JENTIK NYAMUK Aedes aegypti Linnaeus SEBAGAI VEKTOR
PENYAKIT DEMAN BERDARAH DENGUE DI KECAMATANSOMBA OPU KABUPATEN GOWA
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains (S.Si) Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Alauddin Makassar
Oleh:
NURWAHIDAH NIM. 60300106036
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2010
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan penuh kesadaran yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, dibuat atau dibantu orang lain secara keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 31 Agustus 2010 Penulis
Nurwahidah NIM: 60300106036
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi yang berjudul, Karakteristik Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti Linnaeus dan Aedes albopictus Skuse di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa yang disusun oleh Fitriani, NIM: 60300106014, mahasiswi jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari rabu, tanggal 4 Agustus 2010 M, bertepatan dengan 23 Syaban 1431 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Sains dan Teknologi, Jurusan Biologi (dengan beberapa perbaikan).* Makassar, 04 Agustus 2010 M 25 Syaban 1431 H DEWAN PENGUJI Ketua : Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M. S. (.) Sekretaris : Fatmawati Nur, S.Si., M. Si (.) Munaqisy I : Dra. Hj. A. Asmawati Azis, M. Si (.) Munaqisy II : Hj. Rachmawati, S. Si., M. Si (.) Munaqisy III : Drs. M. Arif Alim M.A (.) Pembimbing I : Syahribulan, S. Si., M. Si (.) Pembimbing II : Sitti Saenab S,Pd, M.Pd (.)
Diketahui oleh: Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar
Prof. Dr. H. Bahaking Rama ,M. S. NIP. 19520709 198103100. 1
KATA PENGATAR
Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat- Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat dirampungkan sebagaimana adanya. Tugas akhir ini merupakan persyaratan akademik guna penyelesaian studi pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Terkhusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak dapat digambarkan dengan apa pun dan kupersembahkan skripsi ini kepada orang tua tercinta Ibunda Badariah dan Ayahanda Baharuddin yang tanpa pamrih, penuh kasih sayang membesarkan dan mendidik penulis. Aku bangga menjadi anak beliau. Saudara-saudaraku tercinta Almarhumah Nurhikmah, Sabran dan Asrar Bahri atas dukungan, motivasi, pengertian, dan perhatian, juga untuk segenap keluarga besar yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang senantiasa mewarnai kehidupan keluarga kami. Dalam penulisan skripsi ini tentunya tak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan, namun berkat bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak maka kesulitan tersebut dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis merasa sangat perlu berterimakasih kepada Ibu Syahribulan, S.Si, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Hafsan, S. Si, M. Pd. selaku Pembimbing II yang selama ini di tengah kesibukan dan aktivitasnya beliau masih menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. Dan izinkanlah saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar selaku penanggung jawab Perguruan Tinggi dimana penulis menimba ilmu di dalamnya. 2. Bapak Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M.S selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, seluruh dosen pengajar tak terkecuali seluruh staf di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi. 3. Ibu Fatmawati Nur, S. Si., M. Si. selaku Ketua Jurusan Biologi beserta seluruh staf. 4. Ibu Sitti Saenab, S.Pd, M.Pd, Masriani S.Si dan dosen-dosen biologi UIN Alauddin Yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan. 5. Bapak Drs. Muh. Arif Alim, M. Ag, Ibu Dra. Hj. Andi Asmawati Azis, M.Si, ibu Hj. Rachmawati, S.Si, M.Si selaku penguji atas saran dan bantuannya dalam perbaikan skripsi ini. 6. Teman-teman tercinta Biologi 06, khususnya teman seperjuangan Fitriani, Marlina, Ramlah, Rezeki Fitri, Abdul rain, Irnawati , Budi andriani, Nurmutmainna, Karneli, Yuliana Jamila, Nismawati, Haeriah, Nona Syahdan, Sarnidayani, Nurnatri astuti, Rabanai, Buyung, Fingki fitriani, Novlyanti alja, Abdullah, Ruhmanto, Sahruddin, Arif, St Ekaria, A.St. Normala sari, M. Jihad, Isnaniah semangat dan terus berjuang. 7. Teman-teman penelitian (Aedes Group) yang telah memberikan bantuan, motivasi, kerjasama, hingga semuanya bisa terlewati meskipun banyak rintangan, tantangan maupun suka dan duka selama penelitian. Meskipun penelitian ini adalah fakta namun bukan berarti hasil akhir penelitian yang sempurna. Oleh karena itu penulis berbesar hati atas masukan dan saran positif demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini menjadi salah satu bahan bacaan yang bermanfaat kelak. Wassalam.
Makassar, Agustus 2010
Penulis
ABSTRAK
Nama : Nurwahidah Nim : 60300106036 Jurusan : Biologi Fakultas : Sains dan Teknologi
Telah dilakukan penelitian tentang Hubungan Perilaku Masyarakat terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes aegypti Linnaeus sebagai Vektor Penyakit Deman Berdarah Dengue di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Penelitian dilaksanakan di kelurahan Samata, Pandang-pandang, Sungguminasa dan Batangkaluku pada bulan Januari-Maret 2010. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor perilaku masyarakat dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti Linnaeus sebagai vektor DBD. Survei jentik dilakukan secara acak pada berbagai tempat penampungan air terhadap 50 rumah/lingkungan, wawancara dilakukan terhadap 50 responden/lingkungan (total responden/KK adalah 200) dengan menggunakan angket. Diperoleh hasil bahwa Di lingkungan Batang kaluku terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap (p=0,005), di Lingkungan Samata terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat (p=0,016). Di Lingkungan Sungguminasa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik (p=0,042), sikap dengan keberadaan jentik (p=0,043), pengetahuan dengan keberadaan jentik (p=0,027). Di Lingkungan Pandang-pandang tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik Aedes aegypti Linnaeus.
Kata kunci : Aedes, perilaku, vektor.
ABSTRACT
Name : Nurwahidah Nim : 60300106036 Major : Biology Faculty : Science and Tecnology
A Study on The relationship between Community Behavior to the Existence of Aedes aegypti Linnaeus as Dengue Haemorrhage Fever Vector at Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. The research is aimed to know the relationship between community behavior with the existence of Ae. aegypti Linnaeus as dengue haemorrhage fever vector. The research are took place at Samata, Pandang-pandang, Sungguminasa and Batangkaluku. Sampling of mosquito larva by using simple randomize method to 50 house hold/kelurahan (total are 200 household), interview is done by using questionnaire. The result showed that these is a strong correlation between the existence of Ae.aegypti mosquito with the community knowledge but it is not significant (p=0,005). mid correlation is found between the existence Ae. aegypti mosquito to the community behavior but it is not significant (p=0,016). The low correlation is found between the existence of mosquito larva and good behavior but it is not significant (p=0,042). The existence of Ae.aegypti mosquito within the enough behavior of the community showed strong correlation but it is not significant (p=0,043). The existence of larva within the poor behavior showed strong correlation (p=0.027). In the Pandang-pandang is not corelation between, knowledge and relationship between community beharvior existece of Aedes aegypti Linnaeus.
Key words : Aedes, behavior, vector.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... iii KATA PENGANTAR............................................................................................ iv ABSTRAK............................................................................................................... vii ABSTRACT............................................................................................................ viii DAFTAR ISI........................................................................................................... ix DAFTAR TABEL.................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiv BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. Latar Belakang............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6 A. Definisi Perilaku.......................................................................................... 6 B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perilaku....................... 9 1. Sikap (attitude)...................................................................................... 10 2. Tingkat Pendidikan............................................................................... 14 3. Tingkat Pengetahuan............................................................................. 14 4. Praktek atau Tindakan (Practice)........................................................... 18 C. Vektor Deman Berdarah dengue................................................................. 20 1. Virus Dengue......................................................................................... 21 2. Aedes aegypti Linnaeus........................................................................ 22 3. Manusia................................................................................................ 32 D. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan DBD.............................................. 33
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 36 A. Janis Penelitian.................................................................................... 36 B. Variabel Penelitian.............................................................................. 36 C. Definisi Operasional............................................................................ 36 D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian............................................... 37 E. Batas Penelitan.................................................................................... 37 F. Alat dan Bahan.................................................................................... 37 G. Cara Kerja............................................................................................ 38 H. Pengumpulan Data............................................................................... 40 I. Analisis Data........................................................................................ 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 42 A. Profil Daerah Penelitian.............................................................................. 42 B. Hasil............................................................................................................ 43 C. Pembahasan................................................................................................ 53
BAB V PENUTUP............................................................................................... 66 A. Kesimpulan................................................................................................. 66 B. Saran........................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 68 RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman 1. Nyamuk Aedes aegypti Linnaeus................................................... 25
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman 1.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan Batangkaluku........................................................................................ 43 1.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan Batangkaluku........................................................................................ 43 1.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan Batangkaluku....................................................................................... 44 1.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batangkaluku....................................................................................... 44 1.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batangkaluku........................................................................................ 45 1.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batangkaluku........................................................................................ 45 2.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan Samata................................................................................................. 46 2.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan Samata................................................................................................. 46 2.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan Samata................................................................................................. 46 2.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata................................................................................................ 47 2.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata................................................................................................ 47 2.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata................................................................................................ 47 3.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan Sungguminasa..................................................................................... 48 3.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan Sungguminasa.................................................................................... 48 3.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan Sungguminasa.................................................................................... 49 3.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Sungguminasa.................................................................................... 49 3.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Sungguminasa.................................................................................... 50 3.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Sungguminasa.................................................................................... 50 4.1 Hubungan antara pengetahuan dan sikap responden di Lingkungan Pandang- pandang............................................................................................. 50 4.2 Hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden di Lingkungan Pandang-pandang............................................................................... 51 4.3 Hubungan antara perilaku dengan sikap responden di Lingkungan Pandang- pandang.............................................................................................. 51 4.4 Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang-pandang............................................................................... 52 4.5 Hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang- pandang............................................................................................. 52 4.6 Hubungan antara perliaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang- pandang.............................................................................................. 52
A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Sehingga gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku yang sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata. Salah satu penyakit menular yang sangat berbahaya yaitu penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue famili Flavividae genus Flavivirus yang mempunya 4 serotipe (DEN-1, DEN- 2, DEN-3 dan DEN-4). Di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah DEN-3 yang ganas dan virulen 1 .
1 Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan, Profil dan Laporan Tahunan Sub Dinas Pencegahandan Pemberantasan Penyakit (Makassar: Dinas Kesehatan, 2007), h.7 Infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis. Menurut data yang diperoleh antara tahun 1975 sampai tahun 1995, penyakit DBD terdeteksi keberadaanya di 102 negara dari 5 wilayah WHO, yaitu: 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Mediterania Timur, dan 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis DBD dengan keempat serotipe virus secara bersama- sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik, Afrika, Indonesia, Myanmar, Thailand masuk kategori A yaitu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah siklis terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun 2 . Data terakhir tahun 2009 di seluruh wilayah Indonesia tercatat 137.600 kasus dengan jumlah kematian 1.170 orang dari kasus DBD di 33 propinsi dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,4 persen. Dari 33 propinsi di Indonesia, 12 diantaranya ditetapkan sebagai daerah KLB DBD yaitu: Nanggroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur 3 . Penyebaran penyakit DBD terkait dengan perilaku masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran keluarga terhadap bahaya DBD. Perilaku berdasarkan kesehatan pada dasarnya merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
2 WHO, Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Jakarta: EGC, 2004), h. 35 3 Levi silalahi, Deman Berdarah . http: // www. pdat. co. id (23 Desember 2009). pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan nyata). Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok yaitu: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan Tingginya angka kesakitan penyakit ini sebenarnya disebabkan oleh perilaku kita sendiri. Faktor lainnya yaitu masih kurangnya pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan yang cocok untuk tempat perkembang biakan dari nyamuk Aedes aegypti Linnaeus adalah tempat-tempat penampungan air yang bersih dan tenang seperti drum, tempayan, bak mandi, WC, ember, vas bunga, dan kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air hujan, juga pakaian yang bergantungan 4 . Ada tiga daerah di Sulsel dinyatakan rawan DBD. Ketiga daerah yang diduga sumber penyakit endemik adalah Kota Makassar, Wajo, dan Gowa. Dinas Kesehatan Gowa menetapkan delapan kecamatan di Kabupaten Gowa termasuk wilayah endemis DBD yaitu Somba opu, Pallangga, Bajeng, Bajeng Barat, Bontomarannu, Bontonompo, Bontonompo Selatan, dan Barombong. Penetapan ini didasarkan kondisi lingkungan daerahyang dinilai berpotensi sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tersebut 5 .
4 Suroso T, Pemberantasan Demam Berdarah (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2000), h.7. 5 Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, Laporan Bulanan Bidang Kesehatan Kabupaten Gowa (Makassar: Dinas Kesehatan, 2008), h.30. Somba Opu merupakan salah satu wilayah kecamatan yang ditemukan kasus DBD tertinggi kedua setelah Bajeng. Selama kurung waktu 2003-2009 ditemukan 823 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 82 orang, tahun 2004 sebanyak 393 orang, tahun 2005 sebanyak 170 orang, tahun 2006 sebanyak 88 orang, tahun 2007 sebanyak 32 orang, tahun 2008 sebanyak 56 orang, dan tahun 2009 sebanyak 89 orang. Hasil observasi awal yang telah dilakukan di wilayah Kec. Somba Opu menemukan nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di rumah-rumah penduduk pada berbagai tempat penampungan air baik yang berada di dalam maupun di luar rumah. Kajian terhadap perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan vektor penyakit DBD di wilayah ini juga masih kurang sehingga peneliti tertarik untuk melakukan kajian penelitian dengan harapan dapat memperoleh informasi mengenai faktor-faktor penyebab keberadaan nyamuk ini di wilayah Kec. Somba Opu 6
B. Rumusan Masalah Bagaimana hubungan antara perilaku masyarakat dengan keberadaan vektor DBD dalam hal ini nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di wilayah kec. Somba Opu? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan perilaku masyarakat dengan keberadaan nyamuk Ae. aegypti Linneus sebagai vektor DBD.
6 Ibid. D. Manfaat Penelitian 1. Peneliti Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang penyakit DBD dan memperoleh gambaran tentang perilaku masyarakat Kec. Somba opu dalam menanggulangi nyamuk Ae. aegypti Linnaeus. 2. Instansi Bagi instansi terkait dapat membantu dalam menurunkan jumlah kasus penderita DBD melalui data dan informasi mengenai perilaku setiap keluarga di wilayah penelitian, sehingga dinas/instansi terkait dapat mengkaji kembali sejauhmana proses penanggulangan vektor DBD yang telah dilakukan selama ini. 3. Masyarakat Penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memperoleh gambaran pengetahuan tentang penyakit DBD melalui pemberian informasi dan vektor penyebab sehingga masyarakat dapat melakukan deteksi dini dan monitoring keberadaan jentik di wilayahnya masing-masing.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Perilaku Perilaku dari sudut pandang biologi merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dll. Bahkan kegiatan internal seperti: berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia 7 . Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan
7 Soekidjo notoatmodjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003), h.118. perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut 8 . Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan 9 . Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan merupakan konsepsi dasar/ modal untuk perkembangan perilaku mahluk hidup tersebut. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi/lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar 10 . Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara
8 Sirantonius, Defenisi Persepsi dan Perilaku. http://af-accessoriessolution .blogspot.com (3 Februari 2010). 9 Abdul Rochman, Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Nyamuk (PSN) (Semarang: Universitas Diponegoro, 2004), h.14. 10 Soekidjo Notoatmodjo. Loc.cit. yang menyatakan adanya tanda- tanda untuk menyenangi atau tidak menyenagi objek tersebut 11 . Seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Sedang perilaku kesehatan pada dasarnya merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan nyata). Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok,yaitu: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan 12 . Dalam Surah Al-Baqarah ayat 222 diterangkan tentang pentingnya kebersihan yaitu: .l:`. _s _,>.l _ > _: l.s! ,!..l _ _,>.l _>,1. _.> L, :| L. _>.! _. ,> `. < | < > _,,`.l > _L..l ___ Terjemahanya: Sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan mencintai orang-orang yang menjaga kebersihan.
11 Ibid. 12 Ibid. Orang yang mau bertaubat dan orang yang menjaga kebersihan sangat di muliakan oleh Allah karena Allah mencintainya. Dan orang-orang yang dicintai Allah karena memelihara kebersihan akan masuk surga, seperti yang diterangkan dalam hadist Rasullulah yang Artinya: Sesungguhnya Allah membangun Islam diatas kebersihan. Dan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang memelihara kebersihan (HR. Tambraani) Hadist Rasulullah menerangkan bahwa orang yang terbiasa dengan perilaku tidak memelihara kebersihan atau jorok tidak akan masuk surga. Orang yang berperilaku tidak bersih dapat berarti pula tidak ikut membangun islam, karena sesungguhnya Allah membangun Islam diatas kebersihan. Kebiasaan membuang sampah sembarangan tidak mencerminkan peilaku hidup yang Islami.
B. Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku Faktor- faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagian yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedang faktor ekstern, meliputi: lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dll. Kosa dan Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda, meskipun gangguan kesehatan sama, pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu saat mulai menstimulasi suatu proses sosial psikologis. Proses semacam ini menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang dialami, dan merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya 13 . Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Perubahan- perubahan perilaku dalam diri persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama. Motivasi yang sama yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakikatnya merupakan faktor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan 14
1. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
13 Soekidjo Notoatmodjo. op. cit. h. 123. 14 Ibid. terhadap suatu stimulus/ obyek. Dalam hal ini sikap hidup bersih digambarkan pada seseorang yang kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam masalah maka akan melaksanakan. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilkau yang tertutup. Menurut salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas 15 . Dalam bagian lain dijelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yamg utuh, dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden 16 .
15 Ibid; h.130. 16 Ibid. Sikap responden yang baik terhadap upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN dan abatisasi yaitu sebesar 89%. Hal ini disebabkan karena responden dalam menjawab pertanyaan selalu menjawab hal-hal yang baik saja. Sikap responden untuk menguras tempat penampungan air tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik. Sikap responden merupakan respon yang masih tertutup dan tidak tampak dalam keadaan nyata, sehingga meskipun mereka setuju terhadap upaya PSN dan abatisasi belum tentu mereka berperilaku sesuai dengan sikapnya. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Fisher`s Exact Test dimana diperoleh p = 0,113 (p>), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di Kelurahan Wonokusumo 17 . 2 kali akan berperilaku buruk dalam kaitannya dengan pencegahan DBD Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara sikap dan perilaku responden kaitannya dengan DBD, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang signifikan antara tingkat sikap responden dengan perilaku responden (p value 0,005).
