Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Isu Good Corporate Governance di Indonesia saat ini masih hangat dibicarakan karena dianggap sebagai faktor yang akan dapat memulihkan kepercayaan investor terhadap Indonesia dan media menciptakan suasana bisnis yang sehat di Indonesia. Salah satu komponen dari Corporate Governance adalah adanya pelaporan keuangan yang memadai, sayangnya sistem pelaporan keuangan yang ada saat ini masih perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Rendahnya kualitas 1 laporan keuangan dapat disebabkan kurangnya persepsi positif dari akuntan di Indonesia. Salah satu cara yang dianggap praktis dan efektif dalam menilai kinerja suatu perusahaan adalah dengan melihat laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Para stakeholders akan dapat membuat keputusan-keputusan lebih lanjut terhadap suatu perusahaan berdasarkan kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Pihak yang paling berperan dalam pembuatan suatu laporan keuangan tersebut adalah seorang akuntan. Tanggung jawab seorang akuntan sangat besar, karena melibatkan banyak elemen dan kepentingan yang berbeda yang akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Persepsi positif seorang akuntan terhadap profesinya akan sangat menentukan kualitas laporan keuangan yang dibuatnya.

Profesi akuntan saat ini telah memasuki lingkungan bisnis yang semakin

kompleks, kompetitif dan turbulen. Dalam lingkungan seperti itu, kebutuhan masyarakat mengalami perubahan yang pesat, serentak, radikal dan pervasif, sehingga tuntutan masyarakat atas jasa profesi akuntan yang juga turut semakin besar. Kemampuan untuk menanggapi tuntutan kebutuhan masyarakat menjadi penentu keberhasilan profesi akuntan dalam menjaga agar jasa yang disediakan bagi masyarakat tetap memiliki nilai tambah. Kongres IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) pada tahun 1994 merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia (IAI dalam Yulianti, 2007: 2) yang menyebutkan bahwa tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Lebih lanjut disebutkan bahwa salah satu dari empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi seorang akuntan adalah

profesionalisme. Seorang akuntan haruslah merupakan seorang individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi. Prinsip ketujuh Kode Etik Akuntan Indonesia menyebutkan bahwa prinsip Profesionalisme berarti setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kendati demikian, menjunjung tinggi nilai profesi akuntan bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Tekanan oleh banyak kepentingan baik dari internal maupun eksternal perusahaan berpeluang besar melemahkan konsistensi profesi akuntan untuk selalu jujur, cerdas dan akurat dalam menyajikan suatu laporan keuangan. Apabila intervensi kepentingan turut mempengaruhi suatu laporan keuangan, maka eksistensi profesi akuntan tidak lagi dapat

dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat. Prinsip profesionalisme seorang akuntan dapat terwujud dengan baik apabila akuntan tersebut merasa bahwa profesi akuntan adalah penting dan memiliki tanggung jawab yang besar dalam masyarakat. Persepsi yang demikian akan mendorong akuntan untuk berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan menjaga nama baik profesinya. Dalam banyak kasus, konsistensi profesi akuntan telah memberi sumbangsih yang sangat besar dalam mengaudit berbagai perusahaan maupun institusi. Akuntan dapat membuktikan dengan akurat dan menegaskan adanya penyimpangan dan kegagalan kinerja perusahaan dan institusi tersebut. Fakta semacam ini juga memberi efek yang sangat besar dalam penegakan hukum dan selanjutnya menjamin kepercayaan investor maupun masyarakat. Pembentukan persepsi merupakan suatu proses yang dominan ditentukan pada masa pembelajaran profesi. Oleh karena itu pada masa pendidikan akuntansi di tingkat mahasiswa perlu dibangun persepsi yang positif terhadap profesi. Menurut Goa dan Thorne (2004), pendidikan akuntansi selama ini memfokuskan pada dimensi pilihan kebijakan tetapi tidak memperhatikan nilai dan kredibilitas yang mempengaruhi pilihan tersebut. Menurut Goa, dkk sebenarnya tindakan seorang akuntan lebih didasarkan pada nilai dalam diri mereka. Artinya seorang akuntan akan bertindak sesuai persepsi terhadap profesi akuntan itu sendiri, apakah ia akan memandang penting profesi akuntan dan dengan sendirinya memandang penting pekerjaan yang dilakukannya.

Di tingkat mahasiswa dapat ditemukan adanya proses pembentukan persepsi profesi akuntan. Pada tahap awal pendidikan profesi, mahasiswa hanya

menekankan persepsi pada hal-hal yang bersifat teknis dan prosedur. Namun lambat laun, mahasiswa akan memiliki persepsi yang semakin matang tentang profesi akuntan. Mahasiswa semakin menyadari fungsi penting seorang akuntan yang dengan sendirinya akan memposisikan profesi akuntan secara terhormat dalam pandangan mereka. Namun hal ini bukan berarti pendidikan akuntansi tidak menimbulkan persepsi negatif di kalangan mahasiswa. Menurut Santika (2005: 83) terdapat persepsi negatif mahasiswa terhadap profesi akuntan khususnya terkait masalah tingginya biaya pendidikan akuntansi yang dikeluarkan dan lamanya waktu yang harus ditempuh. Bertolak dari paparan di atas, maka penulis bermaksud mengangkat judul penelitian Perbedaan Persepsi antara Mahasiswa Senior dan Junior Mengenai Profesi Akuntan pada Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nganjuk.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah persepsi mahasiswa mengenai profesi akuntan pada Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nganjuk? 2. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa senior dan junior tentang profesi akuntan pada Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nganjuk?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa mengenai profesi akuntan pada Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nganjuk. 2. Untuk mengetahui perbedaan persepsi antara mahasiswa senior dan junior tentang profesi akuntan pada Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nganjuk.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada pendidik akuntansi

maupun Ikatan Akuntan Indonesia mengenai persepsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan untuk dijadikan dasar penyusunan kurikulum akuntansi dan kode etik profesi akuntan. 2. Bagi para mahasiswa, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberi pengertian dan dorongan agar mahasiwa memiliki persepsi yang positif dan menjaga eksistensi kode etik profesi akuntan. 3. Bagi masyarakat, peneliti berharap hasil penelitian dapat memberi informasi tentang pentingnya persepsi positif profesi akuntan sehingga masyarakat dapat turut menjadi

agen kontrol yang efektif.

E. Asumsi Agar penelitian ini lebih terfokus dan menghindari pembahasan yang melebar, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada asumsi sebagai berikut: 1. Pendidikan akuntansi yang dimaksud dalam peneltilian ini dibatasi hanya di tingkat Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. 2. Pembagian kelas junior meliputi mahasiwa semester 1 4, sedangkan kelas senior meliputi mahasiwa semester 5 ke atas.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Abdullah (2002) menyatakan bahwa terdapat persepsi positif mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan publik. Abdullah menyatakan bahwa dengan informasi yang memadai akan membentuk persepsi yang positif di kalangan mahasiswa akuntansi mengenai profesi akuntan publik. Marriott dan Marriott (dalam Yulianti, 2007) menggunakan kuesioner yang dinamakan Accounting Attitude Scale (AAS) untuk melakukan pengujian pada universitas negeri di Inggris dan menemukan bahwa terjadi perubahan persepsi mahasiswa akuntansi dari sejak awal masa kuliah mereka sampai ke senior. Marriott dan Marriott menyebutkan bahwa pendidikan akuntansi justru menyebabkan menurunnya persepsi positif mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan. Hasil penelitian Fitriany (2007) yang berjudul Perbedaan Persepsi Antara Mahasiswa Senior Dan Junior Mengenai Profesi Akuntan Pada Program S-1 Reguler di Universitas Indonesia membuktikan bahwa pada program S-1, mahasiswa senior memiliki persepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa junior mengenai akuntan sebagai profesi. Selain itu mahasiswa senior juga memiliki persepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa junior mengenai akuntan sebagai aktifitas kelompok.

