atau オタ芸, seni wota), seni tarian unik sekelompok idol otaku yang akan

menari di konser musik live sambil mengayunkan glowstick seiring dengan musik,

seringkali berteriak mengikuti sahutan idola mereka (Suzuki, 2009). Seni wotagei
30

sendiri dilakukan sebagai salah satu bentuk apresiasi fan kepada idola mereka (The

Straits Times, 2016).

Gambar 3.1 Tarian Wotagei di Akihabara


Sumber: https://www.flickr.com/photos/37259551@N00/5397126309

Tentu saja, setiap orang menunjukkan apresiasi mereka dengan cara yang

berbeda, dan tidak semua idol otaku memiliki keinginan dan minat atau waktu

untuk mempelajari tarian wotagei. Terdapat cara yang dianggap lebih efektif oleh

para idol otaku dalam mendukung oshi mereka secara langsung, dan cara itu adalah

dengan membeli merchandise bermotif idola favorit. Cara tersebut tidak hanya

sederhana untuk dilakukan; membeli merchandise resmi dari idola mereka juga

dapat memberikan dampak positif seperti meningkatkan karir idola mereka. Namun,

apa yang dilakukan oleh para otaku tersebut merupakan pedang bermata dua. Dari

sisi idol, pengeluaran yang dilakukan oleh para idol otaku dapat mendukung karir

mereka. Di sisi lain, apabila melihat dari sisi idol otaku itu sendiri, terdapat hal yang

perlu dicermati, yakni sejumlah dana yang dikeluarkan untuk mendukung idol

mereka.
31

3.3 Perilaku Overspending di Dalam Kalangan Idol Otaku

Otaku secara umum memiliki kecenderungan menginvestasikan

penghasilan mereka kepada hobi yang mereka tekuni, namun idol otaku secara

spesifik memiliki kecenderungan untuk menghabiskan lebih banyak pengeluaran

jika dibandingkan dengan golongan otaku lainnya.

Dari banyak sub-grup otaku lainnya, idol otaku merupakan sub-grup dengan

pengeluaran uang paling banyak dibanding dengan kelompok otaku lainnya, dan

hal itu dapat dibuktikan melalui data survei “Consumer Survey regarding Otaku in

Japan: Key Research Findings 2018” yang telah dikumpulkan oleh Institut Riset

Yano selama 3 tahun dari 2016 sampai dengan 2018 yang terdiri dari 21 kategori

hobi-hobi yang diikuti oleh otaku.

Survei tersebut membagi hobi-hobi otaku menjadi 21 kategori yaitu: anime,

manga, light novel, majalah, model plastik, figurin, boneka, model kereta api,

popular idol, pergulatan profesional, pakaian cosplay, servis maid dan cosplay,

online gaming, adults gaming (video game erotik), pornografi, dating simulation

(genre video game), boys’ love (konten homoseksual), Vocaloid, pistol

mainan/survival gaming, pengisi suara televisi, dan koleksi kartu mainan.


32

Gambar 3.2 Consumer Survey regarding Otaku in Japan: Key Research Findings
2018
Sumber: https://www.yanoresearch.com/en/press-release/show/press_id/2047

Dari 21 kategori tersebut, Popular Idol adalah kategori dengan jumlah

estimasi konsumen urutan ke-3 paling besar di belakang kategori Manga dan

Anime, namun dengan total uang yang dikeluarkan paling tinggi per tahunnya. Bila

data konsumen Popular Idol pada tahun 2018 dibandingkan dengan kategori

dengan angka konsumen paling besar yaitu kategori Manga, dapat kita lihat bahwa
33

walaupun konsumen dari kategori Popular Idol hanya berjumlah kurang dari

setengah konsumen kategori Manga (2,80 juta konsumen dibanding 6,40 juta

konsumen), angka uang yang dikeluarkan tiap individu dari kategori Popular Idol

berjumlah lebih dari 5 kali lipat kategori Manga (103.543 yen dibanding 20.541

yen).

Bila diteliti lebih dalam, pada tahun 2018 ada 8 kategori yang melebihi rata-

rata pengeluaran uang 33.055 yen per individu yaitu kategori Figure, Model

Railroad, Popular Idol, Maid and Cosplay, Online Gaming, Adults’ Video, Toy

Gun/Survival Gaming (Military), Collective Trading Card Game. Namun, dari

kedelapan kategori tersebut, Popular Idol merupakan satu-satunya kategori dengan

dana yang dikeluarkan individu per tahun yang melebihi angka 100 ribu yen.

Jumlah konsumen dan pengeluaran per tahun Popular Idol terhitung dari tahun

2016 sampai dengan 2018 pun cenderung mengalami peningkatan yang konstan

(dari 79.783 yen, naik ke 88.252 yen, hingga sampai 103.543 yen).

Hal yang membedakan kategori Popular Idol dengan kedelapan kategori

lainnya adalah perbedaan antara produk atau komodifikasi yang dijual kepada

konsumen. Misalnya, buku komik dan animasi televisi adalah barang fisik atau

digital berupa konten cerita dan grafis yang dijual “seadanya”; konsumen

mendapatkan barang yang mereka beli, dan dapat mengkonsumsi barang tersebut

apa adanya, sedangkan dalam kasus idola Jepang tidak sedemikian. Ketika

berbicara tentang idola Jepang, sebenarnya yang menjadi produk bukanlah

merchandise atau pun kaset CD musik saja, namun juga idola itu sendiri;

kepribadian, penampilan, suara, imej, dan segala hal yang ditampilkan oleh idola
34

itu saat ada di atas panggung, hingga turun berinteraksi dengan penggemar mereka

muka-ke-muka, sampai di balik layar sosial media. Seorang idola bukanlah sekadar

barang fisik yang sudah “jadi”, namun individu yang dapat diajak berinteraksi dan

