Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG
Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang
umum dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat di obati
sendiri oleh penderita.
1


Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau toksik
menyebabkan morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya
telah diketahui dengan baik serta prosedur diagnostiknya juga semakin baik.
Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu respon tubuh terhadap
keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai mekanisme
pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar tubuh, tidak
sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare akibat inIeksi, dan
rehidrasi oral maupun parenteral secara simultan dengan kausal memberikan hasil
yang baik terutama pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai
berat. Sering kali juga diperlukan terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau
mengurangi volume Ieses, karena berulang kali buang air besar merupakan suatu
keadaan/kondisi yang menggganggu akitiIitas sehari-hari.
1


I.2 EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daItar keluhan
pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia
data menunjukkan diare akut karena inIeksi terdapat peringkat pertama s/d ke
empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
2

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar
200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap
tahunnya.
3

WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun
dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.
4

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode
diare pada orang dewasa per tahun.
5


Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989
2

jumlah kasus diare didapatkan 13,3 di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45
pada penderita rawat inap dan 0,05 pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri
di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter fefuni, Escherichia coli,
dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella
dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella
dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Beberapa Iaktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien
diare akut yang disebabkan oleh inIeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,
berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positiI atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentiIikasi pasien beresiko tinggi untuk diare inIeksi.
1


I.3 TU1UAN PENULISAN MAKALAH
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu penilaian
kognitiI pada masa Kepaniteraan Klinik pada stase Ilmu Penyakit Dalam. Selain
itu, tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang lain yang membacanya karena diare merupakan penyakit
tersering dalam masyarakat yang berkaitan dengan pola hidup dan sanitasi dalam
lingkungan masyarakat.

3

BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 DEFINISI
Diare atau mencret dideIinisikan sebagai buang air besar dengan Ieses yang
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan Irekwensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam.
1
DeIinisi lain memakai kriteria Irekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah.
2

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
dideIinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare
yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah
mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut,
ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu
lebih dari 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat mengevaluasi
penyebab diare dengan lebih tepat. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai
di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung lebih dari 15-30 hari yang
merupakan kelanjutan dari diare akut . Diare persisten merupakan peralihan antara
diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang
berlangsung lebih dari 30 hari.
3

Diare inIektiI adalah bila penyebabnya inIeksi. Sedangkan diare noninIektiI
bila tidak ditemukan inIeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.
4
Diare inIeksi
dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Diare organik adalah bila ditemukan
penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare Iungsional
bila tidak ditemukan penyebab organik. Pada Ieses dapat dengan atau tanpa lendir,
darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas,
tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi.
5

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
4

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.
6

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi
masyarakat tetapi insiden diare inIeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare inIeksi setiap tahunnya dan 1
dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare inIeksi.
Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan
waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter
fefuni, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare inIeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta
penduduk setiap tahun. Di AIrika anak anak terserang diare inIeksi 7 kali setiap
tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3
kali setiap tahun.
7

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Jibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,
J. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jefuni, J. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyphi A.
8


II. 2 KLASIFIKASI
Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh inIeksi, intoksikasi
(poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga Iaktor psikis.
9

Berikut ini akan diuraikan klasiIikasi dan patoIisologi diare akut yang disebabkan
oleh proses inIeksi pada usus. Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah
pembagian diare akut berdasarkan proses patoIisiologi enteric infection, yaitu
membagi diare akut atas mekanisme inIlamasi, non inIlamasi dan penetrasi.
10

Diare inIlamasi akibat proses invasi dan sitotoksin di kolon dengan
maniIestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas
sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
3

dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir


dan/atau darah, secara mikroskopis didapati leukosit polimorIonuklear.
Mikroorganisme penyebab seperti, E.histolytica, Shigella, Entero Invasive E.coli
(EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile, dan C.fefuni.
11

Diare non inIlamasi dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian
proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan
Watery diarrhea. Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak
segera mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae,
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella.
11

Diare penetrasi lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga
Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit mononuclear. Mikroorganisme
penyebab biasanya S.thypi, S.parathypi A,B, S.enteritidis, S.cholerasuis,
Y.enterocolitidea, dan C.fetus.
11


Tabel 1 : Karakteristik Pada 3 Tipe Diare Akut
Karakteristik Non Inflamasi Inflamasi Penetrasi
Gambaran Tinja : Diare berair

Volume banyak
Leukosit (-)
Diare berdarah,
mukus
Volume sedang
Leukosit PMN
Mukus

