Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat. Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru timbul gejala klinik. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
1

ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

BAB II
II. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS
2

Dalam keadaan normal prostat berukuran kira-kira sebesar kenari. Berat prostat normal pada orang dewasa 20 gram. Letaknya mengelilingi uretra pars prostatika dan diantara leher kandung kemih serta diafragma urogenitalis. Apeks prostat terletak diatas sfingter uretra eksterna kandung kemih. Di anterior berbatasan dengan simfisis pubis namun dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal pada rongga retopubis (kavum Retzius). Di posterior prostat dipisahkan dari rectum oleh fasia denonvilliers. Prostat terdiri dari lobus-lobus anterior, posterior, media, dan lateral. Pada pemeriksaan rectal dapat teraba sulkus medial posterior diantara kedua lobus lateral. Lobuslobus prostat banyak mengandung kelenjar yang mensekresi basa yang ditambahkan pada cairan semen saat ejakulasi. Kelenjar prostat membuka ke sinus prostatikus. Dukstus ejakulatorius yang mengalirkan cairan dari vesikula seminalis dan dari vas deferen, memasuki bagian atas prostat dan kemudian ke uretra pars prostatika di verumontanum.

Pasokan darah prostat berasal dari arteri vesikalis inferior (cabang arteri iliaka interna). Pleksus vena prostatika terletak diantara kapsula prostat dan selubung fibrosa luar. Pleksus ini menerima darah dari vena dorsalis penis dan mengalirkannya ke vena iliaka interna.

Bila prostat mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Mc.Neal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, sentral, transisional, fibromuskuler anterior dan periuretra. Sebagian hyperplasia prostat terjadi pada zona transisional,

sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormone testosterone, yang di dalam sel kelenjar prostat hormone ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidritestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5-reduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu mRNA didalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat menyebabkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.

II. 2

DEFINISI Benign prostate hyperplasia (BPH) merupakan hiperplasia kelenjar periureteral yang

mendesak jaringan prostat ke perifer yang menyebabkan prostat membesar.

II. 3

ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat, tapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate rat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan poses aging. Beberapa teori yang disuga menyebabkan timbulnya hyperplasia prostat adalah : 1. Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit androgen yang sangat penting bagi pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone didalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yangtelah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel yang selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada BPH aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak yang terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen:testosterone relative meningkat. Estrogen didalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen, menigkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan

testosterone menurun, tapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3. Interaksi stroma-epitel Cunha membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estrogen, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 4. Berkurangnya kematian sel prostat Apoptosis pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk

mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa. Pertambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat proses apoptosis karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
6

prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan factor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis. 5. Teori stem sel Untuk mengganti sel-sel yang telah maengalami apoptosis, selalu dibentuk selsel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya prosliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatannya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

II. 4

PATOFISIOLOGI Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mnegeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guan melawan tahanan itu. kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli. Berupa hipertrofi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau urinary tract symptom (LUTS) yang dikenal dengan gejala prostastismus. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
7

berlangsung terus menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahakan akhirnya dapat jatuh ke gagal ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher bulibuli. Otot polo situ dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma disbanding dengan epitel adalah 2:1. Namun pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen static, sedangkan tonus otot polos yang merupakan kompoen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

II. 5

GAMBARAN KLINIS Obtruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan

diluar saluran kemih. 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Biasanya gejala-gejala BPH dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan (straining), kencing terputus-putus
8

(intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi) dan nyeri pada saat miksi (disuria).

Internasional ProstateSymtom Score Dalam 1 bln terakhir Tidak pernah < dari sekali Kurang dari dalam 5 kali setengah Kadang > dari kadang setengah (sekitar 50% ) 3 4 Hampir selalu Skor

Seberapa sering anda merasa masih ada sisa selesai kencing Seberapa sering anda harus kembali,kencing dalam waktu < 2 jam setelah selesai kencing Berapa sering anda mendapatkan bahwa anda kencing terputus putus

Seberapa sering pancaran kencing anda lemah

Seberapa sering anda harus mengejan untuk mulai kencing

Seberapa sering anda harus bangun untuk kencing,sejak mulai tidur pada malam hari hingga bangun di pagi hari

Kualitas Hidup Sehubungan Masalah diatas Sangat senang Bila harus menjalani sisa hidup dengan keadaan seperti ini 0 Senang Puas 1 2 Puas dan tidak puas 3 Sangat tidak puas 4 Tidak bahagia 5 Buruk sekali 6

Dari skor IPSS dapat dikelompokkan 3 derajat: Ringan (skor 0-7), sedang (8-19), berat (20-35)

