Anda di halaman 1dari 26

Proposal Skripsi

Judul:
Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Software Isis Proteus Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Mata Pelajaran Elektronika Dasar di SMKN Kacau Balau

Disusun Oleh: Mohamad Farizal 5215080284 Pend. Tek. Elektronika Reguler

Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai. istilah kompetensi

berhubungan dengan dunia pekerjaan. Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu Rustyah (dalam Yamin Martinis, 2010:12). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan Herry (dalam Yamin Martinis, 2010:13). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan pra-jabatan dan/atau latihan. Dalam bidang keguruan, kompetensi mengajar dapat dikatakan merupakan kemampuan dasar yang mengimplikasikan apa yang seharusnya dilaksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai. istilah kompetensi berhubungan dengan dunia pekerjaan. Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu Rustyah (dalam Yamin Martinis, 2010:12). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan Herry (dalam Yamin Martinis, 2010:13). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan pra-jabatan dan/atau

latihan. Dalam bidang keguruan, kompetensi mengajar dapat dikatakan merupakan kemampuan dasar yang mengimplikasikan apa yang seharusnya dilaksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Salah satu contoh kompetensi yang harus dikuasai siswa terutama siswa SMK yaitu menganalisis rangkaian elektronik pada mata pelajaran Elektronika Dasar yang terdapat di dalam KTSP SMKN Kacau Balau sebagai objek penelitian. Kompetensi menganalisis rangkaian elektronik mata pelajaran Elektronika Dasar menekankan, siswa agar menguasai komponen-komponen elektronika, baik komponen aktif maupun komponen pasif yang akan menunjang dalam menganalisis rangkaian-rangkaian elektronik, karena dalam kompetensi menganalisis rangkaian elektronika diberikan konsep-konsep dasar rangkaian seriparalel komponen dan perhitungan rangkaian elektronika yang dapat menuntun siswa untuk menguasai secara professional dalam hal menganalisis rangkaian elektronik. Kompetensi menganalisis rangkaian elektronika mata pelajaran Elektronika Dasar, terdapat beberapa materi yang diajarkan kepada siswa diantaranya kompoen pasif (resistor, kapasitor, induktor, dan transformator), komponen aktif (dioda, transistor bipolar, dan thyristor). Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan penulis pada saat melakukan Program Latihan Profesi di SMKN Kacau Balau, dapat diketahui siswa kurang memahami konsep terhadap pelajaran yang diberikan, siswa belum dapat menghubungkan pengetahuan yang dipelajarinya dalam aplikasi dikehidupan nyata. Hal lain yang juga menjadi faktor kesulitan siswa adalah kurangnya keberanian siswa untuk berinteraksi dengan guru. Guru masih menjadi pusat pembelajaran, sehingga siswa hanya menerima begitu saja materi yang diajarakan, kegiatan praktikum yang kurang, mengakibatkan siswa menjadi tidak begitu semangat dalam

melaksanakan pembelajaran serta siswa kurang memahami materi karena tidak menemukan sendiri konsep materi yang bisa didapat dari kegiatan praktikum. Oleh karena itu salah satu kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan menjadi kurang. Serta kurangnya motivasi dan semangat dari siswa, karena kejenuhan siswa dalam proses belajar mengajar karena kurangnya praktikum atau kegiatan lain yang dapat membantu siswa memahami konsep pelajaran yang akan dipelajari. Selama proses pembelajaran siswa seharusnya ikut terlibat secara langsung agar siswa memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran. Menurut Dewey (dalam Hamalik, 1991: 47) siswa akan mendapat pengalaman dengan keterlibatan secara aktif dan pribadi daripada yang diperoleh dengan melihat atau menonton isi atau konsep. Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah. Pada pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses, siswa diarahkan untuk terbiasa membangun pengetahuhan lewat suatu proses yang harus dilaluinya sehingga mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan mengarahkan siswa kepada penyelidikan dan penemuan (inquiry) yang dapat menciptakan kegiatan yang berpusat kepada siswa membentuk konsep diri, memperoleh pengalaman-pengalaman baru, serta menggunakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk memecahkan masalah. Keinginan siswa akan terpacu sehingga memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga menemukan jawaban. Dari hasil penelitian lain yang telah dilaksanakan oleh Dany Maulana (2008) dan Muhamamad Yusuf (2009) mengenai model pembelajaran inkuiri terbimbing menunjukan adanya peningkatan hasil belajar dan aktifitas interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa.