Volume sedikit
Leukosit MN
Demam (-) () ()
Neri Perut (-) () ()/(-)
Dehdrasi () () ()/(-)
Tenesmus (-) () (-)
Komplikasi Hipovlemik Toksik Sepsis
Sumber : A. Ilnyckyj. Clinical Evaluation and Management oI Acute InIectious
Diarrhea in Adult, Volume 30, No.3, 2001


6

ETIOLOGI INFEKSI

:
1. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
#otavirus serotype 1, 2, 8, dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati
pada hewan dan manusia. Dan serotype 5, 6, dan 7 didapati hanya pada
hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau
water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
12,13

2. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 Iaktor virulensi yang penting
yaitu Iaktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit
pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang
menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea.
ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan
dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan
aktiIitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus
halus dan menyebabkan perubahan morIologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin
memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam
sel epitel kolon.

7

Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1


dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan
perdarahan diIIuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-
uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide
cell-wall antigen yang mempunyai aktiIitas endotoksin serta membantu proses
invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersiIat sitotoksik dan
neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
Campylobacter fefuni (helicobacter fefuni). Manusia terinIeksi melalui kontak
langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan
Ieses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.
Kadang-kadang inIeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to
person. C.fefuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus
halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan
heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan
proses ulcerative colitis.
Jibrio cholerae 01 dan J.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person
jarang terjadi. J.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus
halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera
ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir
adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti
accessory cholera enterotoxin (ACE) dan :onular occludens toxin (ZOT).
Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan
mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
5,12, 13, 14




8

3. Protozoa :
iardia lamblia. Parasit ini menginIeksi usus halus. Mekanisme patogensis
masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme
asam empedu. Transmisi melalui Iecal-oral route. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah
dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik,
diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas
rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan
maniIestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan Iatty stools,nyeri perut dan
gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90 inIksi asimtomatik
yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
Iulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15 dari
kasus diare pada anak. InIeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan
tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya selI-limited. Pada penderita dengan
gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS,
cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat
dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
5,12, 13



9

. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mukosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai maniIestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inIlamasi dan atroIi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan
nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
InIeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Tabel 2 : Tipe Diare Yang Ditimbulkan Oleh Enteropatogen


Enteropatogen Acute
Watery
Dysentry Persistent
Bakteri :
J.cholerae
ETEC, EPEC
EIEC
EHEC
Shigella,Salmonella
C.fefuni,Y.enteroclitica
C.defficile
M.tuberculosa
Aeromonas

()
()
()
()
()
()
()
(-)
(-)

(-)
(-)
()
()
()
()
()
()
()

(-)
(-)
(-)
()
()
()
()
()
(-)
Virus :
#otavirus
Adenovirus (type 40,41)
Small Bowel Structured virus
Cytomegalovirus

()
()
()
()

(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
Protozoa :
.lamblia
E.histolytica
C.parvum
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatenensis

()
()
()
()
()
()

(-)
()
(-)
(-)
(-)
(-)

()
()
()
()
()
()
acing :
Strongyloides stercoralis
Schistosoma spp
Capilaria philippinensis
Trichuris trichuria

(-)
(-)
()
(-)

(-)
()
(-)
()

()
()
()
()
Sumber: GoldIinger SE. Constipation, Diarrhea, and Disturbances oI Anorectal
Function, In : Harrison`s Principles oI Internal Medicine, 11
th
Ed. 1987

II. 3 PATOFISIOLOGI
Diare akut inIeksi diklasiIikasikan secara klinis dan patoIisiologis menjadi
diare non inIlamasi dan diare inIlamasi. Diare InIlamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan maniIestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan
tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir
dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorIonuklear.
11

Pada diare non inIlamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan
tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan
pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
11

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatiI dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya
adalah malabsorbsi karbohidrat akibat deIisiensi laktase atau akibat garam
magnesium.
15, 16

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam
lemak rantai pendek, atau laksantiI non osmotik. Beberapa hormon intestinal
seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (JIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.
16

Diare eksudatiI, inIlamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. InIlamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat inIeksi
bakteri atau bersiIat non inIeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
15, 16

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
15, 16

2

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada inIeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. InIeksi bakteri menyebabkan inIlamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. InIeksi bakteri yang
invasiI mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam Ieses.
15

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.
15

Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer Iimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesiIik pada permukaan sel
epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai coloni:ation
factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada inIeksi
Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor
(EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensiI tidak
terlihat pada inIeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme
adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
15

Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam Iagosom dan menyebar ke sel epitel
sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inIlamasi serta
kematian sel epitel. Reaksi inIlamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti
leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktiI lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan
gejala disentri. Bakteri lain bersiIat invasiI misalnya Salmonella.
15, 17


3

Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersiIat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta J. Parahemolyticus.
15

Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktiI meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin
kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang
aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktiIkan protein kinase, IosIorilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktiIkan sekresi klorida.
15, 18

Peranan nteric Aervous System (AS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan reIleks neural yang melibatkan
reseptor neural 5-HT pada saraI sensorik aIeren, interneuron kolinergik di pleksus
mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.
EIek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
reIleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aIeren
kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik.
CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin,
dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang
bekerja pada ENS selain yang bersiIat antisekretorik pada enterosit.
15, 16, 18

4

Penyerapan cairan di usus halus.


Dalam keadaan normal, usus halus mampu menyerap cairan sebanyak 7-8
liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air oleh usus halus
ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan didalam sel,
terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium.
Penyerapan natrium ke dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu
1) berpasangan dengan ion klorida, atau bahan non-elektrolit seperti glukosa,
asam amino, peptida, dll,
2) pertukaran dengan ion hidrogen,
3) pasiI melalui ruang intraseluler (tight function), yang dengan cara ini
hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap.
Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui
enzim Na-K-ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler
dan selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon,
cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat.
Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari proses
absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida di dalam sel
kripta dan pada waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan dari sel kripta
dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi klorida di dalam sel kripta dapat
pula ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide,
misalnya cAMP, cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel
kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke lumen usus.
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan
penyerapannya sampai 4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan
dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml maka usus besar
tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja
dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan
penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat
penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus,
disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa
setiap perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus
3

maupun usus besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolit,
dan akhirnya dehidrasi.
Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare
osmotik, peningkatan motilitas usus, dan deIisiensi imun terutama SIgA.
Penjelasan mengenai mekanisme dari hal-hal tersebut semuanya telah dijelaskan
pada uraian diatas pada reIerat ini.

Tabel 3. Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya
Karakteristik
Tinja
Usus Kecil Usus Besar
Tampilan Watery Mukoid dan/atau berdarah
Volume Banyak Sedikit
Frekuensi Meningkat Meningkat
Darah Kemungkinan positiI tetapi
tidak pernah darah segar
Kemungkinan darah segar
Ph Kemungkinan 5,5 ~5,5
Substansi
pereduksi
Kemungkinan positiI NegatiI
WB 5 / LPK Kemungkinan ~ 10 /LPK
Serum WB Normal Kemungkinan leukositosis
(bandemia)
Organisme Virus (Rotavirus, Adenovirus,
Calicivirus, Astrovirs, Norwalk
virus)
Bakteri invasiI (E.coli,
Shigella sp., Salmonella sp.,
Campylobacter sp, Yersinia
sp., Aeromonas sp,
Plesiomonas sp)
Toksin bakteri (E.coli, C.
perIringens, Vibrio spesies)
Toksin bakteri (Clostridium
diIIicile
Parasit (Giardia sp.,
Cryptosporodium sp.)
Parasit (Entamoeba
histolytica)
Sumber: Guerrant RL Ciesla. Current Diagnosis and Treatment in InIectious
Disease. New York: Lange Medical Books, 2003

6

Tabel . Organisme Penyebab Diare dan Gejala yang Sering Timbul


Organisme Inkubasi Durasi Muntah Demam Nyeri
Abdominal
Rotavirus 1-7 hari 4-8 hari Ya Rendah Tidak
Adenovirus 8-10 hari 5-12 hari Delayed Rendah Tidak
Norwalk virus 1-2 hari 2 hari Ya Tidak Tidak
Astrovirus 1-2 hari 4-8 hari /- /- Tidak
Calicivirus 1-4 hari 4-8 hari Ya /- Tidak
Aeromonas species None 0-2 minggu /- /- Tidak
Campylobacter species 2-4 hari 5-7 hari Tidak Ya Ya
C difficile Variable Variable Tidak Sedikit Sedikit
C perfringens Minimal 1 day Ringan Tidak Ya
Enterohemorrhagic E
coli
1-8 hari 3-6 hari Tidak /- Ya
Enterotoxigenic E coli 1-3 hari 3-5 hari Ya Rendah Ya
Plesiomonas species None 0-2 mg /- /- /-
Salmonella species 0-3 hari 2-7 hari Ya Ya Ya
Shigella species 0-2 hari 2-5 hari Tidak High Ya
Jibrio species 0-1 hari 5-7 hari Ya Tidak Ya
Yersinia enterocolitica None 1-46 hari Ya Ya Ya
iardia species 2 mg 1 minggu Tidak Tidak Ya
Cryptosporidium
species
5-21 hari Bulan Tidak Rendah Ya
Entamoeba species 5-7 hari 1-2 mg Tidak Ya Tidak
Sumber: Sumber: Guerrant RL Ciesla. Current Diagnosis and Treatment in
InIectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003