17 Ririh Y dan anny V, Hubungan Kondisi lingkungan, Kontainer dan Perilaku Masyarakat dengan keberdaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Deman Berdarah Dengue Surabaya (Jurnal Kesehatan Lingkungan I , 2005), h. 179. Dengan OR 1,62 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang mempunyai sikap yang kurang baik mempunyai kemungkinan 1,6 18 . Penelitian terhadap sikap responden di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap responden dengan keberadaan vektor DBD. Tidak adanya hubungan karena sikap responden sebagian besar baik terhadap upaya PSN. Sikap responden untuk menguras Tempat Penampungan Air (TPA) tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tetapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik. Pada masyarakat yang menggunakan sumber air bersih PDAM dengan harga yang dirasakan relative mahal ada keengganan untuk melakukan pengurasan TPA karena akan ada air yang terbuang percuma. Adanya sikap masyarakat yang belum sadar bahwa setiap anggota keluarga mempunyai resiko yang sama untuk terserang DBD dan ada anggapan, yang penting bukan keluarga sendiri yang terkena DBD padahal diketahui nyamuk tidak mengenal status sosial dan atribut lainnya sehingga sikap dan tindakan yang diambil akan berbeda dalam merespon penanggulangan DBD. Masih adanya sikap masyarakat yang kurang peduli terhadap penyakit DBD di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan, maka akan berisiko terkena penyakit DBD yang cenderung menimbulkan wabah Kejadian Luar Biasa (KLB). Upaya penyadaran sikap adalah upaya penyadaran keyakinan sebagai aspek yang mendasarinya, sehingga penyadaran bahwa siapa pun mempunyai risiko yang sama untuk terserang
18 Santoso, Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatra Selatan (Jurnal Ekologi Kesehatan, 2008), h. 5. DBD menjadi penting. Ketika rumah dan lingkungannya sudah bersih, tetapi anggota keluarga bisa digigit nyamuk ketika sekolah dan seterusnya 19 .
2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan 20 . Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat. Tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat pengetahuan, pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran dari pendidikan kesehatan 21 . 3. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan dan sikap adalah merupakan repons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus merupakan overt behavior.
19 IN. Gede Suyasa, Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberdaan Vektor Deman Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Selatan (Skripsi sarjana Fakultas Kesehatan, Politeknik Kesehatan Denpasar,2008), h.5. 20 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Op.cit. h.2. 21 Soekidjo notoatmodjo. op. cit.h. 97. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior), karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: a. Kesadaran (awarness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek. b. Merasa tertarik (Interest), dimana orang tersebut merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek mulai timbul. c. Menimbang- nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah terbentuk lebihbaik lagi. d. Mencoba (Trial), dimana subjek mulai mencoba melakuakan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Meniru (Adoption), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus 22 . Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebalikanya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: tahu, memahami,
22 ibid; h. 121. aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin kita ketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat- tingkat pengetahuan 23 . Mengenai tingkat pengetahuan responden yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus, menunjukkan tingkat pengetahuan baik hanya 21 responden (21%) dan tingkat pengetahuan yang kurang baik sebanyak 79 (79%). responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 53 responden (91,4%) lebih besar daripada responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dan terdapat jentik sebanyak 5 responden (8,6%). Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p = 0,001 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik Ae. aegypti linnaeus di Kelurahan Wonokusumo 24 . Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan pengetahuan dengan sikap responden kaitannya dengan pencegahan DBD, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan sikap responden kaitannya dengan penyakit DBD (p value 0,000). Dengan OR 3,097 dapat di interpretasikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 3,097 kali akan mempunyai sikap yang kurang baik berkaitan dengan
23 Ibid; h.128-130 24 Riri Y dan Anny V. op. cit. h.177-178. penyakit DBD. Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden kaitannya dengan DBD, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan responden dengan perilaku responden (p value 0,000). Dengan OR 2,25 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 2,25 kali akan berperilaku buruk dalam kaitannya pencegahan DBD 25 . Berdasarkan hasil wawancara berbasis kuesioner terhadap pengetahuan responden di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan, dari 90 respon yang diteliti, diketahui 86 responden (85,6%) dengan tingkat pengetahuan yang baik dan 4 responden (4,4%) dengan tingkat pengetahuan sedang. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dari 86 responden dengan tingkat pengetahuan yang baik, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 69 responden (80,2%) dan ada jentik DBD sebanyak 17 responden (19,8%). Sebanyak 4 responden dengan tingkat pengetahuan yang sedang, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 2 responden (50,0%) dan ada jentik DBD sebanyak 2 responden (50,0%). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan vektor DBD. Tidak ada hubungan karena sebagian besar berpengetahuan baik tentang penyakit DBD, hampir semua pertanyaan dijawab dengan benar yang berkaitan dengan penyakit demam berdarah, misalnya tentang penyebab DBD, gejala DBD, bahaya DBD dan tindakan bila ada kasus DBD. Hal ini diperkuat oleh pendapat masyarakat
25 Santoso. Loc.cit. bahwa masyarakat telah banyak mendapat informasi tentang penyakit demam berdarah dari berbagai sumber. Sebagian besar responden mengatakan memperoleh informasi dari televisi, ada yang mengatakan dari radio, media cetak, brosur dan penyuluhan petugas kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan yang baik tidak berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang baik/positif tindakan yang diambilnya negatif begitu sebaliknya. Dalam hal penanggulangan DBD ketika ditanyakan pengetahuannya tentang PSN sangat positif atau mendukung tetapi tindakannya tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini bisa dilihat masih adanya tindakan masyarakat yang jarang melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun riol/got yang ada di sekitar rumah 26 .
4. Praktek atau Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overtbehavior) untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain: fasilitas, faktor dukungan dari pihak lain. Tingkat-tingkat praktek yaitu: Persepsi, respon terpimpin, mekanisme, dan adaptasi. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan- kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
26 IN Gede Suyasa.op. cit. h.4. bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden 27 . Tindakan responden dalam penelitian yang dilakukan untuk mengurangi atau menekan kepadatan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus dengan kategori baik sebesar 49 % lebih kecil dibandingkan tindakan responden yang dilakukan untuk mengurangi atau menekan kepadatan jentik dengan kategori kurang baik yaitu sebesar 51 %. Dari hasil yang diperoleh tampak bahwa tindakan responden dengan kategori kurang baik dan terdapat jentik dirumahnya adalah sebesar 65,5 % sedangkan tindakan responden dengan kategori baik dan terdapat jentik dirumahnya yaitu sebesar 34,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan responden sangat berkaitan erat dengan keberadaan jentik di rumahnya. Hasil uji statistik Chi-Square didapatkan p = 0,001 (p< ), berarti ada hubungan yang bermakna antara tindakan responden dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linneaus 28 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan responden di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan, dari 90 responden yang diteliti, diketahui 46 responden (51,1%) memiliki tindakan yang baik, sebanyak 39 responden (43,3%) memiliki tindakan yang sedang dan 5 responden (5,6%) dengan tindakan yang buruk berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan responden dengan keberadaan vektor DBD dengan nilai koefisien kontingensi sebesar
27 Soekidjo Notoatmodjo. op.cit.h.133. 28 Ririh Y dan Anny V.op.cit. h.180. 0,344. Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara pelaksanaan PSN dengan keberadaan jentik DBD. Mengingat vaksin untuk mencegah penyakit DBD hingga saat ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit DBD harus dititikberatkan pada PSN penularnya (Ae. aegypti Linneaus), di samping kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kesakitan dan kematian. Walaupun penyemprotan dengan menggunakan insektisida dilakukan tetapi bila jentik nyamuk masih dibiarkan hidup, maka akan tumbuh nyamuk baru yang selanjutnya dapat menularkan penyakit DBD 29 .