Karena pada dasarnya model pembelajaran inkuiri menekankan siswa menemukan sendiri konsepkonsep pelajaran, dan harus dibimbing oleh guru. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian adalah titik tolak yang penting agar yang hendak dikajinya memperoleh sasaran yang tepat dan terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : Apakah penggunaan media pembelajaran berbasis ISIS Proteus dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasan konsep materi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar pada kompetensi Menganalisis Rangkaian Elektronik mata pelajaran Elektronika Dasar di SMKN kacau balau. Penulis merumuskan masalah penelitian ini dapat dijadikan beberapa pertanyaan yang lebih spesifik, yaitu : 1. Bagaimana kemungkinan penggunaan media pembelajaran berbasis ISIS Proteus dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada kegiatan belajar mengajar dikelas yang belum menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis ISIS Proteus dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing? 3. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor setelah digunakan media pembelajaran berbasis ISIS Proteus dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing? 4. Bagaimana tanggapan dan kesan siswa terhadap penggunaan media pembelajaran berbasis ISIS Proteus dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing?

1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan media pembelajaran berbasis ISIS Proteus dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Secara khusus tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Mengetahui hasil belajar siswa tiap siklus pada kompetensi Menganalisis Rangkaian mata pelajaran Elektronik Elektronika Dasar. 2. Mengetahui sikap atau tanggapan siswa tentang pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing. 3. Mengetahui kendala-kendala dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing yang dialami guru dan siswa. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi sekolah sebagai informasi dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran. 2) Bagi guru-guru selaku pendidik sebagai strategi pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, serta membantu guru menciptakan kegiatan belajar yang menarik. 3) Bagi siswa dapat meningkatkan minat belajar rangkaian elektronik melalui aktivitas praktikum dan materi di kelas sehingga siswa lebih mendalami konsep yang sedang dipelajari. Serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih aktif

mengajukan pendapat, bertanya, menyanggah pendapat, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran berlangsung. 4) Bagi peneliti digunakan untuk menambah pengetahuan dalam membekali diri sebagai calon guru yang memperoleh pengalaman penelitian secara ilmiah agar kelak dapat dijadikan modal sebagai guru dalam mengajar.

BAB II KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Belajar dalam Konteks Pembelajaran Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil akhir hayat seseorang. Gage dalam (dalam Dany Maulana, 2006:7) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana organisme berubah perilakunya diakibatkan pengalaman, sedangkan menurut Gedler dalam (dalam Dany Maulana, 2008:7) berpendapat bahwa belajar merupakan proses untuk memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap. Menurut Winkel dalam (dalam Dany Maulana, 2008:7) belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru. Adapun ciri-ciri belajar menurut William Burton dalam Hamalik (2005:31) sebagai berikut: 1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui. 2. Proses situasi melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu. 3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.

4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu. 5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan. 6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual dikalangan murid-murid. 7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalamanpengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid. 8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan. 9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. 10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara tepisah. 11. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan. 12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan. 13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya. 14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik. 15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda. 16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat komplek dan dapat berubah-ubah (adaptabel). Jadi tidak sederhana dan statis. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (dalam Muhammad Yusuf, 2009:25). Menurut Kartini (dalam Muhammad Yusuf, 2009:26) pembelajaran dapat didefiniskan sebagai pengorganisasian atau penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang sebaik-baiknya, yang memungkinkan terjadinya belajar pada siswa. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa pembelajaran adalah proses belajar yang terjadi pada kondisi lingkungan yang kondusif yang diatur sedemikian rupa. Untuk mencapai kondisi yang menjadikan siswa belajar maka diperlukan suatu model pembelajaran. Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperhatikan pola (tahapan kegiatan guru dan siswa dalam peristiwa pembelajaran) pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa.