terus berkembang tiap harinya. Seorang idola akan membangun sekelompok

penggemar yang menyukai dirinya, yang kemudian akan membeli barang-barang

dengan motif dia karena mereka menyukai idola tersebut. Bila seorang idola tidak

memiliki penggemar, maka sebagus apa pun produk yang mereka buat, tidak akan

ada orang yang mau membelinya. Model bisnis agensi idola Jepang pun mengikuti

logika tersebut; agensi idola Jepang menitikberatkan interaksi antara idola dan

penggemar mereka demi membangun fanbase yang lebih besar, dan alhasil

menciptakan kultur dimana semakin banyak seorang penggemar idola

menghabiskan uang mereka, maka semakin banyak pula peluang bagi mereka untuk

bertemu, berinteraksi, dan mendukung idola kesukaan mereka.

Untuk memahami pola pikir para idol otaku, mereka seringkali

menghabiskan uang untuk merchandise dan produk-produk yang diiklankan oleh

idola mereka. Namun, hal ini seringkali terjadi bukan karena mereka benar-benar

butuh atau ingin barang yang mereka beli, melainkan sebagai bentuk dukungan

secara langsung kepada idola yang mereka ikuti, membandingkannya dengan

membelanjakan uang untuk "orang yang mereka cintai"; banyak idol otaku yang

merasa senang karena dapat membuat idola yang dikagumi bahagia (Minami,

2018). Dalam beberapa kasus, penggemar yang berdedikasi mampu mengabaikan

pekerjaan dan menggunakan tabungan hari tua mereka demi mendukung dan

mengikuti anggota idola favorit (McAlpine, 2017).


35

Faktor lain yang mendorong penggemar idola Jepang untuk mengeluarkan

uang mereka tentu saja adalah acara-acara akushukai yang seringkali dilaksanakan

di Jepang. Akushukai bila diterjemahkan secara literal memiliki arti “acara jabat

tangan”, dan dapat dikatakan mirip dengan meet-and-greet event yang dilakukan di

luar negeri.

Gambar 3.3 “菊池桃子25万人ファンの集い”

“Pertemuan 250.000 Penggemar Kikuchi Momoko” di Kobe World Memorial


Hall
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=wkHhSn2huwI

Walau pun tur promosi dimana idola-idola Jepang akan berjabat tangan dan

memberikan tanda tangan kepada penggemar mereka sudah ada sejak tahun 70-an,

acara-acara tersebut tidak dinamakan akushukai secara spesifik. Salah satu acara

yang pertama kali menggunakan nama akushukai muncul pada tahun 1986 ketika

seorang idola bernama Kikuchi Momoko mengadakan “Acara Jabat Tangan

Nasional” untuk merayakan rilis album single kedelapannya yang berjudul Natsuiro

Kataomoi (夏色片想い, Cinta Tak Terbalas Berwarna Musim Panas).


36

Di era kontemporer, akushukai telah menjadi salah satu bagian pokok

industri musik idol. Seringkali label musik idol akan merilis album lagu dengan

satu lembar tiket yang dapat digunakan untuk berpartisipasi ke acara jabat tangan,

salah satu strategi yang agen bakat gunakan untuk meningkatkan angka penjualan

kaset CD. Pada bulan Mei tahun 2014, album single grup idola Momoiro Clover Z

yang berjudul Naite mo Iinda yo (泣いてもいいんだよ, Kamu Boleh Menangis)

berhasil meraih peringkat satu di ranking mingguan Oricon, sebagai lagu paling

populer di Jepang minggu itu. Namun anehnya, hanya 67.000 kopi kaset CD saja

yang terjual; angka tersebut memang tidak dapat dikatakan kecil, namun bila

dibandingkan dengan angka grup-grup idola rival mereka, terdapat perbedaan yang

lumayan signifikan. Sebagai contoh, album single E-girls Diamond Only berhasil

terjual 73.000 kopi, sedangkan Morning Musume '14 Toki o Koe Sora o Koe /

Password is 0 (時空を超え 宇宙を超え/Password is 0, Melampaui Ruang dan

Waktu / Kata sandinya adalah 0) terjual sekitar 119.000 kopi. Banyak idol otaku

yang berpendapat bahwa fans Momoiro Clover Z lebih sering mendengarkan lagu

mereka melalui media internet atau konser, dan jarang membeli lebih dari satu kopi

kaset CD saja karena album tersebut tidak memiliki tiket acara jabat tangan

(AOLNews, 2014).
37

Gambar 3.4 Tiket Akushukai SKE48 di Makuhari Messe dari Album Single Okey
Dokey (2011)
Sumber: https://www.flickr.com/photos/kalleboo/6623638351/

Dalam kata lain, tidak ada insentif bagi penggemar Momoiro Clover Z saat

itu untuk membeli ratusan kopi seperti fans grup-grup idola lainnya yang

memungkinkan penggemar untuk berinteraksi dengan idola favorit mereka

sebanding dengan seberapa banyak lembar tiket akushukai yang dapat mereka

ambil. Tidak puas dengan berjabat tangan saja, beberapa grup idola Jepang

memberikan keuntungan lebih bagi konsumen loyal mereka. Pada tahun 2014 pula,

grup idola AeLL mulai menjual album kedua mereka pada awal April, dan

penggemar yang membeli sejumlah kopi kaset CD akan mendapatkan hadiah

khusus; untuk 30 kopi konsumen akan mendapatkan makanan yang dimasak oleh

anggota AeLL, untuk 50 kopi konsumen memiliki kesempatan untuk bernyanyi di

karaoke bersama anggota AeLL selama satu jam, sedangkan konsumen yang

membeli 100 kopi kaset yang sama dapat berkencan dengan anggota AeLL pilihan

mereka selama 90 menit (livedoorNEWS, 2014). Dengan harga 2.300 yen per kaset,

itu berarti bahwa penggemar AeLL harus membayar sebanyak 230.000 yen untuk
38

membeli 100 kopi kaset bila ingin mendapatkan kesempatan untuk berkencan

dengan idola mereka. Seperti tidak ingin kalah, grup idola Deep Girl pada tahun

2016 mencantumkan keuntungan berikut bagi penggemar yang membeli 2000 kopi

kaset CD mereka: perjalanan semalam ke pemandian air panas (dipisahkan

berdasarkan jenis kelamin) dengan idola pilihan (didampingi oleh anggota staf)

(Deep Girl, 2016).

