Anda di halaman 1dari 8

BAB I Farmako Kinetik Obat

I.Dasar teori
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan tiga kelompok, yakni zat zat long-acting dan ultra short-acting. Zat long- acting 1.klordiazepoksida, diazepam, dan furazepam. Diazepam memiliki plasma t1/2 dari 20 54 jam, sedangkan t1/2 deriva-desmetilnya sampai 120 jam, sehingga efeknya sangat diperpanjang.

1.Farmako Kinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi penggunaanya dalam klinik karena menetukan lama kerjanya. Semua benzodiazepine di absorbs secara sempurna kecuali klorazepat. Golongan benzodiazepine menurut lama kerjanya dapat dibagi dalam 4 golongan: 1) senyawa yang bekerja sangat cepat 2) senyawa yang bekerja cepat denga t1/2 kurang dari 6 jam 3) senyawa yang bekerja sedang antara 6 jam 24 jam 4) senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih lama dari pada 24 jam termasuk golongan ini yaitu flurazepam, diazepam, dan quazepam. benzodiazepine dimetabolisme secara secara ekstensif oleh kelompok enzim sitokrom P450 di hati terutama CYP3A4, dan CYP2C19. Metabolit aktif benzodiazepine umumnya dibiotransformasi lebih lambat dari senyawa asalnya sehingga lama kerja benzodiazepine tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat asalnya. Sebaliknya pada pada benzodiazepine yang diinaktifkan pada reaksi pertama kecepatan metabolism menjadi penentu lama kerjanya.

2. Farmako Dinamik
Hampir semua golongan benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP efek utama : hipnotik, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilator koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepine tertentu secara IV dan blockade neuro vascular yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi. Sebagian besar efek agonis dan invers agonis dapat dilawan atau dicegan antagonis diazepin flumazenil. Melalui persaingan ikatannya dengan reseptor benzodiazepine. Pada saluran cerna benzodiazepine diduga dapat memperbaiki gangguan saluran cerna yang berhubungan dengan ansietas. Diazepam secara nyata menurunkan sekresi cairan lambung waktu malam.

3. Perbedaan cara pemberian obat


Pemberian secara peroral Oral Gavage. Gavaging digunakan untuk dosis seekor binatang dengan volume tertentu materi langsung ke dalam perut. Hanya khusus, tersedia secara komersial jarum gavage harus digunakan untuk mencoba prosedur ini. Jarum untuk injeksi secara peroral (Oral Gavage) memiliki karakter ujung tumpul (bulat). Hal ini untuk meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan diberikan sedian uji. Proses pemberian dilakukan dengan teknik seperti Tempatkan ujung atau bola dari jarum ke mulut binatang. Secara perlahan geser melewati ujung belakang lidah. Pastikan bahwa oral gavage tidak masuk ke dalam tenggorokan karena akan berdampak buruk. Hal ini dapat diketahui bila dari hidung hewan uji keluar cairan seperti yang kita berikan menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pemberian.

Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma. Pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1) efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral; (2) dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah; dan (3) sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh

pasien sendiri, dan kurang ekonomis. Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali. Hangatkan hewan uji di bawah lampu panas atau alat pemanas lainnya, pastikan untuk tidak terlalu panas pada binatang. Suhu tidak boleh melebihi 85-90 Fahrenheit pada tingkat binatang. Lepaskan hewan uji dari sumber panas harus segera setiap perubahan dalam tingkat respirasi atau air liur berlebihan dapat diamati. Alat pemanas lainnya, seperti handwarmers sekali pakai, dapat digunakan sebagai pengganti lampu yang panas. Prep ekor dengan 70% etanol. Memulai usaha suntikan di tengah atau sedikit bagian distal ekor. Dengan ekor ketegangan di bawah, masukkan jarum, bevel up, kira-kira sejajar dengan vena dan masukkan jarum minimal 3 mm ke dalam pembuluh darah. Dalam proses penyuntikan jangan sekali-kali memasukkan udara karean akan menyebabakan vena rusak atau tidak stabil. Menyuntikkan materi yang lambat, gerakan fluida. Anda harus dapat melihat vena jarum pucat jika diposisikan dengan benar. Jika ada pembengkakan di tempat suntikan atau injeksi terjadi perlawanan, keluarkan jarum dan Masukkan kembali itu sedikit di atas awal injeksi. Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah.

Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Metode injeksi menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk memegang

tengkuk (kulit). Bersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70 %. Masukkan jarum suntik secara paralel dari arah depan menembus kulit.

Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat.

Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar. Proses injeksi

dilaku kan dengan teknik menahan tikus pada tengkuk. Mengekspos sisi ventral hewan, memiringkan kepala ke bawah pada sudut kecil. Preparasi situs dengan 70% etanol. Jarum yang steril harus ditempatkan, bevel atas, di bawah kuadran kanan atau kiri dari perut binatang.