Hasil penelitian Bawono, dkk (2007) pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Jawa Tengah menyatakan bahwa mahasiswa S1 akuntansi reguler dan ekstensi fakultas ekonomi perguruan tinggi negeri dan swasta di Jawa Tengah mempunyai persepsi yang positif mengenai Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Hasil penelitian Bawono, dkk juga menemukan adanya perbedaan persepsi di antara mahasiswa akuntansi S1 reguler dengan mahasiswa S1 ekstensi fakultas ekonomi perguruan tinggi negeri dan swasta di Jawa Tengah tentang Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA).

B. Pengertian Persepsi Persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dimana individu di ekspos untuk menerima informasi,memperhatikan informasi tersebut dan memahaminya (Sunarto, 2006: 51). Persepsi, menurut Rakhmat (dalam Fitriany, 2007 : 26) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Gibson dan Donely (2000: 53) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek

dan kejadian obyektif dengan bantuan indera. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi. Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri. Menurut Robbins (2000: 135), Perception can be defined as a process by which individuals organize and interpret their sensory impressions in order to give meaning to their environment. Persepsi merupakan suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Gibson, dkk (2000: 134) mengatakan bahwa persepsi adalah proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Menurut Scheerer (dalam Sutaat, 2005: 32) persepsi adalah representasi fenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari pengorganisasian dari objek distal itu sendiri, medium dan rangsangan proksinal. Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik, kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis). Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat mengalami persepsi (proses psikologis).

Psikologi kontemporer sebagaimana diungkapkan oleh Chaplin (dalam Sutaat, 2005: 33) menyebutkan bahwa persepsi secara umum diperlukan sebagai suatu variabel campur tangan (intervening variabel) yang keberadaannya bergantung pada faktor-faktor motivasional. Artinya suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang (stimulus) maupun oleh faktorfaktor organisme. Dengan alasan demikian, maka persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses psikologis dalam diri seseorang untuk menafsirkan dan memahami objek atau stimulus di lingkungan sekitarnya dalam rangka mencari arti khusus atas objek tersebut dimana hasil penafsiran tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi stimulus maupun faktor-faktor internal individu.

C. Proses Pembentukan Persepsi Menurut Robbins (2000: 135), proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh : 1. Faktor perhatian dari luar, meliputi intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan dan gerakan 2. Faktor dari dalam (internal set factors), yaitu faktor dari dalam diri seseorang yang memiliki proses persepsi antara lain proses belajar (learning), motivasi dan kepribadian. Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Bawono, dkk,

11

2007: 18) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu. memegang peranan yang penting. Menurut Rakhmat (dalam Fitriany, 2007 : 29), faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, dkk, 2000 : 54). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Bawono, dkk, 2007: 19) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan faktor pribadi adalah faktor insternal anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

D. Pengertian Profesi Akuntansi dan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

Menurut Ensiklopedia Wikipedia (2005), akuntan adalah sebuah sebutan dan gelar profesional yang diberikan kepada seorang sarjana yang telah menempuh pendidikan di fakultas ekonomi jurusan akuntansi pada suatu universitas atau perguruan tinggi dan juga adalah lulusan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Dahulu gelar Ak. hanya didapat oleh lulusan jurusan akuntansi dari perguruan tingi negeri tertentu, tetapi sejak terbitnya SK Mendiknas Nomor 179/U/2001 gelar Ak dapat diperoleh melalui Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). PPA juga menghasilkan profesi akuntan yang mendapat sebutan BAP (Bersertifikat Akuntan Publik) antara lain: Akuntan Publik (AP), Akuntan Sektor Publik (ASP), Akuntan Manajemen (AM), dan Akuntan Pendidik (AP). Mereka yang telah mendapatkan gelar tersebut, dapat mengajukan izin untuk membuka praktek akuntan publik. Profesi akuntan sebagai pemberi jasa dalam hal informasi keuangan memiliki tiga aspek yang terkait satu sama lain, yakni pendidikan, praktik dan penelitian. Suwardjono (dalam Abdullah, 2002) berpendapat adanya program PPA diharapkan mampu menjawab kebutuhan akan pentingnya sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang akuntansi. Reformasi pada wilayah sistem pendidikan akuntansi ini, bertujuan untuk mengejar kesenjangan antara conceptual systems dengan physical systems yang selama ini menjadi kelemahan sistem pendidikan akuntansi. Pendidikan akuntansi selayaknya diarahkan untuk memberi pemahaman konseptual yang didasarkan pada penalaran sehingga ketika akhirnya masuk ke dalam dunia praktik dapat beradaptasi dengan keadaan sebenarnya dan memiliki daya tahan yang rendah terhadap gagasan perubahan atau pembaruan yang menyangkut profesinya. E. Isu tentang Etika Profesi Akuntan dan Pendidikan Profesi Akuntansi

13

Pengertian etika yang diambil dari kamus besar Bahasa Indonesia adalah : 1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban (Akhlak). 2. Kumpulan dasar atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan dikemukakan dalam situs http://id.wikipedia.org/wiki/

Akuntan, menurut Arens dan Loebbecke (2000), etika terdiri dari prinsip-prinsip moral dan standar. Moralitas berfokus pada perilaku manusiawi benar dan salah. Arens dan Loebbecke selanjutnya menyatakan bahwa etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat moral dan nilai. Dalam teori etika, kata moralitas diambil dari Bahasa Latin moralia, kata sifat dari mos (adat istiadat) dan mores (perilaku). Moralitas dapat diartikan sebagai pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Sedangkan etika berasal dari Bahasa Yunani ethikos, kata sifat dari ethos (perilaku). Etika merupakan suatu studi tentang moralitas. Ia juga menyatakan, moralitas merupakah istilah yang mencakup segala aktivitas yang mempertimbangkan pentingnya kebenaran (right) dan kesalahan (wrong). (Utak-atik Etika Bisnis, no 26. Media Akuntansi, edisi 19/Juli-Agustus 2001). Dalam situs http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntan, menurut Beauchamp, Bowie, Murphy dan Laczniak (1993 : 1981), ada dua teori etika. Pertama, teori deontologi, yang menitikberatkan pada tindakan-tindakan tertentu atau perilakuperilaku dari seorang individu. Pendekatannya kepada kebenaran yang mendasar dari sebuah tindakan. Kedua, teori teleologi, yang lebih menitikberatkan pada

konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan atau perilaku tertentu., dasar pendekatannya berupa jumlah kebaikan atau keburukan yang terdapat dalam konsekuensi tindakan. Berdasarkan pengertian etika yang telah dipaparkan di atas dapat kita simpulkan bahwa etika atau moral atau akhlak adalah suatu sikap atau perilaku yang dibentuk berdasarkan nilai baik dan buruk yang berasal dari sang pencipta manusia itu sendiri. Sebuah analisa kritis yang menyoroti tentang etika profesi akuntan dikemukakan dalam situs www.riautoday.com (2008) yang menyatakan bahwa banyaknya pelanggaran etika dalam dunia bisnis termasuk jasa profesi menimbulkan preseden buruk bagi perkembangan jasa itu sendiri. Pelanggaran etika ini bisa dilihat dari kejadian yang menimpa jasa profesi akuntan dalam hal ini auditor (Kantor Akuntan Publik) yang dituding bertanggung jawab terhadap penglikuidasian puluhan bank di Indonesia. Menariknya, tudingan ini berasal dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut koordinator Badan Pekerja ICW, mensinyalir pihak KAP berkolusi dengan bank yang diauditnya yang sebenarnya bermasalah. Hal itu bisa dilihat dari kondisi bank yang bobrok dibuat seolah-olah tidak apa-apa. Dan di kemudian hari tiba-tiba ambruk. Namun pihak akuntan mengatakan persoalan salah dan benarnya akuntan dalam melakukan tugas pekerjaannya, tolok ukurnya tidak sederhana seperti yang dikemukakan ICW (Utak-atik Etika Bisnis, no 26. Media Akuntansi, edisi 19/Juli-Agustus 2001).