Model bisnis seperti itu mendorong konsumen mereka untuk mengeluarkan

ratusan ribu hingga jutaan yen demi meraih impian mereka. Hal ini juga

menyebabkan fenomena dimana idol otaku akan membeli ratusan kopi album

musik pop idol hanya untuk mengambil hadiahnya; kaset album yang tidak terpakai

pun akhirnya akan dibuang saja, layaknya sampah. Apabila melihat perilaku para

penggemar idola tersebut, dapat kita lihat bahwa idol otaku cenderung

menginvestasikan sebagian besar uang yang mereka miliki demi memiliki

kesempatan untuk berinteraksi dengan idola favorit mereka secara lebih intim.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan konsep Hierarki Kebutuhan

Maslow untuk mengetahui alasan mengapa kecenderungan idol otaku ini terjadi.

Abraham Maslow (1 April 1908 - 8 Juni 1970) adalah seorang psikolog asal

Amerika yang menjadi pelopor aliran psikologi humanistik (Hoffman, 1988:174).

Dia dikenal dengan teorinya tentang hierarki kebutuhan manusia dimana ia

membagi kebutuhan manusia menjadi 5 golongan besar dengan tingkat hierarki

masing-masing, membentuk sebuah segitiga yang sering disebut sebagai “Piramida

Maslow”. Maslow mengatakan bahwa agar suatu kebutuhan dapat terpenuhi, maka

kebutuhan yang ada di tingkat lebih bawah atau lebih dasar harus dipenuhi terlebih
39

dahulu sebelum kebutuhan yang ada di tingkat atasnya dapat terpenuhi. Hal ini

masuk akal, karena seseorang yang hampir mati kelaparan tidak akan dapat

memikirkan tentang cinta atau pun harga diri; yang pertama kali mereka pikirkan

tentu saja adalah bagaimana cara agar mereka bisa mendapatkan makanan dan terus

bertahan hidup. Di sisi lain, terdapat beberapa perilaku yang bertentangan dengan

klaim tersebut, salah satu contohnya yaitu perilaku overspending di dalam kalangan

idol otaku; idol otaku menunjukkan obsesi terhadap idola Jepang yang terlihat

seperti lebih penting daripada kebutuhan dasar mereka seperti makanan, pakaian,

atau bahkan tempat tinggal.

Jepang tergolong sebagai negara dengan biaya hidup yang tinggi. Menurut

data survei Biro Statistik Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi

Jepang tahun 2021, warga Jepang lajang umumnya menghabiskan sekitar 500.773

yen untuk biaya makanan, 265.421 yen untuk tempat tinggal, dan 58.121 yen untuk

pakaian dalam 1 tahun; di mata uang rupiah, biayanya bertotal kurang lebih 93 juta

rupiah. Angka tersebut belum termasuk biaya-biaya lainnya seperti biaya

transportasi, listrik, dan sebagainnya. Faktanya, warga Jepang lajang umumnya

menghasilkan 3.170.000 yen dari pekerjaan mereka (Departemen Riset Statista,

2021) dan menghabiskan 1.804.264 yen penghasilan mereka - hampir dua per tiga

- tiap tahun (Biro Statistik Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi

Jepang, 2021).
40

Tentu saja, wajar bagi seseorang untuk menyisihkan sebagian uang yang

mereka miliki untuk hobi dan rekreasi. Namun, ketika hal tersebut dilakukan secara

berlebihan, maka memiliki kemungkinan dapat berdampak pada kemunculan

fenomena overspending seperti yang terjadi di kalangan idol otaku. Menurut survei

629 orang pada tahun 2021 yang dilaksanakan oleh IdolLab, lembaga riset yang

meneliti idola indie Jepang, hampir 29,1% dari idol otaku menghabiskan 20.001

sampai 50.000 yen, diikuti oleh 17,3% yang menghabiskan 50.001 sampai 100.000

yen, dan 9,5% yang mengeluarkan lebih dari 100.000 yen tiap bulannya. Sebagai

perbandingan, biaya makan di Jepang secara umum berjumlah 42 ribu yen per

bulan; itu berarti ada kemungkinan sebagian dari 629 orang yang mengisi survei

tersebut menghabiskan lebih banyak uang untuk hobi idola mereka daripada

makanan.

Gambar 3.5 “毎月アイドルに費やすお金は?”

“Tiap bulan berapa banyak uang yang dikeluarkan demi idola?”


Sumber: https://www.idollab.net/posts/21488470?categoryIds=4960994
41

Dalam survei yang sama pula, IdolLab mendata seberapa besar persentase

penghasilan idol otaku yang mereka investasikan kepada idola Jepang. Mayoritas

dari 629 responden dengan persentase 36,9% menghabiskan hanya 10% dari gaji

mereka saja per bulan untuk hobi idola. Namun, walau pun berjumlah lebih sedikit,

4,3% responden menggunakan 40% sampai 50% penghasilan mereka, dan lebih

mengejutkan lagi 8.1% idol otaku menghabiskan lebih dari setengah pendapatan

demi mendukung oshi mereka. Hal ini mengejutkan karena itu menunjukkan

kurangnya perencanaan dari sebagian kecil responden yang memutuskan untuk

menginvestasikan sebagian besar penghasilan mereka kepada idola Jepang yang

dapat “lulus” di waktu kapan pun, dan seperti lebih mementingkan kesejahteraan

idola daripada kenyamanan hidup bagi diri mereka sendiri.