C. Vektor Deman Berdarah Dengue Penyakit DBD melibatkan 3 organisme yaitu: virus dengue, nyamuk Aedes dan penjamu manusia. Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara individu atau populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan biologik dan lingkungan fisikologi, Pola perilaku dan status ekologi dari ketiga kelompok organisme tadi dalam ruang dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada suatu lokasi kelokasi lain, dan dari tahun ke tahun. Untuk memahami kejadian penyakit yang ditularkan vektor dan untuk pemberantasan penyakit melalui pemberantasan vektornya perlu mempelajari penyakit sebagai bagian ekosistem alam yaitu
29 IN Gede Suyasa. Op.cit. h.5. Arthropoda Ekosistem. Subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah: virus, nyamuk Aedes, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi 30 . 1. Virus Dengue Virus Dengue termasuk dalam flavivirus group dan famili togaviridae, ada 4 serotype yaitu Dengue-I, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4. Virus ini terdapat dalam darah penderita 1 -2 hari sebelum demam. Virus tersebut berada dalam darah (Viremia) penderita selama 4 -7 hari. Pada suhu 30 derajat Celcius di dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti Linnaeus, virus DBD memerlukan waktu 8 -10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah nyamuk 31 . Virus Dengue sebagai vektor yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti Linnaeus dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti Linneaus merupakan vektor epidemis yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan Ae. Finlaya niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti Linneaus semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun
30 Departemen Kesehatan, Pedoman Survei Entomologi Deman Berdarah Dengue (Cet.II; Jakarta: Bakti Husada, 2002), h.2. 31 Ibid. mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti Linneaus 32 . 2. Aedes aegypti Linneaus a. Morfologi Secara morfologi Ae. aegypti Linnaeus merupakan spesies nyamuk berukuran kecil, berwarna gelap, yang dengan mudah dapat dikenali dari adanya garis putih keperakan (lyre) yang khas pada bagian punggungnya, dan adanya gelang/cincin putih pada pangkal kakiya. Skutum Ae. aegypti Linnaeus berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih 33 . Nyamuk sering dianggap sebagai makhluk hidup yang biasa dan tidak penting. Namun, ternyata nyamuk itu sangat berarti untuk diteliti dan dipikirkan sebab di dalamnya terdapat tanda kebesaran Allah. Inilah sebabnya "Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu Walau semua makhluk hidup memiliki tanda-tanda ini, beberapa tanda dirujuk Allah secara khusus dalam Al Quran. Nyamuk adalah salah satunya. Hal ini di sebutkan dalam Q.S Al Baqarah: 26
32 WHO, 2005. Dengue/DHF : Situation of Dengue Hemorragic Fever in The South East Asia Region, (On line)(Http://w3.whosea.org/en/ Section10/Section332/ Section 519_2392. htm. (Diakses tanggal 8 oktober 2005), h. 10. 33 Rueda. L.M, Pictorial Keys For The Identification Of Mosquitoes (Diptera Culicidae)Associated With Dengue Virus Transmission, Syahribulan. Kunci Identifikasi Nyamuk Ordo Diptera Sebagai Pembawa Virus Dengue (New Zeland: Magnolia Press Aukland,2004), h.57. | < ._>.`., ,. :. !. .`-, !. ! !.! _ `.., .l-, . _>l _. , !. _ ` _l1, :!. : < .., :. _.`, ., ,: _., ., ,. !. _.`, ., | _,1..l __
Terjemahan: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah[34], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik 34
b. Habitat Habitat nyamuk bisanya berupa genangan-genangan air yang tetampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer dan bukan pada genangan-genangan air tanah. Pada waktu survei larva/jentik, kontainer ini dibedakan sebagai berikut: 1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti : drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan lain-lain. 2. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa menampung air tetapi bukan keperluan sehari-hari seperti : tempat minum hewan
34 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Pentahsis dan Penerjemah Al-Quran, 1990), h. 12-13.
piaraan (ayam, burung dll), barang bekas (kaleng, ban, botol, pecahan gelas dll), vas bunga, perangkap semut, penampungan air dispenser dan sebagainya. 3. Tempat penampungan air buatan alam (alamiah/natural) seperti : lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dll. Kontainer ini pada umumnya ditemukan di dalam rumah, di sekitar rumah dan tidak jauh dari rumah. Tempat istitrahat yang paling di senangi Ae. aegypti adalah vegetasi yang ditemukan tumbuh disekitar tempat perindukan yang tidak secara langsung terkena oleh pancaran cahaya matahari. Jika yang menjadi tempat istirahat species ini benda- benda di dalam rumah, benda tersebut berupa benda tergantung seperti pakaian, kelambu, gorden atau perabot rumah yang terletak/berada di tempat yang gelap, berbau dan lembab. c. Klasifikasi Nyamuk masuk kedalam bangsa Diptera. Termaksud didalamnya lalat-lalat rumah dan banyak lainnya. Jumlah jenis dan subjenis nyamuk ada 3.500 nyamuk. Termaksuk 42 subgenus semua termaksuk dalam family Culicidae. Sehingga berdasarkan genus dan familinya nyamuk diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Sub phylum : Invertebrata Class : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Aedes Species : Aedes aegypti Linnaeus 35
Gambar 1. Nyamuk Ae. aegypti Linnaeus 36 .
Keterangan: a. Probscis b. Antenna c. Foreleg d. Wing e. Vein 1A f. Hindle g. Midleg h. Abdominal terga
35 Borror, DJ & DM Delong, An Introduction to the study of Insect. (USA Library of Congres, Catalog Card, 1954), h.54. 36 Rueda L.M. op.cit. h.28.
a b d c e g h f f i. Femur Nyamuk Ae. aegypti Linnaeus adalah vektor utama penyakit DBD di daerah tropik. Nyamuk ini semula berasal dari Afrika kemudian menyebar melalui sarana transportasi ke Negara lain di asia dan Amerika. Di Asia Ae. aegypti Linnaeus merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD, karena tempat perindukkan berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia., Ae. aegypti Linnaeus masih memiliki kemampuan penularan yang tinggi karena kebiasaan nyamuk tersebut menghisap darah manusia berulang-ulang baik siang maupun malam hari. Nyamuk ini juga ditemukan hidup dipemukiman padat, baik perkotaan maupun pedesaan 37 . Ae. aegypti Linnaeus mempunyai dua subspecies yaitu Ae. aegypti queenslandensis dan Ae. aegypti formosus. Subspecies yang pertama hidup bebas di Afrika sementara subspecies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan virus DBD. Subspecies yang kedua lebih berbahaya dibandingkan subspecies yang pertama 38 . Dengan Allah menciptakan binatang berupa nyamuk apabila kita perhatikan berapa banyak nikmat atau karunia yang diberikan Allah dengan adanya nyamuk tersebut. Berapa banyak dokter-dokter yang ahli dalam penyakit akibat nyamuk, berapa banyak pabrik-pabrik obat nyamuk atau berapa banyak orang yang
37 Sugen Rawuh, Ilmu Kedokteran. http//www.created by crazyprofile.com, 30 januari 2010. 38 Departemen Kesehatan. Op.cit Foreleg
Femur
Hindleg
mendapatkan rezki dikarenakan adanya nyamuk. Oleh karena itu Al-quran ini diturunkan Allah memang membawa nikmat bagi manusia. Sebagaimana Allah menjelaskan dalam surat Al-imran ayat 164: .1l _. < _ls _,...l :| -, , . _. ,.. l., ,l. ...,, ,`, `.l-`, ..>l .>' | .l _. `_, _.l _.l. _,,. __ Terjemahan: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. 39
d. Siklus Hidup Siklus hidup Ae. aegypti Linnaeus mengalami perubahan hidup yang sempurna, yaitu telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa. Bentuk telur, larva dan pupa hidup dalam lingkungan air. Ae. aegypti Linnaeus mengalami metamorfosis sempurna yaitu: tahap telur larva/ jentik pupa dewasa. Jentik mengalami empat tahapan perkembangan yang disebut instar yang kesluruhannya terjadi di dalam air,
39 . Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Pentahsis dan Penerjemah Al-Quran, 1990).
sedangkan tahapan dewasa adalah serangga terbang yang aktif mencari darah Karakteristik yang dimiliki Aedes aegypti Linnaeus pada setiap stadium berikut: (i) Stadium telur Kontak pertama dengan air merupakan rangsangan bagi nyamuk untuk bertelur. Telur Ae. aegypti Linnaeus berukuran 0,80 mm, berbentuk oval, berwarna hitam atau berwarna gelap seperti sarang tawon. Telur tersebut diletakkan satu demi satu pada dinding container sedikit di atas permukaan air atau dibawah permukaan air dalam jarak kira-kira 2,5 cm dan dinding tempat perindukan. Pada telur dikeluarkan berwarna putih dan selang 30 menit kemudian berangsur-angsur berubah menjadi hitam pekat. 70 jam kemudian setelah kontak dengan air pada suhu 25 o C-30 o C telur akan menetes menjadi larva. Telur tersebut dapat bertahan pada tempat yang kering (tanpa air) sampai berbulan-bulan pada suhu 20 o C-42 o C, namun bila tempat tersebut tergenang air atau kelembaban tinggi maka dapat menetes dengan cepat, suhu lingkungan sangat berpengaruh pada daya tahan telur untuk menetes menjadi larva 40
(ii) Stadium Jentik Pertumbuhan dan perkembangan jentik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, keberadaan binatang lainnya yang mirip predator. Telur dapat menetes menjadi jentik dan akan mengalami
40 Yotopranoto S, Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Deman Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya (Surabaya: Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 1998), h. 23 empat tingkatan atau stadium yaitu pergantian kulit ke pergantian kulit selanjutnya untuk membedakan jentik ini biasanya digunakan stadium I, II, III, IV. (ii) Stadium pupa Pada stadium ini berbentuk pupa Ae. aegypti Linnaeus jah berbeda dengan bentuk larvanya. Pupa berbentuk gemuk, bulat serta tajam seperti koma, pupa tidak memerlukan makanan, tetapi memerlukan oksigen dan pengambilan oksigen melalui terompetnya. Biasanya stadium ini berlangsung selama satu sampai lima hari pada temperatur air. Waktu tersebut tidak semua jantan dan betina pada suhu 27 o C-32 o C rata-rata pupa jantan selama 1,9 hari dan untuk betina berlangsung selama 2,5 hari 41 . (iii) Stadium dewasa Nyamuk dewasa sebagai stadium akhir berlangsung di alam bebas untuk mengetahui jenis kelamin dapat dilihat pada antenanya dan nyamuk dewasa jantan mempunyai bulu yang lebat pada antenanya sedangkan pada nyamuk betina antenanya berbulu jarang 42
e. Tempat bertelur Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair yag berwarna gelap, terbuka dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlidung dari sinar matahari. Telur diletakkan di dinding kontainer di atas permukaan air. Bila kena
41 Sumarmo, Deman Berdarah Dengue di Indonesia, Situasi Sekarang dan Harapan di Masa Mendatang, Semilokal Berbagai Aspek Deman Berdarah Dengue dan Penanggulangannya (Jakarta: UI Press, 1985), h. 56 42 Ibid. air maka menetes menjadi larva/jentik, setelah 5-10 hari larva akan menjadi pupa dan 2 hari kemudian pupa akan menetes menjadi nyamuk dewasa. Pada keadaaan optimum pertumbuhan telur sampai menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu kira-kira 10 hari (7-14 hari). Waktu yang diperlukan mematangkan telur mulai pada waktu nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu siklus tersebut yaitu gonotrofik. Pada umumnya telur diletakkan pada air yang jernih dan tidak mengalir yang terdapat disekitar atau didalam rumah pada artificial breeding places telur diletakkan di dinding kontainer yang tidak jauh dari permukaan, selain itu nyamuk Ae. Aegypti suka meletakkan telurnya pada bejana yang sempit. 43
f. Jarak terbang Species Aedes adalah nyamuk penerbang jarak pendek yang mampu terbang mencapai jarak kira-kira 50-100 m dari tempat perindukannya. Hal tersebut erat kaitannya dengan keberadaan manusia dan binatang yang berperan sebagai sumber makanan dan juga tempat-tempat penampungan air bersih yang diperlukan nyamuk ini tempat bertelur, yang terletak disekitar pemukiman penduduk yang padat. Ditemukannya nyamuk dewasa pada jarak yang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, disebabkan oleh pengaruh angin atau transportasi yang membawa terbang Aedes aegypti.
43 Sunaryo S, Deman Berdarah Dengue pada Anak (Jakarta: UI Press, 1988) Nyamuk Ae. aegypti juga terbatas oleh ketinggian dan pada umumnya tidak ditemukan di atas 100 m tetapi telah dilaporkan bahwa jarak terbang nyamuk Ae. aegypti ditemukan pada ketinggian 2121 m di India pada 2200 m di Kolumbia, dengan temperatur tahunan adalah 17 o C dan pada 2400 m di Eritrea. 44
g. Kesenangan menggigit Ae. Aegypti bersifat antropofilik yaitu senang menggigit pada manusia. Ae. Aegypti mempunyai kebiasaan melakukan pengisapan darah yang dilakukan pada siang hari dan disebut spesies pengisap darah siang. Beberapa peneliti yang mempelajari puncak kegiatan mengisap darah Ae. Aegypti di Jakarta, diantaranya ada yang menyatakan bahwa nyamuk spesies ini aktif menghisap darah pada siang hari 08.00-13.00 dan sore hari pukul 15.00-17.00 yang berarti bahwa bagi Ae. Aegypti terdapat dua puncak pebgisapan darah yang merupakan aktivitas kegiatan darah yang dilakukan di siang hari. Pendapat Oda dkk (1983) dan Soeroto dkk (1991) di Jakarta menyimpulkan bahwa Ae. Aegypti melakukan pengisapan darah di sepanjang siang hari. Pendapat yang sama juga dilaporkan oleh para ilmuan di luar Indonesia yang menyatakan bahwa nyamuk spesies ini aktif mengisap darah sejak matahari terbit sampai menjelang matahari terbenam Spesies nyamuk ini bersifat endofilik dan eksofilik, melakukan pengisapan darah baik di dalam maupun di luar rumah. Sifat lain serangga ini adalah lebih
44 WHO. Deman Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian (Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC, 1998), h.32. eksofilik daripada endofilik, yaitu setelah mengisap darah lebih suka istirahat di luar rumah daripada di dalam rumah. Ae. Aegypti adalah spesies nyamuk yang disebut intermittent feeder, melakukan pengisapan darah berulang kali sebelum merasa kenyang atau maksimal mengisap darah. Sifat yang dimiliki inilah yang menjadi sebab mengapa Ae. Aegypti pada saat yang bersamaan dapat menginfeksi beberapa orang dalam satu keluarga sehingga terjadi musibah kejangkitan penyakit DBD lebih dari seorang dalam satu keluarga. 3. Manusia Manusia dan Ae. aegypti Linneaus merupakan reservoir dari pada Dengue Hemorrhagi Fever (DHF) 45 .
D. Faktor-faktor yang terkait dengan DBD Beberapa faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu: 1. Kepadatan penduduk Penduduk yang padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD utamanya pada daerah perkotaan (urban) karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 sampai 100 meter. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 kilometer, tetapi kemampuan normalnya adalah kira-kira 40 meter. Pada daerah yang berpenduduk padat disertai distribusi nyamuk yang tinggi, potensi transmisi virus meningkat dan bertendensi kearah terbentuknya suatu daerah
45 Ibid.. endemis. Pada umumnya wadah menyimpan air sebagai tempat berkembangbiaknya Ae. Aegypti dan kepadatan penduduk sangat berkaitan, dan teridentifikasi serta potensi transmisi virus dengue disuatu daerah secara mudah dapat diperkirakan dengan menggunakan peta kepaatan penduduk. 2. Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk dapat memudahkan penularan, dari sutu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran nyamuk ini mungkin terjadi melalui transportasi darat, laut maupun udara. Adanya urbanisasi yang cepat dan tidak terkendali menyebabkan peningkatan kontak dengan vektor dan peningkatan limbah padat. Begitu pula dengan peningkatan dan makin lancarnya hubungan lalu lintas/trasportasi, kota-kota kecil atau daerah semi urban dekat kota besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat penularan penyakit dari suatu sumber di kota besar. 3. Kualitas rumah dan wialyah pemukiman Kualitas pemukiamn yang jelek akan mempengaruhi terutama bila banyak benda-benda yang bisa menjadi tempat nyamuk bersarang. Tata guna tanah, menentukan jarak dari rumah ke rumah. Rumah yang sempit, pencahayaan yang kurang, lebih disenangi nyamuk. Antara rumah yang jaraknya berdekatan memungkinkan penularan karena jarak terbang Ae. Aegypti 50-100 meter. 4. Sikap hidup, pola hidup bersih dan sehat Sikap hidup, pola hidup bersih dan sehat akan mempengaruhi daya tanggap dalam melihat masalah sehingga akan mengurangi resiko ketularan penyakit DBD. Menghindari gigitan nyamuk, misalnya dengan menggunakan kelambu pada waktu tidur, obat nyamuk dan bahan zat penolak mengubah dan memodifikasi lingkungan melalui penimbunan dan pengeringan tempat berkembangbiaknya nyamuk atau menjaga kebersihan lingkungan baik di rumah, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya. 5. Golongan umur Golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit DBD, golongan umur kurang dari 15 tahun lebih berpeluang terjadi penularan DBD. 6. Kerentanan terhadap penyakit Setiap individu mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (daya tahan) tidak sama dalam menghadapi suatu penyakit. Meningkatnya daya tahan tubuh dengan berperilaku hidup bersih dan sehat melalui peningkatan gizi yang seimbang, olahraga dan istirahat yang cukup dapat menangkal masuknya kuman penyakit. 7. Tingkat ekonomi (penghasilan) Tingkat penghasilan juga akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke puskesmas atau rumah sakit. Perkiraan biaya perawatan penderita di rumah sakit rata- rata dua juta rupiah, sehingga pengeluaran sebanyak itu sebenarnya tidak perlu terjadi apabila DBD dapat dicegah oleh masyarakat dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk DBD. 8. Lingkungan Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu atau seseorang yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis dan sosial. Pada beberapa peneliti penyakit DBD, faktor lingkungan yang berperan terhadap rantai penularan adalah keadaan ligkungan, fasilitas TPA, sumber air yang digunakan, kepadatan penduduk, perumahan, perpindahan penduduk. Dengan demikian digambarkan bahwa penyebab penyakit DBD secara etiologis disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai agen penyebab biologis, namun untuk mempermudah trasmisi penularan kuman dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Frishers Exact Test yaitu untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang perilaku masyarakat terhadap keberadaan jentik di lingkungan rumah di Batangkaluku, Samata, Sungguminasa dan Pandang-pandang Kecamatan Somba opu Kabupaten Gowa.
B. Variabel Penelitian Variabel bebas (variabel independen) dalam penelitian ini yaitu Perilaku masyarakat. Variabel terikat (variabel dependen) yaitu keberadaan vektor nyamuk Ae. Aegypti Linneus. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada penduduk yang dijadikan sampel dan pengambilan jentik disetiap kontainer rumah yang dijadikan sampel.
C. Defenisi operasional 1. Vektor adalah pembawa, inang (Host) 2. Perilaku adalah usaha-usaha yang dilakukan keluarga dalam pencegahan DBD yaitu dengan melakukan 3M+1T, yaitu menutup, menguras, menimbun, telungkupkan dan melakukan beberapa hal yang lain seperti menaburkan bubuk abate, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang obat nyamuk, menyemprotkan insektisida, tidak membiarkan pakaian bergantungan, tidak membuang sampah secara sembarangan dan memelihara ikan pemakan jentik 3. Pemberantasan Sarang nyamuk (PSN) adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk memberantas sarang nyamuk baik secara fisik, kimia dan biologi.
D. Ruang lingkup dan batasan penelitian 1. Pengambilan sampel dilakukan di Lingkungan Batangkaluku, Samata, sungguminasa dan Pandang-pandang Kec. Somba Opu Kab. Gowa pada beberapa rumah penduduk yang diambil secara acak dan diberikan kuisioner terhadap masyarakat serta pengambilan sampel berupa jentik. 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2010 di rumah-rumah penduduk.
E. Batas Penelitian 1. Pemeriksaan sampel jentik dilakukan setiap bulan selama tiga bulan. 2. Kuisioner yang dilakukan secara bebas meliputi perwakilan anggota keluarga.
F. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan yaitu : pipet tetes, mikroskop dynolite, kain kasa dan ependorf tip. 2. Bahan Bahan yang digunakan yaitu sampel jentik dan alkohol 70%.
G. Cara Kerja 1. Penentuan Sampel Menentukan populasi penelitian ini adalah masyarakat yang ada di lingkungan Batangkaluku, samata, Sungguminasa dan Pandang-pandamng kecamatan Somba Opu. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling yaitu dengan sampel diambil secara random (acak) yang tinggal di kecamatan Somba Opu. Besar sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah sebanyak 200 orang. Adapun kriteria responden yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti terdiri dari: a. Salah satu anggota keluarga. b. Bersedia menjadi responden. c. Dapat membaca dan memahami bahasa Indonesia dengan baik. 2. Penentukan Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di : kelurahan Batangkaluku, Pandang-Pandang, Sungguminasa dan Samata. Adapun penentuan Kecamatan Somba opu sebagai lokasi penelitian adalah masih tingginya angka kasus/jumlah penderita DBD dari tahun ke tahun di Kecamatan Somba opu menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit/Dinas Kesehatan Kab.Gowa, belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gambaran perilaku masyarakat terhadap usaha pencegahan DBD di Kecamatan Somba opu. 4. Pertimbangan Etik. Peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai manusia harus dilindungi dengan memperlihatkan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu: responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia untuk menjadi subjek atau tidak tanpa sanksi apapun, dalam hal ini peneliti juga harus memberikan penjelasan dan informasi secara lengkap dan rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden, responden juga harus diperlakukan secara baik sebelum, selama dan sesudah penelitian, serta responden juga tidak boleh didiskriminasi jika menolak untuk tidak melanjutkan menjadi subjek penelitian. Responden juga mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya anonimity (tanpa nama) dan confidentiality (rahasia). 5. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi, dan kuesioner untuk perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD di lingkungan rumah. Instrumen data demografi meliputi kode atau inisial, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuisioner dalam bentuk pertanyaan tertutup yang berisi 20 pertanyaan. penilaian dengan menggunakan skala Guttmen yaitu dengan jawaban ya (skor 1) dan tidak (skor 0). Total skor diperoleh terendah 0 dan yang tertinggi 20 semakin tinggi skor maka semakin baik perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD. Untuk mengetahui perilaku keluarga dalam usaha pencegahan penyakit DBD dengan menggunakan rumus statistik. Banyak kelas Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang 20 dan 3 kategori kelas untuk menilai perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD yaitu perilaku baik, perilaku cukup dan perilaku kurang, maka didapatkan panjang kelas 3. menggunakan P = 3 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD dikategorikan interval sebagai berikut: 0-6 perilaku kurang, 7-13 perilaku cukup dan 14-20 perilaku baik.
H. Pengumpulan Data Data Primer diperoleh dengan cara melakukan pengambilan sampel jentik nyamuk di setiap TPA pada masing-masing rumah penduduk saat wawancara. I. Analisis Data Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer dengan menggunakan program SPSS versi 15,0. Tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dientri untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk mendeskripsikan data demografi, perilaku keluarga terhadap usaha pencegahan penyakit DBD di lingkungan rumah dilakukan perhitungan frekuensi, dan prosentase. Hasil penelitian di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan prosentase.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Daerah Penelitian Kabupaten Gowa merupakan daerah yang sangat strategis karena terletak dibagian selatan pulau sulawesi. Secara geografi Kabupaten Gowa terletak pada koordinat antara 5o 33 6 sampai 5o 34 7 Lintang Selatan dan 12o 38 6 sampai 12o 33 6 Bujur Timur dengan Luas wilayah administrasi Gowa adalah 1.883,33 Km 2 . Jumlah penduduk Kabupaten Gowa mencapai 575 295 jiwa yang terdiri atas 283.291 jiwa laki-laki dan 291.882 jiwa perempuan. Kabupaten Gowa terdiri atas 18 wilayah Kecamatan yang terbagi dua yaitu 9 Kecamatan didataran tinggi dan 9 Kecamatan di dataran rendah dengan 44 Kelurahan dan 123 Desa. Somba Opu merupakan salah satu Kecamatan didataran rendah yang paling dekat dengan Makassar dan merupakan ibu kota Gowa. Somba Opu terdiri dari 12 Kelurahan. Di Somba Opu diambil 4 kelurahan sebagai lokasi penelitian yaitu: Sebelah barat : Pandang-pandang Sebelah timur : Batang Kaluku Sebelah Utara : Samata Sebelah selatan : Sunggu Minasa.
B. Hasil Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabe 1.1 Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Responden di Lingkungan Batangkaluku.
Pengetahuan Total Tinggi Rendah Tinggi Sikap Baik Count 18 21 39 % within pengetahuan 100,0% 65,6% 78,0% Kurang baik Count 0 11 11 % within pengetahuan ,0% 34,4% 22,0% Total Count 18 32 50 % within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%
Tabel 1.2 Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Responden di Lingkungan Batang kaluku. Pengetahuan Total Tinggi Rendah Tinggi Perilaku
Baik Count 18 11 29 % within pengetahuan 100,0% 34,4% 58,0% Cukup Count 0 18 18 % within pengetahuan ,0% 56,3% 36,0% Kurang Count 0 3 3 % within pengetahuan ,0% 9,4% 6,0% Total Count 18 32 50 % within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%
Tabel 1.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan Batang kaluku. Sikap Total Baik Kurang baik Baik Perilaku Baik
Count 29 0 29 % within Sikap 74,4% ,0% 58,0% Cukup
Count 10 8 18 % within Sikap 25,6% 72,7% 36,0%
Kurang
Count 0 3 3 % within Sikap ,0% 27,3% 6,0% Total
Count 39 11 50 % within Sikap 100,0% 100,0% 100,0%
Tabel 1.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batang kaluku. Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Pengetahuan Tinggi 18 0 18 Rendah 0 32 32 Total 18 32 50
Tabel 1.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batang kaluku. Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Sikap Baik 18 21 39 Kurang baik 0 11 11 Total 18 32 50
Tabel 1.6 Hubungan antara Perilaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Batang kaluku. Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Perilaku Baik 18 11 29 Cukup 0 18 18 Kurang 0 3 3 Total 18 32 50
1. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata Hasil analisis Chi-Square Tests mengenai Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik disajikan pada Tabel berikut: Tabe 2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden di Lingkunga Samata. Pengetahuan Total Tinggi Rendah Tinggi Sikap Baik
Count 14 31 45 % within pengetahuan 100,0% 86,1% 90,0% Kurang baik Count 0 5 5 % within pengetahuan ,0% 13,9% 10,0% Total Count 14 36 50 % within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%
Tabel 2.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Responden di Lingkungan Samata
Perilaku Total Baik Cukup Kurang Baik
Pengetahuan Tinggi 14 0 0 14 Rendah 21 13 2 36 Total 35 13 2 50
Tabel 2.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan Samata. Sikap Total Baik Kurang baik Baik Perilaku Baik 35 0 35 Cukup 10 3 13 Kurang 0 2 2 Total 45 5 50
Tabel 2.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata. Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik pengetahuan Tinggi 14 0 14 Rendah 1 35 36 Total 15 35 50
Tabel 2.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Sikap Baik 15 30 45 Kurang baik 0 5 5 Total 15 35 50
Tabel 2.6 Hubungan antara Perilaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata.
Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Perilaku Baik 15 20 35 Cukup 0 13 13 Kurang 0 2 2 Total 15 35 50
2. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata Hasil analisis Chi-Square Tests mengenai Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik disajikan pada Tabel berikut: Tabe 3.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden di Lingkungan Sunggu minasa.