Memang disadari sejak bergulirnya reformasi ekonomi tuntutan

15

masyarakat terhadap akuntabilitas dan transparansi jasa profesi khususnya akuntan, mau tidak mau kita berlapang dada mereposisikan peranan jasa profesi. Satu hal yang mendasar bagi jasa profesi yang saat ini masih diabaikan oleh para pelaku adalah masalah etika atau moral. Perdebatan seputar etika memicu berbagai kalangan internal maupun eksternal merumuskan kembali arti pentingnya etika bagi jasa profesi. Dalam hal ini kita membagi permasalahan menjadi beberapa kategori yaitu; Pertama, perlukah pendidikan profesi akuntansi (PPA) dilandasi dengan moral atau etika yang jelas? Dari manakah sumber etika itu diambil? Kedua, badan apakah yang berhak untuk menetapkan etika? dan Ketiga, perlukah dibentuk dewan kehormatan terhadap pelanggaran etika jasa profesi akuntan? Disadari atau tidak peranan etika telah dianggap sebagai simbol saja bagi pelaksanaan jasa pengauditan oleh akuntan. Di Indonesia, masyarakat baru sadar tentang pentingnya etika setelah terjadi krisis multidimensi, sedangkan di barat isu etika telah lama digaungkan sejak tahun 1915 oleh Harvard Business School. Menurut Fitriany (2007 : 2) dalam Kode Etik Akuntan Indonesia disebutkan bahwa tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Lebih lanjut disebutkan bahwa salah satu dari empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi seorang akuntan adalah

profesionalisme. Seorang akuntan haruslah merupakan seorang individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi. Prinsip Ketujuh Kode Etik Akuntan Indonesia menyebutkan bahwa prinsip Profesionalisme berarti setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat

mendiskreditkan profesi. Prinsip profesionalisme seorang akuntan akan terwujud dengan baik apabila akuntan tersebut merasa bahwa profesi akuntan adalah penting dan memiliki tanggung jawab yang besar dalam masyarakat. Dengan demikian akuntan tersebut berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan menjaga nama baik profesinya. Karena itulah, salah satu hal penting yang perlu ditekankan dalam pendidikan akuntansi adalah bagaimana membentuk nilai-nilai dan persepsi positif mahasiswa terhadap profesi. Kesadaran beretika mestilah harus dipahami secara komprehensif. Etika tidak bisa dilepaskan dari suatu nilai yang bersifat universal. Tidak diragukan lagi kebenarannya baik secara normatif, empirik bahwa nilai ideologi Kapitalis yang selama ini diterapkan di Indonesia telah gagal. Terbukti hancurnya segala dimensi kehidupan baik politik, ekonomi, social, budaya, serta moral hanya dalam waktu sekejap. Sehingga memang dalam membangun etika selama ini tidak terlepas dari suatu ideologi Kapitalis yang diaplikasikan selama puluhan tahun. Situasi ini memang sudah mulai disadari oleh dunia Barat termasuk Indonesia sendiri, tetapi kesadaran itu baru sampai pada tahap pentingnya etika. Saat ini di dunia Barat mulai muncul perlunya etika dalam berbagai hal. Namun ada dua sikap : apakah etika itu perlu dilegalisasi (distandarisasi) atau dibiarkan saja secara alamiah melalui mekanisme pasar (market mechanism), budaya dan "social control" (http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntan). Peristiwa skandal korporasi di atas hampir semuanya melibatkan jasa profesi akuntansi. Sehingga tidak heran jasa ini menjadi sorotan dalam masyarakat. Masyarakat yang peduli termasuk anggota Ikatan Akuntan Indonesia mendorong supaya kode etik jasa profesi dikaji ulang. Banyak pertanyaan yang muncul atas

17

kejadian yang menimpa jasa profesi akuntansi, misalnya; Apakah auditor bertanggungjawab penuh terhadap kecurangan korporasi. Bagaimana jika auditor telah melaksanakan prosedur audit sesuai dengan SPAP namun gagal mendeteksi adanya fraud (audit failure), kemudian apakah benar aspek indepedensi merupakan satu-satunya yang menjadi issue utama. Dalam kenyataannya auditor selalu menjadi kambing hitam (spacegoats for bust) dalam skandal korporasi. Menanggapi isu-isu semacam itu yang terus mendera dunia profesi akuntan, maka Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) terus menerus berusaha meningkatkan standar profesional jasa akuntan khususnya akuntan publik melalui peningkatan mutu Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Kendati demikian, tanggapan serta kritikan bermunculan dari berbagai kalangan baik dari praktisi, kalangan bisnis, maupun kalangan akademisi. Adanya PPA ini diharapkan menghasilkan sumber daya akuntan yang lebih berkompeten dan profesional dari sebelumnya. Mengenai kurikulum PPA diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sehingga nantinya sumber daya akuntan yang dihasilkan perguruan tinggi benarbenar sesuai dengan kualitas standar tertentu. Sebaliknya, ada pula penelitian yang kontra terhadap adanya PPA. Santika (2005) melihat bahwa adanya PPA justru menimbulkan persepsi negatif di kalangan mahasiswa. Persepsi negatif ini cukup beralasan terutama terkait masalah biaya pendidikan yang dikeluarkan dan waktu yang harus ditempuh. Semakin mahalnya biaya pendidikan dan lamanya waktu pendidikan dinilai sebagai inefisiensi, sehingga perlu dibuat kurikulum PPA yang lebih praktis dan tetap mengadopsi tujuan IAI guna mencetak profesional yang unggul. F. Kerangka Pemikiran

Menurut Bawono, dkk (2007 : 3) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 179/U/2001 tentang penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) mengakibatkan perlu adanya kelanjutan dari pendidikan sarjana program studi akuntansi. Hal ini berpengaruh terhadap masa studi mahasiswa ketika ingin memasuki profesi akuntan.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

19

Berdasarkan Gambar 2.1 dijelaskan bahwa pada saat mahasiswa telah menyelesaikan program S-1, maka mereka dihadapkan pada tiga alternatif. Pertama, bekerja atau terjun ke masyarakat sebagai sarjana ekonomi. Kedua, melanjutkan studi pasca sarjana untuk memperoleh gelar S-2. Atau Ketiga, menempuh program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) untuk memperoleh gelar akuntan (Ak) sebagai syarat untuk memasuki profesi sebagai akuntan khususnya akuntan publik pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Bahkan Keempat, mahasiswa dapat berencana melanjutkan studi pasca sarjana S-2 sekaligus menempuh program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) untuk memperoleh gelar ganda (Dual Degree). Pada prinsipnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Program Strata 1 Akuntansi terhadap profesi akuntan dengan menggunakan empat variabel atau indikator pengukur, yaitu persepsi mahasiswa terhadap akuntan sebagai karir, akuntansi sebagai bidang ilmu, akuntan sebagai profesi, dan akuntan sebagai aktivitas kelompok. Selain itu, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa senior dan junior Program Strata 1 Akuntansi STIE Nganjuk.

G. Hipotesis H0 : Tidak terdapat perbedaan persepsi mengenai profesi akuntan antara mahasiswa junior dan mahasiswa senior. H1 : Terdapat perbedaan persepsi mengenai profesi akuntan antara mahasiswa junior dan mahasiswa senior. H2 : Diduga bahwa mahasiswa senior Program Strata 1 Akuntansi STIE Nganjuk dominan memiliki persepsi positif tentang Profesi Akuntan.

21

BAB III METODE PENELITIAN

21 Metode penelitian merupakan cara untuk mencari kebenaran secara ilmiah dan merupakan sarana panduan bagi para peneliti agar mendapatkan kebenaran dari permasalahan yang menjadi fokus penelitiannya. Metode penelitian

dilaksanakan dengan tujuan dapat memberikan gambaran kepada peneliti tentang cara kerja yang cermat dan sistematis. Dengan demikian peneliti dapat memecahkan rumusan masalah melalui suatu metode ilmiah yang disertai dengan kerangka alur berpikir yang logis. Oleh karena itu metode penelitian tidak hanya memberikan peluang bagi penemuan kebenaran obyektif, tetapi juga menjaga agar pengetahuan dan pengembangannya mempunyai nilai ilmiah. Agar dapat mencapai tujuan yang tepat dan keakuratan suatu penelitian, maka diperlukan suatu metode yang berisi cara-cara yang digunakan secara sistematis dengan prosedur yang harus dilalui agar mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun pejelasan metode penelitian ini meliputi beberapa aspek berikut:

A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dirancang

menggunakan desain penelitian kuantitatif behavioral yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan dan menguraikan sifat maupun karakteristik variabelvariabel penelitian serta pola perilaku (persepsi) dari objek yang diteliti yang dapat dijelaskan dengan ukuran angka atau nilai (Umar, 2001: 94).

B. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berada pada ruang lingkup disiplin ilmu ekonomi akuntansi perilaku, dimana kajian penelitian difokuskan untuk menganalisa perilaku objek penelitian dalam hubungannya dengan bidang akuntansi. Dalam hal ini perilaku yang dimaksud adalah persepsi mahasiswa tentang profesi akuntan. Persepsi didasarkan atas asumsi bahwa gelar sarjana akuntansi baru akan diperoleh oleh seorang mahasiswa setelah ia lulus dari Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Dengan gelar akuntansi (Ak) barulah seseorang dapat terjun secara absah ke dalam profesi akuntan.

C. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108). Dalam penelitian ini, populasi yang dimaksud adalah seluruh mahasiswa Program Strata 1 Jurusan Akuntansi STIE Nganjuk tahun 2008. Jumlah populasi adalah 62 orang mahasiswa, terdiri dari 26 mahasiswa senior dan 36 mahasiswa junior. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109). Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 110), apabila subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya bila subyeknya besar dapat diambil 10% sampai 15% tergantung kemampuan peneliti, luasnya wilayah pengamatan, dan besar kecilnya risiko penelitian. Namun bila jumlah populasi kurang dari 100, sebaiknya semuanya diambil sebagai sampel penelitian. Oleh karena jumlah mahasiswa seluruhnya 62 orang maka peneliti mengambil seluruh populasi sebagai responden

23

dengan jumlah keseluruhan 62 orang, terdiri dari 26 mahasiswa senior dan 36 mahasiswa junior.

D. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa : 1. Data Kuantitatif Adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau bilangan yang digunakan sebagai sarana untuk menganalisis hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data ini terdiri dari hasil scoring jawaban kuesioner yang telah disebarkan kepada responden. 2. Data Kualitatif Adalah data yang dinyatakan dalam bentuk uraian atau kalimat. Data ini berupa uraian kajian teori literatur berkaitan dengan masalah yang diteliti serta hasil wawancara dengan responden guna mendukung analisa data kuantitatif. Sedangkan sumber data diperoleh dari: 1. Data primer Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari objek penelitian dengan cara survei. 2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang diambil dari buku dan literatur lainnya, terdiri dari : a. Hasil penelitian terdahulu b. Literatur yang masih relevan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan: 1. Kuesioner, yaitu mengumpulkan data dengan cara menyebarkan seperangkat daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisi dengan jawaban yang sesuai dengan pendapat atau fakta yang dianggap benar oleh responden tersebut. 2. Disamping kuesioner, dalam penelitian ini juga digunakan teknik wawancara kepada responden. Wawancara dimaksudkan untuk menggali informasi tambahan yang tidak dapat diperoleh dari kuesioner.

F. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Arikunto (2002: 158) menyatakan bahwa hubungan antar faktor-faktor dalam mengidentifikasikan sebuah variabel dikategorikan sebagai hubungan yang interdependen: yaitu analisis yang tidak membedakan antara variabel bebas dan variabel terikat. Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut. Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen ini mampu mengukur apa saja yang hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa saja yang ingin diungkapkan. Pengujian dilakukan selain untuk mengetahui dan mengungkapkan data

25

dengan tepat juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Uji validitas dimaksud untuk melihat konsistensi variabel independen dengan apa yang akan diukur, selain itu untuk mengetahui seberapa jauh alat pengukur dapat memberian gambaran terhadap obyek yang diteliti sehingga menunjukkan dengan sebenarnya obyek yang akan diukur, dengan demikian diharapkan quesioner yang digunakan dapat berfungsi sebagai alat pengumpul data yang akurat dan dapat dipercaya, tipe validitas yang dipergunakan dalam uji validitas ini adalah validitas konstruk, tipe ini mengkorelasikan nilai item dengan nilai total. Menurut Arikunto (2002 : 162), pengujian validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan mengkorelasikan skor pada masing-masing item dengan skor totalnya. Teknik korelasi seperti ini dikenal dengan teknik Korelasi Product Moment, yang rumusnya sebagai berikut : r= n (XY ) (XY ) nX 2 (X ) 2 ln Y 2 (Y ) 2

Keterangan : X Y n : : : Skor pertanyaan masing-masing butir Skor Total Jumlah responden Untuk mengetahui apakah nilai korelasinya signifikan atau tidak, maka dipergunakan tabel signifikansi nilai r Product Moment yang dapat dilihat dalam tabel statistik. Pengoperasian uji validitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 11.0.

2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Misalkan seorang mengukur panjang jarak dua buah bangunan dengan dua jenis alat ukur, yang satu adalah meteran yang terbuat dari logam, sedangkan yang lainnya adalah dengan menggunakan jumlah langkah kaki. Setiap alat pengukur digunakan sebanyak dua kali untuk mengukur jarak yang sama. Besar sekali kemungkinan hasil pengukuran yang diperoleh dengan pengukur tersebut akan berbeda. Pengukuran yang dilakukan dengan langkah kaki, besar sekali kemungkinannya akan tidak sama karena besar langkah antara pengukuran yang pertama dengan pengukuran yang kedua mungkin berlainan. Dari contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa meteran adalah alat pengukur yang realibel, sedangkan langkah kaki adalah alat pengukur yang kurang realibel. Menurut Arikunto (2002: 186), reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menguji reliabilitas dapat digunakan rumus Cronbach Alpha.