Masukkan jarum pada 30 sudut. BAB II HASIL PRAKTIKUM

A. Tujuan praktikum memperlihatkan bahwa cara pemberian obat yang berbeda akan menyebabkan mula kerja pbat yang berbeda pula.

B. Alat dan bahan 1. Alat : 1. Timbangan ( untuk marmut ) 2. Jam 3. Stetoskop 4. Thermometer 5. Gastric tube/ jarum suntik 6. Jepitan atau alligator klem 7. Spuit ( semprit untuk menyuntik ) 8. Kapas 9. Lampu pemanas 10. Alkhohol 11. Parafinum liquidum

2. Bahan : 1 obat yang dipakai : a. obat penekan SSP ( golongan barbiturate ), larutan 1% yang steril dan tidak steril . b. obat perangsang SSP ( amefetamin, cafein ), larutan 1% steril.

3. Pelaksanaan
a. larutan pentonal 1% ( merupakan sedative/ hipnotika yang bekerja mendepresi SSP ) digunakan untuk mendapatkan keadaan tidur ( hypnosis ) dari binatang percobaan dari berbagai cara pemberian. b. pada percobaan ini disediakan 2 ekor marmut untuk setiap grup meja praktikum. 1. Marmut I : Diberikan obat secara peroral 2. Marmut II : Diberikan obat secara intraperitoneal. 3. Larutan caffeine 1% disediakan untuk menanggulangi depresi pernafasan yang ditimbulkan sedativa/hipnotika diatas 4. Timbang berat mermut percobaan, catat berat badan marmut tersebut 5. Lakukan observasi atas binatang percobaan, catat berat badan marmut tersebut sebanyak 2 kali masing masing 30 menit 15 menit sebelum binatang tersebut diberi pentotal ) yang meliputi : a. frekwensi dan sifat pernafasan permenit ( dilihat dari cuping hidung hidung ataupun dari abdomen ) b. denyut jantung permenit ( dengan stetoskop ) c. aktivitas atau gerakan d. reflex kornea ( dengan kapas ) e. sensasi terhadap rasa nyeri (dengan alligator klem ) f. temperature rktal ( thermometer dibasahi dengan parafinum liquidum atau gliserin ) g. hypnosis atau nerkosis 6. Berikan larutan pentotal 1% pada binatang percobaan : 1. Marmut ( masing masing dengan dosis 50 mg/kg BB binatang ). Jadi dengan mengetahu berat badan binatang, ko nsentrasi larutan obat maka kita dapat menentukan berapa jumlah larutan yang akan diberikan pada marmut I ( secara peroral ) dan marmut II secara intra peritoneal ) 2. Setiap mahasiswa harus dapat menghitung dosis yang akan diberikan pada binatang percobaan 7. Lakukan observasi sekurang kurangnya 6 kali dengan jarak 15 menit. observasi ini di bandingkan dengan observasi sebelum siklobarbital diberikan. Dengan memperbandingkan ini, akan terihat adanya perbedaan onset of action dari cara pemberian obat yang berbeda ataupun diantara binatang percobaan sendiri. 8. Bila pada percobaan didapati penurunan temperature rectal melebihi 2 ( dua ) derajat clcius, segera lakukan pemanasan dengan menggunakan lampu pemanas 9. Bila terjadi depresi pernafasan segera berikan suntika intra peritoneal larutan caffeine 1% dengan dosis 5 mg/kg BB binatang percobaan. Catatlah hasil observasi atas ke-7 hal diatas pada kolon dari table yang telah tersedia.

Hasil Praktikum
a. Berat marmut :
1. Marmut I :2 ons : 0,2 kg 2. Marmut II : 2 ons : o,2 kg

b. dosis diazepam :
1. 0,3 mg/kg x 0,2 kg : o,o6 mg 2. 0,3 mg/kg x 0,2 kg : 0,06 mg 1. Dosis diazepam marmut I : 10 mg/ 2 ml - 0,06/ 10/2 : 0,06 x 2/ 10 : 0,012 ml 2. Dosis diazepam marmut II : 10 mg/ 2 ml - 0,06/10/2 : 0,06 x 2/ 10 : 0,012 ml

b. Dosis caffeine :
1. 5 mg/kg x 0,2 kg : 1 mg 2. 5 mg/kg x 0,2 kg : 1 mg 1. Dosis caffein marmut I : 1% : 10 mg/ ml - 1 mg/ 10 mg/ml : 0,1 ml 2. Dosis caffeine marmut II : 1% : 10mg/ ml - 1 mg/ 10mg/ml : 0,1 ml

Daftar Pustaka

1. FKUI.2007.Farmakologidan terapi edisi 5.Jakarta:FKUI 2. Drs.Tan hoan tjay dkk.2008.Obat obat penting.Jakarta:PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai