Anda di halaman 1dari 15

KARAKTERISASI Likhen PADA HABITAT Macaca sp.

DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

KULIAH KERJA LAPANGAN Diajukan untuk Menempuh Study pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran

SITI AISAH 140410080049

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI JATINANGOR 2011

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

KARAKTERISASI Likhen PADA HABITAT Macaca sp. DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR
Siti Aisah Dra. Hj. Supartini Syarif, MS. ABSTARCT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan jenis flora dan fauna. Tumbuhan tingkat rendah yang termasuk kelompok kriptogamae merupakan salah satu bentuk keanekaragaman flora yang banyak sekali terdapat di Indonesia. Namun sayangnya keberadaan tumbuhan seperti ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat, padahal mereka memiliki sangat banyak kegunaan, baik untuk menjga keseimbangan alam maupun dalam kehidupan manusia misalnya sebagai obat-obatan, bahan makanan, bahan industry dan sebagai indicator biologi untuk pencemar lingkungan. Salah satu jenis kelompok tumbuhan kriptogamae adalah Lichen atau yang biasa disebut lumut kerak. Lumut kerak merupakan jenis tumbuhan yang unik, namun kurang terkenal dan lebih sering disangka sejenis lumut oleh kalangan masyarakat awam. Lumut kerak terbentuk dari simbiosis dua jenis tumbuhan rendah yang berbeda yaitu jamur dan ganggang (Schwender, 1867 dalam Ahmadjian, 1967). Eratnya simbiosis antara keduajenis tumbuhan tersebut menyeabkan lumut kerak secara makroskopis terlihat sebagai satu tumbuhan saja. Walaupun kurang dikenal di kalangan masyarakat awam, kelompok tumbuhan yang telah dipelajari selama lebih dari dua ratus tahun oleh para peneliti ini ternyata memiliki banyak kegunaan baik di alam maupun dalam kehidupan perintis, sebagai produsen dalam rantai makanan untuk beberapa jenis invertebrate dan rusa, sebagai indicator pencemar udara, sebagai bahan makanan bagi manusia, sebagai obat dan antibiotika, sebgai penghasil zat warna, sebagai bahan parfum, dan sebagainya. Keunikan dan manfaat tumbhan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan pengamatan lebih mendalam terhadap jenis-jenis lumut kerak. Pengamatan dilakukan di hutan pantai kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Adapun pemilihan tempat ini didasarkan pada keingintahuan penulis terhadap keanekaragaman lumut kerak pada daerah yang memiliki intensitas cahaya tinggi dan kelembaban udara yang rendah seperti hutan pantai kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur merupakan alternative tempat yang baik karena daerah tersebut memiliki kawasan hutan pantai. Selain itu, daerah tersebut telah dipengaruhi oleh aktifitas masyarakat setempat

sehingga dapat diketahui seberapa jauh pengaruh aktifitas manusia terhadap keanekaragaman jenis lumut kerak. 1.2 Identifikasi Masalah Lumut kerak mamiliki kemampuan sangat terbatas untuk menanggapi perubahan secara tiba-tiba, sehingga pada habitat tertentu lumutkerak mamiliki keanekaragaman yang terbesar pada kondisi yang lebih stabil selama jangka waktu yang lama (Gilbert, 1977). Hutan pantai kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur selalu dijaga kelestariannya, diperkirakan mamilki kekayaan jenis lumut krak yang tinggi, dengan demikian timbul pertanyaan terhadap hal-hal berikut: Jenis-jenis lumut kerak apa saja yang terdapat pada hutan pantai yang merupakan salah satu bagian dari Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jenis lumut kerak manakah yang dominan tumbuh di hutan pantai daerah Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Faktor-faktor biotis dan abiotis apa yang mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis lumut kerak di wilayah tersebt. Apakah ada jenis lumut kerak yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai obat atau bahan makanan. 1.3 Maksud dan Tujuan Pengamatan ini dilakukan untuk mempelajari dan megetahui keanekaragamn lumut kerak pada hutan pantai Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Sedangkan tujuan pengamatan ini adalah untuk menggali potensi alam yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur yakni berupa keanekaragamn jenis lumut kerak. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.5 Metode Penelitian

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengamatan keanekaragaman lumut kerak dilakukan pada tanggal 6-16 Mei Mei 2011 di kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Likhen (lumut kerak) Lumut kerak (atau Lichenes dalam istilah ilmiah) adalah suatu organisme majemuk yang merupakan suatu bentuk simbiosis erat dari fungus (sebagai mycobiont) dengan mitra fotosintetik (photobiont), yang dapat berupa alga hijau (biasanya Trebouxia) atau sianobakteri (biasanya Nostoc). Kerja sama ini demikian eratnya sehingga morfologinya pun berbeda dari komponen simbiotiknya. Lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dan ganggang. Lumut kerak hidup sebagai epifit pada pepohonan. Lumut ini juga tumbuh di atas tanah, terutama daerah tundra di sekitar Kutub Utara. Selain itu, lumut kerak dapat hidup di segala ketinggian di atas cadas batu cadas, di lumut tepi jenis pantai, ini sampai disebut di juga gunung-gunung sebagai yang tinggi. perintis. Lumut kerak dapat berperan dalam pembentukan tanah dan menghancurkan batu-batuan yang sehingga tumbuhan Lumut kerak adalah makhluk hidup yang tahan terhadap kekeringan dalam waktu yang lama. Pada saat kekeringan dan tersengat matahari secara terus-menerus, lumut ini akan kering, tetapi tidak mati. Pada saat turun hujan, lumut kerak tumbuh kembali. Ciri lain lumut ini adalah pertumbuhan talusnya yang lambat. Dalam satu tahun, pertumbuhan talusnya kurang dari 1 cm. Lumut kerak tersusun atas lumut dan ganggang. Ganggang yang bersimbiosis mutualisme dengan lumut disebut dengan gonidium. Ada yang bersel satu dan ada yang berkoloni. Umumnya, gonidium ini adalah ganggang biru (Cyanophyta), seperti Chroococcus dan Nostoc, tetapi ada juga yang bersimbiosis dengan ganggang hijau (Chlorophyta), seperti Cystococcus dan Trentepohlia. Dari simbiosis ini, jamur memperoleh makanan hasil fotosintesis ganggang karena ganggang bersifat autotrof. Sementara itu, jamur yang heterotrof dapat menyediakan air, mineral, dan melakukan pertukaran gas serta melindungi ganggang. Selain itu, lumut kerak ini juga dapat mengikat nitrogen udara.

2.2 Morfologi Lumut Kerak

Pertumbuhan lumut kerak memperlihatkan beberapa macam bentuk morfologi yang berbeda, yang dikenal sebagai: 1. Foliose (bentuk daun) Thallusnya berbentuk lembaran dan mudah dipisahkan dari substratnya. Membentuk bercak pada batu, dinding dan kulit kayu pohon tropika. Permukaan bawah melekat pada substrat dan permukaan atas merupakan tempat fotosintesis. Jenis ini tumbuh dengan garis tengah mencapai 1540 cm pada lingkungan yang menguntungkan. 2. Crustose Bentuknya datar seperti kerak. Tumbuh pada kulit batang pohon. Berbentuk seperti coretcoret kecil dan pada batang kayu yang sudah mati. 3. Squamulose Campuran bentuk kerak dan daun. 4. Fruticose Thallus tegak mirip perdu. Tumbuh menempel pada substrat oleh satu atau lebih akar. Beberapa jenis dari lumut ini mempunyai kandungan antibiotik dan anti kanker. Hidup bergelantungan di udara, menempel pada pohon-pohon di pegunungan. 5. Lumut Kerak Berfilamen Lumut ini tampak seperti kapas wol. Tumbuh pada kulit kayu pohon dan perdu, berwarna jingga kekuningan atau hijau cerah. 2.3 Anatomi lumut kerak Anatomi Lumut Kerak Apabila kita sayat tipis tubuh lumut kerak, kemudian diamati di bawah mikroskop, maka akan terlihat adanya jalinan hifa/misellium jamur yang teratur dan dilapisan permukaan terdapat kelompok alga bersel satu, yang terdapat disela-sela jalinan hifa. Secara garis besar susunan tubuh lumut kerak dapat dibedakan menjadi 3 lapisan. 1. Lapisan Luar (korteks) Lapisan ini tersusun atas sel-sel jamur yang rapat dan kuat, menjaga agar lumut kerak tetap dapat tumbuh.