Pengetahuan Total Tinggi Rendah Tinggi Sikap Baik Count 33 2 35 % within pengetahuan 100,0% 11,8% 70,0% Kurang Baik Count 0 15 15 % within pengetahuan ,0% 88,2% 30,0% Total Count 33 17 50 % within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%
Tabe 3.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Responden di Lingkungan Sunggu minasa. Pengetahuan Total Tinggi Rendah Tinggi Perilaku
Baik
Count 30 0 30 % within pengetahuan 90,9% ,0% 60,0% Cukup
Count 3 5 8 % within pengetahuan 9,1% 29,4% 16,0% Kurang
Count 0 12 12 % within pengetahuan ,0% 70,6% 24,0% Total Count 33 17 50 % within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%
Tabe 3.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan Sunggu minasa. Sikap Total Baik Kurang baik Baik Perilaku
Baik
Count 30 0 30 % within Sikap 85,7% ,0% 60,0% Cukup Count 5 3 8 % within Sikap 14,3% 20,0% 16,0% Kurang
Count 0 12 12 % within Sikap ,0% 80,0% 24,0% Total Count 35 15 50 % within Sikap 100,0% 100,0% 100,0%
Tabel 3.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Sunggu minasa Jentik Total Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Pengetahuan
Tinggi 8 25 33 Rendah 0 17 17 Total 8 42 50
Tabel 3.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Sunggu minasa. Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Sikap Baik 8 27 35 Kurang baik 0 15 15 Total 8 42 50
Tabel 3.6 Hubungan antara Perilaku dengan keberadaan jentik di Lingkungan Sunggu minasa. Jentik Total Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Perilaku
Baik 8 22 30 Cukup 0 8 8 Kurang 0 12 12 Total 8 42 50
3. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Lingkungan Samata Hasil analisis Chi-Square Tests mengenai Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik disajikan pada Tabel berikut:
Tabe 4.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden di Lingkungan Pandang-pandang. Pengetahuan Total Tinggi Rendah Tinggi Sikap Baik Count 19 11 30 % within pengetahuan 100,0% 35,5% 60,0% Kurang baik Count 0 20 20 % within pengetahuan ,0% 64,5% 40,0% Total Count 19 31 50 % within pengetahuan 100,0% 100,0% 100,0%
Tabe 4.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan perilaku Responden di Lingkungan Pandang-pandang Perilaku Total Baik Cukup Kurang Baik Pengetahuan Tinggi Count 19 0 0 19 % within Perbuatan 59,4% ,0% ,0% 38,0% Rendah Count 13 13 5 31 % within Perbuatan 40,6% 100,0% 100,0% 62,0% Total Count 32 13 5 50 % within Perbuatan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Tabe 4.3 Hubungan antara Perilaku dengan Sikap Responden di Lingkungan Pandang-pandang Perilaku Total Baik Cukup Kurang Baik Sikap Baik
Count 30 0 0 30 % within Perbuatan 93,8% ,0% ,0% 60,0% Kurang baik Count 2 13 5 20 % within Perbuatan 6,3% 100,0% 100,0% 40,0% Total Count 32 13 5 50 % within Perbuatan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Tabel 4.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang-pandang Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Pengetahuan Tinggi 14 5 19 Rendah 0 31 31 Total 14 36 50
Tabel 4.5 Hubungan antara Sikap dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang-pandang Jentik Total Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Sikap Baik 14 16 30 Kurang baik 0 20 20 Total 14 36 50
Tabel 4.6 Hubungan antara Pengetahuan dengan keberadaan jentik di Lingkungan Pandang-pandang Jentik Total
Ada jentik Tidak ada jentik Ada jentik Perilaku Baik 14 18 32 Cukup 0 13 13 Kurang 0 5 5 Total 14 36 50
C. Pembahasan 1. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Batang kaluku Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Batang kaluku (1.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (18) 100% akan bersikap baik dan responden yang berpengetahuan rendah (21) 65,6% akan bersikap baik selebihnya responden yang berpengetahuan rendah (11) 34,4% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,005 (p<), berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Batang kaluku. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Batang kaluku (1.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (18) 100% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan rendah (11) 34,4% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan rendah (18) 56,3% berperilaku cukup, responden yang berpengetahuan rendah (3) 9,4% berperilaku kurang baik. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Batang kaluku. Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di Batang kaluku (1.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki sikap baik (29) 74,4% akan berperilaku baik, responden yang sikap baik (10) 25,6% akan berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (8) 72,7% berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (3) 27,3% berperilaku kurang baik. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat di Batang kaluku. Dari tabel 1.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 18 (100%) sedangkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan tidak terdapat jentik di rumahnya sebanyak (32) 100%. Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p= 0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Batang kaluku. Dari tabel 1.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 18(100%) dan pada sikap yang kurang baik dan ada jentik tidak terdapat responden. Sikap responden yang baik terhadap upaya PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Batang kaluku. Dari tabel 1.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 18(100%) dan tidak terdapat responden yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Batang kaluku. 2. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Samata. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Samata (2.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (14) 100% akan bersikap baik dan responden yang berpengetahuan rendah (31) 86,1% akan bersikap baik selebihnya responden yang berpengetahuan rendah (5) 13,9% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,142 (p>), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Samata. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Samata (2.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (14) 40% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan rendah (21) 60% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan rendah (13) 100% berperilaku cukup, responden yang berpengetahuan rendah (2) 100% berperilaku kurang baik Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,016 (p>), berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Samata. Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di Samata (2.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki sikap baik (35) 77,7% akan berperilaku baik, responden yang sikap baik (10) 22,2% akan berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (3) 60% berperilaku kurang baik, dan responden yang bersikap kurang baik (2) 40% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat diSamata.. Dari tabel 2.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 14 (93,3%) sedangkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 1 (6,66%). Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Samata. Dari tabel 2.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 15(100%) dan pada sikap yang kurang baik dan ada jentik tidak terdapat responden. Sikap responden yang baik terhadap upaya PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,123 (p>), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Samata. Dari tabel 2.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada perilaku yang baik terdapat jentik sebanyak 15(100%) dan tidak terdapat responden yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,010 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Samata. 3. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Sunggu minasa. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa (3.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (33) 100% akan bersikap baik dan responden yang berpengetahuan rendah (2) 11,8% akan bersikap baik selebihnya responden yang berpengetahuan rendah (15) 88,2% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Sunggu minasa (3.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (30) 90,9% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan tinggi (3) 9,1% akan berperilaku cukup, responden yang berpengetahuan rendah (5) 29,4% berperilaku cukup, responden yang berpengetahuan rendah (12) 70,6% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Sunggu minasa. Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa (3.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki sikap baik (30) 85,7% akan berperilaku baik, responden yang sikap baik (5) 14,3% akan berperilaku cukup, responden yang bersikap kurang baik (3) 20,0% berperilaku cukup. , responden yang bersikap kurang baik (12) 80,0% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa. Dari tabel 3.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 8 (100%) dan tidak ada responden yang berpengetahuan rendah terdapat jentik Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p=0,027 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Sunggu minasa. Dari tabel 3.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 8(100%) dan pada sikap yang kurang baik dan ada jentik tidak terdapat responden. Sikap responden yang baik terhadap upaya PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,043 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Sunggu minasa. Dari tabel 3.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada perilaku yang baik terdapat jentik sebanyak 8(100%) dan tidak terdapat responden yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,042 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku responden dengan keberadaan jentik di Sunggu minasa. 4. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dengan keberadaan jentik di Pandang-pandang. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Pandang-pandang (4.1) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (19) 100% akan bersikap baik dan responden yang berpengetahuan rendah (11) 35,5% akan bersikap baik selebihnya responden yang berpengetahuan rendah (20) 64,5% bersikap kurang baik. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa. Hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Sunggu minasa (4.2) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki pengetahuan tinggi (19) 59,4% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan rendah (13) 40,6% akan berperilaku baik, responden yang berpengetahuan rendah (13) 100% berperilaku cukup, responden yang berpengetahuan rendah (5) 100% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat di Pandang-pandang. Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku dengan sikap masyarakat di Pandang-pandang (4.3) dari 50 responden di peroleh data responden yang memiliki sikap baik (30) 93,8% akan berperilaku baik, responden yang bersikap kurang baik (2) 6,3% berperilaku baik, responden yang bersikap kurang baik (13) 100,0% berperilaku cukup dan responden yang bersikap kurang baik (5) 100,0% berperilaku kurang. Hasil uji statistik Frishers Exact Test menunjukkan p=0,000 (p<), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan sikap masyarakat di Sunggu minasa. Dari tabel 4.4 tampak bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 14 (100%) dan tidak ada responden yang berpengetahuan rendah terdapat jentik Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik di Pandang-pandang. Dari tabel 4.5 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada sikap yang baik terdapat jentik sebanyak 14(100%) dan tidak terdapat responden yang bersikap kurang baik terdapat jentik. Sikap responden yang baik terhadap upaya PSN lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000 (p<), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di Pandang-pandang. Dari tabel 4.6 tampak bahwa responden yang terdapat jentik, dimana pada perilaku yang baik terdapat jentik sebanyak 14(100%) dan tidak terdapat responden yang berperilaku cukup dan kurang memiliki jentik. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Frishers Exact Test dimana diperoleh p=0,000 (p>), berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku responden dengan keberadaan jentik di Pandang-pandang. Hasil uji statistik yang dilakukan oleh Santoso (2008) di Palembang Sumatra Selatan untuk melihat hubungan pengetahuan dengan sikap responden kaitannya dengan pencegahan DBD, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan sikap responden kaitannya dengan penyakit DBD (p value 0,000). Dengan OR 3,097 dapat di interpretasikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 3,097 kali akan mempunyai sikap yang kurang baik berkaitan dengan penyakit DBD. Hasil uji statistik yang dilakukan oleh Santoso (2008) di Palembang, Sumatra Selatan untuk melihat hubungan antara sikap dan perilaku responden kaitannya dengan DBD di Palembang, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang signifikan antara tingkat sikap responden dengan perilaku responden (p value 0,005). Dengan OR 1,62 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang mempunyai sikap yang kurang baik mempunyai kemungkinan 1,62 kali akan berperilaku buruk dalam kaitannya dengan pencegaan DBD. Hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden kaitannya dengan DBD oleh Santoso (2008) di Palembang Sumatra Selatan, diketahui bahwa ternyata ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan responden dengan perilaku responden (p value 0,000). Dengan OR 2,25 dapat diinterpretasikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 2,25 kali akan berperilaku buruk dalam kaitannya pencegahan DBD. Penelitian Riri dan Anny (2005) di Kelurahan Wonokusumo, Surabaya memperoleh hasil responden dengan tingkat pengetahuan baik hanya 21 orang (21%) dan tingkat pengetahuan yang kurang baik sebanyak 79 orang (79%). Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik dan terdapat jentik di rumahnya sebanyak 53 responden (91,4%) lebih besar daripada responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dan terdapat jentik sebanyak 5 responden (8,6%). Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik Chi-Square dimana diperoleh p = 0,001 (p<), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik Ae. aegypti linnaeus. Penelitian Riri dan Anny (2005) di Kelurahan Wonokusumo, Surabaya. Sikap responden yang baik terhadap upaya (PSN) dan abatisasi lebih besar daripada sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN dan abatisasi yaitu sebesar 89%. Hal ini disebabkan karena responden dalam menjawab pertanyaan selalu menjawab hal-hal yang baik saja. Sikap responden untuk menguras tempat penampungan air tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik. Sikap responden merupakan respon yang masih tertutup dan tidak tampak dalam keadaan nyata, sehingga meskipun mereka setuju terhadap upaya PSN dan abatisasi belum tentu mereka berperilaku sesuai dengan sikapnya. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik Fisher`s Exact Test dimana diperoleh p = 0,113 (p>), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus di Kelurahan Wonokusumo. Hasil wawancara berbasis kuesioner terhadap pengetahuan responden di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan oleh IN Gede Suyasa (2007) , dari 90 respon yang diteliti, diketahui 86 responden (85,6%) dengan tingkat pengetahuan yang baik dan 4 responden (4,4%) dengan tingkat pengetahuan sedang. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dari 86 responden dengan tingkat pengetahuan yang baik, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 69 responden (80,2%) dan ada jentik DBD sebanyak 17 responden (19,8%). Sebanyak 4 responden dengan tingkat pengetahuan yang sedang, tidak terdapat jentik DBD sebanyak 2 responden (50,0%) dan ada jentik DBD sebanyak 2 responden (50,0%). Bahwa hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan vektor DBD. Tidak ada hubungan karena sebagian besar berpengetahuan baik tentang penyakit DBD, hampir semua pertanyaan dijawab dengan benar yang berkaitan dengan penyakit demam berdarah, misalnya tentang penyebab DBD, gejala DBD, bahaya DBD dan tindakan bila ada kasus DBD. Hal ini diperkuat oleh pendapat masyarakat bahwa masyarakat telah banyak mendapat informasi tentang penyakit demam berdarah dari berbagai sumber. Sebagian besar responden mengatakan memperoleh informasi dari televisi, ada yang mengatakan dari radio, media cetak, brosur dan penyuluhan petugas kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan yang baik tidak berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang baik/positif tindakan yang diambilnya negatif begitu sebaliknya. Dalam hal penanggulangan DBD ketika ditanyakan pengetahuannya tentang PSN sangat positif atau mendukung tetapi tindakannya tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini bisa dilihat masih adanya tindakan masyarakat yang jarang melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun riol/got yang ada di sekitar rumah. Penelitian terhadap sikap responden di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan oleh IN Gede Suyasa (2007) menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap responden dengan keberadaan vektor DBD. Tidak adanya hubungan karena sikap responden sebagian besar baik terhadap upaya PSN. Sikap responden untuk menguras (TPA) tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan jentik nyamuk Ae. aegypti Linnaeus tetapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang baik. Pada masyarakat yang menggunakan sumber air bersih PDAM dengan harga yang dirasakan relativ mahal ada keengganan untuk melakukan pengurasan TPA karena akan ada air yang terbuang percuma. Masih adanya sikap masyarakat yang kurang peduli terhadap penyakit DBD di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan, maka akan berisiko terkena penyakit DBD yang cenderung menimbulkan wabah Kejadian Luar Biasa (KLB). Upaya penyadaran sikap adalah upaya penyadaran keyakinan sebagai aspek yang mendasarinya, sehingga penyadaran bahwa siapa pun mempunyai risiko yang sama untuk terserang DBD menjadi penting. Ketika rumah dan lingkungannya sudah bersih, tetapi anggota keluarga bisa digigit nyamuk ketika sekolah dan seterusnya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : Hubungan perilaku masyarakat terhadap keberadaan jentik Nyamuk Aedes aegypti Linnaeu di kecamatan Somba opu yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap (p=0,005), di lingkungan Batang kaluku. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat (p=0,016), dan terdapat pula hubungan yang bermakna antara sikap dengan keberadaan jentik (p=0,010), di Lingkungan Samata. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keberadaan jentik (p=0,027), antara sikap dengan keberadaan jentik (p=0,043), antara perilaku dengan keberadaan jentik (p=0,042), di Lingkungan Sungguminasa. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku dengan keberadaan jentik, di Lingkungan Pandang-pandang B. Saran 1. Perilaku masyarakat tentang hidup sehat dan peduli lingkungan perlu disadarkan kembali dengan mekanisme penyampaian informasi dan pendidikan/penyuluhan tentang penanggulangan penyakit DBD melalui media televisi, radio, media cetak maupun brosur. 2. Instansi yang terkait sebaiknya rutin memantau keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti untuk mencegah penularan penyakit DBD terutama di Kecamatan Somba Opu. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan perilaku masyarakat terhadap keberadaan nyamuk Aedes aegypti linnaeus sebagai vektor penyakit Deman Berdarah Dengu khususnya di Kabupaten Gowa sebagai upaya monitoring dan pencegahan penularan penyakit DBD. 4. Mengintensifkan kembali penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan dalam rangka mencegah berjangkitnya penyakit DBD.
DAFTAR PUSTAKA
Borror, DJ & DM Delong. An Introduction to the study of Insect. USA Library of Congres, catalog Card, 1954. Chandra Budiman. Metodologi Penelitian Kesehatan, Cet.I; Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2008. Departemen Kesehatan, Pedoman Survei Entomologi Deman Berdarah Dengue, Cet.II; Jakarta: Bakti Husada, 2002. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Pentahsis dan Penerjemah Al-Quran, 1990.
Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, Laporan Bulanan Bidang Kesehatan Kabupaten Gowa, Makassar: Dinas Kesehatan.2008. Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan, Profil dan Laporan Tahunan Sub Dinas Pencegahandan Pemberantasan Penyakit, Makassar: Dinas Kesehatan,2007. Notoatmodjo Soekidjo, lmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003. Pujiastuti Sisilia, Deman Berdarah dalam Data. http: // www.depkes. go.id 15 Desember 2009. Rawuh Sugen, Ilmu Kedokteran. http//www.created by crazyprofile.com, 30 januari 2010. Rochman Abdul , Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Nyamuk (PSN) , Semarang: Universitas Di[onegoro, 2004. Rueda. L.M, Pictorial Keys For The Identification Of Mosquitoes (Diptera Culicidae)Associated With Dengue Virus Transmission, New Zeland: Magnolia Press Aukland,2004. Santoso, Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatra Selatan Jurnal Ekologi Kesehatan, 2008. Silalahi Levi, Deman Berdarah . http: // www. pdat. co. id. 23 Desember 2009. Sirantonius, Defenisi Persepsidan Perilaku http://afaccessoriessolution. blogspot .com. 3 Februari 2010. Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, Cet.VII; Bandung: CV Alfabeta, 2005 Sumarmo, Deman Berdarah Dengue di Indonesia, Situasi Sekarang dan Harapan di Masa Mendatang, Semilokal Berbagai Aspek Deman Berdarah Dengue dan Penanggulangannya, Jakarta: UI Press, 1985 Sunaryo S, Deman Berdarah Dengue pada Anak, Jakarta: UI Press, 1988. Suroso T, Pemberantasan Demam Berdarah, Jakarta: Departemen Kesehatan, 2000. Suyasa Gede IN, Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberdaan Vektor Deman Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan Skripsi sarjana Fakultas Kesehatan, Politeknik Kesehatan Denpasar,2007. WHO, Dengue/DHF : Situation of Dengue Hemorragic Fever in The East Asia Region (On Line) (Http://w3.whose.org/en/Section10/Section332 /Section519_2392. htm.Diakses tanggal 8 Desember2009. WHO, Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Jakarta: EGC, 2004. WHO. Deman Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian, Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC, 1998. Yotopranoto S, Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Deman Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya, Surabaya: Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 1998. Y Ririh dan anny V, Hubungan Kondisi lingkungan, Kontainer dan Perilaku Masyarakat dengan keberdaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Deman Berdarah Dengue Surabaya Jurnal Kesehatan Lingkungan I , 2005.
RIWAYAT HIDUP
NURWAHIDAH, lahir di Desa Tombolo Kecamatan Gantarang keke Kabupaten Bantaeng pada tanggal 09 Desember 1988, merupakan buah hati dari pasangan Baharuddin dan Badariah Penulis menempuh pendidikan formal pada tahun 1994-1997 di SD Negeri 53 Banyorang, kemudian tahun 1997-2000 di SD Inpres Kampung beru Kabupaten Bantaeng dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Tompobulu pada tahun 2000 - 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bantaeng dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melalui ujian SPMB dan di terima di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Selama menjalani kehidupan dengan status mahasiswi penulis pernah menjabat sebagai asisten di laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.