Gambar 3.6 “図1の回答は、自分の収入の約何%程度?”

“Dari jawaban grafik nomor 1, kira-kira seberapa besar persentase penghasilan


anda?”
Sumber: https://www.idollab.net/posts/21488470?categoryIds=4960994
42

Sebelumnya, telah dibahas bahwa setiap orang memiliki hierarki kebutuhan

di dalam kehidupan mereka. Pada umumnya, hierarki tersebut dibagi menjadi lima

kategori besar, dari posisi paling tinggi ke paling rendah yaitu:

1. Kebutuhan untuk Mengaktualisasikan Diri (kebutuhan untuk meraih

potensi puncak)

2. Kebutuhan Mendapatkan Penghargaan (kebutuhan validasi harga diri)

3. Kebutuhan Sosial (kebutuhan bersosialisasi dengan orang lain)

4. Kebutuhan Akan Rasa Aman (kebutuhan untuk menghindari segala

ancaman)

5. Kebutuhan Dasar atau Fisiologi (kebutuhan fisik minimal untuk

bertahan hidup)

Namun, bagi seorang idol otaku, terdapat kebutuhan lainnya yang juga

penting yaitu “Kebutuhan untuk Mendukung Idola”. Pada umumnya, suatu

kebutuhan yang lebih dasar harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan

yang berada di atasnya dapat ditangani oleh seorang individu. Tetapi, keunikan

kebutuhan yang dirasakan oleh seorang otaku dapat melebihi kebutuhan dasarnya

sebagai manusia, sehingga seringkali lebih diprioritaskan jika dibandingkan

kebutuhan dasar lainnya. Sebagai contoh, seorang idol otaku dapat mengurangi

biaya makanan mereka untuk membeli tiket akushukai, tinggal di area yang tidak

aman karena lebih dekat dengan teater idola mereka, kehilangan kontak dengan

teman dan kerabat karena terlalu fokus kepada hobi idol otaku, tidak dapat meraih

sukses dan rasa puas dalam pekerjaan karena dianggap hanya sekadar sarana untuk

mendapatkan dana bagi idola, dan bahkan tidak dapat mencapai potensi paling
43

tinggi mereka sebagai seorang individu karena mereka mengabaikan perbaikan diri

sendiri demi mendukung idola favorit mereka. Meskipun begitu, dapat didebatkan

bahwa mungkin bagi para idol otaku sendiri, mendukung oshimen mereka secara

maksimal adalah aktualisasi diri, puncak potensial yang dikejar dan ingin diraih

sebagai seorang penggemar idola Jepang.

Walau pun nampaknya tidak terlalu penting, dan setiap orang memiliki

kebebasan untuk mengalokasikan uang mereka untuk hobi yang mereka sukai, perlu

dicermati bahwa idol otaku secara spesifik cenderung mengangkat “kebebasan” itu

ke puncak yang ekstrim. Jika kondisi tersebut terus berlarut, maka dikhawatirkan

dapat berdampak pada situasi yang lebih serius lagi. Yakni, meningkatnya jumlah

orang yang tidak ingin menikah, menurunnya sosialisasi idol otaku dengan orang

lain yang tidak termasuk ke kalangan mereka, memunculkan sikap anti-sosial di

dalam masyarakat, menurunnya produktifitas dalam dunia karena idol otaku lebih

memilih mencari pekerjaan sebagai freeter8 dibanding pekerjaan lebih stabil seperti

salaryman9 karena waktu kerja yang lebih luang yang memungkinkan mereka lebih

fokus pada hobi mereka.

8
Furiitaa (フリーター): seseorang yang tidak memiliki karir stabil, lebih memilih untuk
mengabil beberapa pekerjaan paruh-waktu. Karena bukan pegawai tetap, mereka mendapatkan gaji
yang kecil, namun memiliki jam kerja yang lebih luasa.
9
Sarariiman (サラリーマン): pegawai kerah putih dengan gaji rutin yang bekerja di kantor,
biasanya dengan jam kerja panjang dan waktu lembur. Sebutan bagi pegawai wanita adalah office
lady.
44

BAB IV

SIMPULAN

Otaku adalah sebutan bagi sekelompok orang yang memiliki obsesi tidak

wajar terhadap suatu topik tertentu, umumnya terkait teknologi dan pop culture

Jepang. Idol otaku adalah penggemar dari pop idol Jepang, sejenis artis dengan

penampilan yang diciptakan secara khusus oleh agen-agen bakat yang melatih dan

memasarkan gadis-gadis muda tanpa pengalaman dalam industri hiburan sebagai

calon bintang. Pada penulisan skripsi ini, peneliti tertarik untuk mendalami lebih

lanjut terkait fenomena pembelian berlebih di dalam kalangan penggemar idola

Jepang yang memiliki dampak pemboros pada konsumen mereka.

Komersialisasi idol di dalam kalangan idol otaku Jepang menyebabkan

penggemar idola menghabiskan sebagian besar penghasilan yang mereka miliki

demi “mendukung” idola yang mereka sukai, membeli merchandise seperti kaset

CD dalam jumlah ratusan kopi yang kemudian tidak digunakan dan hanya dibuang

di tempat sampah saja. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan lebih lanjut

mengenai perkembangan industri idola Jepang dan proses kemunculan idol otaku,

serta fenomena overspending yang terjadi di dalam kalangan idol otaku tersebut.

Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif

deskriptif melalui studi pustaka dengan data-data dari buku, koran, jurnal ilmiah,

dan artikel-artikel internet untuk melihat bagaimanakah perilaku overspending di

dalam kalangan idol otaku dan mencoba menemukan alasan hal tersebut terjadi

dengan menggunakan Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow.


45

Di dalam hierarki kebutuhan mereka, idol otaku menunjukkan obsesi

terhadap idola Jepang yang terlihat seperti lebih penting daripada kebutuhan

lainnya yang lebih dasar. Selain kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan mendapatkan

penghargaan, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk rasa aman, dan kebutuhan dasar

atau fisiologi, idol otaku memiliki kebutuhan untuk mendukung idola yang

dijadikan prioritas, dan bahkan dapat didebatkan sebagai aktualisasi diri seorang

idol otaku. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data-data jumlah

pengeluaran uang oleh anggota kalangan idol otaku, diketahui bahwa:

1. Dibandingkan kolongan otaku lainnya, anggota kelompok idol otaku

mengeluarkan jumlah uang yang jauh lebih besar per individu. Sub-grup

idol otaku mengeluarkan 103.543 yen per individu, 5 kali lipat lebih

besar dibanding 20.541 yen dari sub-grup manga otaku.

2. Walau pun relatif berjumlah sedikit (12,4% dari 629 orang), terdapat

penggemar-penggemar idola Jepang yang rela menghabiskan setengah

(4,3% dari 629 orang) atau bahkan lebih dari setengah gaji mereka

(8,1% dari 629 orang) demi hobi idol.

3. Idol otaku menempatkan idola Jepang ke dalam hierarki kebutuhan

hidup mereka, dan kadang rela mendorong kebutuhan yang lain ke

bawah dengan idola Jepang sebagai prioritas paling tinggi.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa tersebut adalah bahwa

fenomena overspending di kalangan idol otaku terjadi karena adanya obsesi yang

kuat terhadap idola Jepang, yang mengakibatkan penggemar mengorbankan

kebutuhan dasar mereka untuk memenuhi keinginan dan keterlibatan dalam dunia
46

idol tersebut. Perilaku overspending idol otaku menunjukkan bahwa mereka

mampu mengabaikan kebutuhan yang lebih rendah demi memenuhi kebutuhan

yang lebih tinggi dalam hierarki mereka, yaitu obsesi terhadap idola Jepang.

Penting untuk memahami perilaku overspending dengan lebih dalam di

kelompok idol otaku. Langkah-langkah seperti pengelolaan keuangan yang baik,

membatasi pengeluaran, mencari keseimbangan dalam kehidupan, dan memperkuat

keterlibatan sosial di luar komunitas idol otaku dapat membantu mengurangi

dampak negatif yang mungkin timbul dari hobi mereka.


47

ようし
要旨

ほんろんぶん だいめい にほん ない


本論文の題名は「日本のアイドルオタク内のオーバースペンディン

げんしょう えら りゆう ひっしゃ


グ 現 象 」である。このテーマを選んだ理由は筆者がアイドルオタク内の

げんしょう な ぜ お
オーバースペンディング 現 象 に何故起こるのか、アイドルオタクにどん

えいきょう も きょうみ も けんきゅう おも


な 影 響 を持つのか、そういう興味を持ち、もっと 研 究 したいと思ってい

ほんけんきゅう もくてき いちばんめ さんぎょう はってん し


る。この本 研 究 の目的は二つある。一番目は、アイドル 産 業 の発展を知

に ば ん め ない
りたいである。二番目 は、アイドルオタク内 のオーバースペンディング

げんしょう お りゆう し
現 象 とその起こった理由を知りたいである。

けんきゅう しよう ぶんけんけんきゅう


この 研 究 で使用 した方法は、 文 献 研 究 である。そのために、

さんこうしょ ざっし き じ しんぶん けんきゅう


参考書、雑誌、インターネット記事、新聞などをされた。この 研 究 でさ

りろん A b r a h a m M a s l o w よっきゅうだんかいせつ りろん


れた理論はアブラハム・マズローの欲求段階説 の理論である。

いちぶ
アイドルオタクにとって、アイドルをサポートすることがその一部

よっきゅう よっきゅうだんかい なか よっきゅう


の 欲 求 。 欲 求 段階 の 中 に 、 「 ア イ ド ル を サ ポ ー ト す る 欲 求 」 は
48

せいりてきよっきゅう あんぜん よっきゅう しゃかいてきよっきゅう しょうにん よっきゅう じこじつげん


生理的欲求 、 安全 の 欲 求 、 社会的欲求 、 承 認 の 欲 求 、 自己実現 の

よっきゅう ゆうせん こうりゅう おも あくしゅかい


欲 求 よりも優先される。アイドルとの 交 流 は主なものであり、握手会や

せんばつそうせんきょ かつどう さんか おうえん じしゅてき


選抜総選挙 などの活動 に参加 し、アイドルを応援 するために、自主的 に

たがくかね つい ときおり せいかつひ たか


多額金を費やしている。時折、生活費よりも高いこともあり、それがオー

げんしょう
バースペンディング 現 象 ということである。

かん しょくじ にんげんかんけい
アイドルオタクに関すると、食事や人間関係などより、アイドルの

いちい た ぶんせき けっか い か とお


ことが一位を立ちされている。分析の結果は以下の通り:

べつ くら こじん
1. 別 のオタク・サブカルチャーに比 べ、アイドルオタクは個人 の

ししゅつがく たか えん つい
支出額 がもっとも高い。アイドルオタクは、103,543円 を費やし、

えん ばい きんがく
マンガオタクの 20,541円の 5倍の金額である。

かず すく にん
2. 数 が少 なく(629人 のうち 12.4%)、だけれどアイドルオタクの

いちぶ じぶん きゅうよ はんぶん にん いじょう


一部は自分の給与が半分(629人のうち 4.3%)、またはその以上(

にん しゅみ ふ かたがた そんざい


629人のうち 8.1%)を趣味に費やす方々が存在いる。
49

ひつようもの ひと
3. アイドルオタクにとって、アイドルが必要物のその一つである。そ

ほか よっきゅう くら ゆうせん たか
れに、他の 欲 求 に比べ、アイドルの優先がもっとも高い。

げんしょう ふか りかい
アイドルオタク内のオーバースペンディング 行 動 をより深く理解する

じゅうよう てきせつ さいむかんり せいかつ じぶんじしん


ことは 重 要 である。適切 な財務管理 、生活 のバランスを守り、自分自身

かんが げんしょう えいきょう


のみを 考 えることも、オーバースペンディング 現 象 のネガティブ 影 響

ひ さ ひつよう
を引き下げるためには必要である。
50

DAFTAR PUSTAKA

Skripsi

Risyadi, R. W. 2017. “Dampak Keberadaan JKT48 Terhadap Gaya Hidup

Konsumtif Fans JKT48 Dikalangan Mahasiswa”. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Buku Referensi

Craig, Timothy. 2000. “Japan Pop: Inside the World of Japanese Popular

Culture”. Inggris: Routledge.

Feist, Jess. 2010. “Teori Kepribadian: Theories of Personality”. Jakarta:

Salemba Humanika.

Galbraith, Patrick W. 2019. “Otaku and the Struggle for Imagination in

Japan”. Durham: Duke University Press.

Galbraith, Patrick W.; Karlin, Jason G. 2012. “Idols and Celebrity in

Japanese Media Culture”. New York: Palgrave Macmillan Limited.

Galbraith, Patrick W.; Karlin, Jason G. 2012. “The Mirror of Idols and

Celebrity”. New York: Palgrave Macmillan Limited.

Hoffman, Edward. 1988. “A Biography of Abraham Maslow”. Los Angeles:

Jeremy P. Tarcher.
51

Iwabuchi, Koichi. 2002. “Recentering Globalization: Popular Culture and

Japanese Transnationalism”. Durham: Duke University Press.

Karlin, Jason G. 2012. “Through a Looking Glass Darkly: Television

Advertising, Idols, and the Making of Fan Audiences”. New York: Palgrave

Macmillan Limited.

Kobayashi, Ichizou. 1961. "Takarazuka Manpitsu (1955)". Tokyo:

Daiyamondsha.

Linton, Ralph. 1947. “The Cultural Background of Personality”. London: K.

Paul, Trench, Trubner & Co., Ltd.

Okada, Toshio. 2008. “オタクはすでに死んでいる”. Tokyo: Shinchosha.

Tylor, Edward B. 1871. “Primitive Culture”. London: J. Murray.

Sugimoto, Yoshio. 1997. “An Introduction to Japanese Society”.

Cambridge: Cambridge University Press.

West, Richard, dan Lynn H. Turner. 2008. “Pengantar Teori Komunikasi

1”. Jakarta: Salemba Humanika.

Koran

Suzuki, Kyouichi. 2009. “(21 世紀のキーワード)ヲタ芸 自虐に限り

なく近い諧謔”. Asahi Shinbun Choukan. Tokyo: Asahi Shinbunsha.

Artikel Jurnal Ilmiah


52

Arjun Appadurai. 2005. "Definitions: Commodity and Commodification".

Rethinking Commodification: Cases and Readings in Law and Culture, 35.

Galbraith, Patrick W. 2010. “Akihabara: Conditioning a Public "Otaku"

Image”. Mechademia: Second Arc, Vol. 5, 210-230.

Kam, T. H. 2013. “The Anxieties that Make the “Otaku”: Capital and the

Common Sense of Consumption in Contemporary Japan”. Japanese Studies, 33(1),

39–61.

Kim, Y. 2011. “Idol republic: the global emergence of girl industries and

the commercialization of girl bodies”. Journal of Gender Studies, 20(4), 333–345.

Morikawa, Kaichiro, dan Dennis Washburn. 2013. “おたく Otaku/Geek”.

Review of Japanese Culture and Society, Vol. 25, 56-66.

Saijou, Noboru; Kiuchi, Eita; Ueda, Yasutaka. 2016. “アイドルが生息す

る「現実空間」と「仮想空間」の二重構造〜「キャラクター」と「偶像」

の合致と乖離〜”. Bulletin of Edogawa University, 26: 199–258.

Stevens, C. S. 2010. “You Are What You Buy: Postmodern Consumption

and Fandom of Japanese Popular Culture”. Japanese Studies, 30(2), 199–214.

Internet
53

AKB48. 2020. “AKB48グループ“おうちで握手会”実施決定!”.

https://ameblo.jp/akihabara48/entry-12594396881.html. Diakses 16 November

2020.

AKB48. 2011. “What is AKB48? / AKB48 [Official]”.

https://www.youtube.com/watch?v=98f2J7h-Ya0&ab_channel=AKB48. Diakses

20 Oktober 2020.

Alt, Matt. 2008. "What Kind of Otaku Are You?".

http://neojaponisme.com/2008/04/02/what-kind-of-otaku-are-you. Diakses 25

September 2022.

AOLNews. 2014. “ももクロファンは CD 買わない? 国立 11 万人動

員 も 、 売 上 は 7 万 枚 弱 ・ ・ ・ 不 振 の ワ ケ を 分 析 ”.

https://news.livedoor.com/article/detail/8853979/. Diakses 09 Oktober 2022.

Baseel, Casey. 2018. “Idol group AKB48 sells 2.5 million copies of new CD,

bags full of them end up in trash days later”.

https://soranews24.com/2018/06/01/idol-group-akb48-sells-2-5-million-copies-of-

new-cd-bags-full-of-them-end-up-in-trash-days-later. Diakses 01 April 2020.

Biro Statistik Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang.

2021. “2021 Yearly Average Survey Results”.

https://www.stat.go.jp/english/data/tanshin/et21.html. Diakses 27 Februari 2023.


54

Deep Girl. 2016. “SHOWROOM 特 典 追 加 ! ! ”.

https://web.archive.org/web/20160526092118/http://www.deep-

girl.com/news/20/22298/. Diakses 10 Oktober 2022.

Galbraith, Patrick W. 2009. "Innocence lost: the dark side of Akihabara".

https://japantoday.com/category/features/lifestyle/innocence-lost-the-dark-side-of-

akihabara. Diakses 09 Juni 2022

Grunebaum, Dan. 2010. "As Japan Ages, Pop 'Idols' Aren't as Spry as They

Used to Be". https://www.nytimes.com/2010/10/08/arts/08iht-Idols.html. Diakses

09 Juni 2022.

Hoffberger, Chase. 2013. “Japanese pop idol shaves head, tearily

apologizes for dating”. https://www.dailydot.com/upstream/minami-minegishi-

miichan-shaves-head-apology. Diakses 19 Maret 2022. Diakses 19 Maret 2022.

IdolLab. 2021. “ ア イ ド ル ヲ タ ク と お 金 に 関 す る 調 査 ”.

https://www.idollab.net/posts/21488470?categoryIds=4960994. Diakses 01 Maret

2023.

Igari, Tomoka. 2020. "「アイドルは顔だ」と誤解する人が知らない真実

". https://toyokeizai.net/articles/-/364121. Diakses 23 September 2022.

Institut Riset Yano. 2018. “Consumer Survey regarding Otaku in Japan:

Key Research Findings 2018”. https://www.yanoresearch.com/en/press-

release/show/press_id/2047. Diakses 27 Februari 2023.


55

ITMedia. 1999. " 進 化 す る 元 祖 チ ャ イ ド ル ".

https://www.itmedia.co.jp/internet/guide/studioeyes/cover9903.html. Diakses 09

Juni 2022.

Jakusoso, Michael. 2013. "自分のことを「オタク」と認識してる人 10

代 は 62 % 、 70 代 は 23 % ".

https://web.archive.org/web/20130703184904/http://news.mynavi.jp/news/2013/0

4/27/076. Diakses 25 September 2022.

Kazama, Naoto. 2014. “Why are Handshake Events Important for Idols?”.

https://tokyogirlsupdate.com/handshake-events-important-for-idols-

20140825667.html. Diakses 01 April 2020.

Kitabayashi, Ken. 2004. “The Otaku Group from a Business Perspective:

Revaluation of Enthusiastic Consumers”.

https://web.archive.org/web/20120507221927/http://www.nri.co.jp/english/opinio

n/papers/2004/pdf/np200484.pdf. Diakses 11 November 2020.

livedoorNEWS. 2014. “アイドルグループ AeLL. 篠崎愛の CD 購入特

典に、千原ジュニアが思わずツッコミ「あの、もう 3 文字言うてまうわ。

『 ア コ ギ 』 ! 」 ”.

https://web.archive.org/web/20140507145039/http://news.livedoor.com/article/det

ail/8807181/. Diakses 10 Oktober 2022.


56

Martin, Ian. 2013. "AKB48 member's 'penance' shows flaws in idol culture".

https://www.japantimes.co.jp/culture/2013/02/01/music/akb48-members-penance-

shows-flaws-in-idol-culture/. Diakses 16 November 2020.

Martin, Alex K.T. 2019. “Defining the Heisei Era: Part 7

Obsession”.

https://web.archive.org/web/20220905174124/https://features.japantimes.co.jp/hei

sei-moments-part-7-obsession/. Diakses 15 Agustus 2023.

Matsutani, Minoru. 2009. “Pop ‘idol’ phenomenon fades into dispersion”.

https://web.archive.org/web/20161026223421/https://www.japantimes.co.jp/news

/2009/08/25/reference/pop-idol-phenomenon-fades-into-

dispersion/#.WBEvgnbP1EY. Diakses 28 Oktober 2022.

Mainichi Shinbun. 2013. "「あまちゃん」快走のわけ じぇじぇ!…社

会 現 象 「 ア マ ノ ミ ク ス 」 ! ? ".

https://web.archive.org/web/20131110225648/http://mainichi.jp/enta/news/20130

705dde012200011000c.html. Diakses 24 September 2022.

McAlpine, Fraser. 2017. “The Japanese obsession with girl bands –

explained”. https://www.bbc.co.uk/music/articles/84fd62c3-f5a4-49e6-9e3e-

6f5217c1448c. Diakses 16 November 2020.

Merriam-Webster. 2017. “What does 'otaku' really mean?”.

https://www.merriam-webster.com/words-at-play/what-does-otaku-mean-in-

japanese. Diakses 20 Oktober 2020.


57

Minami, Marie. 2018. " なぜアニメやアイドルに、お金を注ぐの?

「 沼 」 に ハ マ る 女 性 た ち を 描 く 『 浪 費 図 鑑 』 の 作 者 に 聞 い た ".

https://www.huffingtonpost.jp/2018/01/16/rohi-zukan_a_23335251/. Diakses 16

November 2020.

MyNavi News. 2019. "「DD」って、どういう意味かわかる? アイド

ル業界の専門用語クイズ ". https://news.mynavi.jp/article/20191214-939240/2.

Diakses 28 Oktober 2022.

Nakano, Naga. 2018. "浜辺美波・正統派美少女の系譜と"生粋の女優"

としての輝き". https://www.oricon.co.jp/special/51019/. Diakses 09 Juni 2022.