7

Tabel 5. Organisme Yang Menyebabkan Keracunan Makanan


Riwayat Makanan Organisme
Susu Campylobacter and Salmonella species
Telur Salmonella species
Daging C perfringens, Aeromonas, Campylobacter, and Salmonella
species
Daging Sapi Enterohemorrhagic E coli
Poutry Campylobacter species
Babi C perfringens, Y enterocolitica
SeaIood Astrovirus, Aeromonas, Plesiomonas, and Jibrio species
Oysters Calicivirus, Plesiomonas and Jibrio species
Sayuran Aeromonas species, C perfringens
Sumber: Sumber: Guerrant RL Ciesla. Current Diagnosis and Treatment in
InIectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003

Tabel 6. Organisme yang Berhubungan Dengan Perjalanan
Foreign Travel History Organisme
NonspeciIic Enterotoxigenic E coli, Aeromonas, iardia, Plesiomonas,
Salmonella, and Shigella species
Underdeveloped tropics C perfringens
AIrica Entamoeba species, Jibrio cholerae
South and Central America Entamoeba species, J cholerae
Asia J cholerae
Australia Canada - Europe Yersinia species
India Entamoeba species, J cholerae
Japan Jibrio parahaemolyticus
Mexico Aeromonas, Entamoeba, Plesiomonas, and Yersinia sp.
New Guinea Clostridium species
Sumber: Sumber: Guerrant RL Ciesla. Current Diagnosis and Treatment in
InIectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003


8


II. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan Iisik dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena kelainan usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorbsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon sering berhubungan dengan tinja berjumlah sedikit tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut
inIektiI datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen, demam
dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbsi, atau berdarah tergantung bakteri
patogen yang spesiIik. Secara umum, patogen usus halus tidak invasiI dan patogen
ileokolon lebih mengarah ke invasiI. Pasien yang mengalami inIeksi toksigenik
secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan
dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam
dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin
yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti iardia
lambia dan Cryptosporodiun, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di
abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatore ringan,
perut begah dan kembung.
2

Bakteri invasiI seperti Campylobacter, Salmonella dan Shigella, dan
organisme yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium diIIicile dan
Enterohemorragic E.coli (serotype O157:H7) menyebabkan inIlamasi usus yang
berat. Organisme Yersinia seringkali menginIeksi ileum terminal dan caecum dan
memiliki gelaja nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendiksitis akut.
InIeksi Campylobacter fefuni sering bermaniIestasi sebagai diare dan kadang kala
terjadi kelumpuhan anggota badan.
2

Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel
usus dengan inIlamasi minimal, seperti virus enterik, tau organisme yang
9

menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli,


protozoa, dan cacing. Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas,
Shigella, dan Jibrio sp menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa
usus, karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa
jam atau hari. Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik
dapat timbul pada inIeksi dengan bakteri E.coli hemorrhagic dan Shigella,
terutama pada anak kecil dan orang tua. InIeksi Yersinia dan bakteri enterik lain
dapat disertai dengan sindrom Reiter ( artritis, uretritis, dan konjungtivitis),
tiroiditis, perikarditis, atau glomeruloneIritis. Demam enterik disebabkan oleh
Salmonella paratyphi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermaniIestasi
sebagai demam tinggi yang lama, delirium dan gejala respiratorik, diikuti nyeri
tekan abdomen, diare dan rash.
2

2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan Iisik sangat
menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan mempertahitak
perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda
toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya dan kualitas bunyi usus dan ada atau tidaknya distensi abdomen dan nyeri
tekan merupakan petunjuk penentuan etiologi.
2

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena
nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi
bermaniIestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air
kecil dengan urine pekat, tidak mampu berkeringat dan perubahan ortostatik. Pada
keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa
seperti kebingungan dan pusing kepala.
2

Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1) Dehidrasi ringan (kehilangan cairan tubuh 2-5 BB): gambaran klinisnya
turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok
1) Dehidrasi sedang (kehilangan cairan tubuh 5-8 BB): turgor buruk, suara
serak, pasien jatuh dalam keadaan presyok atau syok seperti tekanan darah
menurun, nadi cepat, naIas cepat dan dalam
2

2) Dehidrasi berat (kehilangan cairan tubuh 8-10 BB): tanda dehidrasi


sedang ditambah dengan kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-
otot kaku, dan sianosis
2

3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit,
hitung jenis leukosit ; elektrolit
2. Ureum dan Kreatinin: menilai adanya kekurangan volume cairan
3. Pemeriksaan tinja: melihat apakah ada inIeksi bakteri, adanya telur
cacing, parasit, lendir atau darah
4. Pemeriksaan ELISA: mendeteksi giardiasis
5. Foto x-ray abdomen
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung
leukosit normal atau limIositosis. Pasien dengan inIeksi bakteri terutama pada
inIeksi bakteri yang invasiI ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan sel-
sel muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan Ieses rutin dan pada keadaan
dimana Ieses rutin tidak menunjukkan adanya mikroorganisme, maka diperlukan
pemeriksaan kultur Ieses dengan medium tertentu sesuai dengan mikroorganisme
yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin.
Indikasi pemeriksaan kultur Ieses bila ditemui diare berat, suhu tubuh ~
38,5
o
C, adanya darah dan atau lendir pada Ieses, ditemukan leukosit pada Ieses,
laktoIerin dan diare persisten yang belum mendapat antibiotik.
2

\
II. 5 PENATALAKSANAAN
A. Penggantian airan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa.
19

Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g
Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.
20

Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
2

paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya.
16

Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline
normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium
sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik
dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian
inIus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera
mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara :
1. BD plasma, dengan memakai rumus :
2

Kebutuhan cairan BD Plasma 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5 X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8 X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10 X KgBB
3. oldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan :
Cara I :
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan cairan kira-kira 2 dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka deIisit cairan sekitar 6 dari berat badan
saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan Iisik yang jelas, perubahan mental
seperti bingung atau delirium, maka deIisit cairan sekitar 7 -14 atau sekitar 3,5
7 liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.

22

Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada
Iase akut sama dengan deIisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na
2
X BW
2
Na
1
X BW
1,
dimana :
Na
1
Kadar Natrium plasma normal; BW
1
Volume air badan normal, biasanya
60 dari berat badan untuk pria dan 50 untuk wanita ; Na
2
Kadar natrium
plasma sekarang ; BW
2
volume air badan sekarang
21


Penentuan derajat dehidrasi:
1. Keadaan klinis: ringan, sedang, dan berat (telah dijelaskan sebelumnya)
2. Berat jenis plasma: pada dehidrasi, berat jenis meningkat
a. Dehidrasi berat: berat jenis plasma 1,032 1,040
b. Dehidrasi sedang: berat jenis plasma 1,028 1,032
c. Dehidrasi ringan: berat jenis plasma 1,025 1,028
3. Pengukuran Central Jenous Pressure (CVP)
a. CVP 4 s/d 11 cmH
2
: normal
b. CVP 4 cmH
2
: syok atau dehidrasi
2



23

Skor klinis penilaian dehidrasi daldiyono score


Klinis Skor
Rasa haus/munta 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik 60 2
Frekuensi nadi ~120 x/mnt 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Frekuensi napas ~30 x/mnt 1
Facies cholerica 2
Jox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer womens hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 60 tahun 1
Umur ~60 tahun 2
Sumber: Daldiyono. Diare akut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed.5, 2009

4. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis:

Kebutuhan cairan Skor X 10 X KgBB X 1 liter
15

B. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
justru dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan
mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan
karena adanya deIisiensi laktase transien yang disebabkan oleh inIeksi virus dan
bakteri. Minuman berkaIein dan beralkohol harus dihindari karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
2




24

. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
inIeksi, karena 40 kasus diare inIeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda
diare inIeksi seperti demam, Ieses berdarah, leukosit pada Ieses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
inIeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian
antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesiIik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
6, 15, 22, 23, 24