27

Rumus ini dapat ditulis sebagai berikut :


2 k b r11 = 1 2 k 1

dimana:

r 11 k
2 b 2

= reliabilitas instrumen = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir = varians total (Arikunto, 2002: 193)

Dalam pengujian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Program SPSS memberikan fasilitas untuk reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha ( ). Menurut Malhotra (1998: 32) suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha ( ) > 0,6. Dalam penelitian ini nilai alpha dihitung dengan bantuan program SPSS for Windows versi 11.0. . G. Teknik Pengukuran Data Teknik pengukuran data kuesioner didasarkan pada metode Accounting Attitude Scale yang dirumuskan oleh Nelson (dalam Fitriany, 2007: 6) yang terbagi menjadi 15 pertanyaaan menggunakan Skala Likert dengan skala 1 sampai 5. Skor 1 : Sangat Tidak Setuju

Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5

: : : :

Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju

Dengan demikian skor terendah adalah 15 (bila semua skor bernilai 1) dan skor tertinggi adalah 75 (bila semua skor bernilai 5). Acuan skor yang digunakan adalah semakin tinggi skor responden, semakin baik atau semakin positif persepsinya, sedangkan semakin rendah skor semakin negatif persepsinya. Untuk menentukan apakah seorang mahasiswa tergolong memiliki persepsi positif atau negatif, maka digunakan median (nilai tengah) sehingga dapat diklasifikasikan mahasiswa dengan skor di bawah nilai median dianggap memiliki persepsi negatif, sedangkan mahasiswa dengan skor sama atau di atas nilai median dianggap memiliki skor positif. Nelson mengelompokkan 15 pernyataan menjadi 4 kelompok besar yaitu : 1. Persepsi mahasiswa terhadap akuntan sebagai karir (pernyataan nomor 9, 10 dan 11) 2. Persepsi mahasiswa terhadap akuntansi sebagai bidang ilmu (pernyataan nomor 2, 5, 7, 14), 3. Persepsi mahasiswa terhadap akuntan sebagai profesi (pernyataan nomor 1, 4, 6, 8, 12) 4. Persepsi mahasiswa terhadap (pernyataan nomor 3, 13, 15). akuntansi sebagai aktivitas kelompok

29

Skor pernyataan yang berada dalam kelompok yang sama dijumlahkan, lalu dilakukan analisa dan pengujian. Pengertian Instrumen 1. Akuntan Sebagai Karir Akuntan merupakan suatu profesi atau gelar yang dimiliki oleh sarjana lulusan suatu universitas atau perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang mengambil fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Akuntan dipandang sebagai karir, karena akuntan merupakan suatu profesi yang dapat digunakan oleh seseorang untuk mencapai karirnya. 2. Akuntansi sebagai bidang Ilmu Akuntansi merupakan salah satu bidang ilmu yang diajarkan dalam belajar baik dibangku sekolah maupun perkuliahan. Dimana dalam akuntansi tersebut kita diajarkan teori-teori yang berhubungan dengan pekerjaan seorang akuntan maupun menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan. Akuntansi dipandang sebagai suatu bidang ilmu, karena di dalamnya kita dapat memperoleh informasi-informasi yang bisa menambah pengetahuan kita mengenai bidang akuntansi. 3. Akuntan sebagai Profesi Akuntan merupakan suatu profesi yang dapat digunakan oleh seseorang, khususnya mahasiswa lulusan akuntansi untuk mengejar karir mereka. 4. Akuntansi sebagai aktivitas

kelompok Akuntasi dipandang sebagai suatu proses sosial, yang terdiri dari beberapa kumpulan individu yang membentuk suatu kelompok dalam menganalisis suatu laporan keuangan. H. Teknik Analisa Data Data kuesioner diklasifikasikan menjadi dua yaitu data persepsi dari mahasiswa senior dan data persepsi dari mahasiswa junior. Masing-masing data diskor berdasarkan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang / kelompok tentang kejadian / gejala sosial. Setelah masing-masing data diskor berdasarkan Skala Likert lalu ditabulasikan secara silang. Tabulasi silang meliputi empat item yaitu: 1. Jumlah mahasiswa senior dengan persepsi positif 2. Jumlah mahasiswa senior dengan persepsi negatif 3. Jumlah mahasiswa junior dengan persepsi positif 4. Jumlah mahasiswa senior dengan persepsi negatif Untuk mentabulasikan data di atas digunakan bantuan program SPSS for Windows versi 11.0 dengan metode Cross Tabulation. Sedangkan untuk mengetahui adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa senior dan junior, maka dilakukan perbandingan skor antar dua kelompok tersebut dengan Uji Mann Whitney. Uji Mann Whitney adalah uji yang digunakan untuk menguji perbedaan 2 kelompok sampel antar sebuah isu tertentu. Uji Mann Whitney dapat dihitung dengan bantuan program SPSS for Windows versi 11.0. Menurut Sugiyono (2003), tingkat kepercayaan dalam penelitian sebesar 95% atau dengan kata lain tingkat signifikansi atau batas kesalahan yang boleh ditoleran

31

tidak lebih dari 5% (0,05).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum 1. Sejarah STIE Program Studi Akuntansi (PSA) berdiri dibawah naungan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nganjuk yang dikelola oleh Perkumpulan Pembina Lembaga Perguruan Tinggi PGRI (PPLP-PT PGRI) yang berkedudukan di Nganjuk. PSA berdiri pada tahun 1994 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan No. 087/D/O/1994, diperkuat dengan surat ijin perpanjangan operasional penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nganjuk dari DIKTI No. 2810/D/T/2003, tanggal 23 September 2003. Hal ini menunjukkan legalitas pendirian PSA serta pengakuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nganjuk adalah Institusi yang unggul dalam penyelenggaraan pendidikan. Visi dan misi sangat menentukan strategi pengembagan serta dasar kebijakan operasional kegiatan akademik STIE Nganjuk, karena visi merupakan landasan utama

penyelenggaraan program studi. Rumusan visi, dan misi didasarkan pada kondisi saat ini dan kebutuhan, peluang, serta relevansi di masa depan.

31

a. Visi STIE Nganjuk Adapun Visi STIE Nganjuk : Terciptanya lulusan yang memiliki kemampuan menerapkan ilmu ekonomi, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berbudi luhur, cerdas, terampil, profesional, mantap, mandiri, bermental wiraswasta, memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi, dan mampu berperan serta dalam pembangunan. b. Misi STIE Nganjuk Menyelenggarakan pendidikan tinggi ilmu ekonomi yang menghasilkan lulusan Sarjana Ekonomi yang berjiwa wiraswasta, menjunjung tinggi dan melaksanakan ajaran agama, memahami wawasan kebangsaan Indonesia secara utuh, untuk menjadi manusia yang berkualitas. Meningkatkan peran STIE Nganjuk sebagai lembaga yang mampu sebagai pusat rujukan masyarakat ilmiah, kritis, kreatif, dan inovatif tanggap terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mampu berperan sebagai pusat Usaha Kecil dan Menengah melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Tujuan STIE Nganjuk Berdasarkan Visi dan Misi STIE Nganjuk, maka dirumuskan tujuan untuk menghasilkan lulusan yang :

33

1) Menghasilkan Sarjana Ekonomi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, cerdas, terampil, profesional, mantap,

mandiri, bermental wiraswasta, memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi dan berorientasi kepada pembangunan Indonesia. 2) Mengembangkan, memajukan dan menyebarluaskan ilmu Ekonomi 3) Membantu memecahkan persoalan-persoalan

ekonomi dalam masyarakat. 4) Membangun, memelihara, mengembangkan hidup bermasyarakat dan kebudayaan. 5) Meningkatkan pelayanan prima kepada mahasiswa dan masyarakat untuk memelihara kualitas dan ekstensinya. 6) Meningkatkan kinerja lembaga.