2. Lapisan Gonidium

Merupakan lapisan yang mengandung ganggang yang menghasilkan makanan dengan dengan berfotosintesis. 3. Lapisan Empulur Tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat, berfungsi untuk menyimpan persediaan air dan tempat terjadinya perkembangbiakan. Pada kelompok lumut kerak berdaun (feliose) dan perdu (fruticose) memiliki korteks bawah yang susunannya sama dengan korteks atas, tetapi menghasilkan sel-sel tertentu untuk menempel pada substirat atau dikenal sebagai rizoid. 2.4 Habitat Lumut Kerak Lumut kerak hidup menempel di pepohonan atau bebatuan, di atas tanah, tembok pagar, juga di tembok atau atap rumah. Meski dianggap sebagai pengganggu dan diremehkan, lumut kerak dapat dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional, bahan pewarna, dan bioindikator pencemaran udara. Lumut kerak juga dikenal sebagai lichenes (biasanya menjadi pioner sebelum jenis lumut lain dapat hidup di suatu tempat-Red.). Bentuknya seperti tumbuhan, tetapi bukan golongan tumbuhan. Ia bukan satu organisme, namun suatu ekosistem kecil yang merupakan asosiasi simbiotik dari dua atau tiga mitra yang berbeda satu sama lain. Para ahli biologi mengklasifikasikan makhluk hidup ke dalam lima kingdom: Monera, Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. Tidak satu pun organisme penyusun lumut kerak tergolong tumbuhan. Dengan demikian sebagian ahli biologi tidak menggolongkan lumut kerak sebagai tumbuhan. Jika organisme simbiotik ini dipisahkan komponennya satu sama lain, maka cendawan sendiri tidak mempunyai bentuk. Karena bentuk lumut kerak bermacam-macam, ahli biologi menggolongkan lumut kerak menjadi banyak spesies berdasarkan morfologi dan apotesium (badan buah atau struktur penghasil spora) yang terbentuk. Penamaan spesies lumut kerak mengikuti aturan tata nama taksonomi yang berlaku. Daerah sebaran lumut kerak paling luas. Bisa dijumpai di daerah tropis sampai kutub, mulai dari pantai hingga ke gunung-gunung tinggi. Di daerah sejuk (gunung tinggi ataupun di daerah tundra beriklim dingin), lumut kerak dapat dijumpai dalam aneka ragam bentuk. Berbentuk lembaran menempel pada permukaan tanah atau bebatuan sampai yang mirip semak kecil seperti Usnea.

Untuk hidup lumut kerak menuntut permukaan yang stabil, ada sinar matahari dan kelembapan cukup serta iklim yang cocok bagi masing-masing jenis. Lumut kerak di kawasan tundra yang dingin itu tentu tidak dapat hidup di dataran rendah tropis yang panas. Berkat ratusan senyawa kimia unik yang dimiliki, lumut kerak mampu bertahan hidup di lingkungan yang sukar sekalipun, dan menangkal serangan bakteri atau cendawan lain. Senyawa seperti pigmen, toksin, dan antibiotik menyebabkan lumut kerak berguna bagi sebagian kelompok masyarakat, khususnya sebagai bahan pewarna dan ramuan obat tradisional. Anggota genus Usnea pun dikenal sebagai obat manjur, khusus untuk expectorant, dalam bentuk seduhan minuman. Juga dibuat salep sebagai antibiotik. Ramuan tradisional Cina menggunakan Usnea longissima. Senyawa asam usnat (usnic acid) dalam lumut kerak sebagai antihistamin, spasmolitik, dan antiviral. Di Eropa senyawa itu digunakan sebagai krim antibiotik yang dilaporkan lebih manjur daripada salep penisilin. Ekstrak Cetraria islandica diklaim efektif untuk penyakit saluran pernapasan, dan di Eropa dipakai sebagai pastiles. Evernia prunastri dan Pseudevernia furfuracea di Eropa untuk bahan parfum. Pada saat kekeringan, lumut kerak umumnya mengalami fase dorman, tidur. Begitu cukup air ketika musim hujan, ia akan menunjukkan aktivitas metabolisme kembali. Tumbuh subur jika udara bersih, sebaliknya udara tercemar menghambat pertumbuhannya. Terbukti pada 1859, saat Revolusi Industri, ilmuwan Eropa mencatat, pencemaran udara mematikan lumut kerak pada daerah industri dan daerah urban. Karena kepekaannya itulah lumut kerak dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. 2.5 Peran Lumut Kerak bagi manusia Lumut kerak mampu hidup pada daerah bebatuan dan mampu merubah area tandus berbatu menjadi tempat yang digunakan untuk tumbuh-tumbuhan lain. Peran lumut kerak bagi manusia: 1. Sebagai tumbuhan perintis 2. Membantu siklus nitrogen 3. Sebagai indikator lingkungan 4. Peranan lain dari lumut kerak

Peranan lain dari lumut kerak adalah: Jenis ustenea dasypoga dan usnea miseminensis dapat dijadikan obat karena mengandung antikanker. Jenis Roccella tinctoria digunakan sebagai bahan dasar lakmus. Selain peran menguntungkan, ternyata lumut kerak juga dapat meruginan karena mampu merusak batuan pada peninggalan sejarah seperti candi Borobudur dan candi-candi lainnya. Walaupun lumut kerak mampu hidup pada lingkungan ekstrim, tetapi lumut kerak sangat peka terhadap polusi. Oleh sebab itu lumut kerak dapat dijadikan indikator pencemaran udara, darat, hujan asam, logam berat, kebocoran radioaktif dan radiasi sinar. Ultra violet sebagai akibat penurunan ozon. Lumut kerak sangat peka terhadap pencemaranpaling rendah sekalipun. Jika pada suatu daerah tidak terdapat lumut kerak, memberikan petunjuk bahwa daerah itu telah terkena pencemaran. Beberapa lumut kerak yang mengandung ganggang cyanophyta (cynobacterium) yang tumbuh tersebar di hutan tropika mampu hidup pada intensitas cahaya yang rendah dan yang lebih penting mereka dapat menggunakan nitrogen bebas (gas nitrogen) menjadi nitrogen organik (asam amino dan protein). Jadi lumut kerak cynobacterium dalam ekosistem membantu daur nitrogen yang berperan dalam persediaan pupuk alami pada ekosistem dasar hutan hujan. 2.5.1 Lumut Kerak sebagai Bioindikator Telah diketahui bahwa lumut kerak sangat sensitif terhadap pencemaran udara sehingga dapat dijadikan bioindikator pencemaran udara (Aryulina, 2007; Syamsuri, 2004; Campbell, 2003). Lumut kerak adalah asosiasi simbiotik berjuta-juta mikroorganisme fotosintetik (fotobion) yang disatukan dalam jaringan hifa fungi (mikobion) (Campbell,2003; Barreno). Fotobion dan mikobion membentuk mikro-ekosistem yang sangat stabil dan tangguh. Oleh karena itu lumut kerak mampu bertahan dalam kondisi suhu sangat panas atau suhu sangat dingin. Lumut kerak dapat berumur lebih dari 4000 tahun (VIPPPU, 2006). Lumut kerak tidak memiliki kutikula sehingga mengabsorpsi nutrien dan air dari atmosfer (Bungartz). Hal ini menjelaskan mengapa lumut kerak dapat menjadi bioindikator pencemaran udara. Perubahan lingkungan menyebabkan lumut kerak berubah dalam keanekaragamannya, morfologinya, fisiologinya, genetik, dan kemampuan mengakumulasi zat pencemar udara (Barreno). Kesensitifannya ini memenuhi faktor-faktor pemilihan bioindikator.

Pada tahun 1866, diketahui bahwa penyebab hilangnya komunitas lumut kerak di Jardin de Luxembourg dekat Paris disebabkan oleh sulfur dioksida (Boonpragob, 2003). Kejadian ini dan kejadian-kejadian lain serupa menyadarkan bahwa kerak memiliki potensi besar sebagai bioindikator. Penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator telah digunakan sejak lama dengan cara membuat peta penyebaran lumut kerak. Sistem Skala Polusi Lumut kerak Hawkssworth & Rose pada tahun 1970 menggunakan ada atau tidak adanya spesies sensitif tertentu untuk mengetahui konsentrasi sulfur dioksida dalam udara ambien. Begitu juga dibuat skala untuk zat-zat pencemar udara yang lain (Bell,2001). Berdasarkan morfologinya, lumut kerak umumnya dibedakan menjadi Crustose, Foliose, Squamulose, dan Fructicose (NSTA, 2003). Fructicose merupakan lumut kerak yang paling sensitif terhadap pencemaran udara dan merupakan jenis lumut kerak yang akan pertama kali hilang ketika terpapar pada udara tercemar. Sedangkan Cructose merupakan jenis lumut kerak yang paling resisten terhadap pencemaran udara (Boonpragob, 2003). Penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator tidak memerlukan biaya besar, mengingat yang diperlukan hanyalah membuat peta penyebaran lumut kerak dibandingkan dengan menggunakan alat pemantau otomatis yang mahal. Namun penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator dengan cara seperti ini hanya mengukur kualitas udara secara kualitatif dan tidak secara kuantitatif. Ini berbeda dengan penggunaan alat pemantau otomatis yang langsung memberikan data kualitas udara ambien secara kuantitatif. Pengukuran zat pencemar udara secara kuantitatif dengan menggunakan lumut kerak juga dapat dilakukan, namun memerlukan biaya yang lebih besar dari pada pengukuran secara kualitatif, walau tetap lebih murah dibandingkan penggunaan alat pemantau otomatis. Penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator memiliki banyak kelebihan lain dibandingkan dengan alat pemantau otomatis. Ia dapat dilakukan di daerah yang luas dan terpencil sekalipun. Berbeda dengan penggunakan alat pemantau otomatis yang membutuhkan listrik, penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator tidak memerlukan enerji, karena langsung terpapar dan berfluktuasi di alam. Selain itu penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator tidak harus dilakukan secara terus-menerus tapi dapat dilakukan secara periodik. 2.5.2 Biomonitoring

Biomonitoring adalah penggunaan respons biologi secara sistematik untuk mengukur dan mengevaluasi perubahan dalam lingkungan (NCSU; Mulgrew et al, 2006), dengan menggunakan bioindikator. Biondikator adalah organisme atau respons biologis yang menunjukan masuknya zat tertentu dalam lingkungan (Mulgrew et al, 2006). Sistem pemantauan dengan biomonitoring tidak memerlukan biaya besar karena menggunakan organisme yang telah tersedia di alam. Bioindikator terpapar secara langsung di alam sehingga mencerminkan sistem lingkungan secara keseluruhan. Oleh karena itu biomonitoring memberi kesempatan untuk melakukan pemantauanyang tidak terkendala oleh alat yang mahal dan daerah sampel yang terbatas. Selain itu, sistem pemantauan dengan biomonitoring tidak perlu dilakukan secara terus-menerus, tetapi dapat dilakukan secara periodik. Bioindikator yang digunakan dapat dipilih berdasarkan beberapa faktor, antara lain: dapat mudah diukur dan menunjukkan respons yang diamati pada ekosistem; memiliki respons spesifik yang mampu memprediksi bagaimana spesies atau ekosistem akan merespons terhadap tekanan; mengukur respons dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima; didasarkan pada pengetahuan tentang zat pencemar dan karakteristik (Mulgrew et al, 2006). Banyak studi menunjukkan bahwa organisme yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bioindikator adalah lumut kerak (lichen). Sehingga menurut hemat saya alternatif lumut kerak perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. 2.6 Reproduksi Lumut Kerak Reproduksi Lumut Kerak Perkembangbiakan lumut kerak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu vegetatif dan generatif. 1. Reproduksi Vegetatif Dilakukan dengan cara fragmentasi soredium. Jika Soredium terlepas, kemudian terbawa angin atau air dan tumbuh di tempat lain. 2. Reproduksi Genetatif Reproduksi Generatif spora yang dihasilkan oleh askokarp atau basidiokarp, sesuai dengan jenis jamurnya. Spora dapat tumbuh menjadi lumut kerak baru jika bertemu dengan jenis alga yang sesuai. Sel-sel alga tidak dapat melakukan perkembangbiakan dengan meninggalkan induknya, melainkan hanya dapat berbiak dengan membelah diri dalam

tubuh lumut kerak. Soredium adalah Sekelompok jalinan hifa yang menyelubungi sel- sel alga. Fragmentasi adalah terlepasnya bagian tubuh untuk menjadi organisme baru.

Anda mungkin juga menyukai