Dalam pengajaran keteknikan akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi, model pembelajaran ini bertitik tolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi, yaitu merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenal masalah dan mencoba mencari solusinya serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menangani masalah tersebut. Pada beberapa model pembelajaran ada yang berhubungan dengan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehingga dalam belajar siswa menekankan pada produktifitas berfikir, salah satunya adalah model pembelajaran inkuiri.

2.1.2 Hasil belajar Sudjana (dalam Adela, 2006:22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Dari hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang diberikan berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam proses pembelajaran. Menurut Sudjana (dalam Adela, 2006: 22) hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu: a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek yaitu pengetahuan/ ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah Psikomotorik Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa meliputi sejumlah kemampuan yang dapat memberikan gambaran atas kegiatan dalam belajar. Untuk itu, hasil belajar diklasifikasikan oleh para ahli sebagai berikut: 1) Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, dan (c) sikap dan cita-cita. (Nana Sudjana dalam, Adela 2006 : 30). 2) Gagne mengemukakan pembagian hasil belajar sebagai berikut: (a) keterampilan motorik, (b) sikap, (c) informasi verbal, (d) strategi kognitif dan (e) keterampilan intelektual. (Moch Ali dalam, Adela 2006 : 30). 3) Dalam Sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar Benyamin S. Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Dalam penelitian ini, dengan mempertimbangkan waktu dan tujuan maka hasil belajar yang diukur hanya dari aspek kognitif. Hasil belajar memiliki hubungan erat dengan proses belajar. Dimana proses belajar adalah proses kegiatan siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan hasil belajar merupakan gambaran kemampuan yang ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku setelah siswa mengikuti proses belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi secara umum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu faktor intern dan factor ekstern. Faktor intern adalah

faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu: a. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan). b. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). 2.1.3 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 2.1.3.1 Definisi Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Menurut Ahmadi, Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan (dalam Muhammad Yusuf, 2009:35). Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberikan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka menemukan sendiri konsep-konsep yang direncanakan oleh guru (dalam Muhammad Yusuf, 2009:35). Inkuiri adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan,minformasi atau mempelajari suatu gejala. Wayne Welch (dalam Susilawati, 2004:31) berpendapat bahwa metode penyelidikan

ilmiah sebagai proses inkuiri. Ia juga mengidentifikasi lima sifat dari proses inkuiri, yaitu pengamatan, pengukuran, eksperimentasi, komunikasi, dan proses-proses mental. Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri, guru harus membimbing siswa terutama siswa yang belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, W.R Romey membedakan inkuiri menjadi dua tingkat (dalam Susilawati, 2004:32), yaitu : a) Inkuiri dengan aktivitas terstruktur. Dalam inkuiri dengan Aktivitas terstruktur siswa memperoleh petunjuk petunjuk lengkap yang mengarahkan pada prosedur yang didesain untuk memperoleh sesuatu konsep atau prinsip tertentu. b) Inkuiri dengan aktivitas tidak terstruktur Dalam inkuiri dengan Aktivitas Tidak Terstruktur, hanya terdapat penyajian masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur-prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan Carin dan Sund berpendapat bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah (dalam Susilawati, 2004:33). Diantara model-model inkuiri yang lebih cocok untuk siswa siswa SMK adalah inkuiri induktif terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa

sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkahlangkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru. Menurut Gulo (dalam A.M Sardiman, 2004:21), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut: a. Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir. b. Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. c. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri. d. Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas. e. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan. f. Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. g. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

2.1.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Menurut Sanjaya (dalam Muhammad Yusuf, 2009:30) menyatakan

bahwapembelajaran inkuiri terbimbing mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: A. Orientasi Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:  Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa  Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan

setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan  Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. B. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusanmasalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. C. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. D. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan

data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. E. Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. F. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar. 2.1.3.3 Kelebihan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Menurut Suryobroto (dalam A.M Sardiman, 2004:24) ada beberapa kelebihan pembelajaran inkuiri antara lain : 1. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

2. Membangkitkan gairah pada siswa misalkan siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan. 3. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan. 4. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. 5. Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar. 6. Strategi ini berpusat pada anak, misalkan memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang jawabanya belum diketahui. 2.1.3.4 Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Kelemahan inkuiri menurut Suryobroto (dalam A.M Sardiman, 2004:26) adalah sebagai berikut: 1. Dipersyaratkan keharusan ada persiapan mental untuk cara belajar ini. 2. Pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalnya sebagian waktu hilang karena membantu siswa menemukan teori-teori atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. 3. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran secara tradisional jika guru tidak menguasai pembelajaran inkuiri.

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Pada penelitian ini digunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research (CAR). Dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan. 1. Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik dan penting bagi peneliti. 2. Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakaukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan. 3. Kelas, adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata diatas, dapat dsismpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi terjadi dalam sebuah kelas secara bersama dalam (dalam Arikunto, 2009:3). Menurut McNiff memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri terhadap kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatkan hasil belajar, pengembangan keahlian mengajar, dan sebaginya. (dalam Arikunto, 2009:4). Sedangkan dalam (Dany Maulana, 2008:26) penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Tujuan utama PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan itu dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk

memprediksikan keadaan lalu kemudian mencobakan secara sistematis sebagai tindakan alternatif dalam pemecahan masalah pembelajaran di kelas. Dalam PTK model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin (dalam Arikunto, 2009:5) didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukan langkah, yaitu: 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukan sebuah siklus atau kegiatan berulang. Siklus inilah yang sebetulnya menjadi salah satu ciri utama dari PTK. Setelah satu siklus selesai, barangkali guru menemukan masalah baru atau masalah lama yang belum tuntas dipecahkan, dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang sama seperti pada siklus satu. Dengan demikian, berdasarkan hasil tindakan atau pengalaman pada siklus pertama guru akan kembali mengikuti langkah perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi pada siklus dua. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dengan peneliti dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model inkuiri terbimbing. Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (dalam Muhammad Yusuf, 2009:35). Dalam pelaksanaanya guru mata diklat berperan sebagai guru yang akan melakukan pengajaran dengan Planning Reflection Action & Observation Re-plan Reflection Action & Observation Re-plan Reflection Action & Observation Re-plan menerapkan model pembelajaran yang telah direncanakan dan disusun, sedangkan peneliti dan teman sejawat bertindak sebagai pengamat (observer) selama pembelajaran berlangsung. Selain itu guru kelas juga berperan dalam memberikan saran perbaikan untuk mengatasi kekurangankekurangan dalam pembelajaran.

3.2 Desain Penelitian Desain penelitian pada penelitian ini berpedoman pada proses penelitian yang digunakan oleh Kemmis dan Taggart yang meliputi rencana tindakan, bertindak, dan melakukan refleksi dan merancang tindakan selanjutnya.Tindakan tersebut diberikan guru atau dengan arahan dari guru dan dilakukan siswa. Tahapan PTK dapat dilihat pada gambar 3.1.

Perencanaan

Refleksi

SIKLUS I

Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi

SIKLUS II

Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 3.1 Tahap Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2009:16) Konsep pokok penelitian tindakan ini terdiri atas empat komponen, yaitu: perencanaan (planning) pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus. Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan sebanyak 3 siklus atau jika telah menunjukan hasil yang baik dalam 2 siklus maka dihentikan hingga 2 siklus. Seperti yang katakan oleh Tim Penilai Angka Kredit kenaikan jabatan Guru dalam Arikunto (2009:22), Penelitian tindakan harus dilakukan sekurang-kurangnya dalam dua

siklus tindakan yang berurutan. Informasi dari siklus terdahulu sangat menentukan bentuk siklus berikutnya.

3.3 Setting Penelitian PTK dilakukan selama semester I (ganjil) pada bulan Agustus sampai bulan Desember tahun pelajaran 2011/2012 di Kelas XI SMK. Dan sebagai tindak lanjut dari penelitian dilakukan pengamatan pada semester berikutnya.

3.4 Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK 25 orang siswa.

3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan metode pengamatan (observasi), tes, wawancara, dan Dokumentasi. 1. Observasi Observasi adalah pengamatan langsung para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan. Observasi meliputi observasi sistematis dan operasi non sistematis. Observasi sistematis adalah observasi yang dilakukan peneliti dengan menggunakan instrument pengamatan dan dilaksanakan pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Sedangkan observasi non sistematis adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti tanpa menggunakan instrumen penelitian. Peneliti menggunakan observasi sistematis yang menggunakan pedoman berupa format observasi terdiri dari nomer urut, subyek, aspek yang diobservasi. Aspek yang diobservasi antara lain aktivitas siswa, kinerja siswa dalam menggambar animasi, kepuasan siswa pada model pembelajaran.

Hasil pengamatan yang dicatat adalah aktivitas siswa selama pembelajaran, dan kinerja siswa dalam menggambar animasi, dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang diisi guru pamong. Pada lembar observasi menggunakan skala 4 yaitu 1 (tidak baik), 2 (Cukup Baik), 3 (Baik), 4 (Sangat Baik). Ketentuan mengenai objek pengamatan termasuk kategori sangat baik, baik, cukup baik, dan kurang baik dapat dilihat pada lampiran. b. Metode Tes Tes yang digunakan pada PTK ini adalah tes praktek dengan penilaian produk dari hasil gambar animasi siswa. 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tujuan akhir dari penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa, meningkatnya aktivitas siswa dan aktivitas guru melalui penerapan model inkuiri terbimbing. 3.6.1 Data Hasil Tes A. Aspek Kognitif Jenjang yang diukur pada aspek kognitif yang dimaksud berupa pemahaman dan penguasaan materi pelajaran yang diberikan kepada siswa, pada tingkatan 1, 2, dan 3. Aspek ini dinilai berdasarkan hasil tes pada setiap siklus, dengan instrumen yang digunakan adalah lembar tes kognitif.

Tabel 3.1. Tingkat keberhasilan aspek kognitif


PROSENTASE RATA-RATA 90%-100% 75%-89% 55%-74% 31%-54% 0%-30% KATEGORI Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

(Gunawan dalam Dany Maulana,2008:37)

TK !

7S x100% 7S max

Keterangan: TK =Prosentase tingkat keberhasilan belajar siswa (%) S =Jumlah skor yang diperoleh siswa Smax = Skor Maksimum

B. Aspek Afektif dan Psikomotor Aspek afektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang berhubungan dengan tahapan-tahapan model inkuiri terbimbing yang kriterianya telah ditentukan. Sedangkan aspek psikomotor dalam penelitian ini adalah kinerja siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aspek afektif dan psikomotor dengan menentukan indeks prestasi kelompok (IPK). Menurut Wayan dan Sumantana dalam Panggabean, Luhut (1989;29). Indeks prestasi kelompok (IPK) dapat dihitung dengan membagi nilai rata-rata untuk seluruh aspek penilaian, dengan skor maksimal yang mungkin dicapai dalam tes.

Tabel 3.2. Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok untuk Aspek Afektif
No 1 2 3 4 5 Kategori Prestasi Kelas 0,00 IPK 30,00 30,00 IPK 55,00 55,00 IPK 75,00 75,00 IPK 90,00 90,00 IPK 100,00 Interpretasi Sangat negatif Negatif Netral Positif Sangat positif

(Adaptasi dari Luhut P. Panggabean dalam Taufik ,2008:51) Tabel 3.3. Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok untuk Aspek Psikomotor.
No 1 2 3 4 5 Kategori Prestasi Kelas 0,00 IPK 30,00 30,00 IPK 55,00 55,00 IPK 75,00 75,00 IPK 90,00 90,00 IPK 100,00 Interpretasi Sangat kurang terampil Kurang terampil Cukup terampil Terampil Sangat terampil

(Adaptasi dari Luhut P. Panggabean dalam Taufik,2008:51)

DAFTAR PUSTAKA 1. Adela. (2006). Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Inkuiri. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA-UPI: tidak diterbitkan 2. Alam, Syah. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Kontektual Pada Mata Diklat Menganalisis Rangkaian Listrik dan Elektronika di SMKN 12 Bandung. 3. Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta 4. Arikunto, S (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara 5. Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. 6. Hamalik, O. (2005). Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 7. Maulana, Dany. (2008).Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Memecahkan Masalah di SMKN 12 bandung. 8. Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 9. Yamin, M. (2007). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Perada Press Persada 10. Yusuf, Muhammad.(2009). Penerapan Model Pembelajaran Guide Inquiri pada Standar Kompetensi Melakukan Overhaul Engine di SMKN 8 Bandung.

Anda mungkin juga menyukai