Visi, misi dan Tujuan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nganjuk yang telah ditetapkan sudah didasarkan pada keadaan yang sebenarnya serta

mempertimbangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki sampai dengan saat ini, sehingga memungkinkan untuk dicapai. Penyusunan visi, misi dan tujuan tersebut di atas dilandasi pandangan bahwa persaingan di masa yang akan datang dalam dunia kerja sangat ketat, sehingga diperlukan pembekalan yang memadai bagi mahasiswa Sekolah Tinggi lmu Ekonomi Nganjuk untuk

memenangkan persaingan di dunia kerja yang menuntut untuk mempunyai kemampuan dan bidang ilmu yang ditekuni, menguasai teknologi informasi yang relevan dan mampu berinteraksi dengan masyarakat global. Dengan demikian visi, misi dan tujuan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nganjuk tersebut dijadikan acuan penyusunan rencana dan program kerja oleh sekolah tinggi dan program studi.

Program Studi Akuntansi (PSA) diasuh oleh tenaga dosen tetap sebanyak 8 orang yang terdiri dari 3 orang bergelar master (S2) dan 5 orang bergelar sarjana (S1), selanjutnya untuk memenuhi kekurangan dosen maka diambil dosen-dosen yang berkualitas yang berasal dari beberapa institusi yang khusus mencirikan PSA, dengan status sebagai dosen luar biasa. Selain berasal dari institusi tersebut, terdapat 5 dosen merupakan tenaga pengajar dari STIE yang mengasuh Mata Kuliah Umum (MKU). Staf dosen PSA berjumlah 21 orang, yang terdiri dari 10 dosen bergelar magister (48%), dan 11 dosen bergelar sarjana (52%). Dengan kualifikasi dosen seperti diatas, diharapkan PSA mampu mengelola dan menjalankan seluruh kegiatan akademik yang berbasis berkompetensi, sehingga output (lulusan) yang dihasilkan mempunyai keunggulan kompetitif dalam dunia kerja.

2. Gambaran Umum Responden Jumlah mahasiswa STIE seluruhnya 62 orang, yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok mahasiswa junior dan mahasiswa senior. Mahasiswa junior berjumlah 36 orang, yang terdiri dari 17 mahasiswa semester II dan 19

35

mahasiswa semester IV. Sedangkan mahasiswa senior berjumlah 26 orang yang terdiri dari 15 mahasiswa semester VI dan 11 mahasiswa semester VIII. Sedangkan berdasarkan jenis kelaminnya mahasiswa STIE seluruhnya terdiri dari 21 mahasiswa laki-laki dan 41 mahasiswa perempuan.

3. Lokasi STIE STIE Nganjuk terletak di lokasi yang strategis yaitu di daerah Nganjuk, Jawa Timur yang merupakan daerah pengembangan Unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dimana kompetitor dari perguruan tinggi lain yang membuka program studi sejenis tidak ada, sehingga diharapkan dapat menyerap masyarakat Kabupaten Nganjuk khususnya dan masyarakat sekitar umumnya. Lokasi tersebut terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 21 Nganjuk, Telp. (0358) 329300.

4. Struktur Organisasi Gambar 4.1 Struktur Organisasi

37

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang akademis, Ketua Program Studi dibantu oleh sekretaris program studi, sedangkan dalam bidang praktikum oleh Ketua Laboratorium. Masalah keuangan ditangani langsung oleh Bendahara institusi yang langsung bertanggung jawab kepada Ketua STIE dan Pembantu Ketua II. Adapun administrasi pendidikan ditangani oleh Badan Administrasi Akademik dan

Kemahasiswaan yang dibantu oleh staf administrasi. Berdasarkan statuta, STIE Nganjuk dilakukan penataan

kewenangan dan fungsi tugas akademik di Program Studi. Pengelolaan dan pembagian tugas staf dosen di PSA berada di bawah tanggung jawab dan wewenang Ketua PSA. Sedangkan penentuan dosen untuk mengasuh kegiatan kuliah ditetapkan dalam forum rapat dosen, yang selanjutnya disahkan dalam rapat Program Studi yang dihadiri oleh ketua Program Studi, sekretaris Program Studi, dan pimpinan STIE Nganjuk. Tujuan mekanisme ini agar penetapan dosen pengasuh kuliah benar-benar sesuai dengan bidang keilmuan yang dikembangkan di program studi dan sesuai dengan beban tugas dosen tersebut.

B. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Validitas Uji validitas mengindikasikan seberapa bagus instrumen tersebut mengukur konsep yang diharapkan untuk mengetahui apakah pertanyaan pada kuesioner sudah sesuai dengan konsepnya. Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur untuk mengukur apa yang diukur. Hasil

penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. valid tidaknya suatu item instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi product moment Pearson dengan level signifikansi 5% dengan nilai kritisnya. Tujuan uji validitas dalam penelitian ini adalah untuk memastikan secara statistik apakah butir pertanyaan yang dipergunakan penelitian valid atau tidak, dalam arti dapat dipergunakan sebagai alat dalam pengambilan data penelitian. Menurut Arikunto (2002 : 162), pengujian validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan

mengkorelasikan skor pada masing-masing item dengan skor totalnya. Untuk mengetahui apakah nilai korelasinya signifikan atau tidak, maka dilakukan perbandingan nilai rtabel dengan rhitung, apabila nilai rtabel > dari nilai rhitung maka dapat dikatakan item pertanyaan tersebut valid. Nilai rtabel dapat dilihat pada tabel statistik, nilai rtabel untuk jumlah responden 62 adalah sebesar 0,21. Hasil uji validitas dengan bantuan program SPSS for Windows versi 11.0 dapat dilihat pada tabel 4.1.

39

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Instrumen Soal Akuntan Sebagai Karir 9 10 11 2 5 7 14 1 4 6 8 12 3 13 15 rhitung 0,481 0,398 0,753 0,437 0,609 0,690 0,296 0,761 0,452 0,717 0,421 0,474 0,671 0,638 0,645 rtabel 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Akuntansi Sebagai Ilmu

Akuntan Sebagai Profesi

Akuntansi Sebagai Aktivitas Kelompok

Sumber : Data Primer (Diolah, 2008) Lampiran 4

Dari hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan seluruh item pertanyaan valid, hal ini dibuktikan dengan seluruh r hitung > rtabel.

2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. instrumen dapat dikatakan andal (reliabel) bila memiliki koefisien keandalan reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih (Arikunto 2002, 193). Uji reliabilitas yang digunakan adalah dengan Alpha

Cronbach. Bila alpha lebih kecil dari 0,6 maka dinyatakan tidak reliabel dan sebaliknya dinyatakan reliabel. Pengujian reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasi pengujian reliabilitas terhadap semua variabel ditunjukkan tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Alpha Akuntan Sebagai Karir Akuntansi Sebagai Ilmu Akuntan Sebagai Profesi Akuntan Sebagai Aktivitas Kelompok
Sumber : Data Primer (Diolah, 2008) Lampiran 5.

Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

0,6366 0,6465 0,7182 0,7371

Berdasarkan tabel di atas hasil uji reliabilitas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien Cronbach Alpha pada masing-masing instrumen nilainya lebih besar dari 0,60 yang berarti seluruh butir pertanyaan dalam instrumen penelitian adalah handal. Sehingga butir-butir pertanyaan dalam instrumen penelitian dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya.