SKOR MADSEN IVERSEN Pertanyaan Pancaran Mengedan saat berkemih Harus menunggu saat akan kencing BAK terputusputus BAK tidak lampias Inkontinensia Kencing sulit ditunda Kencing dimalam hari Tidak ada 0-1 Ringan 2 0 Normal Tidak Tidak 1 Berubah-ubah Ya Ya 2 3 Lemah 4 Menetes

Tidak Tidak tahu Berubah-ubah Tidak lampias Ya Sedang 34

Ya 1 x retensi > 1 x retensi

Berat >4

10

Kencing di siang hari

> 3 jam/x

Setiap 2 3 jam/x

Setiap 1 2 jam/x

< 1 jam sekali

Jumlah nilai : 0= baik sekali, 1=baik, 2=kurang baik, 3=kurang, 4=buruk, 5=buruk sekali. Derajat skor IPSS dan Madsen Inversen Derajat IPSS Madsen Inversen Gejala ringan 07 0 -10 Gejala sedang 8 18 10 - 20 Gejala berat 19 - 35 > 20

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi, antara lain nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. 3. Gejala diluar disaluran kemih Tidak jarang pasien datang ke dokter dengan keluhan hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit tersebut karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekana intraabdominal. II. 6 PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan :

Tonus sfingter ani/reflex bulbo kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik.
11

Mukosa rectum. Keadaan prostat. Antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat. Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi prostat

kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak dipatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantar lobus prostat tidak simetris.

II. 7

LABORATORIUM Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada bulibuli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.

II. 8

PENCITRAAN

12

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih. Adanya batu/kalkulosa prostat dan dapat menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang menunjukan tanda adanya retensio urin. Pemeriksaan PIV dapat menerangkan adanya: Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis. Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli ole kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish Penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu terjadinya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli. Namun pemeriksaan PIV ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan USG transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk: mengetahui besar atau volume kelenjar prostat adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsy aspirasi prostat menentukan jumlah residual urin mencari kelainan lain yang mungkin ada didalam buli-buli.

Pemeriksaan ultrasonografi transabdominal mampu mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan derajat obstruksi prostat, dapat diperkirakan dengan cara mengukur :

13

residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pencitraan USG setelah miksi.
Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung dengan cara sederhana yaitu dengan

menghitung jumlah urin dibagi dengan lama nya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Pemeriksaan yang lebih teliti dengan pemeriksaan urodinamika. Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan volume urin yang dikemihkan.

II. 9

PENATALAKSANAAN Tidak semua pasien hyperplasia prostat perlu menjalani tindakan medic. Kadang-

kadang mereka mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun diantara mereka akhirnya ada
14

yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medic yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi pasien hyperplasia prostat adalah: Memperbaiki keluhan miksi Meningkatkan kualita hidup Mengurangi obstruksi infravesika Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal Mengurangi volume residu urin setelah miksi Mencegah progresifitas penyakit.

F Pada keluhan derajat ringan IPSS ( 0 7 ),Medsen inverson ( 0 - 10 )

Watchfull Waiting.
F Pada keluhan derajat sedang IPSS (818),Mendsen inverson (1020) Medikamentosa:

Penghambat adrenergik alpha Penghambat enzim 5-alpha-reduktase Fitoterapi

F Pada derajat berat IPSS ( 19 35 ),mendelsen inverson ( > 20 )

Terapi Bedah Konvensional : TURP (Transurethral Resection of the Prostate) TUIP (Transurethral Insision of the Prostate)
15

Open Prostatektomy Prostatektomy dengan laser

Watchfull waiting Pemilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapaykan terapi apapun, hanya diberi penjelasan mengenai suatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya. Misalanya jangan mengkonsumsi alcohol atau kopi setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makan pedas dan asin, jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodic pasien diminta untuk control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik , disamping itu lakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek dari sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.

Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah:


Mengurangi esistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab

obstruksi infravesika dengan obat-obat penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker)
Mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar

hormone testosterone/dihidrotestosteron melalui penghambat 5-rduktase.


16

1. Penghambat reseptor adrenergic- Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergic- sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi pasien oleh karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lain. Diketemukannya obat penghambat adrenergic alfa satu dapat mengurangi penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergic 1 adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, dan deksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenergic 1A, yaitu tamsulosin yang sangat efektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah mapun denyut jantung. 2. Penghambat 5 -reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari testosterone yang dikatalis oleh enzim 5 -reduktase didalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
17

Dilaporkan bahwa pemberian obat finasterid 5 mg perhari yang diberikan sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

Fitofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat. Mekanisme kerjanya belum diketahui pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF, dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperbaiki volume prostat. Diantara fitoterapi yang paling banyak dipasarkan adalah pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan masih banyak lagi.

