Anda di halaman 1dari 11

INVESTASI ASING DAN PERUSAHAAN MULTINASIONAL

FREEPORT

Nama: Beatrice Dian Maya Puspitasari NIM: 44308004 Hubungan Internasional

Universitas Komputer Indonesia 2011

1. Latar belakang Investasi asing sampai hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam perizinan. Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter. Krisis moneter ini diawali dengan terdefresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar rupiah makin tajam sehingga krisis moneter yang terjadi tersebut berlanjut menjadi krisis ekonomi yang dampaknya terasa hingga saat ini. Pertumbuhan ekonomi berjalan sangat lambat. Salah satu cara untuk membangkitkan atau menggerakkan kembali perekonomian nasional seperti sediakala sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah kebijakan mengundang masuknya investasi di Indonesia. Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan. Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuk investasi ke Indonesia pada saat ini. Faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi ke suatu negara, seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum, tampaknya menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Bahkan otonomi daerah yang sekarang diterapkan di Indonesia dianggap menjadi permasalahan baru dalam kegiatan investasi di beberapa daerah. Dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Indonesia memasuki era baru dalam hubungan antar pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Indonesia memasuki era otonomi daerah. Keadaan baru sangat diperhitungkan oleh para investor berkaitan dengan dampak negatif yang ditimbulkannya.

Di era reformasi, sejak pemerintahan BJ Habibie, kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pemerintah justru berupaya menarik sebanyak mungkin investasi asing melalui rentetan kunjungan kenegaraan ke luar negeri, privatisasi BUMN, penegakkan supremasi hukum, serta revisi terhadap berbagai undang-undang yang menyangkut bisnis dan investasi

perpajakkan, ketenagakerjaan dan seterusnya. Semua upaya ini tentu bertujuan menciptakan iklim dunia usaha dalam negeri yang lebih kondusif demi meningkatkan capital inflow yang pada gilirannya diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Memasuki tahun 2007, semua indikator makro ekonomi menunjukkan semakin membaiknya iklim dunia usaha, institusi perbankan yang kian berpeluang untuk meningkatkan penyaluran kredit, kian meningkatnya investor confidence, dan country risk yang juga membaik, kinerja pemerintahan yang secara umum mulai dapat dipercaya, walaupun masih ada berbagai ketidakberesan yang perlu segera dibenahi di sektor birokrasi dan penegakkan hukum. Dapat dilihat dalam Bursa Efek Jakarta yang mengakhiri 2006 secara menakjubkan dengan IHSG pada level 1.805,223 suatu pertumbuhan sebesar 55% dibandingkan setahun sebelumnya. Jumlah emiten di BEJ juga bertambah 12 perusahaan tahun silam, sehingga secara keseluruhannya kini mencapai 344. Di sisi lain, jumlah reksadana hingga akhir 2006 tercatat sebanyak 399 atau meningkat 22% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dan di pasar uang, nilai tukar rupiah juga menguat. Itu sebabnya ada asumsi bahwa tahun 2007 adalah tahun panen bagi banyak investor mengingat diversifikasi produk yang kian banyak[1]. Hal ini dibuktikan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di penghujung 2007 berhasil ditutup menguat. IHSG di lantai Bursa Eefek Indonesia (BEI), ditutup menguat sebesar 6,122 ke posisi 2.754, 826 atau meningkat 51,74% dari level penutupan di tahun 2006 yaitu sebesar 1.805,523[2]. Selain itu, Pada tahun 2007 telah tercatat 22 emiten baru dan 23 emiten yang mengeluarkan right issues. Total dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp44,54 trilliun, berasal dari Rp16,87 trilliun IPO, Rp25.5 trilliun right issues dan Rp2,08 trilliun warrant. Di tahun 2007 ini pula tercatat kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sangat menggembirakan. Hampir seluruh indikator perdagangan menunjukan peningkatan yang signifikan, seperti aktivitas transaksi, pergerakan indeks, maupun minat investor asing untuk berinvestasi di Pasar Modal Indonesia. Pada akhir tahun 2007. Masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasana teknologi, manajemen, maupun alasan permodalan. Modal aing juga diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau kehidupan dunia usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran internasional melalui jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia.

2. Tujuan Penanaman Modal Asing dan Perusahaan Multinasional Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu: a. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. b. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. c. Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural. d. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif. e. Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. Selama ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya investor asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumbersumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja. Sehingga tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan pengangguran dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran investor asing. Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja dan pendapatan nasional. Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang berkembang sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk bekerjasama. Modal asing

juga membantu mengurangi problem neraca pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara dan swasta domestik negara tuan rumah. 3. Freeport Keberadaan PT Freeport di Indonesia sebagai perusahaan asing telah ada selama puluhan tahun dan cukup lama menikmati kekayaan alam Indonesia. Kontrak PT Freeport di Indonesia yang dimulai pada awal kekuasaan Orde Baru di tahun 1967 baru akan berakhir hingga 2041. Pada tahun 2004 Presiden Megawati sempat menginginkan nasionalisasi atas PT Freeport, kenyataannya justru dialah yang kemudian tidak terpilih lagi menjadi presiden RI. Pasca 1959 hal sama dilakukan oleh Soekarno, bahkan di tahun 1960 an Soekarno mulai menerjunkan pasukan dan menginginkan nasionalisasi atas Freeport. AS yang pada waktu itu dipimpin John F Kennedy mendukung kebijakan Soekarno bahkan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika Belanda ngotot mempertahankan Irian Barat. Hal yang membuat Freeport marah. Setelah JF Kenedy tewas dan Soekarno pun terguling dengan terlebih dahulu mengalami trauma atas terbunuhnya para perwira loyalisnya. (Lisa Pease, 1996 dalam JFK, Indonesia, CIA and Freeport yang pernah dimuat majalah Probe di AS). Kekayaan alam Indonesia di Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat awalnya diketahui melalui tulisan hasil riset seorang belanda Jean Jaques Dozy di tahun 1936 yang Pemerintah Belanda pun saat itu tidak tahu hasil riset tersebut hingga akhirnya diketahui Freeport. Gunung Tembaga itu ternyata adalah gunung emas yang hingga hari ini terus dieksploitasi korporasi globalis. Gunung emas yang dieksploitasi sebagaimana Hasil rilis PT Freeport Indonesia sendiri setelah lama tidak secara transparan menyampaikan keuntungannya kepada publik di Indonesia yang begitu besar. Kalau dilihat dari pernyataan PT Freeport sendiri yang menyatakan kerugian materiil akibat aksi mogok karyawan di hari pertama tanggal 15 September 2011 dinyatakan sebesar 19 juta dollar AS atau sekitar 114 miliar rupiah yang berarti 3,534 triliun rupiah per bulan atau paralel dengan nominal 70 triiun rupiah per tahun, maka berapa keuntungan Freeport dari eksploitasi Bumi Cenderawasih tentu jumlahnya mencengangkan. Angka itu hanya dari pernyataan kerugian akibat mogok dan belum mencerminkan total pendapatan selama puluhan tahun mengeksploitasi kekayaan negara Indonesia dan alam Papua. Bandingkan dengan APBD Papua yang terseok untuk membangun infrastruktur misalnya sebagaimana pernyataan Gubernur Papua Barnabas Saebu di berikut: Kalau mengandalkan APBD yang

hanya Rp 10 triliun untuk menyelesaikan proyek infrastruktur, bisa makan waktu 300 tahun, dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR dan Menteri Keuangan, di Detik.com, Senin (6/12/2010). Keterlibatan pemangku kepentingan seperti masyarakat adat, pemuka agama dll bukan hanya pemerintah daerah juga diperlukan untuk percepatan pembangunan Bumi Cenderawasih. Etika sosial kita tentu terusik sementara disuatu tempat masih dalam pulau yang sama kekayaan triliunan rupiah tinggal dikeruk sementara disisi lain masyarakatnya belum tercukupi kebutuhan dasar, sandang, pangan, papan, kemudahan infrastruktur, layanan pendidikan, layanan kesehatan dll. Hal minimalis yang harus dilakukan PT Freeport adalah menjalankan politik etis di Bumi Papua. Dampak kerusakan alam dan limbah nyata ditimbulkan tidak bisa ditinggal begitu saja setelah dieksploitasi nantinya. Belum lagi berbicara royalty emas yang harus dibayar ke negara sebesar 3,75 persen, dan juga ada kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebesar kurang lebih 5 persen juga diamanatkan Undang-Undang. lalu berapa yang belum dipenuhi oleh PT Freeport dan berapa yang sudah selama kontrak karya yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang merugikan rakyat Indonesia di Bumi Cenderawasih itu. PT Freeport telah mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan ini jelas menguji kemampuan Pemerintah SBY-Boediono dalam memenangkan kepentingan nasional atas desakan korporasi global yang mengakumulasi keuntungan dan menghasilkan dampak buruk bagi kemandirian ekonomi nasional serta terabaikannya nasib rakyat Indonesia. Secara etis persoalan PT Freeport telah mengusik kesadaran kemanusiaan dan menguji pemerintah untuk menjawab tuntutan kesejahteraan dan keadilan publik bukan sebaliknya menjawab tuntutan buruh PT FI dengan cara-cara represif yang dapat berpotensi melanggar kemanusiaan baru. Kepala Perwakilan Greenpeace Indonesia Nur Hidayati dalam paparan temuannya mengatakan, akibat penambangan Freeport selama 44 tahun di Papua, diperkirakan Indonesia kehilangan 300.000 hektar hutan per tahun. Ditambah, per soalan limbah buangan tambang dan hancurnya habitat dan ekosistem yang sudah berjalan selama ini. Karenanya, selain mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati, operasi pertambangan juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang sangat masif. Belum lagi dampak pengerukan dan juga pembuangan limbah sisa tambang dalam jumlah besar ke badan-badan sungai hingga ke laut yang seringkali juga mengandung berbagai bahan kimia berbahaya bagi ekosistem di perairan.

Bisa dibayangkan, dengan penghasilan itu, Freeport berhasil meraup keuntungan triliunan rupiah sepanjang tahun. Ironisnya, dengan kekayaan sebesar itu, kesejahteraan masyarakat Papua hingga kini masih begitu-begitu saja. Persoalan yang sama juga terjadi pada kerusakan lingkungan yang meningkat pesat di sekitar pertambangan Freeport. Pencemaran lingkungan selanjutnya menjadi persoalan serius. Penambangan Freeport telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailling (butiran pasir alami hasil pengolahan konsentrat). Sehari-hari Freeport memproduksi tidak kurang dari 250.000 metrik ton bahan tambang. Material bahan yang diambil hanya 3 persen. Inilah yang diolah menjadi konsentrat kemudian diangkut ke luar negeri melalui pipa yang dipasang ke kapal pengangkut di Laut Arafuru. Sisanya, sebanyak 97 persen berbentuk tailing. Alhasil, aktivitas ini menimbulkan fegetasi hutan daratan rendah seperti Dusun Sagu masyarakat Kamoro di Koprapoka, dan beberapa dataran rendah di wilayah Timika menjadi hancur.

4. Kesimpulan

Dampak positif pemilik modal asing dan MNCs di Indonesia adalah modal asing membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara dan swasta domestik negara tuan rumah. Menurut M. Idris Latief (2006), banyak sekali permasalahan yang ditimbulkan oleh penanaman modal asing di dalam negeri. Yang pertama adalah dominannya kontrol dari luar negeri, entah itu dari pemerintah investor luar negeri atau dari badan internasional seperti International Monetary Funds (IMF), World Bank (Bank Dunia), dan lain-lain. Kontrol ini seringkali sangat merugikan rakyat, baik dari segi politik maupun ekonomi.

Yang kedua adalah terkurasnya dan rusaknya sumberdaya alam Indonesia (natural resources). Hal ini karena kontrak biasanya diadakan sesuai dengan jumlah cadangan (deposit) di bawah tanah, sehingga ketika kontrak selesai yang tertinggal hanya kerusakan lingkungan. Tingginya angka pengangguran pun tidak bisa diatasi dengan penanaman modal asing. Sebab, investor asing biasanya bergerak di bidang pertambangan yang tidak banyak menyerap tenaga kerja. Selain itu, tingginya biaya yang harus ditanggung setelah proyek beroperasi pun sangat merugikan bangsa Indonesia. Pihak Indonesia belum bisa menikmati bagi hasilnya selama biaya yang diminta investor belum terlunasi. Padahal, investor bisa saja berbohong mengenai biaya yang dibelanjakan untuk eksplorasi (recovery cost). Menurut saya harus ada beberapa landasan teori yang menjadi pegangan atau landasan paper ini berdasarkan dengan contoh kasus di Indonesia pada kasus Freeport di Indonesia : a. Teori Keadilan Teori keadilan adalah teori yang menyatakan bahwa seharusnya rakyat Papua mendapat perlakuan yang pantas, ketika Freeport mengambil sumber daya alam disana. Seharusnya Papua menjadi wilayah yang kaya dan maju seperti Pulau Jawa, bukannya terbelakang seperti sekarang ini. b. Teori Globalisasi Proses dimana individu, antar kelompok, dan antar Negara saling berinteraksi, bergantung, terkait dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya yang melintasi batas Negara. c. Teori Ekonomi Menekan factor produksi serendah rendahnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar besarnya. d. Teori Humanisme Menekankan pada aspek kemanusiaan. Apakah globalisasi membuat Negara Negara berkembang menjadi maju? Atau dengan adanya globalisasi rakyat yang ada di Negara berkembang semakin terabaikan.

Jadi menurut saya, berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa penanaman modal asing bukanlah solusi bagi terciptanya penyerapan tenaga kerja yang optimal, namun justru akar masalah dalam ketergantungan bangsa Indonesia terhadap asing serta hilangnya aset-aset penting negara. Dianalisis pula penyebab mengapa pemerintah mengambil kebijakan tersebut. Dari sinilah akan ditarik suatu solusi yang mampu menjawab inti problematika tersebut sehingga Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia bisa dikelola dengan terarah oleh Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri dan ketergantungan terhadap pihak asing bisa teratasi. Dengan hal ini, diharapkan kekayaan alam bisa dinikmati seluruh elemen bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia bisa terwujud. Menurut saya pemerintah Indonesia harus mengoptimalisasi fungsi alokatif, distributif, dan stabilitatif negara sebagai langkah solutif alternatif melawan penanaman modal asing. Fungsi alokatif adalah negara mengalokasikan anggarannya dengan tujuan untuk menyediakan secara memadai barang-barang (kepemilikan) publik kepada masyarakat. Tanggungjawab penyediaan barang-barang publik ini diserahkan kepada negara karena negara tidak akan pernah membiarkan sumberdaya alam dimiliki individu, apalagi dijual kepada pihak asing. Semua bahan tambang yang strategis dan vital maupun yang tidak vital dikelola negara dengan sebaik-baiknya. Negara harus menyelenggarakan manajemen yang baik, termasuk dengan mempersiapkan sumberdaya manusia dan tenaga ahli dari dalam negeri yang cakap dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Negara dapat mengadakan pelatihan dan studi keahlian, jika perlu dengan melibatkan pihak luar yang dinilai layak, dengan dana yang disediakan negara. Negara juga dapat melakukan transfer teknologi jika memang benar-benar akan menghasilkan optimalisasi pemenuhan kebutuhan publik. Sedangkan fungsi distributif ditujukan untuk mensirkulasikan kekayaan negara kepada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Keseimbangan ekonomi (economic equilibrium) menjadi paradigma negara dalam melayani rakyatnya. Jika ada ancaman maka negara menyuplai individu yang tidak sanggup memenuhi kebutuhannya. Sumbernya diambil dari harta yang diperoleh dari harta milik publik. Dengan begitu, tidak akan terjadi kasus kelangkaan bahan bakar, penimbunan dan kemiskinan. Adapun melalui fungsi stabilitatif, negara melakukan tindakan-tindakan antisipatif terhadap instabilitas ekonomi. Dalam hal ini, ancaman dan intervensi asing tidak akan ditoleransi oleh negara. Dengan potensi sumberdaya alam yang luar biasa besar dan kemandirian ekonomi negara, maka ancaman sabotase dan boikot ekonomi pihak asing tidak akan berarti apa-apa. Perekonomian yang kuat

akan menjadikan negara mampu membiayai infrastruktur pertahanan dan keamanan negara hingga perlengakapan industri dan militer yang mendukungnya. Dengan begitu, negara tidak akan gentar sedikitpun terhadap ancaman invasi militer pihak asing.

Daftar Pustaka
Dunstan, barrie. The Secret Of Investment Legend. 2002. Jakarta: Daras books. Suparmono. Pengantar Ekonomika Makro: Teori, Soal dan Penyelesaiannya.2002.Yogyakarta: UPP AMP YKPN. http://liandcy.wordpress.com/2009/06/22/tinjauan-kritis-terhadap-penanaman-modal-asingsebagai-bentuk-neokolonialisme/ http://www.seruu.com/investigasi/lsm-dan-ngo/artikel/greenpeace-freeport-rusak-alam-papuapemerintah-harus-moratorium-tambang-di-papua http://andev.multiply.com/reviews/item/33?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem

Anda mungkin juga menyukai