C. Analisa Data Penelitian Hasil penelitian yang akan disajikan berikut ini adalah hasil analisis statistik deskriptif. Deskripsi hasil analisis deskriptif adalah gambaran karakteristik data dari setiap variabel yang dijelaskan secara tunggal dan disajikan berdasarkan hasil perhitungan rata-rata (means), modus (Mo), median (Me) dan tabel distribusi frekuensi Penyajian hasil secara deskriptif dimaksudkan agar lebih mudah mendapatkan gambaran tentang karakteristik

41

data dari setiap variabel yang diteliti. Data kuesioner diklasifikasikan menjadi dua yaitu data persepsi dari mahasiswa senior dan data persepsi dari mahasiswa junior. Untuk menentukan apakah seorang mahasiswa tergolong memiliki persepsi positif atau negatif, maka digunakan median (nilai tengah) sehingga dapat diklasifikasikan mahasiswa dengan skor di bawah nilai median dianggap memiliki persepsi negatif, sedangkan mahasiswa dengan skor sama atau di atas nilai median dianggap memiliki skor positif. Acuan skor yang digunakan adalah semakin tinggi skor responden, semakin baik atau semakin positif persepsinya, sedangkan semakin rendah skor semakin negatif persepsinya. Hasil distribusi frekuensi dapat dilihat pada Lampiran 6. Adapun hasil deskripsi frekuensi instrumen disajikan pada tabel 4.3 dibawah ini : Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Instrumen Penelitian Akuntan Sebagai Karir 62 8,1452 8,0 8,0 Akuntansi Sebagai Ilmu 62 13,6935 14,0 12,0 Akuntan Sebagai Profesi Akuntansi Sebagai Aktivitas Kelompok

Diskripsi Jumlah Responden Rata-rata Median Modus

62 62 17,0323 10,0806 17,5 10,0 20,0 10,0

Sumber : Data Primer (diolah, 2008) Lampiran 6.

Dari hasil nilai median di atas dapat digunakan untuk menentukan persepsi mahasiswa junior dan mahasiswa senior sesuai dengan instrumen masing-masing. 1. Persepsi Mahasiswa Akuntan Sebagai Karir Mahasiswa dikelompokkan dalam persepsi positif apabila skor yang

diperoleh sama atau sama dengan nilai median (8,0). Hasil penelitian menunjukkan dari 36 mahasiswa junior, terdapat 18 mahasiswa yang berpersepsi positif dan 18 mahasiswa yang berpersepsi negatif terhadap akuntan sebagai karir. Sedangkan dari 26 mahasiswa senior, yang mempunyai persepsi positif terhadap akuntan sebagai karir sebanyak 24 orang, dan yang berpersepsi negatif sebanyak 2 orang. Data ini dapat dilihat pada Lampiran 6. (Crosstabs) yang disajikan seperti tabel 4.4 di bawah ini : Tabel 4.4 Persepsi Mahasiswa Akuntan Sebagai Karir Mahasiswa Junior Senior Total 18 24 42 Persepsi Positif Negatif 18 2 20 36 26 Total

Sumber : Data Primer (diolah, 2008) Lampiran 6.

2. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Sebagai Bidang Ilmu Mahasiswa dikelompokkan dalam persepsi positif apabila skor yang diperoleh sama atau sama dengan nilai median (12,0). Hasil penelitian menunjukkan dari 36 mahasiswa junior, terdapat 28 mahasiswa yang berpersepsi positif dan 8 mahasiswa yang berpersepsi negatif terhadap akuntansi sebagai bidang ilmu. Sedangkan dari 26 mahasiswa senior, yang mempunyai persepsi positif terhadap akuntansi sebagai bidang ilmu sebanyak 7 orang, dan yang berpersepsi negatif sebanyak 19 orang. Data ini dapat dilihat pada Lampiran 6. (Crosstabs) yang disajikan seperti

43

tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5 Persepsi Mahasiswa Akuntan Sebagai Karir Mahasiswa Junior Senior Total 28 7 42 Persepsi Positif Negatif 8 19 20 36 26 Total

Sumber : Data Primer (diolah, 2008) Lampiran 6.

3. Persepsi Mahasiswa Akuntan Sebagai Profesi Mahasiswa dikelompokkan dalam persepsi positif apabila skor yang diperoleh sama atau sama dengan nilai median (20,0). Hasil penelitian menunjukkan dari 36 mahasiswa junior, terdapat 13 mahasiswa yang berpersepsi positif dan 23 mahasiswa yang berpersepsi negatif terhadap akuntan sebagai profesi. Sedangkan dari 26 mahasiswa senior, yang mempunyai persepsi positif terhadap akuntan sebagai profesi sebanyak 18 orang, dan yang berpersepsi negatif sebanyak 8 orang. Data ini dapat dilihat pada Lampiran 6. (Crosstabs) yang disajikan seperti tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6 Persepsi Mahasiswa Akuntan sebagai Profesi Mahasiswa Persepsi Positif Negatif Total

Junior Senior Total

13 18 42

23 8 20

36 26

Sumber : Data Primer (diolah, 2008) Lampiran 6.

4. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Sebagai Aktivitas Kelompok Mahasiswa dikelompokkan dalam persepsi positif apabila skor yang diperoleh sama atau sama dengan nilai median (17,5). Hasil penelitian menunjukkan dari 36 mahasiswa junior, terdapat 20 mahasiswa yang berpersepsi positif dan 16 mahasiswa yang berpersepsi negatif terhadap akuntansi sebagai aktivitas kelompok. Sedangkan dari 26 mahasiswa senior, yang mempunyai persepsi positif terhadap akuntansi sebagai aktivitas kelompok sebanyak 21 orang, dan yang berpersepsi negatif sebanyak 5 orang. Data ini dapat dilihat pada Lampiran 6. (Crosstabs) yang disajikan seperti tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.7 Persepsi Mahasiswa Akuntansi Sebagai Aktivitas Kelompok Mahasiswa Junior Senior Total 20 21 42 Persepsi Positif Negatif 16 5 20 36 26 Total

Sumber : Data Primer (diolah, 2008) Lampiran 6.

D. Pembahasan Untuk mengetahui adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa

45

senior dan junior, maka dilakukan perbandingan skor antar dua kelompok tersebut dengan Uji Mann Whitney. Uji Mann Whitney adalah uji yang digunakan untuk menguji perbedaan 2 kelompok sampel antar sebuah isu tertentu. Uji Mann Whitney dapat dihitung dengan bantuan program SPSS for Windows versi 11.0 seperti pada Lampiran 7.

Tabel 4.8 Hasil Uji Mann-Whitney Instrumen Perbedaan Persepsi Mahasiswa Junior Akuntan sebagai karir Akuntansi sebagai bidang ilmu Akuntan sebagai profesi Akuntan sebagai aktivitas kelompok
Sumber : Data Primer (diolah, 2008) Lampiran 7.

Asymp. Signifikan

Senior 1044,5 0,001 623,0 0,005 1045,0 0,001 993,5 0,012

908,5 1330,0 908,0 959,5

Dari pengujian diatas tampak bahwa yang signifikan berbeda adalah semua kelompok pernyataan, dimana tingkat signifikansi dari semua kelompok pernyataan < 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh instrumen dapat digunakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Dari hasil uji beda dapat diketahui pada instrumen yang menyatakan Akuntansi sebagai karir, mahasiswa senior memiliki nilai 1044,5, sedangkan nilai mahasiswa junior sebesar 908,5. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai mahasiswa senior lebih besar daripada nilai mahasiswa junior (1044,5 > 908,5). Karena nilai mahasiswa senior lebih besar daripada nilai mahasiswa