Operasi Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

1. Pembedahan terbuka
18

Beberapa macam teknik oprasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik intravesika, Freyer melelaui pendekatan suprapubik transvesika atau transperineal. Prostatektomi terbuka merupakan tindakan yang paling tua yang masih digunakan hingga sekarang, paling invasive dan paling efisien untuk terapi BPH. Proatatektomi terbuka dapat dilakuakan melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100 gram). Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah inkontinensia urin, impotensi, ejakulasi retrograde, dan kontraktur leher buli-buli. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85%-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%. 2. Pembedahan Endourologi Saat ini tindakan TURP merupakan oprasi yang paling banyak dikerjakan. Oprasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tindakan oprasi terbuka. Pembedahan endourologi tranuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Transurethral Resection of the Prostate) atau dengan memakai energy laser. Oprasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP) atau evaporasi. TURP (Reseksi Prostat Transuretra) Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan yang non ionic, dimakasudkan
19

agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat oprasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya murah adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalaha sifatnya hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah yang tgerbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan hiponatremi relative atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditendai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat dan bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasie akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini sebesar 0,99%. Untuk membatasi timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Disamping itu beberapa operator memasang sitostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi, hal ini diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sitemik. Penyulit TURP selama maupun setelah pembedahan Selama operasi Perdarahan Syndrome TURP Perforasi Striktur uretra Pada hyperplasia prostet yang tidak begitu besar, tanpa adanya pembesaran lobus medius, dan pada pasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (Transurethral Incision of the Prostate) atau insisi leher
20

Pasca bedah dini Perdarahan Infeksi local atau sistemik

Pasca bedah lanjut Inkontinensia Disfungsi ereksi Ejakulasi retrograde

buli-buli atau BNI (Bladder Neck Incision). Sebelum dilakukan tindakan ini perlu disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi transrektal dan pengukuran kadar PSA. direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP.

Elektrovaporasi Prostat Cara elektrovaporasi prostat adalah sama denga TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu mebuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat oprasi dan masa perawatan di rumaha sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuh waktu orasi yang lebih lama.

Laser Prstatektomi Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaisan laser ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinik, penyembuhan
21

lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% tiap tahun. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan, sering banyak menimbulkan disuria pasaca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP. 3. Tindakan invasive minimal Termoterapi Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antenna yang diletakan didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 440 C menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Prosedur ini dikerjakan secara poliklinis tanpa pemberian pembiusan. Energy panas yang bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter yang terpasang didalm uretra. Besar dan arah pancaran energy diatur melalui sebuah computer sehingga dapat melunakan jaringan prostat yang membuntu uretra. Morbiditasnya relative rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi dan dapat dijalani oleh pasien yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan. Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil.

TUNA (Tranurethral Needle Ablation of the prostate) Teknik ini memakai frekuensi dari radio yang menimbulkan panas sampai mencapai 1000C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. System ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan
22

energy pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukan kedalma uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anastesi topical xylocain sehinga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien seringkali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urin, dan epididimo-orkitis. Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-buli dan di daerah poksimal verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi oleh urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus membutuhkan anastesi umum atau regional. Pemasangan alat ini diperuntukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di uretra posterior, atau mengalami enkurtasi. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, atau rasa tidak enak didaerah penis. HIFU (High intensity focused ultrasound)

23

Energy panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. energy dipancarkan melalui alat yang diletakan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anastesi umum. Data klinis menunjukan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60% dan Qmax rata-rata meningkat 4050%. Kegagalan terapi tercatat sebanyak 10% setiap tahun.

Meskipun sudah banyak modalitas yang telah diketemukan untuk mengobati pembesaran prostat, namun sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TURP.

Kontrol Berkala Setiap pasien BPH yang telah mendapatkan pengobatan perlu control secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal control tergantung pada tindakan apa yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchfull waiting) dianjurkan control setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan skor IPSS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Pasien yang mendapat terapi penghambat 5 reduktase, harus dikontrol pada minggu ke 12 dan bulan ke 6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang mengalami pengobatan penghambat 5 adrenergic, harus dinilai respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Jika terjadi perbaikan gejala
24

tanpa menunjukan penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya control dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan secara medikamentosa dan tidak menunjukan kerah perbaikan perlu dipikirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. Setelah pembedahan, pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu pasca oprasi untuk mengatuhi kemungkinan terjadinya penyulit. Control selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir oprasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, harus menjalani control secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, dilakukan penilaian terhadap skor miksi dan pemeriksaan kultur urine.

DAFTAR PUSTAKA 1. Moffat D, Faiz O. At a Glance Anatomi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002 2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Ed. II. Jakarta: Sagung Seto, 2009.

25

3. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994 4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997
5. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama,

Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.

26

Anda mungkin juga menyukai