23

Pedoman Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Diare Akut


Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik
Demam (suhu oral ~38,5
0
C), bloody
stools,leukosit, laktoIerin, hemoccult,
sindroma disentri
Kuinolon 3 5 hari
Kotrimoksazole 3 5 hari
Traveler`s diarrhea Kuinolon 1 5 hari
Diare persisten (kemungkinan Giardiasis) Metronidazole 3x500 mg selama 7 hari
Shigellosis Kotrimoksazole selama 3 hari
Kuinolon selama 3 hari
Intestinal Salmonellosis KloramIenikol/Kotrimoksazole/Kuinolon
selama 7 hari
Campylobacteriosis Eritromisin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai Febrile Dysentry
ETEC Terapi sebagai Traveler`s diarrhea
EIEC Terapi sebagai Shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Jibrio non kolera Terapi sebagai febrile dysentery
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile dysentery
Yersiniosis Umumnya dapat di terapi sebagai febrile
dysentri.Pada kasus berat : CeItriaxon IV 1
g/6 jam selama 5 hari
iardiasis Metronidazole 4 x 250 mg selama 7 hari.
Atau Tinidazole 2 g single dose atau
Quinacine 3 x 100 mg selama 7 hari
Intestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5 10 hari
pengobatan kista untuk mencegah relaps:
Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari atau
Paramomycin 3 x 500 mg 10 hari atau
Diloxanide Iuroate 3 x 500 mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau immunocompromised
Sumber: DuPont HL : Guidelines on Acute InIectious Diarrhea in Adults, American
Journal oI Gastroenterology, Vol.92, No.11, November 1997.


26

. Obat anti diare


Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanIaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan Iungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec
sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih
aman pada anak.
25

Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein IosIat, loperamid HCl serta kombinasi
diIenoksilat dan atropin sulIat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. EIek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi Ieses dan mengurangi Irekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi Irekwensi deIekasi sampai 80. Bila diare akut dengan gejala demam
dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
18

Kelompok absorbent
Arang aktiI, attapulgit aktiI, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan inIeksius atau
toksin-toksin. Melalui eIek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
17

Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid
dengan cairan mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah
5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau
tablet.
17


27

Probiotik dan Prebiotik


Probiotik :
Terdapat banyak macam deIinisi yang yang dibuat, tetapi yang banyak
dipakai, berlaku secara saintiIik dikemukakan oleh Fuller dan Gibson yaitu bakteri
hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh
menguntungkan pada kesehatan baik pada manusia dan binatang, dengan
memperbaiki keseimbangan mikroIlora intestinal.
26, 27
MikroIlora yang
digolongkan sebagai probiotik adalah yang memproduksi asam laktat.
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akan memiliki eIek yang positiI karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor
saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan
diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.


Probiotik yang eIektiI harus memenuhi beberapa kriteria :
1) memberikan eIek yang menguntungkan pada host
2) tidak patogenik dan tidak toksik
3) mengandung sejumlah besar sel hidup
4) mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus
5) tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu digunakan
6) mempunyai siIat sensori yang baik
7) diisolasi dari host
26

EIek kesehatan yang menguntungkan dari probiotik adalah :
1) memperbaiki keluhan malabsorsi laktosa
2) meningkatkan ketahanan alami terhadap inIeksi di usus
3) supresi kanker
4) mengurangi kadar kholesterol darah
5) memperbaiki pencernaan
6) stimulasi imunitas gastrointestinal
26


28

Prebiotik
adalah bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang mempunyai pengaruh baik
terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektiI, atau keduanya
terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon.
28, 29
Prebiotik pada
umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap biasanya dalam
bentuk olikosakarida (oligoIruktosa) dan sreat (inulin).
30, 31

Bahan makanan yang diklasiIikasikan sebagai prebiotik harus:
1) tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal sehingga
dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak diekskresikan
dalam tinja.
31

2) substrat yang selektiI untuk satu atau sejumlah mikroIlora komensal yang
menguntungkan dalam kolon, jadi memicu pertumbuhan bakteria yang aktiI
melakukan metabolisme
3) mampu merubah mikroIlora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan
kesehatan.
28, 32
Supaya lebih eIektiI kerja prebiotik Iermentasi selektiI adalah hal
yang sangat esensial
27

BiIidobacteria adalah target yang baik untuk prebiotik.
33

Manfaat penggunaan prebiotik
Mencermati manIaat penggunaan prebiotik tidak terlepas dari peranan
prebiotik untuk meregulasi dan memodulasi mikroekosistem populasi bakteri
probiotik. Prebiotik dalam usus terutama usus besar yang diIermentasi oleh bakteri
probiotik yang menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asetat,
propionat, dan butirat, dan L-lactat, karbon dioksida, hidrogen.
31
Asam lemak
rantai pendek tersebut oleh tubuh dapat dipakai sebagai sumber energi, eIek
stimulasi selektiI terhadap pertumbuhan bakteri probiotik terutama bifidobacteria
dan lactobacillus akan memberikan eIek yang menguntungkan terhadap kesehatan.
34, 35



