Anda di halaman 1dari 84

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN

JENTIK NYAMUK Aedes aegypti Linnaeus SEBAGAI VEKTOR


PENYAKIT DEMAN BERDARAH DENGUE
DI KECAMATANSOMBA OPU
KABUPATEN GOWA







SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar


Oleh:


NURWAHIDAH
NIM. 60300106036





FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2010


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa
skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa
skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, dibuat atau dibantu orang lain secara
keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal
demi hukum.

Makassar, 31 Agustus 2010
Penulis


Nurwahidah
NIM: 60300106036






HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul, Karakteristik Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes
aegypti Linnaeus dan Aedes albopictus Skuse di Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa yang disusun oleh Fitriani, NIM: 60300106014, mahasiswi jurusan Biologi
pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan
dipertahankan dalam sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari rabu,
tanggal 4 Agustus 2010 M, bertepatan dengan 23 Syaban 1431 H, dinyatakan telah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu
Sains dan Teknologi, Jurusan Biologi (dengan beberapa perbaikan).*
Makassar, 04 Agustus 2010 M
25 Syaban 1431 H
DEWAN PENGUJI
Ketua : Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M. S. (.)
Sekretaris : Fatmawati Nur, S.Si., M. Si (.)
Munaqisy I : Dra. Hj. A. Asmawati Azis, M. Si (.)
Munaqisy II : Hj. Rachmawati, S. Si., M. Si (.)
Munaqisy III : Drs. M. Arif Alim M.A (.)
Pembimbing I : Syahribulan, S. Si., M. Si (.)
Pembimbing II : Sitti Saenab S,Pd, M.Pd (.)





Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar

Prof. Dr. H. Bahaking Rama ,M. S.
NIP. 19520709 198103100. 1


KATA PENGATAR

Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat-
Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat dirampungkan sebagaimana adanya. Tugas akhir ini merupakan persyaratan
akademik guna penyelesaian studi pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Terkhusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak dapat
digambarkan dengan apa pun dan kupersembahkan skripsi ini kepada orang tua
tercinta Ibunda Badariah dan Ayahanda Baharuddin yang tanpa pamrih, penuh
kasih sayang membesarkan dan mendidik penulis. Aku bangga menjadi anak beliau.
Saudara-saudaraku tercinta Almarhumah Nurhikmah, Sabran dan Asrar Bahri
atas dukungan, motivasi, pengertian, dan perhatian, juga untuk segenap keluarga
besar yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang senantiasa mewarnai
kehidupan keluarga kami.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tak lepas dari berbagai hambatan dan
kesulitan, namun berkat bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak maka kesulitan
tersebut dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis merasa sangat perlu
berterimakasih kepada Ibu Syahribulan, S.Si, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu
Hafsan, S. Si, M. Pd. selaku Pembimbing II yang selama ini di tengah kesibukan dan
aktivitasnya beliau masih menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis.
Dan izinkanlah saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A, sebagai Rektor Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar selaku penanggung jawab Perguruan Tinggi dimana
penulis menimba ilmu di dalamnya.
2. Bapak Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M.S selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, seluruh dosen
pengajar tak terkecuali seluruh staf di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Ibu Fatmawati Nur, S. Si., M. Si. selaku Ketua Jurusan Biologi beserta seluruh
staf.
4. Ibu Sitti Saenab, S.Pd, M.Pd, Masriani S.Si dan dosen-dosen biologi UIN
Alauddin Yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan.
5. Bapak Drs. Muh. Arif Alim, M. Ag, Ibu Dra. Hj. Andi Asmawati Azis, M.Si,
ibu Hj. Rachmawati, S.Si, M.Si selaku penguji atas saran dan bantuannya
dalam perbaikan skripsi ini.
6. Teman-teman tercinta Biologi 06, khususnya teman seperjuangan Fitriani,
Marlina, Ramlah, Rezeki Fitri, Abdul rain, Irnawati , Budi andriani,
Nurmutmainna, Karneli, Yuliana Jamila, Nismawati, Haeriah, Nona
Syahdan, Sarnidayani, Nurnatri astuti, Rabanai, Buyung, Fingki fitriani,
Novlyanti alja, Abdullah, Ruhmanto, Sahruddin, Arif, St Ekaria, A.St.
Normala sari, M. Jihad, Isnaniah semangat dan terus berjuang.
7. Teman-teman penelitian (Aedes Group) yang telah memberikan bantuan,
motivasi, kerjasama, hingga semuanya bisa terlewati meskipun banyak
rintangan, tantangan maupun suka dan duka selama penelitian.
Meskipun penelitian ini adalah fakta namun bukan berarti hasil akhir
penelitian yang sempurna. Oleh karena itu penulis berbesar hati atas masukan
dan saran positif demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini menjadi
salah satu bahan bacaan yang bermanfaat kelak.
Wassalam.

Makassar, Agustus 2010

Penulis





ABSTRAK

Nama : Nurwahidah
Nim : 60300106036
Jurusan : Biologi
Fakultas : Sains dan Teknologi

Telah dilakukan penelitian tentang Hubungan Perilaku Masyarakat terhadap
Keberadaan Nyamuk Aedes aegypti Linnaeus sebagai Vektor Penyakit Deman
Berdarah Dengue di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Penelitian
dilaksanakan di kelurahan Samata, Pandang-pandang, Sungguminasa dan
Batangkaluku pada bulan Januari-Maret 2010. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
hubungan faktor perilaku masyarakat dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti
Linnaeus sebagai vektor DBD. Survei jentik dilakukan secara acak pada berbagai
tempat penampungan air terhadap 50 rumah/lingkungan, wawancara dilakukan
terhadap 50 responden/lingkungan (total responden/KK adalah 200) dengan
menggunakan angket. Diperoleh hasil bahwa Di lingkungan Batang kaluku terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap (p=0,005), di
Lingkungan Samata terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
perilaku masyarakat (p=0,016). Di Lingkungan Sungguminasa terdapat hubungan
yang bermakna antara perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik (p=0,042),
sikap dengan keberadaan jentik (p=0,043), pengetahuan dengan keberadaan jentik
(p=0,027). Di Lingkungan Pandang-pandang tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik Aedes
aegypti Linnaeus.

Kata kunci : Aedes, perilaku, vektor.







ABSTRACT

Name : Nurwahidah
Nim : 60300106036
Major : Biology
Faculty : Science and Tecnology

A Study on The relationship between Community Behavior to the Existence
of Aedes aegypti Linnaeus as Dengue Haemorrhage Fever Vector at Kecamatan
Somba Opu Kabupaten Gowa. The research is aimed to know the relationship
between community behavior with the existence of Ae. aegypti Linnaeus as dengue
haemorrhage fever vector. The research are took place at Samata, Pandang-pandang,
Sungguminasa and Batangkaluku. Sampling of mosquito larva by using simple
randomize method to 50 house hold/kelurahan (total are 200 household), interview is
done by using questionnaire. The result showed that these is a strong correlation
between the existence of Ae.aegypti mosquito with the community knowledge but it
is not significant (p=0,005). mid correlation is found between the existence Ae.
aegypti mosquito to the community behavior but it is not significant (p=0,016). The
low correlation is found between the existence of mosquito larva and good behavior
but it is not significant (p=0,042). The existence of Ae.aegypti mosquito within the
enough behavior of the community showed strong correlation but it is not significant
(p=0,043). The existence of larva within the poor behavior showed strong correlation
(p=0.027). In the Pandang-pandang is not corelation between, knowledge and
relationship between community beharvior existece of Aedes aegypti Linnaeus.

Key words : Aedes, behavior, vector.







DAFTAR ISI


Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iv
ABSTRAK............................................................................................................... vii
ABSTRACT............................................................................................................ viii
DAFTAR ISI........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6
A. Definisi Perilaku.......................................................................................... 6
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perilaku....................... 9
1. Sikap (attitude)...................................................................................... 10
2. Tingkat Pendidikan............................................................................... 14
3. Tingkat Pengetahuan............................................................................. 14
4. Praktek atau Tindakan (Practice)........................................................... 18
C. Vektor Deman Berdarah dengue................................................................. 20
1. Virus Dengue......................................................................................... 21
2. Aedes aegypti Linnaeus........................................................................ 22
3. Manusia................................................................................................ 32
D. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan DBD.............................................. 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 36
A. Janis Penelitian.................................................................................... 36
B. Variabel Penelitian.............................................................................. 36
C. Definisi Operasional............................................................................ 36
D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian............................................... 37
E. Batas Penelitan.................................................................................... 37
F. Alat dan Bahan.................................................................................... 37
G. Cara Kerja............................................................................................ 38
H. Pengumpulan Data............................................................................... 40
I. Analisis Data........................................................................................ 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 42
A. Profil Daerah Penelitian.............................................................................. 42
B. Hasil............................................................................................................ 43
C. Pembahasan................................................................................................ 53

BAB V PENUTUP............................................................................................... 66
A. Kesimpulan................................................................................................. 66
B. Saran........................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 68
RIWAYAT HIDUP






DAFTAR GAMBAR


GAMBAR Halaman
1. Nyamuk Aedes aegypti Linnaeus................................................... 25


















DAFTAR TABEL


TABEL Halaman
1.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan
Batangkaluku........................................................................................ 43
1.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan
Batangkaluku........................................................................................ 43
1.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan
Batangkaluku....................................................................................... 44
1.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Batangkaluku....................................................................................... 44
1.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Batangkaluku........................................................................................ 45
1.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Batangkaluku........................................................................................ 45
2.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan
Samata................................................................................................. 46
2.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan
Samata................................................................................................. 46
2.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan
Samata................................................................................................. 46
2.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Samata................................................................................................ 47
2.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Samata................................................................................................ 47
2.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Samata................................................................................................ 47
3.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan
Sungguminasa..................................................................................... 48
3.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan
Sungguminasa.................................................................................... 48
3.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan
Sungguminasa.................................................................................... 49
3.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Sungguminasa.................................................................................... 49
3.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Sungguminasa.................................................................................... 50
3.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Sungguminasa.................................................................................... 50
4.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan Pandang-
pandang............................................................................................. 50
4.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan
Pandang-pandang............................................................................... 51
4.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan Pandang-
pandang.............................................................................................. 51
4.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Pandang-pandang............................................................................... 52
4.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang-
pandang............................................................................................. 52
4.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang-
pandang.............................................................................................. 52




DAFTAR LAMPIRAN


LAMPIRAN Halaman
1................................................................................................................ 71
2................................................................................................................ 91
















BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa tujuan pembangunan
bidang kesehatan menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Sehingga gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat, bangsa dan negara
yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku yang sehat
dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata. Salah satu penyakit menular yang sangat berbahaya yaitu
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD disebabkan oleh virus
dengue famili Flavividae genus Flavivirus yang mempunya 4 serotipe (DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4). Di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah DEN-3
yang ganas dan virulen
1
.

1
Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan, Profil dan Laporan Tahunan Sub Dinas
Pencegahandan Pemberantasan Penyakit (Makassar: Dinas Kesehatan, 2007), h.7
Infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak
negara tropis dan subtropis. Menurut data yang diperoleh antara tahun 1975 sampai
tahun 1995, penyakit DBD terdeteksi keberadaanya di 102 negara dari 5 wilayah
WHO, yaitu: 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4
negara di Mediterania Timur, dan 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis
di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis DBD dengan keempat serotipe virus
secara bersama- sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik, Afrika, Indonesia, Myanmar,
Thailand masuk kategori A yaitu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah
siklis terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun
2
.
Data terakhir tahun 2009 di seluruh wilayah Indonesia tercatat 137.600 kasus
dengan jumlah kematian 1.170 orang dari kasus DBD di 33 propinsi dengan Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 1,4 persen. Dari 33 propinsi di Indonesia, 12 diantaranya
ditetapkan sebagai daerah KLB DBD yaitu: Nanggroe Aceh Darussalam, Banten,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur
3
.
Penyebaran penyakit DBD terkait dengan perilaku masyarakat yang sangat
erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran keluarga terhadap
bahaya DBD. Perilaku berdasarkan kesehatan pada dasarnya merupakan respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

2
WHO, Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah
Dengue (Jakarta: EGC, 2004), h. 35
3
Levi silalahi, Deman Berdarah . http: // www. pdat. co. id (23 Desember 2009).
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia baik
bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan
nyata). Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok yaitu: sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan Tingginya
angka kesakitan penyakit ini sebenarnya disebabkan oleh perilaku kita sendiri. Faktor
lainnya yaitu masih kurangnya pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga untuk
menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan yang cocok untuk tempat perkembang
biakan dari nyamuk Aedes aegypti Linnaeus adalah tempat-tempat penampungan air
yang bersih dan tenang seperti drum, tempayan, bak mandi, WC, ember, vas bunga,
dan kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air hujan, juga pakaian yang
bergantungan
4
.
Ada tiga daerah di Sulsel dinyatakan rawan DBD. Ketiga daerah yang diduga
sumber penyakit endemik adalah Kota Makassar, Wajo, dan Gowa. Dinas Kesehatan
Gowa menetapkan delapan kecamatan di Kabupaten Gowa termasuk wilayah
endemis DBD yaitu Somba opu, Pallangga, Bajeng, Bajeng Barat, Bontomarannu,
Bontonompo, Bontonompo Selatan, dan Barombong. Penetapan ini didasarkan
kondisi lingkungan daerahyang dinilai berpotensi sebagai tempat berkembangbiaknya
nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tersebut
5
.

4
Suroso T, Pemberantasan Demam Berdarah (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2000), h.7.
5
Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, Laporan Bulanan Bidang Kesehatan Kabupaten Gowa
(Makassar: Dinas Kesehatan, 2008), h.30.
Somba Opu merupakan salah satu wilayah kecamatan yang ditemukan kasus
DBD tertinggi kedua setelah Bajeng. Selama kurung waktu 2003-2009 ditemukan
823 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 82 orang, tahun 2004 sebanyak 393 orang,
tahun 2005 sebanyak 170 orang, tahun 2006 sebanyak 88 orang, tahun 2007 sebanyak
32 orang, tahun 2008 sebanyak 56 orang, dan tahun 2009 sebanyak 89 orang. Hasil
observasi awal yang telah dilakukan di wilayah Kec. Somba Opu menemukan
nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di rumah-rumah penduduk pada berbagai tempat
penampungan air baik yang berada di dalam maupun di luar rumah. Kajian terhadap
perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan vektor penyakit DBD di wilayah ini
juga masih kurang sehingga peneliti tertarik untuk melakukan kajian penelitian
dengan harapan dapat memperoleh informasi mengenai faktor-faktor penyebab
keberadaan nyamuk ini di wilayah Kec. Somba Opu
6


B. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara perilaku masyarakat dengan keberadaan vektor
DBD dalam hal ini nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di wilayah kec. Somba Opu?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan perilaku masyarakat dengan keberadaan
nyamuk Ae. aegypti Linneus sebagai vektor DBD.




6
Ibid.
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang penyakit DBD
dan memperoleh gambaran tentang perilaku masyarakat Kec. Somba opu dalam
menanggulangi nyamuk Ae. aegypti Linnaeus.
2. Instansi
Bagi instansi terkait dapat membantu dalam menurunkan jumlah kasus penderita
DBD melalui data dan informasi mengenai perilaku setiap keluarga di wilayah
penelitian, sehingga dinas/instansi terkait dapat mengkaji kembali sejauhmana proses
penanggulangan vektor DBD yang telah dilakukan selama ini.
3. Masyarakat
Penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memperoleh gambaran
pengetahuan tentang penyakit DBD melalui pemberian informasi dan vektor
penyebab sehingga masyarakat dapat melakukan deteksi dini dan monitoring
keberadaan jentik di wilayahnya masing-masing.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perilaku
Perilaku dari sudut pandang biologi merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan, jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah suatu
aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dll. Bahkan kegiatan internal seperti: berpikir, persepsi, dan emosi juga
merupakan perilaku manusia
7
.
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling
berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga
kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan

7
Soekidjo notoatmodjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar (Jakarta:PT
Rineka Cipta, 2003), h.118.
perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik
perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut
8
.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri
manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan
kebutuhan tambahan
9
.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi
oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup
termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan merupakan konsepsi
dasar/ modal untuk perkembangan perilaku mahluk hidup tersebut. Sedangkan
lingkungan merupakan kondisi/lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu
mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya
perilaku disebut proses belajar
10
.
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap hanya suatu
kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara

8
Sirantonius, Defenisi Persepsi dan Perilaku. http://af-accessoriessolution .blogspot.com (3
Februari 2010).
9
Abdul Rochman, Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Ibu Rumah Tangga dalam
Pemberantasan Nyamuk (PSN) (Semarang: Universitas Diponegoro, 2004), h.14.
10
Soekidjo Notoatmodjo. Loc.cit.
yang menyatakan adanya tanda- tanda untuk menyenangi atau tidak menyenagi objek
tersebut
11
.
Seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Sedang perilaku
kesehatan pada dasarnya merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,
dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan nyata). Sedangkan stimulus atau
rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok,yaitu: sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan lingkungan
12
.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 222 diterangkan tentang pentingnya kebersihan
yaitu:
.l:`. _s _,>.l _ > _: l.s! ,!..l _ _,>.l
_>,1. _.> L, :| L. _>.! _. ,> `. < | < >
_,,`.l > _L..l ___
Terjemahanya:
Sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan mencintai
orang-orang yang menjaga kebersihan.


11
Ibid.
12
Ibid.
Orang yang mau bertaubat dan orang yang menjaga kebersihan sangat di
muliakan oleh Allah karena Allah mencintainya. Dan orang-orang yang dicintai Allah
karena memelihara kebersihan akan masuk surga, seperti yang diterangkan dalam
hadist Rasullulah yang Artinya: Sesungguhnya Allah membangun Islam diatas
kebersihan. Dan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang memelihara
kebersihan (HR. Tambraani)
Hadist Rasulullah menerangkan bahwa orang yang terbiasa dengan perilaku
tidak memelihara kebersihan atau jorok tidak akan masuk surga. Orang yang
berperilaku tidak bersih dapat berarti pula tidak ikut membangun islam, karena
sesungguhnya Allah membangun Islam diatas kebersihan. Kebiasaan membuang
sampah sembarangan tidak mencerminkan peilaku hidup yang Islami.

B. Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
Faktor- faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi
dua, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup: pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagian yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar. Sedang faktor ekstern, meliputi: lingkungan sekitar, baik fisik
maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dll. Kosa dan
Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi
oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang
diinginkan, dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang
kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam
mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda, meskipun gangguan
kesehatan sama, pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian
individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian
semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu saat mulai
menstimulasi suatu proses sosial psikologis. Proses semacam ini menggambarkan
berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang dialami, dan
merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya
13
.
Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera.
Perubahan- perubahan perilaku dalam diri persepsi yang berbeda, meskipun
mengamati terhadap objek yang sama. Motivasi yang sama yang diartikan sebagai
suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud
dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis
yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada
hakikatnya merupakan faktor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai
kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai dengan hukum
perkembangan
14

1. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

13
Soekidjo Notoatmodjo. op. cit. h. 123.
14
Ibid.
terhadap suatu stimulus/ obyek. Dalam hal ini sikap hidup bersih digambarkan pada
seseorang yang kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam
masalah maka akan melaksanakan. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara
langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilkau yang tertutup.
Menurut salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas
15
.
Dalam bagian lain dijelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen
pokok, yaitu: kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek,
kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, dan
kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama
membentuk sikap yamg utuh, dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan,
berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap juga terdiri dari
berbagai tingkatan yaitu: menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab.
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek, secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden
16
.

15
Ibid; h.130.
16
Ibid.
Sikap responden yang baik terhadap upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dan abatisasi lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap
upaya PSN dan abatisasi yaitu sebesar 89%. Hal ini disebabkan karena responden
dalam menjawab pertanyaan selalu menjawab hal-hal yang baik saja. Sikap
responden untuk menguras tempat penampungan air tidak disertai kesadaran sebagai
tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tapi lebih mengarah
kepada kondisi fisik air yang kurang baik. Sikap responden merupakan respon yang
masih tertutup dan tidak tampak dalam keadaan nyata, sehingga meskipun mereka
setuju terhadap upaya PSN dan abatisasi belum tentu mereka berperilaku sesuai
dengan sikapnya. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Fisher`s Exact Test dimana
diperoleh p = 0,113 (p>), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap
responden dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di Kelurahan
Wonokusumo
17
.
2 kali akan berperilaku buruk dalam kaitannya dengan pencegahan DBD Dari
hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara sikap dan perilaku
responden kaitannya dengan DBD, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang
signifikan antara tingkat sikap responden dengan perilaku responden (p value 0,005).

17
Ririh Y dan anny V, Hubungan Kondisi lingkungan, Kontainer dan Perilaku Masyarakat
dengan keberdaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Deman Berdarah Dengue
Surabaya (Jurnal Kesehatan Lingkungan I , 2005), h. 179.
Dengan OR 1,62 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang mempunyai sikap
yang kurang baik mempunyai kemungkinan 1,6
18
.
Penelitian terhadap sikap responden di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar
Selatan menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap responden dengan keberadaan
vektor DBD. Tidak adanya hubungan karena sikap responden sebagian besar baik
terhadap upaya PSN. Sikap responden untuk menguras Tempat Penampungan Air
(TPA) tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae.
aegypti Linnaeus tetapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik.
Pada masyarakat yang menggunakan sumber air bersih PDAM dengan harga yang
dirasakan relative mahal ada keengganan untuk melakukan pengurasan TPA karena
akan ada air yang terbuang percuma. Adanya sikap masyarakat yang belum sadar
bahwa setiap anggota keluarga mempunyai resiko yang sama untuk terserang DBD
dan ada anggapan, yang penting bukan keluarga sendiri yang terkena DBD padahal
diketahui nyamuk tidak mengenal status sosial dan atribut lainnya sehingga sikap dan
tindakan yang diambil akan berbeda dalam merespon penanggulangan DBD. Masih
adanya sikap masyarakat yang kurang peduli terhadap penyakit DBD di wilayah kerja
puskesmas I Denpasar Selatan, maka akan berisiko terkena penyakit DBD yang
cenderung menimbulkan wabah Kejadian Luar Biasa (KLB). Upaya penyadaran
sikap adalah upaya penyadaran keyakinan sebagai aspek yang mendasarinya,
sehingga penyadaran bahwa siapa pun mempunyai risiko yang sama untuk terserang

18
Santoso, Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor
DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatra Selatan (Jurnal Ekologi Kesehatan, 2008), h. 5.
DBD menjadi penting. Ketika rumah dan lingkungannya sudah bersih, tetapi anggota
keluarga bisa digigit nyamuk ketika sekolah dan seterusnya
19
.

2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan
penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan
20
.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat. Tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat pengetahuan, pengetahuan
kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah
(intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan
berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran
dari pendidikan kesehatan
21
.
3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dan sikap adalah merupakan repons seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, sedangkan tindakan nyata
seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus merupakan overt behavior.

19
IN. Gede Suyasa, Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Dengan
Keberdaan Vektor Deman Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Selatan
(Skripsi sarjana Fakultas Kesehatan, Politeknik Kesehatan Denpasar,2008), h.5.
20
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Op.cit. h.2.
21
Soekidjo notoatmodjo. op. cit.h. 97.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior), karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a. Kesadaran (awarness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek.
b. Merasa tertarik (Interest), dimana orang tersebut merasa tertarik terhadap
stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek mulai timbul.
c. Menimbang- nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah terbentuk lebihbaik lagi.
d. Mencoba (Trial), dimana subjek mulai mencoba melakuakan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Meniru (Adoption), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
22
.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebalikanya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan
yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: tahu, memahami,

22
ibid; h. 121.
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin kita
ketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat- tingkat pengetahuan
23
.
Mengenai tingkat pengetahuan responden yang berhubungan dengan
keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus, menunjukkan tingkat pengetahuan
baik hanya 21 responden (21%) dan tingkat pengetahuan yang kurang baik sebanyak
79 (79%). responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik dan terdapat
jentik di rumahnya sebanyak 53 responden (91,4%) lebih besar daripada responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dan terdapat jentik sebanyak 5 responden
(8,6%). Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p =
0,001 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
responden dengan keberadaan jentik Ae. aegypti linnaeus di Kelurahan
Wonokusumo
24
.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan pengetahuan
dengan sikap responden kaitannya dengan pencegahan DBD, diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan sikap responden
kaitannya dengan penyakit DBD (p value 0,000). Dengan OR 3,097 dapat di
interpretasikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah mempunyai
kemungkinan 3,097 kali akan mempunyai sikap yang kurang baik berkaitan dengan

23
Ibid; h.128-130
24
Riri Y dan Anny V. op. cit. h.177-178.
penyakit DBD. Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara
pengetahuan dan perilaku responden kaitannya dengan DBD, diketahui bahwa
ternyata ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan responden dengan
perilaku responden (p value 0,000). Dengan OR 2,25 dapat diinterpretasikan bahwa
responden yang berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 2,25 kali akan
berperilaku buruk dalam kaitannya pencegahan DBD
25
.
Berdasarkan hasil wawancara berbasis kuesioner terhadap pengetahuan
responden di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan, dari 90 respon yang
diteliti, diketahui 86 responden (85,6%) dengan tingkat pengetahuan yang baik dan 4
responden (4,4%) dengan tingkat pengetahuan sedang. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa dari 86 responden dengan tingkat pengetahuan yang baik, tidak
terdapat jentik DBD sebanyak 69 responden (80,2%) dan ada jentik DBD sebanyak
17 responden (19,8%). Sebanyak 4 responden dengan tingkat pengetahuan yang
sedang, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 2 responden (50,0%) dan ada jentik DBD
sebanyak 2 responden (50,0%). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan vektor DBD.
Tidak ada hubungan karena sebagian besar berpengetahuan baik tentang penyakit
DBD, hampir semua pertanyaan dijawab dengan benar yang berkaitan dengan
penyakit demam berdarah, misalnya tentang penyebab DBD, gejala DBD, bahaya
DBD dan tindakan bila ada kasus DBD. Hal ini diperkuat oleh pendapat masyarakat

25
Santoso. Loc.cit.
bahwa masyarakat telah banyak mendapat informasi tentang penyakit demam
berdarah dari berbagai sumber. Sebagian besar responden mengatakan memperoleh
informasi dari televisi, ada yang mengatakan dari radio, media cetak, brosur dan
penyuluhan petugas kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan yang baik tidak
berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang
baik/positif tindakan yang diambilnya negatif begitu sebaliknya. Dalam hal
penanggulangan DBD ketika ditanyakan pengetahuannya tentang PSN sangat positif
atau mendukung tetapi tindakannya tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Hal ini bisa dilihat masih adanya tindakan masyarakat yang jarang melakukan
kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun riol/got yang ada di
sekitar rumah
26
.

4. Praktek atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overtbehavior)
untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau kondisi yang memungkinkan antara lain: fasilitas, faktor dukungan dari pihak
lain. Tingkat-tingkat praktek yaitu: Persepsi, respon terpimpin, mekanisme, dan
adaptasi. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan- kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

26
IN Gede Suyasa.op. cit. h.4.
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden
27
.
Tindakan responden dalam penelitian yang dilakukan untuk mengurangi atau
menekan kepadatan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus dengan kategori baik
sebesar 49 % lebih kecil dibandingkan tindakan responden yang dilakukan untuk
mengurangi atau menekan kepadatan jentik dengan kategori kurang baik yaitu
sebesar 51 %. Dari hasil yang diperoleh tampak bahwa tindakan responden dengan
kategori kurang baik dan terdapat jentik dirumahnya adalah sebesar 65,5 %
sedangkan tindakan responden dengan kategori baik dan terdapat jentik dirumahnya
yaitu sebesar 34,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan responden sangat
berkaitan erat dengan keberadaan jentik di rumahnya. Hasil uji statistik Chi-Square
didapatkan p = 0,001 (p< ), berarti ada hubungan yang bermakna antara tindakan
responden dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linneaus
28
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan responden di wilayah kerja
puskesmas I Denpasar Selatan, dari 90 responden yang diteliti, diketahui 46
responden (51,1%) memiliki tindakan yang baik, sebanyak 39 responden (43,3%)
memiliki tindakan yang sedang dan 5 responden (5,6%) dengan tindakan yang buruk
berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan
responden dengan keberadaan vektor DBD dengan nilai koefisien kontingensi sebesar

27
Soekidjo Notoatmodjo. op.cit.h.133.
28
Ririh Y dan Anny V.op.cit. h.180.
0,344. Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara pelaksanaan PSN
dengan keberadaan jentik DBD. Mengingat vaksin untuk mencegah penyakit DBD
hingga saat ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit DBD harus
dititikberatkan pada PSN penularnya (Ae. aegypti Linneaus), di samping
kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kesakitan dan
kematian. Walaupun penyemprotan dengan menggunakan insektisida dilakukan tetapi
bila jentik nyamuk masih dibiarkan hidup, maka akan tumbuh nyamuk baru yang
selanjutnya dapat menularkan penyakit DBD
29
.

C. Vektor Deman Berdarah Dengue
Penyakit DBD melibatkan 3 organisme yaitu: virus dengue, nyamuk Aedes
dan penjamu manusia. Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara
individu atau populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan biologik dan
lingkungan fisikologi, Pola perilaku dan status ekologi dari ketiga kelompok
organisme tadi dalam ruang dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan,
menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada suatu lokasi
kelokasi lain, dan dari tahun ke tahun. Untuk memahami kejadian penyakit yang
ditularkan vektor dan untuk pemberantasan penyakit melalui pemberantasan
vektornya perlu mempelajari penyakit sebagai bagian ekosistem alam yaitu

29
IN Gede Suyasa. Op.cit. h.5.
Arthropoda Ekosistem. Subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah: virus,
nyamuk Aedes, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi
30
.
1. Virus Dengue
Virus Dengue termasuk dalam flavivirus group dan famili togaviridae, ada 4
serotype yaitu Dengue-I, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4. Virus ini terdapat
dalam darah penderita 1 -2 hari sebelum demam. Virus tersebut berada dalam darah
(Viremia) penderita selama 4 -7 hari. Pada suhu 30 derajat Celcius di dalam tubuh
nyamuk Ae. aegypti Linnaeus, virus DBD memerlukan waktu 8 -10 hari untuk
menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah
nyamuk
31
.
Virus Dengue sebagai vektor yang ditularkan dari orang ke orang melalui
gigitan nyamuk Ae. aegypti Linnaeus dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti Linneaus
merupakan vektor epidemis yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.
albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan Ae. Finlaya
niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti Linneaus semuanya
mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun

30
Departemen Kesehatan, Pedoman Survei Entomologi Deman Berdarah Dengue (Cet.II;
Jakarta: Bakti Husada, 2002), h.2.
31
Ibid.
mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka
merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti Linneaus
32
.
2. Aedes aegypti Linneaus
a. Morfologi
Secara morfologi Ae. aegypti Linnaeus merupakan spesies nyamuk berukuran
kecil, berwarna gelap, yang dengan mudah dapat dikenali dari adanya garis putih
keperakan (lyre) yang khas pada bagian punggungnya, dan adanya gelang/cincin
putih pada pangkal kakiya. Skutum Ae. aegypti Linnaeus berwarna hitam dengan dua
strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung
berwarna putih
33
.
Nyamuk sering dianggap sebagai makhluk hidup yang biasa dan tidak penting.
Namun, ternyata nyamuk itu sangat berarti untuk diteliti dan dipikirkan sebab di
dalamnya terdapat tanda kebesaran Allah. Inilah sebabnya "Allah tiada segan
membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu Walau semua
makhluk hidup memiliki tanda-tanda ini, beberapa tanda dirujuk Allah secara khusus
dalam Al Quran. Nyamuk adalah salah satunya. Hal ini di sebutkan dalam Q.S Al
Baqarah: 26


32
WHO, 2005. Dengue/DHF : Situation of Dengue Hemorragic Fever in The South East
Asia Region, (On line)(Http://w3.whosea.org/en/ Section10/Section332/ Section 519_2392. htm.
(Diakses tanggal 8 oktober 2005), h. 10.
33
Rueda. L.M, Pictorial Keys For The Identification Of Mosquitoes (Diptera
Culicidae)Associated With Dengue Virus Transmission, Syahribulan. Kunci Identifikasi Nyamuk Ordo
Diptera Sebagai Pembawa Virus Dengue (New Zeland: Magnolia Press Aukland,2004), h.57.
| < ._>.`., ,. :. !. .`-, !. ! !.! _
`.., .l-, . _>l _. , !. _ ` _l1, :!. : <
.., :. _.`, ., ,: _., ., ,. !. _.`, ., | _,1..l __


Terjemahan:
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk
atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi
mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk
perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan
Allah[34], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik
34



b. Habitat
Habitat nyamuk bisanya berupa genangan-genangan air yang tetampung di
suatu wadah yang biasa disebut kontainer dan bukan pada genangan-genangan air
tanah. Pada waktu survei larva/jentik, kontainer ini dibedakan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air
guna keperluan sehari-hari seperti : drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan
lain-lain.
2. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa
menampung air tetapi bukan keperluan sehari-hari seperti : tempat minum hewan

34
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Pentahsis dan
Penerjemah Al-Quran, 1990), h. 12-13.

piaraan (ayam, burung dll), barang bekas (kaleng, ban, botol, pecahan gelas dll), vas
bunga, perangkap semut, penampungan air dispenser dan sebagainya.
3. Tempat penampungan air buatan alam (alamiah/natural) seperti : lubang
pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, potongan bambu dll.
Kontainer ini pada umumnya ditemukan di dalam rumah, di sekitar rumah dan
tidak jauh dari rumah.
Tempat istitrahat yang paling di senangi Ae. aegypti adalah vegetasi yang
ditemukan tumbuh disekitar tempat perindukan yang tidak secara langsung terkena
oleh pancaran cahaya matahari. Jika yang menjadi tempat istirahat species ini benda-
benda di dalam rumah, benda tersebut berupa benda tergantung seperti pakaian,
kelambu, gorden atau perabot rumah yang terletak/berada di tempat yang gelap,
berbau dan lembab.
c. Klasifikasi
Nyamuk masuk kedalam bangsa Diptera. Termaksud didalamnya lalat-lalat
rumah dan banyak lainnya. Jumlah jenis dan subjenis nyamuk ada 3.500 nyamuk.
Termaksuk 42 subgenus semua termaksuk dalam family Culicidae. Sehingga
berdasarkan genus dan familinya nyamuk diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Invertebrata
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti Linnaeus
35


Gambar 1. Nyamuk Ae. aegypti Linnaeus
36
.

Keterangan:
a. Probscis
b. Antenna
c. Foreleg
d. Wing
e. Vein 1A
f. Hindle
g. Midleg
h. Abdominal terga

35
Borror, DJ & DM Delong, An Introduction to the study of Insect. (USA Library of
Congres, Catalog Card, 1954), h.54.
36
Rueda L.M. op.cit. h.28.




a
b
d
c
e
g
h
f
f
i. Femur
Nyamuk Ae. aegypti Linnaeus adalah vektor utama penyakit DBD di daerah
tropik. Nyamuk ini semula berasal dari Afrika kemudian menyebar melalui sarana
transportasi ke Negara lain di asia dan Amerika. Di Asia Ae. aegypti Linnaeus
merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD, karena tempat
perindukkan berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia.,
Ae. aegypti Linnaeus masih memiliki kemampuan penularan yang tinggi karena
kebiasaan nyamuk tersebut menghisap darah manusia berulang-ulang baik siang
maupun malam hari. Nyamuk ini juga ditemukan hidup dipemukiman padat, baik
perkotaan maupun pedesaan
37
.
Ae. aegypti Linnaeus mempunyai dua subspecies yaitu Ae. aegypti
queenslandensis dan Ae. aegypti formosus. Subspecies yang pertama hidup bebas di
Afrika sementara subspecies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif
menularkan virus DBD. Subspecies yang kedua lebih berbahaya dibandingkan
subspecies yang pertama
38
.
Dengan Allah menciptakan binatang berupa nyamuk apabila kita perhatikan
berapa banyak nikmat atau karunia yang diberikan Allah dengan adanya nyamuk
tersebut. Berapa banyak dokter-dokter yang ahli dalam penyakit akibat nyamuk,
berapa banyak pabrik-pabrik obat nyamuk atau berapa banyak orang yang

37
Sugen Rawuh, Ilmu Kedokteran. http//www.created by crazyprofile.com, 30 januari 2010.
38
Departemen Kesehatan. Op.cit
Foreleg


Femur

Hindleg



mendapatkan rezki dikarenakan adanya nyamuk. Oleh karena itu Al-quran ini
diturunkan Allah memang membawa nikmat bagi manusia. Sebagaimana Allah
menjelaskan dalam surat Al-imran ayat 164:
.1l _. < _ls _,...l :| -, , . _. ,.. l., ,l.
...,, ,`, `.l-`, ..>l .>' | .l _. `_, _.l _.l. _,,.
__
Terjemahan:
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan
Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar
dalam kesesatan yang nyata.
39


d. Siklus Hidup
Siklus hidup Ae. aegypti Linnaeus mengalami perubahan hidup yang
sempurna, yaitu telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa. Bentuk telur, larva dan pupa
hidup dalam lingkungan air. Ae. aegypti Linnaeus mengalami metamorfosis
sempurna yaitu: tahap telur larva/ jentik pupa dewasa. Jentik mengalami empat
tahapan perkembangan yang disebut instar yang kesluruhannya terjadi di dalam air,

39
. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Pentahsis dan
Penerjemah Al-Quran, 1990).


sedangkan tahapan dewasa adalah serangga terbang yang aktif mencari darah
Karakteristik yang dimiliki Aedes aegypti Linnaeus pada setiap stadium berikut:
(i) Stadium telur
Kontak pertama dengan air merupakan rangsangan bagi nyamuk untuk
bertelur. Telur Ae. aegypti Linnaeus berukuran 0,80 mm, berbentuk oval, berwarna
hitam atau berwarna gelap seperti sarang tawon. Telur tersebut diletakkan satu demi
satu pada dinding container sedikit di atas permukaan air atau dibawah permukaan air
dalam jarak kira-kira 2,5 cm dan dinding tempat perindukan. Pada telur dikeluarkan
berwarna putih dan selang 30 menit kemudian berangsur-angsur berubah menjadi
hitam pekat. 70 jam kemudian setelah kontak dengan air pada suhu 25
o
C-30
o
C telur
akan menetes menjadi larva. Telur tersebut dapat bertahan pada tempat yang kering
(tanpa air) sampai berbulan-bulan pada suhu 20
o
C-42
o
C, namun bila tempat tersebut
tergenang air atau kelembaban tinggi maka dapat menetes dengan cepat, suhu
lingkungan sangat berpengaruh pada daya tahan telur untuk menetes menjadi larva
40

(ii) Stadium Jentik
Pertumbuhan dan perkembangan jentik dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, keberadaan binatang
lainnya yang mirip predator. Telur dapat menetes menjadi jentik dan akan mengalami

40
Yotopranoto S, Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Deman Berdarah
Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya (Surabaya: Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 1998),
h. 23
empat tingkatan atau stadium yaitu pergantian kulit ke pergantian kulit selanjutnya
untuk membedakan jentik ini biasanya digunakan stadium I, II, III, IV.
(ii) Stadium pupa
Pada stadium ini berbentuk pupa Ae. aegypti Linnaeus jah berbeda dengan
bentuk larvanya. Pupa berbentuk gemuk, bulat serta tajam seperti koma, pupa tidak
memerlukan makanan, tetapi memerlukan oksigen dan pengambilan oksigen melalui
terompetnya. Biasanya stadium ini berlangsung selama satu sampai lima hari pada
temperatur air. Waktu tersebut tidak semua jantan dan betina pada suhu 27
o
C-32
o
C
rata-rata pupa jantan selama 1,9 hari dan untuk betina berlangsung selama 2,5 hari
41
.
(iii) Stadium dewasa
Nyamuk dewasa sebagai stadium akhir berlangsung di alam bebas untuk
mengetahui jenis kelamin dapat dilihat pada antenanya dan nyamuk dewasa jantan
mempunyai bulu yang lebat pada antenanya sedangkan pada nyamuk betina
antenanya berbulu jarang
42

e. Tempat bertelur
Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair yag
berwarna gelap, terbuka dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlidung dari
sinar matahari. Telur diletakkan di dinding kontainer di atas permukaan air. Bila kena

41
Sumarmo, Deman Berdarah Dengue di Indonesia, Situasi Sekarang dan Harapan di Masa
Mendatang, Semilokal Berbagai Aspek Deman Berdarah Dengue dan Penanggulangannya (Jakarta:
UI Press, 1985), h. 56
42
Ibid.
air maka menetes menjadi larva/jentik, setelah 5-10 hari larva akan menjadi pupa dan
2 hari kemudian pupa akan menetes menjadi nyamuk dewasa. Pada keadaaan
optimum pertumbuhan telur sampai menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu
kira-kira 10 hari (7-14 hari).
Waktu yang diperlukan mematangkan telur mulai pada waktu nyamuk
mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka
waktu siklus tersebut yaitu gonotrofik. Pada umumnya telur diletakkan pada air yang
jernih dan tidak mengalir yang terdapat disekitar atau didalam rumah pada artificial
breeding places telur diletakkan di dinding kontainer yang tidak jauh dari permukaan,
selain itu nyamuk Ae. Aegypti suka meletakkan telurnya pada bejana yang sempit.
43

f. Jarak terbang
Species Aedes adalah nyamuk penerbang jarak pendek yang mampu terbang
mencapai jarak kira-kira 50-100 m dari tempat perindukannya. Hal tersebut erat
kaitannya dengan keberadaan manusia dan binatang yang berperan sebagai sumber
makanan dan juga tempat-tempat penampungan air bersih yang diperlukan nyamuk
ini tempat bertelur, yang terletak disekitar pemukiman penduduk yang padat.
Ditemukannya nyamuk dewasa pada jarak yang mencapai 2 km dari tempat
perindukannya, disebabkan oleh pengaruh angin atau transportasi yang membawa
terbang Aedes aegypti.

43
Sunaryo S, Deman Berdarah Dengue pada Anak (Jakarta: UI Press, 1988)
Nyamuk Ae. aegypti juga terbatas oleh ketinggian dan pada umumnya tidak
ditemukan di atas 100 m tetapi telah dilaporkan bahwa jarak terbang nyamuk Ae.
aegypti ditemukan pada ketinggian 2121 m di India pada 2200 m di Kolumbia,
dengan temperatur tahunan adalah 17
o
C dan pada 2400 m di Eritrea.
44

g. Kesenangan menggigit
Ae. Aegypti bersifat antropofilik yaitu senang menggigit pada manusia. Ae.
Aegypti mempunyai kebiasaan melakukan pengisapan darah yang dilakukan pada
siang hari dan disebut spesies pengisap darah siang. Beberapa peneliti yang
mempelajari puncak kegiatan mengisap darah Ae. Aegypti di Jakarta, diantaranya ada
yang menyatakan bahwa nyamuk spesies ini aktif menghisap darah pada siang hari
08.00-13.00 dan sore hari pukul 15.00-17.00 yang berarti bahwa bagi Ae. Aegypti
terdapat dua puncak pebgisapan darah yang merupakan aktivitas kegiatan darah yang
dilakukan di siang hari.
Pendapat Oda dkk (1983) dan Soeroto dkk (1991) di Jakarta menyimpulkan
bahwa Ae. Aegypti melakukan pengisapan darah di sepanjang siang hari. Pendapat
yang sama juga dilaporkan oleh para ilmuan di luar Indonesia yang menyatakan
bahwa nyamuk spesies ini aktif mengisap darah sejak matahari terbit sampai
menjelang matahari terbenam
Spesies nyamuk ini bersifat endofilik dan eksofilik, melakukan pengisapan
darah baik di dalam maupun di luar rumah. Sifat lain serangga ini adalah lebih

44
WHO. Deman Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian (Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC, 1998), h.32.
eksofilik daripada endofilik, yaitu setelah mengisap darah lebih suka istirahat di luar
rumah daripada di dalam rumah.
Ae. Aegypti adalah spesies nyamuk yang disebut intermittent feeder,
melakukan pengisapan darah berulang kali sebelum merasa kenyang atau maksimal
mengisap darah. Sifat yang dimiliki inilah yang menjadi sebab mengapa Ae. Aegypti
pada saat yang bersamaan dapat menginfeksi beberapa orang dalam satu keluarga
sehingga terjadi musibah kejangkitan penyakit DBD lebih dari seorang dalam satu
keluarga.
3. Manusia
Manusia dan Ae. aegypti Linneaus merupakan reservoir dari pada Dengue
Hemorrhagi Fever (DHF)
45
.

D. Faktor-faktor yang terkait dengan DBD
Beberapa faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu:
1. Kepadatan penduduk
Penduduk yang padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD utamanya
pada daerah perkotaan (urban) karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 sampai
100 meter. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 kilometer, tetapi kemampuan
normalnya adalah kira-kira 40 meter.
Pada daerah yang berpenduduk padat disertai distribusi nyamuk yang tinggi,
potensi transmisi virus meningkat dan bertendensi kearah terbentuknya suatu daerah

45
Ibid..
endemis. Pada umumnya wadah menyimpan air sebagai tempat berkembangbiaknya
Ae. Aegypti dan kepadatan penduduk sangat berkaitan, dan teridentifikasi serta
potensi transmisi virus dengue disuatu daerah secara mudah dapat diperkirakan
dengan menggunakan peta kepaatan penduduk.
2. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk dapat memudahkan penularan, dari sutu tempat ke tempat
lainnya. Penyebaran nyamuk ini mungkin terjadi melalui transportasi darat, laut
maupun udara. Adanya urbanisasi yang cepat dan tidak terkendali menyebabkan
peningkatan kontak dengan vektor dan peningkatan limbah padat. Begitu pula dengan
peningkatan dan makin lancarnya hubungan lalu lintas/trasportasi, kota-kota kecil
atau daerah semi urban dekat kota besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat
penularan penyakit dari suatu sumber di kota besar.
3. Kualitas rumah dan wialyah pemukiman
Kualitas pemukiamn yang jelek akan mempengaruhi terutama bila banyak
benda-benda yang bisa menjadi tempat nyamuk bersarang. Tata guna tanah,
menentukan jarak dari rumah ke rumah. Rumah yang sempit, pencahayaan yang
kurang, lebih disenangi nyamuk. Antara rumah yang jaraknya berdekatan
memungkinkan penularan karena jarak terbang Ae. Aegypti 50-100 meter.
4. Sikap hidup, pola hidup bersih dan sehat
Sikap hidup, pola hidup bersih dan sehat akan mempengaruhi daya tanggap
dalam melihat masalah sehingga akan mengurangi resiko ketularan penyakit DBD.
Menghindari gigitan nyamuk, misalnya dengan menggunakan kelambu pada waktu
tidur, obat nyamuk dan bahan zat penolak mengubah dan memodifikasi lingkungan
melalui penimbunan dan pengeringan tempat berkembangbiaknya nyamuk atau
menjaga kebersihan lingkungan baik di rumah, sekolah dan tempat-tempat umum
lainnya.
5. Golongan umur
Golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit
DBD, golongan umur kurang dari 15 tahun lebih berpeluang terjadi penularan DBD.
6. Kerentanan terhadap penyakit
Setiap individu mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (daya tahan) tidak
sama dalam menghadapi suatu penyakit. Meningkatnya daya tahan tubuh dengan
berperilaku hidup bersih dan sehat melalui peningkatan gizi yang seimbang, olahraga
dan istirahat yang cukup dapat menangkal masuknya kuman penyakit.
7. Tingkat ekonomi (penghasilan)
Tingkat penghasilan juga akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke
puskesmas atau rumah sakit. Perkiraan biaya perawatan penderita di rumah sakit rata-
rata dua juta rupiah, sehingga pengeluaran sebanyak itu sebenarnya tidak perlu terjadi
apabila DBD dapat dicegah oleh masyarakat dengan melakukan pemberantasan
sarang nyamuk DBD.
8. Lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu atau seseorang yang
dapat berupa lingkungan fisik, biologis dan sosial. Pada beberapa peneliti penyakit
DBD, faktor lingkungan yang berperan terhadap rantai penularan adalah keadaan
ligkungan, fasilitas TPA, sumber air yang digunakan, kepadatan penduduk,
perumahan, perpindahan penduduk. Dengan demikian digambarkan bahwa penyebab
penyakit DBD secara etiologis disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai agen penyebab biologis, namun untuk
mempermudah trasmisi penularan kuman dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan.

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Frishers Exact Test yaitu
untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang perilaku masyarakat terhadap
keberadaan jentik di lingkungan rumah di Batangkaluku, Samata, Sungguminasa dan
Pandang-pandang Kecamatan Somba opu Kabupaten Gowa.

B. Variabel Penelitian
Variabel bebas (variabel independen) dalam penelitian ini yaitu Perilaku
masyarakat. Variabel terikat (variabel dependen) yaitu keberadaan vektor nyamuk
Ae. Aegypti Linneus. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada
penduduk yang dijadikan sampel dan pengambilan jentik disetiap kontainer rumah
yang dijadikan sampel.

C. Defenisi operasional
1. Vektor adalah pembawa, inang (Host)
2. Perilaku adalah usaha-usaha yang dilakukan keluarga dalam pencegahan DBD
yaitu dengan melakukan 3M+1T, yaitu menutup, menguras, menimbun, telungkupkan
dan melakukan beberapa hal yang lain seperti menaburkan bubuk abate,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang obat nyamuk, menyemprotkan
insektisida, tidak membiarkan pakaian bergantungan, tidak membuang sampah secara
sembarangan dan memelihara ikan pemakan jentik
3. Pemberantasan Sarang nyamuk (PSN) adalah kegiatan yang dilakukan responden
untuk memberantas sarang nyamuk baik secara fisik, kimia dan biologi.

D. Ruang lingkup dan batasan penelitian
1. Pengambilan sampel dilakukan di Lingkungan Batangkaluku, Samata,
sungguminasa dan Pandang-pandang Kec. Somba Opu Kab. Gowa pada beberapa
rumah penduduk yang diambil secara acak dan diberikan kuisioner terhadap
masyarakat serta pengambilan sampel berupa jentik.
2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2010 di rumah-rumah
penduduk.

E. Batas Penelitian
1. Pemeriksaan sampel jentik dilakukan setiap bulan selama tiga bulan.
2. Kuisioner yang dilakukan secara bebas meliputi perwakilan anggota keluarga.

F. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu : pipet tetes, mikroskop dynolite, kain kasa dan
ependorf tip.
2. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu sampel jentik dan alkohol 70%.


G. Cara Kerja
1. Penentuan Sampel
Menentukan populasi penelitian ini adalah masyarakat yang ada di lingkungan
Batangkaluku, samata, Sungguminasa dan Pandang-pandamng kecamatan Somba
Opu. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling yaitu dengan
sampel diambil secara random (acak) yang tinggal di kecamatan Somba Opu. Besar
sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah sebanyak 200 orang. Adapun kriteria
responden yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti terdiri dari:
a. Salah satu anggota keluarga.
b. Bersedia menjadi responden.
c. Dapat membaca dan memahami bahasa Indonesia dengan baik.
2. Penentukan Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di : kelurahan Batangkaluku, Pandang-Pandang,
Sungguminasa dan Samata. Adapun penentuan Kecamatan Somba opu sebagai lokasi
penelitian adalah masih tingginya angka kasus/jumlah penderita DBD dari tahun ke
tahun di Kecamatan Somba opu menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit/Dinas
Kesehatan Kab.Gowa, belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gambaran
perilaku masyarakat terhadap usaha pencegahan DBD di Kecamatan Somba opu.
4. Pertimbangan Etik.
Peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai
manusia harus dilindungi dengan memperlihatkan prinsip-prinsip dalam
pertimbangan etik yaitu: responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia
bersedia untuk menjadi subjek atau tidak tanpa sanksi apapun, dalam hal ini peneliti
juga harus memberikan penjelasan dan informasi secara lengkap dan rinci serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden, responden juga
harus diperlakukan secara baik sebelum, selama dan sesudah penelitian, serta
responden juga tidak boleh didiskriminasi jika menolak untuk tidak melanjutkan
menjadi subjek penelitian. Responden juga mempunyai hak untuk meminta bahwa
data yang diberikan harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya anonimity (tanpa
nama) dan confidentiality (rahasia).
5. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan lembaran
kuesioner yang disusun secara terstruktur dan berisikan pertanyaan yang harus
dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi, dan
kuesioner untuk perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD di
lingkungan rumah.
Instrumen data demografi meliputi kode atau inisial, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuisioner dalam bentuk pertanyaan
tertutup yang berisi 20 pertanyaan. penilaian dengan menggunakan skala Guttmen
yaitu dengan jawaban ya (skor 1) dan tidak (skor 0). Total skor diperoleh
terendah 0 dan yang tertinggi 20 semakin tinggi skor maka semakin baik perilaku
keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD. Untuk mengetahui perilaku
keluarga dalam usaha pencegahan penyakit DBD dengan menggunakan rumus
statistik. Banyak kelas Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang 20 dan 3
kategori kelas untuk menilai perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit
DBD yaitu perilaku baik, perilaku cukup dan perilaku kurang, maka didapatkan
panjang kelas 3. menggunakan P = 3 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas
interval pertama, maka perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD
dikategorikan interval sebagai berikut: 0-6 perilaku kurang, 7-13 perilaku cukup dan
14-20 perilaku baik.

H. Pengumpulan Data
Data Primer diperoleh dengan cara melakukan pengambilan sampel jentik
nyamuk di setiap TPA pada masing-masing rumah penduduk saat wawancara.
I. Analisis Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa
tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan
identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi
sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga
processing yaitu memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer dengan
menggunakan program SPSS versi 15,0. Tahap keempat adalah melakukan cleaning
yaitu mengecek kembali data yang telah dientri untuk mengetahui ada kesalahan atau
tidak. Untuk mendeskripsikan data demografi, perilaku keluarga terhadap usaha
pencegahan penyakit DBD di lingkungan rumah dilakukan perhitungan frekuensi,
dan prosentase. Hasil penelitian di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
prosentase.




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Daerah Penelitian
Kabupaten Gowa merupakan daerah yang sangat strategis karena terletak
dibagian selatan pulau sulawesi. Secara geografi Kabupaten Gowa terletak pada
koordinat antara 5o 33 6 sampai 5o 34 7 Lintang Selatan dan 12o 38 6 sampai
12o 33 6 Bujur Timur dengan Luas wilayah administrasi Gowa adalah 1.883,33
Km
2
. Jumlah penduduk Kabupaten Gowa mencapai 575 295 jiwa yang terdiri atas
283.291 jiwa laki-laki dan 291.882 jiwa perempuan. Kabupaten Gowa terdiri atas 18
wilayah Kecamatan yang terbagi dua yaitu 9 Kecamatan didataran tinggi dan 9
Kecamatan di dataran rendah dengan 44 Kelurahan dan 123 Desa. Somba Opu
merupakan salah satu Kecamatan didataran rendah yang paling dekat dengan
Makassar dan merupakan ibu kota Gowa. Somba Opu terdiri dari 12 Kelurahan. Di
Somba Opu diambil 4 kelurahan sebagai lokasi penelitian yaitu:
Sebelah barat : Pandang-pandang
Sebelah timur : Batang Kaluku
Sebelah Utara : Samata
Sebelah selatan : Sunggu Minasa.


B. Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabe 1.1 Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Responden di Lingkungan
Batangkaluku.

Pengetahuan Total
Tinggi Rendah Tinggi
Sikap
Baik
Count 18 21 39
% within
pengetahuan
100,0% 65,6% 78,0%
Kurang
baik
Count 0 11 11
% within
pengetahuan
,0% 34,4% 22,0%
Total
Count 18 32 50
% within
pengetahuan
100,0% 100,0% 100,0%















Tabel 1.2 Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Responden di Lingkungan
Batang kaluku.
Pengetahuan Total
Tinggi Rendah Tinggi
Perilaku



Baik Count 18 11 29
% within pengetahuan 100,0% 34,4% 58,0%
Cukup Count 0 18 18
% within pengetahuan ,0% 56,3% 36,0%
Kurang Count 0 3 3
% within pengetahuan ,0% 9,4% 6,0%
Total
Count 18 32 50
% within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%

Tabel 1.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan Batang
kaluku.
Sikap Total
Baik Kurang baik Baik
Perilaku
Baik

Count 29 0 29
% within Sikap
74,4% ,0% 58,0%
Cukup

Count 10 8 18
% within
Sikap
25,6% 72,7% 36,0%


Kurang

Count 0 3 3
% within
Sikap
,0% 27,3% 6,0%
Total

Count 39 11 50
% within
Sikap
100,0% 100,0% 100,0%

Tabel 1.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Batang kaluku.
Jentik Total

Ada jentik
Tidak ada
jentik
Ada jentik
Pengetahuan
Tinggi 18 0 18
Rendah 0
32
32
Total 18
32
50





Tabel 1.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batang
kaluku.
Jentik Total

Ada
jentik
Tidak
ada jentik
Ada jentik
Sikap
Baik 18 21 39
Kurang baik 0 11 11
Total 18 32 50

Tabel 1.6 Hubungan antara Perilaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batang
kaluku.
Jentik Total

Ada
jentik
Tidak
ada jentik Ada jentik
Perilaku
Baik 18 11 29
Cukup 0 18 18
Kurang 0 3 3
Total 18 32 50

1. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Lingkungan Samata
Hasil analisis Chi-Square Tests mengenai Pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat dengan keberadaan jentik disajikan pada Tabel berikut:
Tabe 2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden di Lingkunga
Samata.
Pengetahuan Total
Tinggi Rendah Tinggi
Sikap
Baik

Count 14 31 45
% within pengetahuan 100,0% 86,1% 90,0%
Kurang
baik
Count 0 5 5
% within pengetahuan ,0% 13,9% 10,0%
Total
Count 14 36 50
% within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%


Tabel 2.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Responden di Lingkungan
Samata

Perilaku Total
Baik Cukup Kurang Baik

Pengetahuan
Tinggi 14 0 0 14
Rendah 21 13 2 36
Total 35 13 2 50



Tabel 2.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan
Samata.
Sikap Total
Baik
Kurang
baik Baik
Perilaku
Baik 35 0 35
Cukup 10 3 13
Kurang 0 2 2
Total 45 5 50

Tabel 2.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Samata.
Jentik Total

Ada
jentik
Tidak
ada jentik
Ada jentik
pengetahuan
Tinggi 14 0 14
Rendah 1 35 36
Total 15 35 50

Tabel 2.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Samata
Jentik Total

Ada jentik
Tidak
ada jentik
Ada jentik
Sikap
Baik 15 30 45
Kurang baik 0 5 5
Total 15 35 50










Tabel 2.6 Hubungan antara Perilaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Samata.

Jentik Total

Ada jentik
Tidak
ada jentik
Ada jentik
Perilaku
Baik 15 20 35
Cukup 0 13 13
Kurang 0 2 2
Total 15 35 50

2. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Lingkungan Samata
Hasil analisis Chi-Square Tests mengenai Pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat dengan keberadaan jentik disajikan pada Tabel berikut:
Tabe 3.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden di Lingkungan
Sunggu minasa.

Pengetahuan Total
Tinggi Rendah Tinggi
Sikap
Baik
Count 33 2 35
% within pengetahuan 100,0% 11,8% 70,0%
Kurang
Baik
Count 0 15 15
% within pengetahuan ,0% 88,2% 30,0%
Total
Count 33 17 50
% within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%




Tabe 3.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Responden di
Lingkungan Sunggu minasa.
Pengetahuan Total
Tinggi Rendah Tinggi
Perilaku

Baik

Count 30 0 30
% within pengetahuan 90,9% ,0% 60,0%
Cukup

Count 3 5 8
% within pengetahuan 9,1% 29,4% 16,0%
Kurang

Count 0 12 12
% within pengetahuan ,0% 70,6% 24,0%
Total
Count 33 17 50
% within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%


Tabe 3.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan Sunggu
minasa.
Sikap Total
Baik
Kurang
baik Baik
Perilaku

Baik

Count 30 0 30
% within
Sikap
85,7% ,0% 60,0%
Cukup
Count 5 3 8
% within
Sikap
14,3% 20,0% 16,0%
Kurang

Count 0 12 12
% within
Sikap
,0% 80,0% 24,0%
Total Count 35 15 50
% within
Sikap
100,0% 100,0% 100,0%


Tabel 3.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Sunggu minasa
Jentik Total
Ada jentik
Tidak ada
jentik Ada jentik
Pengetahuan

Tinggi 8 25 33
Rendah 0 17 17
Total 8 42 50

Tabel 3.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Sunggu minasa.
Jentik Total

Ada
jentik
Tidak ada jentik Ada jentik
Sikap
Baik 8 27 35
Kurang baik 0 15 15
Total 8 42 50

Tabel 3.6 Hubungan antara Perilaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Sunggu minasa.
Jentik Total
Ada jentik
Tidak ada
jentik Ada jentik
Perilaku

Baik 8 22 30
Cukup 0 8 8
Kurang 0 12 12
Total 8 42 50





3. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Lingkungan Samata
Hasil analisis Chi-Square Tests mengenai Pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat dengan keberadaan jentik disajikan pada Tabel berikut:


Tabe 4.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden di Lingkungan
Pandang-pandang.
Pengetahuan Total
Tinggi Rendah Tinggi
Sikap
Baik
Count 19 11 30
% within
pengetahuan
100,0% 35,5% 60,0%
Kurang baik
Count 0 20 20
% within
pengetahuan
,0% 64,5% 40,0%
Total
Count 19 31 50
% within
pengetahuan
100,0% 100,0% 100,0%

Tabe 4.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan perilaku Responden di Lingkungan
Pandang-pandang
Perilaku Total
Baik Cukup Kurang Baik
Pengetahuan
Tinggi
Count 19 0 0 19
% within
Perbuatan
59,4% ,0% ,0% 38,0%
Rendah
Count 13 13 5 31
% within
Perbuatan
40,6% 100,0% 100,0% 62,0%
Total
Count 32 13 5 50
% within
Perbuatan
100,0% 100,0% 100,0% 100,0%



Tabe 4.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan
Pandang-pandang
Perilaku Total
Baik Cukup Kurang Baik
Sikap
Baik

Count 30 0 0 30
% within Perbuatan 93,8% ,0% ,0% 60,0%
Kurang
baik
Count 2 13 5 20
% within Perbuatan 6,3% 100,0% 100,0% 40,0%
Total
Count 32 13 5 50
% within Perbuatan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%


Tabel 4.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Pandang-pandang
Jentik Total

Ada
jentik Tidak ada jentik Ada jentik
Pengetahuan
Tinggi 14 5 19
Rendah 0 31 31
Total 14 36 50

Tabel 4.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Pandang-pandang
Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik
Sikap
Baik 14 16 30
Kurang baik 0 20 20
Total 14 36 50







Tabel 4.6 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan
Pandang-pandang
Jentik Total

Ada
jentik
Tidak ada
jentik
Ada jentik
Perilaku
Baik 14 18 32
Cukup 0 13 13
Kurang 0 5 5
Total 14 36 50

C. Pembahasan
1. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Batang kaluku
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap
masyarakat di Batang kaluku (1.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (18) 100% akan bersikap baik dan responden yang
berpengetahuan rendah (21) 65,6% akan bersikap baik selebihnya responden yang
berpengetahuan rendah (11) 34,4% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,005 (p<), berarti ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan sikap masyarakat di Batang kaluku.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
masyarakat di Batang kaluku (1.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (18) 100% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan rendah (11) 34,4% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan rendah (18) 56,3% berperilaku cukup, responden yang
berpengetahuan rendah (3) 9,4% berperilaku kurang baik. Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Batang kaluku.
Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di
Batang kaluku (1.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki sikap
baik (29) 74,4% akan berperilaku baik, responden yang sikap baik (10) 25,6% akan
berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (8) 72,7% berperilaku
cukup, responden yang bersikap kurang baik (3) 27,3% berperilaku kurang baik.
Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat di Batang kaluku.
Dari tabel 1.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 18 (100%) sedangkan responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan tidak terdapat jentik di rumahnya
sebanyak (32) 100%. Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana
diperoleh p= 0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Batang kaluku.
Dari tabel 1.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 18(100%) dan pada sikap yang kurang baik
dan ada jentik tidak terdapat responden. Sikap responden yang baik terhadap upaya
PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal
ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000
(p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan
keberadaan jentik di Batang kaluku.
Dari tabel 1.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 18(100%) dan tidak terdapat responden yang
berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Batang
kaluku.
2. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Samata.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap
masyarakat di Samata (2.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (14) 100% akan bersikap baik dan responden yang
berpengetahuan rendah (31) 86,1% akan bersikap baik selebihnya responden yang
berpengetahuan rendah (5) 13,9% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,142 (p>), berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Samata.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
masyarakat di Samata (2.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (14) 40% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan rendah (21) 60% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan rendah (13) 100% berperilaku cukup, responden yang
berpengetahuan rendah (2) 100% berperilaku kurang baik Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,016 (p>), berarti ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Samata.
Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di
Samata (2.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki sikap baik
(35) 77,7% akan berperilaku baik, responden yang sikap baik (10) 22,2% akan
berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (3) 60% berperilaku kurang
baik, dan responden yang bersikap kurang baik (2) 40% berperilaku kurang. Hasil uji
statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat diSamata..
Dari tabel 2.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 14 (93,3%) sedangkan responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan terdapat jentik di rumahnya
sebanyak 1 (6,66%). Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana
diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Samata.
Dari tabel 2.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 15(100%) dan pada sikap yang kurang baik
dan ada jentik tidak terdapat responden. Sikap responden yang baik terhadap upaya
PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal
ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,123
(p>), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan
keberadaan jentik di Samata.
Dari tabel 2.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
perilaku yang baik terdapat jentik sebanyak 15(100%) dan tidak terdapat responden
yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,010 (p<), berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di
Samata.
3. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Sunggu minasa.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap
masyarakat di Sunggu minasa (3.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (33) 100% akan bersikap baik dan responden yang
berpengetahuan rendah (2) 11,8% akan bersikap baik selebihnya responden yang
berpengetahuan rendah (15) 88,2% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
masyarakat di Sunggu minasa (3.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (30) 90,9% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan tinggi (3) 9,1% akan berperilaku cukup, responden yang
berpengetahuan rendah (5) 29,4% berperilaku cukup, responden yang berpengetahuan
rendah (12) 70,6% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test
menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Sunggu minasa.
Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di
Sunggu minasa (3.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki
sikap baik (30) 85,7% akan berperilaku baik, responden yang sikap baik (5) 14,3%
akan berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (3) 20,0% berperilaku
cukup. , responden yang bersikap kurang baik (12) 80,0% berperilaku kurang. Hasil
uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat di Sunggu
minasa.
Dari tabel 3.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 8 (100%) dan tidak ada responden
yang berpengetahuan rendah terdapat jentik Hal ini didukung pula oleh hasil uji
statistik Chi-Square dimana diperoleh p=0,027 (p<), berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Sunggu
minasa.
Dari tabel 3.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 8(100%) dan pada sikap yang kurang baik
dan ada jentik tidak terdapat responden. Sikap responden yang baik terhadap upaya
PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal
ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,043
(p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan
keberadaan jentik di Sunggu minasa.
Dari tabel 3.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
perilaku yang baik terdapat jentik sebanyak 8(100%) dan tidak terdapat responden
yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,042 (p<), berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku responden dengan keberadaan jentik di
Sunggu minasa.
4. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan
jentik di Pandang-pandang.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap
masyarakat di Pandang-pandang (4.1) dari 50 responden di peroleh data responden
yang memiliki pengetahuan tinggi (19) 100% akan bersikap baik dan responden yang
berpengetahuan rendah (11) 35,5% akan bersikap baik selebihnya responden yang
berpengetahuan rendah (20) 64,5% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa.
Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
masyarakat di Sunggu minasa (4.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang
memiliki pengetahuan tinggi (19) 59,4% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan rendah (13) 40,6% akan berperilaku baik, responden yang
berpengetahuan rendah (13) 100% berperilaku cukup, responden yang
berpengetahuan rendah (5) 100% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers
Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Pandang-pandang.
Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di
Pandang-pandang (4.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki
sikap baik (30) 93,8% akan berperilaku baik, responden yang bersikap kurang baik
(2) 6,3% berperilaku baik, responden yang bersikap kurang baik (13) 100,0%
berperilaku cukup dan responden yang bersikap kurang baik (5) 100,0% berperilaku
kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti
tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat di
Sunggu minasa.
Dari tabel 4.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 14 (100%) dan tidak ada responden
yang berpengetahuan rendah terdapat jentik Hal ini didukung pula oleh hasil uji
statistik Chi-Square dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di
Pandang-pandang.
Dari tabel 4.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 14(100%) dan tidak terdapat responden yang
bersikap kurang baik terdapat jentik. Sikap responden yang baik terhadap upaya PSN
lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal ini
dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000
(p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan
keberadaan jentik di Pandang-pandang.
Dari tabel 4.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada
perilaku yang baik terdapat jentik sebanyak 14(100%) dan tidak terdapat responden
yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000 (p>), berarti tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku responden dengan keberadaan jentik di
Pandang-pandang.
Hasil uji statistik yang dilakukan oleh Santoso (2008) di Palembang Sumatra
Selatan untuk melihat hubungan pengetahuan dengan sikap responden kaitannya
dengan pencegahan DBD, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan responden dengan sikap responden kaitannya dengan penyakit DBD (p
value 0,000). Dengan OR 3,097 dapat di interpretasikan bahwa responden yang
berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 3,097 kali akan mempunyai sikap
yang kurang baik berkaitan dengan penyakit DBD.
Hasil uji statistik yang dilakukan oleh Santoso (2008) di Palembang, Sumatra
Selatan untuk melihat hubungan antara sikap dan perilaku responden kaitannya
dengan DBD di Palembang, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang signifikan
antara tingkat sikap responden dengan perilaku responden (p value 0,005). Dengan
OR 1,62 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang mempunyai sikap yang
kurang baik mempunyai kemungkinan 1,62 kali akan berperilaku buruk dalam
kaitannya dengan pencegaan DBD.
Hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan
dan perilaku responden kaitannya dengan DBD oleh Santoso (2008) di Palembang
Sumatra Selatan, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan responden dengan perilaku responden (p value 0,000). Dengan
OR 2,25 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah
mempunyai kemungkinan 2,25 kali akan berperilaku buruk dalam kaitannya
pencegahan DBD.
Penelitian Riri dan Anny (2005) di Kelurahan Wonokusumo, Surabaya
memperoleh hasil responden dengan tingkat pengetahuan baik hanya 21 orang (21%)
dan tingkat pengetahuan yang kurang baik sebanyak 79 orang (79%). Responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik dan terdapat jentik di rumahnya
sebanyak 53 responden (91,4%) lebih besar daripada responden yang mempunyai
tingkat pengetahuan baik dan terdapat jentik sebanyak 5 responden (8,6%). Hal ini
didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p = 0,001 (p<),
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden
dengan keberadaan jentik Ae. aegypti linnaeus.
Penelitian Riri dan Anny (2005) di Kelurahan Wonokusumo, Surabaya. Sikap
responden yang baik terhadap upaya (PSN) dan abatisasi lebih besar daripada sikap
responden yang kurang baik terhadap upaya PSN dan abatisasi yaitu sebesar 89%.
Hal ini disebabkan karena responden dalam menjawab pertanyaan selalu menjawab
hal-hal yang baik saja. Sikap responden untuk menguras tempat penampungan air
tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae. aegypti
Linnaeus tapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik. Sikap
responden merupakan respon yang masih tertutup dan tidak tampak dalam keadaan
nyata, sehingga meskipun mereka setuju terhadap upaya PSN dan abatisasi belum
tentu mereka berperilaku sesuai dengan sikapnya. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
statistik Fisher`s Exact Test dimana diperoleh p = 0,113 (p>), berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik nyamuk
Ae. aegypti Linnaeus di Kelurahan Wonokusumo.
Hasil wawancara berbasis kuesioner terhadap pengetahuan responden di
wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan oleh IN Gede Suyasa (2007) , dari 90
respon yang diteliti, diketahui 86 responden (85,6%) dengan tingkat pengetahuan
yang baik dan 4 responden (4,4%) dengan tingkat pengetahuan sedang. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa dari 86 responden dengan tingkat pengetahuan yang
baik, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 69 responden (80,2%) dan ada jentik DBD
sebanyak 17 responden (19,8%). Sebanyak 4 responden dengan tingkat pengetahuan
yang sedang, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 2 responden (50,0%) dan ada jentik
DBD sebanyak 2 responden (50,0%). Bahwa hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan vektor DBD.
Tidak ada hubungan karena sebagian besar berpengetahuan baik tentang penyakit
DBD, hampir semua pertanyaan dijawab dengan benar yang berkaitan dengan
penyakit demam berdarah, misalnya tentang penyebab DBD, gejala DBD, bahaya
DBD dan tindakan bila ada kasus DBD. Hal ini diperkuat oleh pendapat masyarakat
bahwa masyarakat telah banyak mendapat informasi tentang penyakit demam
berdarah dari berbagai sumber. Sebagian besar responden mengatakan memperoleh
informasi dari televisi, ada yang mengatakan dari radio, media cetak, brosur dan
penyuluhan petugas kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan yang baik tidak
berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang
baik/positif tindakan yang diambilnya negatif begitu sebaliknya. Dalam hal
penanggulangan DBD ketika ditanyakan pengetahuannya tentang PSN sangat positif
atau mendukung tetapi tindakannya tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Hal ini bisa dilihat masih adanya tindakan masyarakat yang jarang melakukan
kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun riol/got yang ada di
sekitar rumah.
Penelitian terhadap sikap responden di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar
Selatan oleh IN Gede Suyasa (2007) menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap
responden dengan keberadaan vektor DBD. Tidak adanya hubungan karena sikap
responden sebagian besar baik terhadap upaya PSN. Sikap responden untuk menguras
(TPA) tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae.
aegypti Linnaeus tetapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik.
Pada masyarakat yang menggunakan sumber air bersih PDAM dengan harga yang
dirasakan relativ mahal ada keengganan untuk melakukan pengurasan TPA karena
akan ada air yang terbuang percuma. Masih adanya sikap masyarakat yang kurang
peduli terhadap penyakit DBD di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan, maka
akan berisiko terkena penyakit DBD yang cenderung menimbulkan wabah Kejadian
Luar Biasa (KLB). Upaya penyadaran sikap adalah upaya penyadaran keyakinan
sebagai aspek yang mendasarinya, sehingga penyadaran bahwa siapa pun mempunyai
risiko yang sama untuk terserang DBD menjadi penting. Ketika rumah dan
lingkungannya sudah bersih, tetapi anggota keluarga bisa digigit nyamuk ketika
sekolah dan seterusnya.









BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : Hubungan
perilaku masyarakat terhadap keberadaan jentik Nyamuk Aedes aegypti Linnaeu di
kecamatan Somba opu yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan sikap (p=0,005), di lingkungan Batang kaluku. Terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku masyarakat (p=0,016), dan terdapat pula hubungan
yang bermakna antara sikap dengan keberadaan jentik (p=0,010), di Lingkungan
Samata. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keberadaan
jentik (p=0,027), antara sikap dengan keberadaan jentik (p=0,043), antara perilaku
dengan keberadaan jentik (p=0,042), di Lingkungan Sungguminasa. Tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku dengan
keberadaan jentik, di Lingkungan Pandang-pandang
B. Saran
1. Perilaku masyarakat tentang hidup sehat dan peduli lingkungan perlu disadarkan
kembali dengan mekanisme penyampaian informasi dan pendidikan/penyuluhan
tentang penanggulangan penyakit DBD melalui media televisi, radio, media cetak
maupun brosur.
2. Instansi yang terkait sebaiknya rutin memantau keberadaan jentik nyamuk Ae.
aegypti untuk mencegah penularan penyakit DBD terutama di Kecamatan Somba
Opu.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan perilaku masyarakat
terhadap keberadaan nyamuk Aedes aegypti linnaeus sebagai
vektor penyakit Deman Berdarah Dengu khususnya di Kabupaten Gowa sebagai
upaya monitoring dan pencegahan penularan penyakit DBD.
4. Mengintensifkan kembali penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya
menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan dalam rangka mencegah
berjangkitnya penyakit DBD.








DAFTAR PUSTAKA

Borror, DJ & DM Delong. An Introduction to the study of Insect. USA Library of
Congres, catalog Card, 1954.
Chandra Budiman. Metodologi Penelitian Kesehatan, Cet.I; Jakarta: Buku
Kedokteran EGC, 2008.
Departemen Kesehatan, Pedoman Survei Entomologi Deman Berdarah Dengue,
Cet.II; Jakarta: Bakti Husada, 2002.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Pentahsis dan
Penerjemah Al-Quran, 1990.

Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, Laporan Bulanan Bidang Kesehatan
Kabupaten Gowa, Makassar: Dinas Kesehatan.2008.
Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan, Profil dan Laporan Tahunan Sub Dinas
Pencegahandan Pemberantasan Penyakit, Makassar: Dinas Kesehatan,2007.
Notoatmodjo Soekidjo, lmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar,
Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003.
Pujiastuti Sisilia, Deman Berdarah dalam Data. http: // www.depkes. go.id
15 Desember 2009.
Rawuh Sugen, Ilmu Kedokteran. http//www.created by crazyprofile.com, 30 januari
2010.
Rochman Abdul , Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Ibu Rumah Tangga
dalam Pemberantasan Nyamuk (PSN) , Semarang: Universitas Di[onegoro,
2004.
Rueda. L.M, Pictorial Keys For The Identification Of Mosquitoes (Diptera
Culicidae)Associated With Dengue Virus Transmission, New Zeland:
Magnolia Press Aukland,2004.
Santoso, Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap
Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatra Selatan Jurnal Ekologi
Kesehatan, 2008.
Silalahi Levi, Deman Berdarah . http: // www. pdat. co. id. 23 Desember 2009.
Sirantonius, Defenisi Persepsidan Perilaku http://afaccessoriessolution. blogspot
.com. 3 Februari 2010.
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, Cet.VII; Bandung: CV Alfabeta, 2005
Sumarmo, Deman Berdarah Dengue di Indonesia, Situasi Sekarang dan Harapan di
Masa Mendatang, Semilokal Berbagai Aspek Deman Berdarah Dengue dan
Penanggulangannya, Jakarta: UI Press, 1985
Sunaryo S, Deman Berdarah Dengue pada Anak, Jakarta: UI Press, 1988.
Suroso T, Pemberantasan Demam Berdarah, Jakarta: Departemen Kesehatan, 2000.
Suyasa Gede IN, Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Dengan
Keberdaan Vektor Deman Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas I Denpasar Selatan Skripsi sarjana Fakultas Kesehatan,
Politeknik Kesehatan Denpasar,2007.
WHO, Dengue/DHF : Situation of Dengue Hemorragic Fever in The East Asia
Region (On Line) (Http://w3.whose.org/en/Section10/Section332
/Section519_2392. htm.Diakses tanggal 8 Desember2009.
WHO, Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam
Berdarah Dengue, Jakarta: EGC, 2004.
WHO. Deman Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan dan
Pengendalian, Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC, 1998.
Yotopranoto S, Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Deman
Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya, Surabaya: Majalah
Kedokteran Tropis Indonesia, 1998.
Y Ririh dan anny V, Hubungan Kondisi lingkungan, Kontainer dan Perilaku
Masyarakat dengan keberdaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah
Endemis Deman Berdarah Dengue Surabaya Jurnal Kesehatan Lingkungan I
, 2005.

RIWAYAT HIDUP

NURWAHIDAH, lahir di Desa Tombolo Kecamatan
Gantarang keke Kabupaten Bantaeng pada tanggal 09
Desember 1988, merupakan buah hati dari pasangan
Baharuddin dan Badariah
Penulis menempuh pendidikan formal pada tahun 1994-1997 di
SD Negeri 53 Banyorang, kemudian tahun 1997-2000 di SD Inpres
Kampung beru Kabupaten Bantaeng dan melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Tompobulu pada tahun 2000 - 2003. Pada tahun 2003 penulis
melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bantaeng dan tamat pada tahun
2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas
Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melalui ujian SPMB dan di
terima di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Selama
menjalani kehidupan dengan status mahasiswi penulis pernah menjabat
sebagai asisten di laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sri Aslia Buyung
    Sri Aslia Buyung
    Dokumen79 halaman
    Sri Aslia Buyung
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Zulkarnain
    Zulkarnain
    Dokumen26 halaman
    Zulkarnain
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Rabanai
    Rabanai
    Dokumen110 halaman
    Rabanai
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Sarnidayani
    Sarnidayani
    Dokumen33 halaman
    Sarnidayani
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Ruhmanto
    Ruhmanto
    Dokumen82 halaman
    Ruhmanto
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Nur Mutmainna
    Nur Mutmainna
    Dokumen83 halaman
    Nur Mutmainna
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Nona Syahdan
    Nona Syahdan
    Dokumen89 halaman
    Nona Syahdan
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Lisdawati
    Lisdawati
    Dokumen96 halaman
    Lisdawati
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Fitriani
    Fitriani
    Dokumen84 halaman
    Fitriani
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Karneli
    Karneli
    Dokumen89 halaman
    Karneli
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Ernawati
    Ernawati
    Dokumen97 halaman
    Ernawati
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Muh. Jihad
    Muh. Jihad
    Dokumen96 halaman
    Muh. Jihad
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Fingki Fitriani
    Fingki Fitriani
    Dokumen93 halaman
    Fingki Fitriani
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Esi BAyu Agriani
    Esi BAyu Agriani
    Dokumen100 halaman
    Esi BAyu Agriani
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • A.st - Normalasari Ilyas
    A.st - Normalasari Ilyas
    Dokumen75 halaman
    A.st - Normalasari Ilyas
    cHykoe
    Belum ada peringkat
  • Novlyanti Alja
    Novlyanti Alja
    Dokumen97 halaman
    Novlyanti Alja
    cHykoe
    Belum ada peringkat