Anda di halaman 1dari 3

A.

Kehidupan Politik

Kerajaan Demak berdiri kira-kira tahun 1478. Hal itu didasarkan pada saat jatuhnya Majapahit yang
diperintah oleh Prabu Kertabumi (Brawijaya V) dengan ditandai candrasengkala, sirna ilang kertaning
bumi (artinya tahun 1400 Saka atau tahun 1478 Masehi). Para wali kemudian sepakat untuk
menobatkan Raden Patah menjadi raja di Kerajaan Demak dengan gelar Senapati Jimbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Untuk jabatan patih diangkat Ki
Wanapala dengan gelar Mangkurat

Kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah (1481-
1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak.
Bahkan Kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Pada tahun
1512 dan 1513, di bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati Unus, Demak dengan kekuatan 90
buah jung dan 12.000 tentara berusaha membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis dan menguasai
perdagangan di Selat Malaka. Karena pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi gelar Pangeran
Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyeberang ke utara).

Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518 M, Kerajaan Demak dipimpin oleh Adipati Unus (1518-
1521). Ia menjadi Sultan Demak selama tiga tahun. Kemudian ia digantikan oleh adiknya yang bernama
Sultan Trenggana (1521- 1546) melalui perebutan takhta dengan Pangeran Sekar Sedo Lepen. Untuk
memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana menikahkan putra-putrinya, antara lain dinikahkan
dengan Pangeran Hadiri dari Kalinyamat (Jepara) dan Pangeran Adiwijaya dari Pajang. Sultan Trenggana
berhasil meluaskan kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia berhasil menaklukkan Daha (Kediri), Madiun,
dan Pasuruan. Pada saat melancarkan ekspedisi melawan Panarukan, Sultan Trenggana terbunuh. Pada
masa Sultan Trenggana, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak sangat luas meliputi Banten, Jayakarta,
Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.

Wafatnya Sultan Trenggana (1546) menyebabkan kemunduran Kerajaan Demak. Terjadi perebutan
kekuasaan antara Pangeran Prawato (putra Sultan Trenggana) dengan Aria Panangsang (keturunan
Sekar Sedo Lepen (adik Sultan Trenggana)). Dalam perebutan kekuasaan itu, Aria Panangsang
membunuh Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat dan Aria Pangiri
memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang. Dalam pertempuran itu, Adiwijaya berhasil membunuh
Aria Panangsang. Setelah itu, Adiwijaya memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun
1568. Peristiwa ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.
B. Kehidupan Ekonomi

Perekonomian Demak berkembang ke arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi Kerajaan Demak
menjadi negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malaka dari tangan Portugis, namun
upaya ini ternyata tidak berhasil. Perdagangan antara Demak dengan pelabuhan-pelabuhan lain di
Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan transito (penghubung) daerah penghasil
rempah-rempah dan memiliki sumber penghasilan pertanian yang cukup besar.

Demak dalam bidang ekonomi, berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas
dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju.
Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin. Barang tersebut diekspor ke Malaka melalui
Pelabuhan Jepara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat berkembang lebih baik.

Sebagai negara maritim, Demak menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau transito antara
daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka, dan dari Malaka kemudian dibawa
para pedagang menuju kawasan Barat. Berkembangnya perekonomian Demak di samping faktor dunia
kemaritiman, juga faktor perdagangan hasil-hasil pertanian.

C. Kehidupan Sosial-budaya

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur dengan
hukum Islam. Akan tetapi, norma-norma atau tradisi-tradisi lama tidak ditinggalkan begitu saja.

Hasil kebudayaan Kerajaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Hasil
kebudayaannya yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih tetap berdiri adalah Masjid Agung
Demak. Masjid itu merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam. Masjid Agung Demak
selain kaya dengan ukir-ukiran bercirikan Islam juga memiliki keistimewaan, yaitu salah satu tiangnya
dibuat dari kumpulan sisa-sisa kayu bekas pembangunan masjid itu sendiri yang disatukan (tatal).

Selain Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga salah seorang dari Wali Sanga juga meletakkan dasar-dasar
perayaan Sekaten pada masa Kerajaan Demak. Perayaan itu digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk
menarik minat masyarakat agar masuk Islam. Sekaten ini kemudian menjadi tradisi atau kebudayaan
yang terus dipelihara sampai sekarang.

Anda mungkin juga menyukai