Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat

menyebabkan kematian pada pasien. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 - 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

I.2. Tujuan dan Manfaat 1. Sebagai syarat mengikuti ujian akhir blok 2. Meningkatkan wawasan pembaca 3. Memahami lebih dalam mengenai Gagal jantung kongestif

BAB II PEMBAHASAN

II.1. Gagal jantung Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-duanya, gagal jantung juga dapat disebabkan oleh: a) b) c) Penyakit-penyakit yang melemahkan otot jantung Penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung Penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oIeh

jaringan tubuh diIuar kemampuan jantung untuk memberikannya. Gagal jantung juga dapat diklasifikasikan menurut berbagai faktor. The New York Heart Association (NYHA) klasifikasi untuk gagal jantung terdiri dari 4 kelas, yaitu: a) b) c) d) Kelas I pasien tidak memiliki keterbatasan aktivitas fisik Kelas II pasien memiliki keterbatasan sedikit aktivitas fisik Kelas III pasien telah ditandai keterbatasan aktivitas fisik Kelas IV pasien memiliki gejala bahkan beristirahat dan tidak

dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. The American College of Cardiology / American Heart Association (ACC / AHA) pedoman gagal jantung melengkapi klasifikasi NYHA untuk

mencerminkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: a) Menggelar pasien memiliki resiko tinggi untuk gagal jantung

tetapi tidak memiliki penyakit jantung struktural atau gejala gagal jantung. b) Stadium B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi

tidak memiliki gejala gagal jantung. c) Tahap C pasien memiliki penyakit jantung struktural dan

memiliki gejala gagal jantung d) Stadium D pasien mengalami gagal jantung refrakter yang

membutuhkan intervensi khusus. (Medscape.com)

II.2. Etiologi Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal, secara epidemiologi penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di Negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Secara garis besar penyebabterbanyak gagal jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75%, dengan penyebab penyakit jantung hipertensi 75%, penyakit katup (10%) serta kardiomiopati dan sebab lain (10%), faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya

rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung, perubahan gaya hidup dengan konsumsi makanan yang mengandung lemak, dan beberapa faktor yang mempengaruhi. Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian,

hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik, meningkatkan risiko terjadinya infark miokard dan memudahkan terjadinya aritmia. Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit perikardial Kardiomiopati dibedakan menjadi 4 yaitu: Dilatasi(kongestif), hipertropik, restriktif, dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan dilatasi pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan, penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit

jaringan ikat seperti SLE, dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertropik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominant), ditandai adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertropi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertropik obstruktif).

Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta komplikasi ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel,

kardiomiopati peripartum menyebabkan gagal jantung akut. Penyebab utama terjadinya gagal j a n t u n g adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. (Sudoyo 2006) II.3. Patofisiologi Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan progresif yang dimulai setelah adanya index event atau kejadian penentu hal ini dapat berupa kerusakan otot jantung, yang kemudian mengakibatkan berkurangnya miosit jantung yang berfungsi baik, atau mengganggu kemampuan

miokardium untuk menghasilkan daya. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi secara normal. Kejadian penentu yang dimaksud ini dapat memiliki onset yang tiba-tiba, seperti misalnya pada kasus infark miokard akut (MI), atau memiliki onset yang gradual atau insidius, seperti pada pasien dengan tekanan hemodinamik yang tinggi (padahipertensi) atau overload cairan (pada gagal ginjal), atau bisa pula herediter, seperti misalnya pada kasus dengan kardiomiopati genetik. Pasien dengan gagal jantung pada akhirnya memiliki satu kesamaan, yaitu penurunan kemampuan pompa jantung, terlepas dari berbagai penyebab gagal jantung. Pada kebanyakan orang gagal jantung bisa asimtomatik atau sedikit bergejala setelah terjadi penurunan fungsi jantung, atau menjadi bergejala setelah disfungsi dialami dalam waktu yang lama. Tidak diketahui dengan pasti mengenai pasien dengan disfungsiventrikel kiri tetap asimtomatik, hal yang berpotensi mampu memberi penjelasan mengenai hal ini adalah banyaknya mekanisme kompensasi yang akan teraktivasi saat terjadi jejas jantung atau penurunan fungsi jantung yang tampaknya akan

mengaturkemampuan fungsi ventrikel kiri dalam batas homeostatik/fisiologis, sehingga kemampuan fungsional pasien dapat terjaga atau hanya menurun sedikit. Transisi pasien dari gagal jantung asimtomatik ke gagal jantung Yang simtomatik, aktivasi berkelanjutan dari sistem sitokin dan neurohormonal akan mengakibatkan perubahan terminal pada miokardium yang dikenal
4

dengan remodeling ventrikel kiri. klasifikasi gagal jantung dibagi menjadi dua yaitu: gagal jantung kiri, dan gagal jantung kanan. a) Gagal jantung kiri Gagal jantung kiri biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner, penyakit katup aorta, mitra serta hipertensi. Gagal jantung kiri juga berdampak pada organ lainnya seperti paru, ginjal, dan otak b) Gagal jantung kanan Penyebab gagal jantung kanan hamper sama seperti gagal jantung kiri, tetapi stenosis mitral menyebabakan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang menyebabkan gagal jantung kanan, gagal jantung kanan juga berdampak pada organ lain seperti hati, ginjal, jaringan subkutis, otak, dan sistem aliran aorta. c) Manifestasi klinis Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dapat terjadi di dada karena peningkatan kebutuhan oksigen, pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi bising akibat regurtasi mitral. 1. Manifestasi klinis gagal jantung kiri:Dispneu, orthopneu, batuk, mudah lelah, gelisah dan cemas 2. Manifestasi klinis gagal jantung kanan:Pitting edema,

hepatomegali, anoreksia, nokturia dan kelemahan. (Sylvia 2005) II.3.1. Mekanisme neurohormonal Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model neurohormonal yaitu gagal jantung berkembang sebagai hasil ekspresi berlebihan suatu molekul yang secara biologis aktif, yang dapat memberikan efek kerusakan jantung dan sirkulasi Seiring dengan progresi gagal jantung, masukan inhibisi dari reseptor arterial dan kardiopulmoner dan masukan eksitasi meningkat. Akibatnya perubahan keseimbangan ini terjadi peningkatan aktifitas pada sistem simpatis, berkurangnya kemampuan sistem parasimpatik dan terus menurun,

simpatik dalam mengontrol denyut jantung, dan terganggunya regulasi reflek simpatis pada resistensi vaskular. Iskemia dinding anterior juga memiliki efek tambahan pada eksitasi sistem saraf simpatik efferent.
5

Gambar mekanisme kompensasi neurohomonal(Dickstain 2008) Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat adaptif ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat memelihara tekanan

perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung. Sistem ini menjadi maladaptive apabila menimbulkan ambang normal, menimbulkan peningkatan hemodinamik melebihi batas peningkatan kebutuhanoksigen,serta memicu

timbulnya cedera sel miokard. Pengaturan neurohormonal sebagai berikut: a) Sistem saraf adrenergik Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik. (Sylvia 2005) b) Sistem renin angiotensin aldosteron Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-

angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular. Renin memecah
6

empat asam amino dari angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin, menyebabkan
bradikinin.

sementara

AT2

akan

vasodilatasi,

inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan

Gambar sistem rennin-angiostensin-aldosteron (Sylvia 2005)

c)

Stres oksidatif Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen

species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor,

interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi

perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO. d) Remodeling ventrikel kiri Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif

berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri di


7

kemudian

hari.

Proses

remodeling

mempunyai efek penting pada miosit

jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri. Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta,

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik

yang secara parallel menigkatkan

tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan hipertrofi konsentrik. Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang kemudian secara seri pada

sarkomer dan kemudian terjadi pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis merupakan hal yang penting kalsium

dalam perkembangan gagal jantung. Hal ini

diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung. (Sylvia 2005)

Gambar pola remodeling ventrikel (Medscape.com)

II.4. Pemeriksaan dan penatalaksanaan gagal jantung II4.1. Anamnesis Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik. Kriteria mayor terdiri dari: a) Dispnea nocturnal paroksimal atau ortopnea b) Peningkatan vena jugularis c) Ronkhi basah tidak nyaring d) Kardiomegali e) Edema paru akut f) Irama derap S3 g) Peningkatan tekanan vena>16 cm H2O Kriteria minor terdiri dari: a) Edema pergelangan kaki b) Batuk malam hari c) Dyspnea d) Hepatomegali e) Efusi pleura f) Kapasitas vital berkurang sepertiga dari normal g) Takikardi diagnosis dapat ditegakan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor. (Dickstain 2008)

II4.2. Pengobatan gagal jantung Pengobatan gagal jantung dengan farmakologis, secara garis besar bertujuan mengatasi permaslahan preload, dengan menurunkan preload, kontraktilitas juga menurunkan meningkatkan

afterload. Pemilihan terapi farmakologis ini

tergantung pada penyebabnya. Selama bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan digoksin digunakan dalam terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup, namun belum terbukti menurunkan angka

mortalitas. Setelah ditemukan obat yang dapat mempengaruhi sistem neurohumoral,


9

RAAS dan system saraf simpatik, barulah morbiditas dan mortalitas pasien gagal jantung membaik.(Katzung 2001) a) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) Pasien dengan tidak ada kontra indikasi maupun pasien yang masih toleran terhadap ACE Inhibitor (ACEI), ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan LVEF < 40%. Terapi dengan ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kesejahteraan pasien, menurunkan angka

masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan. Pada pasien yang menjalani perawatan terapi dengan ACEI harus dimulai sebelum pasien pulang rawat.Dosis awal ACEI dengan target pada dosis. b) Angiotensin receptor blocker (ARB) Pada pasien dengan tnpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB

memperbaiki fungsi ventrikel dan kejahteraan pasien dan mengurangi hospitalisasi untuk perburukan gagal jantung. Pemberian ARB mengurangi risiko kematian karena penyebab kardiovaskular. direkomendasikan sebagai alternatif pada pasein yang intoleran terhadap ACEI. Pada pasien-pasien ini pemberian ARB mengurangi risiko kematian akibat kardiovaskular atau perlunya perawatan akibat perburukan gagal jantung. Pada pasien yang dirawat, terapi dengan ARB harus dimulai sebelum pasien dipulangkan. Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan pasien dan menurunkan angka masuk rumah sakit akibat perburukan gagal jantung. ARB

direkomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien yang tidak cocok dengan pengobatan ACEI.(Katzung 2001) c) Penghambat seka- Alasan penggunaan beta bloker(BB) pada pasien gagal jantung adalah adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat

memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan dengan LVEF < 40%. BB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesejahtraan pasien, mengurangi kejadian rawat akibat perburukan gagal jantung, dan meningkatkan keselamatan. Jika memungkinkan pada pasien yang menjalani perawatan, terapi BB
10

harus dimulai secara hati-hati sebelum pasien dipulangkan. Manfaat beta blocker pada gagal jantung yaitu: 1) Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik sehingga memperbaiki perfusi miokard. 2) Meningkatkan LVEF
3) Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal

Gambar table dosis awal dan target (Katzung 2001)

II4.3. Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan EKG Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari Gagal jantung akut. Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI. Gelombang Q pertana

infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan.

11

b)

Pemeriksaan photo thoraks Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua

pasien yang diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali. c) Pemeriksaan darah rutin 1) Darah rutin 2) Elektrolit 3) Fungsi ginjal 4) Fungsi hati d) Pemeriksaan ekokardiografi Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan

baku utama (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung. Penilaian ekokardiografi/doppler dapat mengevaluasi dan memonitor regional dan global dari fungsi sistolik dan diastolic baik jantung kiri maupun

yang kanan, struktur dan fungsi katup, patologi perikardium, komplikasi mekanik akibat miokard infark akut. Semua pasien dengan gagal jantung akut sebaiknya dengan segera dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. Temuan kelainan yang didapat dapat membantu strategi penatalaksanaan.(Katzung 2001) II5. Algoritma gagal jantung

Gambaran dugaan algoritma gagal jantung(Dickstain A 2008)


12

BAB III PENUTUP

1.Kesimpulan Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-duanya, gagal jantung juga dapat disebabkan oleh: a) Penyakit-penyakit yang melemahkan otot jantung b) Penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung c) Penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oIeh jaringan tubuh diIuar kemampuan jantung untuk memberikannya. 2.Saran Untuk mencegah terulangnya lagi gagal jantung disebabkan oleh faktor makanan atau ketidakpatuhan obat, nasihat dan mendidik pasien tersebut tentang pentingnya diet yang tepat dan perlunya kepatuhan pengobatan. .

13

Daftar pustaka
Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta

Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes Kardiologi. Erlangga : Jakarta

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal. http://emedicine.medscape.com/article/163062 -overview. Di akses 20 Maret 2012

Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001

14

Anda mungkin juga menyukai