29

II. 6 KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui Ieses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik.
15,21

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi
ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga
tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
17, 25

Haemolytic uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah inIeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
36

Sindrom uillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari inIeksi enterik, khususnya setelah
inIeksi C. fefuni. Dari pasien dengan uillain Barre, 20 40 nya menderita
inIeksi C. fefuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktiIkan otot
pernaIasan. Mekanisme dimana inIeksi menyebabkan Sindrom uillain Barre
tetap belum diketahui.
36

Artritis pasca inIeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
15



3

II. 7 PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare inIeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare inIeksius 1,0 .
Pengecualiannya pada inIeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.
15


II. 8 PENEGAHAN
Karena penularan diare menyebar melalui jalur Iekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
37

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak
menelan air.
15

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-
buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
15

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare inIeksius, tetapi
eIektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
3

tidak begitu eIektiI dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih eIektiI, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 eIektiI dan sering memberikan eIek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 , tetapi hanya memerlukan 1 dosis
dan memberikan eIek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia,
hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan eIikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
37, 40

32

BAB III
KESIMPULAN


Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara
berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersiIat self limiting sehingga
hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan
gejala diare akut karena inIeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara
empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesiIik sesuai dengan
hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena eIektiI dan cukup aman
bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut inIeksi bakteri baik,
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang
baik merupakan pencegahan untuk penularan diare inIeksi bakteri.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Zein,U. Gastroenteritis akut pada dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing
M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku naskah lengkap
gastroenterologi-hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-
hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.
2. Simadibrata M, Daldiyono. Diare Akut. Dalam : Sudoyo et.al. Buku ajar
ilmu penyakit dalam Jilid 1, Ed.5. Jakarta, 2009.
3. Farthing, M., Linberg, G., Dite, P. Acute diarrhrea. World Gastroenterology
Organisation practice guideline, 2005.
4. Turgeon DK, Fritsche, T.R. Laboratory approachs to inIectious diarrhea,
Gastroenterology Clinics, Volume 30, No.3, WB Saunders Company,
September 2001.
5. GoldIinger SE. Constipation, diarrhea, and disturbances oI anorectal
FIunction, In : Braunwald, E, Isselbacher, K.J, PetersdorI, R.G, Wilson,
J.D, Martin, J.B, Fauci AS (Eds) : Harrison`s principles oI internal
medicine, 11
th
Ed. McGraw-Hill Book Company, New York, 1987, 177
80
6. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline Ior the
management oI acute diarrhea in adults. Journal oI Gastroenterology and
Hepatology, 2005;17: S54-71.
7. Jones ACC, Farthing MJG. Management oI inIectious diarrhoea. Gut 2004;
53:296-305.
8. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial resistance oI
bacterial pathogens associated with diarrheal patiens in Indonesia. Am J
Trop Med Hyg, 2005; 68(6): 666-10.
9. Schiller LR. Diarrhea, Medical Clinics oI North America, Vol.84, 2005; 5.
10.Ilnyckyj A. Clinical evaluation and management oI acute inIectious
diarrhea in adult, Gastroenterology Clinics, WB Saunders Company.
Volume 30, 2001; 3
34

11.Suthisarnsuntorn U. Bacteria causing diarrheal diseases & Iood poisoning,


DTM&H Course, Faculty oI Tropical Medicine, Mahidol University,
Bangkok, Thailand, 2002.
12.Tantivanich S. Viruses causing diarrhea, DTM&H Course, Faculty oI
Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand, 2002.
13.Sirivichayakul C. Acute diarrhea in children, In : Tropical pediatrics Ior
DTM&H, Faculty oI Tropical Medicine, Mahidol Univesity, Bangkok,
Thailand, 2002; 1-13.
14.Pitisuttithum P. Acute dysentry, DTM&H Course, Faculty oI Tropical
Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand, 2002.
15.Ciesla WP. Guerrant RL. InIectious diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al editors. Current diagnosis and treatment in inIectious
disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
16.Lung E. Acute diarrheal disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH, editors. Current diagnosis and treatment in gastroenterology. 2
nd
edition.
New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
17.Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat inIeksi (inIectious
diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri penyakit
tropik inIeksi perkembangan terkini dalam pengelolaan beberapa penyakit
tropik inIeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40.
18.Rani HAA. Masalah dalam penatalaksanaan diare akut pada orang dewasa.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current diagnosis and
treatment in internal medicine 2002. Jakarta: Pusat InIormasi Penerbitan
Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
19.Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW.
Pharmacotherapy handbook. 5
th
ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79
20.Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice guidelines Ior the
management oI inIectious diarrhea. Clinical InIectious Diseases,
2001;32:331-51.
21.Hendarwanto. Diare akut karena inIeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman
AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
33

Edisi ketiga. Jakarta: Pusat InIormasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI ;1996. 451-57.
22.Goroll AH, Mulley AG. Acute and traveler`s diarrheas, In : Primary care
medicine, 4
th
ed. Lippincort Eilliams & Wilkin, A Walter Kluwer Company,
Philadepihia, 2000 Bookmark URL :
/das/book/view/24549268/920/1.html/top. 20 September 2011
23.Procop GW, Cockerill F. Vibrio and campylobacter. In: Wilson WR, Drew
WL, Henry NK, et al, Editors. Current diagnosis and treatment in inIectious
disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.
24.Procop GW, Cockerill F. Enteritis caused by Escherichia coli & Shigella &
Salmonella species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors.
Current diagnosis and treatment in inIectious disease, New York: Lange
Medical Books, 2003. 584 - 66
25.Nelwan RHH. Penatalaksanaan diare dewasa di milenium baru. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current diagnosis and treatment
in internal medicine. Jakarta: Pusat InIormasi Penerbitan Bagian Penyakit
Dalam FK UI, 2001. 49-56.
26.Fuller R, Probiotics in human medicine. Gut, 32, 2005. 439-42.
27.Gibson GR, Fuller R. Aspect oI invitro and invivo researches directed
toward identiIying probiotics and prebiotics Ior human use. J Nutr 130(2S
Suppl), 2005. 391S-95S.
28.RoberIroid MB Prebiotics and probiotics: are they Iunctional Ioods? Am J
Clin Nutr 2000 Jun;71(6 Suppl)21682S-7S.
29.Salminen S, Bouly C, Boutron-Ruault MC, Cumming JH, Frank A, Gibson
GR, Isolauri E, Moreau MC, RoberIroid M, Rowland Functional Iood
science gastrointestinal physiology and Iunction. Br J Nutr Suppl 1 998
S147-71.
30.Reddy BS. Possible mechanism by which pro- and prebiotics inIluence
colon carcinogenesis and tumor growth. J Nutr 129 (7 Suppl), 1997. 1478S-
82S.
36

31.Grizard D, BarthomeuI C. Non-digestible oligosaccharides used as


prebiotic agents : mode oI production and beneIecial eIIects on animal and
human health. Reprod Nutr Dev 39 (5-6), 1999. 563-88.
32.Collins, Gibson GR, 1999 : Prebiotic, probiotik, and synbiotic : approaches
Ior modulating the microbial ecology oI the gut. Am J Clin Nutr 69(5),
1999. 1052S-57S.
33.Isaulauri E. Probiotics Ior InIectious Diarrhoea. Gut, 2003. 52: 436-7
34.McFarlan, Lynne V. Meta-analysis oI Probiotics Ior The Prevention and
Treatment oI Acute Pediatric Diarrhea. International Journal oI Probiotics
and Prebiotics Vol. 1, 2006. pp. 63-76
35.Sazawal, Sunil. EIIicacy oI probiotics in prevention oI acute diarrhoea:a
meta-analysis oI masked, randomised, placebo-controlled trials. Department
oI International Health, Johns Hopkins Bloomberg School oI Public Health,
Baltimore, 2006. 6: 37482
36.Thielman NM, Guerrant RL. Acute InIectious Diarrhea. N Engl J Med
2005. 350:1: 38-47
37.Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I,
Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam
II. Jakarta: Pusat InIormasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
UI, 2002. 52-70.
38.DuPont HL. Guidelines on Acute InIectious Diarrhea in Adults, American
Journal oI Gastroenterology Vol.92, 2005. 11.
39.Gunduz, Turan. Microbiological investigation oI stool in patients with acute
diarrhea. AIrican Journal oI Microbiology Research Vol. 5(4), 2011. pp.
456-58.
40.Ismaeel, Abdulrahman. Management oI Acute Diarrhoea in Primary Care in
Bahrain: SelI-reported Practices oI Doctors. J Health Popul Nutr, 2007.
25(2):205-11

Anda mungkin juga menyukai