junior, maka dapat disimpulkan bahwa lebih banyak mahasiswa senior yang menganggap akuntansi sebagai karir, mereka lebih mengutamakan akuntansi untuk karir mereka di masa depan daripada mahasiswa junior. Dari hasil uji beda dapat diketahui pada instrumen yang menyatakan Akuntansi sebagai bidang ilmu, mahasiswa senior memiliki nilai 623, sedangkan nilai mahasiswa junior sebesar 1330. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai mahasiswa junior lebih besar daripada nilai mahasiswa senior (1330 > 623). Karena nilai mahasiswa junior lebih besar daripada nilai mahasiswa senior, maka dapat disimpulkan bahwa banyak mahasiswa junior yang menganggap akuntansi itu merupakan suatu bidang ilmu atau teori yang diajarkan dalam study mereka. Wawasan mahasiswa junior masih sempit, dimana mereka hanya memandang akuntansi itu sebagai bidang ilmu saja. Dari hasil uji beda dapat diketahui pada instrumen yang menyatakan Akuntansi sebagai profesi, mahasiswa senior memiliki nilai 1045, sedangkan nilai mahasiswa junior sebesar 908. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai mahasiswa senior lebih besar daripada nilai mahasiswa junior (1045 > 908). Karena nilai mahasiswa senior lebih besar daripada nilai mahasiswa junior, maka dapat disimpulkan bahwa lebih banyak mahasiswa senior yang menganggap akuntansi sebagai profesi, mereka memiliki pandangan yang lebih luas yang mana akuntansi itu tidak hanya suatu teori-teori saja yang hanya diajarkan dalam perkuliahan, tetapi juga suatu alat untuk profesi mereka. Dari hasil uji beda dapat diketahui pada instrumen yang menyatakan Akuntansi sebagai aktivitas kelompok, mahasiswa senior memiliki nilai 993,5,

47

sedangkan nilai mahasiswa junior sebesar 959,5. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai mahasiswa senior lebih besar daripada nilai mahasiswa junior (993,5 > 959,5). Karena nilai mahasiswa senior lebih besar daripada nilai mahasiswa junior, yang artinya persepsi mahasiswa senior mengenai akuntansi sebagai aktivitas kelompok lebih positif daripada mahasiswa junio.

Pada tabel 4.8 tampak bahwa probabilitas keempat pernyataan di atas memiliki probabilitas dibawah 0,05 sehingga dalam hal ini H1 diterima. Artinya Terdapat perbedaan persepsi mengenai profesi akuntan antara mahasiswa junior dan mahasiswa senior. Pada pernyataan akuntan sebagai profesi, skor positif mahasiswa senior lebih besar daripada skor mahasiswa junior, maka dapat disimpulkan bahwa H2 diterima. Artinya mahasiswa senior Program Strata 1 Akuntansi STIE Nganjuk dominan memiliki persepsi positif tentang Profesi Akuntan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan persepsi antara mahasiswa senior dan junior mengenai profesi akuntan pada program strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nganjuk, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk pernyataan mengenai akuntan sebagai suatu karir, skor mahasiswa senior lebih tinggi daripada skor mahasiswa junior yang artinya persepsi mahasiswa senior mengenai akuntan sebagai karir lebih positif daripada mahasiswa junior. 2. Untuk pernyataan mengenai akuntansi sebagai bidang ilmu, skor mahasiswa junior lebih tinggi daripada skor mahasiswa senior yang artinya persepsi mahasiswa junior mengenai akuntansi sebagai bidang ilmu lebih positif daripada mahasiswa senior. Hal ini dimungkinkan karena mahasiswa junior belum memahami tentang akuntansi secara keseluruhan, yang mereka ketahui adalah akuntansi merupakan suatu

bidang ilmu yang mereka pelajari di perkuliahan.

49

3.

Untuk pernyataan mengenai akuntan sebagai suatu profesi, skor mahasiswa senior lebih tinggi daripada skor mahasiswa junior yang artinya

48

persepsi mahasiswa senior mengenai akuntan sebagai suatu profesi lebih positif daripada mahasiswa junior.

4.

Sedangkan

Untuk

pernyataan

mengenai

akuntansi sebagai aktivitas kelompok, skor mahasiswa senior lebih tinggi daripada skor mahasiswa junior yang artinya persepsi

mahasiswa senior mengenai akuntansi sebagai aktivitas kelompok lebih positif daripada

mahasiswa junior. Hal ini menunjukkan bahwa sejalan dengan proses pendidikan yang telah dijalani mahasiswa senior, mereka mendapat gambaran tentang ruang lingkup pekerjaan akuntan yang lebih luas dimana akuntansi adalah juga merupakan aktifitas kelompok. Mahasiswa senior sadar bahwa tujuan dia belajar akuntansi adalah untuk berkarir dan berprofesi sebagai akuntan yang handal. 5. Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan mengenai profesi akuntan antara mahasiswa junior dan mahasiswa senior

dapat dibuktikan. 6. Dugaan pada hipotesis kedua yang menyatakan bahwa mahasiswa senior Program Strata 1 Akuntansi STIE Nganjuk dominan memiliki persepsi positif tentang Profesi Akuntan juga dapat diterima. Hal ini terbukti pada persepsi mahasiswa senior mengenai akuntansi sebagai profesi, karir dan aktivitas kelompok lebih positif daripada persepsi mahasiswa junior. 7. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Marriott dan Marriott (dalam Yulianti, 2007) yang menyebutkan bahwa pendidikan akuntansi justru menyebabkan menurunnya persepsi positif mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan.

8.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fitriany (2007) yang membuktikan bahwa pada program S-1, mahasiswa senior memiliki

persepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa junior mengenai akuntan sebagai profesi. Selain itu mahasiswa senior juga

memiliki persepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa junior mengenai akuntan sebagai aktifitas kelompok.

51

B. Saran 1. Survey dalam penelitian ini dilakukan pada satu universitas, karenanya hasil dari penelitian ini bisa saja unik dalam artian hanya terjadi dalam universitas tempat dilakukannya survey saja. 2. Survey dalam penelitian ini ini dilakukan secara tertulis sehingga tidak terlepas kemungkinan adanya responden yang kurang memahami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, survey ini dapat juga dilakukan juga secara interview. 3. Dalam melihat efektivitas kurikulum, dapat dilakukan survey secara longitudinal selama beberapa tahun (responden yang sama dilihat perubahan responnya dari tahun ke tahun).

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2002. Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Profesi Akuntan Publik: Sebuah Studi Empiris. Journal Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Informasi Vol 2 No 1 April 2002. Jakarta. Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Bawono, Icuk Rangga, Mochamad Novelsyah, Arum Lutfia, Sulung Wahyuningsih. 2007. Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Reguler Tentang Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Studi Kasus pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Jawa Tengah. Surakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surakarta.

Beauchamp, Bowie, Murphy dan Laczniak (1993) Gibson, L/ James, Ivancevich dan Donnely. 2000. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. Goa, J.C. and L. Thorne. 2004. An Introduction to The Special Issue on Professionalism and Ethics in Accounting Education, Issues in Accounting Education, vol 19, (2004) pp.365-383. Malhotra, Naresh K. 1998. Marketing Research, London, Prentice-Hall International Inc. Menyoal Etika Profesi Akuntan. http://www.riautoday.com/new/index. php? option= com_content&task=view&id=5801&Itemid=16. 2008 Profesi Akuntan. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntan Robbins, Stephen. 2000. Marketing Management. London: Prentice-Hall International Inc. Santika, C.S, 2005, Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi di Indonesia, Skripsi. Purwokerto. Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman. Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Kelima, Bandung : CV. Alpha Betha. Sunarto, 2006, Perilaku Konsumen, Yogyakarta : Penerbit Amus. Sutaat. 2006. Persepsi Legislatif Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Daerah. Tesis.

53

Umar, Husein. 2001. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka. Utak-Atik Etika Bisnis. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntan Yulianti, Fitriany. 2007. Perbedaan Persepsi Antara Mahasiswa Senior Dan Junior Mengenai Profesi Akuntan, Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. Universitas Hassanudin (26 28 Juli 2007).

Anda mungkin juga menyukai