Nippon.com. 2019. “The Future of Japan’s Idol Industry”.

https://www.nippon.com/en/japan-topics/c06004/the-future-of-

japan%E2%80%99s-idol-industry.html. Diakses 24 September 2022.

Nomura Research Institute. 2005. “New Market Scale Estimation for Otaku:

Population of 1.72 Million with Market Scale of ¥411 Billion — NRI classifies 5

types of otaku group, proposing a ‘New 3Cs’ marketing frame —“.

https://web.archive.org/web/20120713033155/http://www.nri.co.jp/english/news/

2005/051006.html. Diakses 11 November 2020.


58

Okelana, Jimi. 2012. "Japan 101: Guide to Gravure Idols".

https://web.archive.org/web/20160728194637/http://www.axiommagazine.jp/201

2/03/10/japanese-gravure-idols-101/. Diakses 16 November 2020.

Onoda, Mamoru. 2020. "2010 年代のアイドルシーン Vol.1 "アイドル戦

国 時 代 " 幕 開 け の 瞬 間 ( 前 編 ) ". https://natalie.mu/music/column/380454.

Diakses 09 Juni 2022.

Ooi, Mariko. 2016. “The dark side of Asia’s pop music industry”.

https://web.archive.org/web/20171216233005/http://www.bbc.com/news/world-

asia-35368705. Diakses 28 Oktober 2022.

Oricon. 2008. "角川とアップフロントがアイドル声優オーディション

開催". https://www.oricon.co.jp/news/55993/full/. Diakses 09 Juni 2022.

Riiyan. 2020. " アイドルファンが DD を名乗ることは悪いこと? ".

https://mirror.asahi.com/article/13875511. Diakses 28 Oktober 2022.

Saejima, Tomoki. 2018. " 地下アイドル、そして応援するファンの実

情。内側と外側から業界を見つめる、地下アイドル・姫乃たまインタビュ

ー【前編】". https://ddnavi.com/interview/428344/a. Diakses 23 September 2022.

Sakai, Masayoshi. 2016. “When Idols Shone Brightly Development of Japan,

the Idol Nation, and the Trajectory of Idols”.


59

https://www.japanpolicyforum.jp/society/pt201604070130175557.html. Diakses 8

April 2022.

Sevakis, Justin. 2018. "Why Isn't Idol Culture Bigger in America?".

https://www.animenewsnetwork.com/answerman/2018-09-03/.136196. Diakses 25

September 2022.

Simone, Gianni. 2019. “From cosplay fan to idol, Yuriko Tiger's journey

has been a colorful one”.

https://www.japantimes.co.jp/community/2019/02/03/our-lives/fan-idol-yuriko-

tigers-journey-colorful-one/. Diakses 07 April 2022.

Sports Hochi. 2019. "元チャイドル野村佑香、第2子の写真を公開 自

宅 に 戻 っ た こ と を 報 告 ". https://hochi.news/articles/20190211-

OHT1T50120.html?page=1. Diakses 09 Juni 2022.

The Japan Times. 2017. “Fukuoka man faces charges for illegally dumping

hundreds of AKB48 CDs”.

https://www.japantimes.co.jp/news/2017/10/18/national/crime-legal/fukuoka-

man-faces-charges-discarding-585-akb-48-cds-minus-popularity-poll-slips-

mountain/. Diakses 20 Oktober 2020.

The Straits Times. 2016. “Fans show love through dance”.

https://www.straitstimes.com/lifestyle/entertainment/fans-show-love-through-

dance. Diakses 28 Oktober 2022.


60

tokyohive. 2012. “AKB48’s Sashihara Rino moved to HKT48 because of the

scandal”. https://www.tokyohive.com/article/2012/06/akb48s-sashihara-rino-

moved-to-hkt48-because-of-the-scandal. Diakses 19 Maret 2022.

Tokyo School of Anime. 2019. "「アイドル声優」のブームは継続中!

そ の 歴 史 は 意 外 と 深 い っ て 本 当 ? ".

https://www.anime.ac.jp/contents/column/2019/01/04/column58/#i-3. Diakses 09

Juni 2022.

Tolentino, Melissa. 2014. “5 Ways to Participate in a Idol's Handshake

Event in Japan”. https://www.tsunagujapan.com/5-ways-to-participate-in-a-idols-

handshake-event-in-japan/. Diakses 20 Oktober 2020.

Udagawa, Haruka. 2018. "Suicide of teen draws attention to poor working

conditions, harassment of idols".

https://mainichi.jp/english/articles/20181118/p2a/00m/0na/005000c. Diakses 24

September 2022.

Yamamoto, Yuki. 2016. "オタク用語およびネット用語の意味の変化

と 一 般 化 ".

https://web.archive.org/web/20210201130605/https://www.icc.ac.jp/nakayama/05

.pdf. Diakses 28 Oktober 2022.


61

Yomiuri Shinbun Online. 2020. “アイドル冬の時代、手作り名刺配り

発 奮 し た 高 橋 由 美 子 が 3 0 周 年 … 「 悲 壮 な 現 実 ブ ッ 潰 す 」 ”.

https://www.yomiuri.co.jp/culture/20201111-OYT1T50123/. Diakses 08 April

2022.
62

BIODATA PENULIS

Nama : Daniel Dewana Swa


NIM : 13020217130035
Tempat & Tanggal Lahir : Pangkalan Bun, 24 Juni 1999

Riwayat Pendidikan :
No. Pendidikan Formal Tahun

1. SD Negeri 7 Raja 2005-2011

2. SMP Negeri 2 Arut Selatan 2011-2014

3. SMA Negeri 3 Pangkalan Bun 2014-2017

4. Bahasa dan Kebudayaan Jepang / 2017-2023

Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai